tugas teori toksik

13
TUGAS TEORI TOKSIKOLOGI Untuk Memenuhi salah satu tugas mata kuliah teori toksikologi Dame Ria Br. Silaban 31112066 Farmasi 3B PRODI S1 FARMASI

Transcript of tugas teori toksik

Page 1: tugas  teori toksik

TUGAS TEORI TOKSIKOLOGI

Untuk Memenuhi salah satu tugas mata kuliah teori toksikologi

Dame Ria Br. Silaban

31112066

Farmasi 3B

PRODI S1 FARMASI

STIKES BAKTI TUNAS HUSADA TASIKMALAYA

2015

Page 2: tugas  teori toksik

Forced diuresis

Kerja dengan diuresis paksa, meningkatkan laju aliran urin oleh infus dalam jumlah

besar cairan dengan pemberian simultan akhirnya lingkaran dan diuretik osmotik. Mencoba

untuk menurunkan epitel tubular, ini mempercepat eliminasi ginjal. Paksa diuresis digunakan

untuk mendorong ekskresi ginjal obat atau racun. Sebagian besar obat diuretik yang baik

asam lemah atau basa lemah. Ketika urin dibuat basa, eliminasi obat asam dalam urin

meningkat. Sebaliknya, urine asam mempromosikan penghapusan obat yang bersifat alkali.

Metode ini hanya signifikansi terapi mana obat ini diekskresikan dalam bentuk aktif

dalam urin dan di mana pH urine dapat disesuaikan dengan tingkat atas atau di bawah nilai

pK dari bentuk aktif obat. Untuk obat asam, pH urine harus di atas nilai pK obat itu, dan

berbicara untuk obat dasar. Hal ini karena ionisasi obat asam meningkat dalam urin dan

terionisasi alkali obat tidak dapat dengan mudah membran plasma lintas sehingga tidak bisa

masuk kembali darah dari tubulus ginjal. Metode ini tidak efektif untuk obat-obatan yang

sangat terikat protein (misalnya trisiklik antidepresan) atau yang memiliki volume jelas besar

distribusi (misalnya parasetamol, antidepresan trisiklik).

Diuresis alkali paksa telah digunakan untuk meningkatkan ekskresi obat asam salisilat

seperti dan fenobarbital, sementara diuresis asam dipaksa telah digunakan untuk

meningkatkan penghapusan kokain, amfetamin, kina, quinidine, dan strychnine ketika

keracunan oleh obat ini telah terjadi. Paksa diuresis alkalin juga dianjurkan untuk

rhabdomyolysi.

1. Peritonial Dialisis

Dialisis peritoneal pertama kali dirintis oleh Ganter pada tahun 1923 yang

memasukka cairan garam kedalam rongga peritoneum untuk mengobati penderit dengan

uremia. Era sebenarnya dari dialisis peritoneal dimulai pada tahun 1959 ketika tersedia

kateter dan cairan peritoneal dialisa yang dijual secara komersial. Teknis peritoneal

dialisis terus berkembang dan penggunaannya dalam penanggulangan gagal ginjal terus

meluas. Hal ini dimungkinkan dengan adanya perusahaan yaang memasarkan cairan

dialisa standar yang siap pakai, dispoposble peritoneal dialyse set dengan kateter

peritoneal yang mudah dimasukkan ke dalam rongga peritoneum dan juga tersedia

kateter yang dapat dipasang dalam jangka waktu lama.1,2 Meskipun dialisis peritoneal

telah berkembang pesat, seperti continuous ambulatory peritoneal dialysis (CAPD),

continuous cyclic peritoneal dialysis (CCPD) dan lain-lainnya, dialisis peritoneal dengan

Page 3: tugas  teori toksik

menggunakan stilet kateter masih berperan penting sebagai cara penanggulangan gagal

ginjal akut terutama di rumah sakit perifer yang mempunyai sarana dan sumber daya

manusia terbatas. Tehnik ini mempunyai keuntungan utama yaitu, prosedurnya

sederhana, dapat dilakukan secara bed side dan tidak memerlukan alat-alat yang canggih.

Dialisis peritoneal dilakukan dengan memasukkan cairan yang mengandung glukosa dan

garam (cairan dialisat) ke dalam rongga peritoneum. Dengan proses difusi dan

ultrafiltrasi material toksik dapat dikeluarkan dari darah kedalam cairan dialisat dalam

rongga peritoneum, selanjutnya akan dikeluarkan dari tubuh. Selain untuk

menanggulangi gagal ginjal akut, dialisis peritoneal akut dapat juga digunakan pada

beberapa keadaan lain yaitu intoksikasi obat-obatan, koma hepatikum dan keracunan

lainnya.

Dialisis adalah proses pengeluaran sisa-sisa metabolisme dan kelebihan cairan dari

darah melalui membran semipermeabel. Peritoneum merupakan selaput yang berfungsi

sebagai membran semipermeabel ternyata dapat berperan dalam proses dialisis, hal ini

didasarkan pertimbangan bahwa luas permukaan peritoneum kira-kira sama dengan luas

permukaan seluruh kapiler glomerulus. Peritoneum dapat berperan sebagai membran

dialisis dengan beberapa alasan,yaitu:

1. Zat-zat molekul kecil/kristaloid dapat berdifusi melalui membran semi permeabel

dari suatu cairan di satu pihak ke cairan di pihak lain tergantung perbedaan

konsentrasi.

2. Koloid/molekul protein tidak dapat berdifusi melalui membran semi permeabel.

3. Ultrafiltrat sebagai hasil proses filtrasi ginjal normal mempunyai komposisi sama

dengan plasma kecuali tidak mengandung protein.

4. Peritoneum sebagai membran semipermeabel dapat menggantikan fungsi filtrsi

glomerulus.

5. Fungsi tubulus ginjal dalam resorpsi selektif cairan dan kristaloid dapat digantikan

dengan pemberian cairan parenteral.

Proses yang terjadi pada dialisis peritoneum adalah sebagai berikut:

a. Difusi

Difusi merupakan mekanisme utama untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme

pada dialisis peritoneal. Pada proses difusi terjadi pertukaran solut dari dua larutan

yang dipisahkan oleh membran semipermeabel, yaitu pertukaran solut yang berada

dalam darah kapiler pada peritoneum dan cairan dialisat dalam rongga peritoneum.

Secara mikroskopis anatomis membran peritoneum merupakan lapisan heterogen

Page 4: tugas  teori toksik

yang berupa jaringan ikat fibrosa elastik yang diliputi oleh sel mesotel, sehingga

dalam proses perpindahan air dan solut dari darah ke cairan dialisat dalam rongga

peritoneum harus melewati lapisan tahanan, yaitu yaitu lapisan dari selaput darah,

endotel pembuluh darah, membrana basalis, jaringan interstitial, mesotel dan selaput

dialisat (9,10).

Faktor yang mempengaruhi kecepatan difusi:

1. Perbedaan konsentrasi: bila perbedaan konsentrasi mengecil, transport solut tidak

terjadi lagi, sehingga untuk kelangsungan proses ini diperlukan perbedaan

konsentrasi antara dialisat dan darah harus tetap tinggi.

2. Berat molekul: keadaan berat molekul mempengaruhi kecepatan pergerakan ini.

Solut dengan berat molekul kecil kecepatan difusinya lebih cepat dibandingkan

dengan yang mempunyai berat molekul lebih besar, seperti urea dengan BM 60,

lebih cepat difusinya dibandingkan dengan kreatinin yang mempunyai BM 116.

3. Tahanan membran: peritonitis akan meningkatkan permeabilitas membran

terhadap air dan solut.

Gambar 1 Proses Difusi

b. Ultrafiltrasi

Ultrafiltrasi yaitu terjadinya pergerakan zat terlarut dan pelarut melalui membran

semipermeabel yang terjadi akibat adanya perbedaan tekanan osmotik atau tekanan

hidrostatik. Pada dialisis peritoneal yang paling berperan adalah ultrafiltrasi akibat

perbedaan tekanan osmotik. Proses ini terjadi bila konsentrasi larutan di salah satu

sisi membran lebih rendah, artinya molekul air lebih banyak dari molekul solut dan

sisi lain membran mempunyai konsentrasi larutan lebih tinggi, artinya molekul air

lebih sedikit dari molekul solut, maka air akan bergerak dari konsentrasi larutan

rendah ke konsentrasi larutan tinggi. Dalam pergerakannya molekul air akan

menarik solut kecil melalui membran sehingga akhirnya tercapai keseimbangan.

Page 5: tugas  teori toksik

Gambar 2 Proses Ultrafiltrasi

Dalam dialisis peritoneal, proses ini terjadi akibat penambahan glukose ke dalam

cairan dialisat berupa dekstrosa 1,5%, atau 2,5%, atau 4,25%. Tekanan osmotik yang

disebabkan glukosa ini menyebabkan penarikan air dari darah ke dialisat. Dalam

proses ini glukosa dalam dialisat diabsorpsi ke dalam darah. Dalam keadaan

kelebihan cairan dipakai cairan dialisat dengan kadar glukosa 4,25% untuk menarik

kelebihan cairan tersebut. Derajat penjernihan/klirens suatu zat pada dialisa

peritoneal dapat ditentukan dengan rumus :

C = D x VP x t

C : penjernihan /klirens suatu zat (ml/menit).

D : konsentrasi suatu zat dari cairan dialisat yang tlah dikeluarkan (mg/dl).

V : volume dialisat (ml).

P : konsentrasi zat dalam plasma (mg/dl).

t : interval waktu.

Dari variable diatas, V dan t dapat diatur untuk menentukan C. dari hasil

penelitian didapatkan bahwa bila lama cairan dialisat dalam rongga peritoneum

(indwelling) 60 menit, besar difusi urea mencapai 70% dan mencapai 100% dalam

120 menit.

2. Hemodialisis

Hemodialisis adalah sebuah terapi medis. Kata ini berasal dari kata haemo yang

berarti darah dan dilisis sendiri merupakan proses pemurnian suatu sistem koloid dari

partikel-partikel bermuatan yang menempel pada permukaan Pada proses digunakan

Page 6: tugas  teori toksik

selaput Semipermeabel. Proses pemisahan ini didasarkan pada perbedaan laju transport

partikel. Prinsip dialisis digunakan dalam alat cuci darah bagi penderita gagal ginjal, di

mana fungsi ginjal digantikan oleh dialisator.

Hemodialisis merupakan salah satu dari Terapi Pengganti Ginjal, yang digunakan

pada penderita dengan penurunan fungsi ginjal, baik akut maupun kronik. Hemodialisis

dapat dikerjakan untuk sementara waktu (misalnya pada Gagal Ginjal Akut) atau dapat

pula untuk seumur hidup (misalnya pada Gagal Ginjal Kronik).

Hemodialisis berfungsi membuang produk-produk sisa metabolisme seperti potassium

dan urea dari darah dengan menggunakan mesin dialiser. Mesin ini mampu berfungsi

sebagai ginjal menggantikan ginjal penderita yang sudah rusak kerena penyakitnya,

dengan menggunakan mesin itu selama 24 jam perminggu, penderita dapat

memperpanjang hidupnya sampai batas waktu yang tidak tertentu.

Prinsip dari Hemodialisis adalah dengan menerapkan proses osmotis dan ultrafiltrasi

pada ginjal buatan, dalam membuang sisa-sisa metabolisme tubuh. Pada hemodialisis,

darah dipompa keluar dari tubuh lalu masuk kedalam mesin dialiser ( yang berfungsi

sebagai ginjal buatan ) untuk dibersihkan dari zat-zat racun melalui proses difusi dan

ultrafiltrasi oleh cairan khusus untuk dialisis (dialisat). Tekanan di dalam ruang dialisat

lebih rendah dibandingkan dengan tekanan di dalam darah, sehingga cairan, limbah

metabolik dan zat-zat racun di dalam darah disaring melalui selaput dan masuk ke dalam

dialisat. Proses hemodialisis melibatkan difusi solute (zat terlarut) melalui suatu

membrane semipermeable. Molekul zat terlarut (sisa metabolisme) dari kompartemen

darah akan berpindah kedalam kompartemen dialisat setiap saat bila molekul zat terlarut

dapat melewati membran semipermiabel demikian juga sebaliknya. Setelah dibersihkan,

darah dialirkan kembali ke dalam tubuh.

Page 7: tugas  teori toksik

Mesin hemodialisis (HD) terdiri dari pompa darah, sistem pengaturan larutan dialisat,

dan sistem monitor. Pompa darah berfungsi untuk mengalirkan darah dari tempat

tusukan vaskuler ke alat dializer. Dializer adalah tempat dimana proses HD berlangsung

sehingga terjadi pertukaran zat-zat dan cairan dalam darah dan dialisat. Sedangkan

tusukan vaskuler merupakan tempat keluarnya darah dari tubuh penderita menuju

dializer dan selanjutnya kembali lagi ketubuh penderita. Kecepatan dapat di atur

biasanya diantara 300-400 ml/menit. Lokasi pompa darah biasanya terletak antara

monitor tekanan arteri dan monitor larutan dialisat. Larutan dialisat harus dipanaskan

antara 34-39 C sebelum dialirkan kepada dializer. Suhu larutan dialisat yang terlalu

rendah ataupun melebihi suhu tubuh dapat menimbulkan komplikasi. Sistem monitoring

setiap mesin HD sangat penting untuk menjamin efektifitas proses dialisis dan

keselamatan.

Pada saat proses Hemodialisa, darah kita akan dialirkan melalui sebuah saringan

khusus (Dialiser) yang berfungsi menyaring sampah metabolisme dan air yang berlebih.

Kemudian darah yang bersih akan dikembalikan kedalam tubuh. Pengeluaran sampah

dan air serta garam berlebih akan membantu tubuh mengontrol tekanan darah dan

kandungan kimia tubuh jadi lebih seimbang.

Dialisator tersedia dalam berbagai jenis ukuran. Dialisator yang ukurannya lebih besar

mengalami peningkatan dalam membran area, dan biasanya akan memindahkan lebih

banyak padatan daripada dialisator yang ukurannya lebih kecil, khususnya dalam tingkat

aliran darah yang tinggi. Kebanyakan jenis dialisator memiliki permukaan membran area

sekitar 0,8 sampai 2,2 meter persegi dan nilai KoA memiliki urutan dari mulai 500-1500

ml/min. KoA yang dinyatakan dalam satuan ml/min dapat diperkirakan melalui

pembersihan maksimum dari dialisator dalm tekanan darah yang sangat tinggi dari grafik

tingkat alirannya. Secara singkat konsep fisika yang digunakan dalam hemodialisis

adalah konsep fluida bergerak. Syarat fluida yang ideal yaitu cairan tidak viskous (tidak

ada geseran dalam), keadaan tunak (steady state) atau melalui lintasan tertentu, mengalir

secara stasioner, dan tidak termampatkan (incompressible) serta mengalir dalam jumlah

cairan yang sama besarnya (kontinuitas).

Page 8: tugas  teori toksik

3. Hemoperfusion

Hemoperfusi adalah metode pembuangan obat dan toksin dari darah, dengan

memompakan darah melewati  bahan adsorben dan kemudian disirkulasikan kembali ke

dalam tubuh pasien. Antikoagulasi seperti heparin diperlukan untuk mencegah

pembekuan darah. Tranfusi tukar merupakan  pembuangan bagian darah pasien dan

menggantikan dengan darah lengkap yang segar,  cara terakhir ini sangat jarang

dilakukan.

Hemoperfusi adalah teknik invasif yang membutuhkan arteri dan vena (dilengan)

untuk membuat sirkulasi ekstra koporeal sementara. Pada hemodialisis, obat menuruni

gradien konsentrasinya melalui membran dialisis dan dibuang dalam cairan dialisis. Pada

hemoperfusi, darah melewati suatu kolom karbon aktif atau resin dimana di dalamnya

darah diadsorpsi. Tehnik ini memiliki resiko yang signifikan (pendarahan, emboli air,

infeksi, kehilangan arteri perifer) dan wkatu paruh eliminasi yang memendek tidak

terlalu berhubungan dengan keadaan klinis yang membaik (morbiditas atau mortalitas

yang berkurang ). Pada beberapa kasus misalnya keracunan karbamazefin dosis multiple

karbon aktif sama efektifnya dengan hemoperfusi.

 

Page 9: tugas  teori toksik