Laporan Pendahuluan Emfisema(Fix)

120
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan berubahnya tingkat kesejahteraan di Indonesia, pola penyakit saat ini telah mengalami transisi epidemologi yang di tandai dengan beralihnya kematian yang semula di dominasi oleh penyakit menular telah bergeser ke penyakit tidak menular (non communicable desease). Perubahan penyakit terdsebut dipengaruhi oleh keadaan demografi, sosial ekonomi dan sosial budaya. Emfisema tergabung dalam Penyakit Paru Obstruktif Kronik yang merupakan salah satu kelompok penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Hasil survei penyakit tidak menular oleh Direktorat Jenderal PPM dan PL di lima rumah sakit di Indonesia ( Jawa Barat, Jawah Tengah, Jawa Timur, Lampung dan Sumatera selatan), pada tahun 2004 menunjukan PPOK termasuk emfisema masuk dalam urutan pertama penyumbang angka kesakitan yaitu 35%, asma bronkial 33%, kanker paru 30% dan lainnya 2%. Berdasarkan hasil SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) tahun 2001 sebanyak 54,5% penduduk laki–laki dan 1,2 % perempuan merupakan perokok, sehingga 1

description

Laporan Pendahuluan Emfisema(Fix)

Transcript of Laporan Pendahuluan Emfisema(Fix)

Page 1: Laporan Pendahuluan Emfisema(Fix)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dengan berubahnya tingkat kesejahteraan di Indonesia, pola penyakit saat

ini telah mengalami transisi epidemologi yang di tandai dengan beralihnya

kematian yang semula di dominasi oleh penyakit menular telah bergeser ke

penyakit tidak menular (non communicable desease). Perubahan penyakit

terdsebut dipengaruhi oleh keadaan demografi, sosial ekonomi dan sosial budaya.

Emfisema tergabung dalam Penyakit Paru Obstruktif Kronik yang merupakan

salah satu kelompok penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan di

Indonesia. Hasil survei penyakit tidak menular oleh Direktorat Jenderal PPM dan

PL di lima rumah sakit di Indonesia ( Jawa Barat, Jawah Tengah, Jawa Timur,

Lampung dan Sumatera selatan), pada tahun 2004 menunjukan PPOK termasuk

emfisema masuk dalam urutan pertama penyumbang angka kesakitan yaitu 35%,

asma bronkial 33%, kanker paru 30% dan lainnya 2%. Berdasarkan hasil

SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) tahun 2001 sebanyak 54,5%

penduduk laki–laki dan 1,2 % perempuan merupakan perokok, sehingga

emfisema mempunyai faktor penyebab dari rokok sebesar 92%.

1.2 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui konsep dasar penyakit empiema.

2. Untuk mengetahui konsep dasar penyakit empisema.

3. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan empiema.

4. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan empisema.

1

Page 2: Laporan Pendahuluan Emfisema(Fix)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

EMFISEMA

2.1 Pengertina Emfisema

Menurut Brunner & Suddarth (2002), Emfisema didefinisikan sebagai

distensi abnormal ruang udara di luar bronkiolus terminal dengan kerusakan

dinding alveoli. Kondisi ini merupakan tahap akhir proses yang mengalami

kemajuan dengan lambat selama beberapa tahun. Pada kenyataannya, ketika

pasien mengalami gejala, fungsi paru sering sudah mengalami kerusakan yang

ireversibel. Dibarengi dengan bronchitis obstruksi kronik, kondisi ini

merupakan penyebab utama kecacatan.

Sedangkan merurut Doengoes (2000), Emfisema merupakan bentuk

paling berat dari Penyakit Paru Obstruktif Menahun (PPOM) yang

dikarakteristikkan oleh inflamasi berulang yang melukai dan akhirnya

merusak dinding alveolar sehingga menyebabkan banyak bula (ruang udara)

kolaps bronkiolus pada ekspirasi (jebakan udara). Definisi emfisema menurut

beberapa ahli :

1. Emfisema merupakan keadaan dimana alveoli menjadi kaku mengembang

dan terus menerus terisi udara walaupun setelah ekspirasi (Kus Irianto,

2004, hlm. 216).

2. Emfisema merupakan morfologik didefisiensi sebagai pembesaran

abnormal ruang-ruang udara distal dari bronkiolus terminal dengan

desruksi dindingnya (Robbins, 1994, hlm. 253).

3. Emfisema adalah penyakit obtruktif kronik akibat kurangnya elastisitas

paru dan luas permukaan alveoli (Corwin, 2000, hlm. 435).

4. Empisema adalah suatu perubahan anatomis paru yang ditandai dengan

melebarnya secara abnormal saluran udara bagian distal bronkus terminal,

2

Page 3: Laporan Pendahuluan Emfisema(Fix)

yang disertai kerusakan dinding alveolus atau perubahan anatomis

parenkim paru yang ditandai pelebaran dinding alveolus, duktus alveolaris

dan destruksi dinding alveolar (The American Thorack society 1962).

Emfisema merupakan gangguan pengembangan paru-paru yang

ditandai oleh pelebaran ruang udara di dalam paru-paru disertai destruksi

jaringan. Sesuai dengan definisi tersebut, maka dapat dikatakan bahwa, jika

ditemukan kelainan berupa pelebaran ruang udara (alveolus) tanpa disertai

adanya destruksi jaringan, maka itu “bukan termasuk emfisema”. Namun,

keadaan tersebut hanya sebagai ‘overinflation’.

Emfisema adalah jenis penyakit paru obstruktif kronik yang

melibatkan kerusakan pada kantung udara (alveoli) di paru-paru. Akibatnya,

tubuh tidak mendapatkan oksigen yang diperlukan. Emfisema membuat

penderita sulit bernafas. Penderita mengalami batuk kronis dan sesak napas.

Penyebab paling umum adalah merokok.

Emfisema disebabkan karena hilangnya elastisitas alveolus. Alveolus

sendiri adalah gelembung-gelembung yang terdapat dalam paru-paru. Pada

penderita emfisema, volume paru-paru lebih besar dibandingkan dengan orang

yang sehat karena karbondioksida yang seharusnya dikeluarkan dari paru-paru

terperangkap didalamnya. Asap rokok dan kekurangan enzim alfa-1-

antitripsin adalah penyebab kehilangan elastisitas pada paru-paru ini.

Terdapat 3 (tiga) jenis emfisema utama, yang diklasifikasikan

berdasarkan perubahan yang terjadi dalam paru-paru :

1. PLE (Panlobular Emphysema / panacinar)

Merusak ruang udara pada seluruh asinus dan umumnya juga

merusak paru-paru bagian bawah. Terjadi kerusakan bronkus

pernapasan, duktus alveolar, dan alveoli. Merupakan bentuk

morfologik yang lebih jarang, dimana alveolus yang terletak distal dari

bronkhiolus terminalis mengalami pembesaran serta kerusakan secara

merata. PLE ini mempunyai gambaran khas yaitu tersebar merata

3

Page 4: Laporan Pendahuluan Emfisema(Fix)

diseluruh paru-paru. PLE juga ditemukan pada sekelompok kecil

penderita emfisema primer, Tetapi dapat juga dikaitkan dengan

emfisema akibat usia tua dan bronchitis kronik.

Penyebab emfisema primer ini tidak diketahui, tetapi telah

diketahui adanya devisiensi enzim alfa 1-antitripsin.Alfa-antitripsin

adalah anti protease. Diperkirakan alfa-antitripsin sangat penting untuk

perlindungan terhadap protease yang terbentuk secara alami

(Cherniack dan cherniack, 1983). Semua ruang udara di dalam lobus

sedikit banyak membesar, dengan sedikit penyakit inflamasi. Ciri

khasnya yaitu memiliki dada yang hiperinflasi dan ditandai oleh

dispnea saat aktivitas, dan penurunan berat badan. Tipe ini sering

disebut centriacinar emfisema, sering kali timbul pada perokok.

2. CLE (Sentrilobular Emphysema/sentroacinar)

Perubahan patologi terutama terjadi pada pusat lobus sekunder,

dan perifer dari asinus tetap baik. Merupakan tipe yang sering muncul

dan memperlihatkan kerusakan bronkhiolus, biasanya pada daerah

paru-paru atas. Inflamasi merambah sampai bronkhiolus tetapi

biasanya kantung alveolus tetap bersisa. CLE ini secara selektif hanya

menyerang bagian bronkhiolus respiratorius. Dinding-dinding mulai

berlubang, membesar, bergabung dan akhirnya cenderung menjadi

satu ruang.

Penyakit ini sering kali lebih berat menyerang bagian atas

paru-paru, tapi cenderung menyebar tidak merata. Seringkali terjadi

kekacauan rasio perfusi-ventilasi, yang menimbulkan hipoksia,

hiperkapnia (peningkatan CO2 dalam darah arteri), polisitemia, dan

episode gagal jantung sebelah kanan. Kondisi mengarah pada sianosis,

edema perifer, dan gagal napas. CLE lebih banyak ditemukan pada

pria, dan jarang ditemukan pada mereka yang tidak merokok (Sylvia

A. Price 1995).

4

Page 5: Laporan Pendahuluan Emfisema(Fix)

3. Emfisema Paraseptal

Merusak alveoli lobus bagian bawah yang mengakibatkan

isolasi blebs (udara dalam alveoli) sepanjang perifer paru-paru.

Paraseptal emfisema dipercaya sebagai sebab dari pneumotorak

spontan.

PLE dan CLE sering kali ditandai dengan adanya bula tetapi

dapat juga tidak. Biasanya bula timbul akibat adanya penyumbatan

katup pengatur bronkiolus. Pada waktu inspirasi lumen bronkiolus

melebar sehingga udara dapat melewati penyumbatan akibat penebalan

mukosa dan banyaknya mukus. Tetapi sewaktu ekspirasi, lumen

bronkiolus tersebut kembali menyempit, sehingga sumbatan dapat

menghalangi keluarnya udara.

2.2 Etiologi

Menurut Brunner & Suddarth (2002), merokok merupakan penyebab

utama emfisema. Akan tetapi pada sedikit pasien (dalam presentasi kecil)

terdapat predisposisi familiar terhadap emfisema yang yang berkaitan dengan

abnormalitas protein plasma, defisiensi antitripsin-alpha yang merupakan

suatu enzim inhibitor. Tanpa enzim inhibitor ini, enzim tertentu akan

menghancurkan jaringan paru. Individu yang secara ganetik sensitive terhadap

faktor-faktor lingkungan (merokok, polusi udara, agen-agen infeksius, dan

alergen) pada waktunya akan mengalami gejala-gejala obstruktif kronik.

Sangat penting bahwa karier genetik ini harus diidentifikasikan untuk

memungkinkan modifikasi faktor-faktor lingkungan untuk menghambat atau

mencegah timbulnya gejala-gejala penyakit. Konseling genetik juga harus

diberikan.

5

Page 6: Laporan Pendahuluan Emfisema(Fix)

2.3 Faktor Pencetus

Beberapa hal yang dapat menyebabkan emfisema paru yaitu :

1. Faktor Genetik

Faktor genetik mempunyai peran pada penyakit emfisema. Faktor

genetik diataranya adalah atopi yang ditandai dengan adanya eosinifilia

atau peningkatan kadar imonoglobulin E (IgE) serum, adanya hiper

responsive bronkus, riwayat penyakit obstruksi paru pada keluarga, dan

defisiensi protein alfa – 1 anti tripsin.

2. Hipotesis Elastase-Anti Elastase

Didalam paru terdapat keseimbangan antara enzim proteolitik

elastase dan anti elastase supaya tidak terjadi kerusakan jaringan.Perubahan

keseimbangan menimbulkan jaringan elastik paru rusak. Arsitektur paru

akan berubah dan timbul emfisema.

3. Rokok

Rokok adalah penyebab utama timbulnya emfisema paru. Rokok

secara patologis dapat menyebabkan gangguan pergerakan silia pada jalan

nafas, menghambat fungsi makrofag alveolar, menyebabkan hipertrofi dan

hiperplasia kelenjar mukus bronkus dan metaplasia epitel skuamus saluran

pernapasan.

4. Infeksi

Infeksi saluran nafas akan menyebabkan kerusakan paru lebih hebat

sehingga gejalanya lebih berat. Penyakit infeksi saluran nafas seperti

pneumonia, bronkiolitis akut dan asma bronkiale, dapat mengarah pada

obstruksi jalan nafas, yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya

emfisema. Infeksi pernapasan bagian atas pasien bronkitis kronik selalu

menyebabkan infeksi paru bagian dalam, serta menyebabkan kerusakan

paru bertambah. Bakteri yang di isolasi paling banyak adalah haemophilus

influenzae dan streptococcus pneumoniae.

6

Page 7: Laporan Pendahuluan Emfisema(Fix)

5. Polusi

Polutan industri dan udara juga dapat menyebabkan emfisema.

Insiden dan angka kematian emfisema bisa dikatakan selalu lebih tinggi di

daerah yang padat industrialisasi, polusi udara seperti halnya asap

tembakau, dapat menyebabkan gangguan pada silia menghambat fungsi

makrofag alveolar. Sebagai faktor penyebab penyakit, polusi tidak begitu

besar pengaruhnya tetapi bila ditambah merokok resiko akan lebih tinggi.

6. Faktor Sosial Ekonomi

Emfisema lebih banyak didapat pada golongan sosial ekonomi

rendah, mungkin kerena perbedaan pola merokok, selain itu mungkin

disebabkan faktor lingkungan dan ekonomi yang lebih jelek.

7. Pengaruh usia

8. Obstruksi Jalan Nafas

Emfisema terjadi karena tertutupnya lumen bronkus atau

bronkiolus, sehingga terjadi mekanisme ventil. Udara dapat masuk ke

dalam alveolus pada waktu inspirasi akan tetapi tidak dapat keluar pada

ekspirasi. Etiologinya adalah benda asing di dalam lumen dengan reaksi

local, tumor intrabronkial di mediastinum, konginetal. Pada jenis yang

terakhir, obstruksi dapat di sebabkan oleh defek tulang rawan bronkus.

2.4 Patofisiologi

Menurut Lewis merokok dalam jangka waktu yang lama dapat

mengakibatkan gangguan langsung terhadap saluran pernafasan.

Terjadinya iritasi merupakan efek dari merokok yang menyebabkan

hiperplasia pada sel-sel paru dan bertambahnya sel-sel goblet, yang mana

kemudian berakibat pada meningkatnya produksi sekret. Merokok juga

menyebabkan dilatasi saluran udara distal dengan kerusakan dinding

alveolus (Lewis, 2000 : 682).

Menurut Smeltzer faktor keluarga merupakan salah satu faktor

pendukung terjadinya emfisema berhubungan dengan tidak normalnya

7

Page 8: Laporan Pendahuluan Emfisema(Fix)

protein plasma, kekurangan Alpha 1-antitipsin (AAT) yang menghalangi

kerja enzim protease, orang-orang tertentu dapat mengalami defisiensi

alpha 1-antitripsin yang diturunkan secara resisif atosomal. (Smeltzer,

2000:453).

Menurut Cherniack, “Alpha 1-antitripsin (AAT) adalah antiprotease,

diperkirakan sangat penting untuk perlindungan terhadap protease yang

terbentuk secara alami. Protease dihasilkan oleh bakteria, dan magrofag

sewaktu fagositosis berlangsung dan mempunyai kemampuan memecahkan

elastin dan makromolekul lain pada jaringan paru. Merokok dapat

mengakibatkan respon peradangan sehingga menyebabkan pelepasan

enzim proteolitik (proteose). Bersamaan dengan itu oksidan pada asap

menghambat alpha 1-antiripsin” ( Price dan Loraine, 1995 : 692).

Emfisema merupakan kelainan di mana terjadi kerusakan pada dinding

alveolus yang akan menyebabkan overdistensi permanen ruang udara.

Perjalanan udara akan tergangu akibat dari perubahan ini. Kerja nafas

meningkat dikarenakan terjadinya kekurangan fungsi jaringan paru-paru untuk

melakukan pertukaran O2 dan CO2. Kesulitan selama ekspirasi pada

emfisema merupakan akibat dari adanya destruksi dinding (septum) di antara

alveoli, jalan nafas kolaps sebagian, dan kehilangan elastisitas untuk mengerut

atau recoil. Pada saat alveoli dan septum kolaps, udara akan tertahan di antara

ruang alveolus yang disebut blebs dan di antara parenkim paru-paru yang

disebut bullae. Proses ini akan menyebabkan peningkatan ventilatory pada

‘dead space’ atau area yang tidak mengalami pertukaran gas atau darah.

Emfisema juga menyebabkan destruksi kapiler paru-paru, selanjutnya terjadi

penurunan perfusi O2 dan penurunan ventilasi. Emfisema masih dianggap

normal jika sesuai dengan usia, tetapi jika hal ini timbul pada pasien yang

berusia muda biasanya berhubungan dengan bronkhitis dan merokok.

Penyempitan saluran nafas terjadi pada emfisema paru yaitu

penyempitan saluran nafas ini disebabkan elastisitas paru yang berkurang.

Penyebab dari elastisitas yang berkurang yaitu defiensi Alfa 1-anti tripsin.

8

Page 9: Laporan Pendahuluan Emfisema(Fix)

Dimana AAT merupakan suatu protein yang menetralkan enzim proteolitik

yang sering dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan paru. Dengan

demikian AAT dapat melindungi paru dari kerusakan jaringan pada enzim

proteolitik. Didalam paru terdapat keseimbangan paru antara enzim proteolitik

elastase dan anti elastase supaya tidak terjadi kerusakan. Perubahan

keseimbangan menimbulkan kerusakan jaringan elastic paru. Arsitektur paru

akan berubah dan timbul emfisema. Sumber elastase yang penting adalah

pankreas. Asap rokok, polusi, dan infeksi ini menyebabkan elastase

bertambah banyak. Sedang aktifitas system anti elastase menurun yaitu

system alfa- 1 protease inhibator terutama enzim alfa -1 anti tripsin (alfa -1

globulin). Akibatnya tidak ada lagi keseimbangan antara elastase dan anti

elastase dan akan terjadi kerusakan jaringan elastin paru dan menimbulkan

emfisema. Sedangkan pada paru-paru normal terjadi keseimbangan antara

tekanan yang menarik jaringan paru keluar yaitu yang disebabkan tekanan

intra pleural dan otot-otot dinding dada dengan tekanan yang menarik jaringan

paru ke dalam yaitu elastisitas paru.

Pada orang normal sewaktu terjadi ekspirasi maksimal, tekanan yang

menarik jaringan paru akan berkurang sehingga saluran nafas bagian bawah

paru akan tertutup. Pada pasien emfisema saluran nafas tersebut akan lebih

cepat dan lebih banyak yang tertutup. Cepatnya saluran nafas menutup serta

dinding alveoli yang rusak, akan menyebabkan ventilasi dan perfusi yang

tidak seimbang. Tergantung pada kerusakannya dapat terjadi alveoli dengan

ventilasi kurang/tidak ada, akan tetapi perfusi baik sehingga penyebaran udara

pernafasan maupun aliran darah ke alveoli tidak sama dan merata. Sehingga

timbul hipoksia dan sesak nafas.

Emfisema paru merupakan suatu pengembangan paru disertai

perobekan alveolus-alveolus yang tidak dapat pulih, dapat bersifat

menyeluruh atau terlokalisasi, mengenai sebagian atau seluruh paru. Pengisian

udara berlebihan dengan obstruksi terjadi akibat dari obstrusi sebagian yang

mengenai suatu bronkus atau bronkiolus dimana pengeluaran udara dari dalam

9

Page 10: Laporan Pendahuluan Emfisema(Fix)

alveolus menjadi lebih sukar dari pemasukannya. Dalam keadaan demikian

terjadi penimbunan udara yang bertambah di sebelah distal dari alveolus.

2.5 Pathaway

2.6 Manifestasi Klinis

Emfisema paru adalah suatu penyakit menahun, terjadi sedikit demi

sedikit bertahun-bertahun. Biasanya mulai pada pasien perokok berumur 15-

25 tahun. Pada umur 25-35 tahun mulai timbul perubahan pada saluran nafas

kecil dan fungsi paru.Umur 35-45 tahun timbul batuk yang produktif. Pada

umur 45-55 tahun terjadi sesak nafas, hipoksemia dan perubahan spirometri.

Pada umur 55-60 tahun sudah ada kor-pulmonal, yang dapat menyebabkan

kegagalan nafas dan meninggal dunia. Manifestasi klinis Emfisema :

10

Page 11: Laporan Pendahuluan Emfisema(Fix)

1. Dispnea

2. Pada inspeksi: bentuk dada ‘burrel chest’\

3. Pernapasan dada, pernapasan abnormal tidak efektif, dan penggunaan otot-

otot aksesori pernapasan (sternokleidomastoid).

4. Pada perkusi: hiperesonans dan penurunan fremitus pada seluruh bidang

paru.

5. Pada auskultasi: terdengar bunyi napas dengan krekels, ronki, dan

perpanjangan ekspirasi

6. Anoreksia, penurunan berat badan, dan kelemahan umum

7. Distensi vena leher selama ekspirasi.

2.7 Komplikasi

1. Sering mengalami infeksi ulang pada saluran pernapasan.

2. Daya tahan tubuh kurang sempurna.

3. Proses peradangan yang kronis di saluran napas.

4. Tingkat kerusakan paru yang makin parah.

2.8 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksan radiologis, pemeriksaan foto dada sangat membantu dalam

menegakkan diagnosis dan menyingkirkan penyakit-penyakit lain. Foto

dada pada emfisema paru terdapat dua bentuk kelainan, yaitu:

a. Gambaran defisiensi arter

Overinflasi, terlihat diafragma yang rendah dan datar,kadang-kadang

terlihat konkaf. Oligoemia, penyempitan pembuluh darah pulmonal

dan penambahan corakan kedistal.

b. Corakan paru yang bertambah, sering terdapat pada kor pulmonal,

emfisema sentrilobular dan blue bloaters. Overinflasi tidak begitu

hebat.

2. Pemeriksaan fungsi paru, pada emfisema paru kapasitas difusi menurun

karena permukaan alveoli untuk difusi berkurang.

11

Page 12: Laporan Pendahuluan Emfisema(Fix)

3. Analisis Gas DarahVentilasi, yang hampir adekuat masih sering dapat

dipertahankan oleh pasien emvisema paru. Sehingga PaCO2 rendah atau

normal.Saturasi hemoglobin pasien hampir mencukupi.

4. Pemeriksaan EKG, Kelainan EKG yang paling dini adalah rotasi clock

wise jantung. Bila sudah terdapat kor pulmonal terdapat defiasi aksis ke

kanan dan P-pulmonal pada hantaran II, III, dan aVF.Voltase QRS

rendah.Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan di V6 rasio R/S kurang dari 1.

a. Sinar x dada: dapat menyatakan hiperinflasi paru-paru;

mendatarnya diafragma; peningkatan area udara retrosternal;

penurunan tanda vaskularisasi/bula (emfisema); peningkatan tanda

bronkovaskuler (bronkitis), hasil normal selama periode remisi

(asma).

b. Tes fungsi paru: dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea,

untuk menentukan apakah fungsi abnormal adalah obstruksi atau

restriksi, untuk memperkirakan derajat disfungsi dan untuk

mengevaluasi efek terapi, misalnya bronkodilator.

c. TLC: peningkatan pada luasnya bronkitis dan kadang-kadang pada

asma; penurunan emfisema.

d. Kapasitas inspirasi: menurun pada emfisema.

e. Volume residu: meningkat pada emfisema, bronkitis kronis, dan

asma.

f. FEV1/FVC: rasio volume ekspirasi kuat dengan kapasitas vital

kuat menurun pada bronkitis dan asma.

g. GDA: memperkirakan progresi proses penyakit kronis.

Bronkogram: dapat menunjukkan dilatasi silindris bronkus pada

inspirasi, kollaps bronkial pada ekspirasi kuat (emfisema);

pembesaran duktus mukosa yang terlihat pada bronchitis.

h. JDL dan diferensial: hemoglobin meningkat (emfisema luas),

peningkatan eosinofil (asma).

12

Page 13: Laporan Pendahuluan Emfisema(Fix)

i. Kimia darah: Alfa 1-antitripsin dilakukan untuk meyakinkan

defisiensi dan diagnosa emfisema primer.

j. Sputum: kultur untuk menentukan adanya infeksi,

mengidentifikasi patogen; pemeriksaan sitolitik untuk mengetahui

keganasan atau gangguan alergi.

k. EKG: deviasi aksis kanan, peninggian gelombang P (asma berat);

disritmia atrial (bronkitis), peninggian gelombang P pada lead II,

III, AVF (bronkitis, emfisema); aksis vertikal QRS (emfisema).

l. EKG latihan, tes stres: membantu dalam mengkaji derajat

disfungsi paru, mengevaluasi keefektifan terapi bronkodilator,

perencanaan/evaluasi program latihan.

2.9 Penatalaksanaan Medis Dan Perawatan

Tujuan utama pengobatan adalah untuk memperbaiki kualitas hidup,

untuk memperlambat kemajuan proses penyakit, dan untuk mengatasi

obstruksi jalan nafas untuk menghilangkan hipoksia.

1. Bronkodilator

Digunakan untuk mendilatasi jalan nafas karena preparat ini

melawan baik edema mukosa maupun spasme muskular dan membantu

baik dalam mengurangi obstruksi jalan nafas maupun dalam memperbaiki

pertukaran gas. Medikasi ini mencakup agonis betha-adrenergik

(metaproterenol, isoproterenol dan metilxantin (teofilin, aminofilin), yang

menghasilkan dilatasi bronkial melaui mekanisme yang berbeda.

Bronkodilator mungkin diresepkan per oral, subkutan, intravena, per

rektal atau inhalasi. Medikasi inhalasi dapat diberikan melalui aerosol

bertekanan, nebuliser balon-genggam, nebuliser dorongan-pompa, inhaler

dosis terukur, atau IPPB.

2. Terapi aerosol

Aerosolisasi (proses membagi partikel menjadi serbuk yang sangat

halus) dari bronkodilator salin dan mukolitik sering kali digunakan untuk

membantu dalam bronkodilatasi. Ukuran partikel dalam kabut aerosol

13

Page 14: Laporan Pendahuluan Emfisema(Fix)

harus cukup kecil untuk memungkinkan medikasi dideposisikan dalam-

dalam di dalam percabangan trakeobronkial. Aerosol yang dinebuliser

menhilangkan bronkospasme, menurunkan edema mukosa, dan

mengencerkan sekresi bronkial. Hal ini memudahkan proses pembersihan

bronkiolus, membantu mengendalikan proses inflamasi, dan memperbaiki

fungsi ventilasi.

3. Pengobatan Infeksi

Pasien dengan emfisema sangat rentan terhadap infeksi paru dan

harus diobati pada saat awal timbulnya tanda-tanda infeksi. S. Pneumonia,

H. Influenzae, dan Branhamella catarrhalis adalah organisme yang paling

umum pada infeksi tersebut. Terapi antimikroba dengan tetrasiklin,

ampisilin, amoksisilin, atautrimetroprim-sulfametoxazol (bactrim)

biasanya diresepkan. Regimen antimikroba digunakan pada tanda pertama

infeksi pernafasan, seperti dibuktikan dengan sputum purulen, batuk

meningkat, dan demam.

4. Kortikosteroid

Kortikosteroid menjadi kontroversial dalam pengobatan emfisema.

Kortikosteroid digunakan setelah tindakan lain untuk melebarkan

bronkiolus dan membuang sekresi. Prednison biasa diresepkan. Dosis

disesuaikan untuk menjaga pasien pada dosis yang terendah mungkin.

Efek samping termasuk gangguan gastrointestinal dan peningkatan nafsu

makan. Jangka panjang, mungkin mengalami ulkus peptikum,

osteoporosis, supresi adrenal, miopati steroid, dan pembentukan katarak.

5. Oksigenasi

Terapi oksigen dapat meningkatkan kelangsungan hidup pada

pasien dengan emfisema berat. Hipoksemia berat diatasi dengan

konsentrasi oksigen rendah untuk meningkatkan PaO2 hingga antara 65 –

85 mmHg. Pada emfisema berat oksigen diberikan sedikitnya 16 jam per

hari, dengan 24 jam per hari lebih baik.

Penatalaksanaan emfisema paru terbagi atas:

14

Page 15: Laporan Pendahuluan Emfisema(Fix)

1) Penyuluhan, Menerangkan pada para pasien hal-hal yang dapat

memperberat penyakit, hal-hal yang harus dihindarkan dan bagaimana

cara pengobatan dengan baik.

2) Pencegahan

a) Rokok, merokok harus dihentikan meskipun sukar.Penyuluhan dan

usaha yang optimal harus dilakukan

b) Menghindari lingkungan polusi, sebaiknya dilakukan penyuluhan

secara berkala pada pekerja pabrik, terutama pada pabrik-pabrik

yang mengeluarkan zat-zat polutan yang berbahaya terhadap

saluran nafas.

c) Vaksin, dianjurkan vaksinasi untuk mencegah eksaserbasi, terutama

terhadap influenza dan infeksi pneumokokus.

3) Fisioterapi dan Rehabilitasi, tujuan fisioterapi dan rehabilitasi adalah

meningkatkan kapasitas fungsional dan kualitas hidup dan memenuhi

kebutuhan pasien dari segi social, emosional dan vokasional. Program

fisioterapi yang dilaksanakan berguna untuk :

a) Mengeluarkan mukus dari saluran nafas.

b) Memperbaiki efisiensi ventilasi.

c) Memperbaiki dan meningkatkan kekuatan fisis

4) Pemberian O2 dalam jangka panjang, akan memperbaiki emfisema

disertai kenaikan toleransi latihan. Biasanya diberikan pada pasien

hipoksia yang timbul pada waktu tidur atau waktu latihan. Menurut

Make, pemberian O2 selama 19 jam/hari akan mempunyai hasil lebih

baik dari pada pemberian 12 jam/hari.

15

Page 16: Laporan Pendahuluan Emfisema(Fix)

BAB 3

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

Pengkajian dilakukan dengan melakukan anamnesis pada pasien.

Data-data yang dikumpulkan atau dikaji meliputi :

3.1.1 Identitas Pasien

Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin,

alamat rumah, agama, suku bangsa, status perkawinan, pendidikan terakhir,

nomor registrasi, pekerjaan pasien, dan nama penanggungjawab.

3.1.2 Riwayat Kesehatan

1. Keluhan Utama

Keluhan utama yang sering muncul pada pasien dengan penyakit

emfisema bervariasi, antara lain: sesak nafas, batuk, dan nyeri di daerah

dada sebelah kanan pada saat bernafas. Banyak sekeret keluar ketika

batuk, berwarna kuning kental, merasa cepat lelah ketika melakukan

aktivitas.

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien dengan penyakit emfisema biasanya diawali dengan sesak

nafas , batuk, dan nyeri di daerah dada sebelah kanan pada saat bernafas,

banyak secret keluar ketika batuk, secret berwarna kuning kental , merasa

cepat lelah ketika melakukan aktivitas.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Perlu ditanyakan juga apakah pasien sebelumnya pernah menderita

penyakit lain seperti TB Paru, DM, Asma, Kanker,Pneumonia dan lain-

lain. Hal ini perlu diketahui untuk melihat ada tidaknya faktor

predisposisi.

4. Riwayat Penyakit Keluarga

16

Page 17: Laporan Pendahuluan Emfisema(Fix)

Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita

penyakit yang sama atau mungkin penyakit-penyakit lain yang mungkin

dapat menyebabkan penyakit emfisema.

3.1.3 Kebutuhan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual

1. Bernafas

Pasien umumnya mengeluh sesak dan kesulitan dalam bernafas

karena terdapat sekret. Episode batuk hilang timbul, biasanya tidak

produktif pada tahap dini, meskipun dapat menjadi produktif.

Faktor keluarga dan keturunan, misalnya defisiensi alpha 1-

antitripsin penggunaan oksigen pada malam hari atau terus menerus.

Tanda : Pernafasan biasanya cepat, dapat lambat : fase ekspirasi

memanjang dengan mendengkur, nafas bibir. Penggunaan

otot bantu pernafasan, misalnya : meninggikan bahu, rekraksi

fosa supra klavikula, melebarkan hidung.

Dada : Dapat terlihat hiperinflasi dengan peninggian diameter AP

(bentuk barrel), atau perbandingan diameter. AP sama

dengan diameter bilateral, gerakan diafragma minimal.

Bunyi nafas : mungkin redup dengan ekspirasi mengi.

Perkusi : Hipersonor pada area paru.

Warna : klien dengan emfisema kadang disebut “pink puffer” karena

warna kulit normal, meskipun pertukaran gas tidak normal

dan frequensi pernafasan cepat. Taktil premitus melemah.

2. Makan dan Minum

Observasi seberapa sering pasien makan dan seberapa banyak

pasien menghabiskan makanan yang diberikan. Minum seberapa banyak

dan seberapa sering pasien minum.

17

Page 18: Laporan Pendahuluan Emfisema(Fix)

3. Eliminasi

Observasi BAB dan BAK pasien, bagaimana BAB atau BAK

nya normal atau bermasalah, seperti dalam hal warna feses /urine,

seberapa sering, seberapa banyak, cair atau pekat, ada darah tau

tidak,dll.

4. Gerak dan Aktivitas

Observasi apakah pasien masih mampu bergerak, melakukan

aktivitas atau hanya duduk saja(aktivitas terbatas). Biasanya pasien

dengan anemia mengalami kelemahan pada tubuhnya akibat kurangnya

suplai oksigen ke jaringan tubuh.

5. Istirahat dan tidur

Kaji kebutuhan/kebiasaan tidur pasien apakah nyenyak/sering

terbangun di sela-sela tidurnya.

6. Kebersihan Diri

Kaji bagaimana toiletingnya apakah mampu dilakukan sendiri

atau harus dibantu oleh orang lain. Berapa kali pasien mandi ?

7. Pengaturan suhu tubuh

Cek suhu tubuh pasien, normal(36°-37°C), pireksia/demam(38°-

40°C), hiperpireksia = 40°C< ataupun hipertermi <35,5°C.

8. Rasa Nyaman

Observasi adanya keluhan yang mengganggu kenyamanan

pasien. Pasien dengan penyakit emfisema biasanya mengalami sesak

nafas, batuk, dan nyeri di daerah dada.

9. Rasa Aman

Kaji pasien apakah merasa cemas atau gelisah dengan sakitnya.

10. Sosialisasi dan Komunikasi

Observasi apakah pasien mampu berkomunikasi dengan

keluarganya, seberapa besar dukungan keluarganya.

18

Page 19: Laporan Pendahuluan Emfisema(Fix)

11. Prestasi dan Produktivitas

Prestasi apa yang pernah diraih pasien selama pasien berada di

bangku sekolah hingga saat usianya kini.

12. Ibadah

Ketahui agama apa yang dianut pasien, kaji berapa kalipasien

sembahyang, dll.

13. Rekreasi

Observasi apakah sebelumnya pasien sering rekreasi dan sengaja

meluangkan waktunya untuk rekreasi. Tujuannya untuk mengetahui

teknik yang tepat saat depresi.

14. Pengetahuan atau belajar

Seberapa besar keingintahuan pasien untuk mengatasi mual yang

dirasakan dan caranya meningkatkan nafsu makannya.Disinilah peran

kita untuk memberikan HE yang tepat.

3.1.4 Pemeriksaan Fisik

1. Rambut dan hygene kepala

Warna rambut hitam, tidak berbau, rambut tumbuh subur, dan kulit

kepala bersih.

2. Mata ( kanan/kiri )

Posisi mata simetris, konjungtiva merah muda, skelera putih, dan pupil

isokor, dan respon cahaya baik.

3. Hidung

Simetris kiri dan kanan, tidak ada pembengkakkan, dan berfungsi dengan

baik.

4. Mulut dan tenggorokan

Rongga normal, mukosa terlihat pecah-pecah, tonsil tidak ada

pembesaran.

19

Page 20: Laporan Pendahuluan Emfisema(Fix)

5. Telinga

Simetris kiri dan kanan, tidak ada serumen, dan pendengaran tidak

terganggu.

6. Leher

Kelenjer getah bening, sub mandibula, dan sekitar telinga tidak ada

pembesaran.

7. Dada/ thorak

a. Inspeksi

Pada klien dengan emfisema terlihat adanya peningkatan usaha

dan frekuensi pernapasan serta penggunaan otot bantu napas. Pada

inspeksi, klien biasanya tampak mempunyai bentuk dada barrel

chest (akibat udara yang terperangkap), penipisan massa otot, dan

pernapasan dengan bibir dirapatkan. Pernapasan abnormal tidak

efektik dan penggunaan otot-otot bantu napas

(sternokleidomastoideus). Pada tahap lanjut, dispnea terjadi saat

aktivitas bahkan pada aktivitas kehidupan sehari-hari seperti makan

dan mandi. Pengkajian batuk produktif dengan sputum purulen disertai

demam mengindikasi adanya tanda pertama infeksi pernapasan

b. Palpasi

Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil fremitus biasanya

menurun.

c. Perkusi

Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan

diafragma menurun.

d. Auskultasi

Sering didapatkan adanya bunyi napas ronkhi dan wheezing sesuai

tingkat beratnya obstruktif pada bronkhiolus. Pada pengkajian lain,

didapatkan kadar oksigen yang rendah (hipoksemia) dan kadar

karbondioksida yang tinggi (hiperkapnea) terjadi pada tahap lanjut

penyakit. Pada waktunya, bahkan gerakan ringan sekalipun seperti

20

Page 21: Laporan Pendahuluan Emfisema(Fix)

membungkuk untuk mengikatkan tali sepatu, mengakibatkan dispnea

dan keletihan (dispnea eksersional). Paru yang mengalami

emfisematosa tidak berkontraksi saat ekspirasi dan bronkhiolus tidak

dikosongkan secara efektif dari sekresi yangf dihasillkan. Klien rentan

terhadap reaksi inflamasi dan infeksi akibat pengumpulan sekresi ini.

Setelah infeksi ini terjadi, klien mengalami mengi yang

berkepanjangan saat ekspirasi. Anoreksia, penurunan berat badan, dan

kelemahan merupakan hal yang umum terjadi. Vena jugularis mungkin

mengalami distensi selama ekspirasi.

8. Kardiovaskular

a. Irama jantung regular; S1,S2 tunggal.

b. Nyeri dada ada, biasanya skala 6 dari 10

c. Akral lembab

d. Saturasi Hb O2  hipoksia

9. Persyarafan

a. Keluhan pusing ada

b. Gangguan tidur ada

10. Perkemihan B4 (bladder)

a. Kebersihan normal

b. Bentuk alat kelamin normal

c. Uretra normal

11. Pencernaan

a. Anoreksi disertai mual

b. Berat badan menurun

12. Muskuloskeletal/integument

a. Berkeringat

b. Massa otot menurun

3.1.5 Data Penunjang

1. Analisa gas darah

- Pa O2 : rendah (normal 80 – 100 mmHg)

21

Page 22: Laporan Pendahuluan Emfisema(Fix)

- Pa CO2 : tinggi (normal 36 – 44 mmHg).

- Saturasi hemoglobin menurun.

- Eritropoesis bertambah

2. Sputum : Kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi

patogen

3. Tes fungsi paru : Untuk menentukan penyebab dispnoe, melihat

obstruksi.

4. Foto sinar X rontgen

3.2 Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan pola napas

Definisi : inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi adekuat

Berhubungan dengan :

-       Ansietas

-       Posisi tubuh

-       Deformitas tulang

-       Deformitas dinding dada

-       Keletihan

-       Perventilasi

-       Sindrom hipoventilasi

-       Gangguan muskuloskeletal

-       Kerusakan neurologis

-       Imaturitas neurologis

-       Disfungsi neuromuskular

-       Obesitas

-       Nyeri

-       Keletihan otot pernapasan

-       Cedera medula spinalis

Ditandai dengan :

-       Perubahan kedalaman pernapasan

22

Page 23: Laporan Pendahuluan Emfisema(Fix)

-       Perubahan ekskursi dada

-       Mengambil posisi tiga titik

-       Bradipnea

-       Penurunan tekanan ekspirasi

-       Penurunan tekanan inspirasi

-       Penurunan ventilasi semenit

-       Penurunan kapasitas vital

-       Dispnea

-       Peningkatan diameter anterior- posterior

-       Pernapasan cuping hidung

-       Ortopnea

-       Fase ekspirasi memanjang

-       Pernapasan bibir

-       Takipnea

-       Penggunaan otot aksesorius untuk pernapasan

2. Gangguan pertukaran gas

Definisi : kelebihan atau defisit pada oksigenasi dan/atau eliminasi

karbondioksida pada membran alveolar-kapiler

Berhubungan dengan :

-       Perubahan membran alveolar-kapiler

-       Ventilasi-perfusi

Ditandai dengan

-       PH darah arteri abnormal

-       pH arteri abnormal

-       pernapasan abnormal (mis, kecepatan, irama,kedalaman,)

-       warna kulit abnormal (mis, pucat, kehitaman)

-       Konfusi

-       Sianosis ( pada neonatus saja)

-       Penurunan karbon dioksida

23

Page 24: Laporan Pendahuluan Emfisema(Fix)

-       Diaforesis

-       Dispnea

-       Sakit kepala saat bangun

-       Hiperkapnea

-       Hipoksemia

-       Hipoksia

-       Iritabilitas

-       Napas cuping hidung

-       Gelisah

-       Somnolen

-       Takikardia

-       Gangguan penglihatan:

3. Ketidakefektifan bersihan jalan napas

Berhubungan dengan:

- Lingkungan : merokok, perokok pasif

- Obstruksi jalan napas : retensi secret, spasme jalan napas, mucus

berlebih.

Ditandai dengan:

- Dispneu

- Sianosis

- Suara napas tambahan

- gelisah

4. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh

Berhubungan dengan:

-       Factor biologis

-       Factor ekonomi

-       Ketidakmampuan untuk mengabsorbsi utrient

-       Ketidakmampuan untuk mencerna makanan

-       Ketidakmampuan menelan makanan

-       Factor psikologis

24

Page 25: Laporan Pendahuluan Emfisema(Fix)

Ditandai dengan:

-       Kram abdomen

-       Nyeri abdomen

-       Menghindari makan

-       Merasakan ketidakmampuan untuk mengingesti makanan

-       Melaporkan perubahan sensasi rasa

-       Melaporkan kurangnya makanan

-       Merasa kenyang segera setelh mengigesti makanan

-       Objektif

-       Tidak tertarik untuk makan

-       Kerapuhan kapiler

-       Diare dan/atau steatore

-       Adanya bukti kekurangan makanan

-       Kehilangan rambut yang berlebihan

-       Bising usus hiperaktif

-       Kurang informasi, malinformasi

-       Kurangnya minat pada makanan

-       Miskonsepsi

-       Konjungtiva dan membrane mukosa pucat

-       Tonus otot buruk

-       Luka, rongga mulut inflamasi

-       Kelemahan otot yang dibutuhkn untuk menelan atau mengunyah

5. Intoleran Aktivitas

Berhubungan dengan :

-       Kelemahan umum

-       Ketidakseimbangan antara suplai dam kebutuhan oksigen

Ditandai dengan

-       Laporan verbal tentang keletihan atau kelemahan

25

Page 26: Laporan Pendahuluan Emfisema(Fix)

-       Frekuensi jantung atau respons TD terhadap aktivitas abnormal

-       Rasa tidak nyaman saat bergerak atau dipsnea

-       Perubahan-perubahan EKG mencerminkan iskemia;distrimia

6. Risiko tinggi terhadap infeksi

Faktor risiko :

-      Tidak adekuatnya pertahanan utama (penurunan kerja silia, menetapnya

sekret)

-       Tidak adekuatnya imunitas (kerusakan jaringan, peningkatan pemajanan

pada lingkungan)

-       Proses penyakit kronis

-       Malnutrisi

7. Koping individu inefektif

Berhubungan dengan :

-       Krisis situasional/maturasional

-       Perubahan hidup beragam

-       Relaksasi tidak adekuat

-       Sistem pendukung tidak adekuat

-       Sedikit atau tak pernah olah raga

-       Nutrisi buruk

-       Harapan yang tak terpenuhi

-       Kerja berlebihan

-       Persepsi tidak realistik

-       Metode koping tidak efektif

Ditandai dengan

-      Menyatakan ketidakmampuan untuk mengatasi dan meminta bantuan

-      Ketidakmampuan untuk memenuhi harapan peran/kebutuhan dasar atau

pemecahan masalah

26

Page 27: Laporan Pendahuluan Emfisema(Fix)

-      Perilaku merusak terhadap diri sendiri, makan berlebih, hilang napsu

makan, merokok/minum berlebihan, cenderung melakukan

penyalahgunaan alkohol

-      Kelemahan/insomia kronik, ketegangan oto, sering sakit kepala/leher,

kekuatiran/gelisah/cemas/tegangan emosi kronik, depresi.

3.3 Rencana Asuhan Keperawatan

No NOC NIC Rasional

1 Setelah diberikan

asuhan selama

3x24 jam

diharapkan

pasien dapat :

1. Menunjukkan

pola

pernapasan

efektif,

dibuktikan

dengan status

pernapasan

yang tidak

berbahaya :

ventilasi dan

status tanda

vital

2. Menunjukkan

status

pernapasan:

ventilasi tidak

terganggu,

1. Membandingkan

status sekarang

dengan status

sebelumnya untuk

mendapatkan

perubahan dalam

status pernapasan.

2. Mengajarkan

teknik yang benar

untuk

menggunakan obat

dan peralatan

(misalnya menarik

nafas, nebulizer,

aliran maksimum).

3. Memantau

kecepatan, irama,

kedalaman, dan

upaya untuk

bernapas.

4. Mengamati

gerakan dada,

1. Untuk mengetahui

perkembangan kondisi

pasien.

2. Agar keluarga dan

pasien mengetahui

cara menggunakan

peralatan dan obat

dengan benar.

3. mengetahui apakah px

masih mengalami

kesulitan bernafas.

4. Untuk mengetahui

perkembangan

27

Page 28: Laporan Pendahuluan Emfisema(Fix)

ditandai

dengan

indikator

gangguan

sebagai

berikut :

a. Kedalama

n inspirasi

dan

kemudaha

n

bernapas.

b. Ekspansi

dada

simetris.

c. Tidak

adanya

penggunaa

notot

bantu.

d. Bunyi

napas

tambahan

tidak ada.

e. Napas

pendek

tidak ada

termasuk simetri,

penggunaan dari

otot bantu

pernapasan, dan

penarikan otot

supraclavikular

dan intercostals.

5. Memberikan

cairan hangat

untuk minum,

dengan tepat.

6. Monitor

kemampuan

pasien untuk batuk

efektif

7. Memberitahukan

tentang diagnosis,

pengobatan, dan

pengaruh dari gaya

hidup.

8. Melatih

pernapasan

/relaksasi.

penyakit px

5. Untuk mengurangi

gejala batuk.

6. efektif dapat

membantu

mengeluarkan dahak

bila ada.

7. Agar px mengetahui

penyakitnya,

pengobatan yang harus

dijalani, penyebabnya

agar px dapat

mengubah gaya

hidupnya.

8. Untuk membantu

pasien memulai

pernapasan secara

normal.

2 Setelah diberikan

asuhan selama

1. Kaji frequensi

kedalaman

1.Berguna dalam

evaluasi derajat

28

Page 29: Laporan Pendahuluan Emfisema(Fix)

3X24 jam

diharapkan

pasien dapat:

1. Menyatakan

nyeri

hilang/terkontr

ol.

2. Menunjukkan

rileks,

istirahat/tidur,

dan

peningkatan

aktivitas

dengan tepat.

3. Mencapai

fungsi paru

yang

maksimal.

4. Mengutarakan

pentingnya

latihan paru

setiap hari

pernafasan catat

penggunaan otot

bantu nafas, nafas

bibir.

2. Kaji/awasi secara

rutin warna kulit

dan membran

mokusa.

3. Tinggikan kepala

bantu klien untuk

memilih posisi yang

mudah untuk

bernafas, dorong

nafas dalam

perlahan atau nafas

bibir sesuai

kebutuhan individu.

4. Auskultasi bunyi

nafas, catat area

penurunan aliran

udara atau bunyi

abnormal.

5. Awasi tingkat

kesadaran/status

mental.

distres pernafasan

dan/atau kronisnya

proses penyakit.

2. Sianosis mungkin

perifer atau sentral

mengindikasikan

beratnya hipoksemia.

3. Pengiriman oksigen

dapat diperbaiki

dengan posisi duduk

tinggi dan latihan nafas

untuk menurunkan

kolaps jalan nafas dan

kerja nafas.

4. Bunyi nafas mungkin

redup karena

penurunan aliran

udara. Adanya

mengindikasi spasme

bronkus/tertahannya

sekret.

5. Gelisah dan ansietas

adalah manifestasi

umum pada hipoksia.

GDA memburuk

disertai

bingung/samnolen

29

Page 30: Laporan Pendahuluan Emfisema(Fix)

6. Palpasi fremitus.

7. Evaluasi tingkat

toleransi aktivitas.

Berikan lingkungan

tenang dan kalem.

Batasi aktivitas

pasien atau dorong

untuk tidur/istirahat

di kursi selama fase

akut. Mungkinkan

pasien melakukan

aktivitas secara

bertahap dan

tingkatkan toleransi

sesuai aktivitas

individu

menunjukkan

disfungsi serebral yang

berhubungan dengan

hipoksemia.

6. Penurunan getaran

fibrasi diduga adanya

pengumpulan cairan

atau udara terjebak.

7. selama distres

pernapasan

berat/akut/refraktori

pasien secara total tak

mampu melakukan

aktivitas sehari-hari

karena hipoksia dan

dispnea. Istirahat

diselingi aktivitas

perawatan masih

penting dari program

pengobatan. Namun,

program latihan

ditujukan untuk

meningkatkan

ketahanan dan

kekuatan tanpa

menyebabkan dispnea

berat, dan dapat

meningkatkan rasa

sehat.

8. Dapat

30

Page 31: Laporan Pendahuluan Emfisema(Fix)

8. Berikan O2

tambahan yang

sesuai dengan

indikasi hasil

GDA dan toleransi

pasien.

9. Bantu Intubasi

memperbaiki/mencega

h memburuknya

hipoksia.

9. Rasional :

Terjadinya/kegagalan

nafas yang akan

datang memerlukan

upaya tindakan

penyelamatan hidup.

3 Setelah diberikan

asuhan selama

3x24 jam

diharapakan

pasien dapat:

1. Mengidentifi

kasi atau

menunjukkan

perilaku

mencapai

bersihan jalan

napas.

2. Menunjukkan

jalan napas

paten dengan

bunyi napas

bersih, tidak

1. Auskultasi bunyi

napas . catat adanya

bunyi napas, misal

mengi, ronchi

2. Beri pasien 6

sampai 8 gelas

cairan / hari kecuali

terdapat kor

pulmonal

1. Beberapa derajat

spasme bronkus

terjadi dengan

obstruksi jalan

napas dan

dapat/tak

dimaniffestasikan

adanya bunyi

napas missal

mengi

2. Hidrasi sistemik

menjaga sekresi

tetap lembab dan

memudahkan

untuk

pengeluaran .

cairan harus

31

Page 32: Laporan Pendahuluan Emfisema(Fix)

ada dispnea,

sianosis.

3. Mendemonstr

asikan batuk

efektif

3. Kaji pasien untuk

posisi yang nyaman

misal peninggian

kepala tempat tidur ,

duduk pada

sandaran tempat

tidur

4. Dorong / bantu

latihan napas

5. Bantu dalam

pemberian tindakan

nebulizer, inhaler

dosis terukur

diberikan dengan

kewaspadaan jika

terdapat gagal

jantung sebelah

kanan

3. Peninggian kepala

tempat tidur

mempermudah

fungsi pernapasan

dengan

menggunakkan

gravitasi .

4. Memberikan

pasien beberapa

cara untuk

mengatasi dan

mengontrol

dispnea

5. Tindakan ini

akan 

menambahkan air

kedalam

percabangan 

bronchial dan

pada sputum ,

menurunkan

kekentalannya ,

sehingga

memudahkan

32

Page 33: Laporan Pendahuluan Emfisema(Fix)

6. Instruksikan pasien

untuk menghindari

iritan seperti asap

rokok , aerosol,

suhu yang ekstrem

dan asap.

evaluasi sekresi .

6. Iritan bronchial

menyebabkan

bronkokonstriksi

dan meningkatkan

pembekuan lendir

, yang kemudian

mengganggu

klirens jalan

napas .

4 Setelah diberikan

asuhan

keperawatan

selama 3x24 jam

maka pasien

diharapkan:

1. Menunjukkan

peningkatan

berat badan

menuju tujuan

yang tepat.

2. Menunjukkan

perilaku/perub

ahan pola

hidup untuk

meningkatkan

dan atau

mempertahank

an berat yang

tepat.

1. Kaji kebiasaan

diet, masukan

makanan, catat

derajat kesulitan

makan. Evaluasi

berat badan.

2. Auskultasi bunyi

bising usus.

1. Pasien distres

pernafasan akut

sering anoreksia

karena dispneu,

produksi sputum

dan obat, selain

itu banyak klien

PPOM

mempunyai

kebiasaan makan

buruk. Orang

yang mengalami

emfisema sering

kurus dengan

perototan kurang.

2. Penurunan/

hipoaktif bising

usus

menunjukkan

mobilitas gaster

33

Page 34: Laporan Pendahuluan Emfisema(Fix)

3. Berikan perawatan

oral sering, buang

sekret.

4. Dorong periode

istirahat selama 1

jam sebelum dan

sesudah makan.

Berikan makanan

posisi kecil tapi

sering.

dan konstipasi

(komplikasi

umum) yang

berhubungan

dengan pilihan

makan yang

buruk, penurunan

aktivitas dan

hipoksemia.

3. Rasa tak enak

bau dan

penampilan

adalah pencegah

utama terhadap

nafsu makan dan

dapat membuat

mual dan muntah

dengan

peningkatan

kesulitan nafas.

4. Membantu

menurunkan

kelemahan

selama waktu

makan dan

memberikan

kesempatan untuk

meningkatan

masukan kalori

34

Page 35: Laporan Pendahuluan Emfisema(Fix)

5. Hindari makanan

yang sangat panas

atau sangat dingin.

6. Konsul ahli

gizi/nutrisi untuk

memberikan

makanan yang

mudah dicerna,

secara nutrisi

seimbang.

7. Kaji pemeriksaan

laboratorium.

Berikan

vitamin/mineral/

elektolit sesuai

indikasi.

8. Beri O2 tambahan

selama makan

sesuai indikasi.

total.

5. Suhu ekstrim

dapat

mencetuskan/men

ingkatkan spasme

batuk.

6. Metode makan

dan kebutuhan

kalori

berdasarkan pada

situasi/kebutuhan

individu untuk

memberikan

nutrisi maksimal

dengan upaya

klien/penggunaan

energi.

7. Mengevaluasi/

mengatasi

kekurangan dan

keefektifan tetap

nutrisi.

8. Menurunkan

dispneu dan

meningkatkan

energi untuk

makan.

35

Page 36: Laporan Pendahuluan Emfisema(Fix)

5 Setelah diberikan

asuhan

keperawatan

selama 3x24 jam

diharapkan

pasien dapat:

1. Pasien akan

termoregulasi,

dibuktikan

dengan suhu

kulit dalam

rentang

normal.

2. Nadi dan

pernapasan

dalam rentang

yang

diharapkan.

3. Perubahan

warna kulit

tidak ada.

1. Awasi secara ketat

suhu tubuh pasien.

2. Kaji pentingnya

latihan nafas, batuk

efektif, perubahan

posisi sering dan

masukan cairan

adekuat.

3. Observasi warna,

karakter, bau

sputum.

4. Dorong

keseimbangan antara

aktivitas dan

istirahat.

5. Diskusikan

1. Demam dapat

terjadi karena

adanya infeksi.

2. Aktivitas diatas

dapat

meningkatkan

mobilitas dan

pengeluaran

sekret untuk

menurunkan

resiko terjadinya

infeksi paru.

3. Sekret berbau,

kuning dan

kehijauan

menunjukkan

adanya infeksi

paru.

4. Menurunkan

konsumsi/kebutuh

an keseimbangan

oksigen dan

memperbaiki

pertahanan klien

terhadap infeksi

meningkatkan

penyembuhan.

5. Malnutrisi dapat

36

Page 37: Laporan Pendahuluan Emfisema(Fix)

kebutuhan masukan

nutrisi adekuat.

6. Dapatkan spesimen

sputum dengan batuk

atau penghisapan

untuk pewarnaan

kuman, gram, kultur

sensitivitas.

7. Berikan

antimikrobial/antibioti

k sesuai indikasi.

mempengaruhi

kesehatan umum

dan menurunkan

tahanan terhadap

infeksi.

6. Dilakukan untuk

mengidentifikasi

organisme

penyebab dan

kerentanan

terhadap berbagai

anti mikrobial.

7. Dapat diberikan

pada organisme

khusus yang

terindentifikasi

dengan kultur

dan sensitivitas,

atau diberikan

secara profilatik

karena resiko

tinggi.

6 Setelah

dilakukan

tindakan

keperawatan

selama 3 x 24

jam diharapkan

1. Jelaskan aktivitas

dan faktor yang

meningkatkan

kebutuhan oksigen :

merokok, suhu yang

1. Merokok suhu

ekstrim, dan

stress

menyebabkan

vasokontriksi

yang

37

Page 38: Laporan Pendahuluan Emfisema(Fix)

faktor resiko

infeksi hilang

dengan criteria

hasil :

1. Terbebas dari

tanda dan

gejala infeksi

2. Memperlihatk

an hygiene

personal yang

kuat

ekstrim, stres.

2. Secara bertahap

tingkatkan aktivitas

harian sesuai

peningkatan toleransi

klien.

3. Pertahankan terapi

oksigen tambahan,

sesuai kebutuhan.

4. Berikan dukungan

emosional dan

semangat.

meningkatkan

beban kerja

jantung dan

kebutuhan

oksigen.

2. Mempertahankan

pernafasan

lambat sedang

dari latihan yang

diawasi

memperbaiki

kekuatan otot

asesori dan

fungsi

pernafasan.

3. Oksigen

tambahan

meningkatkan

kadar oksigen

yang bersirkulasi

dan memperbaiki

toleransi

aktivitas.

4. Rasa takut

terhadap

kesulitan

bernafas dapat

menghambat

peningkatan

38

Page 39: Laporan Pendahuluan Emfisema(Fix)

aktivitas.

7 Setelah

dilakukan

tindakan

keperawatan

selama 3 x 24

jam diharapkan

koping individu

efektif dengan

criteria hasil :

1. Klien

menunjukan

minat terhadap

aktivitas

pengalihan

2. Klen mau

memulai

pembicaraan

3. Klien mau

berpartisipasi

dalam

pengambilan

keputusan.

1. Kaji kefektifan

strategi koping

dengan

mengobservasi

perilaku, mis.,

kemampan

menyatakan perasaan

dan perhatian

keinginan

berpartisipasi dalam

rencana pengobatan.

2. Dorong pasien untuk

mengevaluasi

prioritas/tujuan

hidup. Tanyakan

seperti apakah yang

anda lakukan

merupakan apa yang

anda inginkan?

1. mekanisme adaptif

perlu untuk

mengubah pola

hidup seseorang,

mengtasi

hipertensi kronik,

dan

mengintregrasika

n terapi yang

diharuskan ke

dalam kehidupan

sehari-hari

2. fokus perhatian

pasien pada

realitas situasi

yang ada relative

terhadap

pandangan pasien

tentang apa yang

diinginkan. Etika

kerja keras,

kebutuhan untuk

control dan focus

keluarga dapat

mengarah pada

kurang perhatian

pada kebutuhan-

kebutuhan

39

Page 40: Laporan Pendahuluan Emfisema(Fix)

3. Bantu pasien untuk

mengidentifikasi dan

mulai merncanakan

perubahan hidup

yang perlu. Bantu

untuk menyesuaikan,

ketimbang

membatalkan tujuan

diri/keluarga.

personal.

3. perubahan yang

perlu harus

diprioritaskan

secara realistic

untuk

menghindari rasa

tidak menentu dan

tidak berdaya

3.4 Implementasi Keperawatan

Implementsi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam

rencana keperawatan. Tindakan keperawatan mencakup tindakan independent

(mandiri), dan kolaboorasi.

1. Tindakan mandiri adalah aktifitas keperawatan yang didasarkan pada

kesimpulan atau keputusan sendiri dan bukan merupakan petunjuk atau

perintah dari petugas kesehatan lain.

2. Tindakan kolaborasi adalah tindakan yang didasarkan hasil keputusan

bersama seperti dokter dan petugas lain.

Implementasi juga merupakan pelaksanaan perencanaan keperawatan

oleh perawat. Seperti tahap-tahap yang lain dalam proses keperawatan, fase

pelaksanaan terdiri dari beberapa kegiatan antara lain :

a. Validasi (pengesahan) rencana keperawatan

b. Menulis/mendokumentasikan rencana keperawatan

c. Memberikan asuhan keperawatan

d. Melanjutkan pengumpulan data

3.5 Evaluasi Keperawatan

40

Page 41: Laporan Pendahuluan Emfisema(Fix)

Merupakan proses penilaian pencapaian tujuan dari tidakan yang telah

dilakukan baik secara kualitatif maupun kuantitatif serta pengkajian ulang

terhadap rencana keperawatan. Dalam evaluasi mengungkapkan empat

keyakinan yaitu :

1. Masalah teratasi

Masalah teratasi jika klien mampu menunjukan prilaku sesuai

dengan pernyataan tujuan pada waktu atau tanggal yang telah di tentukan.

2. Masalah teratasi sebagian

Masalah teratasi sebagian jika klien telah mampu menunjukan

prilaku. Tetapi tidak seluruhnya sesuai dengan pernyataan tujuan yang

telah di tentukan

3. Masalah belum teratasi

Masalah tidak teratasi jika klien tidak mampu atau tidak mau sama

sekali menunjukan perilaku yang telah di tentukan

4. Muncul masalah baru

Masalah baru muncul jika di temukan adanya penyakit yang baru.

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk malengkapi proses keperawatan

yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan .Rencana tindakan

dan pelaksanaan sudah berhasil dicapai melalui evaluasi memungkinkan

perawat untuk memonitor keaqlapaan yang terjadi selama tahap

pengkajian.Analisa perencanaan dan pelaksanaan tindakan (Ignatifikeus

dan Buyne. 1994).

Tolak ukur yang di gunakan untuk penilaian pencapean tujuan pada

tahap dan tahap criteria yang sudah di buat pada tahap perencanaan

sehingga akhirnya dapat di simpulkan apakah masalah teratasi

sebagian/seluruhnya, belum sama sekali atau bahkan timbul masalah baru.

Selanjutnya perkembangan respon pasien di tuangkan

perkembangan ke dalam catatan perkembangan pasien yang di uraikan

secara SOAP :

S : Keluhan-keluhan pasien (apa yang di katakan pasien/keluarga)

41

Page 42: Laporan Pendahuluan Emfisema(Fix)

O: Apa yang di lihat ,di ukur dan di rasakan oleh perawat

A: Kesimpulan perawat tentang kondisi pasien

P: Rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah pasien.

BAB 4

TINJAUAN PUSTAKA EMPIEMA

4.1 Pengertian

Empiema adalah keadaan terkumpulnya nanah (pus) didalam rongga

pleura dapat setempat/mengisi seluruh rongga pleura (Ngastiyah, 1997).

Empiema adalah penumpukan cairan terinfeksi atau pus pada cavitas pleura

42

Page 43: Laporan Pendahuluan Emfisema(Fix)

(Diane C. Baughman, 2000). Empiema adalah penumpukan materi purulen pada

areal pleural (Hudak dan Gallo, 1997).

4.2 Penyebab

1. Infeksi yang berasal dari dalam paru :

a. Pneumonia

b. Abses paru

c. Bronkiektasis

d. TBC paru

e. Aktinomikosis paru

f. Fistel Bronko-Pleura

2. Infeksi yang berasal dari luar paru :

a. Trauma Thoraks

b. Pembedahan thorak

c. Torasentesi pada pleura

d. Sufrenik abses

e. Amoebic liver abses

3. Bakteriologi :

a. Staphylococcus adalah kelompok dari bakteri-bakteri, secara akrab

dikenal sebagai Staph, yang dapat menyebabkan banyak penyakit-

penyakit sebagai akibat dari infeksi beragam jaringan-jaringan tubuh.

43

Page 44: Laporan Pendahuluan Emfisema(Fix)

Bakteri-bakteri Staph dapat menyebabkan penyakit tidak hanya secara

langsung oleh infeksi (seperti pada kulit), namun juga secara tidak

langsung dengan menghasilkan racun-racun yang bertanggung jawab

untuk keracunan makanan dan toxic shock syndrome. Penyakit yang

berhubungan dengan Staph dapat mencakup dari ringan dan tidak

memerlukan perawatan sampai berat/parah dan berpotensi fatal.

b. Pneumococcus adalah salah satu jenis bakteri yang dapat menyebabkan

infeksi serius seperti radang paru-paru (pneumonia),meningitis (radang

selaput otak) dan infeksi darah (sepsis).Sebenarnya ada sekitar 90 jenis

kuman pneumokokus, tetapi hanya sedikit yang bisa menyebabkan

penyakit gawat. Bentuk kumannya bulat-bulat dan memiliki bungkus atau

kapsul. Bungkus inilah yang menentukan apakah si kuman akan

berbahaya atau tidak.

4.3 Tanda Dan Gejala

Tanda dan gejala empiema secara umum adalah :

1. Demam

2. Keringat malam

3. Nyeri pleural

4. Dispnea

5. Anoreksia dan penurunan berat badan

6. Auskultasi dada, ditemukan penurunan suara napas

7. Perkusi dada, suara flatness

8. Palpasi , ditemukan penurunan fremitus

Tanda gejala empiema berdasarkan klasifikasi empiema akut dan empiema

kronis

1. Emphiema akut:

a. Panas tinggi dan nyeri pleuritik.

b. Adanya tanda-tanda cairan dalam rongga pleura.

44

Page 45: Laporan Pendahuluan Emfisema(Fix)

c. Bila dibiarkan sampai beberapa minggu akan menimbulkan toksemia,

anemia, dan clubbing finger .

d. Nanah yang tidak segera dikeluarkan akan menimbulkan fistel bronco-

pleural.

e. Gejala adanya fistel ditandai dengan batuk produktif bercampur dengan

darah dan nanah banyak sekali.

2. Emphiema kronis:

a. Disebut kronis karena lebih dari 3 bulan.

b. Badan lemah, kesehatan semakin menurun.

c. Pucat, clubbing finger.

d. Dada datar karena adanya tanda-tanda cairan pleura.

e. Terjadi fibrothorak trakea dan jantung tertarik kearah yang sakit.

f. Pemeriksaan radiologi menunjukkan cairan.

4.4 Epidemologi

Penyebab empiema toraks yang paling utama adalah infeksi yang berasal

dari paru, selain itu tindakan bedah (paru dan gastroesofageal) juga merupakan

faktor predisposisi penting terjadinya empiema.9,16. Sejak ditemukannya

antibiotik, penyakit ini diperkirakan sudah jauh berkurang, namun meskipun

demikian  morbiditas maupun mortalitasnya masih cukup tinggi.3,11,13. Di

bagian Paru RSU Dr. Soetomo Surabaya tahun 2000 - 2004, dirawat sebanyak

1,07 – 1,29% penderita dengan empiema toraks, dengan perbandingan pria :

wanita = 3,4 : 1.1,2  .

Akibat kemajuan dari pemakaian obat antituberkulosa dan antibiotik

menyebabkan para dokter cenderung untuk merawat penderita empiema secara

medikamentosa, sehingga sering terjadi keterlambatan konsultasi dan tindakan

bedah yang mana hal ini mempengaruhi morbiditas dan mortalitas.

4.5 Patofisiologi

45

Page 46: Laporan Pendahuluan Emfisema(Fix)

Akibat invasi basil piogeneik ke pleura, maka akan timbulah peradangan

akut yang diikuti dengan pembentukan eksudat serous. Dengan sel

polimorphonucleus (PMN) baik yang hidup maupun yang mati dan

meningkatnya kadar protein, maka cairan menjadi keruh dan kental. Adanya

endapan – endapan fibrin akan membentuk kantung–kantung yang melokalisasi

nanah tersebut.

Sekresi cairan menuju celah pleura normalnya membentuk

keseimbangandengan drainase oleh limfatik subpleura. Sistem limfatik pleura

dapatmendrainase hampir 500 ml/hari. Bila volume cairan pleura melebihi

kemampuanlimfatik untuk mengalirkannya maka, efusi akan terbentuk.

Efusi parapnemonia merupakan sebab umum empiema. Pneumonia

mencetuskan respon inflamasi. Inflamasi yang terjadi dekat dengan pleura dapat

meningkatkan permeabilitas sel mesotelial, yang merupakan lapisan sel

terluardari pleura. Sel mesotelial yang terkena meningkat permeabilitasnya

terhadap albumin dan protein lainnya. Hal ini mengapa suatu efusi pleura karena

infeksi kaya akan protein. Mediator kimia dari proses inflamasi menstimulasi

mesotelial untuk melepas kemokin, yang merekrut sel inflamasi lain. Sel

mesotelial memegang peranan penting untuk menarik neutrofil ke celah pleura.

Pada kondisi normal, neutrofil tidak ditemukan pada cairan pleura. Neutrofil

ditemukan pada cairan pleura hanya jika direkrut sebagai bagian dari suau proses

inflamasi. Netrofil, fagosit, mononuklear, dan limfosit meningkatkan respon

inflamasi dan mengeleluarkanmediator untuk menarik sel-sel inflamator lainya

ke dalam pleura.

Efusi pleura parapneumoni dibagi menjadi 3 tahap berdasarkan

patogenesisnya, yaitu efusi parapneumoni tanpa komplikasi, dengan komplikasi

dan empiema torakis. Efusi parapneumoni tanpa komplikasi merupakan efusi

eksudat predominanneutrofil yang terjadi saat cairan interstisiil paru meningkat

selama pneumonia.Efusi ini sembuh dengan pengobatan antibiotik yang tepat

untuk pneumonia. Efusi parapneumoni komplikasi merupakan invasi bakteri

pada celah pleura yang mengakibatkan peningkatan jumlah neutrofil, asidosis

46

Page 47: Laporan Pendahuluan Emfisema(Fix)

cairan pleura dan peningkatan konsentrasi LDH. Efusi ini sering bersifat steril

karena bakteri biasanya dibersihkan secara cepat dari celah pleura.Pembentukan

empiema terjadi dalam 3 tahap, yaitu :

1. Fase eksudatif : Selama fase eksudatif, cairan pleura steril

berakumulasisecara cepat ke dalam celah pleura. Cairan pleura memiliki

kadar WBC dan LDH yang rendah, glukosa dan pH dalam batas normal.

Efusi ini sembuh dengan terapi antibiotik, penggunaan chest tube tidak

diperlukan.

2. Fase fibropurulen : invasi bakteri terjadi pada celah pleura, dengan

akumulasi leukosit PMN, bakteri dan debris. Terjadi kecendrungan untuk

lokulasi, pH dan kadar glukosa menurun, sedangkan kadar LDH menngkat.

3. Fase organisasi : Bentuk lokulasi. Aktivitas fibroblas menyebabkan

pelekatan pleura visceral dan parietal. Aktivitas ini berkembang dengan

pembentukan perlengketan dimana lapisan pleura tidak dapat dipisahkan.

Pus, yang kaya akan protein dengan sel inflamasi dan debris berada pada

celah pleura. Intervensi bedah diperlukan pada tahap ini.

Gambaran bakteriologis efusi parapneumoni dengan kultur positif

berubah seiring berjalannya waktu. Sebelum era antibiotik, bakteri yang

umumnya didapatkan adalah Streptococcus pneumoniae danstreptococci

hemolitik. Saat ini, organisme aerob lebih sering diisolasi dibandingkan

organisme anaerob. Staphylococcus aureus dan S pneumoniae tumbuh pada 70

% kultur bakteri gram positif aerob. Bakteriologi suatu efusi parapneumoni

berhubungan erat dengan bakteriologi pada proses pneumoni. Organisme aerob

gram positif dua kali lebih sering diisolasi dibandingkan organisme aerob gram

negatif. Klebsiela, Pseudomonas, dan Haemophilus merupakan 3 jenis organisme

aerob gram negatif yang paling sering diisolasi.

Bacteroides danPeptostreptococcus merupakan organisme anaerob yang

paling sering diisolasi. Campuran bakteri aerob dan anaerob lebih sering

menghasilkan suatu empiema dibandingkan infeksi satu jenis organisme. Bakteri

anaerob telah dikultur 36 sampai 76 % dari empiema. Sekitar 70 % empiema

47

Page 48: Laporan Pendahuluan Emfisema(Fix)

merupakan suatu komplikasi dari pneumoni. Pasien dapat mengeluh menggigil,

demam tinggi, berkeringat, penurunan nafsu makan, malaise, dan batuk. Sesak

napas juga dapat dikeluhkan oleh pasien.

4.6 Pathway

48

Page 50: Laporan Pendahuluan Emfisema(Fix)

Secara umum, empiema bisa merupakan komplikasi

dari: Pneumonia, infeksi pada cedera di dada, pembedahan dada, pecahnya

kerongkongan, dan abses di perut.

Adapun komplikasi secara khusus yang dapat timbul dari empiema adalah

sebagai berikut:

a. Bula yang terbesar terbentuk karena bersatunya alveoli yang pecah sehingga

dapat memperburuk fungsi dari pernapasan.

b. Pneumotoraks yang disebabkan oleh karena pecahnya bula kadang-kadang

dapat berubah menjadi ventil pneumotoraks.

c. Kagagalan pernapasan dank or pulmonale merupakan komplikasi terakhir

dari empiema. Kematian justru terjadi setelah terjadinya kegagalan

pernapasan. Pada tipe pink puffer, walaupun pasien tampak sangat sesak akan

terapi O2 dan CO2 darah masih dalam batas normal.

d. Terjadinya penurunan berat badan yang hebat, terutama pada usia muda.

e. Infeksi pleura mengarah ke sepsis, perlu diadakan evaluasi pepsis secara

menyeluruh, misalnya foto dada.

f. Sepsis, yang mana pertama sekali dapat membentuk abses subfrenik

sebelum menyebar ke rongga pleura melalui aliran getah bening

4.8 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Radiologi

a. Foto thoraks PA dan lateral didapatkan gambaran opacity yang

menunjukan adanya cairan dengan atau tanpa kelaina paru. Bila terjadi

50

Page 51: Laporan Pendahuluan Emfisema(Fix)

fibrothoraks , trakhea di mediastinum tertarik ke sisi yang sakit dan juga

tampak adanya penebalan.

b. Cairan pleura bebas dapat terlihat sebagai gambaran tumpul di sudut

kostofrenikus pada posisi posteroanterior atau lateral.

c. Dijumpai gambaran yang homogen pada daerah posterolateral dengan

gambaran opak yang konveks pada bagian anterior yang disebut dengan

D-shaped shadow yang mungkin disebabkan oleh obliterasi sudut

kostofrenikus ipsilateral pada gambaran posteroanterior.

d. Organ-organ mediastinum terlihat terdorong ke sisi yang berlawanan

dengan efusi.

e. Air-fluid level dapat dijumpai jika disertai dengan pneumotoraks, fistula

bronkopleural.

2. Pemeriksaan pus

Aspirasi pleura akan menunjukan adanya pus  di dalam rongga  dada

(pleura). Pus dipakai sebagai bahan pemeriksaan sitologi , bakteriologi, jamur

dan amoeba. Untuk selanjutnya, dilakukan jkultur (pembiakan) terhadap

kepekaan antobiotik.

3. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)

a. Pemeriksaan dapat menunjukkan adanya septa atau sekat pada suatu

empiema yang terlokalisir.

b. Pemeriksaan ini juga dapat membantu untuk menentukan letak empiema

yang perlu dilakukan aspirasi atau pemasangan pipa drain.

4. Pemeriksaan CT Scan

a. Pemeriksaan CT scan dapat menunjukkan adanya suatu penebalan dari

pleura.

b. Kadang dijumpai limfadenopati inflamatori intratoraks pada CT scan

5. Sinar X

51

Page 52: Laporan Pendahuluan Emfisema(Fix)

Mengidentifikasi distribusi stuktural, menyatakan absesluas/infiltrate,

empiema (strafilokokus), infiltrat menyebar atau terlokalisasi (bakterial).

6. GDA /Nadi Oksimetri

Tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang terlibat dan

penyakit paru yang ada.

7. Tes Fungsi Paru

Dilakukan untuk menentukan penyebab dipsnea, untuk menentukan apakah

fungsi abnormal adalah obstruksi atau restriksi, untuk memperkirakan derajat

disfungsi.

8. Pemeriksaan Gram/Kultur Sputum Dan Darah

Dapat diambil dengan biopsy jarum, aspirasi transtrakeal, bronkoskopi

fiberoptik atau biopsy pembukaan paru untuk mengatasi organisme penyebab.

Lebih dari satu tipe organisme ada : bakteri yang umum meliputi diplokokus

pneumonia, strafilokokus aureus, A-hemolitik streptokokus, haemophilus

influenza : CMV. Catatan: kultur sputum dapat tak mengidentifikasi semua

organisme yang ada,kultur darah dapat menunjukkan bakterimia sementara.

9. EKG Latihan, Tes Stress

Membantu dalam mengkaji derajat disfungsi paru perencanaan/evaluasi

program latihan.

4.9 Penatalaksanaan

1. Pengosongan Nanah

Prinsip ini seperti umumnya yang dilakukan pada abses, untuk mencegah efek

toksisnya.

2. Closed drainage – toracostomy water sealed drainage dengan indikasi :

a. Nanah sangat kental dan sukar diaspirasi

b. Nanah terus terbentuk setelah dua minggu

c. Terjadinya piopneumotoraks

52

Page 53: Laporan Pendahuluan Emfisema(Fix)

d. Upaya WSD juga dapat dibantu dengan pengisapan negative sebesar 10-

20 cmH2O. Jika setelah 3-4 minggu tidak ada kemajuan, harus ditempuh

cara lain seperti pada empiema kronis.

3. Drainase terbuka (open drainage)

Karena menggunakan kateter karet yang besar, maka perlu disertai

juga dengan reseksi tulang iga. Open drainage ini dikerjakan pada empiema

kronis, hal ini bisa terjadi akibat pengobatan yang terlambat atau tidak

adekuat misalnya aspirasi yang terlambat atau tidak adekuat, drainase tidak

adekuat sehingga harus seing mengganti atau membersihkan drain.

4. Antibiotik

Mengingat kematian sebagai akibat utama dari sepsis, maka antibiotic

memegang peranan penting. Antibiotik harus segera diberikan begitu

diagnosis ditegakkan dan dosisnya harus tepat. Pemilihan antibiotik

didasarkan  pada hasil pengecatan gram dan apusan nanah. Pengobatan

selanjutnya tergantung pada hasil kultur dan sensitivitasnya. Antibiotik dapat

diberikan secara sistematik atau tropikal. Biasanya diberikan penisilin.

5. Penutupan Rongga Empiema

Pada empiema menahun sering kali rongga empiema tidak menutup

karena penebalan dan kekakuan pleura. Pada keadaan demikian dilkukan

pembedahan (dekortikasi) atau torakoplasti.

6. Dekortikasi, Tindakan ini termasuk operasi besar, dengan indikasi :

a. Drain tidak berjalan baik karena banyak kantung-kantung.

b. Letak empiema sukar dicapai oleh drain.

c. Empiema totalis yang mengalami organisasi pada pleura visceralis.

7. Torakoplast

Jika empiema tidak mau sembuh karena adanya fistel bronkopleura

atau tidak mungkin dilakukan dekortikasi. Pada pembedahan ini, segmen dari

tulang iga dipotong subperiosteal, dengan demikian dinding toraks jatuh ke

dalam rongga pleura karena tekanan atmosfer.

53

Page 54: Laporan Pendahuluan Emfisema(Fix)

8. Pengobatan Kausal

Misalnya subfrenik abses dengan drainase subdiafragmatika, terapi

spesifik pada amoeboiasis, dan sebagainya.

9. Pengobatan Tambahan

Perbaiki keadaan umum lalu fisioterapi untuk membebaskan jalan napas.

54

Page 55: Laporan Pendahuluan Emfisema(Fix)

BAB 5

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN EMPIEMA

5.1 Pengkajian

1. Identitas

a. Nama

b. Umur

c. Suku/ bangsa

d. Agama

e. Alamat

f. Pendidikan

g. Pekerjaan

2. Riwayat Kesehatan

a. Keluhan utama : nyeri pada dada pleuritik

b. Riwayat kesehatan sekarang : yaitu panas tinggi dan nyeri pada dada

pleuritik. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya tanda-tanda cairan

dalam rongga pleura. Bila stadium ini dibiarkan sampai beberapa minggu

maka akan timbul toksemia, anemia, dan clubbing finger.

c. Riwayat kesehatan masa lalu : pernah mengalami radang paru-paru

(pneumonia), ,meningitis (radang selaput otak) dan infeksi darah (sepsis).

d. Riwayat kesehatan keluarga : pernah terinfeksi bakteri Staphylococcus

atau Pneumococcus.

e. Riwayat lingkungan : rumah yang kumuh, kotor, dekat dengan sampah,

f. Riwayat psikososial : stres psikologik sehingga menurunkan imunitas

tubuh.

3. Dasar Data Pengkajian Pasien

a. Pernapasan

Gejala : Nafas pendek, batuk menetap dengan produksi sputum stiap hari,

dispnea

55

Page 56: Laporan Pendahuluan Emfisema(Fix)

Tanda : Takipnea, dispnea, batuk, pengembangan pernafasan tak simetri,

perkusi pekak, penurunan fremits, bunyi nafas menurun/tidak ada secara

bilateral atau unilateral.

b. Makanan / cairan

Gejala : mual, muntah, ketidakmampuan untuk makan karena distress

pernafasan, kehilangan nafsu makan.

Tanda : Turgor kulit buruk, kering, kehilangan tonus, berkeringat.

c. Eliminasi

BAB dan BAK teratur

d. Aktivitas

Gejala : Keletihan, kelelahan, dispnea pada saat istirahat atau respon

terhadap aktivitas atau latihan

Tanda : Keletihan, gelisah, kelemhan umum/ kehilangan massa otot,

takikardia, dispnea, nyeri

e. Istirahat dan Tidur

Gejala : Keletihan, kelelahan, dispnea pada saat istirahat atau respon

terhadap aktivitas atau latihan

Tanda : Keletihan, gelisah, pucat, lemah

f. Berpakaian

Gejala : Penurunan kemampuan atau peningkatan kebutuhan bantuan

melakukan aktivitas sehari-hari

Tanda: pakaian pasien tidak pernah diganti, keluarga tampak memakaikan

klien pakaian

g. Rasa Nyaman

Data       : nyeri, sesak.

Tanda     : gelisah, meringis.

h. Rasa Aman

Gejala : Riwayat reaksi alergi atau sensitif terhadap zat atau faktor-faktor

lingkungan adanya/ berulangnya infeksi.

i. Kebersihan Diri

56

Page 57: Laporan Pendahuluan Emfisema(Fix)

Gejala : Penurunan kemampuan atau peningkatan kebutuhan bantuan

melakukan aktivitas sehari-hari

Tanda : kebersihan buruk, bau badan.

j. Komuikasi dan Hubungan dengan orang lain

Gejala : Hubungan ketergantungan, kegagalan dukungan dari/terhadap

pasangan/ orang terdekat, penyakit lama atau ketidakmampuan membaik.

Tanda : ketidakmampuan untuk membuat/ mempertahankan suara karena

distress pernafasan, kelalaian hubungan dengan anggota keluarga lain.

k. Beribadah

Gejala: Klien lebih sering melakukan ibadah karena ingin sembuh dari

penyakitnya.

Tanda: wajah tampak lebih tenang

l. Bekerja

Gejala: Penurunan kemampuan atau peningkatan kebutuhan bantuan

melakukan aktivitas sehari-hari

Tanda : ketidakmampuan untuk membuat/ mempertahankan suara karena

distress pernafasan, tidak bisa melakukan aktivitas dengan normal

m. Rekreasi

Gejala: Penurunan kemampuan atau peningkatan kebutuhan bantuan

melakukan aktivitas sehari-hari.

Tanda : ketidakmampuan untuk membuat/ mempertahankan suara karena

distress pernafasan, tidak pernak berekreasi dan lebih memilih untuk

tinggal di rumah.

n. Belajar

Gejala : Penggunaan/penyalahgunaan obat pernapasan, kegagalan untuk

membaik

Tanda: kondisi semakin memburuk karena menggunakan erbagai obat

untuk menyembuhkan diri.

57

Page 58: Laporan Pendahuluan Emfisema(Fix)

4. Pemeriksaan fisik

a. Keadaan umum : demam, berkeringat, pucat, compos mentis, ketakutan,

gelisah, penurunan BB, dispnea, lemah.

b. Pemeriksaan TTV : RR : >24 x/mnt, Nadi : >100 x/mnt, TD : >120/70

mmHg dan Suhu : >36,5 oC.

c. Pemeriksaan Head To Toes

a) Pemeriksaan kepala dan leher : batuk produktif, pernafasan cuping

hidung.

b) Pemeriksaan dada : nyeri pleuritik, penggunaan otot bantu

pernafasan, perkusi dada ditemukan suara flatness, palpasi ditemukan

penurunan fremitus, auskultasi dada ditemukan penurunan suara

napas, funnel chest.

c) Pemeriksaan abdomen : peristaltic usus < 8 x/mnt

d) Pemeriksaan ekstremitas : clubbing finger

5. Pemeriksaan Penunjang

a. foto thorak

b. kultur darah

c. USG

d. Sampel sputum

e. Torakosenstesi

f. Pemeriksaan cairan Pleura

g. Hitung sel darah dan deferensiasi

h. Protein, LDH, glucose, dan pH

i. Kultur bakteri aerob dan an aerob, mikobakteri, fungi dan mikoplasma

5.2 Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d peningkatan produksi sputum,

obesitas.

2. Ketidakefektifan pola napas b.d dispnea, ansietas, posisi tubuh.

58

Page 59: Laporan Pendahuluan Emfisema(Fix)

3. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membrane kapiler-alveolar,

ketidakseimbangan perfusi-ventilasi.

4. Nyeri pleuritik b.d empiema

5. Hypertermi b.d infeksi saluran pernapasan.

6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, intoleransi

makanan, hilangnya nafsu makan, mual/ muntah.

7. Ansietas b.d nyeri pleuritik, dan ketidaktahuan.

8. Intoleransi aktivitas b.d perubahan respon pernapasan terhadap aktivitas.

5.3 Rencana Keperawatan

NO

MASALAH

KEPERAW

ATAN

TUJUAN INTERVENSI RASIONAL

1 Ketidakefektif

an bersihan

jalan napas

b.d

peningkatan

produksi

sputum,

obesitas.

Setelah diberikan

asuhan selama 3x24

jam diharapakan

pasien dapat:

4. Mengidentifikasi

atau

menunjukkan

perilaku

mencapai

bersihan jalan

napas.

5. Menunjukkan

jalan napas paten

dengan bunyi

napas bersih,

tidak ada

dispnea, sianosis.

1. Kaji frekuensi

atau

kedalaman

pernapasan

dan gerakan

dada.

2. Auskultasi

area paru,

catat area

penurunan

atau tidak ada

aliran udara

dan bunyi

napas

adventisius,

missal krekels

1. Takipnea pernapasan

dangkal dan gerakan

dada tidak simetris sering

terjadi karena

ketidaknyamana gerakan.

Gerakan dinding dada

dan cairan paru.

2. Penurunan aliran darah

terjadi pada area

konsolidasi dengan

cairan. Bunyi napas

bronchial (normal pada

bronkus) dapat terjadi

juga pada area

konsolidasi. Krekels,

ronkhi, dan mengi

terdengar pada inspirasi

59

Page 60: Laporan Pendahuluan Emfisema(Fix)

6. Mendemonstrasi

kan batuk efektif

mengi.

3. Penghisapan

sesuai dengan

indikasi.

4. Berikan cairan

sedikitnya

2.500 ml/hari,

tawarkan air

hangat.

5. Ajarakan

metode batuk

efektif dan

terkontrol

6. Pemeriksaan

sputum pasien

di laboratorim

dan atau ekspirasi pada

respon terhadap

pengumpulan cairan,

sekret kental, dan spasme

jalan napas/obstruksi.

3. Merangsang batuk atau

pembersihan jalan napas

secara mekanik pada

pasien yang tak mampu

melakukan karena batuk

tidak efektif atau

penurunan tingkat

kesadaran.

4. Cairan (khususnya yang

hangat) memobilisasi dan

mengeluarkan sekret.

5. Batuk tidak terkontrol

akan melelahkan klien.

6. Sputum yang di periksa

guna untuk mengetahui

adanya penyakit lain

60

Page 61: Laporan Pendahuluan Emfisema(Fix)

2 Ketidakefektif

an pola napas

b.d dispnea,

ansietas,

posisi tubuh.

Setelah diberikan

asuhan selama 3x24

jam diharapkan

pasien dapat :

3. Menunjukkan

pola pernapasan

efektif, dibuktikan

dengan status

pernapasan yang

tidak berbahaya :

ventilasi dan

status tanda vital

4. Menunjukkan

status pernapasan:

ventilasi tidak

terganggu,

ditandai dengan

indikator

gangguan sebagai

berikut :

f. Kedalaman

inspirasi dan

kemudahan

bernapas.

g. Ekspansi dada

simetris.

h. Tidak adanya

penggunaanot

ot bantu.

i. Bunyi napas

1. Kaji

frekuensi,

kedalaman

pernapasan.

2. Catat

penggunaan

otot aksesori,

napas bibir,

ketidakmamp

uan bicara.

3. Auskultasi

bunyi napas.

4. Catat area

penurunan

aliran udara

dan atau bunyi

tambahan

Palpasi

fremitus

5. Anjurkan

klien untuk

tidak

memikirkan

hal-hal yang

menyebabkan

1. Berguna dalam evaluasi

derajat distress

pernapasan dan atau

kronisnya proses

penyakit.

2. Bunyi napas mungkin

redup karena penurunan

aliran udara atau area

konsolidasi.

3. Adanya mengi

mengindikasikan spasme

bronkus/tertahannya

sekret.

4. Penurunan tekanan

vibrasi diduga ada

pengumpulan cairan

atau udara terjebak.

5. Salah satu faktor

penyebab hiperventilasi

adalah ansietas.

61

Page 62: Laporan Pendahuluan Emfisema(Fix)

tambahan

tidak ada.

j. Napas pendek

tidak ada

ansietas.

6. Pertimbangka

n penggunaan

kantung kertas

saat ekspirasi

latih individu

bernapas

perlahan dan

efektif.

7. Pemberian

oksigen.

8. Jaga posisi

agar tetap

semifowler

6. Meningkatkan

kemampuan kontrol

individu terhadap proses

ekspirasi.

7. Agar pernapasan dapat

berjalan dengan baik.

8. Posisi semifowler dapat

mempermudah pasien

dalam bernafas efektif

3 Gangguan

pertukaran

gas b.d

perubahan

membrane

kapiler-

alveolar,

ketidakseimba

ngan perfusi-

ventilasi.

Setelah diberikan

asuhan selama 3X24

jam diharapkan

pasien dapat:

5. Menyatakan nyeri

hilang/terkontrol.

6. Menunjukkan

rileks,

istirahat/tidur, dan

peningkatan

aktivitas dengan

tepat.

7. Mencapai fungsi

paru yang

maksimal.

1. Pantau

perubahan

tanda vital.

2. Jika tidak

dapat berjalan,

tetapkan suatu

aturan untuk

turun dari

tempat tidur,

duduk di kursi

beberapa hari

1. Perubahan frekuensi

jantung atau TD

menunjukkan bahwa

pasien mengalami nyeri,

khususnya bila alasan lain

untuk perubahan tanda

vital telah terlihat.

2. Meningkatkan

kemampuan ekspansi

paru. Jika klien dalam

posisi duduk, kemampuan

ekspansi paru akan

meningkat.

62

Page 63: Laporan Pendahuluan Emfisema(Fix)

8. Mengutarakan

pentingnya latihan

paru setiap hari

sekali.

3. Bantu

reposisi,

setiap jam jika

mungkin.

4. Dorong klien

untuk

melakukan

latihan napas

dalam dan

latihan batuk

terkontrol 5

kali setiap jam

3. Membantu drainase

postural, mencega depresi

jaringan paru atau dada

untuk pernapasan.

4. Meningkatkan ekspansi

paru dan asupan oksigen

kedalam paru dan sistem

peredaran darah.

4 Nyeri

pleuritik b.d

empiema

Setelah diberikan

asuhan keperawatan

selama 3x24 jam

diharapkan pasien

dapat:

1. Menunjukkan

nyeri: efek

merusak,

dibuktikan dengan

indikator berikut :

a. Penurunan

penampilan

peran/

hubungan

interpersona

b. Gangguan

kerja,

1. Kaji

Karakteristik

nyeri, misal

tajam,

konstan,

ditusuk.

2. Selidiki

perubahan

karakter/

lokasi/

intensitas

nyeri.

3. Pantau :Suhu

setiap 4 jam,

Hasil

pemeriksaan

1. Nyeri dada, biasanya dada

dalam beberapa derajat

pada pneumonia seperti

pericarditis dan

endokarditis.

2. Untuk mengidentifikasi

kemajuan-kemajuan atau

penyimpangan dari

sasaran yg diharapkan.

3. Tindakan tersebut akan

meningkatkan relaksasi.

63

Page 64: Laporan Pendahuluan Emfisema(Fix)

kepuasaan

hidup/

kemampuan

untuk

mengendalika

n diri.

c. Penurunan

konsentrasi

d. Terganggunya

tidur.

e. Penurunan

nafsu makan.

SDP, Hasil

kultur sputum.

4. Berikan

tindakan

untuk

memberikan

rasa nyaman.

5. Berikan

analgetik

sesuai dengan

anjuran untuk

mengatasi

nyeri pleuritik

jika perlu dan

evaluasi

keefektifanny

a.

6. Konsul pada

dokter jika

nyeri dan

demam tetap

ada atau

mungkin

memburuk.

7. Berikan

antibiotik

sesuai dengan

4. Analgesik membantu

mengontrol nyeri dengan

memblok jalan rangsang

nyeri. Nyeri pleuritik yg

berat sering kali

memerlukan analgetik

narkotik untuk mengontrol

nyeri lebih efektif.

5. Hal tersebut merupakan

tanda berkembagnya

komplikasi.

6. Antibiotik diperlukan

untuk mengatasi infeksi,

efek maksimum dapat

dicapai jika kadar obat

dalam darah konsisten dan

dapat dipertahankan.

7. Interaksi satu obat dengan

yang lain dapat

64

Page 65: Laporan Pendahuluan Emfisema(Fix)

anjuran dan

evaluasi

keefektifanny

a

mengurangi keefektifan

pengobatan

5 Hypertermi

b.d infeksi

saluran

pernapasan.

Setelah diberikan

asuhan keperawatan

selama 3x24 jam

diharapkan pasien

dapat:

4. Pasien akan

termoregulasi,

dibuktikan dengan

suhu kulit dalam

rentang normal.

5. Nadi dan

pernapasan dalam

rentang yang

diharapkan.

6. Perubahan warna

kulit tidak ada.

1. Pantau suhu

minimal 2 jam

sekali.

2. Pantau :

tekanan darah,

nadi,

pernapasan,

aktifitas

kejang, warna

kulit.

3. Berikan obat

antipiretik

sesuai dengan

anjuran dan

evaluasi

keefektifanny

a.

4. Lakukan

tindakan-

tindakan

untuk

mengurangi

demam

seperti,

1. Untuk mengidentifikasi

kemajuan-kemajuan atau

penyimpangan dari

sasaran yg diharapkan.

2. Perubahan frekuensi

jantung atau TD

menunjukkan bahwa

pasien mengalami nyeri,

khususnya bila alasan lain

untuk perubahan tanda

vital telah terlihat.

3. Hal tersebut merupakan

tanda berkembangnya

komplikasi.

4. Penggunaan matras dingin

memungkinkan terjadinya

pelepasan panas secara

konduksi dan evaporasi

(penguapan).

65

Page 66: Laporan Pendahuluan Emfisema(Fix)

gunakan

matras dingin.

6 Perubahan

nutrisi kurang

dari

kebutuhan

tubuh b.d

anoreksia,

intoleransi

makanan,

hilangnya

nafsu makan,

mual/ muntah.

Setelah diberikan

asuhan keperawatan

selama 3x24 jam

maka pasien

diharapkan:

3. Menunjukkan

peningkatan berat

badan menuju

tujuan yang tepat.

4. Menunjukkan

perilaku/perubaha

n pola hidup

untuk

meningkatkan dan

atau

mempertahankan

berat yang tepat.

1. Pantau :

persentase

jumlah

makanan yg

dikonsumsi

setiap kali

makan,

timbang BB

setiap hari,

Hasil

pemeriksaan

: protein

total,

albumin dan

osmalalitas.

2. Berikan

perawatan

mulut tiap 4

jam jika

sputum

tercium bau

busuk.

Pertahankan

kesegaran

ruangan

3. Berikan

makanan

dengan porsi

1. Untuk mengidentifikasi

kemajuan-kemajuan atau

penyimpangan dari

sasaran yg diharapkan.

2. Bau yg tidak

menyenangkan dapat

mempengaruhi nafsu

makan.

3. Makanan porsi sedikit tapi

sering memerlukan lebih

66

Page 67: Laporan Pendahuluan Emfisema(Fix)

sedikit tapi

sering yg

mudah

dikunyah jika

ada sesak

napas berat.

4. Rujuk kepada

ahli gizi

untuk

membantu

memilih

makanan yg

dapat

memenuhi

kebutuhan

nutrisi

selama sakit

panas.

sedikit energi.

4. Ahli gizi ialah spesialisasi

dlm hal nutrisi yg dpt

membantu pasien memilih

makanan yg memenuhi

kebutuhan kalori dan

kebutuhan nutrisi sesuai

dgn keadaan sakitnya,

usia, TB & BB.

Kebanyakan pasien lebih

suka mengkonsumsi

makanan yg merupakan

pilihan sendiri.

7 Ansietas b.d

nyeri

pleuritik, dan

ketidaktahuan

.

Setelah diberikan

asuhan keperawatan

selama 3x24 jam

pasien diharapkan

dapat :

1. Mengungkapkan

perasaan ansietas.

2. Memperagakan

teknik bernapas

1. Jelaskan

tujuan tarapi

pada klien.

2. Ajarkan

tindakan

untuk

membentu

mengontrol

1. Mengorientasikan

program trapi, membantu

menyadarkan klien untuk

memperoleh kontrol.

2. Pengontrolan dipsnea

melalui diet seimbang,

istirahat cukup dan

aktifitas yang dapat

67

Page 68: Laporan Pendahuluan Emfisema(Fix)

untuk mengurangi

dipsnea.

dispnea.

3. Ajarkan klien

melakukan

latihan napas.

4. Ajarkan dan

evaluasi

teknik

drainase

postural.

5. Jelaskan

bahayanya

infeksi dan

cara

menurunkan

resiko.

6. Ajurkan klien

untuk

melaporkan

gejala penting

dengan

segera.

7. Ajarkan atau

opserfasi

penggunaan

nebulizer atau

inhaler dosis

terukur

ditolerans.

3. Latihan napas dengan

spirometri insentif, latihan

efek paru atau latihan

posterior paru atau latihan

area iga lateral bawah.

4. Memfasilitasi pengeluaran

sekret.

5. Mencegah infeksi, baik

skunder maupun primer

yang mungkin diakibatkan

oleh gangguan napas.

6. Mencegah komplikasi

yang tidak terpantau atau

gejala yang dianggap

normal oleh klien.

7. Mencegah penggunaan

inhaler melebihi dosis

68

Page 69: Laporan Pendahuluan Emfisema(Fix)

8 Intoleransi

aktivitas b.d

perubahan

respon

pernapasan

terhadap

aktivitas.

Setelah diberikan

asuhan keperawatan

selama 3x24 jam

pasien diharapkan:

1. Memperagakan

metode batuk,

bernapas, dan

penghematan

energi yang

efektif.

2. Mengidentifikasi

tingkat aktifitas

yang dapat di

capai atau di

pertahankan

secara realistis.

1. Jelaskan

aktifitas dan

faktor yang

dapat

meningkatkan

kebutuhan

oksigen.

2. Ajarkan

program

hemat energi .

3. Buat jadwal

aktifitas

harian,

tingkatkan

secara

bertahap.

4. Ajarkan

teknik nafas

efektif.

5. Pertahankan

terapi oksigen

tambahan.

6. Kaji respon

abnormal

setelah

aktifitas.

7. Beri waktu

1. Merokok, suhu ekstrim

dan stres dan

menyebabkan

fasikonstriksi pembuluh

darah dan meningkatkan

beban jantung.

2. Mencegah penggunanan

energi yang berlebihan.

3. Mempertahankan

pernapasan lambat dengan

tetap memperhatikan

latihan fisik yang

memungkinkan

peningkatan otot batu

pernapasan.

4. Meningkatkan oksigenasi

tanpa mengorbankan

banyak energi.

5. Mempertahankan,

memperbaiki, dan

meningkatkan konsentrasi

oksigen darah.

6. Respon abnormal meliputi

nadi, tekanan darah dan

pernapasan yang

meningkat.

69

Page 70: Laporan Pendahuluan Emfisema(Fix)

istirahat yang

cukup

7. Meningkatkan daya tahan

klien, mencegah kelelahan

5.4 Implementasi Keperawatan

Implementsi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam

rencana keperawatan. Tindakan keperawatan mencakup tindakan independent

(mandiri), dan kolaboorasi.

3. Tindakan mandiri adalah aktifitas keperawatan yang didasarkan pada

kesimpulan atau keputusan sendiri dan bukan merupakan petunjuk atau

perintah dari petugas kesehatan lain.

4. Tindakan kolaborasi adalah tindakan yang didasarkan hasil keputusan

bersama seperti dokter dan petugas lain.

Implementasi juga merupakan pelaksanaan perencanaan keperawatan

oleh perawat. Seperti tahap-tahap yang lain dalam proses keperawatan, fase

pelaksanaan terdiri dari beberapa kegiatan antara lain :

e. Validasi (pengesahan) rencana keperawatan

f. Menulis/mendokumentasikan rencana keperawatan

g. Memberikan asuhan keperawatan

h. Melanjutkan pengumpulan data

5.5 Kriteria Evaluasi Keperawatan

Merupakan proses penilaian pencapaian tujuan dari tidakan yang telah

dilakukan baik secara kualitatif maupun kuantitatif serta pengkajian ulang

terhadap rencana keperawatan. Dalam evaluasi mengungkapkan empat

keyakinan yaitu :

1. Masalah teratasi

Masalah teratasi jika klien mampu menunjukan prilaku sesuai dengan

pernyataan tujuan pada waktu atau tanggal yang telah di tentukan.

2. Masalah teratasi sebagian

70

Page 71: Laporan Pendahuluan Emfisema(Fix)

Masalah teratasi sebagian jika klien telah mampu menunjukan prilaku.

Tetapi tidak seluruhnya sesuai dengan pernyataan tujuan yang telah di

tentukan.

3. Masalah belum teratasi

Masalah tidak teratasi jika klien tidak mampu atau tidak mau sama

sekali menunjukan perilaku yang telah di tentukan.

4. Muncul masalah baru

Masalah baru muncul jika di temukan adanya penyakit yang baru.

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk malengkapi proses keperawatan

yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan .Rencana tindakan dan

pelaksanaan sudah berhasil dicapai melalui evaluasi memungkinkan perawat

untuk memonitor keaqlapaan yang terjadi selama tahap pengkajian.Analisa

perencanaan dan pelaksanaan tindakan (Ignatifikeus dan Buyne. 1994).

Tolak ukur yang di gunakan untuk penilaian pencapaian tujuan pada

tahap dan tahap kriteria yang sudah di buat pada tahap perencanaan sehingga

akhirnya dapat di simpulkan apakah masalah teratasi sebagian/seluruhnya,

belum sama sekali atau bahkan timbul masalah baru.

Selanjutnya perkembangan respon pasien di tuangkan perkembangan

ke dalam catatan perkembangan pasien yang di uraikan secara SOAP :

S : Keluhan-keluhan pasien (apa yang di katakan pasien/keluarga)

O: Apa yang di lihat ,di ukur dan di rasakan oleh perawat

A: Kesimpulan perawat tentang kondisi pasien

P: Rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah pasien

1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d peningkatan produksi sputum,

obesitas.

a. Mengidentifikasi/menunjukkan perilaku mencapai bersihan jalan

napas.

71

Page 72: Laporan Pendahuluan Emfisema(Fix)

b. Menunjukkan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih, tidak ada

dispnea, sianosis.

c. Mendemonstrasikan batuk efektif

2. Ketidakefektifan pola napas b.d dispnea, ansietas, posisi tubuh.

a. Menunjukkan pola pernapasan efektif, dibuktikan dengan status

pernapasan yang tidak berbahaya : ventilasi dan status tanda vital

b. Menunjukkan status pernapasan : ventilasi tidak terganggu, ditandai

dengan indikator gangguan sebagai berikut :

a) Kedalaman inspirasi dan kemudahan bernapas.

b) Ekspansi dada simetris.

c) Tidak adanya penggunaan otot bantu.

d) Bunyi napas tambahan tidak ada.

e) Napas pendek tidak ada

3. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membrane kapiler-alveolar,

ketidakseimbangan perfusi-ventilasi.

a. Menyatakan nyeri hilang/terkontrol

b. Menunjukkan rileks, istirahat/tidur, daan peningkatan aktivitas dengan

tepat.

c. Mencapai fungsi paru yang maksimal.

d. Menutarakan pentingnya latihan paru setiap hari

4. Nyeri pleuritik b.d empiema

a. Menunjukkan nyeri : efek merusak, dibuktikan dengan indikator

berikut :

b) Penurunan penampilan peran / hubungan interpersonal.

c) Gangguan kerja, kepuasaan hidup / kemampuan untuk

mengendalikan diri.

d) Penurunan konsentrasi.

e) Terganggunya tidur.

f) Penurunan nafsu makan.

5. Hypertermi b.d infeksi saluran pernapasan

72

Page 73: Laporan Pendahuluan Emfisema(Fix)

a. Pasien akan termoregulasi, dibuktikan dengan suhu kulit dalam

rentang normal.

b. Nadi dan pernapasan dalam rentang yang diharapkan.

c. Perubahan warna kulit tidak ada.

6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, intoleransi

makanan, hilangnya nafsu makan, mual/ muntah

a. Menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat

b. Menunjukkan perilaku/perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan

atau mempertahankan berat yang tepat.

7. Ansietas b.d nyeri pleuritik, dan ketidaktahuan

a. Menungkapkan perasaan ansietas

b. Memperagakan teknik bernapas untuk mengurangi dipsnea

8. Intoleransi aktivitas b.d perubahan respon pernapasan terhadap aktivitas

a. Memeragakan metode batuk, bernapas, dan penghematan energi yang

efektif.

b. Mengidentifikasi tingkat aktifitas yang dapat di capai atau di

pertahankan secara realistis.

73

Page 74: Laporan Pendahuluan Emfisema(Fix)

BAB 6

PENUTUP

6.1 Simpulan

Empisema adalah suatu perubahan anatomis paru yang ditandai

dengan melebarnya secara abnormal saluran udara bagian distal bronkus

terminal, yang disertai kerusakan dinding alveolus atau perubahan anatomis

parenkim paru yang ditandai pelebaran dinding alveolus, duktus alveolaris

dan destruksi dinding alveolar (The American Thorack society 1962)1.

Emfisema dibagi menurut pola asinus yang terserang. Ada dua bentuk pola

morfologik dari emfisema yaitu: v CLE (Emfisema Sentrilobular) v PLE

(Emfisema Panlobular) Tanda klasik dari emfisema adalah dada seperti tong

( barrel chested) dan ditandai dengan sesak napas disertai ekspirasi

memanjang karena terjadi pelebaran rongga alveoli lebih banyak dan

kapasitas difus gas rendah3. Akibat invasi basil piogeneik ke pleura, maka

akan timbulah peradangan akut yang diikuti dengan pembentukan eksudat

serous. Dengan sel polimorphonucleus (PMN) baik yang hidup maupun yang

mati dan meningkatnya kadar protein, maka cairan menjadi keruh dan kental.

Adanya endapan – endapan fibrin akan membentuk kantung – kantung yang

melokalisasi nanah tersebut.

74

Page 75: Laporan Pendahuluan Emfisema(Fix)

Empiema adalah adanya eksudat purulent dalam cavum pelura. Pus

dalam rongga pleura yang disebabkan oleh infeksi seperti pneumonia atau

abses paru-paru terjadi setelah operasi atau akibat luka tusuk dada6. Efusi

parapnemonia merupakan sebab umum empiema. Pneumonia mencetuskan

respon inflamasi. Inflamasi yang terjadi dekat dengan pleura dapat

meningkatkan permeabilitas sel mesotelial, yang merupakan lapisan sel terluar

dari pleura. Sel mesotelial yang terkena meningkat permeabilitasnya terhadap

albumin dan protein lainnya. Hal ini mengapa suatu efusi pleura karena

infeksi kaya akan protein.

6.2 Saran

Selelah kita mempelajari apa yang telah dibahas, maka kita perlu menerapkan

dalam profesi kita. Kiranya makalah ini dapat berguna dan memberi wawasan

tentang patologi sistem pernapasan khusunya penyakit emfisema dan

empiema.

75

Page 76: Laporan Pendahuluan Emfisema(Fix)

DAFTAR PUSTAKA

Ciyu. 2012. Laporan pendahuluan empiema. Available at:http://

ciyuinspirasiku.blogspot.com/2013/02/laporan-pendahuluan empiema.html.

diakses tanggal 11 Desember 2014

Sely. 2009. Keperawatan Empiema. Available at: http://sely   biru.blogspot.com/

2009/01/asuhan keperawatan-empiema.html . diakses tanggal 11 Desember

2014

Smeltzer, Suzanne. C, Bare, Brenda. G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal

Jakarta: EGC

Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 1 dan 2. Jakarta:

FK. UI Media AES Culapius

Morton, Gallo, Hudak, 2012. Keperawatan Kritis Volume 1 dan 2 Edisi 8. EGC ,

Jakarta.

Price, Sylvia A. Dkk. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit

Edisi 6 Volume 1. Jakarta: EGC

Smeltzer, Suzanna C. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner dan

Suddarth Edisi 8 Volume 2. Jakarta: EGC

T. Heather Herdman. Ph D, RN. Nanda Internasional Diagnosis Keperawatan

Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC

76

Page 77: Laporan Pendahuluan Emfisema(Fix)

Brunner & Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Jilid 1. Jakarta : EGC

Hudack & gallo. 2007. Keperawatan Kritis Edisi VI Vol I. Jakarta: EGC.

NANDA Internasional. 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Nanda NIC-NOC. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis

Edisi Revisi Jilid 1. Jakarta : EGC

Smeltzer, C . Suzanne,dkk. 2002. Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol

1. Jakarta: EGC

Carpenito, L.J. 2001. Handbook of Nursing Diagnosis (Buku terjemahan), Ed.8.

Jakarta: EGC

Suyono, S. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi 3. Jakarta: FKUI

Brunner & Suddart. 2006. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

77