Tugas Meyla Tentang EEG

34
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Elektroenchelpalograph/Elektro Enselo Grafi (EEG) adalah suatu alat yang mempelajari gambar dari rekaman aktifitas listrik di otak, termasuk teknik perekaman EEG dan interpretasinya. Neuron-neuron di korteks otak mengeluarkan gelombang-gelombang listrik dengan voltase yang sangat kecil (mV), yang kemudian dialirkan ke mesin EEG untuk diamplifikasi sehingga terekamlah elektroenselogram yang ukurannya cukup untuk dapat ditangkap oleh mata pembaca EEG sebagai gelombang alfa, beta, theta dan sebagainya. Tujuan penggunaan sinyal EEG dikalangan kedokteran untuk mendiagnosa penyakit yang berhubungan dengan kelainan otak dan kejiwaan. Walaupun penggunaan teknik modern seperti CT Scan dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) dapat memeriksa otak, namun EEG tetap berguna mengingat sifatnya yang non-destruktif. Disamping keunggulan lain, sinyal EEG dapat mengidentifikasi kondisi mental dan pikiran, serta menangkap persepsi seseorang terhadap rangsangan luar. 1

description

EEG

Transcript of Tugas Meyla Tentang EEG

Page 1: Tugas Meyla Tentang EEG

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Elektroenchelpalograph/Elektro Enselo Grafi (EEG) adalah suatu alat yang

mempelajari gambar dari rekaman aktifitas listrik di otak, termasuk teknik perekaman

EEG dan interpretasinya. Neuron-neuron di korteks otak mengeluarkan gelombang-

gelombang listrik dengan voltase yang sangat kecil (mV), yang kemudian dialirkan

ke mesin EEG untuk diamplifikasi sehingga terekamlah elektroenselogram yang

ukurannya cukup untuk dapat ditangkap oleh mata pembaca EEG sebagai gelombang

alfa, beta, theta dan sebagainya.

Tujuan penggunaan sinyal EEG dikalangan kedokteran untuk mendiagnosa

penyakit yang berhubungan dengan kelainan otak dan kejiwaan. Walaupun

penggunaan teknik modern seperti CT Scan dan Magnetic Resonance Imaging (MRI)

dapat memeriksa otak, namun EEG tetap berguna mengingat sifatnya yang non-

destruktif. Disamping keunggulan lain, sinyal EEG dapat mengidentifikasi kondisi

mental dan pikiran, serta menangkap persepsi seseorang terhadap rangsangan luar. 

Transformasi sinyal EEG menjadi suatu model, merupakan suatu cara yang

sangat efektif dalam membantu klasifikasi sinyal EEG, mengidentifikasi serta

mengestimasi spektrum sinyal EEG. Sinyal EEG mengandung komponen-komponen

tertentu, yang dikenal sebagai gelombang alfa (8-13 Hz), beta (14-30 Hz), teta (4-7

Hz), dan delta (0.5-3 Hz), sehingga transformasi sinyal EEG menjadi daerah-daerah

frekuensi merupakan hal yang sangat berguna, terutama dalam identifikasi

gelombang-gelombang di otak.

1

Page 2: Tugas Meyla Tentang EEG

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

EEG Normal adalah gambaran EEG tanpa adanya pola abnormal yang

berhubungan dengan kelainan secara klinik. EEG normal tidak menjamin fungsi dan

struktur serebral yang normal, karena tidak semua kelainan struktur dan fungsi otak

menyebabkan abnormalitas pada EEG. Sedangkan EEG Abnormal tidak selalu

menggambarkan abnormalitas serebral.

Prosedur Kerja

2

Page 3: Tugas Meyla Tentang EEG

2.2. EEG Normal pada Anak dan Dewasa

Gambaran EEG normal bervariasi pada individu dengan usia yang sama,

sedangkan gambaran variasi EEG normal dapat terjadi pada individu dengan usia

berbeda.

Pada pembacaan hasil EEG perlu diperhatikan :

Lokasi / distribusi

Frekuensi

Pola / gambaran khas

Usia

Bangun

Tidur

Gambaran EEG yang perlu diketahui adalah :

Irama latar belakang di Posterior

Mu

Beta

Theta dan Delta

Prosedur Aktivasi : hiperventilasi dan stimulasi fotik

Gelombang di posterior :

1. Gelombang Alpha

Frekuensi 8 – 13 Hz, saat bangun, relaks, tutup mata

3

Page 4: Tugas Meyla Tentang EEG

Distribusi : bagian posterior kepala (oksipital, parietal dan temporal

posterior)dapat meluas ke sentral, verteks dan midtemporal

Karakteristik : sinusoidal, waxes and wanes, Amplitudo : 20 – 70 uV

( Ka>Ki)

Reaktivitas : Amplitudo berkurang saat buka mata, aktivitas mental sedangkan

frekuensi berkurang saat mengantuk

Anak : Frekuensi tergantung usia

3-4 bln : 3.5 – 4.5 Hz 3 thn : 8 Hz

12 bln : 5 – 6 Hz 9 thn : 9 Hz

24 bln : 7 Hz 15 thn: 10 Hz

Gambar 1. Gelombang Alpha

4

Page 5: Tugas Meyla Tentang EEG

2. Gelombang lambda

Karakteristik : dapat terlihat saat bangun, buka mata, polaritas positif, asimetri

(normal), di daerah oksipital, jelas terlihat usia 2 – 15 thn, dan jarang terlihat pada

usia tua . Gelombang Lambda mempunyai amplitudo : 20 – 50 uV .

Reaktivitas : gelombang ini tampak jika melihat suatu objek,dan menghilang saat

tutup mata.

Gambar 2. Gelombang Lambda.

3. Gelombang Mu

Gelombang ini sering disebut juga comb rhythm, rolandic alpha. Frekuensi

seperti Alpha ( 8 - 10 Hz)terdapat pada 20 % orang dewasa ,sering pada usia 8 – 16

tahun dan lokasinya di daerah sentral, dapat tampak unilateral atau bilateral.

5

Page 6: Tugas Meyla Tentang EEG

Karakteristik : Bentuk lengkung, amplitudonya 20 – 60 uV, gelombang ini akan

menurun frekuensinya atau hilang dengan gerakan aktif, pasif atau stimulus taktil

kontralateral, maupun berpikir tentang gerakan. Gelombang ini berasal dari korteks

sensorimotor.

Gambar 3. Gelombang Mu

4. Gelombang Beta

Gelombang Beta mempunyai frekuensi : 16 Hz - 30 Hz, distribusi terutama

frontal dan central dengan amplitudo : 10 – 20 uV (dewasa) dan 60 uV (anak usia 12-

18 bulan). Gelombang Beta dapat lebih jelas terlihat saat mengantuk, maupun atas

pengaruh obat-obatan (barbiturat, benzodiazepin). Perbedaan amplitude kanan dan

kiri lebih dari 35 % merupakan suatu abnormalitas.

6

Page 7: Tugas Meyla Tentang EEG

Gambar 4. Gelombang Beta

5. Gelombang Theta

Gelombang Theta mempunyai frekuensi : 4 – 7 Hz, di daerah frontal atau fronto-

central (tutup mata) , dan Temporal (4 – 7 Hz) biasanya pada orang tua .Gelombang

theta jelas terlihat saat hiperventilasi,mengantuk dan tidur. Amplitudo : 30 – 80 uV.

7

Page 8: Tugas Meyla Tentang EEG

Gambar 5. Gelombaang Theta

6. Gelombang Delta

Frekuensi : 0.5 – 3 Hz

Jelas terlihat saat hiperventilasi, mengantuk , tidur

Temporal Delta pada orang tua ≈ temporal Theta

8

Page 9: Tugas Meyla Tentang EEG

Gambar 6. Gelombang Delta

2.3. Aktivasi

Selama pemeriksaan EEG, dilakukan aktivasi yang bertujuan untuk

mempermudah mendapatkan gambaran EEG yang khas maupun yang abnormal.

Aktivasi yang digunakan adalah Hiperventilasi dan stimulasi fotik.

1. Hipervenrilasi

Aktivasi ini digunakan untuk melihat gambaran EEG pada kejang bentuk Lena

(absance). Saat hiperventilasi pasien di suruh untuk nafas dalam, anak – anak

biasanya disuruh untuk meniup balon, atau kertas. Lama hiperventilasi ini 3 menit,

tetapi bila kemumngkinan kejang bentuk lena, dilakukan selama 5 menit. Gambaran

normal akan terlihat gelombang lambat yang menyeluruh (Theta sampai Delta).

Hati-hati bila dilakukan pada pasien usia tua, kelainan serebrovaskuler, tumor otak

dan tekanan tinggi intra kranial.

9

Page 10: Tugas Meyla Tentang EEG

2. Stimulasi Fotik.

Saat rekaman EEG diberikan stimulasi cahaya dengan frekuensi 1 – 20 kali /

detik. Respon yang akan didapat adalah photic driving yang terlihat di bagian

oksipital bilateral. Bila photic driving tidak ada, tidak dikatakan bahwa abnormal.

Gambar 7. Photic driving

2.4. EEG Saat Tidur

Pada rekaman EEG diperlukan gambaran EEG saat bangun maupun saat tidur.

Rekaman EEG saat tidur dapat ditemukan gelombang yang abnormal, karena itu di

dalam setiap rekaman EEG diusahakan pasien dapat tidur.

Gelombang Normal saat tidur perlu dikenali oleh para pembaca EEG, agar tidak

keliru dengan gelombang yang abnormal.

10

Page 11: Tugas Meyla Tentang EEG

A. Gelombang Verteks ( gelombang)

Amplitudo maksimum di Central, monofasik, durasi 100 – 200 msec,

amplitudo : 40 – 100 uV , terlihat pada saat tidur stadium 1. Pada anak mulai terlihat

saat usia 5 bulan .

Gambar 8. Gelombang Verteks

B. Gelombang K Kompleks

Komponen gelombang sharp (gelombang tajam) diikuti gelombang lambat yang

menyeluruh, maksimum di Fronto-central, bifasik , durasi lebih atau sama dengan

500 msec , amplitudo lebih dari 100 µV, bersamaan dengan spindle, merupakan

respon terhadap rangsang sensorik yang tiba-tiba (suara, dibangunkan), tampak saat

tidur stadium 2.

11

Page 12: Tugas Meyla Tentang EEG

Gambar 10. K Kompleks

C. Gelombang Spindel

Frekuensi : 14 – 15 Hz, bilateral, sinkron, ritmis, terutama di Verteks, sentral juga

Frontal. Pada anak usia 2 bulan dapat asinkron dan asimetris, tetapi saat anak berusia

18 bulan gel spindel sinkron bilateral, dan saat usia 2 tahun, sudah seperti dewasa.

Durasi 0.5 – 1 detik, jelas terlihat saat tidur stadium 2.

12

Page 13: Tugas Meyla Tentang EEG

Gambar 11.Gelombang Spindel

D. Gelombang POST

Gelombang tajam, monofasik dengan amplitudo : 20 – 70 µV, merupakan

gelombang positif dengan distribusi di oksipital bilateral, snkron, frekuensi 4-5 Hz,

dan terlihat saat tidur stadium 1.

13

Page 14: Tugas Meyla Tentang EEG

Gambar 12. Gelombang POST

E. Hipnagogik hipersinkroni

Saat transisi tidur – bangun berupa akktivitas Theta – delta, dengan amplitudo

tinggi, menyeluruh, maksimum di fronto-central, sinkron, ritmik. Terutama anak usia

1-5 thn, jarang setelah 11 thn.

Gambar 13.

14

Page 15: Tugas Meyla Tentang EEG

Stadium Tidur dibagi menjadi:

Tidur Stadium 1

Aktivitas Beta meningkat di Fronto-central dan tampak pula aktivitas Theta di

posterior dan temporal. Gelombang Verteks dan POST juga terlihat.

Tidur Stadium 2

Gelombang yang tanpak saat tidur stadium 1 adalah : Spindel , K kompleks ,

Beta di fronto-central, aktivitas theta di posterior dan temporal, dijumpai gelombang

Vertex, POSTs. Aktivitas alpha tidak terlihat.

Tidur Stadium 3 dan 4

Pada tidur stadium 3 , 20 – 50 % terdiri dari gelombang dgn frekuensi < 2

Hz, amplitude > 75 µV. Pada tidur stadium 4, lebih dari 50 % terdiri dari gelombang

dengan frekuensi kurang dari 2 Hz, tampak pula gelombang Spindel , dan K

kompleks . Tidak tampak gelombang Alpha , gelombang verteks dan POSTs.

2.5. Gambaran EEG pada beberapa penyakit pada anak.

a. Kejang demam dan Epilepsi

Pemeriksaan ini tidak dianjurkan untuk dilakukan pada kejang demam yang

baru terjadi sekali tanpa adanya deficit neurologis. Tidak ada penelitian yang

menunjukkan bahwa EEG yang dilakukan saat kejang demam atau segera setelahnya

atau sebulan setelahnya dapat memprediksikan akan timbulnya kejang tanpa demam

dimasa yang akan datang. Walaupun dapat diperoleh gambaran gelombang yang

abnormal setelah kejang demam, gambaran tersebut tidak bersifat prediktif terhadap

resiko berulangnya kejang demam atau epilepsy. EEG dapat memperlihatkan

gelombang lambat di daerah belakang yang bilateral, sering asimetris, kadang-kadang

unilateral. Perlambatan ditemukan pada 88 % pasien bila EEG dikerjakan pada hari

kejang dan ditemukan pada 33 % pasien bila EEG dilakukan tiga sampai tujuh hari

setelah serangan kejang. Saat ini pemeriksaan EEG tidak dianjurkan untuk pasien

15

Page 16: Tugas Meyla Tentang EEG

kejang demam sederhana. Pemeriksaan EEG dapat dilakukan pada kejang demam tak

khas; misalnya pada anak usia > 6 tahun atau kejang demam fokal.

Faktor resiko untuk perkembangan epilepsi sebagai komplikasi kejang demam

adalah riwayat epilepsi keluarga positif, kejang demam awal sebelum umur 9 bulan,

kejang demam lama atau atipik, tanda perkembangan yang terlambat, dan

pemeriksaan neurologis abnormal. Indidens epilepsi adalah sekitar 9% bila beberapa

faktor risiko ada dibanding dengan insiden 1% pada anak yang menderita kejang

demam dan tidak ada faktor resiko.

Gambar 14

16

Page 17: Tugas Meyla Tentang EEG

Fig. 1. Epileptic discharges on EEG in children with FS+. (A) The ictal EEG of an

absence seizure showing typical 3 Hz spike and wave complex in a 7-year 11-month-old

boy with late FS. (B) Coexisting diffuse spike and wave complex and multifocal spikes

during sleep in a 6-year 1-month old girl having FS, an afebrile seizure and a seizure

induced by watching TV (photo-paroxysmal responses shown in Fig. 2A). (C,D)

Migration of epileptic foci in a girl with late FS and later complex partial seizures (CPS)

from bilateral temporal regions at 7 years 5 months of age (C) to Cz at 13 years 6

months when she suffered from CPS (D).

Gambar 15

17

Page 18: Tugas Meyla Tentang EEG

Fig. 2. Non-epileptic EEG patterns indicating genetic predisposition to seizure

disorders in children with FS+. (A) Spike and wave complex induced by intermittent

photic stimulation in a girl suffering from FS+ and a TV-induced seizure (identical

EEG record to Fig. 1B). (B) ‘Pseudo-petit mal discharge’ during drowsy state in an

8-year 11-month-old girl with late FS. (C) Parietal dominant monomorphous 6–7 Hz

theta rhythm unresponsive to eye-opening on awake EEG in a 5-year 6-month-old

girl with FS and an afebrile seizure. (D) Occipital dominant high-amplitude

sinusoidal 2–4-Hz rhythm on awake EEG in a 3-year 8-month-old girl with FS and

afebrile seizures.

b. Encefalitis

Encefalitis merupakan peradangan pada parenkim otak. Ensefalitis terjadi dalam dua

bentuk, yaitu bentuk primer dan sekunder. Ensefalitis primer melibatkan infeksi virus

langsung dari otak dan sumsum tulang belakang. Sedangkan ensefalitis sekunder, infeksi

virus pertama terjadi di tempat tubuh lain dan kemudian ke otak.

Gambar 16

Keterangan gambar: EEG showing left sided periodic discharges every 2 seconds in HSV type 1 encephalitis.

Gambar 17.

18

Page 19: Tugas Meyla Tentang EEG

Ket gambar: Herpes simplex encephalitis: left sided slow activity and repetitive periodic epileptiform discharges (PEDs).

c. Subacute sclerosing pan-encephalitis (SSPE)

SSPE merupakan komplikasi dari infeksi virus campak semasa kanak-kanak.

Pada gambaran EEG menunjukkan terdapat perubahan yang relative spesifik.

Meskipun jarang, ahli saraf Inggris cenderung untuk melihat lebih banyak kasus di

tahun-tahun mendatang karena penurunan vaksinasi campak. Gambaran EEG

karakteristik adalah stereotip kompleks tinggi periodik tegangan, biasanya umum atau

bilateral. Morfologi kompleks sangat stereotip dalam individu, tetapi berbeda antara

pasien. Periodisitas bervariasi dari beberapa detik, dengan pengurangan interval

bertahap antara kompleks, dan hilangnya akhir kompleks sebagai kemajuan penyakit.

Latar Belakang aktivitas otak pada awalnya normal antara kompleks, dengan lambat

meningkatkan aktivitas dan kemudian atenuasi dalam tahap-tahap selanjutnya.

Kompleks biasanya terkait dengan tersentak mioklonik (para myoclonus mungkin

negatif). Kebanyakan SSPE terjadi pada anak-anak dan remaja. Pada orang dewasa

onsetnya jarang.

19

Page 20: Tugas Meyla Tentang EEG

Keterangan gambar: Stereotyped high amplitude periodic

complexes in an adolescent female with subacute sclerosing pan-

encephalitis.

d. Panayiotopoulos Syndrome

Panayiotopoulos syndrome (PS) adalah anak yang diakui epilepsi dengan

semiologi kejang yang tidak biasa pada anak. Kejang terjadi dengan gejala otonom

menonjol berlangsung selama ½ jam atau lebih. Migrain dan muntah dapat

didiagnosis meskipun ketika sinkop, kejang hemiclonic. EEG pada pasien dengan PS

menunjukkan variabilitas ditandai dari segi lokasi dan EEG mungkin normal. Bila

dilihat, paku oksipital mendominasi dan biasanya dari tegangan tinggi (gambar A).

Kejang mungkin menunjukkan pergeseran onsets dengan rekaman kepala dari

anterior ke posterior onset (gambar B) meskipun dengan manifestasi klinis yang

serupa. Durasi berkepanjangan adalah karakteristik dan telah diakui sebagai status

epilepticus otonom. Pemeriksaan neuropsikologi adalah normal kecuali perubahan

20

Page 21: Tugas Meyla Tentang EEG

visual dan visuoperceptual dan perhatian kecil dan jarang terjadi gangguam memori.

Kebanyakan pasien memiliki <5 kali kejang meskipun sekitar 5% yang berulang.

Figure: (Figure A) Interctal EEG demonstrating bilateral occpital spike and waves

during light sleep.  (Figure B) A left occipital seizure during photic stimulation

captured during VEEG.  Recording parameters include; longitudinal bipolar

montage, sensitivity 7 uv, and filter settings of 1-70.

21

Page 22: Tugas Meyla Tentang EEG

e. Jeavon's Syndrome

Jeavon’s sindrom (JS) ditandai dengan kelopak mata myoclonia. JS

biasanya terjadi pada anak perempuan yang sebetulnya normal dan merupakan jenis

yang unik epilepsi genetik . Puncaknya terjadi di masa kecil dan mungkin memiliki

onset awal dalam hidup sebelum onset epilepsi pada anak dan biasanya kondisi

seumur hidup. Video-EEG monitoring sangat penting untuk diagnosis definitif, untuk

mengukur kejang, dan mengkonfirmasi photosensitivity. EEG menunjukkan 3-Hz

atau GSW cepat yang mungkin berisi polyspikes setelah penutupan mata. Kelainan

oksipital tidak ditemukan pada pasien meskipun memiliki inisiasi fokus dari sistem

thalamo-kortikal pada beberapa pasien.

Figure: (A) EEG demonstrating generalized symmetrical bifrontal 3-Hz spike-and-waves

during an AS (note the slight left asymmetry at onset). (B) Demonstrates her self-limited

photoparoxysmal response. Recording parameters: longitudinal bipolar montage; sensitivity

7 uv; filter settings of 1-70.

22

Page 23: Tugas Meyla Tentang EEG

BAB III

SIMPULAN

Setiap pembaca EEG perlu memahami dan mengetahui pola EEG Normal,

sehingga dapat terhindar dari interpretasi yang berlebihan .

EEG normal dipengaruhi oleh usia, keadaan pasien (tidur, bangun, mengantuk) dan

aktivasi saat rekaman. EEG yang normal tidak menyingkirkan keadaan otak yang

abnormal

Gambar Hasil pemeriksaan EEG.

23

Page 24: Tugas Meyla Tentang EEG

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonymous. Encephalitis. [ Online ] 2009. Availablefrom :

URL ;www.mayoclinic.com/health/encephalitis/DS00226 diunduh 13

september 2012.

2. Behrman, Kliegman, Arvinka. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Vol 3. Edisi 15

EGC. Jakarta 2000.

3. Berg AT, Berkovic SF, Brodie MJ, Buchhalter J, Cross HJ, Van Emde Boas

W et al. Revised terminology and concepts for organization of seizures and

epilepsies: Report of the ILAE Commission on Classification and

Terminology, 2005-2009. Epilepsia 2010.

4. Bruce J, Fisch & Spehlmanns. EEG Primer: Basics Principles of Digital and

Analog EEG.Elsevier.1999.

5. EEG atlas : e-medicine http://www.emedicine.com/neuro/topic701.htm

6. EEG in neurological condition other than epilepsy. Neurol Neurosurg

Psychiatry 2005;76:ii8-ii12 doi:10.1136/jnnp.2005

http://jnnp.bmj.com/content/76/suppl_2/ii8.full diunduh 13 September 2012.

7. Kneen , R,. Solomon T. Management and outcome of viral encephalitis in

children. Neurology and heads the Brain Infections Group at the University of

Liverpool.

http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S175172220700282X.

Elsivier 2007. diunduh 13 September 2012.

8. Kobayashi , K, dkk. Clinical and electroencephalographic characteristics of

children with febrile seizures plus.

http://www.sciencedirect.com/science/article. Elsivier. 2004. diunduh 13

September 2012.

24

Page 25: Tugas Meyla Tentang EEG

9. Ners, Z.A. http://www.elektromedik.info/2008/04/eeg-elektro-

encelografi.html, diakses 10 September 2012.

10. Primer of EEG with mini-atlas A James Rowan, Eugene Tolunsky;

Butterworth Heinamann 2003

11. S. Soetomenggolo, Taslim, Ismail, S. Buku Ajar Neurologis Anak. Cetakan

Kedua BP. IDAI. Jakarta 2000.

12. Selim R Benbadis, MD; Chief Editor: Helmi L Lutsep, MD.

http://emedicine.medscape.com/article/1140563-overview#a30, diakses 10

September 2012.

13. Specchio N, Trivisano M, DiCiommo V, Cappelletti S, Masciarelli G, Volkov

J et al. Panayiotopoulos syndrome: A clinical, EEG, and neuropsychological

study of 93 consecutive patients.  Epilepsia 2010.

14. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. Buku Kuliah 2. Ilmu Kesehatan Anak.

Bagian IKA FK UI. Jakarta1985.

15. Viravan S, Go C, Ochi A, Akiyama T, Snead III OC, Otsubo H. Jeavons

syndrome existing as occipital cortex initiating generalized epilepsy. Epilepsia

2011

25