tugas kelompok 3 KGD
-
Upload
yelsi-fajr -
Category
Documents
-
view
55 -
download
13
description
Transcript of tugas kelompok 3 KGD
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
CIDERA KEPALA BERAT (Contusio Cerebral)
OLEH :
Rini Sartika
Sri Wilda
Yelsi Fajriani
Ella Monika
Fitri Neka
Ilham Nur Akbar
Nanik Susanti
Rahmi Fitdiawati
Dosen : Ns.merry Yolanda, s.kep
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
STIKES YARSI BUKITTINGGI
SUMATERA BARAT
2012
1
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, dengan mengucapkan puji dan syukur yang sebesar-besarnya
kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah dan petunjuk-Nya yang
berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah.
Makalah ini berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Cidera
Kepala Berat (ckb)”
Penulis menyadari bahwa laporan makala ini masih banyak memiliki
kekurangan, sehingga kritikan dan saran yang positif sangat penulis harapkan demi
kesempurnaan makalah ini dimasa yang akan datang
Penulis hanya mendo’akan semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya kepada kita semua, semoga laporan makalah ilmiah ini dapat memberikan
manfaat kepada para pembaca, tenaga kesehatan pada umumnya dan tenaga keperawatan
khususnya.
Bukittinggi , 7 november 2012
Penulis
2
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia sebagai Negara berkembang ikut merasakan kemajuan teknologi
yaitu meningkatnya bidang transpotasi dan mobilitas penduduk yang juga
berdampak dengan meningkatnya angka kecelakaan lalu lintas dan resiko
pekerjaan yang menyebabkan timbulnya trauma dengan melakukan
penatalaksanaan dengan baik. (http://www.angelfire.com/nc/neorosurgery ).
Cidera kepala adalah kerusakan neurologi yang terjadi akibat adanya
trauma pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder
dari trauma yang terjadi (Sylvia Anderson Price, 2002)
Disebut cedera kepala berat, dimana otak mengalami memar, dengan
kemungkinan adanya daerah hemoragi. Pasien berada pada keadaaan tidak
sadarkan diri. (Brunner and Suddart, 2001)
Sistem kesehatan nasional merupakan suatu tatanan yang mencerminkan upaya
bangsa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan mencapai derajat kesehatan
yang optimal sebagai perwujudan kesejahteraan umum. Upaya kesehatan untuk
mencapai derajat kesehatan bermutu dan berwujud penyembuhan penderita secara
berangsur – angsur berkembang kearah kesatuan upaya kesehtan bagi seluruh
masyarakat. Melalui peran serta masyarakat yang mencakup upaya peningkatan,
penyembuhan, pencegahan, pemulihan kesehatan yang bersifat menyeluruh dan
terpadu dan berkesinambungan.
3
Demi mencegah terjadinya kerusakan sel otak dan tercapainya system
kesehatan nasional maka diperlukan tindakan perawatan kesehatan yang
melibatkan tim – tim kesehatan. Ini tidak luput dari peran perawat sebagai
pemberi asuhan keperawatan dengan pasien sebagai focus keperawatan yang
mempunyai kebutuhan psikososial – spiritual, sehingga diperlukan pendekatan
yang komprehensif dalam memberikan pelayanan. Sehingga sub system
pelayanan kerja sama dengan pelayanan medis yaitu dokter serta tenaga sebagai
praktek professional diharapkan dalam memberikan perawatan pasien dengan
trauma capitis. Sehingga dapat mencapai tujuan kerja sama yaitu memenuhi
kebutuhan pasien melalui pendekataan holistic. Berdasarkan hal tersebut penulis
tertarik untuk membahas permasalahan dalam menerapkan proses keperawatan.
.
4
Asuhan keperawatan pada klien dengan cidera kepala berat
(contusio cerebral)
1. Defenisi
Cedera kepala atau trauma kapitis adalah gangguan fungsi otak normal
karena trauma ( trauma tumpul atau trauma tusuk ). ( Nettina , Sandra. M,
2001 : 756 )
Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala,
tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung
maupun tidak langsung pada kepala. (Suriadi & Rita Yuliani, 2001)
cedera kepala atau trauma kapitis adalah hilangnya kesadaran sgera
tetapi sementara akibat dari trauma tumpul atau decelerasi atau trauma tusuk
pada area frontal atau oksipital yang menciptakan gerakan mendadak dari
otak didalam tengkorak. ( Horisson, 2001 : 635 )
Cidera kepala adalah kerusakan neurologi yang terjadi akibat adanya
trauma pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder
dari trauma yang terjadi.
Disebut cedera kepala sedang bila GCS 9-12, kehilangan kesadaran atau
terjadi amnesia lebih dari 24 jam bahkan sampai berhari-hari. Resiko utama
pasien yang mengalami cedera kepala adalah kerusakan otak akibat
perdarahan atau pembengkakan otak sebagai respon terhadap cedera dan
menyebabkan peningkatan TIK. (Sylvia Anderson Price, 2002).
5
contusio serebri adalah kerusakan morfologik pada jaringan otak akibat
benturan pada daerah yang kecil fibsgisn otak tertentu ( Mummenthaler ,
mart, 1995 : 520 )
Contusio cerebral merupakan CKB, dimana otak mengalami memar dan
kemungkinan adanya daerah hemoragi. Pasien berada pada periode tidak
sadarkan diri. Pasien terbaring kehilangan gerakan, denyut nadi lemah,
pernafasan dangkal, kulit dingin dan pucat. (Sylvia Anderson Price, 2002)
Istilah cedera kepala :
1. Cedara kepala terbuka : mengalami lacerasi kulit kepala baik karena
robekan oleh tulang tengkorak atau dari luar .
2. Cedera kepala tertutup : adanya lacerasi geger otak dengan edema yang
luas tampa disertai oleh lacerasi kulit kepala.
3. Kulit dan konta kup : membeberkan lokasih daerah internal otak yang
mengalami kerusakan kup mengakibatkan kerusakan banyak terjadi pada
daerah benturan kontra kup berlawan dari pada sisi daerah.
4. Aselerasi terjadi karena kepala yang diam tertampar oleh benda yang
bergerak.Desalerasi terjadi karena kepala bergerak dan menbentur benda
yang diam, pada proses akselerasi sring disertai dengan iritasi internal
kepala.
5. Hudak dkk, mengelompokan cedera kepala
6
a. Cedera kepala ringan
Comusio serebri adalah gangguan fungsi neorologik ringan yang
terjadi sesaat dengan gejalah hilangnya kesadaran biasanya kurang dari
10 menit dengan atau tampa disertai amnesia retrograde, mual muntah,
nyeri kepala, vertigo dan tampa adanya kerusakan struktur otak.
Nilai GCS 13 – 15
Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30
menit.
Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.
b. Cedera kepala Sedang
Contusio cerebral merupakan CKB, dimana otak mengalami memar
dan kemungkinan adanya daerah hemoragi. Pasien berada pada periode
tidak sadarkan diri. Pasien terbaring kehilangan gerakan, denyut nadi
lemah, pernafasan dangkal, kulit dingin dan pucat. (Sylvia Anderson
Price, 2002)
Nilai GCS 9 – 12
Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi
kurang dari 24 jam.
Dapat mengalami fraktur tengkorak.
7
c. Cedera kepala Berat
Nilai GCS 3 – 8
Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.
anatomi dan fisiologi
Berdasarkan struktur otak
otak terdapat dalam rongga tengkorak yang dibungkus oleh selaput otak
yang disebut dengan meningen. Otak merupakan jaringan yang paling
banyak membutukan energi setiap hari untuk memproses metabolisme
fisik. Secara structural susunan saraf terbagi dua bagian :
8
Susunan saraf sentral yang terjadi dari otak dan medulla
otak besar atau cerebrum terdiri dari dua belahan yang disebut hemisfer
yaitu hemisfer kanan dan kiri. Permukaan otak yang berlekuk – lekuk yang
disebut girus dan celah diantara dua tekukan disebut sulkus. Setiap
hemisfer cerebri dibagi dalam lobus dan terdiri dalam 4 lobus :
1. Lobus pariental
a. Area sensori sonatas primer
Area ini menerima input sensori mayor, seperti rasa nyeri, suhu,
sentuhan dan fibrasi, area yang berhubungan dengan sensori.
b. Fungsi utama adalah mengintegrasi informasi sensori, misalnya
ukuran, bentuk, tekstur dari objek
2. Lobus frontal
Mengontrol emosi, kepribadian, penilaian, penaksiran, tingka laku
yang dipelajari dari pengembangan pikiran.
3. Lobus temporal
Area wemictes, affactori, area ini menerima dan menginterprestasikan
pendengaran, pembauan dan rasa.
4. Lobus oksipital
Area visual primer, area visual sekunder.
Batang otak
1. Pons
terletak didepan otak kecil diantara otak besar dengan medula
oblongata, pada pons terdapat serat – serat longitudinal yang
9
menghubungkan medila oblongata dengan otak besar, pons ini terdapat
serat cranial V, VI, VII dan VIII.
Medulla oblongata
Terletak dibawah pons dan diatas medulaspinalis, medulla oblongata
terdapat persilangan serta corticospinal ( yang membawa rangsangan
motorik dari otak kemedula spinalis ).
Otak kecil ( cerebelum )
Otak kecil terletak dibagian belakang bawah dari otak besar,
permukaan otak kecil juga tidak datar. Otak kecil juga terdiri dari
hemister kiri dan kanan secara simetris. Fungsi kecil adalah sebagai
pusat pengatur kesimbangan tubuh dan tempat koordinasi kontraksi
otot rangka.
Susunan saraf tepi ( perifer )
Terdiri susunan saraf otonom. Susunan saraf cranial termasuk
sensorik dan motorik. Gangguan saraf motorik dipersarafi oleh beberapa
percabangan saraf cranial 12 pasang saraf cranial yaitu :
Nerfus olfaktoris : berfungsi terhadap persepsi penciuman
Nervus optikus : berfungsi untuk mengerakan bola mata
Nervus troklear : berfungsi dalam pergerakan mata
ke atas, kebawah
Nervus trigeminus : berfungsi untuk mengunyah
10
Nervus abdusens : berfungsi memutar mata ke arah luar / lateral
Nervus vasialis : berfungsi untuk sensasi pengecapan dan otot wajah/
mimik
Akustikus : berfungsi untuk pendengaran
Nervus glossophryngeal: berfungsi untuk sensasi pengecapan dan untuk
reflek menelan
Nervus vagus :berfungsi untuk mengetahui pembentukan
suara
Nervus accessory : berfungsi untuk rotasi pergerkan rotasi kepala
Nervus hipoglosus : berfungsi untuk pergerakan lidah
Berdasarkan fungsi
Sistem saraf otonom
1. Simpatik mengontrol funsi yang memungkinkan tubuh bertahan
misalnya : stres fisik dan emosi dan responnya reaksi fighs
( perjuangan ) psigh ( pelarian ).
2. Para simpatis mengimbangi efek – efek stimulasi, saraf simpatis
melalui penghambatan fungsi organ respon para simpatis.
Sistem saraf somatis ( cerebro spinal )
Mengontrol aktivitas yang sadar seperti : persepsi terhadap keadaan kita
dan respon volunteer terhadap rangsangan.
11
2. Etiologi
Cedera langsung pada tempat pukulan pada jaringan otak
Cedera tidak langsung pada jarinaga otak
Hematoma ekstrdural ( EDH )
Hematoria sud-bdural ( SDH )
Edema serebral traumatic
Cedera otak difusi
Hidroma subdural
Hematoma subara khoid ( SAH )
( Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2002 )
Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil.
Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan.
Cedera akibat kekerasan. (Suriadi & Rita Yuliani, 2001)
3. Patofisiologi
Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat
ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala. Cedera
percepatan (aselerasi) terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur
kepala yang diam, seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena
kena lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan (deselerasi) adalah bila
kepala membentur objek yang secara relatif tidak bergerak, seperti badan
mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila
terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi
12
bila posisi badan diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi
dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan trauma
regangan dan robekan pada substansi alba dan batang otak.
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena
memar pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau
hemoragi. Sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan
autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera. Konsekuensinya
meliputi hiperemi (peningkatan volume darah) pada area peningkatan
permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan
peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial
(TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder
meliputi hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi.
Genneralli dan kawan-kawan memperkenalkan cedera kepala “fokal” dan
“menyebar” sebagai kategori cedera kepala berat pada upaya untuk
menggambarkan hasil yang lebih khusus. Cedera fokal diakibatkan dari
kerusakan fokal yang meliputi kontusio serebral dan hematom intraserebral,
serta kerusakan otak sekunder yang disebabkan oleh perluasan massa lesi,
pergeseran otak atau hernia. Cedera otak menyebar dikaitkan dengan
kerusakan yang menyebar secara luas dan terjadi dalam empat bentuk yaitu:
cedera akson menyebar, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak
menyebar, hemoragi kecil multipel pada seluruh otak. Jenis cedera ini
menyebabkan koma bukan karena kompresi pada batang otak tetapi karena
cedera menyebar pada hemisfer serebral, batang otak, atau dua-duany
13
Pathway
Trauma kepala
Ekstra kranial Tulang kranial Intra kranial
14
Jaringan otak rusak (kontusio, laserasi)
Terputusnya kontinuitas jaringan tulang
Terputusnya kontinuitas
jaringan kulit, otot dan vaskuler
-Perubahan outoregulasi
-Odem cerebral
-Perdarahan
-Hematoma
Gangguan suplai darah
Iskemia
Perubahan sirkulasi CSS
Perubahan perfusi jaringan
Peningkatan TIK
Kejang
Gangg. Neurologis fokal
Hipoksia
1. Bersihan jln. nafas
2. Obstruksi jln. nafas
3. Dispnea4. Henti nafas5. Perub. Pola
nafas
Gangg. fungsi otak
NyeriResiko infeksi
Mual – muntah
Papilodema
Pandangan kabur
Penurunan fungsi pendengaran
Nyeri kepala
4. Tanda Dan Gejala
Lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan
Perubahan kesadaran
15
Girus medialis lobus temporalis tergeser
Resiko tidak efektifnya jln. nafas
Defisit Neurologis
Gangg. persepsi sensori
Herniasi unkus
Mesesenfalon tertekan
Gangg. kesadaran
Resiko injuri
Cemas
Immobilisasi
Resiko kurangnya volume cairan
Resiko gangg. integritas kulit
Tonsil cerebelum tergeser Kompresi medula oblongata
Kurangnya perawatan diri
Afiksia
Cedera
Perubahan tekanan darah, perubahan frekuensi jantung
Mual, muntah, gangguan menelan
Kehilangan kesadaran sementara, perubahan penglihatan, gangguan
pengecap
Perubahan pola nafas, tersedak
Gangguan rentang gerak
Demam
Membutuhkan bantuan dalam perawatan diri
( Marilyn. E. Doengoes, 2000 )
5. Komplikasi
Hemorrhagie
Infeksi cerebral ( meningitis )
Edema
Kebocoran cairan serebrospinal
Diabetes insipidus
Kejang
Cidrocepalus
6.Pemeriksaan Penunjang ( Pemeriksaan Diagnostic )
CT Scan : mengidentifikasi adanya sel menentukanukuran
ventrikuler jaringan otak
16
MRI : sama dengan CT Scan / tanpa menggunakan
kontras
Angiografi serebral : menunjukan kelainan sirkulasi serebral
EEG : melihat keberadan gelombang patologis
Sinar x : mendeteksi fraktur dan frakmen tulang
PET : menunjukan perubahan aktivitas
metabolisme pada otak
Fungsi lambat,CCS : mengtahui adanya perdarahan subaraknoid
( gas darah arteri ) : mengetahui adanya masalah oksigenisasi /
ventilasi yang akan dapat meningkatkan TIK
Elektrolit darah : mengetahui ketidak seimbangan yang
berperan dalam meningkatkan TIK
Pemeriksaan toksilogi : mendeteksi obat yang mungkin terhadap
kesadaran
Kadar antikomvulsan darah dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat
therapy untuk mengatasi kejang.
7.Pemeriksaan labor
1. Darah lngkap
a. HB : terjadi penurunan hb jika terjadi pendarahan hebat pada otak
17
b. Leukosit : leukosit akan meningkat apabila terjadi infeksi
c. LED : laju endap darah akan meningkat dari normalnya
d. Heamatokrit : heamatokrit akan meningkat
e. Trobosit : akan meningkat
f. Eritrosit : terjadi peningkatan dari normalnya.
2. AST/ALT
3. Toksilogi
4. Transefrin
5. Keadaan asam amino
6. Zat besi
7. Glukosa
8. Ureum/ kreatinin
9. Keseimbangan nitrogen
8.Penatalaksanaan
Medis
Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepala
adalah sebagai berikut:
1. Observasi 24 jam
2. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.
3. Berikan terapi intravena bila ada indikasi.
4. Klien diistirahatkan atau tirah baring.
5. Profilaksis diberikan bila ada indikasi.
18
6. Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi.
7. Pemberian obat-obat analgetik.
8. Pembedahan bila ada indikasi.
9. Terapi O2
Keperawatan
1. Menentukan status neorologis secara teratur
2. Memantau tanda – tanda vital
3. Mempertahankan kepala, leher pada posisi yang nyaman
4. Membatasi pemberian cairan sesuai indikasi.
5. Membatasi terapi O2 sesuai indikasi.
6. Memberikan atau melakukan perawatan luak jika ada.
7. Memberikan lingkungan dan tempat yang nyaman.
8. Mengkaji keadaan sensorik.
9. Memantau intake dan out put.
10. Membatasi pengunjung yang dapat menularkan infksi.
11. Mengambil bahan pmeriksaan (specimen ) sesuai indikasi.
( Mansjoer, Arief. 2001 )
Asuhan Keperawatan
19
1. Pengkajian
Identitas klien dan keluarga nama, umur, pendidikan, suku bangsa,
pekerjaan, penanggung jawab, agama, status perkawainan, alamat, no MR
Alasan masuk RS
Riwayat kesehatan
1. Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan yang dirasakan, biasanya klien dating ke RS dengan
penurunan kesadaran luka memar dan laserasi pada tubuh, kelemahan dan
kelumpuhan, sakit kepala, muntah, tekanan darah menurun, nadi cepat dan
lemah, nafas dangkal dan iriguler, suhu tubuh naik.
2. Riwayat keshatan yang lalu
Berupa data yang berisi tentang penyakit klien sebelumnya.
3. Riwayat keshatan keluarga
Pasien dengan contusion cerebri bukan berasal dari penyakit menular,
atau penyakit yang berhubungan keturunan seperti DM.
Primary Survei
Airway : bersihan jalan nafas tidak efektif, terdapat
cairan seperti darah di saluran pernafasan
20
Breathing : pola nafas tidak efektif
Circulation : gangguan perfusi jaringan, dan kekurangan
volume cairan akibat pendarahan
Disability : perfusi jaringan serenral
Secondary Survey
Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum Klien
TD : 120/80 mmhg
N : 81 X/ I
P : 21 X/ I
S : 36,5 C
Tingkat kesadaran : Somnolen
GCS respon buka mata : 3 ( di panggil nama klien )
Responverbal : 4 ( klien bingung )
Respon motorik : 5 ( menjauhkan stimulus saat di beri
rangsangan nyeri )
Nilai GCS : 12 Gangguan buka mata, verbal, motorik.
Keadaan umum : Sedang
Head to toe
1) Kepala
Bentuk : Bulat, terdapat hematom, dan bengkak.
Rambut : Ikal berwarna hitam sedikit uban dan berketombe
2) Leher : Tidak ada pembengkakan Kelenjer thyroid
21
: Tidak ada pembengkakan kelenjer limpe
3) Mata
Bentuk : Simetris kiri dan kanan
Skelera : Tidak ikterik
Kunjungtiva : Tidak anemis
Pupil : Isokor, penglihatan sedikit kabur
4) Telinga
Bentuk : Simetri kiri dan kanan
Pendengaran : Bagus kiri dan kanan
Serumen : Tidak ada
5) Hidung
Bentuk : Simetris kiri dan kanan
Penciumam : Bagus
Dan lain – lain :Tidak ada perdarahan, pasang NGT,
terpasang oksigen
6) Mulut dan tenggorok
Gigi : Gigi lengkap
Mukosa bibir : Sedikit kering
Kesulitan menelan : Karena penurunan kesadaran
Kebersihan : Kurang bersih ada karies dan berbau
7) Thorak
a) Jantung
22
Inspeksi : Tidak tampak cekung atau cembung yang
menandakan Pembesaran jantung
Palpasi : Teraba denyutan
Perkusi : Terdengar bunyi dullnes
Auskultasi : bunyi suara jantung normal, gallop (-)
b) Paru
Inspeksi : Bentuk Simetris
Palpasi : Taktil Fremitus sama, pengembangan paru
simetris
Perkusi : Terdengar sonor
Auskultasi : Bunyi nafas vesikuler, mengi(-), (krekels(-)
8) Abdomen
Inspeksi : Turgor baik, tidak terdapat lesi, bentuk
simetris dan tidak terdapat pembengkakan
Palpasi : Tidak teraba massa maupu nyeri pada
abdomen
Perkusi : Bunyi usus timpani
Auskultasi : -
9) Neurologis : Tingkat kesadaran
samnolen, GCS 12, tanda peningkatan TIK
(-)
10) Ektrimitas : Atas dan bawah direstrain, pasang infus
23
Pada lengan kiri
Nilai ketergantungan klien (4)
11) Genitalia : Terpasang kateter
Tingkat kesadaran kualitatif :
1. Kompos Mentis : Sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua
pertanyaan tentang keadaan sekeliling
2. Apatis : Segan untuk berhubungan dengan lingkungan
sekitarnya, sikap acuh tak acuh.
3. Somnolen : Ngantuk luar biasa, dapat dibangunkan dengan
rangangan nyeri tetapi setelah terbangun akan
tidur lagi
4. Delirium : Orientasi terhadap orang, waktu, dan tempat
buruk, kekacauan motorik, dan berteriak-
teriak.
5. Sopor/semikoma : Reaksi hanya dapat ditimbulkan
dengan rangsangan nyeri, kesadaran
menyerupai koma
24
6. Koma : Kesadaran hilang sama sekali, tidak ada
tanggapan terhadap rangsangan apapun.
Tingkat kesadaran kuantitatif (dengan Glasgow Coma Scale) ;
1. Ringan
a. SKG 13 – 15
b. Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30
menit.
c. Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.
2. Sedang
a. SKG 9 – 12
b. Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi
kurang dari 24 jam.
c. Dapat mengalami fraktur tengkorak.
3. Berat
a. SKG 3 – 8
b. Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
c. Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intracranial
1) Mata :
25
a) Membuka secara spontan 4
b) Membuka dengan rangsang suara 3
c) Membuka dengan rangsang nyeri 2
d )Tidak berespon 1
2) Verbal :
a) Orientasi baik 5
b) Bingung 4
c)Kata-kata tidak jelas 3
d) Mengerang 2
e)Tidak ada respon 1
3) Motorik :
a) Mengikuti perintah 6
b) Gerakan local atas nyeri 5
c ) Fleksi menarik atas nyeri 4
d) Fleksi abnormal atas nyeri 3
e) Ekstensi abnormal atas nyeri 2
26
f )Tidak ada respon 1
Pemeriksaan nervus cranial
Nerfus olfaktoris : berfungsi terhadap persepsi penciumaNervus
optikus : berfungsi untuk mengerakan bola mata
Nervus troklear : berfungsi dalam pergerakan mata ke atas,
kebawah
Nervus trigeminus : berfungsi untuk mengunyah
Nervus abdusens : berfungsi memutar mata ke arah luar / lateral
Nervus vasialis : berfungsi untuk sensasi pengecapan dan
otot wajah/ mimik
Akustikus : berfungsi untuk pendengaran
Nervus glossophryngeal : berfungsi untuk sensasi pengecapan dan
untuk reflek menelan
Nervus vagus :berfungsi untuk mengetahui pembentukan suara
Nervus accessory : berfungsi untuk rotasi pergerkan rotasi kepala
Nervus hipoglosus : berfungsi untuk pergerakan lidah
Data Psikologis
Pada klien kesadaran menurun, untuk data psikologis ini tidak dapat
dinilai sedangkan pada klien yang tingkat kesadarannya normal akan terlihat
adanya gangguan emosi, perubahan tingka laku.
27
Therapy Pengobatan
a. Therapi Oral
Vertizime : 3 x 1 tab
Myonep : 2 x 1 tab
Iremex : 2 x 1 tab
b. Therapi injeksi
Haldol : 2 x 1 Amp
Artan : 2 x 1 Amp
Kalnex : 3 x 1 Amp
Vit K : 3 x 1 Amp
c. Therapi Parenteral
Asering : 20 gtt/i di UGD
RL drip Soholin 1 Amp 20 Gtt/I
Pola Hidup Sehari - Hari
a. Pola Nutrisi
Aspek Dirumah Dirumah sakit
Frekuensi makan
Diet
3 x Sehari Jam 07.00,
13,00, 19,00 wib
ML
3 x Sehari setengah porsi
dibantu melalui NGT
MC
28
Nafsu makan
Berat badan
Tinggi badan
Baik 1 – 2 porsi
51 kg
165 Cm
Menurun ½ porsi 100 cc
51 kg
165 Cm
b. Pola Eliminasi
Aspek Dirumah Dirumah sakit
BAB
Frekuensi
Waktu
Warna
Konsistensi
Pengunaan pencahar
BAK
Frekueunsi
Warna
Bau
Cateter
1 -2 x Sehari semalam
Biasa pagi hari
Kuning
Berbentuk
Tidak
5 x Sehari tergantung
banyak minum
Kuning
Aroma khas
Tidak ada
1 x Sehari semalam
Tidak menentu
Kuning
Berbentuk
Tidak
250 cc Dari jam 08.00
sampai jam 14.00 wib.
Kuning
Aroma khas
Terpasang cateter
c. Tidur / Istirahat
Aspek Dirumah Dirumah sakit
Waktu tidur
Lama tidur/ hari
Jam 23.00 wib
5 – 6 jam
Tidak menentu
9 jam
29
Kebiasaan saat tidur
Kesulitan dalan tidur
Mengigau
Tidak ada
-
Tidak ada
d. Pola Aktifitas Dan Latihan
Aspek Dirumah Dirumah sakit
Kegiatan diwaktu luang
Keluhan / kesulitan
Dalam :
Mandi
Mengenakan pakaian
BAK / BAB
Berkumpul dengan
keluarga
Mandiri
Mandiri
Mandiri
Dibantu
Dibantu
Dibantu
2.Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan cidera kepala
adalah sebagai berikut:
Perfusi jaringan tidak efektif (spesifik serebral) berhubungan dengan aliran
arteri dan atau vena terputus.
Nyeri akut berhubungan dengan agen injury fisik.
Hipertermi berhubungan dengan trauma (cidera jaringan otak, kerusakan
batang otak)
Pola nafas tak efektif berhubungan dengan hipoventilasi
Kerusakan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan kemampuan
kognitif, afektif, dan motorik)
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kemampuan
kognitif, motorik, dan afektif.
Defisit perawatan diri: makan/ mandi, toileting berhubungan dengan
kelemahan fisik dan nyeri.
30
Kurang pengetahuan berhubungan dengan penurunan kemampuan
kognitif, motorik, dan afektif.
Resiko aspirasi berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran.
Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan status
hipermetabolik.
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma/ laserasi kulit kepala
Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan mual, muntah.
peningkatan TIK dengan proses desak ruang akibat penumpukan cairan/
darah di dalam otak.
3. Rencana Perawatan
NoDiagnosa
Keperawatan Tujuan dan kriteria
hasilIntervensi
1 Perfusi jaringan tak efektif (spesifik sere-bral) b.d aliran arteri dan atau vena terputus, dengan batasan karak-teristik:
Perubahan respon motorik
Perubahan status mental
Perubahan respon pupil
Amnesia retrograde (gang-guan memori)
NOC:1. Status sirkulasi2. Perfusi jaringan
serebral
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ….x 24 jam, klien mampu men-capai :
1. Status sirkulasi dengan indikator:
Tekanan darah sis-tolik dan diastolik dalam rentang yang diharapkan
Tidak ada ortostatik hipotensi
Tidak ada tanda tan-da PTIK
2. Perfusi jaringan serebral, dengan indicator :
Klien mampu berko-munikasi dengan je-las dan sesuai ke-
Monitor Tekanan Intra Kranial1. Catat perubahan respon klien terhadap
stimu-lus / rangsangan2. Monitor TIK klien dan respon
neurologis terhadap aktivitas3. Monitor intake dan output4. Pasang restrain, jika perlu5. Monitor suhu dan angka leukosit6. Kaji adanya kaku kuduk7. Kelola pemberian antibiotik8. Berikan posisi dengan kepala elevasi
30-40O dengan leher dalam posisi netral9. Minimalkan stimulus dari lingkungan10. Beri jarak antar tindakan keperawatan
untuk meminimalkan peningkatan TIK11. Kelola obat obat untuk
mempertahankan TIK dalam batas spesifik
Monitoring Neurologis (2620)1. Monitor ukuran, kesimetrisan, reaksi
dan bentuk pupil2. Monitor tingkat kesadaran klien3. Monitor tanda-tanda vital4. Monitor keluhan nyeri kepala, mual,
dan muntah
31
mampuan Klien menunjukkan
perhatian, konsen-trasi, dan orientasi
Klien mampu mem-proses informasi
Klien mampu mem-buat keputusan de-ngan benar
Tingkat kesadaran klien membaik
5. Monitor respon klien terhadap pengobatan
6. Hindari aktivitas jika TIK meningkat7. Observasi kondisi fisik klien
Terapi Oksigen (3320)1. Bersihkan jalan nafas dari secret2. Pertahankan jalan nafas tetap efektif3. Berikan oksigen sesuai instruksi4. Monitor aliran oksigen, kanul oksigen,
dan humidifier5. Beri penjelasan kepada klien tentang
pentingnya pemberian oksigen6. Observasi tanda-tanda hipoventilasi7. Monitor respon klien terhadap
pemberian oksigen8. Anjurkan klien untuk tetap memakai
oksigen selama aktivitas dan tidur2 Nyeri akut b.d
dengan agen injuri fisik, dengan batasan karakteristik:
Laporan nyeri ke-pala secara verbal atau non verbal
Respon autonom (perubahan vital sign, dilatasi pupil)
Tingkah laku eks-presif (gelisah, me-nangis, merintih)
Fakta dari observasi
Gangguan tidur (mata sayu, menye-ringai, dll)
NOC:1. Nyeri terkontrol2. Tingkat Nyeri3. Tingkat kenyamanan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …. x 24 jam, klien dapat :
1. Mengontrol nyeri, de-ngan indikator:
Mengenal faktor-faktor penyebab
Mengenal onset nyeri
Tindakan pertolong-an non farmakologi
Menggunakan anal-getik
Melaporkan gejala-gejala nyeri kepada tim kesehatan.
Nyeri terkontrol
2. Menunjukkan tingkat nyeri, dengan indikator:
Manajemen nyeri (1400) 1. Kaji keluhan nyeri, lokasi, karakteristik,
onset/durasi, frekuensi, kualitas, dan beratnya nyeri.
2. Observasi respon ketidaknyamanan secara verbal dan non verbal.
3. Pastikan klien menerima perawatan analgetik dg tepat.
4. Gunakan strategi komunikasi yang efektif untuk mengetahui respon penerimaan klien terhadap nyeri.
5. Evaluasi keefektifan penggunaan kontrol nyeri
6. Monitoring perubahan nyeri baik aktual maupun potensial.
7. Sediakan lingkungan yang nyaman.8. Kurangi faktor-faktor yang dapat
menambah ungkapan nyeri.9. Ajarkan penggunaan tehnik relaksasi
sebelum atau sesudah nyeri berlangsung.10. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain
untuk memilih tindakan selain obat untuk meringankan nyeri.
11. Tingkatkan istirahat yang adekuat untuk meringankan nyeri.
Manajemen pengobatan (2380)1. Tentukan obat yang dibutuhkan klien
32
Melaporkan nyeri Frekuensi nyeri Lamanya episode
nyeri Ekspresi nyeri; wa-
jah Perubahan respirasi
rate Perubahan tekanan
darah Kehilangan nafsu
makan
3. Tingkat kenyamanan, dengan indicator :
Klien melaporkan kebutuhan tidur dan istirahat tercukupi
dan cara mengelola sesuai dengan anjuran/ dosis.
2. Monitor efek teraupetik dari pengobatan.
3. Monitor tanda, gejala dan efek samping obat.
4. Monitor interaksi obat.5. Ajarkan pada klien / keluarga cara
mengatasi efek samping pengobatan.6. Jelaskan manfaat pengobatan yg dapat
mempengaruhi gaya hidup klien.
Pengelolaan analgetik (2210)1. Periksa perintah medis tentang obat,
dosis & frekuensi obat analgetik.2. Periksa riwayat alergi klien.3. Pilih obat berdasarkan tipe dan beratnya
nyeri.4. Pilih cara pemberian IV atau IM untuk
pengobatan, jika mungkin.5. Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgetik. 6. Kelola jadwal pemberian analgetik
yang sesuai. 7. Evaluasi efektifitas dosis analgetik,
observasi tanda dan gejala efek samping, misal depresi pernafasan, mual dan muntah, mulut kering, & konstipasi.
8. Kolaborasi dgn dokter untuk obat, dosis & cara pemberian yg diindikasikan.
9. Tentukan lokasi nyeri, karakteristik, kualitas, dan keparahan sebelum pengobatan.
10. Berikan obat dengan prinsip 5 benar11. Dokumentasikan respon dari analgetik
dan efek yang tidak diinginkan3 Defisit self care b.d
de-ngan kelelahan, nyeri
NOC:Perawatan diri :
(mandi, Makan Toiletting, berpakaian)
Setelah diberi motivasi perawatan selama ….x24 jam, ps mengerti cara memenuhi ADL secara
NIC: Membantu perawatan diri klien Mandi dan toiletting
Aktifitas:
1. Tempatkan alat-alat mandi di tempat yang mudah dikenali dan mudah dijangkau klien
2. Libatkan klien dan dampingi3. Berikan bantuan selama klien masih
33
bertahap sesuai kemam-puan, dengan kriteria :
Mengerti secara seder-hana cara mandi, makan, toileting, dan berpakaian serta mau mencoba se-cara aman tanpa cemas
Klien mau berpartisipasi dengan senang hati tanpa keluhan dalam memenuhi ADL
mampu mengerjakan sendiri
NIC: ADL Berpakaian
Aktifitas:
1. Informasikan pada klien dalam memilih pakaian selama perawatan
2. Sediakan pakaian di tempat yang mudah dijangkau
3. Bantu berpakaian yang sesuai4. Jaga privcy klien5. Berikan pakaian pribadi yg digemari
dan sesuai
NIC: ADL Makan1. Anjurkan duduk dan berdo’a bersama
teman2. Dampingi saat makan3. Bantu jika klien belum mampu dan beri
contoh4. Beri rasa nyaman saat makan
4 PK: peningkatan tekan-an intrakranial b.d pro-ses desak ruang akibat penumpukan cairan / darah di dalam otak (Carpenito, 1999)
Batasan karakteristik :
Penurunan kesadar-an (gelisah, disori-entasi)
Perubahan motorik dan persepsi sensasi
Perubahan tanda vi-tal (TD meningkat, nadi kuat dan lambat)
Pupil melebar, re-flek pupil menurun
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ....x 24 jam dapat mencegah atau meminimalkan komplikasi dari peningkatan TIK, dengan kriteria :
Kesadaran stabil (orien-asi baik)
Pupil isokor, diameter 1mm
Reflek baik Tidak mual Tidak muntah
1. Pantau tanda dan gejala peningkatan TIK
Kaji respon membuka mata, respon motorik, dan verbal, (GCS)
Kaji perubahan tanda-tanda vital Kaji respon pupil Catat gejala dan tanda-tanda: muntah,
sakit kepala, lethargi, gelisah, nafas keras, gerakan tak bertujuan, perubahan mental
2. Tinggikan kepala 30-40O jika tidak ada kontra indikasi
3. Hindarkan situasi atau manuver sebagai berikut:
Masase karotis Fleksi dan rotasi leher berlebihan Stimulasi anal dengan jari, menahan
nafas, dan mengejan Perubahan posisi yang cepat4. Ajarkan klien untuk ekspirasi selama
perubahan posisi5. Konsul dengan dokter untuk pemberian
pe-lunak faeces, jika perlu6. Pertahankan lingkungan yang tenang
34
Muntah Klien mengeluh
mual Klien mengeluh
pandangan kabur dan diplopia
7. Hindarkan pelaksanaan urutan aktivitas yang dapat meningkatkan TIK (misal: batuk, penghisapan, pengubahan posisi, meman-dikan)
8. Batasi waktu penghisapan pada tiap waktu hingga 10 detik
9. Hiperoksigenasi dan hiperventilasi klien se-belum dan sesudah penghisapan
10. Konsultasi dengan dokter tentang pemberian lidokain profilaktik sebelum penghisapan
11. Pertahankan ventilasi optimal melalui posisi yang sesuai dan penghisapan yang teratur
12. Jika diindikasikan, lakukan protokol atau kolaborasi dengan dokter untuk terapi obat yang mungkin termasuk sebagai berikut:
13. Sedasi, barbiturat (menurunkan laju meta-bolisme serebral)
14. Antikonvulsan (mencegah kejang)15. Diuretik osmotik (menurunkan edema
serebral)16. Diuretik non osmotik (mengurangi
edema serebral)17. Steroid (menurunkan permeabilitas
kapiler, membatasi edema serebral)18. Pantau status hidrasi, evaluasi cairan
masuk dan keluar)
2.2.6 implementasi
Setelah rencana kperawatan dibuat selanjutnya adalah pengolahan dan
prewujudan dari perencanaan perawatan tersebut. Melakukan keperawatan dengan
jalan mengobservasikan atau mendiskusikannya dengan klien tentang tindakan
yang akan dilakukan.
2.2.7 Evaluasi
35
Evaluasi merupakan hasil akhir dari proses keperawatan, dimana perawat
mencar keberhasilan yang telah dilakukan. Tujuan evaluasi memberikan umpan
balik pada rencana keperawatan , penilaian dan meningkatkan mutu asuhan
keperawatan yang diberikan dengan standar yang telah dilakukan untuk
menentukan dan mengetahui dilaksanakan prosedur keperawatan.
36