Kel 8 Emfisema Paru

52
KEPERAWATAN KLINIK IIB MAKALAH oleh : Kelompok 8

description

makalah

Transcript of Kel 8 Emfisema Paru

Page 1: Kel 8 Emfisema Paru

KEPERAWATAN KLINIK IIB

MAKALAH

oleh :

Kelompok 8

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2014

Page 2: Kel 8 Emfisema Paru

i

ASUHAN KEPEAWATAN TERHADAP PASIEN EMFIISEMA PARU

MAKALAH

diajukan guna melengkapi tugas kelompok mata kuliah Keperawatan Klinik IIB

dengan dosen Iis Rahmawati S.Kp., M.Kes

oleh :

Kelompok 8

Ria Agustina NIM 132310101016

Indra Kurniawan NIM 132310101021

Windi Noviani NIM 132310101036

Siti Aisyah Dwi Asri NIM 132310101050

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2014

Page 3: Kel 8 Emfisema Paru

ii

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah Swt. atas segala rahmat dan karunia-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan

Keperawatan terhadap Pasien Emfisema Paru” tepat pada waktunya. Makalah ini

disusun untuk melengkapi serta memenuhi tugas kelompok mata kuliah

Keperawatan Klinik IIB yang telah diberikan oleh dosen pengajar.

Penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan

hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa

teratasi. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah

ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha

Esa.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik

dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca

sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita

sekalian.

Jember, Oktober 2014

Penulis

Page 4: Kel 8 Emfisema Paru

iii

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL

HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i

PRAKATA ............................................................................................................ ii

DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii

BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 2

1.3 Tujuan .................................................................................................. 2

1.4 Manfaat ................................................................................................ 2

BAB 2. TINJAUAN TEORI ................................................................................ 3

2.1 Pengertian............................................................................................. 3

2.2 Epidemiologi......................................................................................... 4

2.3 Etiologi.................................................................................................. 4

2.4 Tanda dan Gejala…………………………………………………….. .5

2.5 Patofisiologi.......................................................................................... 7

2.6 Komplikasi dan Prognosis.................................................................... 8

2.7 Pengobatan………………………………………………………….....8

2.8 Pencegeahan……………………………………………………….....10

2.9 Pemeriksaan Penunjang……………………………………………... 10

BAB 3. PATHWAY ........................................................................................... 12

BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN............................................................... 14

BAB 5. PENUTUP ............................................................................................. 29

5.1 Kesimpulan ........................................................................................ 29

5.2 Saran .................................................................................................. 29

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 30

Page 5: Kel 8 Emfisema Paru

1

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada era globalisasi ini, banyak sekali masalah kesehatan yang terjadi.

Masalah yang sering muncul diperkotaan adalah gangguan fungsi pernapasan.

Gangguan ini terjadi karena semakin banyaknya jumlah polusi yang ada di daerah

perkotaan. Namun, gangguan fungsi pernapasan yang sering terjadi tidak hanya di

dapatkan di daerah perkotaan saja, di daerah pedesaanpun juga terjadi. Semua

orang dapat mengalami gangguan pernapasan, baik dalam kalangan bawah

maupun kalangan atas. Salah satu masalah pernapasaan yang sering terjadi yaitu

emfisema paru. Emfisema merupakan suatu Penyakit Paru Obstruksi Kronik

(PPOK) akibat  berkurangnya  elastisitas  paru  dan  luas  permukaan  alveolus. 

Kerusakan  dapat  terbatas  hanya  dibagian  sentral  lobus,   dimana  dalam  hal

ini  yang paling  terpengaruh  adalah  integritas  dinding  bronkhiolus,  atau  dapat 

mengenai  bagian  paru  secara  keseluruhan,  yang dapat  menyebabkan 

kerusakan  bronkus  dan alveolus.

Angka kesakitan penderita PPOK laki-laki mencapai 4%, angka kematian

mencapai 6% dan angka kesakitan wanita 2% angka kematian 4%, umur di atas

45 tahun. Polusi merupakan penyebab utama terjadinya emfisema. Penderita

emfisema mengalami kemajuan seiring dengan kemajuan teknologi. Tidak hanya

kemajuan teknologi yang dapat menyebabkan terjadinya emfisema, gaya hidup

juga dapat menyebabkan terjadinya emfisema seperti merokok. Asap rokok dapat

mengganggu fungsi dari silia. Selain itu faktor genetik dan infeksi juga berperan

sebagai pendukung terjadinya emfisema.

Dari penjelasan di atas, kami akan membahas lebih lanjut mengenai

emfisema paru yang merupakan salah satu bagian dari PPOK khususnya

mengenai asuhan keperawatan pada pasien emfisema paru. Sehingga diharapkan

perawat mampu memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada klien

emfisema.

Page 6: Kel 8 Emfisema Paru

2

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa yang dimaksud emfisema paru?

1.2.2 Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien emfisema paru?

1.3 Tujuan

1.3.1 Untuk mengetahui emfisema paru

1.3.2 Untuk mengetahui pemberian asuhan keperawatan pada pasien

emfisema paru

1.4 Manfaat

1.4.1 Bagi Pembaca

Pembaca dapat menambah pengetahuan dan wawasan mengenai

emfisema paru dan asuhan keperawatannya

1.4.2 Bagi Mahasiswa

Mahasiswa dapat lebih memahami mengenai asuhan keperawatan pada

pasien emfisema paru

1.4.3 Bagi Perawat

Dapat digunakan sebagai bahan observasi untuk meningkatkan

pelayanan kesehatan dan menambah keterampilan dalam pemberian

layanan asuhan keperawatan enfisema paru

1.4.4 Manfaat Bagi Institusi

Dapat digunakan sebagai bahan referensi dan bahan bacaan dalam

perpustakaan

Page 7: Kel 8 Emfisema Paru

3

BAB 2. TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian

Emphysema (emfisema) adalah penyakit paru kronis yang dicirikan oleh

kerusakan pada jaringan paru, sehingga paru kehilangan keelastisannya. Gejala

utamanya adalah penyempitan (obstruksi) saluran napas, karena kantung udara di

paru menggelembung secara berlebihan dan mengalami kerusakan yang luas.

Definisi emfisema menurut Kus Irianto, Robbins, Corwin, dan The

American Thorack society:

1. Emfisema merupakan keadaan dimana alveoli menjadi kaku mengembang

dan terus menerus terisi udara walaupun setelah ekspirasi.(Kus Irianto)

2. Emfisema merupakan morfologik didefisiensi sebagai pembesaran

abnormal ruang-ruang udara distal dari bronkiolus terminal dengan

desruksi dindingnya.(Robbins)

3. Emfisema adalah penyakit obtruktif kronik akibat kurangnya elastisitas

paru dan luas permukaan alveoli.(Corwin)

4. Suatu perubahan anatomis paru yang ditandai dengan melebarnya secara

abnormal saluran udara bagian distal bronkus terminal, yang disertai

kerusakan dinding alveolus. (The American Thorack society)

Emfisema merupakan gangguan pengembangan paru-paru yang ditandai

oleh pelebaran ruang udara di dalam paru-paru disertai destruksi jaringan. Sesuai

dengan definisi tersebut, maka dapat dikatakan bahwa, jika ditemukan kelainan

berupa pelebaran ruang udara (alveolus) tanpa disertai adanya destruksi jaringan,

maka itu “bukan termasuk emfisema”. Namun, keadaan tersebut hanya sebagai

‘overinflation’.

Emfisema adalah jenis penyakit paru obstruktif kronik yang melibatkan

kerusakan pada kantung udara (alveoli) di paru-paru. Akibatnya, tubuh tidak

mendapatkan oksigen yang diperlukan. Emfisema membuat penderita sulit

bernafas. Penderita mengalami batuk kronis dan sesak napas. Penyebab paling

umum adalah merokok.

Page 8: Kel 8 Emfisema Paru

4

Emfisema paru dibagi menjadi tiga tipe, yaitu :

a. Emfisema sentriolobular

Merupakan tipe yang sering muncul dan memperlihatkan kerusakn

bronkhiolus, biasanya pada daerah paru-paru atas. Inflamasi

merambah sampah bronkhiolus tetapi biasanya kantung alveolus tetap

bersisa.

b. Emfisema panlobular (Panacinar)

Merupakan tipe yang merusak ruan udara pada seluruh asinus dan

umumnya juga merusak paru-paru bagian bawah. Tipe ini sering

disebut centriacinar emfisema, sering kali timbul pada perokok.

Panacinar timbul pada orang tua dan pasien dengan defisiensi enzim

alpha-antitripsin.

c. Emfisema paraseptal

Merupakan tipe yang merusak alveoli lobus bagian bawah yang

mengakibatkan isolasi blebs (udara dalam alveoli) sepanjang perifer

paru-paru. Paraseptal emfisema dipercaya sebagai sebab dari

pneumotorak spontan.

2.2 Epidemiologi

Di Amerika Serikat kurang lebih 2 juta orang menderita emfisema.

Emfisema menduduki peringkat ke-9 diantara penyakit kronis yang dapat

menimbulkan gangguan aktifitas. Kejadian emfisema hamper terjadi pada 65 %

laki-laki dan 15 % wanita. Nawas dkk melakukan penelitian di poliklinik paru RS

Persahabatan Jakarta dan mendapatkan prevalensi PPOK sebanyak 26 %, kedua

terbanyak setelah tuberkulosis paru (65 %), namun di Indonesia belum ada data

mengenai emfisema paru.

2.3 Etiologi

Emfisema disebabkan karena hilangnya elastisitas alveolus. Alveolus

adalah gelembung-gelembung yang terdapat dalam paru-paru. Pada penderita

emfisema, volume paru-paru lebih besar dibandingkan dengan orang yang sehat

Page 9: Kel 8 Emfisema Paru

5

karena karbondioksida yang seharusnya dikeluarkan dari paru-paru terperangkap

didalamnya. Asap rokok dan kekurangan enzim alfa-1-antitripsin adalah penyebab

kehilangan elastisitas pada paru-paru ini. Selain itu emfisema juga disebabkan

oleh:

a. Faktor Genetik

Faktor genetik mempunyai peran pada penyakit emfisema. Faktor genetik

diataranya adalah atopi yang ditandai dengan adanya eosinifilia atau

peningkatan kadar imonoglobulin E (IgE) serum, adanya hiper responsive

bronkus, riwayat penyakit obstruksi paru pada keluarga, dan defisiensi

protein alfa – 1 anti tripsin.

b. Hipotesis Elastase-Anti Elastase

Di dalam paru terdapat keseimbangan antara enzim proteolitik elastase dan

anti elastase supaya tidak terjadi kerusakan jaringan.Perubahan

keseimbangan menimbulkan jaringan elastik paru rusak. Arsitektur paru

akan berubah dan timbul emfisema.

c. Rokok

Rokok adalah penyebab utama timbulnya emfisema paru. Rokok secara

patologis dapat menyebabkan gangguan pergerakan silia pada jalan nafas,

menghambat fungsi makrofag alveolar, menyebabkan hipertrofi dan

hiperplasia kelenjar mukus bronkus dan metaplasia epitel skuamus saluran

pernapasan.

d. Infeksi

Infeksi saluran nafas akan menyebabkan kerusakan paru lebih hebat

sehingga gejalanya lebih berat. Penyakit infeksi saluran nafas seperti

pneumonia, bronkiolitis akut dan asma bronkiale, dapat mengarah pada

obstruksi jalan nafas, yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya

emfisema. Infeksi pernapasan bagian atas pasien bronkitis kronik selalu

menyebabkan infeksi paru bagian dalam, serta menyebabkan kerusakan

paru bertambah. Bakteri yang di isolasi paling banyak adalah haemophilus

influenzae dan streptococcus pneumoniae.

Page 10: Kel 8 Emfisema Paru

6

e. Polusi

Polutan industri dan udara juga dapat menyebabkan emfisema. Insiden dan

angka kematian emfisema bisa dikatakan selalu lebih tinggi di daerah yang

padat industrialisasi, polusi udara seperti halnya asap tembakau, dapat

menyebabkan gangguan pada silia menghambat fungsi makrofag alveolar.

Sebagai faktor penyebab penyakit, polusi tidak begitu besar pengaruhnya

tetapi bila ditambah merokok resiko akan lebih tinggi.

f. Faktor Sosial Ekonomi

Emfisema lebih banyak didapat pada golongan sosial ekonomi rendah,

mungkin kerena perbedaan pola merokok, selain itu mungkin disebabkan

faktor lingkungan dan ekonomi yang lebih jelek.

g. Pengaruh usia

2.4 Tanda dan Gejala

Adapun gejala dari penyakit emfisema paru-paru diantaranya adalah:

1) Pada awal gejalanya serupa dengan bronkhitis kronis

2) Napas terengah-engah disertai dengan suara seperti peluit

3) Dada berbentuk seperti tong, otot leher tampak menonjol, penderita

sampai membungkuk

4) Sianosis/bibir tampak kebiruan

5) Berat badan menurun akibat nafsu makan menurun

6) Batuk menahun

7) Dispnea

8) Takipnea

9) Inspeksi : barrel chest, penggunaan otot bantu pernapasan

10) Perkusi : hiperresonan, penurunan fremitus pada seluruh bidang paru

11) Auskultasi bunyi napas : crachles, ronchi, perpanjangan ekspirasi

12) Hipoksemia

13) Hiperkapnia

14) Anoreksia

15) Kelemahan

Page 11: Kel 8 Emfisema Paru

7

2.5 Patofisiologi

Pada emfisema beberapa faktor penyebab obstruksi jalan napas yaitu :

inflamasi dan pembengkakan bronki; produksi lendir yang berlebihan;

kehilangan rekoil elastik jalan napas; dan kolaps bronkiolus serta redistribusi

udara ke alveoli yang berfungsi. Karena dinding alveoli mengalami kerusakan,

area permukaan alveolar yang kontak langsung dengan kapiler paru secara

kontinu berkurang, menyebabkan peningkatan ruang rugi (area paru dimana

tidak ada pertukaran gas yang dapat terjadi) dan mengakibatkan kerusakan

difusi oksigen. Kerusakan difusi oksigen mengakibatkan hipoksemia. Pada

tahap akhir penyakit, eliminasi karbondioksida mengalami kerusakan,

mengakibatkan peningkatan tekanan karbondioksida dalam darah arteri

(hiperkapnia) dan menyebabkan asidosis respiratorius. Karena dinding

alveolar terus mengalami kerusakan, jaring kapiler pulmonal berkurang.

Aliran darah pulmonal meningkat dan ventrikel kanan dipaksa untuk

mempertahankan tekanan darah yang tinggi dalam arteri pulmonal. Dengan

demikian, gagal jantung sebelah kanan (kor pulmonal) adalah salah satu

komplikasai emfisema. Terdapatnya kongesti, edema tungkai, distensi vena

leher atau nyeri pada region hepar menandakan terjadinya gagal jantung.

Sekresi meningkat dan tertahan menyebabkan individu tidak mampu untuk

membangkitkan batuk yang kuat untuk mengeluarkan sekresi. Infeksi akut dan

kronis dengan demikian menetap dalam paru yang mengalami emfisema

memperberat masalah. Individu dengan emfisema mengalami obstruksi kronik

ke aliran masuk dan aliran keluar udara dari paru. Paru-paru dalam keadaan

heperekspansi kronik. Untuk mengalirkan udara kedalam dan keluar paru-

paru, dibutuhkan tekanan negatif selama inspirasi dan tekanan positif dalam

tingkat yang adekuat harus dicapai dan dipertahankan selama ekspirasi.

Daripada menjalani aksi pasif involunter, ekspirasi menjadi aktif dan

membutuhkan upaya otot. Sesak napas pasien terus meningkat, dada menjadi

kaku,dan iga terfiksaksi pada persendiannya. Dada seperti tong (barrel chest)

ini terjadi akibat kehilangan elastisitas paru karena adanya kecenderungan

yang berkelanjutan pada dinding dada untuk mengembang.

Page 12: Kel 8 Emfisema Paru

8

2.6 Komplikasi dan Prognosis

Komplikasi yang sering terjadi pada penyakit emfisema yaitu:

1) Gagal jantung kanan

2) Cor Pulmonal

3) Pneumonia

4) Atelaktasis

5) Pneumothoraks

6) Sering mengalami infeksi ulang pada saluran pernapasan

Prognosis jangka pendek maupun jangka panjang bergantung pada umur

dan gejala klinis pada waktu berobat. Penderita dengan penyakit yang lebih

banyak emfisema paru, akan lebih baik daripada penderita yang penyakitnya

lebih banyak bronkitis kronik. Penderita dengan sesak nafas ringan (<50

tahun), 5 tahun kemudian akan terlihat ada perbaikan. Tetapi bila penderita

datang dengan sesak sedang, maka 5 tahun kemudian 42% penderita akan

sesak lebih berat dan meninggal.

2.7 Pengobatan

1. Terapi Farmakologi

Tujuan utama adalah untuk mengurangi obstruksi jalan nafas yang masih

mempunyai komponen reversible meskipun sedikit. Hal ini dapat

dilakukan dengan:

a. Pemberian Bronkodilator,

Golongan teofilin, biasanya diberikan dengan dosis 10-15 mg/kg BB

per oral dengan memperhatikan kadar teofilin dalam darah.

Konsentrasi dalam darah yang baik antara 10-15mg/L.

Golongan agonis B2, biasanya diberikan secara aerosol/nebuliser. Efek

samping utama adalah tremor,tetapi menghilang dengan pemberian

agak lama.

b. Pemberian Kortikosteroid, pada beberapa pasien, pemberian

kortikosteroid akan berhasil mengurangi obstruksi saluran nafas.

Hinshaw dan Murry menganjurkan untuk mencoba pemberian

Page 13: Kel 8 Emfisema Paru

9

kortikosteroid selama 3-4 minggu. Kalau tidak ada respon baru

dihentikan.

c. Mengurangi sekresi mukus

Minum cukup, supaya tidak dehidrasi dan mukus lebih encer sehingga

urine tetap kuning pucat. Ekspektoran, yang sering digunakan ialah

gliseril guaiakolat, kalium yodida, dan amonium klorida. Nebulisasi

dan humidifikasi dengan uap air menurunkan viskositas dan

mengencerkan sputum. Mukolitik dapat digunakan asetilsistein atau

bromheksin.

2. Fisioterapi dan Rehabilitasi

Tujuan fisioterapi dan rehabilitasi adalah meningkatkan kapasitas

fungsional dan kualitas hidup dan memenuhi kebutuhan pasien dari segi

social, emosional dan vokasional. Program fisioterapi yang dilaksanakan

berguna untuk :

a. Mengeluarkan mukus dari saluran nafas.

b. Memperbaiki efisiensi ventilasi.

c. Memperbaiki dan meningkatkan kekuatan fisis

3. Pemberian O2 dalam jangka panjang, akan memperbaiki emfisema disertai

kenaikan toleransi latihan. Biasanya diberikan pada pasien hipoksia yang

timbul pada waktu tidur atau waktu latihan. Menurut Make, pemberian O2

selama 19 jam/hari akan mempunyai hasil lebih baik dari pada pemberian

12 jam/hari.

4. Terapi aerosol.

Terapi aerosolisasi ( proses membagi partikel menjadi serbuk yang sangat

halus ) dari bronkodilator salin dan mukolitik sering kali digunakan untuk

membantu dalam bronkodilatasi.

Page 14: Kel 8 Emfisema Paru

10

2.8 Pencegahan

a. Rokok, merokok harus dihentikan meskipun sukar. Penyuluhan dan usaha

yang optimal harus dilakukan.

b. Menghindari lingkungan polusi, sebaiknya dilakukan penyuluhan secara

berkala pada pekerja pabrik, terutama pada pabrik-pabrik yang

mengeluarkan zat-zat polutan yang berbahaya terhadap saluran nafas.

c. Vaksin, dianjurkan vaksinasi untuk mencegah eksaserbasi, terutama

terhadap influenza dan infeksi pneumokokus.

2.9 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksan radiologis

Pemeriksaan foto dada sangat membantu dalam menegakkan diagnosis

dan menyingkirkan penyakit-penyakit lain. Foto dada pada emfisema paru

terdapat dua bentuk kelainan, yaitu:

a. Gambaran defisiensi arteri

b. Overinflasi, terlihat diafragma yang rendah dan datar,kadang-kadang

terlihat konkaf. Oligoemia, penyempitan pembuluh darah pulmonal

dan penambahan corakan kedistal.

c. Corakan paru yang bertambah, sering terdapat pada kor pulmonal,

emfisema sentrilobular dan blue bloaters. Overinflasi tidak begitu

hebat.

2. Pemeriksaan fungsi paru

Pada emfisema paru kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli

untuk difusi berkurang.

3. Analisis Gas Darah Ventilasi, yang hampir adekuat masih sering dapat

dipertahankan oleh pasien emvisema paru. Sehingga PaCO2 rendah atau

normal. Saturasi hemoglobin pasien hampir mencukupi.

4. Pemeriksaan EKG, Kelainan EKG yang paling dini adalah rotasi clock

wise jantung. Bila sudah terdapat kor pulmonal terdapat defiasi aksis ke

kanan dan P-pulmonal pada hantaran II, III, dan aVF.Voltase QRS

rendah.Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan di V6 rasio R/S kurang dari 1.

Page 15: Kel 8 Emfisema Paru

11

a. Sinar x dada: dapat menyatakan hiperinflasi paru-paru; mendatarnya

diafragma; peningkatan area udara retrosternal; penurunan tanda

vaskularisasi/bula (emfisema); peningkatan tanda bronkovaskuler

(bronkitis), hasil normal selama periode remisi (asma).

b. Tes fungsi paru: dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea, untuk

menentukan apakah fungsi abnormal adalah obstruksi atau restriksi,

untuk memperkirakan derajat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek

terapi, misalnya bronkodilator.

c. Kapasitas inspirasi: menurun pada emfisema.

d. Volume residu: meningkat pada emfisema, bronkitis kronis, dan asma.

e. Bronkogram: dapat menunjukkan dilatasi silindris bronkus pada

inspirasi, kollaps bronkial pada ekspirasi kuat (emfisema); pembesaran

duktus mukosa yang terlihat pada bronchitis.

f. Kimia darah: Alfa 1-antitripsin dilakukan untuk meyakinkan defisiensi

dan diagnosa emfisema primer.

g. Sputum: kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi

patogen; pemeriksaan sitolitik untuk mengetahui keganasan atau

gangguan alergi.

h. EKG: deviasi aksis kanan, peninggian gelombang P (asma berat);

disritmia atrial (bronkitis), peninggian gelombang P pada lead II, III,

AVF (bronkitis, emfisema); aksis vertikal QRS (emfisema).

i. EKG latihan, tes stres: membantu dalam mengkaji derajat disfungsi

paru, mengevaluasi keefektifan terapi bronkodilator,

perencanaan/evaluasi program latihan.

Page 16: Kel 8 Emfisema Paru

12

BAB 3. PATHWAYS

Batuk tidak efektif

Bersihan Jalan Nafas

Tidakefektif

Batuk Menetap

Pertanyaan tentang

kurangnya info penyakit

Defisit Pengetahuan

Pe↑ ruang rugi

Serabut elastisitas paru

rusak

Recoil me↓

Pe↓ difusi O2

PO2 me↓

Eliminasi CO2 me↓

Pe↑ CO2 di darah

Pe↓ ventilasi

CO2 terperangkap dalam paru

Pe↑ upaya menangkap O2

Retraksi otot bantu nafas, RR

me↑

Inflamasi

Faktor Predisposisi : merokok, polusi, udara, agen infeksius, allergen, lingkungan kerja

Faktor Predisposisi :

Genetik

EMFISEMADefisiensi enzim alpha-antitripsin

Kehilangan recoil elastisitas jalan nafas, kolaps bronkiolus, dan pe↓ redistribusi udara ke alveoli

Pembengkakan alveolus di bronkiolus

Bronkokontriksi

Penumpukan sekret

HIpersekresi mukus

Bunyi nafas abnormal (krakles, mengi, ronkhi

Destruksi jaringan dan kapiler paru

Dinding alveoli rusak

Pe↓ perfusi O2

Sianosis

Page 17: Kel 8 Emfisema Paru

13

Hipoksemic Hipercanic

Hipoksia jaringan

me↓ supplay O2 ke

gastrointestinal tractus

Asidosis Respiratorik

me↓ mobilitas

Anoreksia

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Gangguan Pertukaran Gas

Dispneu

Pola Nafas Tidak Efektif

Kelelahan / Kelemahan

Fatigue

Intoleran Aktivitas

Page 18: Kel 8 Emfisema Paru

14

BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

1. Anamnesa

a. Data Demografi

Identitas Pasien (nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan,

agama, suku bangsa, pendidikan, bahasa yang digunakan, pekerjaan,

alamat, diagnosa medis, sumber biaya, dan sumber informasi).

b. Keluhan Utama: pasien dengan emfisema biasanya

mengeluh dispnea dan mempunyai serangan (onset) yang

membahayakan.

c. Riwayat Penyakit Sekarang: Klien biasanya dibawa ke rumah sakit

setelah mengeluh sesak napas, batuk, dan nyeri di daerah dada

sebelah kanan pada saat bernafas. Banyak sekret keluar ketika batuk,

berwarna kuning kental.

d. Riwayat Penyakit Dahulu: Klien pernah menderita penyakit PPOM

sebelumnya.

e. Riwayat Penyakit Keluarga: ada faktor herediter yang

mempengaruhi terjadinya emfisema yaitu defisiensi alfa 1-

antitripsin.

2. Pemeriksaan Fisik Fokus

a. Inspeksi

Pada klien dengan emfisema terlihat adanya peningkatan usaha dan

frekuensi pernafasan serta penggunaan otot bantu nafas. Pada

inspeksi, klien biasanya tampak mempunyai bentuk dada barrel chest

(akibat udara yang terperangkap), penipisan massa otot, dan

pernafasan dengan bibir dirapatkan. Pernafasan abnormal tidak

efektif dan penggunaan otot - otot bantu nafas

(sternokleidomastoideus). Pada tahap lanjut, dipsnea terjadi pada

saat aktivitas kehidupan sehari – hari seperti makan dan mandi.

Page 19: Kel 8 Emfisema Paru

15

Pengkajian batuk produktif dengan sputum purulen disertai demam

mengindikasikan adanya tanda pertama infeksi pernafasan.

b. Palpasi

Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil fremitus biasanya

menurun.

c. Perkusi

Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan

diafragma menurun.

d. Auskultasi

Sering didapatkan adanya bunyi napas ronkhi dan wheezing sesuai

tingkat beratnya obstruktif pada bronkhiolus. Pada pengkajian lain,

didapatkan kadar oksigen yang rendah (hipoksemia) dan kadar

karbon dioksida yang tinggi (hiperkapnea) terjadi pada tahap lanjut

penyakit. Pada wakyunya, bahkan gerakan ringan sekali pun seperti

membungkuk untuk mengikat tali sepatu, mengakibatkan dipsnea

dan keletihan (dipsnea eksersional). Paru yang mengalami

emfisematosa tidak berkontraksi saat ekspirasi dan bronkhiolus tidak

dikosongkan secara efektif dari sekresi yang dihasilkannya. Klien

rentan terhadap reaksi inflamasi dan infeksi akibat pengumpulan

sekresi ini. Setelah infeksi terjadi, klien mengalami mengi yang

berkepanjangan saat ekspirasi. Anoreksia, penurunan berat badan,

dan kelemahan merupakan hal yang umum terjadi. Vena jugularis

mungkin mengalami distensi selama ekspirasi.

3. Pemeriksaan Diagnostik

a. Pengukuran fungsi paru (spinometri)

Pengukuran fungsi paru biasanya menunjukkan peningkatan

kapasitas paru total (TLC) dan volume residual (RV). Terjadi

penurunan dalam kapasitas vital (VC) dan volume ekspirasi paksa

(FEV). Temuan – temuan ini menegaskan kesulitan yang dialami

klien dalam mendorong udara keluar dari paru.

Page 20: Kel 8 Emfisema Paru

16

b. Pemeriksaan laboratorium

Hemoglobin dan hematokrit mungkin normal pada tahap awal

penyakit. Dengan berkembangnya penyakit, pemeriksaan gas darah

arteri dapat menunjukkan adanya hipoksia ringan dengan

hiperkapnea.

c. Pemeriksaan radiologis

Rontgen thoraks menunjukkan adanya hiperinflasi, pendataran

diafragma, pelebaran margin interkosta dan jantung sering

ditemukan bagai tergantung (heart till drop).

4. Penatalaksanaan Medis

Klien dengan emfisema rentan terhadap infeksi paru dan harus diobati

pada awal timbulnya ranch – ranch infeksi. Organisme yang paling

umum menyebabkan infeksi tersebut adalah S. pneumonia, dan H.

influenza, Branhamella catarrhalis. Terapi antimikroba dengan

tetrasiklin, amficilin, amoxcilin, atau trimetoprim-sulfametoxazol

(bactrim) biasanya diresepkan. Regimen antimikroba digunakan pada

tanda pertama infeksi pernafasan seperti yang dibuktikan dengan

adanya sputum purulen, batuk meningkat dan demam.

Penatalaksanaan utama pada klien emfisema adalah meningkatkan

kualitas hidup, memperlambat perkembangan proses penyakit, dan

mengobati obstruksi saluran napas agar tidak terjadi hipoksia. Jenis

obat yang diberikan berupa:

a. Bronkodilators

b. Terapi aerosol

b. Terapi infeksi

c. Kortikosteroid

d. Oksigenasi

Page 21: Kel 8 Emfisema Paru

17

5. Observasi Pemeriksaan Fisik

a. Pengkajian 11 Pola fungsional Gordon

1. Pola Persepsi dan Penanganan Kesehatan

Bagaimana pendapat pasien tentang penyakit yang diderita.

2. Pola Nutrisi/Metabolisme

Bagaimana diet yang dilakukan oleh pasien. Apa saja yang

dikonsumsi pasien setiap harinya.

3. Pola Eliminasi

Bagaimana pengeluaran urine dan feses pasien setiap harinya

4. Pola Aktivitas

Bagaimana pasien melakukan pekerjaan. Sebelum sesak

kegiatan apa saja yang dilakukan pasien setiap harinya.

5. Pola Istirahat Tidur

Apakah tidur pasien setiap harinya cukup. Apakah sesak

nafas yang diderita pasien mengganggu pola tidurnya.

6. Pola Kognitif-Persepsi

Apakah pasien mengalami gangguan dengan fungsi indra.

7. Pola Peran Hubungan

Bagaimana pola dan peran pasien dalam keluarga dan

masyarakat disekitarnya. Apakah sesak nafas yang

dideritanya mengganggu pola dan peran tersebut.

8. Pola Seksualitas/Reproduksi

Bagaimana respon seksualitas pasien.

9. Pola Koping Toleransi Stress

Apakah pasien menkonsumsi obat untuk menghilangkan

stres. Bagaimana keadaan emosi pasien sehari-hari.

10. Pola Keyakinan Nilai

Apa dan bagaimana keyakinan pasien.

11. Pola Konsep diri

Bagaimana pasien menilai dirinya sendiri.

Page 22: Kel 8 Emfisema Paru

18

b. Pengkajian Review of System

1. Pernafasan B1 (breath)

a. Bentuk dada : barrel chest

b. Pola nafas : tidak teratur

c. Suara napas : mengi

d. Batuk : ya, ada sekret

e. Retraksi otot bantu napas : ada

f. Alat bantu pernapasan : O2 masker 6 lpm

2. Kardiovaskular B2 (blood)

a. Irama jantung : regular; S1,S2 tunggal.

b. Nyeri dada : ada, skala 6

c. Akral : lembab

d. Tekanan darah: 130/80 mmHg (hipertensi)

e. Saturasi Hb O2 : hipoksia

3. Persyarafan B3 (brain)

a. Keluhan pusing (-)

b. Gangguan tidur (-)

4. Perkemihan B4 (bladder)

a. Kebersihan : normal

b. Bentuk alat kelamin : normal

c. Uretra : normal

5. Pencernaan B5 (bowel)

a. Nafsu makan : anoreksi disertai mual

b. BB : menurun

c. Porsi makan : tidak habis, 3 kali sehari

d. Mulut : bersih

e. Mukosa : lembab

6. Muskuloskeletal/integument B6 (bone)

a. Turgor kulit : Berkeringat

b. Massa otot : menurun

Page 23: Kel 8 Emfisema Paru

19

2. Masalah Keperawatan

No. Data EtiologiMasalah

Keperawatan

1. DO :1. Gas darah arteri tidak

normal2. pH tidak normal.3. Ketidaknormalan

frekuensi, irama, dan kedalaman pernapasan.

4. Warna kulit tidak normal.

5. Sianosis6. Hiperkapneu7. Hipoksia8. Hipoksemia9. Takikardia

Gangguan Pertukaran Gas↑

Hipoksemic↑

PO2 me↓↑

Pe↓ difusi O2

↑Recoil me↓

↑Serabut elastisitas paru rusak

↑Pe↑ ruang rugi

↑Dinding alveoli rusak

↑Destruksi jaringan dan kapiler paru

↑Pembengkakan alveolus di bronkiolus

↑Faktor Predisposisi

Gangguan pertukaran gas

2. DO : Pola Nafas Tidak Efektif Pola pernapasan tidak

Page 24: Kel 8 Emfisema Paru

20

1. Penurunan ventilasi.2. Penurunan kapasitas vital3. Nafas dalam4. Ortopneu5. Kecepatan respirasi6. Penggunaan otot bantu

asesoris untuk bernapas

↑Dispneu

↑Retraksi otot bantu nafas, RR me↑

↑Pe↑ upaya menangkap O2

↑CO2 terperangkap dalam paru

↑Pe↓ ventilasi

↑Sianosis

↑Pe↓ perfusi O2

↑Destruksi jaringan dan kapiler paru

↑Pembengkakan alveolus di bronkiolus

↑Faktor Predisposisi

efektif .

3. DO :1. Suara nafas tambahan

(ronki, krakles, dan mengi)

2. Batuk tidak efektif.3. Perubahan pada irama

dan frekuensi pernapasan.

Bersihan Jalan Nafas Tidakefektif↑

Batuk tidak efektif↑

Penumpukan sekret↑

Bronkokontriksi↑

Bersihan jalan nafas tidak efektif.

Page 25: Kel 8 Emfisema Paru

21

4. Sianosis.5. Penurusan suara nafas.6. Sputum berlebih.

Pembengkakan alveolus di bronkiolus↑

Faktor Predisposisi

4. DO :

1. Frekuensi jantung atau tekanan darah tidak normal sebagai respon terhadap aktivitas.

2. Perubahan EKG yang menunjukkan aritmia atau iskemia.

Intoleran Aktivitas↑

Fatigue↑

Kelelahan / Kelemahan↑

Retraksi otot bantu nafas, RR me↑↑

Pe↑ upaya menangkap O2

↑CO2 terperangkap dalam paru

↑Pe↓ ventilasi

↑Sianosis

↑Pe↓ perfusi O2

↑Destruksi jaringan dan kapiler paru

↑Pembengkakan alveolus di bronkiolus

↑Faktor Predisposisi

Intoleransi aktivitas.

5. DO : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Ketidakseimbangan

Page 26: Kel 8 Emfisema Paru

22

1. Bising usus hiperaktif2. Pembuluh kapiler rapuh3. Adanya bukti

kekurangan makan

↑Anoreksia

↑me↓ morbilitas

↑me↓ supplay O2 ke gastrointestinal tractus

↑Hipoksia jaringan

↑Hipoksemic

↑PO2 me↓

↑Pe↓ difusi O2

↑Recoil me↓

↑Serabut elastisitas paru rusak

↑Pe↑ ruang rugi

↑Dinding alveoli rusak

↑Destruksi jaringan dan kapiler paru

↑Pembengkakan alveolus di bronkiolus

↑Faktor Predisposisi

nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh

Page 27: Kel 8 Emfisema Paru

23

6. DO :1. Tidak mengikuti

instruksi yang diberikan secara adekuat.

2. Performa uji tidak akurat3. Perilaku yang tidak

sesuai atau berlebihan.

Defisit Pengetahuan↑

Pertanyaan tentang kurangnya info penyakit↑

Batuk Menetap↑

Bunyi nafas abnormal (krakles, mengi, ronkhi↑

HIpersekresi mukus↑

Penumpukan sekret↑

Bronkokontriksi↑

Pembengkakan alveolus di bronkiolus↑

Faktor Predisposisi

Defisit pengetahuan.

Page 28: Kel 8 Emfisema Paru

24

2. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran

kapiler dan alveolar

2. Pola pernapasan tidak efektif  berhubungan dengan penurunan

ventilasi alveoli

3. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan meningkatnya

sekret atau produksi mukus.

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara

kebutuhan dan suplai oksigen.

5. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan menurunnya nafsu makan

6. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang perhatian di dalam melakukan latihan-latihan.

Page 29: Kel 8 Emfisema Paru

25

3. Intervensi Keperawatan dan Evaluasi (NANDA, NIC, NOC)

No. Data Diagnosa (NANDA) Intervensi (NIC) Evaluasi (NOC)

1.       1. DO :1. Gas darah arteri

tidak normal2. pH tidak normal.3. Ketidaknormalan

frekuensi, irama, dan kedalaman pernapasan.

4. Warna kulit tidak normal.

5. Sianosis6. Hiperkapneu7. Hipoksia8. Hipoksemia9. Takikardia

Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran kapiler dan alveolar

1. Kaji suara paru; frekuensi, kedalaman, usaha nafas; dan produksi sputum.

2. Pantau saturasi O2 dengan oksimeter nadi.

3. Pantau hasil gas darah arteri.4. Observasi terhadap sianosis.5. Auskultasi suara paru dan

jantung.6. Ajarkan pasien teknik bernapas

dan relaksasi7. Ajarkan batuk efektif.8. Atur posisi pasien untuk

mengurangi dispneu dan memaksimalkan potensial ventilasi.

9. Kolaborasi dalam pemberian obat dan pemasangan alat bantu pernapasan.

Pasien akan :1. Menunjukkan fungsi paru dalam

batas normal2. Tidak mengalami nafas dangkal3. Tidak menggunakan otot

aksesoris untuk bernapas.

2.       2. DO :1. Penurunan

ventilasi.2. Penurunan

kapasitas vital

Pola pernapasan tidak

efektif  berhubungan

dengan penurunan

1. Kaji kebutuhan insersi jalan nafas.

2. Observasi dan dokumentasikan ekspansi dada bilateral pada pasien yang terpasang ventilator.

Pasien akan :1. Menunjukkan pernapasan

optimal.2. Mempunyai kecepatan dan

irama pernapasan dalam batas

Page 30: Kel 8 Emfisema Paru

26

3. Nafas dalam4. Ortopneu5. Kecepatan

respirasi6. Penggunaan otot

bantu asesoris untuk bernapas

ventilasi alveoli. 3. Pantau kecepatan, irama, kedalaman dan upaya pernapasan.

4. Auskultasi suara nafas.5. Ajarkan teknik relaksasi untuk

memperbaiki pola pernapasan

normal3. Mempunyai fungsi paru dalam

batas normal.

3. DO :1. Suara nafas

tambahan (ronki, krakles, dan mengi)

2. Batuk tidak efektif.

3. Perubahan pada irama dan frekuensi pernapasan.

4. Sianosis.5. Penurusan suara

nafas.6. Sputum berlebih.

Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan meningkatnya sekret atau produksi mukus.

1. Berikan posisi yang nyaman (fowler/ semi fowler)

2. Anjurkan untuk minum air hangat.

3. Anjurkan aktivitas fisik untuk memfasilitasi pengeluaran secret.

4. Ajarkan pasien dan keluarga tentang makna perubahan pada sputum.

5. Bantu klien untuk melakukan latihan batuk efektif bila memungkinkan

6. Lakukan suction bila diperlukan, batasi lamanya suction kurang dari 15 detik dan lakukan pemberian oksigen 100% sebelum melakukan suction

7. Kolaborasikan dengan ahli terapi pernapasan.

8. Kolaborasikan dengan tenaga kesehatan lain dalam melakukan

Pasien akan :1. Menunjukkan batuk efektif.2. Mengeluarkan secret secara

efektif.3. Mempunyai jalan nafas paten4. Memiliki suara nafas jernih.5. Mempunyai irama dan

frekuensi pernapasan batas normal.

6. Mempunyai fungsi paru dalam batas normal

Page 31: Kel 8 Emfisema Paru

27

terapi aerosol, nebulizer ultrasonic.

9. Beri tahu dokter tentang hasil gas darah yang abnormal.

4.       4. DO :

1. Frekuensi jantung atau tekanan darah tidak normal sebagai respon terhadap aktivitas.

2. Perubahan EKG yang menunjukkan aritmia atau iskemia.

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara kebutuhan dan         suplai oksigen.

1. Kaji tingkat kemampuan pasien untuk berpindah dari tempat tidur, berdiri, melakukan AKS.

2. Kaji respon emosi, social, dan spiritual terhadap aktivitas.

3. Tentukan penyebab keletihan.4. Bantu pasien untuk mengubah

posisi secara berkala.5. Pantau tanda-tanda vital

sebelum, selama, dan setelah aktivitas.

6. Anjurkan periode untuk istirahat dan aktivitas secara bergantian.

7. Bantu pasien untuk mengidentifikasi pilihan aktivitas.

8. Kolaborasikan dengan ahli terapi okupasi.

9. Rujuk pasien ke ahli gizi untuk perencanaan diet guna meningkatan asupan makanan yang kaya energy.

Pasien akan :1. Mengidentifikasi aktivitas yang

menimbulkan kecemasan yang dapat mengakibatkan intoleran aktivitas.

2. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik yang dibutuhkan dengan peningkatan normal denyut jantung, frekuensi pernapasan, dan tekanan darah serta memantau pola dalam batas normal.

3. Menampilkan aktivitas kehidupan sehari-hari dengan beberapa bantuan.

Page 32: Kel 8 Emfisema Paru

28

5. DO :1. Bising usus

hiperaktif2. Pembuluh kapiler

rapuh3. Adanya bukti

kekurangan makan

Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan menurunnya nafsu makan

1. Identifikasi factor yang mempengaruhi kehilangan nafsu makan.

2. Kaji dan dokumentasikan derajat kesulitan mengunyah dan menelan.

3. Ubah posisi pasien semi-fowler atau fowler untuk memudahkan menelan; biarkan pasien pada posisi ini selama 30 menit setelah makan untuk mencegah aspirasi.

4. Pantau nilai laboratorium5. Tentukan kemampuan pasien

untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.

6. Ajarkan metode untuk perencanaan makanan.

Pasien akan :1. Melaporkan tingkat energy

yang adekuat.2. Memiliki nilai laboratorium

dalam batas normal3. Mempertahankan berat badan

dan massa tubuh.

6. DO :1. Tidak mengikuti

instruksi yang diberikan secara adekuat.

2. Performa uji tidak akurat

3. Perilaku yang tidak sesuai atau berlebihan.

Defisit pengetahuan

berhubungan dengan

kurang perhatian di

dalam melakukan

latihan-latihan.

1. Tentukan kebutuhan belajar pasien.

2. Berikan informasi secara berulang dan beri penekanan , persingkat waktu pertemuan.

3. Beri penyuluhan sesuai dengan tingkat pemahaman pasien

4. Ikutsertakan keluarga atau orang terdekat.

Pasien akan :1. Mengidentifikasi kebutuhan

terhadap informasi tambahan tentang program terapi.

2. Memperlihatkan kemampuan dalam melakukan teknik relaksasi

3. Memperlihatkan kemampuan dalam melakukan latihan batuk efektif

Page 33: Kel 8 Emfisema Paru

29

Page 34: Kel 8 Emfisema Paru

29

BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Emphysema (emfisema) adalah penyakit paru kronis yang dicirikan oleh

kerusakan pada jaringan paru, sehingga paru kehilangan keelastisannya. Gejala

utamanya adalah penyempitan (obstruksi) saluran napas, karena kantung udara di

paru menggelembung secara berlebihan dan mengalami kerusakan yang luas.

Penyebab dari penyakit ini yaitu faktor genetik, hipotesis elastase-anti elastase,

rokok, infeksi, polusi, sosial ekonomi, dan pengaruh usia. Gejala dari penyakit ini

adalah Pada awal gejalanya serupa dengan bronkhitis kronis, Napas terengah-

engah disertai dengan suara seperti peluit, Dada berbentuk seperti tong, otot leher

tampak menonjol, penderita sampai membungkuk, Sianosis/bibir tampak

kebiruan, Berat badan menurun akibat nafsu makan menurun, Batuk menahun,

Dispnea, Takipnea, Inspeksi : barrel chest, penggunaan otot bantu pernapasan,

Perkusi : hiperresonan, penurunan fremitus pada seluruh bidang paru, Auskultasi

bunyi napas : crachles, ronchi, perpanjangan ekspirasi, Hipoksemia, Hiperkapnia,

Anoreksia, dan Kelemahan. Komplikasi yang sering terjadi pada penyakit ini

yaitu Sering mengalami infeksi pada saluran pernafasan, Daya tahan tubuh kurang

sempurna, Tingkat kerusakan paru semakin parah, Proses peradangan yang kronis

pada saluran nafas, Pneumonia, Atelaktasis, Pneumothoraks, Meningkatkan resiko

gagal nafas pada pasien, dan Sering mengalami infeksi ulang pada saluran

pernapasan.

5.2 Saran

Perawat harus lebih memahami mengenai emfisema paru dan asuhan

keperawatan yang harus diberikan kepada pasien agar tidak terjadi kesalahan

ketika akan melakukan tindakan keperawatan kepada pasien.

Page 35: Kel 8 Emfisema Paru

30

DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Keperawatan Klien dengan Pasien Gangguan

Sistem Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika

Baughman,D.C& Hackley,J.C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Djojodibroto,R Darmanto.2009.Respirologi (Respiratory Madicine). Jakarta: EGC

Doengoes, Marilynn, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk

Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta :

EGC

Kumar, dkk. 2009. Dasar Patologi Penyakit. Jakarta: EGC

Patel,Pradip. 2006. Radiologi. Jakarta: Erlangga

Price & Wilson. 2012. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.

Jakarta : EGC

Smeltzer, Suzanne. C, Bare, Brenda. G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-

Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol. 1. Jakarta: EGC.

Somantri, Irman.2009.Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan

Sistem Pernapasan.Edisi 2.Jakarta:Salemba medika.

Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC

Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan : Diagnosis

NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Jakarta : EGC

http://nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35528-Kep%20Respirasi-

Askep%20Emfisema.html (diakses pada jumat, 24 oktober 2014)

http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-ppok/ppok.pdf (diakses pada

jumat, 24 oktober 2014)

http://kamuskesehatan.com/arti/emfisema/ (diakses pada tanggal 1 November

2014 pukul 15.00 WIB)

http://paru-paru.com/mengenal-penyakit-emfisema-paru-paru/ (diakses pada

tanggal 1 November 2014 pukul 15.00 WIB)