Tugas Presentasi Kasus - Emfisema
-
Upload
atep-lutpia-pahlepi -
Category
Documents
-
view
226 -
download
0
Transcript of Tugas Presentasi Kasus - Emfisema
-
7/22/2019 Tugas Presentasi Kasus - Emfisema
1/9
TUGAS PRESENTASI KASUS
BLOK EARLY CLINICAL AND COMMUNITY EXPOSURE III
BLOK ECCE III
EMFISEMA
Tutor:
Kelompok F.2
Agista Khoirul Mahendra G1A010067
Atep Lutpia Pahlepi G1A010069
M. Riski Kurniardi G1A010071
Sarah Shafira Aulia R. G1A010072
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEDOKTERAN
PURWOKERTO
2013
-
7/22/2019 Tugas Presentasi Kasus - Emfisema
2/9
BAB I
PENDAHULUAN
Emfisema adalah keadaan paru yang abnormal, yaitu adanya pelebaran
rongga udara pada asinus yang sifatnya permanen. Pelebaran ini disebabkan
kerana adanya kerusakan dinding asinus. Asinus adalah bagian dari paru yang
terletak di bronkiolus terminalis distal. Kerika membicarakan emfisema, penyakit
ini selalu dikaitkan dengan kebiasaan merokok. Oleh karena itu, beberapa ahli
menyamakan antara emfisema dan bronkitis kronik (Djojodibroto, 2009).
Terdapat 3 jenis emfisema, yaitu emfisema panlobular (panasiner),
emfisema sentrilobular (sentriasiner) dan emfisema paraseptal (asiner). Emfisema
panlobular (panasiner) terjadi apabila terdapat kerusakan pada keseluruhan
alveolus dan lokasi predominannya adalah paru bagian bawah. Emfisema
sentrilobular (sentriasiner) terjadi apabila terdapat kerusakan pada bronkiolus
respiratorius dan menyebar ke bagian perifer, biasanya lokasi predominannya
adalah paru bagian atas. Emfisema paraseptal (asiner) terjadi apabila terdapat
kerusakan pada struktur saluran pernapasan distal, duktus alveoli, dan saccus
alveoli (Demirjian, 2012).
Survey kesehatan nasional di Amerika Serikat menunjukan prevalensi
emfisema adalah 18 kasus per 1000 penduduk. Angka prevalensi ini tidak berubahsejak tahun 2000. Pada masa lampau, angka kejadian emfisema kebanyakan
terjadi pada kaum pria. Hal ini dikaitkan dengan kebiasaan merokok pada kaum
pria. Dengan bertambahnya kebiasaan merokok pada kaum wanita, perbedaan
prevalensi antara pria dan wanita pun berubah. Dimana angka kejadian emfisema
pada kaum pria dan wanita saat ini sama. Beberapa penelitian sebelumnya telah
menyimpulkan bahwa wanita memiliki kemungkinan lebih besar untuk terkena
emfisema apabila ia memiliki kebiasaan merokok (Demirjian, 2012).
-
7/22/2019 Tugas Presentasi Kasus - Emfisema
3/9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DefinisiIstilah emfisema berasal dari bahasa yunani yang berarti pengembangan.
Emfisema didefinisikan sebagai keadaan abnormal, pembesaran rongga udara
pada bronkiolus terminal yang bersifat permanen dan diikuti dengan
penghancuran atau kerusakan pada dinding bronkiolus. Kerusakan ini berakibat
pada kerusakan struktur asiner dan pengurangan luas permukaan pertukaran
gas (Kemp & Polkey, 2009).
Emfisema adalah keadaan paru yang abnormal, yaitu adanya pelebaran
rongga udara pada asinus yang sifatnya permanen. Pelebaran ini disebabkankerana adanya kerusakan dinding asinus. Asinus adalah bagian dari paru yang
terletak di bronkiolus terminalis distal. Kerika membicarakan emfisema,
penyakit ini selalu dikaitkan dengan kebiasaan merokok. Oleh karena itu,
beberapa ahli menyamakan antara emfisema dan bronkitis kronik
(Djojodibroto, 2009).
B. KlasifikasiSesuai dengan morfologinya, terdapat tiga jenis emfisema yaitu emfisema
panlobular (panasiner), emfisema sentrilobular (sentriasiner) dan emfisemaparaseptal (asiner) (Demirjian, 2012):
1. Emfisema panlobular (panasiner)Emfisema panlobular (panasiner) terjadi apabila terdapat kerusakan pada
keseluruhan alveolus dan lokasi predominannya adalah paru bagian
bawah
2. Emfisema sentrilobular (sentriasiner)Emfisema sentrilobular (sentriasiner) terjadi apabila terdapat kerusakan
pada bronkiolus respiratorius dan menyebar ke bagian perifer, biasanya
lokasi predominannya adalah paru bagian atas
3. Emfisema paraseptal (asiner)Emfisema paraseptal (asiner) terjadi apabila terdapat kerusakan pada
struktur saluran pernapasan distal, duktus alveoli, dan saccus alveoli
C. Etiologi dan PredisposisiBeberapa penyebab dari emfisema adalah kebiasaan merokok tembakau, faktor
genetik, pekerja industri, dan paparan asap dalam rumah (Kemp & Polkey,
2009):
-
7/22/2019 Tugas Presentasi Kasus - Emfisema
4/9
1. Perokok TembakauMerokok merupakan salah satu faktor resiko terpenting dalam terjadinya
emfisema dan terhitung sekitar 80-90% pasien emfisema di dunia
memiliki faktor resiko merokok semasa hidupnya, baik mantan perokok
maupun perokok aktif hingga saat ini
2. GenetikFaktor genetik yang dikaitkan engan kejadian emfisema adalah defisiensi
-1 antitripsin. Gen -1 antitripsin ditemukan pada kromoson 14 dan
diproduksi di dalam hepar. Terjadinya mutasi pada gen ini akan
menyebabkan penurunan produksi -1 antitripsin. Kadar -1 antitripsin
yang rendah akan menyebabkan penurunan aktivitas produksi jaringan
ikat elastin pada paru, sehingga akan terjadi penggantian jaringan yang
rusak dengan jaringan ikat non elastin. Penggantian jaringan ikat ini akan
menyebabkan terjadinya kerusakan pada struktur-struktur paru3. Industri
Prevalensi tertinggi emfisema terlihat pada pekerja industri, dimana
pekerja industri biasanya terpapar bahan-bahan kimia, debu pabrik, dan
asap pabrik
4. Asap di dalam rumahPaparan dalam rumah datang dari asap yang dihasilkan oleh proses
memasak dan penghangat ruangan, dimana kedua hal ini menggunakan
bahan-bahan seperti kayu, sisa parutan kayu, batu bara, dan bahan
lainnya. Asap yang diproduksi dalam proses ini diketahui sebagaipenyebab utama dari emfisema yang menyebar luas apabila dilihat
menggunakan pencitraan CT-Scan
D. EpidemiologiSurvey kesehatan nasional di Amerika Serikat menunjukan prevalensi
emfisema adalah 18 kasus per 1000 penduduk. Angka prevalensi ini tidak
berubah sejak tahun 2000. Pada masa lampau, angka kejadian emfisema
kebanyakan terjadi pada kaum pria. Hal ini dikaitkan dengan kebiasaan
merokok pada kaum pria. Dengan bertambahnya kebiasaan merokok pada
kaum wanita, perbedaan prevalensi antara pria dan wanita pun berubah.
Dimana angka kejadian emfisema pada kaum pria dan wanita saat ini sama.
Beberapa penelitian sebelumnya telah menyimpulkan bahwa wanita memiliki
kemungkinan lebih besar untuk terkena emfisema apabila ia memiliki
kebiasaan merokok (Demirjian, 2012).
E. Patogenesis dan PatofisiologiInhalasi partikel berbahaya dan asap akan menyebabkan gangguan pada
eskalator mukosiliar, inflamasi dan kerusakan jaringan yang mengarah kepada
obstruksi aliran udara serta produksi sputum yang meningkat. Pada kondisi ini,
-
7/22/2019 Tugas Presentasi Kasus - Emfisema
5/9
sistem pertahanan pada paru akan menurun dan memungkinkan untuk
terjadinya infeksi dan kolonisasi bakteri, eksaserbasi, dan memperparahnya
proses inflamasi yang sudah terjadi sebelumnya (Kemp & Polkey, 2009).
Keadaan ini akan menyebabkan peningkatan jumlah leukosit dan
makrofag sebagai sistem pertahanan sekunder paru. Leukosit dan makrofag
akan berusaha untuk menghilangkan zat-zat yang dinilai berbahaya bagi paru.
Leukosit dan makrofag memiliki suatu enzim protease yang dapat
mendegradasi protein elastin pada paru. Di dalam tubuh degradasi jaringan ikat
elastin diseimbangkan dengan suatu enzim -1 antitripsin, yang memiliki
fungsi sebagai inhibitor kerja enzim protease. Dalam beberapa kasus, kadar -1
antitripsin di dalam tubuh penderita emfisema terhitung rendah. Rendahnya
kadar -1 antitripsin ini akan menyebabkan ketidakseimbangan proses
degradasi jaringan ikat elastin pada paru. Hal ini akan menyebabkan terjadinya
kerusakan yang sifatnya permanen pada struktur-struktur paru (Djojodibroto,2009).
Bagan 2.1. Patogenesis Emfisema (Kemp&Polkey, 2009; Djojodibroto, 2009).
Kerusakan struktur pada paru biasanya akan terlokalisasi pada alveolus
dan dinding alveolus. Destruksi pada alveolus dan dinding alveolus ini akan
menyebabkan penurunan elastisitas paru dan luas permukaan alveolus.
Hilangnya elastisitas paru dan kolapsnya alveolus akan menyebabkan
Merokok Inhalasi zat
berbahaya
Gangguan eksalator mukosiliar,
inflamasi, dan kerusakan jaringan
Pertahanan sekunder paru
(Peningkatan leukosit dan makrofag)
Keluarkan enzim protease (degradasi
jaringan ikat elastin)
Keluarkan enzim protease (degradasi
jaringan ikat elastin)
Kerusakan struktur pada paru
(Emfisema)
-
7/22/2019 Tugas Presentasi Kasus - Emfisema
6/9
penurunan ventilasi. Jalan napas kolaps terjadi karena tidak adanya rekoil
(pengempisan) pasif pada paru, hal ini akan menyebabkan terperangkapnya
udara di dalam paru. Pada akhirnya terperangkapnya udara ini akan
menyebabkan dada mengembang (peningkatan diameter antero-posterior),
bunyi napas hilang pada saat dilakukan auskultasi, dan penggunaan otot-otot
aksesoris pernapasan (Corwin, 2009).
Kerusakan pada dinding alveoli akan menyebabkan luas permukaan untuk
pertukaran udara di dalam paru menurun. Penurunan pertukaran udara ini akan
menyebabkan terjadinya gangguan kadar CO2dan O2dalam darah. Keadaan ini
akan menyebabkan terjadinya hipoksia pada jaringan tubuh, dan keadaan
hipoksia ini akan mendorong pasien untuk menginspirasi oksigen secara cepat
(takipnea) (Corwin, 2009).
Bagan 2.2. Patofisiologi Emfisema (Corwin, 2009).
Kerusakan struktur pada paru
Destruksi alveolus Destruksi dinding alveolus
Penurunan Elastisitas paru
Hilangnya pengempisan paru
secara pasif
Udara terperangkap di dalam
paru
Luas permukaan untuk
pertukaran gas berkurang
Gangguan kadar oksigen dan
karbondioksida darah
Takipnea
Peningkatan diameteranteroposterior, hilang bunyi
napas, dan penggunaan otot-
otot pernapasan
-
7/22/2019 Tugas Presentasi Kasus - Emfisema
7/9
F. Penegakan diagnosis1. Anamnesis
Pada saat anamnesis perlu dicari informasi mengenai hal berikut
(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003):a. Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala
pernapasan
b. Riwayat terpapar atau inhalasi zat iritan yang bermakna di tempatkerja
c. Riwayat penyakit emfisema pada keluargad. Memiliki faktor predisposisi pada masa bayi/anak, misalnya berat
badan lahir rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang,
lingkungan asap rokok dan polusi udara
e. Batuk berulang dengan atau tanpa dahakf. Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
2. Pemeriksaan fisikBeberapa tanda yang dapat muncul pada saat pemeriksaan fisik adalah
(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003):
a.
Inspeksi1) Pursed-lips breathing(mulut setengah terkatup mencucu).2) Barrel chest (diameter antero-posterior dan transversal
sebanding).
3) Penggunaan otot bantu napas.4) Hipertropi otot bantu napas.5) Pelebaran sela iga.6) Bila terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis
di leher dan edema tungkai.
7) Penampilangpink puffer atau blue bloater.
b. PalpasiPada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar.
c. PerkusiPada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma
rendah, hepar terdorong kebawah.
d. Auskultasi
-
7/22/2019 Tugas Presentasi Kasus - Emfisema
8/9
1) Suara napas vesikuler melemah.2) Terdapat ronkhi dan atau mengi pada waktu bernapas biasa
atau pada ekspirasi paksa.
3) Ekspirasi memanjang.4) Bunyi jantung terdengar jauh.
Pink puffer
Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan
dan pernapasanpursed-lips breathing.
Pursed-lips breathing
Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan
ekspirasi memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk
mengeluarkan retensi CO2yang terjadi pada gagal napas kronik.
3. Pemeriksaan penunjangTolong ditambahin yang ini, kalo dari PDPI banyak banget. Bingung
nyortirnya...
G. Penatalaksanaan
-
7/22/2019 Tugas Presentasi Kasus - Emfisema
9/9
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elizabeth J. 2009. BUKU SAKU PATOFISIOLOGI Edisi 3. Jakarta:
EGC.
Demirjian, Berj George. 2012. Emphysema Clinical Presentation. USA:
Medscape. Diakses pada emedicine.medscape.com/article/298283-
overview. Diunduh pada 14 Desember 2013.
Djojodibroto, R. Darmanto. 20009. RESPIROLOGI (RESPIRATORY
MEDICINE). Jakarta: EGC.
Kemp, Samuel V. Michael I. Polkey. 2009. The Epidemiology, Etiology, Clinical
Features, and Natural History of Emphysema. London: Elsevier. Diakses
pada
xa.yimg.com/kq/groups/17358357/.../name/The%20epidemiology.pdf.
Diunduh pada 14 Desember 2013.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). 2003. Penyakit paru obstruktifkronik (PPOK) pedoman diagnosis dan penatalaksanaan diindonesia.