Trauma Renal

download Trauma Renal

of 8

Transcript of Trauma Renal

TRAUMA RENAL BY [email protected] Trauma ginjal terjadi sekitar 3% dari seluruh trauma yamg ada(Geehan,2003), bahkan mencapai 5% pada daerah urban(Brandes,2003). Trauma ginjal terjadi sekitar 10% dari seluruh trauma abdomen( Geehan,2003., Seidman,2003). Dari seluruh trauma sistem genitourinaria, trauma ginjal menduduki angka tertinggi sekitar 50% tidak membedakan ginjal kiri atau kanan(Brandes,2003). Trauma biasanya disebabkan oleh karena jatuh, kecelakaan lalu lintas, pukulan, olah raga, tusukan atau senjata api.(dos Santos Vieira, 2003).Patologi Trauma ginjalGinjal yang terletak pada rongga retroperitoneal bagian atas hanya terfiksasi oleh pedikel pembuluh darah serta ureter, sementara masa ginjal melayang bebas dalam bantalan lemak yang berada dalam fascia Gerota. Fascia Gerota sendiri yang efektif dalam mengatasi sejumlah kecil hematom , tidak sempurna dalam perkembangannnya. Kantong fascia ini meluas kebawah sepanjang ureter ,meskipun menyatu pada dinding anterior aorta serta vena cava inferior, namun mudah untuk sobek oleh adanya perdarahan hebat sehingga perdarahan melewati garis tengah dan mengisi rongga retroperitoneal.(Guerriero, 1984).

Gambar 3. Fasia Gerota, proyeksi anterior-posterior. (Guerriero, 1984)Karena miskinnya fiksasi, ginjal mudah mengalami dislokasi oleh adanya akselerasi maupun deselerasi mendadak, yang bisa menyebabkan trauma seperti avulsi collecting system atau sobekan pada intima arteri renalis sehingga terjadi oklusi parsial maupun komplet pembuluh darah. Sejumlah darah besar dapat terperangkap didalam rongga retroperitoneal sebelum dilakukan stabilisasi. Keadaan ekstrem ini sering terjadi pada pasien yang datang di ruang gawat darurat dengan kondisi stabil sementara terdapat perdarahan retroperitoneal. Korteks ginjal ditutupi kapsul tipis yang cukup kuat.Trauma yang menyebabkan robekan kapsul sehingga menimbulkan perdarahan pada kantong gerota perlu lebih mendapat perhatian dibanding trauma yang tidak menyebabkan robekan pada kapsul.Vena renalis kiri terletak ventral aorta sehingga luka penetrans didaerah ini bisa menyebabkan trauma pada kedua struktur. Karena letaknya yang berdekatan antara pankreas dan pole atas ginjal kiri serta duodenum dengan tepi medial ginjal kanan bisa menyebabkan trauma kombinasi pada pankreas, duodenum dan ginjal.. Anatomi ginjal yang mengalami kelainan seperti hidronefrosis atau tumor maligna lebih mudah mengalami ruptur hanya oleh adanya trauma ringan.(McAninch,2000).

Mekanisme TraumaMekanisme trauma pada ginjal perlu diperhatikan benar oleh klinisi. Berikut adalah mekanisme yang umumnya terjadi pada trauma ginjal.( Geehan,2003)1.Trauma tembus2.Trauma tumpul3. Iatrogenik4.Intraoperatif5.Lain-lain

80-85% trauma ginjal disebabkan trauma tumpul yang secara langsung mengenai abdomen, pinggang atau punggung. Trauma tersebut disebabkan karena kecelakaan lalu lintas, perkelahian, jatuh dan olahraga kontak. Tabrakan kendaraan pada kecepatan tinggi bisa menyebabkan trauma pambuluh darah utama karena deselerasi cepat. Luka karena senjata api dan pisau merupakan luka tembus terbanyak yang mengenai ginjal sehingga bila terdapat luka pada pinggang harus dipikirkan trauma ginjal sampai terbukti sebaliknya. Pada luka tembus ginjal, 80% berhubungan dengan trauma viscera abdomen. (Geehan , 2003; McAninch , 2000).

Gambar 4. Trauma tumpul yang merusak ginjal sering menyebabkan fraktur iga bawah dan prosesus transverses vertebra lumbal. (Blandy,1985)

Gambar 5.Mekanisme trauma ginjal. Kiri: Hantaman langsung pada abdomen. Gambar kecil menunjukkan gaya yang berjalan dari hilus renalis. Kanan: Jatuh terduduk dari ketinggian (contrecoup of kidney). Gambar kecil memperlihatkan gayadari arah cranial merobek pedikel ginjal.(McAninch, 2000)

Gambar 6.A.Luka tembus peluru.B.Luka tusuk. (Guerriero, 1984)

Iatrogenik disebabkan oleh prosedur endourologi, Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy(ESWL), biopsi renal dan prosedur ginjal perkutan. Pada intraoperatif terjadi pada Diagnostic Peritoneal Lavage(DPL). Penyebab lain trauma ginjal adalah karena rejeksi transplantasi ginjal serta proses kelahiran.

Klasifikasi Patologi trauma GinjalMenurut Moore et al , trauma ginjal dibagi menjadi:(McAninch,2000)1. Trauma minorMerupakan 85% kasus. Kontusio maupun ekskoriasi renal paling sering terjadi. Kontusio renal kadang diikuti hematom subkapsuler. Laserasi korteks superfisial juga merupakan trauma minor.

2. Trauma mayorMerupakan 15% kasus.Terjadi laserasi kortikomeduler yang dalam sampai collecting system menyebabkan ekstravasasi urine kedalam ruang perirenal. Hematom perirenal dan retroperitoneal sering menyertai laserasi dalam ini. Laserasi multiple mungkin menyebabkan destruksi komplit jaringan ginjal. Jarang terjadi laserasi pelvis renalis tanpa laserasi parenkim pada trauma tumpul.

3. Trauma vaskulerTerjadi sekitar 1% dari seluruh trauma ginjal. Trauma vaskuler pada pedikel ginjal ini memang sangat jarang dan biasanya karena trauma tumpul. Bisa terjadi total avulsi arteri dan vena atau avulsi parsial dari cabang segmental vasa ini. Regangan pada arteri renalis utama tanpa avulsi menyebabkan trombosis arteri renalis.

Grading Trauma GinjalUntuk mengelola trauma ginjal dengan baik perlu terlebih dahulu menetapkan grading secara akurat. The American Association for the surgery of Trauma membagi trauma ginjal menjadi 5 grade:(Brandes , 2003)derajat I : kontusio ginjal atau hematom subkapsuler yang tidak meluas tanpa disertai laserasi parenkim.

derajat II : hematom perirenal yang tidak meluas atau laserasi korteks < 1 cm tanpa ekstravasasi urine.

derajat III : laserasi korteks > 1 cm tanpa ekstra vasasi urine

derajat IV: laserasi korteks meluas ke collecting system( terlihat adanya ekstravasasi kontras ), atau cedera arteri atau vena segmental(terlihat adanya infark parenkim segmental) atau cedera arteri atau vena utama yang tertutup oleh hematom

Gambar 7.Klasifikasi trauma ginjal. A.grade I: hematuria gross atau mikroskopik, gambaran radilogis normal, kontusio atau hematom subkapsuler terlokalisisr tanpa laserasi parenkim. B.Grade II: hematom perirenal tak meluas atau laserasi korteks kurang dari 1 cm dalamnya tanpa disertai ekstravasasi urine. (McAninch, 2000)

Gambar 8. Klasifikasi trauma ginjal. C: Grade III, laserasi parenkim > 1 cm kedalam korteks tanpa ekstravasasi urine. D: grade Iv, laserasi meluas ke corticomedullary junction dan ke dalam collecting system. (McAninch, 2000)

Gambar 9. E: grade IV, trombosis arteri renalis segmental tanpa laserasi parenkim. Tampak adanya daerah iskemia segmental. F: gradeV, trombosis arteri renalis utama. (McAninch, 2000)

Gambar 10. G: grade V, l menyebabkan suatu shattered kidney. H: grade V, avulsi vasa utama. (McAninch, 2000)

DiagnosisKecurigaan adanya trauma ginjal patut dicermati pada keadaan dibawah ini:Trauma didaerah pinggang, punggung, dada sebelah bawah, dan perut bagian atas dengan disertai nyeri atau didapatkan adanya jejas pada daerah tersebut. Hematurifraktur kosta sebelah bawah (T8-T12) atau fraktur prosesus transversus vertebra.Trauma tembus pada daerah pinggang dan abdomen.Cedera deselerasi yang berat akibat jatuh dari ketinggian atau kecelakaan lalu lintas.Derajat trauma ginjal tidak berhubungan dengan derajat hematuri, karena gross hematuria bisa terjadi pada trauma ginjal minor sedangkan hematuria ringan terjadi pada trauma ginjal mayor.(Purnomo,2003)

GejalaNyeri terlokalisasi pada satu pinggang atau seluruh perut. Trauma lain seperti ruptur visera abdomen atau fraktur pelvis multiple juga menyebabkan nyeri abdomen akut sehingga mengaburkan adanya trauma ginjal. Kateterisasi biasanya menunjukkan adanya hematuria. Perdarahan retroperitoneal bisa menyebabkan distensi abdomen, ileus, nausea serta vomitus.

TandaPerlu diperhatikan adanya syok atau tanda-tanda kehilangan darah masiv karena perdarahan retroperitoneal. Cermati adanya ekimosis pada pinggang atau kuadran atas abdomen.Juga adanya patah tulang iga bagian bawah. Mungkin ditemukan nyeri abdomen difus pada palpasi yang merupakan tanda akut abdomen karena adanya darah pada cavum peritonei. Distensi abdomen mungkin ditemukan dengan bising usus yang menghilang. Masa yang palpable menandakan adanya hematom retroperitoneal besar atau suatu ekstravasasi urin. Namun jika retroperitoneum robek, darah bebas masuk ke cavum peritonei tanpa ditemukan masa palpable pada pinggang.

Laboratorium Biasanya didapatkan adanya hematuri baik gross maupun mikroskopis. Beratnya hematuri tidak berbanding lurus dengan beratnya kerusakan ginjal. Pada trauma minor bisa ditemukan hematuri yang berat, sementara pada trauma mayor bisa hanya hematuri mikroskopis. Sedangkan pada avulsi total vasa renalis bahkan tidak ditemukan hematuri.Awalnya hematokrit normal namun kemudian terjadi ppenurunan pada pemeriksaan serial. Temuan ini menandakan adanya perdarahan retroperitoneal persisten yang menyebabkan terjadinya hematom retroperitoneal yang besar. Perdarahan yang persisten jelas memerlukan tindakan operasi. .(McAninch ,2000)

Imaging1. Plain PhotoAdanya obliterasi psoas shadow menunjukkan hematom retroperitoneaal atau ekstravasasi urin. Udara usus pindah dari posisinya. Pada tulang tampak fraktur prosesus transversalis vertebra atau fraktur iga.(Donovan , 1994)

2 .Intravenous Urography(IVU)Pada trauma ginjal, semua semua trauma tembus atau trauma tumpul dengan hemodinamik tidak stabil yang membutuhkan eksplorasi segera harus dilakukan single shot high dose intravenous urography(IVU) sebelum eksplorasi ginjal. Single shot IVU ini bersisi 2 ml/kgBB kontras standar 60% ionic atau non ionic yang disuntikkan intra vena, diikuti satu pengambilan gambar abdomen 10 menit kemudian. Untuk hasil yang baik sistol dipertahankan diatas 90 mmHg. Untuk menghemat waktu kontras dapat disuntikkan pada saat resusitasi awal. Keterbatasan pemeriksaan IVU adalah tak bisa mengetahui luasnya trauma. Dengan IVU bisa dilihat fungsi kedua ginjal, adanya serya luasnya ekstravasasi urin dan pada trauma tembus bisa mengetahui arah perjalanan peluru pada ginjal. IVU sangat akurat dalam mengetahui ada tidaknya trauma ginjal. Namun untuk staging trauma parenkim, IVU tidak spesifik dan tidak sensitive. Pada pasien dengan hemodinamik stabil, apabila gambaran IVU abnormal dibutuhkan pemeriksaa lanjutan dengan Computed Tomography(CT) scan.Bagi pasien hemodinamik tak stabil, dengan adanya IVU abnormal memerlukan tindakan eksplorasi.

3. CT ScanStaging trauma ginjal paling akurat dilakukan dengan sarana CT scan. Teknik noninvasiv ini secara jelas memperlihatkan laserasi parenkim dan ekstravasasi urin, mengetahui infark parenkim segmental, mengetahui ukuran dan lokasi hematom retroperitoneal, identifikasi jaringan nonviable serta cedera terhadap organ sekitar seperti lien, hepar, pancreas dan kolon.(Geehan , 2003; Brandes , 2003) CT scan telah menggantikan pemakaian IVU dan arteriogram.Pada kondisi akut, IVU menggantikan arteriografi karena secara akurat dapat memperlihatkan cedera arteri baik arteri utama atau segmental. Saat ini telah diperkenalkan suatu helical CT scanner yang mampu melakukan imaging dalam waktu 10 menit pada trauma abdomen. .(Brandes , 2003)

4. ArteriografiBila pada pemeriksaan sebelumnya tidak semuanya dikerjakan, maka arteriografi bisa memperlihatkan cedera parenkim dan arteri utama. Trombosis arteri dan avulsi pedikel ginjal terbaik didiagnosis dengan arteriografi terutama pada ginjal yang nonvisualized dengan IVU. Penyebab utama ginjal nonvisualized pada IVU adalah avulsi total pedikel, trombosis arteri, kontusio parenkim berat yang menyebabkan spasme vaskuler. Penyebab lain adalah memang tidak adanya ginjal baik karena kongenital atau operasi sebelumnya.(MC Aninch , 2000)

5. Ultra Sonography(USG)Pemeriksa yang terlatih dan berpengalaman dapat mengidentifikasi adanya laserasi ginjal maupun hematom. Keterbatasan USG adalah ketidakmampuan untuk membedakan darah segar dengan ekstravasasi urin, serta ketidakmampuan mengidentifikasi cedera pedikel dan infark segmental. Hanya dengan Doppler berwarna maka cedera vaskuler dapat didiagnosis. Adanya fraktur iga , balutan, ileus intestinal, luka terbuka serta obesitas membatasi visualisasi ginjal.(Brandes SB, 2003)

Penatalaksanaan1. KonservatifTindakan konservatif ditujukan pada trauma minor. Pada keadaan ini dilakukan observasi tanda-tanda vital (tensi, nadi, suhu tubuh), kemungkinan adanya penambahan masa di pinggang, adanya pembesaran lingkar perut, penurunan kadar hemoglombin dan perubahan warna urin pada pemeriksaan urin serial.(Purnomo , 2003) Trauma ginjal minor 85% dengan hematuri akan berhenti dan sembuh secara spontan. Bed rest dilakukan sampai hematuri berhenti.(McAninch, 2000)

2. Eksplorsia. Indikasi absolutIndikasi absolut adalah adanya perdarahan ginjal persisten yang ditandai oleh adanya hematom retroperitoneal yang meluas dan berdenyut. Tanda lain adalah adanya avulsi vasa renalis utama pada pemeriksaan CT scan atau arteriografi.

b. Indikasi relatifb.1.Jaringan nonviableParenkim ginjal yang nekrosis lebih dari 25% adalah indikasi relatif untuk dilakukan eksplorasi.

b.2.Ekstravasasi urinEkstravasasi urin menandakan adanya cedera ginjal mayor. Bila ekstravasasi menetap maka membutuhkan intervensi bedah.

b.3.Incomplete stagingPenatalaksanaan nonoperatif dimungkinkan apabila telah dilakukan pemeriksaan imaging untuk menilai derajat trauma ginjal. Adanya incomplete staging memerlukan pemeriksaan imaging dahulu atau eksplorasi /rekonstruksi ginjal. Pada pasien dengan kondisi tidak stabil yang memerlukan tindakan laparotomi segera, pemeriksaan imaging yang bisa dilakukan hanyalah one shot IVU di meja operasi. Bila hasil IVU abnormal atau tidak jelas atau adanya perdarahan persisten pada ginjal harus dilakukan eksplorasi ginjal.

b.4.Trombosis ArteriCedera deselerasi mayor menyebabkan regangan pada arteri renalis dan akan menyobek tunika intima, terjadi trombosis arteri renalis utama atau cabang segmentalnya yang akan menyebebkan infark parenkim ginjal. Penegakan diagnosis yang tepat serta timing operasi sangat penting dalam penyelamatan ginjal. Renal salvage dimungkinkan apabila iskemia kurang dari 12 jam. Jika ginjal kontralateral normal, ada kontroversi apakah perlu revaskularisasi atau observasi.Jika iskemia melebihi 12 jam, ginjal akan mengalami atrofi. Nefrektomi dilakukan hanya bila delayed celiotomy dilakukan karena adanya cedera organ lain atau jika hipetensi menetap pasca operasi. Trombosis arteri renalis bilateral komplit atau adanya ginjal soliter dibutuhkan eksplorasi segera dan revaskularisasi.

b.5.Trauma tembusPada trauma tembus indikasi absolut dilakukan eksplorasi adalah perdarahan arteri persisten. Hampir semua trauma tembus renal dilakukan tindakan bedah. Perkecualian adalah trauma ginjal tanpa adanya penetrasi peluru intraperitoneum Luka tusuk sebelah posterior linea aksilaris posterior relatif tidak melibatkan cedera organ lain.(Brandes, 2003)

Tenik OperasiA. ApproachDilakukan transperitoneal karena dapat mengenali dan menanggulangi trauma intraabdominal lain serta dapat melakukan isolasi pembuluh darah ginjal sebelum melakukan eksplorasi ginjal.

B. Isolasi pembuluh darah ginjal(Prosedur MCAninch)Dimaksudkan untuk mengendalikan perdarahan waktu dilakukan eksplorasi ginjal sebelum tamponade hematom retroperitoneal dibuka. Usus halus dan kolon disingkirkan ke lateral dan cranial. Buat insisi pada peritoneum posterior sebelah medial dan sejajar dengan vena mesentrika superior. Insisi berada di ventral aorta dan dengan meneruskan insisi ke cranial akan didapat vena renalis kiri yang berjalan melintang di ventral aorta. Vena renalis kiri merupakan tanda yang penting karena relatif mudah ditemukan, sementara di kraniodorsal akan didapat arteri renalis kiri. Vena renalis kanan bermuara pada vena kava lebih kaudal disbanding vena renalis kiri dan di cranial vena renalis kanan akan dijumpai arteri renalis kanan.Pada saat pembuluh darah dijerat untuk mengendalikan perdarahan tapi wrm ischaemic time tidak boleh lebih dari 30 menit. Bila diperlukan lebih lama ginjal didinginkan dengan es. Dengan teknik ini di RSCM dapat diturunkan angka nefrektomi dari 635 menjadi 36%. Setelah prosedur ini, eksplorasi ginjal dilakukan dengan membuat irisan peritoneum parakolika.(Taher A, 2003).

Gambar 11.Isolasi Pembuluh utama ginjal. (McAninch, 2003)

C. RekonstruksiSetelah membuka fascia gerota maka ginjal harus terpapar seluruhnya. Pada saat inilah biasanya terjadi perdarahan yang dapat dikendalikan dengan melakukan oklusi sementara pembuluh darah ginjal. Selanjutnya dilakukan debridemen fasia dan jaringan ginjal diikuti hemostasis sebaik mungkin. Bila dijumpai perdarahan pada leher kaliks, dilakukan penjahitan dengan benang absorabel kecil dan jarum atraumatik. Defek pelviokalises memerlukan penjahitan yang kedap air. Setelah itu baru dilakukan penjahitan parenkim sekaligus kapsulnya dengan jahitan matras menggunakan benang kromik 2-0. Lemak omentum dapat digunakan untuk menutup defek parenkim yang luas. Jaringan nonviable pada kutub atas maupun bawah yang luas memerlukan nefrektomi pasrsial. Cara guillotine merupakan cara yang mudah, namun penting untuk menyisakan kapsul ginjal agar dapat dipakai untuk menutup defek parenkim ginjal. Sebagai penggantinya dapat dipakai free graft peritoneum. Nefrektomi biasanya dilakukan pada robekan scattered atau mengenai daerah hilus. Laserasi luas pada bagian tengah ginjal dan mengenai pelviokalises sering berakhir dengan nefrektomi. Repair pembuluh darah perlu diusahakan dan cedera yang mengenai sekaligus a/v ginjal umumnya berakhir dengan nefrektomi. Di USA dari semua cedera arteriil hanya 44% kasus yang berhasil direpair. Ureter harus dikenali dan bila terdapat bekuan darah di ureter maupun pielum, pemasangan nefrostomi harus dilakukan dengan kateter foley 16F. Sebelum menutup rongga retroperitoneum dilaskukan pemasangan pipa drain. (Taher , 2003)

KomplikasiA. Komplikasi AwalKomplikasi awal terjadi I bulan pertama setelah cedera.1. UrinomaTerjadi < 1% kasus trauma ginjal. Jika kecil dan noninfeksius maka tidak membutuhkan intervensi bedah. Bila besar perlu dilakukan pemasangan tube ureter atau nefrostomi perkutan /endoskopik.

2. Delayed bleedingTerjadi dalam waktu 2 minggu cedera. Bila besar dan simtomatik dilakukan embolisasi.

3. Urinary fistulaTerjadi karena adanya urin yang tidak didrain atau infark segmen besar parenkim gunjal.

4. AbsesTerdapat ileus, panas tinggi dan sepsis. Mudsah didrainase perkutan.

5. HipertensiPada periode awal pasca operasi biasanya karena rennin mediated, transient dan tidak membutuhkan tindakan .

B.Komplikasi LanjutHidronefrosis, arteriovenous fistula, pielonefritis. Kalkulus, delayed hipertensiScarring pada daerah pelvis renis dan ureter pasca trauma bisa menyebabkan obstruksi urine yang menyebabkan terbentuknya batu dan infeksi kronik. Fistula arteriovenosa sering terjadi setelah luka tusuk yang ditandai dengan delayed bleeding. Angiografi akan memperlihatkan ukuran dan posisi fistula.Pada sebagian besar kasus mudah dilakukan penutupan fistula dengan embolisasi. Hipertensi delayed pasca cedera ginjal karena iskemi ginjal merangsang aksis renin-angiotensin.

Ginjal sangat terlindungi oleh organ-organ disekitarnya sehingga diperlukan kekuatan yang cukup yang bisa menimbulkan cedera ginjal. Namun pada kondisi patologis seperti hidronefrosis atau malignansi ginjal maka ginjal mudah ruptur oleh hanya trauma ringan. Mobilitas ginjal sendiri membawa konsekuensi terjadinya cedera parenkim ataupun vaskuler.Sebagian besar trauma ginjal adalah trauma tumpul dan sebagian besar trauma tumpul menimbulkan cedera minor pada ginjal yang hanya membutuhkan bed rest.Diagnosis trauma ginjal ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang. Pada pemeriksaan fisik digali mekanisme trauma serta kemungkinan gaya yang menimpa ginjal maupun organ lain disekitarnya. Pemeriksaan fisik diperlukan untuk menilai ABC nya trauma, local ginjal maupun organ lain yang terlibat. Pada pasien ini mungkin ditemukan hematuria gross ataupun mikroskopis atau mungkin tanpa hematuria.Bila kondisi tidak stabil walau dengan resusitasi maka tidak ada pilihan kecuali eksplorasi segera .Pada pemeriksaan penunjang plain photo bisa ditemukan patah tulang iga bawah, prosesus transversus vertebra lumbal yang menunjukkan kecurigaan kita terhadap trauma ginjal.Pada pemeriksaan IVU akurasinya 90% namun pada pasien hipotensi tidak bisa diharapkan hasilnya. IVU juga tidak bisa menilai daerah retroperitoneal serta sangat sulit melakukan grading. Pada kondisi tak stabil, maka hanya dilakukan one shot IVU yang bisa menilai ginjal kontralateral. Pemeriksaan dengan CT scan merupakan gold standard karena dengan alat ini bisa melakukan grading dengan baik. Bagian-bagian infark ginjal terlihat, serta seluruh organ abdomen serta retroperitoneum juga jelas. Pemeriksaan angiografi sangat baik dilakukan pada kecurigaan cedera vaskuler. Dilakukan arteriografi apabila CT scan tidak tersedia. Kerugiannya pemeriksaan ini invasif.Prinsip penanganan trauma ginjal adalah meminimalisasi morbiditas dan mortalitas serta sedapat mungkin mempertahankan fungsi ginjal. Hanya pasien dengan indikasi jelas dilakukan nefrektomi. Keselamatan jiwa pasien tentunya lebih penting dari pada usaha peyelamatan ginjal namun jiwa melayang. Teknik operasi saat ini memegang peranan penting dalam penyelamatan ginjal. Dengan kontrol pembuluh darah ginjal maka terjadi penurunan angka nefrektomi. Kontrol pembuluh darah dilakukan diluar fasia Gerota sebelum masuk zona trauma. Tanpa isolasi arteri dan vena , dekompresi hematom ginjal yang dilakukan durante operasi meningkatkan insidensi nefrekto Diposkan oleh MANTRI AGUS di Kamis, September 17, 2009 Reaksi:

0 komentar: Poskan KomentarBERIKAN MASUKAN DENGAN ARTIKEL KAMI ATAUPUN BERITA DARI KAMI THANKS.Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda