Bab 2 Toksik
-
Upload
dameria-crishtabell-silaban -
Category
Documents
-
view
14 -
download
1
description
Transcript of Bab 2 Toksik
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 CO ( Karbon Monoksida)
2.1.1 Pengertian
Karbon monoksida (CO) merupakan gas yang tidak berwarna, tidak
berbau, tidak berasa, dan non-iritatif, yang densitasnya relatif sedikit lebih
rendah dibandingkan dengan udara. Sumber utama karbon monoksida pada
kasus kematian adalah kebakaran, knalpot mobil, pemanasan tidak
sempurna, dan pembakaran yang tidak sempurna dari produk-produk
terbakar, seperti bongkahan arang. Diluar kematian akibat kebakaran, ada
sekitar 2700 kematian yang disebabkan oleh karbon monoksida setiap
tahunnya di AS. Sekitar 2000 dari kasus ini adalah bunuh diri dan 700-nya
adalah kecelakaan. Pada kenyataannya seluruh kasus bunuh diri tersebut
melibatkan penghirupan gas buangan mobil. ( Hudak & Gallow, 2000 ) Pada
keadaan normal konsentrasinya di udara ± 0,1 ppm, dan di kota dengan
lalulintas padat ± 10 - 15 ppm. Dampak pencemaran oleh gas
CO,contohnya : Bagi manusia dampak CO dapat menyebabkan gangguan
kesehatan sampai kematian, karena CO bersifat racun metabolis, ikut
bereaksi secara metabolis dengan hemoglobin dalam darah (Hb).
Karbon dan Oksigen dapat bergabung membentuk senjawa karbon
monoksida (CO) sebagai hasil pembakaran yang tidak sempurna dan karbon
dioksida (CO2) sebagai hasil pembakaran sempurna. Karbon monoksida
merupakan senyawa yang tidak berbau, tidak berasal dan pada suhu udara
normal berbentuk gas yang tidak berwarna. Tidak seperti senyawa CO
mempunyai potensi bersifat racun yang berbahaya karena mampu
membentuk ikatan yang kuat dengan pigmen darah yaitu hemoglobin.
( Hudak & Gallow,2000). Sumber utama karbon monoksida pada kasus
kematian adalah kebakaran, knalpot mobil, pemanasan tidak sempurna, dan
pembakaran yang tidak sempurna dari produk-produk terbakar, seperti
bongkahan arang. Diluar kematian akibat kebakaran, ada sekitar 2700
kematian yang disebabkan oleh karbon monoksida setiap tahunnya di AS.
Sekitar 2000 dari kasus ini adalah bunuh diri dan 700-nya adalah
kecelakaan. Pada kenyataannya seluruh kasus bunuh diri tersebut melibatkan
penghirupan gas buangan mobil. Gas alam( tanpa CO) telah digantikan oleh
gas arang yang menjadi bahan bakar dan sumber racun terbesar,Dan CO
masih merupakan sumber racun yang membahayakan. Bahaya tentang CO
ini telah bayak dipublikasi,khususnya terhadap lingkungan dan industri.
2.1.2 Sifat Fisika dan Kimia Hidrogen Sufida
1. Sifat fisika
a. Tidak Berwarna
b. Tidak Berbau
c. Sangat Beracun
2. Sifat kimia
a. Densitas 1.2504 gr/lt pada suhu 0o C , 760mmHg
b. Melting point – 207o C
c. Boiling Point – 192o C
a. Larut dalam air 0.004 bagian CO dalam 100 bagian air pada
0o C
b. Larut dalam alkohol
c. Cp 5,2 + 0.0033 T pada suhu 273 – 1763 o K.
2.1.3 Penyebab keracunan Karbon Monoksida
1. Keracunan terjadi karena sel-sel darah merah mengikat karbon monoksida
lebih cepat dibandingkan dengan oksigen. Sehingga jika ada banyak
karbon monoksida di udara, tubuh akan mengganti oksigen dengan
karbon monoksida tersebut. Oksigen dihambat oleh tubuh sehingga bisa
merusak jaringan dan menyebabkan kematian. (Arief,2000).
2. Menggunakan kendaraan atau berada dekat kendaraan. Sejak gas arang
(mengandung 7% CO) dengan gas alam, kejadiaan bunuh diri berkurang
seperti meletakkan kepala di dalam oven untuk mencelakai diri sendiri,
banyak terjadi di Britain dan kota lainnya. Tahun 1961 di UK, terdapat
2711 kasus bunuh diri dan 1014 kasus kecelakaan/kematian mendadak
dengan CO. Dan juga ditemukan CO pada kasus bunuh diri dengan bakar
diri akibat mesin. Bensin menghasilkan 5-7% CO yang terdapat dalam
asap, dalam mesin yang tidak digunakan, juga yang tidak layak pakai.
Diesel menghasilkan CO lebih sedikit dibandingkan bensin, seharusnya
CO terurai ke atmosfer sehingga penyebaran atau distribusi CO dalam
jumlah kecil dalam kota besar dan polisi lalu lintas mungkin sekitar 10%
saturasi dalam hemoglobinnya. Tapi jika dalam tempat yang kecil dan
sempit akan sangat berbahaya. Misalnya 1500cc bensin dalam kendaraan
yangtidak digunakan berada di garasi, dapat menghasilkan CO dengan
konsentrasi tinggi dapat mematikan dalam 10 menit. Suatu percobaan
bunuh diri lainnya, dengan hanya duduk dikendaraan dengan jendela
terbuka dan kendaraan dalam garasi. Ada juga akibat terbakarnya mesin
kendaraan, yang efek toksisnya dapat menyebabkan stupor dan koma.
Efek CO juga dapat mengenai supir atau pegendara kendaraan yang
dijalankan. Biasanya disebabkan mesin kendaraan yang rusak dan
penyaringnya bocor, sehinngga CO masuk kedalam lendaraan. Pada
pesawat kecil, biasanya mesin berdekatan dengan kokpit. Dan jika terjadi
kebocoran dapat menyebabkan pilot menjadi lemah dan mati, tetapi
tabrakan lebih dari keracunan CO.
3. Alat-alat rumah tangga yang panas dapat menghasilkan CO. Bahan bakar
berasal dari gas alami yang terbebas dari monoksida, yaitu sebagian
oksidasi dari suatu kerusakan, atau hasil dari gas itu tersendiri. Bahan
bakar padat dipakai untuk sumber panas jika ada kerusakan pada
cerobong asap. Parafin yang panas mungkin terbakar dengan CO yag
tidak adekuat dan hidokarbon lainnya, dan malfungsi ini dapat
menyebabkan kebakaran akibat monoksida. Penyebab lain, karena
instalasi gas alami misalnya tidak adanya timah atau ventilasi yang tidak
adekuat , ini dapat menyebabkan monoksida kembali keruangan. Gas alat
rumah tangga, khususnya pemancar air panas dapat memproduksi CO.
4. Penyebab utama dari kematian monoksida karena struktur kebakaran
dirumah atau gedung lain,penyebab terbesar kematian pada kebakaran
rumah tidak disebabkan karena terbakar tapi karena menghirup asap.
Keadaan fatal ini disebabkan karena keracunan CO, walaupun gas-gas
lain seperti sianida, phosgene dan acrolein sebagian turut berperan.
Kebanyakan korban dari kebakaran rumah, mati jauh dari pusat api, yang
mungkin terdapat pada ruangan berbeda atau lantai yang berbeda,
jaringan monoksida pada jarak jauh dan membunuh manusia walaupun
sedang tidur atau terperangkap pada saat di dalam gedung.
5. Pada proses industri dapat meninggalkan keracunan monoksida
khususnya pada pekerja besi dan baja, yang menhasilkan gas dan gas air
yang dengan sengaja dihasilkan dari hasil pabrik. Gas air dapat terdiri dari
> 40% CO dan tiap harinya membentuk gas kekota untuk kebutuhan
rakyat, yang menambah kadar monoksida 7% dari batubara. Proses
industri lain seperti metode “the Mond“ yang memproduksi nikel,
menggunakan CO, sama seperti pada umumnya bahaya dari pemanasan
proses produksi dimana pembentukan gas selama pembakaran pada
penambangan batu bara, CO adalah salah satu gas yang menghasilkan
ancaman yang jelas, yang keluar dari lapisan-lapisan batu bara tapi yang
dihasilkan dari asap hasil pembakaran pada proses penambangan.
6. Pembakaran yang tidak sempurna pada gas api dari beberapa bahan bakar
gas yang menghasilkan CO, seperti api mengenai permukaan logam
dingin atau permukaan yang dilapisi dengan jelaga, oksidasi sebagian dari
batubara mengasilkan monoksida. Pada pemakaian batubara dari sumber
butane atau propane, camper dan boats, dapat memperburuk ventilasi
yang secara lambat dan berbahaya menghasilkan monoksida. Kematian
seluruh keluarga pernah terjadi pada keadaan ini, dimana mereka
terekspos sepanjang malam terakumulasi secara lambat oleh CO dari
refrigerator dan alat lain.
2.1.4 Tanda atau gejala keracunan Karbon Monoksida
Keracunan gas CO atau karbon monoksida sukar didiagnosa.
Gejalanya mirip dengan flu yaitu didahului dengan sakit kepala, mual,
muntah, lelah, lesi pada kulit, berkeringat banyak, pyrexia, pernapasan
meningkat, mental dullness dan konfusion, gangguan penglihatan, konvulsi,
hipotensi, myocardinal, dan ischamea. Kemungkinan terjadi kematian akibat
sukar bernafas sangat tinggi. Kematian terhadap kasus keracunan karbon
monoksida disebabkan oleh kurangnya oksigen pada tingkat selular (cellular
hypoxia). Sel darah merah tidak hanya mengikat oksigen melainkan juga gas
lain. Kemampuan atau daya ikat ini berbeda untuk satu gas dengan gas lain.
Sel darah merah mempunyai ikatan yang lebih kuat terhadap karbon
monoksida dari pada oksigen. Sehingga jika terdapat CO dan O2, sel darah
merah akan cenderung berikatan dengan CO. Bila terhirup, karbon
monoksida akan terbentuk dengan hemoglobin (Hb) dalam darah dan akan
terbentuk karboksi haemoglobin sehingga oksigen tidak dapat terbawa. Ini
disebabkan karbon monoksida dapat mengikat 250 kali lebih cepat dari
oksigen. Gas ini juga dapat mengganggu aktivitas selular lainnya yaitu
dengan mengganggu fungsi organ yang menggunakan sejumlah besar
oksigen seperti otak dan jantung. Gejala klinis saturasi darah oleh karbon
monoksida adalah sebagai berikut:
1. Konsentrasi CO dalam darah kurang dari 20%, tidak ada gejala.
2. Konsentrasi CO dalam darah 20%, gejala nafas menjadi sesak.
3. Konsentrasi CO dalam darah 30%, gejala sakit kepala, lesu, mual, nadi
dan pernapasan meningkat sedikit.
4. Konsentrasi CO dalam darah 30% hingga 40%, gejala sakit kepala berat,
kebingungan, hilang daya ingat, lemah, hilang daya koordinasi gerakan.
5. Konsentrasi CO dalam darah 40% sampai 50%, gejala kebingungan
makin meningkat dan setengah sadar.
6. Konsentrasi CO dalam darah 60% hingga 70%, gejala tidak sadar,
kehilangan daya mengkontrol feses dan urin.
7. Konsentrasi CO dalam darah 70% hingga 80%, gejala koma, nadi
menjadi tidak teratur, kematian karena kegagalan pernapasan.
2.1.5 Dampak keracunan Gas Monoksida Terhadap Kesehatan
Karakteristik biologik yang paling penting dari CO adalah
kemampuannya untuk berikatan dengan hemoglobin, pigmen sel darah
merah yang mengangkut oksigen keseluruh tubuh. Sifat ini menghasilkan
pembentukan karboksihaemoglobin (HbCO) yang 200 kali lebih stabil
dibandingkan oksihaemoglobin (HbO2). Penguraian HbCO yang relatif
lambat menyebabkan terhambatnya kerja molekul sel pigmen tersebut dalam
fungsinya membawa oksigen keseluruh tubuh. Kondisi seperti ini bisa
berakibat serius, bahkan fatal, karena dapat menyebabkan keracunan. Selain
itu, metabolisme otot dan fungsi enzim intra-seluler juga dapat terganggu
dengan adanya ikatan CO yang stabil tersebut. Dampat keracunan CO sangat
berbahaya bagi orang yang telah menderita gangguan pada otot jantung atau
sirkulasi darah periferal yang parah. Dampak dari CO bervasiasi tergantung
dari status kesehatan seseorang pada saat terpengaruh. Pada beberapa orang
yang berbadan gemuk dapat mentolerir pengaruh CO sampai kadar HbCO
dalam darahnya mencapai 40% dalam waktu singkat. Tetapi seseorang yang
menderita sakit jantung atau paru-paru akan menjadi lebih parah apabila
kadar HbCO dalam darahnya sebesar 5–10%. Pengaruh CO kadar tinggi
terhadap sistem syaraf pusat dan sistem kardiovaskular telah banyak
diketahui. Namun respon dari masyarakat berbadan sehat terhadap pengaruh
CO kadar rendah dan dalam jangka waktu panjang, masih sedikit diketahui.
Misalnya kinerja para petugas jaga, yang harus mempunyai kemampuan
untuk mendeteksi adanya perubahan kecil dalam lingkungannya yang terjadi
pada saat yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya dan membutuhkan
kewaspadaan tinggi dan terus menerus, dapat terganggu atau terhambat pada
kadar HbCO yang berada dibawah 10% dan bahkan sampai 5% (hal ini
secara kasar ekivalen dengan kadar CO di udara masing-masing sebesar 80
dan 35 mg/m3) Pengaruh ini terlalu terlihat pada perokok, karena
kemungkinan sudah terbiasa dengan kadar yang sama dari asap rokok.
Beberapa studi yang dilakukan terhadap sejumlah sukarelawan berbadan
sehat yang melakukan latihan berat (studi untuk melihat penyerapan oksigen
maksimal) menunjukkan bahwa kesadaran hilang pada kadar HbCO 50%
dengan latihan yang lebih ringan, kesadaran hilang pada HbCo 70% selama
5-60 menit. Gangguan tidak dirasakan pada HbCO 33%, tetapi denyut
jantung meningkat cepat dan tidak proporsional. Studi dalam jangka waktu
yang lebih panjang terhadap pekerja yang bekerja selama 4 jam dengan
kadar HbCO 5-6% menunjukkan pengaruh yang serupa terhadap denyut
jantung, tetapi agak berbeda. Hasil studi diatas menunjukkan bahwa paling
sedikit untuk para bukan perokok, ternyata ada hubungan yang linier antara
HbCO dan menurunnya kapasitas maksimum oksigen. Walaupun kadar CO
yang tinggi dapat menyebabkan perubahan tekanan darah, meningkatkan
denyut jantung, ritme jantung menjadi abnormal gagal jantung, dan
kerusakan pembuluh darah periferal, tidak banyak didapatkan data tentang
pengaruh penggunnaan CO kadar rendah terhadap sistim kardiovaskular.
Hubungan yang telah diketahui tentang merokok dan peningkatan risiko
penyakit jantung koroner menunjukkan bahwa CO kemungkinan
mempunyai peran dalam memicu timbulnya penyakit tersebut (perokok berat
tidak jarang mengandung kadar HbCO sampai 15 %). Namun tidak cukup
bukti yang menyatakan bahwa karbon monoksida menyebabkan penyakit
jantung atau paru-paru, tetapi jelas bahwa CO mampu untuk mengganggu
transpor oksigen ke seluruh tubuh yang dapat berakibat serius pada
seseorang yang telah menderita sakit jantung atau paru-paru. Studi
epidemiologi tentang kesakitan dan kematian akibat penyakit jantung dan
kadar CO di udara yang dibagi berdasarkan wilayah, sangat sulit untuk
ditafsirkan. Namun dada terasa sakit pada saat melakukan gerakan fisik,
terlihat jelas akan timbul pada pasien yang terkena CO dengan kadar 60
mg/m3, yang menghasilkan kadar HbCO mendekati 5%. Walaupun wanita
hamil dan janin yang dikandungnya akan menghasilkan CO dari dalam
tubuh (endogenous) dengan kadar yang lebih tinggi, pengaruh tambahan dari
luar dapat mengurangi fungsi oksigenasi jaringan dan plasental, yang
menyebabkan bayi dengan berat badan rendah. Kondisi seperti ini
menjelaskan mengapa wanita merokok melahirkan bayi dengan berat badan
lebih rendah dari normal. Masih ada dua aspek lain dari pengaruh CO
terhadap kesehatan yang perlu dicatat. Pertama, tampaknya binatang
percobaan dapat beradaptasi terhadap pemajanan CO karena mampu
mentolerir dengan mudah pemajanan akut pada kadar tinggi, walaupun
masih memerlukan penjelasan lebih lanjut. Kedua, dalam kaitannya dengan
CO di lingkungan kerja yang dapat menggangggu pertubuhan janin pada
pekerja wanita, adalah kenyataan bahwa paling sedikit satu jenis senyawa
hidrokarbon-halogen yaitu metilen khlorida (dikhlorometan), dapat
menyebabkan meningkatnya kadar HbCO karena ada metobolisme di dalam
tubuh setelah absorpsi terjadi. Kadar CO : Waktu kontak : Dampaknya bagi
tubuh : 100 ≤ ppm ± 30 ppm ± 1000 ppm ± 1300 ppm > 1300 ppm sebentar
8 jam 1 jam 1 jam 1 jam dianggap aman menimbulkan pusing dan mual
pusing dan kulit berubah kemerah-merahan kulit jadi merah tua dan rasa
pusing yang hebat lebih hebat sampai kematian.
2.1.6 Pencegahan Dan Penanggulangan Keracunan Gas Monoksida
1. Pencegahan
a. Jangan menggunakan generator di dalam ruangan atau ruangan yang
tertutup sebagian / penuh, seperti garasi dan ruangan bawah tanah.
Pintu dan jendela yang dibuka dapat mencegah akumulasi karbon
monoksida. Pastikan generator mempunyai jarak minimal 1 meter
pada ruangan yang terbuka di segala sisinya untuk memastikan
ventilasi yang memadai.
b. Jangan menggunakan generator diluar ruangan, jika peletakannya
dekat dengan pintu, jendela atau lubang ventilasi yang dapat
mengakibatkan CO masuk dan berakumulasi pada ruangan yang
terhuni oleh manusia.
c. Jika menggunakan pemanas ruangan dan tungku, pastikan bahwa
peralatan tersebut bekerja dalam kondisi yang baik untuk mencegah
timbulnya CO dan jangan pernah menggunakannya pada ruangan
tertutup atau dalam ruangan.
d. Pertimbangkan untuk mengganti peralatan yang berbahan bakar
bensin dengan peralatan yang dijalankan oleh listrik atau udara
bertekanan, jika tersedia.
e. Periksa sistem pembuangan pembakaran mobil dan sistem pendingin
udara anda setahun sekali, kebocoran dalam system kecik tersebut
dapat mengakibatkan masuknya CO ke dalam mobil
f. Jika anda mengalami gejala keracunan CO, segera keluar untuk
mendapatkan udara segar dan cari bantuan dari poliklinik terdekat.
2. Penanggulangan
a. Mengatur pertukaran udara didalam ruang seperti mengunakan
exhaustfan.
b. Lakukan evaluasi dan terapi suportif jalan nafas.
c. Lakukan intubasi orotrakhea bila terjadi gangguan ventilasi dan
oksigenasi.
d. Berikan suplemen oksigen 100% melalui masker yang melekat erat
ke wajah Catatan : waktu paruh eliminasi COHb dalam serum bila
bernafas dengan udara bebas adalah 520 menit, berubah menjadi 80
menit bila bernafas dengan oksigen 100%. Terapi oksigen sebaiknya
tidak dihentikan sampai gejala hilang dan kadar COHb < 10% a)
Lakukan monitoring : EKG (menunjukkan gambaran sinus takikardi
dan perubahan segme ST) b) Pikirkan penggunaan natrium
bikarbonat infus bila ada metabolik asidosis (pH darah arteri < 7
e. Pemeriksaan Laboratorium a) Rutin : Darah lengkap, glukosa,
ureum/creatinin/elektrolit, analisa gas darah dengan kadar COHb,
EKG 12 lead b) Sesuai dengan kondisi pasien : foto rontgen thoraks
(pada cedera inhalasi yang berat, aspirasi paru, bronkopneumonia
dan edema paru)
f. Terapi antidotum Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Weaver,
dkk (2002) menunjukkan bahwa 3 buah terapi oksigen hiperbarik
yang dilakukan dalam 24 jam berhasil menurunkan resiko gejala sisa
berupa kelainan kognitif dalam waktu 6 minggu dan 12 minggu
setelah keracunan gas CO. Keuntungan dari terapi oksigen hiperbarik
adalah untuk mencegah kerusakan yang disebabkan oleh gas CO
bukan menghilangkan gas tersebut. (Penulis: Dra. Murti Hadiyani -
Staf Pusat Informasi Obat dan Makanan, Badan POM RI)
2.1.7 Contoh Kasus Keracunan GAS Carbon Monoksida
1. Akibat gas buangan AC enam penumpang tewas didalam mobil.
Pada awalnya mobil tersebut mengalami kerusakan. dalam kondisi
cuaca panas dan lelah mereka menunggu bantuan dari kendaraan
yang akan lewat. Disaat menunggu, sopir dan penumpang tertidur
pulas didalam kendaraan ber-AC tersebut. AC yang tetap menyala
dan mobil yang tertutup rapat menyebabkan gas buang AC yang
berada didalam mobil tidak bisa keluar dan terhirup oleh supir dan
penumpang. Inilah yang menyebabkan mereka tewas.
2. Empat orang tewas ditemukan didalam mobil Mercedes Benz dijalan
raya Kuningan-Cirebon. Berdasarkan hasil visum Tim Forensik RS
Gunung Jati, ditemukannya racun pada saluran pernafasan korban
berupa gas CO(Karbon Monoksida) akibat menghirup asap knalpot
yang masuk kedalam kendaraan. Asap knalpot dapat masuk kedalam
mobil karena adanya kebocoran pada knalpot dan bagian bawah body
mobil.
2.2 SCN (Sianida)
2.2.1 Pengertian
Sianida adalah zat beracun yang sangat mematikan. Sianida telah
digunakan sejak ribuan tahun yang lalu. Sianida juga banyak digunakan pada
saat perang dunia pertama. Efek dari sianida ini sangat cepat dan dapat
mengakibatkan kematian dalam jangka waktu beberapa menit.
Hidrogen sianida disebut juga formonitrile, sedang dalam bentuk
cairan dikenal sebagai asam prussit dan asam hidrosianik. Hidrogen sianida
adalah cairan tidak berwarna atau dapat juga berwarna biru pucat pada suhu
kamar. Bersifat volatile dan mudah terbakar. Hidrogen sianida dapat
berdifusi baik dengan udara dan bahan peledak.Hidrogen sianida sangat
mudah bercampur dengan air sehingga sering digunakan. Bentuk lain ialah
sodium sianida dan potassium sianida yang berbentuk serbuk dan berwarna
putih.
Sianida dalam dosis rendah dapat ditemukan di alam dan ada pada
setiap produk yang biasa kita makan atau gunakan. Sianida dapat diproduksi
oleh bakteri, jamur dan ganggan. Sianida juga ditemukan pada rokok, asap
kendaraan bermotor, dan makanan seperti bayam, bambu, kacang, tepung
tapioka dan singkong. Selain itu juga dapat ditemukan pada beberapa produk
sintetik. Sianida banyak digunakan pada industri terutama dalam pembuatan
garam seperti natrium, kalium atau kalsium sianida. Sianida yang digunakan
oleh militer NATO (North American Treaty Organization) adalah yang jenis
cair yaitu asam hidrosianik (HCN).
Asam sianida adalah bersifat asam lemah, garam sianida baik KCN
maupun NaCN dalam ruangan yang berkelembapan tinggi mudah bereaksi
dan membentuk gas HCN :
KCN + H2O → HCN + KOH
Hubungan antara Konsentrasi HCN di Udara dengan Efek Bila
Seseorang Menghirup Gas Tersebut
Konsentrasi (mg/) Efek
300 Kematian dengan cepat
200 Mati dalam waktu10 menit
150 Mati setelah 30 menit
120 – 150 Sangat berbahaya (fatal) setelh 30-60 menit.
50 – 60 Dapat bertahan selama 20 menit – 1 jam tanpa
pengaruh.
20 – 40 Gejala ringan setelah beberapa jam
2.2.2 Sifat Fisika dan Kimia
Natrium sianida dan kalium sianida berbentuk bubuk putih dengan
bau yang menyerupai almond. Adanya hidrolisis dari KCN dan NaCN, HCN
dapat terbentuk dengan reaksi sebagai berikut:
NaCN + H2O → HCN + NaOH
KCN + H2O → HCN + KOH
Natrium sianida dengan rumus kimia NaCN, merupakan padatan
berbentuk kristal yang bersifat racun, dengan titik leleh dan titik didih
masing-masing 5630oC dan 1490oC. Daya uap 1.1 x 106 mg/m3 pada 25 ° C
2.6x106 mg/m3 pada 12.9 ° C. Daya larut dalam air dan dalam bahan pelarut yang
lain komplit pada suhu 250 ° C. Dapat dicampur sempurna pada bahan pelarut
organik lainnya 6.9 g/100 mL pada 20 ° C. Bisa dicampur dengan bahan organik
lainnya tapi campurannya tidak stabil. Dekontaminasi pada kulit bila terkena
Dengan air atau dengan air sabun.
2.2.3 Gejala Keracunan
Efek utama dari racun sianida adalah timbulnya hipoksia jaringan
yang timbul secara progresif. Gejala dan tanda fisik yang ditemukan sangat
tergantung dari;
a. Dosis sianida
b. Banyaknya paparan
c. Jenis paparan
d. Tipe komponen dari sianida
Sianida dapat menimbulkan banyak gejala pada tubuh, termasuk
pada tekanan darah, penglihatan, paru, saraf pusat, jantung, sistem endokrin,
sistem otonom dan sistem metabolisme. Biasanya penderita akan mengeluh
timbul rasa pedih dimata karena iritasi dan kesulitan bernafas karena
mengiritasi mukosa saluran pernafasan. Gas sianida sangat berbahaya
apabila terpapar dalam konsentrasi tinggi. Hanya dalam jangka waktu 15
detik tubuh akan merespon dengan hiperpnea, 15 detik setelah itu sesorang
akan kehilangan kesadarannya. 3 menit kemudian akan mengalami apnea
yang dalam jangka waktu 5-8 menit akan mengakibatkan aktifitas otot
jantung terhambat karena hipoksia dan berakhir dengan kematian.
Dalam konsentrasi rendah, efek dari sianida baru muncul sekitar 15-
30 menit kemudian, sehingga masih bisa diselamatkan dengan pemberian
antidotum.Tanda awal dari keracunan sianida adalah :
a. Hiperpnea sementara,
b. Nyeri kepala,
c. Dispnea
d. Kecemasan
e. Perubahan perilaku seperti agitasi dan gelisah.
f. Berkeringat banyak, warna kulit kemerahan, tubuh terasa lemah dan
vertigo juga dapat muncul.
Hubungan Antara kandungan Sianida dalam Darah dan Gejala
Khas yang Timbul.
Kandungan CN (mg/L) Derajat keracunan Gejala
0,5 – 1,0
1,0 – 2,5
2,5 - lebih
Ringan
Moderat
Parah
Denyut nadi cepat
Sakit kepala
Lemah
Stupor tetapi ada reaksi
Takikardia
Takipnea
Koma, tak ada reaksi
hipertensi
respirasi lambat
pupil dilatasi
sianosis
Kematian jika tak tertolong
Tanda akhir sebagai ciri adanya penekanan terhadap CNS adalah
koma dan dilatasi pupil, tremor, aritmia, kejang-kejang, koma penekanan
pada pusat pernafasan, gagal nafas sampai henti jantung, tetapi gejala ini
tidak spesifik bagi mereka yang keracunan sianida sehingga menyulitkan
penyelidikan apabila penderita tidak mempunyai riwayat terpapar sianida.
Karena efek racun dari sianida adalah memblok pengambilan dan
penggunaan dari oksigen, maka akan didapatkan rendahnya kadar oksigen
dalam jaringan. Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat warna merah
terang pada arteri dan vena retina karena rendahnya penghantaran oksigen
untuk jaringan. Peningkatan kadar oksigen pada pembuluh darah vena akan
mengakibatkan timbulnya warna kulit seperti “cherry-red”, tetapi tanda ini
tidak selalu ada.
2.2.4 Mekanisme Toksisitas Sianida
Sianida menjadi toksik bila berikatan dengan trivalen ferric (Fe+++).
Tubuh yang mempunyai lebih dari 40 sistem enzim dilaporkan menjadi
inaktif oleh cyanida. Yang paling nyata dari hal tersebut ialah non aktif dari
dari sistem enzim cytochrom oksidase yang terdiri dari cytochrom a-a3
komplek dan sistem transport elektron. Bilamana cyanida mengikat enzim
komplek tersebut, transport elektron akan terhambat yaitu transport elektron
dari cytochrom a3 ke molekul oksigen di blok. Sebagai akibatnya akan
menurunkan penggunaan oksigen oleh sel dan mengikut racun PO2.
Sianida dapat menimbulkan gangguan fisiologik yang sama dengan
kekurangan oksigen dari semua kofaktor dalam cytochrom dalam siklus
respirasi. Sebagai akibat tidak terbentuknya kembali ATP selama proses itu
masih bergantung pada cytochrom oksidase yang merupakan tahap akhir
dari proses phoporilasi oksidatif.
Selama siklus metabolisme masih bergantung pada sistem transport
elektron, sel tidak mampu menggunakan oksigen sehingga menyebabkan
penurunan respirasi serobik dari sel. Hal tersebut menyebabkan histotoksik
seluler hipoksia. Bila hal ini terjadi jumlah oksigen yang mencapai jaringan
normal tetapi sel tidak mampu menggunakannya. Hal ini berbeda dengan
keracunan CO dimana terjadinya jarinngan hipoksia karena kekurangan
jumlah oksigen yang masuk. Jadi kesimpulannya adalah penderita keracunan
cyanida disebabkan oleh ketidak mampuan jaringan menggunakan oksigen
tersebut.
2.2.5 Efek Terhadap Kesehatan
a. Inhalasi
Sisa pembakaran produk sintesis yang mengandung karbon dan
nitrogen seperti plastik akan melepaskan sianida. Rokok juga mengandung
sianida, pada perokok pasif dapat ditemukan sekitar 0.06µg/mL sianida
dalam darahnya, sementara pada perokok aktif ditemukan sekitar 0.17
µg/mL sianida dalam darahnya. Hidrogen sianida sangat mudah diabsorbsi
oleh paru, gejala keracunan dapat timbul dalam hitungan detik sampai menit.
Ambang batas g/ml tetapi angkaminimal hydrogen sianida di udara adalah
0,02-0,20 ini belum dapat memastikan konsentrasi sianida yang berbahaya
bagi orang disekitarnya. Selain itu, gangguan dari saraf-saraf sensoris
pernafasan juga sangat terganggu. Berat jenis hidrogen sianida lebih ringan
dari udara sehingga lebih cepat terbang ke angkasa. Anak-anak yang
terpapar hidrogen sianida dengan tingkat yang sama pada orang dewasa akan
terpapar hidrogen sianida yang jauh lebih tinggi
b. Mata dan Kulit
Paparan hidrogen sianida dapat menimbulkan iritasi pada mata dan
kulit. Muncul segera setelah paparan atau paling lambat 30 sampai 60 menit.
Kebanyakan kasus disebabkan kecelakaan pada saat bekerja sehingga cairan
sianida kontak dengan kulit dan meninggalkan luka bakar.
c. Saluran Pencernaan ( ingested )
Tertelan dari hidrogen sianida sangat fatal. Karena sianida sangat
mudah masuk ke dalam saluran pencernaan. Tidak perlu melakukan atau
merangsang korban untuk muntah, karena sianida sangat cepat berdifusi
dengan jaringan dalam saluran pencernaan.
2.2.6 Terapi
Prinsip pertama dari terapi ini adalah mengeliminasi sumber-sumber
yang terus-menerus mengeluarkan racun sianida. Pertolongan terhadap
korban keracunan sianida sangat tergantung dari tingkat dan jumlah paparan
dengan lamanya waktu paparan.
a. Segera menjauh dari tempat atau sumber paparan. Jika korban berada di
dalam ruangan maka segera keluar dari ruangan.
b. Jika tempat yang menjadi sumber, maka sebaiknya tetap berada di dalam
ruangan. Tutup pintu dan jendela, matikan pendingin ruangan, kipas
maupun pemanas ruangan sampai bantuan datang.
c. Cepat buka dan jauhkan semua pakaian yang mungkin telah
terkontaminasi oleh sianida. Letakkan pakaian itu di dalam kantong
plastik, ikat dengan kuat dan rapat. Jauhkan ke tempat aman yang jauh
dari manusia, terutama anak-anak.
d. Segera cuci sisa sianida yang masih melekat pada kulit dengan sabun dan
air yang banyak. Jangan gunakan pemutih untuk menghilangkan sianida.
Tindakan pertama adalah segera cari udara segar. Jika berada di dekat
balai pengobatan tertentu maka dapat diberikan oksigen murni. Berikan
antidotum seperti sodium nitrite dan sodium thiosulfat untuk mencegah
keracunan yang lebih serius. Bila korban dalam keadaan tidak sadar
maka harus segera ditatalaksana di rumah sakit karena bila terlambat
dapat berakibat kematian. Penggunaan oksigen hiperbarik untuk mereka
yang keracunan sianida masih sering dipakai. Penambahan tingkat
ventilasi oksigen ini akan meningkatkan efek dari antidotum. Asidosis
laktat yang berasal dari metabolisme anaerobik dapat diterapi dengan
memberikan sodium bikarbonat secara intravena dan bila pendertia
gelisah dapat diberikan obat-obat antikonvulsan seperti diazepam.
Perbaikan perfusi jaringan dan oksigenisasi adalah tujuan utama dari
terapi ini. Selain itu juga, perfusi jaringan dan tingkat oksigenisasi sangat
mempengaruhi tingkat keberhasilan pemberian antidotum. Obat
vasopressor seperti epinefrin bila timbul hipotensi yang tidak memberi
respon setelah diberikan terapi cairan. Berikan obat anti aritmia bila
terjadi gangguan pada detak jantung. Setelah itu berikan sodium
bikarbonat untuk mengoreksi asidosis yang timbul. Cara kerja obat-
obatan diatas adalah dengan menghambat pembentukan ikatan sianida
pada sitokrom oksidase dengan bantuan methemoglobin. Methemoglobin
akan mengikat sianida dan membuangnya dari dalam sel maupun cairan
ekstra seluler. Salah satu keterbatasan mengenai antidotum ini adalah
hanya berdasar dari eksperimen menggunakan hewan. Karena itu cukup
sulit untuk menilai keberhasilannya pada manusia. Selain itu juga,
penelitian ini tidak dibuat bila sedang berada dalam situasi yang besifat
emergensi.
2.3 S2- (Sulfida/Sulfur)
2.3.1 Pengertian
Sulfur adalah unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki
lambang S dan nomor atom 16. Bentuk sulfur adalah non-metal yang tak
berasa, tak berbau dan multivalent. Sulfur dalam bentuk aslinya merupakan
sebuah zat padat kristalin kuning. Di alam belerang atau sulfur ini dapat
ditemukan sebagai unsur murni atau sebagai mineral-mineral sulfit dan
sulfat. (Rezqi Velyan S.K. 2009).
Sulfur (S) berada dalam bentuk organik dan anorganik. Sulfur
anorganik terutama terdapat dalam bentuk sulfat (SO42-), yang merupakan
bentuk sulfur utama di perairan dan tanah (Rao, 1992 dalam Effendi, 2003).
Di perairan, sulfur berikatan dengan ion hidrogen dan oksigen. Hasil akhir
dari oksidasi sulfur adalah sulfat (SO42-), sedangkan hasil akhir dari reduksi
sulfat adalah H2S (Madigan et al., 1996). Beberapa bentuk sulfur di perairan
adalah sulfida (S2), hidrogen sulfida (H2S), ferro sulfida (FeS), sulfur
dioksida (SO2), sulfit (SO32), dan sulfat (SO4
2-) (Effendi, 2003 dalamRezqi
Velyan S.K. 2009).
Sulfida merupakan gas asam belerang. Pada air limbah sulfida
merupakan hasil pembusukan zat organik berupa hidrogen sulfida (H2S).
hidrogen sulfida yang diproduksi oleh mikroorganisme pembusuk dari zat-
zat organik bersifat racun terhadap ganggang dan mikroorganisme lainnya,
tetapi sebaliknya hidrogen sulfida dapat digunakan oleh bakteri fotosintetik
sebagai donor elektron/hidrogen untuk mereduksi karbondioksida (CO2).
Hasil pembusukan zat-zat organik tersebut menimbulkan bau busuk yang
tidak menyenangkan pada lingkungan sekitarnya. (Margareth, 2009).
Dalam proses industri, keberadaan sulfida dalam bentuk hidrogen
sulfida sangat menganggu karena dapat menyebabkan kerusakan pada beton-
beton dan juga menyebabkan berkaratnya logam-logam (pipa penyaluran).
Penetapan sulfida bertujuan untuk menganalisa gas asam belerang dalam air
limbah yang terjadi dari proses penguraian zat-zat organik (senyawa
belerang) penyebab timbulnya bau busuk pada perairan. (Mahida, 1984
dalam Margareth, 2009).
2.3.2 Sifat fisika kimia
Sifat Fisika dan kimia Hidrogen Sulfida :
a. Tidak berwarna tetapi mempunyai bau khas seperti telur busuk
pada konsentrasi rendah sehingga sering disebut sebagai gas
telur busuk.
b. Merupakan jenis gas beracun.
c. Dapat terbakar dan meledak pada konsentrasi LEL (Lower
Explosive Limit ) 4.3% (43000 PPM) sampai UEL ( Upper
Explosive Limite ) 46% ( 460000 PPM ) dengan nyala api
berwarna biru pada temperature 500 0F ( 260 oC )
d. Berat jenis gas H2S lebih berat dari udara sehingga gas H2S
akan cenderung terkumpul di tempat / daerah yang rendah. Berat
jenis gas H2S sekitar 20 % lebih berat dari udara dengan
perbandingan berat jenis H2S : 1.2 atm dan berat jenis udara : 1
atm.
e. H2S dapat larut (bercampur) dengan air ( daya larut dalam air
437 ml/100 ml air pada 0 0C; 186 ml/100 ml air pada 40 0C ).
f. H2S bersifat korosif sehingga dapat mengakibatkan karat pada
peralatan logam.
Hidrogen Sulfida (H2S) adalah gas yang tidak berwarna, beracun,
mudah terbakar dan berbau seperti telur busuk. Gas ini dapat timbul dari
aktivitas biologis ketika bakteri mengurai bahan organik dalam keadaan
oksigen (aktivitas anaerobic), seperti dirawa dan saluran pembuangan
kotoran. Gas ini juga muncul pada gas yang timbul dari aktivitas gunung
berapi dan gas alam. Hidrogen sulfida juga dikenal dengan nama sulfana,
gas limbah. IUPAC menerima penamaan hidrogen sulfida dan sulfana, kata
terakhir digunakan lebih eksklusif ketika menamakan campuran yang lebih
kompleks. Kimiawi hidrogen sulfida merupakan hidrida kovalen yang secara
kimia terkait dengan air (H2O) karena oksigen dan sulfur berada dalam
golongan yang sama. Hidrogen sulfida merupakan asam lemah, terpisah
dalam larutan yang mengandung air menjadi kation hidrogen H+
H2S →HS- + H+
Ka = 1,3 x 10-7 mol/L ; pKa = 6,89
Ion sulfida (S2-) dikenal dalam bentuk padatan tetapi tidak didalam
larutan oksida. Konstanta disosiasi kedua dari hidrogen sulfida sering
dinyatakan sekitar 10-13.
2.3.3 Toksisitas Sulfida
Efek fisik gas H2S terhadap manusia tergantung dari beberapa faktor,
diantaranya adalah :
a. Lamanya seseorang berada di lingkungan paparan H2S.
b. Frekuensi seseorang terpapar.
c. Besarnya konsentrasi H2S.
d. Daya tahan seseorang terhadap paparan H2S.
H2S secara natural di produksi di tubuh yaitu di usus besar, tetapi
enzim di tubuh manusia bisa menetralisir racun tsb dengan oxidasi prosesnya
yaitu dengan membentuk sulfat. Jadi H2S dosis rendah dapat ditoleransi
tanpa batas oleh tubuh. Tetapi enzim oxidasi ini tidak akan mampu netralisir
H2S dengan kadar >300 - 350 ppm.
Berikut adalah efek H2S pada kesehatan menurut ANSI (American
National Standard Institute) :
a. 0,13 ppm : bau minimal
b. 4,60 ppm : mudah terdeteksi, bau sedang
c. 10 ppm : mulai iritasi mata
d. 27 ppm : bau tidak enak, sangat kuat, dapat ditoleransi
e. 100 ppm : batuk, iritasi mata, kehilangan sensasi bau
setelah paparan 2 - 5 menit ( IDLH )
f. 200 - 300 ppm : radang mata conjunctivitis, iritasi saluran
napas, setelah 1 jam paparan
g. 500 - 700 ppm : hilang kesadaran, henti napas, kematian
dalam 30 - 60 menit
h. 1000 - 2000 ppm : hilang kesadaran dengan segera, henti napas
dan kematian dalam beberapa menit.
1. Toksisitas dalam Kosentrasi rendah
Bisa mengiritasi mata, hidung, tenggorokan dan sistem pernapasan
( seperti mata perih dan terbakar, batuk, dan sesak napas). Orang penderita
asma bisa menjadi tambah berat penyakitnya. Efek ini bisa tidak secara
langsung dan baru terasa beberapa jam atau hari kemudian. Pemaparan
berulang ataupun jangka panjang dapat menimbulkan gejala : mata merah,
sakit kepala, fatigue, mudah marah, susah tidur, gangguan pencernaan, dan
penurunan berat badan.
2. Toksisitas Konsentrasi Sedang
Bisa menyebabkan iritasi mata dan pernapasan yang berat( batuk,
susah bernapas, penumpukkan cairan di paru), sakit kepala, pusing, mual,
muntah, mudah marah.
2.3.3 Mekanisme Keracunan Sulfida
Rute utama masuk ke dalam tubuh adalah melalui jalan napas
yaitu inhalasi/hirupan. Dan gas ini secara cepat di serap oleh paru-paru.
Absorpsi melalui kulit bisa terjadi, walaupun hanya sedikit saja. Hidrogen
sulfida dianggap sebagai racun dengan spektrum yang luas, artinya bisa
beberapa sistem racun yang berbeda dalam tubuh, meskipun sistem
saraf yang paling terpengaruh.
Toksisitas H2S sebanding dengan hidrogen sianida yaitu membentuk
ikatan kompleks dengan zat besi dalam mitokondria sitokrom enzim,
sehingga menghalangi oksigen dan menghentikan respirasi selular. Enzim
sitokrom oksidase yang terdiri dari sitokrom a-a3 komplek dan sistem
transport elektron. Bilaman sulfida mengikat enzim komplek tersebut,
transport elektron akan terhambat yaitu transport elektron dari sitokrom a3
ke molekul oksigen di blok. Sebagai akibatnya akan menurunkan
penggunaan oksigen oleh sel.
2.3.4 Penaganan Keracunan Sulfida
Penanganan pertama adalah :
a. Memindahkan korban dari daerah terkontaminasi ke tempat
dengan udara segar.
b. Dalam kasus yang berat, perlu dilakukan intubasi, untuk
menjamin kelancaran udara.
c. Pasang IV line.
d. Periksa kantung baju korban, karena bila uang coin berubah
warna, merupakan suatu diagnosis.
e. Di UGD pemberian high flow oxygen 100% merupakan hal yang
terpenting.
f. Jika ada hipotensi bisa diberikan obat vaso pressor.
g. Jika ada sesak napas, bisa diberikan bronchodilator.
h. Koreksi asidosis berdasarkan pemeriksaan arterial blood gas dan
serum laktat. Ada persamaan dengan penanganan
keracunan Cyanida, yaitu stimulasi methemoglobinemia.
i. Berikan 10 ml 3% Sodium Nitrit dalam 2 - 4 menit ( dewasa).
j. Cek kadar methemobloginemia dalam 30 menit.
k. Bisa dirawat di ICU.
l. Jika korban tidak berespon dengan pengobatan nitrit IV atau
punya gangguan syaraf, maka harus dipertimbangkan
pengobatan Hyperbaric Oxygen Therapy ( HBO)
m. Dengan pemberian antidotum. Yaitu dengan DMAP, Natrium
tiosulfat, EDTA ( terjadi pembentukan methemoglobin / tiosianat
/ kompleks CN ).
BAB III
SIMPULAN
3.1 Simpulan
Berdasarkan uraian pebahasan diatas dapat ditarik simpulan bahwa,