Tugas Jiwa Sindrom Post Trauma

29
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semua manusia akan menghadapi stress dalam kehidupan, termasuk anak dan remaja. Sumber stress yang ada disekitar kita setiap saat terjadi, dari menghadapi lingkungan yang baru, kehilangan uang,kekerasan dalam rumah tangga, termasuk pada anak dan remaja. Ada juga anak yang melihat seseorang menembak, ini membuat trauma tersendiri dan lain-lain. Terkadang stressor dalam kehidupan kita sangat kuat dan shock secara emisional, termasuk kehilangan rumah, banjir dan bencana alam yang lain. Kita menggunakan kata trauma dalam kehidupan kita yang berarti bahwa orang yang mempunyai stress yang sangat tinggi. Seorang remaja yang tidak mampu bicara dengan orang tuanya karena trauma di bentak orang tuanya. Seorang anak yang takut melihat air mengalir, setelah bencana banjir, seorang remaja yang takut menikah karena trauma dengan laki-laki. Seorang ibu yang sangat stress karena ada truma dalam hidupnya dan sangat berpengaruhi dalam kehidupan rumah tangganya. Kemampuan menghadapi stress adalah kemampuan seseorang untuk beradapatasi dengan kondisi yang sangat stress. Kondisi ini dapat menghancurkan hidup seseorang atau membuat seseorang bertambah kuat, dalam menghadapi segala bentuk stress. PTSD sangat penting untuk diketahui, selain karena banyaknya kejadian “bencana” yang telah menimpa kita, PTSD juga dapat menyerang siapapun yang telah mengalami kejadian traumatik dengan tidak memandang usia dan jenis kelamin. B. Tujuan Umum dan Khusus

description

tugas

Transcript of Tugas Jiwa Sindrom Post Trauma

Page 1: Tugas Jiwa Sindrom Post Trauma

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Semua manusia akan menghadapi stress dalam kehidupan, termasuk anak dan remaja. Sumber stress yang ada disekitar kita setiap saat terjadi, dari menghadapi lingkungan yang baru, kehilangan uang,kekerasan dalam rumah tangga, termasuk pada anak dan remaja. Ada juga anak yang melihat seseorang menembak, ini membuat trauma tersendiri dan lain-lain. Terkadang stressor dalam kehidupan kita sangat kuat dan shock secara emisional, termasuk kehilangan rumah, banjir dan bencana alam yang lain.Kita menggunakan kata trauma dalam kehidupan kita yang berarti bahwa orang yang mempunyai stress yang sangat tinggi. Seorang remaja yang tidak mampu bicara dengan orang tuanya karena trauma di bentak orang tuanya. Seorang anak yang takut melihat air mengalir, setelah bencana banjir, seorang remaja yang takut menikah karena trauma dengan laki-laki. Seorang ibu yang sangat stress karena ada truma dalam hidupnya dan sangat berpengaruhi dalam kehidupan rumah tangganya. Kemampuan menghadapi stress adalah kemampuan seseorang untuk beradapatasi dengan kondisi yang sangat stress. Kondisi ini dapat menghancurkan hidup seseorang atau membuat seseorang bertambah kuat, dalam menghadapi segala bentuk stress. PTSD sangat penting untuk diketahui, selain karena banyaknya kejadian “bencana” yang telah menimpa kita, PTSD juga dapat menyerang siapapun yang telah mengalami kejadian traumatik dengan tidak memandang usia dan jenis kelamin.

B. Tujuan Umum dan Khusus1. Tujuan Umum

Mahasiswa keperawatan mampu memahami PTSD dan mampu membuat asuhan keperawatan pada klien dengan PTSD.

2. Tujuan Khususa. Mahasiswa keperawatan mampu menjelaskan definisi PTSDb. Mahasiswa keperawatan mampu menjelaskan Epidemiologi PTSDc. Mahasiswa keperawatan mampu menjelaskan Etiologi PTSDd. Mahasiswa keperawatan mampu menjelaskan Manifestasi Klinis PTSDe. Mahasiswa keperawatan mampu menjelaskan Patofisiologi PTSDf. Mahasiswa keperawatan mampu menjelaskan Pemeriksaan Penunjang

PTSDg. Mahasiswa keperawatan mampu menjelaskan Komplikasi PTSDh. Mahasiswa keperawatan mampu menjelaskan Penatalaksanaan Medis

Dan Keperawatan PTSDi. Mahasiswa keperawatan mampu membuat asuhan keperawatan pada

klien PTSD

Page 2: Tugas Jiwa Sindrom Post Trauma

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Definisi

Sindroma Post Concussion adalah kumpulan gejala yang terdiri atas nyeri kepala, pusing (dizziness), iritabilitas, mudah lelah, ansietas, gangguan memori, menurunnya konsentrasi dan imsomnia, yang merupakan sekuele setelah cidera kepala ringan tertutup. Istilah lain yang digunakan untuk keadaan ini adalah Post Traumatic Instability, Post Traumatic Headache, traumatic neurashtenia, traumatic psychasthenia, Post Traumatic Sindrom. (Japardi, 2002)

Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) adalah kecemasan patologis yang umumnya terjadi setelah seseorang mengalami atau menyaksikan trauma berat yang mengancam secara fisik dan jiwa orang tersebut. (Nursing Student 05 FIK UNPAD, 2008)

Post traumatic stress disorder (PTSD) adalah gangguan kejiwaan yang pada seseorang yang dialami dan berkembang setelah pengalaman traumatik, atau menyaksikan suatu keadaan yang mengacam jiwa, mencederai, luka, atau ancaman terhadap integritas dari tubuh, biasanya diiringi dengan ketidakmampuan seseorang untuk beradaptasi. ( Ilmu Kesehatan.com)

Pengertian lain dari PTSD (Post Trauma Stress Disorder) adalah kecemasan patologis yang umum terjadi setelah seseorang mengalami atau menyaksikan trauma berat yang mengancam secara fisik jiwa orang tersebut. Pengalaman traumatic ini dapat berupa:

1. Trauma yang disebabkan oleh bencana seperti bencana alam (gempa bumi, banjir, topan), kecelakaan, kebakaran, menyaksikan kecelakaan atau bunuh diri, kematian anggta keluarga atau sahabat secara mendadak.

2. Trauma yang disebabkan individu menjadi korban dari interpersonal attack seperti : korban dari penyimpangan atau pelecehan seksual, penyerangan atau menyiksaan fisik, pristiwa kriminal(perampokan dengan kekerasan), penculikan menyaksikan peristiwa penembakan atau tertembak oleh orang lain.

3. Trauma yang terjadi akibat perang atau konflik bersenjata seperti: tentara yang mengalami kondisi perang, warga sipil yang menjadi korban perang atau yang diserang, korban terorisme atau pengeboman, korban penyiksaan (tawanan perang), sandera, orang yang menyaksikan atau mengalami kekerasan.

4. Trauma yang disebabkan oleh penyakit berat yang diderita individu seperti kanker, rheumatoid arthiritis, jantung, diabetes, renal failure, multiple sclerosis, AIDS dan penyakit lain yang mengancam jiwa penderita. (Pratiwi, 2010)

Page 3: Tugas Jiwa Sindrom Post Trauma

PTSD merupakan sindrom kecemasan, labilitas autonomik, ketidakrentanan emosional, dan kilas balik dari pengalaman yang amat pedih itu setelah stress fisik maupun emosi yang melampaui batas ketahanan orang biasa (Kaplan, 1998).

B. EpidemiologiPTSD memiliki prevalesi seumur hidup antara 8 – 10 %, dan diikuti dengan

ketidakmampuan berfungsi dalam sosial. Dalam situasi perang prevalensi individu yang mengalami PTSD meningkat hingga 30 persen. Perempuan memiliki resiko lebih tinggi dibandingkan laki-laik, karena pelecehan seksual lebih banyak dialami oleh wanita.

C. Etiologi

1. Psikodinamika Ego klien telah mengalami trauma berat, sering dirasakan sebagai ancaman terhadap integritas fisik atau konsep diri. Hal ini menyebabkan ansietas berat yang tidak dapat dikendalikan oleh ego dan dimanifestasikan dalam bentuk prilaku simtomatik. Karena ego menjadi rentan, super ego dapat menghukum dan menyebabkan individu merasa bersalah terhadap kejadian traumatik tersebut. Id dapat menjadi dominan, menyebabkan perilaku impulsif tidak terkendali.

2. Biologis Dari hasil penelitian, dalam penyimpanan, pelepasa, dan eliminasi katekolamin yang mempengaruhi fungsi otak didaerah lokus seruleus amigdala dan hipokampus. Hipersensitivitas pada lokus seruleus dapat menyebabkan seseorang tidak dapat belajar. Amigdala sebagai penyimpan memori. Hipokampus menimbulkan koheren naratif serta lokasi waktu dan ruang. Hiperaktifitas dalam amigdala dapat menghambat otak membuat hubungan perasaan dalam memorinya sehingga menyebabkan memori disimpan dalam bentuk mimpi buruk, kilas balik, dan gejala-gejala fisik lain.

3. Dinamika KeluargaTipe pendidikan formal, kehidupan keluarga, dan gaya hidup merupakan pikiran yang siknifikanterjadinya PTSD. Keberhasilan dalam pendidikan yang dibawah rata-rata, perilaku orang tua yang negative, dan kemiskinan orang tua merupakan prediktor perkembangan PTSD.

D. Manifestasi KlinisKlien dengan PTSD dapat saja tidak menunjukan gejala-gejala khas PTSD

secara kontinu dan dalam kurun waktu tentu. Gejala dapat timpul sewaktu-waktu bergantung pada stimuli yang diterima klien. Gejala PTSD, meskipun tidak spesifik, meliputi indikasi yang khas. Terdapat 3 tipe gejala, flight, fight dan freeze. Ansietas dan penghindaran merupakan gejala flight. Menyingkatnya amarah dan prilaku kekerasan merupakan gejala fight, sedangkan kebebasan, disasosiasi, dan alterasi dalam persepsi diri merupakan karakteristik freeze (APA, 2000). Tiga tipe gejala yang sering terjadi dalam PTSD adalah

Page 4: Tugas Jiwa Sindrom Post Trauma

1. Pengulangan pengalaman trauma ditunjukan dengan a. Selalu teringat akan peristiwa yang menyedihkan yang telah dialami.b. Flashback (merasa seolah-olah peristiwa yang menyedihkan terulang kembali)c. Nighmares (mimpi buruk tntang kejadian-kejadian yang membuatnya sedih)d. Reaksi emosional dan fisik yang berlebihan karena dipicu oleh kenangan akan

peristiwa yang menyedihkan.2. Penghindaran dan emosional yang dangkal, ditunjukkan dengan :

a. Menghindari aktivitas, tempat berpikir, merasakan, atau percakapan yang berhubungan dengan truma.

b. Kehilangan minat terhadap semua hal.c. Perasaan terasing dari orang lain.d. Emosi yang dangkal.

3. Sensitifitas yang meningkat, ditunjukkan dengan :a. Susah tidurb. Mudah marah/ atau tidak dapat mengendalikan marahc. Susah berkonsentrasid. Kewaspadaan yang berlebihane. Respon yang berlebihan atas segala sesuatu.

Gangguan stres paska traumatis ternyata dapat mengakibatakan sejumlah gangguan fisik, kognitif, emosi, behavior (perilaku), dan sosial.1. Gejala gangguan fisik:

a. Pusing, b. Gangguan pencernaan c. Sesak nafasd. Tidak bisa tidur e. Kehilangan selera makanf. Impotensi dan sejenisnya.

2. Gangguan kognitif :a. Gangguan pikiran seperti disorentasib. Mengingkari kenyataan c. Linglung d. Melamun berkepanjangan e. Lupa f. Terus menerus dibayangi ingatan yang tak diinginkang. Tidak fokus dan tidak kosentrasi h. Tidak mampu mempu menganalisa dan merencanakan hal-hal yang sederhana i. Tidak mampu mengambil kepetusan.

3. Gangguan emosi :a. Halusinasi dan defresi (suatu keadaan yang menekan, berbahaya, dan

memerlukan perawatan aktif yang dini)b. Mimpi burukc. Marahd. Merasa bersalahe. Malu

Page 5: Tugas Jiwa Sindrom Post Trauma

f. Kesedihan yang berlarut-larutg. Kecemasan dan ketakutan.

4. Gangguan perilaku

Menurunnya aktivitas fisik, seperti gerakan tubuh yang minimal. Contoh, duduk berjam-jam dan perilaku repetitif ( berulang-ulang ).

5. Gangguan sosial a. Memisahkan diri ari lingkungan b. Menyepi c. Agresif d. Prasangkae. Konflik dengan lingkungan f. Merasa ditoloak atau sebaliknya sangat dominan

E. PatofisiologiBeberapa penelitian menunjukan bahwa bagian otak amigdala adalah kunci

dari PTSD, ditunjukan bahwa pengalaman yang traumatik dapat merangsang bagian tersebut untuk menimbulkan rasa takut yang dalam terhadap kondisi-kondisi yang mungkin menyebabkan kembalinya pengalaman traumatic tersebut. Amigdala dan berbagai struktur lainnya seperti hipotalamus, bagian abu-abu otak dan nucleus, mengaktifkan neurotransmitter dan endokrin untuk menghasilkan hormone-hormon yang berperan dari berbagai gejala PTSD. Bagian otak depan (frontal) sebenarnya berfungsi untuk menghambat aktivasi rangkaian ini, walaupun begitu pada penelitian terhadap orang-orang yang mengalami PTSD, bagian ini mengalami kesulitan untuk menghambat aktivasi system amigdala.

F. Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium

Untuk menegakkan diagnosa PCS, tidak ada pemeriksaan laboratorium

yang spesifik. Adapun pemeriksaan laboratrium yang dilakukan lebih kepada

pencarian underlying disease yang lain yang mungkin sebagai penyebab

munculnya gejala yang menyerupai PCS. Beberapa kondisi yang mungkin dapat

memberikan gejala yang mirip PCS yang dapat disingkirkan dengan pemeriksaan

laboratorium antara laian adalah adanya toksisitas dan penyakit metabolik. Selain

itu pemeriksaan laboratorium juga dilakukan bila ada kecurigaan adanya penyakit

lain yang menyertai adanya PCS.

2. Imaging

Page 6: Tugas Jiwa Sindrom Post Trauma

Pemeriksaan imaging yang dapat dilakukan pada pasien PCS adalah CT

scanning dan MRI, namun harus dengan indikasi yang jelas. CT Scanning

digunakan untuk mengetahui adanya kelainan intrakranial dan adanya fraktur

tulang tengkorak. Pada pasien yang tidak disertai adanya episode pingsan (LOC)

dan dari pemeriksaan neurologinya dalam batas normal, hasil CT Scan biasanya

tidak didapatkan gambaran yang patologis.

Bila pemeriksaan CT Scan telah dilakukan segera setelah cedera kepala

terjadi, maka CT scan ulang sudah tidak diperlukan pada pasien yang tidak ada

defisit neurologi, kecuali pasien yang memiliki risiko perdarahan yang tertunda

(lucid interval). Pasien dengan riwayat pingsan (LOC) dan memiliki kesadaran

yang baik (GCS 15) sebagian besar akan memberikan gambaran CT scan yang

normal, meskipun terdapat sejumlah kecil yang didapatkan adanya lesi struktural

yang membutuhkan ntervensi bedah. Legome (2006) menyatakan bahwa secara

umum pemeriksaan CT Scan tunggal (sekali) masih bisa diterima (reasonable),

cepat dan merupakan alat skrinning yang efektif yang dapat dilakukan pada

pasien trauma kepala dengan gejala klinis yang nyata.

 Tidak adanya pingsan dan atau hasil CT scan yang normal tidak serta

merta menyatakan bahwa tidak ada kerusakan pada otak. Adanya puntiran atau

peregangan akson dan neuron yang akan menyebabkan diffuse axonal injury

dapat muncul tanpa kelainan yang nyata pada gambaran CT scan kepala. Hal ini

diduga oleh adanya penguatan (strained) dari jaringa lunak sekitar leher yang

melindungi batang otak dan mencegah terjadinya pingsan (LOC).

Pemeriksaan MRI lebih sensitif dibandingkan CT scan pada kasus cedera

kepala ringan atau kasus PCS. Lesi di daerah frontotemporal adalah lesi yang

paling sering ditemui dan nampaknya berhubungan dengan defisit yang ditemui

pada pemeriksaan neuropsykologi. MRI yang dilakukan 24 jam setelah terjadinya

cedera kepala dapat melihat adanya bekas kontusi yang lama, kaburnya batas

antara white matter dan gray matter, dan adanya kontur otak yang irreguler. MRI

yang dilakukan pada fase akut (segera setelah terjadinya cedera kepala) hanya

memiliki sedikit manfaat saja, sehingga disarankan dilakukan observasi terlebih

dahulu sampai paling tidak 24 jam dan dilakukan follow up untuk melihat adanya

defisit neurologis ataupun adanya gejala klinis yang menetap atau bahkan

memberat sebagai salah satu indikasinya.

Page 7: Tugas Jiwa Sindrom Post Trauma

3. Test Yang Lain

Pemeriksaa lain yang sangat penting pada kasus cedera kepala dan PCS adalah

pemeriksaan neuropsykologi. Pemeriksaan ini sangat jarang dilakukan ada fase

akut, meskipun sebenarnya pemeriksaan ini dapat sebagai prediktor

perkembangan simptom yang ada. Suatu seri pemeriksaan standart dan pertanyaan

kuesioner digunakan untuk memeriksa atensi, bahasa, memori, fungsi emosional,

dan beberapa parameter neurobehavioral lainnya. Untuk pasien PCS, gejalanya

dapat dikuantifikasi dengan alat The Rivermead Postconcussional symptoms

Quesionaire. Selain itu dapat pula digunakan asesment neuropsykologikal yang

lain, misalnya: Wechsler Adult Intellegence Scale dan subset spesifik (digit span

dan vocabulary), Trail making test, menggambar gambar yang kompleks, copy

trial dan memory trial, kategori tes, Hopkins Verbal Learning Test, dan lain-lain.

Untuk melihat personalitinya dapat digunakan MMPI-2 (Minnesota Multiphasic

Personality Inventory, second edition). Juga penggunaan TOAG (Galveston

Orientation and Amnesia Test) dapat digunakan untuk menentukan prognosis dan

kemungkinan adanya persisten dari PCS.

Pemeriksaan neuropsykologi dan dikombinasian dengan pemeriksaan scanning (

CT Scan, MRI, PET, SPECT) dapat digunakan untuk mendeteksi penyebab

organik yang berkaitan dengan adanya gejala PCS. Temuan pada pemeriksaan

neuropsykologi dapat menunjukkan severitas dari simptom yang sering tidak

disertai adanya defisit neurologi yang muncul segera setelah cedera kepala

terjadi. Menurut beberapa serial kasus, lamanya pingsan (LOC) atau adanya post

traumatic amnesia berhubungan dengan probabilitas terjadinya PCS.  

Adanya perbedaan antara bukti kelainan organik dan simptom tersebut

menyebabkan timbul pertanyaan. Manifestasi klinik paling sering muncul pada

minggu-minggu awal dan akan membaik selama 3 bulan setelah cedera kepala,

namun terdapat pula yang gejalanya menetap pada sepertiga pasien cedera kepala

ringan. Beberapa ahli menyatakan bahwa adanya PCS yang muncul awal akan

menunjukkan adanya lesi organik, sedangkan PCS yang persisten sampai 3 bulan

menunjukkan lesi nonorganik atau dapat disebut berbasis psikologikal. Rekoveri

dari PCS sangat tergantung dari severitas injuri, usia, pendidikan, kemampuan

kerja, kemampuan psikososial, fungsi kognitif dan faktor personality.

Page 8: Tugas Jiwa Sindrom Post Trauma

G. KomplikasiGangguan stres pasca-trauma dapat mengganggu seluruh hidup Anda:

pekerjaan Anda, hubungan Anda dan bahkan menikmati kegiatan sehari-hari Anda. PTSD juga dapat menempatkan Anda pada risiko yang lebih tinggi lainnya masalah kesehatan mental, termasuk:

Depresi Penyalahgunaan obat Penyalahgunaan alkohol Gangguan makan Bunuh diri pikiran dan tindakan

Selain itu, studi para veteran perang telah menunjukkan hubungan antara PTSD dan perkembangan penyakit medis, termasuk:

Penyakit kardiovaskular Sakit kronis Penyakit autoimun, seperti rheumatoid arthritis dan penyakit tiroid Kondisi otot

H. Penatalaksanaan Medis Dan Keperawatan

Ada dua macam terapi pengobatan yang dapat dilakukan penderita PTSD, yaitu

dengan menggunakan farmakoterapi dan psikoterapi. Pengobatan farmakoterapi dapat

berupa terapi obat hanya dalam hal kelanjutan pengobatan pasien yang sudah dikenal.

Terapi anti depresiva pada gangguan stres pasca traumatik ini masih kontroversial.

Obat yang biasa digunakan adalah benzodiazepin, litium, camcolit dan zat pemblok

beta seperti propranolol, klonidin, dan karbamazepin. Obat tersebut biasanya

diresepkan sebagai obat yang sudah diberikan sejak lama dan kini dilanjutkan sesuai

yang diprogramkan, dengan kekecualian, yaitu benzodiazepin contoh, estazolam 0,5-1

mg per os, Oksanazepam10-30 mg per os, Diazepam (valium) 5-10 mg per os,

Klonaz-epam 0,25-0,5 mg per os, atau Lorazepam 1-2 mg per os atau IM juga dapat

digunakan dalam UGD atau kamar praktek terhadap ansietas yang gawat dan agitasi

yang timbul bersama gangguan stres pasca traumatik tersebut (Kaplan et al,1997).

Pengobatan psikoterapi. Para terapis yang sangat berkonsentrasi pada masalah PTSD

percaya bahwa ada tiga tipe psikoterapi yang dapat digunakan dan efektif untuk

penanganan PTSD, yaitu: anxiety management, cognitive therapy, exposure therapy .

Pada anxiety management, terapis akan mengajarkan beberapa ketrampilan untuk

membantu mengatasi gejala PTSD dengan lebih baik melalui: 1) relaxation training,

yaitu belajar mengontrol ketakutan dan kecemasan secara sistematis dan

merelaksasikan kelompok otot-otot utama, 2) breathing retraining, yaitu belajar

Page 9: Tugas Jiwa Sindrom Post Trauma

bernafas dengan perut secara perlahan-lahan, santai dan menghindari bernafas dengan

tergesa-gesa yang menimbulkan perasaan tidak nyaman, bahkan reaksi fisik yang

tidak baik seperti jantung berdebar dan sakit kepala, 3) positive thinking dan self-talk,

yaitu belajar untuk menghilangkan pikiran negatif dan mengganti dengan pikiran

positif ketika menghadapi hal–hal yang membuat stress (stresor), 4) assertiveness

training, yaitu belajar bagaimana mengekspresikan harapan, opini dan emosi tanpa

menyalahkan atau menyakiti orang lain, 5) thought stopping, yaitu belajar bagaimana

mengalihkan pikiran ketika kita sedang memikirkan hal-hal yang membuat kita stress

(Anonim, 2005b). Dalam cognitive therapy, terapis membantu untuk merubah

kepercayaan yang tidak rasional yang mengganggu emosi dan mengganggu kegiatan -

kegiatan kita. Misalnya seorang korban kejahatan mungkin menyalahkan diri sendiri

karena tidak hati-hati. Tujuan kognitif terapi adalah mengidentifikasi pikiran-pikiran

yang tidak rasional, mengumpulkan bukti bahwa pikiran tersebut tidak rasional untuk

melawan pikiran tersebut yang kemudian mengadopsi pikiran yang lebih realistik

untuk membantu mencapai emosi yang lebih seimbang (Anonim, 2005b). Sementara

itu, dalam exposure therapy para terapis membantu menghadapi situasi yang khusus,

orang lain, obyek, memori atau emosi yang mengingatkan pada trauma dan

menimbulkan ketakutan yang tidak realistik dalam kehidupannya. Terapi dapat

berjalan dengan cara: exposure in the imagination, yaitu bertanya pada penderita

untuk mengulang cerita secara detail sampai tidak mengalami hambatan

menceritakan; atau exposure in reality, yaitu membantu menghadapi situasi yang

sekarang aman tetapi ingin dihindari karena menyebabkan ketakutan yang sangat kuat

(misal: kembali ke rumah setelah terjadi perampokan di rumah). Ketakutan bertambah

kuat jika kita berusaha mengingat situasi tersebut dibanding berusaha melupakannya.

Pengulangan situasi disertai penyadaran yang berulang akan membantu menyadari

situasi lampau yang menakutkan tidak lagi berbahaya dan dapat diatasi (Anonim,

2005b). Di samping itu, didapatkan pula terapi bermain ( play therapy) mungkin

berguna pada penyembuhan anak dengan PTSD. Terapi bermain dipakai untuk

menerapi anak dengan PTSD. Terapis memakai permainan untuk memulai topik yang

tidak dapat dimulai secara langsung. Hal ini dapat membantu anak lebih merasa nya -

man dalam berproses dengan pengalaman traumatiknya (Anonim, 2005b). Terapi

debriefing juga dapat digunakan untuk mengobati traumatik. Meskipun ada banyak

kontroversi tentang debriefing baik dalam literatur PTSD umum dan di dalam

debriefing yang dipimpin oleh bidan. Cochrane didalam systematic reviews-nya

Page 10: Tugas Jiwa Sindrom Post Trauma

merekomendasikan perlu untuk melakukan debriefing pada kasus korban-korban

trauma (Rose et al, 2002). Mengenai debriefing oleh bidan, Small gagal menunjukkan

secara jelas manfaatnya (Small et al., 2000). Meski begitu, Boyce dan Condon

merekomendasikan bidan untuk melakukan debriefing pada semua wanita yang

berpotensi mengalami kejadian traumatik ketika melahirkan (Boyce & Condon,

2000). Selain itu, didapatkan pula support group therapy dan terapi bicara. Dalam

support group therapy seluruh peserta merupakan penderita PTSD yang mempunyai

pengalaman serupa (misalnya korban bencana tsunami, korban gempa bumi) dimana

dalam proses terapi mereka saling menceritakan tentang pengalaman traumatis

mereka, kemdian mereka saling memberi penguatan satu sama lain (Swalm, 2005).

Sementara itu dalam terapi bicara memperlihatkan bahwa dalam sejumlah studi

penelitian dapat membuktikan bahwa terapi saling berbagi cerita mengenai trauma,

mampu memperbaiki kondisi jiwa penderita. Dengan berbagi, bisa memperingan

beban pikiran dan kejiwaan yang dipendam. Bertukar cerita membuat merasa senasib,

bahkan merasa dirinya lebih baik dari orang lain. Kondisi ini memicu seseorang untuk

bangkit dari trauma yang diderita dan melawan kecemasan (A nonim, 2005b).

Pendidikan dan supportive konseling juga merupakan upaya lain untuk mengobati

PTSD. Konselor ahli mempertimbangkan pentingnya penderita PTSD (dan

keluarganya) untuk mempelajari gejala PTSD dan bermacam treatment (terapi dan

pengobatan) yang cocok untuk PTSD. Walaupun seseorang mempunyai gejala PTSD

dalam waktu lama, langkah pertama yang pada akhirnya dapat ditempuh adalah

mengenali gejala dan permasalahannya sehingga dia mengerti apa yang dapat

dilakukan untuk mengatasinya (Anonim, 2005b). Di lain pihak, sampai saat ini masih

didapatkan pula beberapa tipe psikoterapi yang lain. Misalnya, eye movement

desensitization reprocessing (EMDR), hypnotherapy dan psikodinamik psikoterapi,

yang seringkali digunakan untuk terapi PTSD dan kadang sangat membantu bagi

sebagian penderita (Anonim, 2005b).

I. Pengkajian1. Aktivitas atau istirahat

gangguan tidur. mimpi buruk. Hipersomnia. mudah letih. keletihan kronis.

Page 11: Tugas Jiwa Sindrom Post Trauma

2. Sirkulasi

denyut jantung meningkat. Palpitasi. tekanan darah meningkat. terasa panas.

3. Integritas ego

derajat ansietas bervariasi dengan gejal yang berlangsung berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan-bulan.

gangguan stres akut terjadi 2 hari – 4 minggu dalam 4 minggu peristiwa traumatik.

PTSD akut gejala kurang dari 3 bulan. PTSD kronik gejala lebih dari 3 bulan. Melambat awitan sedikitnya 6 bulan setelah peristiwa traumatik. Kesulitan mencari bantuan atau menggerakkan sumber personal (menceritakan

pengalaman pada anggota keluarga/teman). Perasaan bersalah, tidak berdaya, isolasi. Perasaan malu terhadap ketidakberdayaan sendiri; demoralisasi. Perasaan tentang masa depan yang suram atau memendek.

4. Neurosensori

gangguan kognitif sulit berkonsentrasi. kewaspadaan tinggi. ketakutan berlebihan. ingatan persisten atau berbicara terus tentang suatu kejadian. pengendalian keinginan yang buruk dengan ledakan perilaku yang agresif

tidak dapat diprediksi atau memunculkan perasaan (marah, dendam,benci, sakit hati).

perubahan perilaku (murung, pesimistik, berpikir yang menyedihkan, iritabel), tidak mempunyai kepercayaan diri, afek depresi, merasa tidak nyata, kehidupan bisnis tidak dipedulikan lagi.

ketegangan otot, gemetar, kegelisahan motorik.

5. Nyeri atau ketidaknyamanan

nyeri fisik karena cedera mungkin diperberat melebihi keparahan cedera.

6. Pernapasan

frekuensi pernapasan meningkat. dispneu.

7. Keamanan

Page 12: Tugas Jiwa Sindrom Post Trauma

marah yang meledak-ledak. perilaku kekerasan terhadap lingkungan atau individu lain. gagasan bunuh diri.

8. Seksualitas

hilangnya gairah. impotensi. ketidakmampuan mencapai orgasme.

9. Interaksi sosial

menghindari oarang/tempat/kegiatan yang menimbulakan ingatan tentang trauma, penurunan responsif, mati rasa secara psikis, pemisahan emosi/mengasingkan diri dari orang lain.

hilangnya minat secara nyata pada kegiatan yang signifikan, termasuk pekerjaan.

pembatasan rentang afek, tidak ada respon emosi.

10. Pengajaran atau pembelajaran

terjadinya PTSD sering kali didahului atau disertai adanya. penyakit/penganiyayan fisik.

penyalahgunaan alkohol atau obat-obat lain.

Page 13: Tugas Jiwa Sindrom Post Trauma

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Kasus

Ny. A usia 30 tahun datang ke RSJ Magelang pada tanggal 7

Desember 2011 diantar oleh suami dan kakanya dengan keluhan selalu

terkenang anaknya yang meninggal akibat bencana banjir, ia tidak mau

melihat foto anaknya, selalu terbangun di malam hari, nafsu makan menurun

dan malas beraktivitas. Berdasarkan pengkajian perawat klien terlihat sering

menangis, kadang berteriak (“air, air, air”), dan sering melamun. Suami klien

mengatakan klien pernah berusaha membunuh diri dengan menjatuhkan diri

dari lantai dua rumahnya, untungnya klien cepat ditolong oleh pembantunya

sehingga klien dapat selamat dari kejadian itu.

B. Pengkajian

Tanggal masuk RS : 7 Desember 2011

Bangsal dirawat : R. Menur

No. Rekam medik : 0913002011

Tanggal pengkajian : 7 Desember 2011

1. Identitas

Nama klien : Ny.A

2. Alasan masuk RS

Suami klien mengatakan klien terpaksa dibawah ke RSJ Magelang karena

takut klien mencoba bunuh diri lagi. Suami klien mengatakan klien sering

berteriak dan berbicara sendiri tanpa ada orang yang mengajaknya

berbicara, klien sering menangis, gelisah dan tidak mau makan.

3. Faktor predisposisi dan presipitasi

a. Faktor predisposisi

Suami klien mengatakan tidak ada keluarga klien yang

mengalami gangguan seperti yang dialami klien.

Page 14: Tugas Jiwa Sindrom Post Trauma

kakak klien mengatakan dari kecil klien diasuh oleh kedua orang

tuanya dan mereka sangat menyayangi klien, sehingga klien tidak

mengalami gangguan di tahap perkembangannya. Klien seorang guru

SMA sehingga tuntutan klien untuk mengajar tinggi dank lien sering

mengeluh tidak bisa membagi waktu di rumah dan di sekolah.

b. Faktor presipitasi

Suami klien mengatakan klien terlihat murung dan mulai

berbicara sendiri sejak enam bulan yang lalu pasca kematian anak mereka.

Suami klien mengatakan keluarga klien kurang memberikan dukungan

dan menghibur klien saat anaknya meninggal dunia, mereka malah sibuk

dengan urusan pribadi mereka sendiri.

4. Fisik

TD : 140/90, N : 120x/menit, S : 380C, RR : 30x/menit.

5. Psikososial

a. Genogram

b. Konsep diri

1) Gambaran diri atau citra tubuh

Page 15: Tugas Jiwa Sindrom Post Trauma

Klien mengatakan tubuhnya langsing, wajahnya cantik, rambutnya

keriting tetapi klien puas dengan keadaan dirinya.

2) Identitas diri

Klien mengatakan dia adalah seorang wanita namanya Ny A, umur

30 tahun. Klien mengatakan klien sudah menikah tiga tahun yang

lalu dan klien mengatakan dia tinggal di jl. Pakel No. 345,

Yogyakarta. Klien mengatakan identitasnya tetapi tidak melihat

kearah perawat yang mengajaknya berbicara.

3) Peran diri

Klien mengatakan dia adalah seorang ibu rumah tangga dan seorang

guru SMA. Klien mengatakan dia malas mengajar murid-muridnya

dan dia juga malas mengurus suaminya di rumah. Suami klien

mengatakan sebelum mengalami gangguan seperti ini klien adalah

seorang ibu rumah tangga yang rajin dan periang.

4) Ideal diri

Klien mengatakan ia ingin bertemu dengan anaknya yang telah

meninggal sambil menangis terseduh-seduh.

5) Harga diri

Klien mengatakan ia adalah seorang ibu yang tidak berguna karena

tidak bisa menjaga anaknya sendiri. Klien mengatakan dia malu

dengan suaminya dan tetangganya. Klien mengatakan dia tidak

berdaya dan hanya bisa membuat orang lain susah. Klien menangis

terseduh-seduh.

c. Hubungan sosial

Suami klien mengatakan sebelum klien sakit klien selalu mengikuti

kegiatan di lingkungannya dan klien sangat sopan dengan orang lain.

Suami klien mengatakan semenjak anak mereka meninggal klien selalu

gelisah, sedih, termenung sendiri dan tidak menaruh perhatian

terhadap lingkungannya

d. Spiritual

1) Nilai dan keyakinan

Klien mengatakan klien beragama islam, klien juga mengatakan

sering mengikuti pengajian di lingkungannya.

2) Kegiatan ibadah

Page 16: Tugas Jiwa Sindrom Post Trauma

Suami klien mengatakan walaupun klien mengalami ganggan jiwa

tetapi klien selalu berdoa dan menangis setiap kali mendengar suara

adzan.

e. Status mental

1) Penampilan

Penampilan klien rapi, dan tidak mengalami masalah deficit

perawatan diri. Klien mengatakan setiap pagi dan sore dia selalu

mandi dan menggosok gigi. Kancing baju klien rapi dan klien

tidak salah memasukkan kancing bajunya.

2) Pembicaraan

Klien menunduk saat berbicara dengan perawat dan tidak mau

melihat kearah perawat. Klien menjawab pertanyaan perawat

seperlunya saja. Klien tidak gagap dan bisa menjawab pertanyaan

perawat walaupun suaranya agak pelan dan terdengar lirih.

3) Aktivitas motorik

Klien tidak mengalami tremor, klien juga tidak mengalami

aktivitas motorik yang berlebihan dan diulang-ulang.

4) Alam perasaan

Klien mengatakan ia sangat sedih dan rindu kepada anaknya yang

telah meninggal. Klien mengatakan ia ingin sekali bertemu

dengan anaknya.

5) Afek

Afek klien tumpul yaitu klien berbicara jika ditanya oleh perawat

dan menjawab pertanyaan perawat seperlunya saja.

6) Interaksi selama wawancara

Klien tampak tidak kooperatif saat berbicara dengan perawat, klien

menunduk dan tidak mempertahankan kontak mata.

7) Persepsi

Klien mengatakan “air..air..air” sambil menunjuk ke arah luar

padahal disekelilingnya tidak ada air maupun banjir.

8) Proses pikir

Klien mengatakan dia sedih dan menangis karena memikirkan

anaknya yang meninggal. Klien masih bisa menilai kenyataan.

Page 17: Tugas Jiwa Sindrom Post Trauma

9) Isi pikir

Klien tidak mengalami gangguan daya pikir dan klien tidak

memiliki waham pada saat berinteraksi dengan perawat, tidak ada

tanda-tanda menuju kea rah waham.

10) Tingkat kesadaran dan orientasi

Saat berbicara klien sadar ia sekarang berada di rumah sakit dan

mengatakan ia datang ke rumah sakit diantar oleh suaminya, klien

juga tidak mengalami disorientasi waktu maupun orang.

11) Memori

a) Memori jangka panjang

Klien mengatakan sebulan yang lalu klien diajak oleh

suaminya pergi ke rumah mertuanya. Klien tidak

mengalami gangguan memori jangka panjang.

b) Memori jangka pendek

Klien mengatakan hari minggu kemarin klien berziarah

ke makam anaknya, klien mengatakan hal ini sambil

menangis.

c) Memori saat ini

Klien bisa mengulangi pembicaraan perawat.

12) Tingkat konsentrasi dan berhitung

Klien bisa berhitung sederhana 1-10, klien juga dapat menjumlah

1000+2000= 3000 dan klien pada saat diberi pertanyaan oleh

perawat sering meminta pertanyaan diulang atau tidak mampu

berkonsentrasi. klien menjawab pertanyaan matematika yang

ditanyakan perawat dengan benar karena klien adalah seorang

guru matematika SMA.

13) Kemampuan penilaian

Pada saat ditanya perawat antara mandi pagi dulu atau sarapan

pagi dulu, klien mengatakan mandi pagi dulu. Hal ini

menunjukkan bahwa klien mampu mengambil keputusan.

14) Daya tilik diri

Klien menyadari bahwa ia berada di rumah sakit jiwa Magelang.

Klien mengatakan dia tidak tahu sakit apa yang ia derita sekarang

Page 18: Tugas Jiwa Sindrom Post Trauma

sampai harus dibawa ke rumah sakit jiwa, dia mengatakan dia

sangat cemas dan sedih.

f. Masalah psikososial dan lingkungan

Sebelum klien mengalami gangguan jiwa klien pernah mengikuti kegiatan

seperti pengajian dan arisan. Namun setelah mengalami gangguan ini klien

jarang berkumpul dengan teman-temannya, klien hanya berdoa dan menangis

sendiri di rumahnya. Klien mengatakan ia seorang guru SMA dan gajihnya

cukup untuk memenuhi kebutuhannya, klien juga mengatakan jika sakit klien

langsung dibawa ke RS oleh suaminya, klien mengatakan suaminya sangat

menyayangi dirinya.

g. Pengetahuan

Klien mengatakan ia tidak tau apa yang derita sekarang.

h. Aspek medik

Diagnosa medis : sindrom post traumatic disolder.

Program terapi obat yang diberikan

1. Estazolam 0,5-1 mg per os,

2. Oksanazepam10-30 mg per os

3. Diazepam (valium) 5-10 mg per os

4. Klonaz-epam 0,25-0,5 mg per os

5. Lorazepam 1-2 mg per os atau IM

C. Implementasi

Page 19: Tugas Jiwa Sindrom Post Trauma

DAFTAR PUSTAKA

Pratiwi, Anggi. 2010. PTSD (Post Traumatic Stress Disolder). Diundu di www. Scribd.

Com/doc/41221173/askep-PTSD. Pada tanggal 1 Desember 2011

Japardi, Iskandar.2002.Sindroma Post Concussion. Diundu di www.

Nursing Student 05 FIK UNPAD. 2008. PTSD (Post Traumatic Stress Disolder). Diundu di http://bingkisanjiwa4fikunpad.blogspot.com/. Pada tanggal 1 Desember 2011.

Anonim.