TUGAS II Kelompok 4 Tekben III (Pengeringan)

5
TUGAS MK TEKNOLOGI PERBENIHAN III TEKNIK PRODUKSI BENIH KAKAO (PENGERINGAN) KELAS : AGROTEKNOLOGI B KELOMPOK : 4 FLONNY FLORENCIA 150510110035 ADAM FAUZAN 150510110039 MOCHAMAD YUKI A. 150510110050 NURFITRIANI RISTA 150510110059

description

Pengeringan Benih Kakao

Transcript of TUGAS II Kelompok 4 Tekben III (Pengeringan)

Page 1: TUGAS II Kelompok 4 Tekben III (Pengeringan)

TUGAS

MK TEKNOLOGI PERBENIHAN III

TEKNIK PRODUKSI BENIH KAKAO (PENGERINGAN)

KELAS : AGROTEKNOLOGI B

KELOMPOK : 4

FLONNY FLORENCIA 150510110035

ADAM FAUZAN 150510110039

MOCHAMAD YUKI A. 150510110050

NURFITRIANI RISTA 150510110059

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS PADJAJARAN

SEPTEMBER, 2013

Page 2: TUGAS II Kelompok 4 Tekben III (Pengeringan)

Pengeringan

Tahap pengolahan selanjutnya baik untuk biji yang dicuci ataupun tidak dicuci adalah

pengeringan. Pengeringan biji kakao dapat dilakukan secara alami ataupun buatan.. Adapun

tujuan umum pengeringan adalah untuk menurunkan kadar air biji kakao dari sekitar 60 %

menjadi 6 – 7 %, dan juga agar aman dari serangan cendawan. Pada tahap ini terjadi

perubahan-perubahan kimia untuk menyempurnakan pembentukan aroma dan warna yang

baik (Wood, 1987).

Pengeringan yang baik umumnya terdiri dari 3 (tiga) fase, yaitu:

1. Pengeringan lambat pada permukaan sampai pengurangan kadar air secukupnya

sekedar menghalangi pertumbuhan jamur.

2. Fase oksidasi, pada fase ini berlangsung proses pembentukan aroma dan lanjutan

tanin, yaitu penghilangan rasa sepat yang disebapkan kandungan tanin masih tinggi.

3. Pengeringan cepat untuk menguapkan sisa air, sampai kadar air menjadi 6 – 7 %.

(Siregar, 1964).

Pengeringan langsung dapat dilakukan dengan alat pengering buatan yaitu oven

dengan temperatur awal 35 – 45 oC selama 24 jam dan sisanya dilakukan selama 24 jam

dilakukan dengan menaikkan suhu menjadi 46 – 50 oC sampai kadar air 6 – 7 % (Susanto,

1994).

Menurut Winarno (1997), kestabilan optimum bahan makanan dapat tercapai jika

kadar air bahan berkisar 3 – 7 %, karena pada keadaan tersebut bahan makanan tidak mudah

terserang oleh ketengikan (oksidasi) dan lebih tahan terhadap serangan mikroorganisme

seperti bakteri, kapang, dan khamir.

Pengeringan biji kakao ada 3 cara yaitu dengan penjemuran pada sinar matahari,

memakai alat pengeringan dan kombinasi keduanya.

1. Penjemuran dengan sinar matahari

a. Biji kakao dijemur di atas balai bambu dengan ketinggian ± 1 m dari tanah atau di

atas alas tikar/sesek bambu.

b. Tebal lapisan/komponen biji ± 3 cm

c. Biji kakao dibalik setiap 1-2 jam sekali supaya pengeringan merata.

d. Lama penjemuran tergantung keadaan cuaca dan tebalnya hamparan biji, biasanya

berlangsung 7-10 hari.

Page 3: TUGAS II Kelompok 4 Tekben III (Pengeringan)

Gambar 1. Penjemuran Biji Kakao

2. Pengeringan dengan alat pengering buatan

a. Alat pengering yang biasa digunakan adalah rancangan BPP-Bogor (Stasioner dan

mobil)

b. Kapasitas unit pengering stasioner : 25-35 kg biji kakao basah.

c. Tebal lapisan-lapisan 10-20 cm.

d. Biji kakao setiap 1-2 jam dibalik supaya pengeringan merata

e. Lama pengeringan dengan ± 48 jam dengan suhu 55º-60º c.

3. Kombinasi pengeringan dengan sinar matahari dan alat pengering buatan

a. Biji kakao terlebih dahulu dijemur dengan sinar matahari selama dua hari

b. Kemudian dimasukkan ke dalam alat pengering sampai diperoleh kadar air ± 7,5%

Cara menentukan selesainya proses pengeringan biji kakao adalah :

1. Melihat kekerasan kulit/keping biji, biji kakao yang sudah kering mudah patah/rapuh

apabila ditekan antara ibu jari dan telunjuk

2. Menggunakan alat pengukur kadar air

Page 4: TUGAS II Kelompok 4 Tekben III (Pengeringan)

DAFTAR PUSTAKA

Poedjiwidodo, M. S., 1996. Sambung Samping Kakao. Trubus Agriwidya, Jawa Tengah.

Diakses melalui http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19461/4/Chapter

%20II.pdf pada tanggal 4 September 2013

Susanto, F.X., 1994. Tanaman Kakao Budidaya dan Pengolahan Hasil. Kanisius, Yogyakarta.

Diakses melalui http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19461/4/Chapter

%20II.pdf pada tanggal 4 September 2013