Tugas Pemeriksaan Laboratorium pada Saluran Pencernaan
-
Upload
yusi-yukiss-finie -
Category
Documents
-
view
641 -
download
29
description
Transcript of Tugas Pemeriksaan Laboratorium pada Saluran Pencernaan
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
PADA SALURAN PERCERNAAN
Pertimbangan Penggunaan Pemeriksaan Laboratorium
Seperti yang kita ketahui, hasil-hasil pemeriksaan laboratorium bisa merupakan dasar diagnose,
pengobatan, dan kemajuan dari kondisi suatu penyakit atau status kesehatan, atau keduanya.
Pemeriksaan laboratorium merupakan suatu proses multiphase, yaitu mengidentifikasi kebutuhan
dari pemeriksaan, permintaan pemeriksaan, sentral suplai/permintaan laboratorium, persiapan
pemeriksaan fisik dan edukasi klien dan keluarga, pengumpulan, pemberian label dan
penyimpanan specimen, serta pendidikan kesehatan. Pada dasarnya, kesulitan proses ini
tergantung pada banyak faktor dan hanya bukti-bukti yang spesifik dari pemeriksaan tertentu
akan tampak dalam pemeriksaan.
Secara umum, pemeriksaan dan pengukuran laboratorium diminta berdasarkan lima alasan
utama, yaitu:
1. Untuk mengonfirmasi suatu dugaan klinis atau untuk menetapkan suatu diagnosis (misalnya
hemoglobin untuk anemia).
2. Untuk menyingkirkan suatu penyakit atau diagnose.
3. Untuk mendapatkan informasi prognosis.
4. Untuk mendapat pedoman terapetis.
5. Untuk penapisan suatu penyakit.
Nilai-nilai pemeriksaan laboratorium dapat berbeda-beda di setiap laboratorium. Oleh karena itu,
penting untuk mengetahui nilai-nilai standar dari laboratorium institusi tempat kita bekerja.
Namun, nilai standar laboratorium yang diberikan relative sama pada hampir semua
laboratorium.
Implikasi-implikasi keperawatan umum yang dilakukan parawat dalam setiap pemeriksaan
laboratorium, diantaranya:
1. Mengerti mengenai pemeriksaan laboratorium dan disgnostik.
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur dari setiap pemeriksaan pada klien dan keluarga.
3. Memberikan waktu untuk klien dan bersedia untuk menjawab pertanyaan, serta bersikap
jujur pada klien dan keluarga.
4. Mengikuti prosedur tertulis pada setiap pemeriksaan.
5. Menghubungkan hasil-hasil pemeriksaan dengan masalah-masalah klinis dan obat-obatan.
Pemeriksaan dapat diulang untuk memperkuat masalah yang diduga.
6. Melaporkan hasil yang abnormal pada dokter.
7. Membandingkan hasil pemeriksaan dengan pemeriksaan laboratorium dan/atau pemeriksaan
peptik lainnya.
8. Menganjurkan klien untuk menyimpan hasil-hasil pemeriksaan untuk evaluasi atau tindak
lanjut.
9. Berikan penyuluhan kesehatan yang berhubungan dengan masalah klinis.
Submasalah-submasalah Gastrointestinal
Terdapat dua submasalah pada saluran pencernaan yang paling umum, yaitu penyakit lambung
dan duodenum dan penyakit intestinal (malabsorbsi).
1. Penyakit lambung dan duodenum
a. Analisis getah lambung dan penyakit peptik-asam di lambung dan duodenum
Definisi dan Arti
Penyakit peptik-asam di lambung dan duodenum terdiri atas gangguan-gangguan
saluran gastrointestinal dan pada gangguan-gangguan ini analisis getah lambunbg
memberikan informasi yang bermanfaat untuk peptik dan manajemen. Gangguan-
gangguan tersebut meliputi tukak peptik, karsinoma lambung, anemia pernisiosa, dan
sindrom Zollinger-Ellison. Dalam hal ini, analisis getah lambung juga dapat memberikan
petunjuk tentang lengkap tidaknya bedah vagotomi. Alasan lain untuk melakukan
pemeriksaan laboratorium terhadap isi lambung mencakup pemeriksaan sitology untuk
karsinoma, diagnosis tuberculosis paru, dan identifikasi zat-zat toksik pada seorang
pasien dengan kelebihan dosis obat atau racun.
2. Penyakit intestinal
a. Malabsorbsi
Definisi dan Arti
Malabsorbsi adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan kelainan absorbs
nutrient-nutrien oleh usus kecil. Nutrient-nutrien ini mencakup lemak, protein,
karbohidrat, vitamin, dan mineral, masing-masing, atau gabungan. Gangguan absorbs
mungkin disebabkan oleh penyakit usus, empedu atau pancreas, usus mungkin normal
dan gangguan lebih tepat disebut maldigesti. Jika kelaianan absorbs disebabkan oleh
penyakit usus, gangguannya kadang kala disebut malasimilasi
Diagnosis dan Pemeriksaan
Gambaran klinis malabsorbsi dandigesti meliputi penurunan berat badan, anoreksia,
distensi abdomen (perut kembung), borborigmus, kelemahan otot, dan tinja yang
abnormal berwarna kuning hingga kelabu, berminyak, lembek dan jumlahnya dapat
bertambah banyak. Tinja ini sulit dibersihkan dengan disiram, di samping itu dapat
ditemukan edema, asites, dan gangguan skeleton. Jika diagnosis malabsorbsi
ditegakkan dengan kadar lemak tinja yang meningkat, sebab-sebab intestinal boleh
dibedakan dari maldigesti dengan uji absorbs xilosa. Absorbs fisiologik xilosa
menyingkirkan penyakit intestinal dan menguatkan dugaan penyakit maldigesti.
Kelainan absorbs xilosa menunjukkan penyakit intestinal atau gabungan penyakit
intestinal dan maldigesti. Pemeriksaan-pemeriksaan untuk menentukan etiologi
spesifik penyakit intestinal meliputi roentgenogram dan biopsi usus kecil.
Pemeriksaan-pemeriksaan untuk menentukan etiologi spesifik maldigesti adalah
antara lain uji sekretin untuk pancreas dan uji-uji fungsi hati serta uji defisiensi garam
empedu. Beberapa uji absorbsi yang popular (karoten serum, absorbs vitamin A, dan
I-trigliserida) dapat dikerjakan, tetapi uji-uji ini tidak sangat sensitif maupun spesifik.
JENIS-JENIS PEMERIKSAAN LABORATORIUM PADA SALURAN PENCERNAAN
1. Analisis Getah Lambung
a. Rangkaian Uji
Analisis getah lambung hendaknya hanya dikerjakan untuk indikasi-indikasi yang jelas
berkenan dengan penyakit peptik-asam di lambung dan duodenum, diantaranya:
Menemukan anasiditas untuk mendiagnosis anemia pernisiosa atau karsinoma
lambung.
Mengukur sekresi asam jika diduga tukak peptik.
Menemukan keadaan hipersekretorik pada sindroma Zollinger-Ellison.
Menetapkan perlu tidaknya dilakukan tindakan bedah vagotomi melalui uji insulin.
b. Persiapan Pasien
Pasien harus dipersiapkan dengan baik untuk analisis getah lambung, di mana
persyaratan minimum adalah puasa semalam 12 jam dan tidak minum obat-obatan yang
tidak mempengaruhi sekresi lambung, seperti antacid, obat-obat antikolinergik, reserpine,
alcohol, zat-zat penghambat adrenergic, dan adrenokortikosteroid. Di samping itu, pasien
juga tidak boleh melihat atau mencium bau makanan dan hendaknya tidak dipengaruhi
oleh rangsangan yang menimbulkan reaksi-reaksi emosional yang kuat.
Setelah intubasi, volume sisa (residual) getah lambung dikumpulkan. Getah
lambung dikumpulkan selama 2 jam. Jam pertama memberikan kesan sekresi lambung
dalam keadaan basal. Jam kedua memberikan kesan sekresi lambung setalah rangsangan
dan dikumpulkan setelah pemberian histamine, pentagastrin, atau benzole (Histalog).
Uji hipoglikemia-insulin dikerjakan dengan mengumpulkan getah lambung
selama 2 jam sebelum dan sesudah pemberian insulin. Adanya hipoglikemia (glukosa
serum kurang dari 50 mg/100 ml) harus dicatat.
c. Interpretasi
Seperti yang diperlihatkan, data mengenai curah asam tidak cukup untuk membuaut
diagnosis yang pasti. Kolerasi-kolerasi berikut diterima secara umum, yaitu:
Curah asam yang tinggi sesuai dengan tukak duodenum dan tukak prepilorik atau
sindroma Zollinger-Ellison.
Anasiditas yang tahan rangsangan sesuai dengan anemia pernisiosa dan karsinoma
lambung.
Rasio yang tinggi antara curah asam basal dengan curah asam maksimum (> 40
mEq/jam atau sekresi asam basal > 10 mEq/jam) sesuai dengan sindroma Zollinger-
Ellison.
d. Manajemen
Pasien boleh dipertimbangkan untuk dilakukan tindakan vagotomi lengkap jika curah
asam setelah pemberian insulin kurang dari curah asam sebelum insulin.
2. Uji Stimulasi Sekretin dan Gastrin Serum
a. Rangkaian Uji
Jika kadar basal gastrin serum meningkat, hendaknya dilakukan uji stimulasi sekretin. Uji
stimulasi kalsium juga dapat dilakukan, namun dibandingkan uji stimulasi kalsium, uji
stimulasi sekretin mempunyai beberapa keuntungan, diantaranya:
Sekretin tidak mempunyai efek-efek samping berbahaya, sedangkan kalsium secara
potesial berbahaya untuk system kardiovaskuler.
Uji sekretin dapat dilakukan dalam waktu 15 menit hingga 30 menit, sedangkan
kalsium memerlukan waktu 3 hingga 4 jam.
Pemisahan pasien dengan gastrinoma lebih jelas dengan sekretin disbanding dengan
kalsium.
Lebih sedikit kemungkinan negative palsu dengan sekretin.
b. Persiapan Pasien serta Pengumpulan dan Penanganan Spesimen
Uji stimulasi sekretin dilakukan dengan memberikan sekretin, 2 U/kgBB, sebagai
suntikan bolus intravena. Darah untuk penetapan kadar gastrin serum diambil sebelum
suntikan dan pada 2, 5, 15, 30, dan 60 menit sesudahnya. Sampel-sampel darah untuk
penetapan kadar gastrin dikumpulkan dalam tabung-tabung tanpa pengawet (heparin akan
mengganggu) dan plasma tidak cocok untuk analisis. Specimen-spesimen serum harus
dibekukan segera untuk mencegah kerusakan gastrin oleh enzim proteolitik. Gastrin
serum diukur dengan cara radioimmunoassay (RIA)
c. Interpretasi
Kadar basal gastrin serum lebih besar dari 500 pg/ml pada pasien yang mensekresi asam
lambung berlabihan dan tidak menderita gagal ginjal merupakan petunjuk yang kuat
untuk gastrinoma. Sekitar 40% pasien dengan sindroma Zollinger-Ellison mempunyai
konsentrasi gastrin serum puasa 100 hingga 500 pg/ml, sedangkan sekitar 10% pasien
dengan tukak peptik tanpa bukti gastrinoma mempunyai konsentrasi gastrin puasa dalam
batas-batas tersebut
3. Pemeriksaan Feses
a. Jenis Pemeriksaan
- Analisis Lemak Tinja Kuantitatif
Persiapan Pasien
Pasien hendaknya makan 60 hingga 100 gm lemak per hari dan kumpulkan tinja
selama 72 jam. Kondisi-kondisi berikut adalah penting, yaitu:
Berikan pada pasien diet 60 hingga 100 gm lemak selama 3 hingga 5 hari
sebelum dan selama periode pengumpulan 72 jam.
Gerakan-gerakan usus akan terjadi setiap hari.
Tinja hendaknya dikumpulkan semua.
Minyak kastor, mineral, dan minyak kelapa dalam makanan harus dibatasi dan
hendaknya tidak menggunakan supositoria.
Pemeriksaan mikroskopik specimen tinja yang homogen dengan menggunakan
Sudan 3 sebagai pewarna lemak, atau penetapan berat kering tinja per 24 jam
dapat digunakan sebagai uji saring untuk ekskresi lemak tinja yangh meningkat.
- Uji Absorbsi Xilosa
Persiapan Pasien
Pasien makan 25 gm xilosa dan mengumpulkan urine selama 5 jam berikutnya.
Penting bahwa pasien minum sekitar 500 ml air selama 3 jam pertama periode
pengumpulan untuk meyakinkan filtrasi xilosa urine yang adekuat.
- Roentgenogram Usus Kecil, tidak diperlukan persiapan khusus.
- Biopsi Usus Kecil, tidak diperlukan persiapan khusus.
- Uji Sekretin
- Uji Defisiensi Garam Empedu, tidak diperlukan persiapan khusus.
b. Pengumpulan dan Penanganan Spesimen
Spesimen untuk pemeriksaan lemak tinja dapat dikumpulkan dalam wadah kaca atau
plastic terpisah atau dalam satu wadah berlapis tar yang besar. Wadah-wadah berlapis
lilin hendaknya tidak digunakan. Selama periode pengumpulan, specimen-spesimen tinja
hendaknya dimasukkan dalam lemari pendingin. Kontaminasi feses dengan urine
hendaknya dihindari. Jika karoten serum dan vitamin A diukur, sebaiknya digunakan
sampel darah puasa. Serum dihindarkan dari hemolysis dan cahaya serta segera dianalisis
atau dibekukan dengan baik pada -100C, yaitu suhu yang diperlukan agar vitamin A stabil
selama sekurang-kurangnya 2 minggu.
c. Metodelogi
Metoda-metoda gravimetric dan titrimetric merupakan cara-cara pengukuran yang dapat
diandalkan untuk lemak tinja kuantitatif. Sudan 3 sudah cukup memuaskan untuk
pewaarnaan lemak nertal pada uji lemak tinja kualitatif. Kunci keberhasilan penggunaan
metoda pewarnaan Sudan 3 adalah mengubah sabun-sabun dalam tinja menjadi asam-
asam lemak bebas dengan pemanasan dan asam asetat. Sabun-sabun tidak mengambil
pewarna Sudan, sedangkan asam-asam lemak bebas mengambilnya.
d. Interpretasi
Malabsorbsi dianggap ada jika pasien mengeksresikan lebih dari 6 gm lemak per hari.
Rentang nilai rujukan untuk karoten serum adalah 40 hingga 100 µγ/100 ml; untuk
vitamin A serum adalah 15 hingga 60µg/100 ml. Kadar serum yang rendah untuk kedua
analit ini sesuai dengan sindroma malabsorbsi. Jika terdapat malabsorbsi, penyebab yang
mungkin adalah suatu penyakit di usus sendiri atau akibat penyakit empedu atau
pancreas. Dan jika uji absorbs xilosa memperlihatkan kadar serum atau urine yang rendah
(peningkatan kadar xylose serum kurang dari 25 mg/100 ml yang diukur 1 hingga 2 jam
setelah makan 25 gm xilosa. Uji absorbs xilosi positif palsu kadangkala terjadi pada
situasi-situasi berikut:
- Penurunan fungsi ginjal pada pasien-pasien berusia lebih dari 60 tahun atau
berapapun yang menderita penyakit ginjal.
- Pasien-pasien dengan peningkatan cairan ekstraselluler, khususnya dengan asites
atau edema masif.
4. Pemeriksaan Parasitologi pada Feses
a. Teori
Pada pemeriksaan secara makroskopis perlu diperhatikan adanya darah dan lendir,
di mana tinja yang mengandung darah dan lendir dapat ditemukan pada kasus infeksi
bakteri (Shigella) dan infeksi parasit (Amoeba, telur S. mansoni, S. japonicum, dan
kadang-kadang S. haematobium). Kemudian, tinja cair ptanpa darah atau lendir dapat
ditemukan trofosit (vegetatif) dan/atau kista dari Amoeba dan Flagellata lainnya, serta
pada tinja yang berkonsistensi padat perlu diperhatikan adanya kista dari protozoa atau
parasit lainnya.
Penderita dengan infeksi cacing dapat ditemukan cacing dewasa, larva, dan telur.
Telur dapat diperiksa dengan cara langsung atau dengan cara konsentrasi. Larva dalam
tinja dapat ditemukan pada pemeriksaan langsung dengan cara sediaan tinja basah atau
pada pembiakan. Untuk cacing Oxyuris vermicularis dilakukan pemeriksaan anal swab.
Pada pemeriksaan feses untuk protozoa usus secara mikroskopik dikenal dalam
bentuk trofozoit dan bentuk kista. Bentuk trofozoit harus diperiksa dalam feses yang
segar (30 menit setelah feses dikeluarkan dan bukan setelah 30 menit sampai di
laboratorium) karena pergerakan yang khas dapat dilihat dengan jelas. Di dalam tinja
yang sudah tidak segar lagi bentuk trofozoit akan mati dan tidak dapat dilihat
pergerakannya. Sedangkan bentuk kista tahan lama dalam tinja. Umumnya, dalam tinja
cair dapat kita jumpai bentuk vegetatif dan dalam tinja padat umumnya kita temukan
bentuk kista. Untuk lebih mudah menemukan bentuk trofozoitnya, maka kita perlu
memerikasa bagian feses yang ada lendir da nada darahnya.
Untuk pemeriksaan protozoa, sebaiknya digunakan lugol atau eosin. Pada sediaan
eosin, parasit mudah ditemukan, tampak pergerakan bentuk vegetatif, tampak bentuk
parasit, ektoplasma, endoplasma, dinding kista, vakuol, benda kromatoid, dan sisa
organel, serta inti entamoeba terkadang samar-samar. Sedangkan pada sediaan logol,
parasit lebih sukar ditemukan, bentuk vegetatif sukar ditemukan, inti parasit jelas, benda
kromatoid tidak tampak, sisa organel jelas, dan diagnosis kista.
b. Prosedur Kerja
- Alat dan Bahan: kaca objek, kaca penutup, larutan (air/garam fisiologis/eosin/logol),
lidi, atau aplikator lainnya, mikroskop, dan feses.
- Prosedur Pemeriksaan Tinja Sediaan Langsung
Teteskan satu tetes larutan ke atas kerja objek.
Dengan lidi ambil sedikit feses (+ 2 mg) dan campurkan dengan tetesan larutan
sampai homogeny, buang bagian-bagian kasar.
Tutup dengan kaca penutup ukuran 22 x 22 mm, sedemikian rupa sehingga tidak
terbentuk gelembung-gelembung udara.
Periksa dengan sistematik dengan menggunakan pembesaran rendah (objektif
10x). bila dicurigai adanya parasit periksalah dengan objektif 40x.
Untuk mendapatkan perlambatan kekeringan pada sediaan maka tepi sediaan
dapat direkatkan dengan lilin cair/entelan/pewarna kuku (kuteks).
c. Pembuatan Sediaan
- Pada pewarnaan dengan eosin, cara pembuatan sediaan sama dengan syarat, di mana
sediaan harus tipis, sehingga warnanya merah jambu muda. Bila warnanya merah
jambu tua atau jingga, maka berarti sediaan terlampau tebal.
- Pada pewarnaan dengan lugol, cara pembuatan sediaan sama dengan eosin, yaitu
hanya dengan menggunakan sediaan tidak terlalu tipis. Cara ini dipakai untuk
pemeriksaan kista. Bentuk vegetatif dalam larutan iodium ini menjadi bulat karena
mati, sehingga pemeriksaan bentuk vegetatif menjadi sukar sekali.
d. Kesalahan yang Mungkin Timbul, diantaranya sediaan tidak homogeny, sediaan yang
terlalu tebal, banyak rongga udara, cairan merembes keluar dari kaca tutup.
5. Pemeriksaan Laboratorium Darah
Pemeriksaan laboratorium darah yang bisa dilakukan meliputi pemeriksaan kadar
hemoglobin (Hb), leukosit, eritrosit, dan laju endap darah. Specimen darah yang biasa
digunakan diambil dari darah vena.
Pemeriksaan kadar hemoglobin bertujuan untuk menetapkan atau mengetahui kadar
hemoglobin dalam darah. Nilai normal kadar hemoglobin pada laki-laki sekitar 14-18
gram/dL, sedangkan pada wanita adalah sekitar 12-16 gram/dL. Pemeriksaan leukosit
bertujuan untuk menghitung jumlah leukosit dalam darah dengan nilai normal sekitar 5.000-
10.000/mm3. Pemeriksaan eritrosit bertujuan untuk menghitung jumlah eritrosit dalam darah
dengan nilai normal pada laki-laki sekitar 4,5-5,5 juta/mm3 darah, sedangkan pada wanita 4-5
juta/ mm3 darah.
Prinsip pemeriksaan laju endap darah adalah mengendapkan sel-sel darah pada darah
yang sudah diberi koagulan setelah didiamkan dalam waktu tertentu. Dalam pemeriksaan ini
yang dihitung adalah kecepatan waktu mengendapnya. Pemeriksaan ini bertujuan untuk
mengetahui sel-sel darah yang mengendap dalam waktu tertentu, dengan prosedur:
a. Sediakan tabung/botol yang telah diisi dengan 0,4 ml larutan natrium sitrat 3,8%.
b. Isap darah vena sebanyak 1,6 ml dan masukan ke dalam botol yang berisi natrium sitrat
tersebut.
c. Campur larutan dengan gerakan melingkar secara perlahan-lahan.
d. Isap campuran darah tersebut ke dalam pipet Westregren dengan bantuan karet pengisap
sampai garis bertanda 0 mm.
e. Biarkan pipet dalam posisi tegak lurus pad arak Westergren selama 60 menit.
f. Bacalah tingginya lapisan plasma pada jam pertama dan jam kedua dari 0 sampai batas
plasma dengan endapan darah. Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam millimeter per jam
dan 2 jam. Nilai normal pada laki-laki 0-10 mm/jam, sedangkan pada wanita 1-20
mm/jam.
6. Pengukuran pH kerongkongan.
Mengukur keasaman kerongkongan bisa dilakukan pada saat manometri.
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan apakah terjadi refluks asam atau tidak.
7. Uji Bernstein (Tes Perfusi Asam Kerongkongan).
Pada pemeriksaan ini sejumlah kecil asam dimasukkan ke dalam kerongkongan melalui
sebuah selang nasogastrik. Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan apakah nyeri
dada disebabkan karena iritasi kerongkongan oleh asam dan merupakan cara yang baik
untuk menentukan adanya peradangan kerongkongan (esofagitis).
8. Pemeriksaan Darah Samar
a. Deskripsi
Perdarahan di dalam saluran pencernaan dapat disebabkan baik oleh iritasi ringan
maupun kanker yang serius. Bila perdarahannya banyak, bisa terjadi muntah darah, dalam
tinja terdapat darah segar atau mengeluarkan tinja berwarna kehitaman (melena).
Jumlah darah yang terlalu sedikit sehingga tidak tampak atau tidak merubah penampilan
tinja, bisa diketahui secara kimia; dan hal ini bisa merupakan petunjuk awal dari adanya
ulkus, kanker dan kelainan lainnya. Darah segar dari rectum dapat merupakan indikasi
adanya perdarahan dari usus besar bagian bawah (misalnya hemoroid), dan feses
berwarna coklat hitam menunjukkan kehilangan > 50 ml darah saluran pencernaan bagian
atas. Pada pemeriksaan colok dubur, dokter mengambil sejumlah kecil tinja . Contoh ini
diletakkan pada secarik kertas saring yang mengandung zat kimia.
b. Masalah-Masalah Klinis
Setelah ditambahkan bahan kimia lainnya, warna tinja akan berubah bila terdapat darah.
Dalam pemeriksaan darah samar perlu diperhatikan bahwa diet yang banyak mengandung
daging, ungags, ikan, dan obat-obatan (misalnya golongan kortison, aspirin, zat besi, dan
kalium) dapat menyebabkan hasil yang positif semu.
c. Prosedur Pemeriksaan Darah Samar
- Berbagai regen untuk pemeriksaan darah dapat digunakan. Ortolidin (Occultest)
dianggap sebagai pemeriksaan yang paling sensitif.
- Hindari makan daging, ungags, dan ikan selama 2-3 hari sebelum pemeriksaan feses.
- Catat obat-obat yang diminum klien pada formulir laboratorium.
- Dapatkan specimen feses (sedikit), dan kirimkan ke laboratorium atau periksa dengan
menggunakan sebuah kit untuk mendeteksi darah samar. Specimen feses diperoleh
dari pemeriksaan rektal.
DAFTAR PUSTAKA
Kee, Joyee LeFever. 1997. Buku Saku Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik dengan
Implikasi Keperawatan. Edisi 2. Jakarta: EGC.
Asmadi. 2009. Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien.
Depok: Salemba Medika.
Speicher, Carl E., dan Smith, Jack W. 1996. Pemilihan Uji Laboratorium yang Efektif. Jakarta:
EGC.
Sacher, Ronald A., dan McPherson, Richard A. 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan. Edisi
11. Jakarta: EGC.