Ruptur Renal

37
Trauma Tumpul Abdomen 2.2.1 Definisi Trauma tumpul abdomen merupakan trauma pada perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritoneum. Benturan benda tumpul pada abdomen dapat menimbulkan cedera pada organ berongga berupa perforasi, atau pada organ padat berupa perdarahan. 3 2.2.2 Insidensi Satu tinjauan dari National Pediatric Trauma Registry oleh Cooper dkk melaporkan bahwa 8% dari pasien (total = 25301) telah cedera abdominal. 83% dari cedera mereka disebabkan karena mekanisme trauma tumpul. 59% dari trauma tumpul tersebut berhubungan dengan kecelakaan mobil. Tinjauan dari Singapura menjelaskan trauma sebagai penyebab kematian terkemuka pada usia 1-44 tahun. Kecelakaan lalu lintas, luka bacokan, dan jatuh dari ketinggian merupakan penyebab terjadinya trauma tersebut. Trauma tumpul abdomen menyumbang 79% kasus tersebut. Berdasarkan data dari nasional dan internasional angka kejadian pria dengan wanita adalah 60:40. Usia Puncak insidensi terjadi pada usia 14-30 tahun. 2.2.3 Etiologi 41

description

ruptur

Transcript of Ruptur Renal

Trauma Tumpul Abdomen

2.2.1 Definisi

Trauma tumpul abdomen merupakan trauma pada perut tanpa penetrasi

kedalam rongga peritoneum. Benturan benda tumpul pada abdomen dapat

menimbulkan cedera pada organ berongga berupa perforasi, atau pada organ padat

berupa perdarahan.3

2.2.2 Insidensi

Satu tinjauan dari National Pediatric Trauma Registry oleh Cooper dkk

melaporkan bahwa 8% dari pasien (total = 25301) telah cedera abdominal. 83%

dari cedera mereka disebabkan karena mekanisme trauma tumpul. 59% dari

trauma tumpul tersebut berhubungan dengan kecelakaan mobil.

Tinjauan dari Singapura menjelaskan trauma sebagai penyebab kematian

terkemuka pada usia 1-44 tahun. Kecelakaan lalu lintas, luka bacokan, dan jatuh

dari ketinggian merupakan penyebab terjadinya trauma tersebut. Trauma tumpul

abdomen menyumbang 79% kasus tersebut. Berdasarkan data dari nasional dan

internasional angka kejadian pria dengan wanita adalah 60:40. Usia Puncak

insidensi terjadi pada usia 14-30 tahun.

2.2.3 Etiologi

Data internasional yang didapat dari World Health Organization

mengindikasikan penyebab utama dari trauma tumpul pada abdomen adalah jatuh

dari ketinggian kurang dari 5 meter dan kecelakaan mobil. Data ini mencakup

semua jenis luka, bukan luka akibat trauma tumpul abdomen saja. Penyebab

tersering dari trauma tumpul abdomen akibat kecelakaan kendaraan bermotor.

Penyebab-penyebab umum lainnya termasuk terjatuh dan kecelakaan industri atau

rekreasi. Trauma tumpul abdomen dapat disebabkan oleh: pukulan, benturan,

ledakan, deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman (set-belt).

2.2.4 Patofisiologi

41

Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia (akibat

kecelakaan lalulintas, penganiayaan, kecelakaan olah raga dan terjatuh dari

ketinggian), maka beratnya trauma merupakan hasil dari interaksi antara faktor –

faktor fisik dari kekuatan tersebut dengan jaringan tubuh. Berat trauma yang

terjadi berhubungan dengan kemampuan objek statis (yang ditubruk) untuk

menahan tubuh. Pada tempat benturan karena terjadinya perbedaan pergerakan

dari jaringan tubuh yang akan menimbulkan disrupsi jaringan. Trauma juga

tergantung pada elastitisitas dan viskositas dari jaringan tubuh. Elastisitas adalah

kemampuan jaringan untuk kembali pada keadaan yang sebelumnya. Viskositas

adalah kemampuan jaringan untuk menjaga bentuk aslinya walaupun ada

benturan. Toleransi tubuh menahan benturan tergantung pada kedua keadaan

tersebut. Beratnya trauma yang terjadi tergantung kepada seberapa jauh gaya yang

ada akan dapat melewati ketahanan jaringan. Komponen lain yang harus

dipertimbangkan dalam beratnya trauma adalah posisi tubuh relatif terhadap

permukaan benturan. Hal tersebut dapat terjadi cedera organ intra abdominal yang

disebabkan beberapa mekanisme:3

a) Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh gaya

tekan dari luar seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang letaknya tidak

benar dapat mengakibatkan terjadinya ruptur dari organ padat maupun organ

berongga.

b) Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan

vertebrae atau struktur tulang dinding thoraks.

c) Terjadi gaya akselerasi – deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan

gaya robek pada organ dan pedikel vaskuler.

Pada trauma tumpul dengan velositas rendah  (misalnya akibat tinju)

biasanya menimbulkan kerusakan satu organ. Sedangkan trauma tumpul velositas

tinggi sering menimbulkan kerusakan organ multipel, seperti organ padat ( hepar,

lien, ginjal ) dari pada organ-organ berongga.

Cedera pada struktur intraabdomen dapat diklasifikasikan menjadi dua

mekanisme utama yaitu kekuatan kompresi dan deselerasi.(6) Kekuatan kompresi

dapat disebabkan dari aliran langsung atau kompresi eksternal terhadap objek

41

tetap (misalnya, putaran belt, tulang belakang). Paling sering, kekuatan yang

menghancurkan ini menyebabkan perdarahan dan hematom subcapsular ke organ

dalam yang padat. Kekuatan ini juga dapat menyebabkan cacat pada organ

berongga dan meningkatkan tekanan intraluminal secara transient, sehingga

menyebabkan ruptur. Peningkatkan tekanan yang sementara ini merupakan

mekanisme trauma tumpul pada usus kecil.

Kekuatan deselerasi menyebabkan peregangan dan pemotongan linear

antara benda yang secara relatif tetap dan bebas. Pemotongan longitudinal ini

cenderung menyebabkan ruptur dari struktur penunjang pada penghubung antara

segmen bebas dan tetap. Cedera deselerasi klasik meliputi perdarahan hepatik

sepanjang ligamentum teres dan cedera intima pada arteri-arteri ginjal. Sebagai

loop usus yang berjalanan dari perlekatan mesenterik mereka, trombosis dan

perdarahan mesenterik, cedera pembuluh darah splanchnic dapat terjadi.

2.2.5 Klasifikasi

Cedera tumpul abdomen dibagi menjadi:3

a) Benturan benda tumpul, dengan akibat:

1) Perforasi pada organ visera berongga.

2) Perdarahan pada organ visera padat.

b) Cedera kompresi, dengan akibat:

1) Robekan dan hematom pada organ visera padat.

2) Ruptur pada organ visera berongga, karena peningkatan tekanan

intraluminer.

c) Cedera perlambatan (deselerasi), dengan akibat:

Peregangan dan ruptur pada jaringan ikat/penyokong

2.2.6 Komplikasi3

a) Ruptur diaphragma

b) Kontusi bokong dan panggul

c) Kontusio abdomen, pinggang, dan inguinal

d) Kontusio perineum dan genital

41

e) Ekskoriasi, laserasi superficial-multiple di abdomen, pinggang, dan panggul

f) Ruptur limpa

g) Ruptur pankreas

h) Ruptur hepar dan kandung empedu

i) Ruptur gaster, intestine, kolon, maupun rectum

j) Hematoma retroperitoneum

k) Ruptur atau kontusio ginjal

l) Ruptur kandung kemih, ureter, atau ginjal

m) Ruptur ovarium, tuba fallopi, atau uterus

n) Ruptur organ intrapelvis multiple

o) Ruptur kelenjar adrenal

p) Ruptur kelenjar prostat

q) Ruptur vesikula seminalis

r) Ruptur vas deferens

2.2.7 Diagnosis

Anamnesis3,4

Pada anamnesis dapat ditemukan adanya riwayat seperti:

a) Trauma pada abdomen akibat benturan benda tumpul

b) Jatuh dari ketinggian

c) Tindakan kekerasan atau penganiayaan

d) Cedera akibat hiburan atau wisata

Selain itu, AMPLE merupakan elemen penting yang harus ditanyakan dalam

anamnesis pasien:4

a. A llergies

b. M edications

c. P ast medical history

d. L ast meal or other intake

e. E vents leading to presentation

Pemeriksaan Fisik3,4

41

a. Inspeksi

1) Perhatikan abdomen pasien untuk melihat adanya tanda-tanda luka luar,

seperti abrasi dan atau ekimosis.

2) Perhatikan pola luka yang ada untuk menduga adanya trauma intra

abdominal (lap belt abrasions, steering wheel–shaped contusions), dari

hasil pembelajaran lap belt marks berhubungan dengan rupturnya usus

halus dan meningkatkan insidensi dari luka pada intraabdominal lainnya.

3) Observasi pernapasan pasien, karena pernapasan abdominal

mengindikasikan adanya trauma pada sistem spinal. Perhatikan juga

adanya tanda-tanda distensi dan perubahan warna pada daerah abdomen.

4) Cullen sign (ekimosis periumbilikal) mengindikasikan perdarahan

retroperitoneal, namun biasanya tanda ini tidak langsung positif. Jika

ditemukan memar dan bengkak pada daerah panggul kita harus curiga

kearah trauma retroperitoneal.

5) Inspeksi daerah genitalia dan perineum untuk melihat adanya luka,

perdarahan, dan hematom pada jaringan ikat longgar

b) Auskultasi

1) Bising usus bias normal, menurun, atau hilang.

2) Abdominal bruit menandakan adanya penyakit sistem vaskuler yang

mendasari atau adanya traumatic arteriovenous fistula.

3) Bradikardia mengindikasikan adanya cairan bebas intraperitoneal pada

pasien dengan trauma abdomen.

c) Palpasi

1) Palpasi seluruh permukaan abdomen dengan hati-hati sambil melihat

respon dari pasien. Perhatikan adanya massa abnormal, tenderness , dan

deformitas.

2) Konsistensi yang padat dan pucat dapat menunjukkan adanya perdarahan

intraabdominal.

3) Krepitasi atau ketidakstabilan dari rongga thoraks bagian bawah

mengindikasikan kemungkinan adanya cedera lien atau hepar yang

berhubungan dengan cedera costa bawah.

41

4) Instabilitas pelvis mengindikasikan adanya luka pada traktus urinarius

bagian bawah, seperti juga pada pelvis dan hematom retroperitoneal.

fraktur terbuka pelvis juga mengindikasikan potensi cedera pada traktus

urinarius bagian bawah cedera serta hematom panggul dan retroperitoneal.

Fraktur pelvis terbuka juga berhubungan dengan angka mortalitas yang

melebihi 50%.

5) Lakukan pemeriksaan rektal dan pelvis vagina untuk mengidentifikasi

kemungkinan perdarahan atau cedera.

6) Lakukan pemeriksaan sensorik dari dada dan abdomen untuk

mengevaluasi kemungkinan terjadinya cedera saraf tulang belakang.

Cedera saraf tulang belakang dapat dinilai dengan akurat dari abdomen

melalui berkurangnya atau hilangnya persepsi nyeri.

7) Distensi abdomen dapat merupakan akibat dari dilatasi sekunder gaster

yang berhubungan dengan ventilasi atau menelan udara

8) Tanda-tanda peritonitis segera setelah cedera memberi kesan adanya

kebocoran isi usus. Peritonitis karena perdarahan intraabdominal dapat

berkembang setelah beberapa jam.

d) Perkusi

1) Percussion tenderness merupakan tanda peritoneal

2) Tenderness mengindikasikan evaluasi lebih lanjut dan kemungkinan

konsultasi bedah

3) Perkusi region thoraks bagian bawah bisa normal, redup, atau timpani.

4) Pekak hati bisa positif maupun negatif.

5) Nyeri ketok dinding abdomen.

6) Tes undulasi atau shifting dullness bisa positif maupun negatif.

Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Laboratorium3

Pemeriksaan yang umumnya direkomendasikan meliputi glukosa darah,

complete blood count (CBC), kimia darah, amylase serum, urinalisis, pemeriksaan

41

koagulasi, tipe golongan darah, etanol darah, analisa gas darah, dan tes kehamilan

(untuk wanita-wanita usia reproduksi).

Complete blood count

Kadar hemoglobin dan hematokrit yang normal tidak menyingkirkan

adanya perdarahan. Sampai volume darah diganti dengan cairan

kristaloid atau efek hormonal ( seperti hormon drenocorticotropic

[ACTH], aldosterone, antidiuretic hormone [ADH]) dan terjadi

pengisian transkapiler, anemia tidak akan terjadi. Jangan tidak memberi

transfusi pada pasien yang hasil hematokritnya relatif normal (>30%)

tetapi ada bukti klinis shock, cedera serius (contoh: fraktur pelvis

terbuka), atau kehilangan darah yang signifikan secara terus menerus.

Penggunaan transfuse platelet untuk mengobati pasien dengan

thrombocytopenia platelet count <50,000/mL dan perdarahan terus

menerus.

Hemoglobin dan hematokrit yang cepat dideteksi berguna untuk

mengetahui defisit volume dan hemodilusi dan berguna untuk

mengidentifikasi anemia

Tes Fungsi hepar

LFT mungkin berguna untuk pasien dengan trauma tumpul abdomen,

namu tes ini juga bisa tinggi akibat penggunaan alkohol.

Kenaikan kadar aspartate aminotransferase (AST) or alanine

aminotransferase (ALT) lebih dari 130 U menandakan adanya perlukaan

di hepar.

Lactate dehydrogenase (LDH) and kadar bilirubin tidak spesifik untuk

indikator pada trauma hepar.

Pemeriksaan Kadar amilase

Masih kontroversi tentang penting atau tidaknya untuk dilakukan

pemeriksaan kadar amilase pada trauma tumpul abdomen.

Kenaikan kadar amilase dalam waktu 3-6 jam post trauma biasanya lebih

akurat untuk menentukan adany perlukaan pada pankreas.

41

Walaupun trauma pada pankreas dapat tidak ditemukan dengan CT scan

segera setelah trauma, namun dapat diidentifikasi jika dilakukan scan

ulang 36-48 jam kemudian.

Urinalisis

Pemeriksaan urinalisis diperlukan untuk membantu diagnosa termasuk

pada trauma abdomen dan atau pelvis, gross hematuria, mikroskopik

hematuria, dan penurunan output urine.

Dapat dilakukan contrast nephrogram dengan utilizing intravenous

pyelography (IVP) atau CT scan dengan kontras intravenous

Gross hematuria mengindikasikan untuk dilakukan pemeriksaan lebih

lanjut, termasuk dengan cystography dan IVP atau CT scan memakai

kontras dari abdomen.

Periksa kadar serum atau urine pregnancy test pada wanita dengan masa

subur.

Faktor pembekuan darah

Mendapatkan PT / aPTT pada pasien yang memiliki riwayat darah dyscrasia

(misalnya, hemofilia), yang memiliki masalah sintetis (misalnya, sirosis), atau

yang mengkonsumsi obat anticoagulant (misalnya, warfarin, heparin).

Golongan darah, skrining, dan crossmatch.

Skrining dan jenis darah dari semua pasien yang diduga cedera trauma

tumpul abdomen. Jika cedera sudah diidentifikasi, praktik ini sangat

mengurangi waktu yang diperlukan untuk crossmatch.

Lakukan crossmatch awal minimum 4-6 unit bagi pasien tersebut dengan

bukti yang jelas dari cedera abdominal dan ketidakstabilan

hemodinamik.

Sampai crossmatched darah tersedia, memanfaatkan O-negatif atau jenis

darah yang spesifik.

Kadar Analisis Gas Darah (ABG)

Kadar ABG dapat memberikan informasi penting pada korban trauma.

Selain informasi tentang oksigenasi (contoh: PO2, SaO2) dan ventilasi

41

(PCO2), tes ini memberikan informasi berharga tentang pemberian

oksigen.

Pasien syok yang diduga asidosis laktat

Defisit dasar sedang (yakni, lebih dari -5 mEq) menunjukkan perlunya

resusitasi yang agresif dan penetapan yang etiologi.

Usaha untuk meningkatkan penyaluran oksigen sistemik dengan

memastikan SaO2 yang adekuat (yakni,> 90%) dan memperoleh

volume resusitasi dengan kristaloid dan, jika diindikasikan, darah.

ABG memberi tahukan kadar hemoglobin total lebih cepat daripada

CBC.

Skrining obat dan alkohol

Lakukan skrining obat dan alcohol pada pasien-pasien trauma yang

memiliki penurunan kesadaran

Pemeriksaan darah dapat mengukur kadar alkohol

b. Pemeriksaan Radiologi3

Foto Rontgen

Pada penderita dengan hemodinamik normal maka pemeriksaan rontgen

abdomen dalam keadaan terlentang dan berdiri (sambil melindungi

tulang punggung) mungkin berguna untuk mengetahui udara

ekstraluminal di retroperitoneum atau udara bebas di bawah diafragma,

yang keduanya memerlukan laparotomy segera.

Hilangnya bayangan pinggang (psoas shadow) juga menandakan

adanya cedera retroperitoneum.

Bila foto tegak dikontraindikasikan karena nyeri atau patah tulang

punggung, dapat digunakan foto samping sambil tidur (left lateral

decubitus) untuk mengetahui udara bebas intraperitoneal (ATLS,

1997)

Diagnostic peritoneal lavage (DPL)

41

Cepat, tetapi invasive, dan sangat berperan dalam menentukan

pemeriksaan berikut yang perlu dilakukan kepada penderita dan 98%

dianggap sensitive untuk perdarahan intra-peritoneum.

Keistimewaannya dapat dilakukan pada situasi:

perubahan sensorium-cedera kepala, intoksikasi alkohol,

penggunaan obat terlarang

perubahan perasaan-cedera jaringan syaraf tulang belakang

cedera pada struktur berdekatan-tulang iga bawah, panggul,

tulang belakang dari pinggang ke bawah (lumbar spine)

pemeriksaan fisik yang meragukan

Kontraindikasi mutlak: bila ada indikasi untuk laparotomy (celiotomy).

Kontraindikasi relatif: operasi abdomen sebelumnya, kegemukan yang

tidak sehat, sirosis yang lanjut, dan koagulopati yang telah ada

sebelumnya.

Gambar 2.2 Peritoneal Lavage

Ultrasonografi atau Sonogram

(FAST) telah digunakan dalam evaluasi pasien trauma di Eropa lebih

dari 10 tahun dan semakin mendapatkan penerimaan di Amerika

Serikat. Akurasi diagnostic FAST’s umumnya sama dengan selaput

lavage (dpl). Studi di Amerika Serikat selama beberapa tahun terakhir

telah menunjukkan sonografi sebagai pendekatan yang noninvasive

41

untuk mengevaluasi hemoperitoneum dengan cepat. Studi

menunjukkan tingkat ketergantungan operator, namun beberapa

penelitian telah menunjukkan bahwa dengan struktur sesi belajar,

bahkan novice operator dapat mengidentifikasi cairan bebas intra-

abdominal, terutama jika jumlah cairan lebih dari 500 mL.

Pada pasien dengan trauma tumpul abdomen yang terisolasi dan cedera

multisistem, ultrasonografi yang dilakukan oleh seorang sonographer

berpengalaman dapat dengan cepat mengidentifikasi cairan bebas

intraperitoneal. Sensitivitas untuk cedera organ solid yang tidak

berkapsul adalah sedang dalam penelitian. Cedera viscus berongga

jarang diidentifikasi, namun bebas cairan dapat dilihat dalam kasus ini.

Untuk pasien-pasien dengan nyeri yang persisten atau tenderness atau

bagi berkembang menjadi gejala peritoneal, pertimbangkan FAST

sebagai pengukur komplementer untuk CT scan, dpl, atau eksplorasi.

Evaluasi FAST abdomen yang terdiri dari visualisasi dari kantong

jantung (dari gambaran subxiphoid), ruang splenorenal dan hepatorenal

(misalnya, kantung Morison), paracolic gutters, dan kantung Douglas

pada panggul. Gambaran kantung Morison paling sensitive, terlepas

dari etiologi dari cairan.

41

Gambar 2.3 Ultrasonic imaging for fluid in Morison's pouch has proven to be a

reliable method for detecting intra-abdominal hemorrhage. A. normal image. B.

This image demonstrates a fluid stripe between the right kidney and liver; this is

considered a positive study. Fluid may also be detected between loops of bowel,

as in C, or in the pelvis, as in D.

Cairan bebas, umumnya dianggap darah pada trauma abdomen, tampak

sebagai garis hitam. Cairan bebas pada pasien yang secara

hemodinamik tidak stabil menunjukkan perlunya laparotomy yang

mendadak; Namun, CT scan dapat lebih jauh mengevaluasi pasien yang

stabil dengan cairan bebas.

Sensitivitas dan spesifisitas dari studi ini berkisar antara 85-95%.

Computed Tomography (CT scan)

Meskipun mahal dan berpotensi menghabiskan waktu, CT scan sering

memberikan gambar yang detil dari kelainan trauma dan dapat

membantu dalam penentuan intervensi pembedahan.

CT scan dapat tidak menemukan adanya cedera diafragma dan

perforasi dari GI tract, terutama bila CT scan dilakukan segera setelah

cedera. Cedera pancreas tidak dapat diidentifikasi pada awal CT scan,

tetapi biasanya ditemukan pada pemeriksaanfollow up yang dilakukan

pada pasien berisiko tinggi. Untuk pasien tertentu, endoscopic

retrograde cholangiopancreatography (ERCP) dapat melengkapi CT

scan untuk menyingkirkan cedera duktus.

41

Keuntungan utama dari CT scan adalah spesifikasinya yang tinggi dan

digunakan sebagai pedoman pengelolaan nonoperative pada cedera

organ yang solid.

Drawbacks CT scan yang berkaitan dengan kebutuhan untuk

transportasi pasien trauma dari wilayah resusitasi trauma dan waktu

tambahan yang diperlukan untuk melakukan CT scan dibandingkan

dengan FAST atau dpl. Gambaran CT yang paling baik memerlukan

kontras baik melalui mulut maupun intravena.

Gambar 2.4 A. Parenchymal destruction of the posterior aspect of the right

hepatic lobe with extravasation of blood. The image in B reveals a large

subcapsular hematoma. Both patients were successfully treated nonoperatively.

C. A blunt splenic injury with parenchymal disruption and extravasation.

Tabel 2.1 Perbandingan Pemeriksaan DPL, USG, dan CT Scan Pada Trauma

Tumpul. 3

DPL USG CT Scan

Indikasi Menentukan

adanya perdarahan

bila TD ↓

Menentukan

cairan bila TD ↓

Menentukan organ

cedera bila TD

normal

Keuntungan - Diagnosis cepat

dan sensitive

- Akurasi 98%

- Diagnosis cepat,

tidak invasif, dan

dapat diulang

- Akurasi 86-97%

- Paling spesifik

untuk cedera

- Akurasi 92-98%

Kerugian Invasive, gagal Tergantung Membutuhkan

41

untuk mengetahui

cedera diafragma

atau cedera retro-

peritoneum

operator distorsi

gas usus dan udara

di bawah kulit

Gagal mengetahui

cedera diafragma

usus, dan pankreas

biaya dan waktu

lebih lama

Tidak mengetahui

cedera diafragma

usus, dan pankreas

2.2.8 Penatalaksanaan

Survei Primer

Survei ABCDE (Airway, Breathing, Circulation, Disability, Exposure), survei ini

dikerjakan secara serentak dan harus selesai dalam 2-5 menit.3

Airway

Menilai jalan nafas bebas. Apakah pasien dapat bicara dan bernafas dengan bebas

atau tidak, jika ada obstruksi, lakukan :

a) Chin lift/ Jaw thrust

b) Suction

c) Guedel Airway

d) Intubasi trakea

Breathing

Bila jalan nafas tidak memadai, berikan oksigen

Circulation

Menilai sirkulasi/peredaran darah

a) Hentikan perdarahan external bila ada

b) Segera pasang dua jalur infus dgn jarum besar (14-16G)

c) Beri infus cairan

Penilaian ulang ABC diperlukan bila kondisi pasien tidak stabil

Disability

Menilai kesadaran pasien dengan cepat, apakah pasien sadar, hanya respon

terhadap nyeri atau sama sekali tidak sadar, dapat menggunakan skor GCS atau

AVPU.

AWAKE A

41

Trauma Tumpul Abdomen

Tidak jelas

Hemodinamik stabil

laparotomi

Tanda peritonitis generalisata ada

DPL

USG : Cairan Bebas konservatif

CT-Scan

yaUSG : cairan bebas jelas

tidak ya

ya

tidak

ya tidak

Perubahan kesadaran,Makroskopis hematuria,HCt < 35 %tidak ya

ya tidak

USG ulang (30 menit),HCt ulang (4 jam),Observasi (8 jam)

RESPON BICARA (VERBAL) V

RESPON NYERI P

TAK ADA RESPONS U

Exposure

Lepaskan baju dan semua penutup tubuh pasien, supaya dapat dicari semua cidera

yang mungkin ada. Jika ada kecurigaan cedera leher atau tulang belakang, maka

immobilisasi in line harus dikerjakan.2

Alur Penanganan Trauma Tumpul Abdomen

2.3 Ruptur Renal

41

2.3.1 Insidensi

Frekuensi terjadinya trauma ginjal tergantung pada populasi pasien. Jumlah

trauma ginjal biasanya 3% dari jumlah semua trauma yang ada di seluruh rumah

sakit dan sebanyak 10% dari total pasien yang mengalami trauma abdomen.

Pada anak-anak, umumnya lebih mudah terjadi rupture ginjal, terkait dengan

ukuran ginjal anak yang relatif besar, lebih bersifat mobile dan perirenal fat yang

minim.5

2.3.2 Etiologi

Trauma ginjal merupakan trauma terbanyak pada sistem urogenitalia.

Kurang lebih 10% dari trauma pada abdomen mencederai ginjal. Cedera ginjal

dapat terjadi secara: (1) langsung akibat benturan yang mengenai daerah pinggang

atau (2) tidak langsung yaitu merupakan cedera deselerasi akibat pergerakan

ginjal secara tiba-tiba di dalam rongga retroperitoneum. Jenis cedera yang

mengenai ginjal dapat merupakan cedera tumpul, luka tusuk, ataupun luka

tembak.5

2.3.3 Anatomi

Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga

retroperitoneal bagian atas. Bentuknya menyerupai kacang dengan ukuran panjang

sekitar 11,25 cm, lebar 5,5-7,7 cm, dan tebal 2,5 cm. Sisi lateral ginjal berbentuk

cembung (convex), sedangkan sisi medialnya berbentuk cekung (concave). Pada

sisi ini terdapat hilus ginjal yaitu sebagai tempat masuknya arteri renalis dan

tempat keluar vena renalis dan ureter. Hilus ginjal juga merupakan tempat struktur

sistem limfatik dan innervasi ginjal. Di sebelah kranial ginjal terdapat kelenjar

anak ginjal atau glandula adrenal atau suprarenal.1,2

Ginjal dibungkus oleh tiga lapisan. Lapisan terdalam adalah jaringan fibrous

yang tipis dan mengkilat yang disebut kapsula renalis (fibrous capsule). Kapsula

renalis melindungi ginjal dari trauma dan menghambat penyebaran infeksi. Di

luar kapsul ini terdapat jaringan lemak yang disebut kapsula adiposa renalis. Dan

lapisan paling luar adalah fascia renalis (fascia Gerota) yang terdiri atas jaringan

41

penghubung yang tebal dan irreguler. Lapisan ini membantu ginjal agar dapat

tersokong dengan baik pada peritoneum dan dinding abdomen.1,2

Secara anatomis ginjal terbagi menjadi dua bagian yaitu korteks dan medula

ginjal. Korteks ginjal, yang berhubungan dengan kapsula renalis, tampak coklat

kemerah-merahan dan bergranula karena mengandung banyak kapiler. Sedangkan

di medula ginjal tampak lebih gelap dan terdiri atas 8-10 piramida renalis. Di

bagian apex piramida renalis dikenal dengan papilla renalis. Selanjutnya papilla

renalis akan menonjol membentuk cekungan kecil yang disebut calyx minor.

Beberapa unit calyx minor akan membentuk calyx mayor, dan beberapa calyx

mayor akan bersatu membentuk pelvis renalis yang berbentuk corong. Pelvis

renalis akan mengumpulkan urin yang berasal dari calyces dan membawanya

menuju ureter.1,2

Gambar 2.5 Anatomi Ginjal, (ka: potongan longitudinal)

2.3.4 Patogenesis

Ruptur ginjal adalah robek atau koyaknya jaringan ginjal secara paksa.

Goncangan ginjal di dalam rongga retroperitoneum menyebabkan regangan

pedikel ginjal sehingga menimbulkan robekan tunika intima arteri renalis.

Robekan ini akan memicu terbentuknya bekuan-bekuan darah yang selanjutnya

dapat menimbulkan trombosis arteri renalis beserta cabang-cabangnya. Cedera

ginjal dapat dipermudah jika sebelumnya sudah ada kelainan pada ginjal, antara

lain hidronefrosis, kista ginjal, atau tumor ginjal.5

41

Menurut derajat berat ringannya kerusakan pada ginjal, trauma ginjal

dibedakan menjadi: (1) cedera minor, (2) cedera major, (3) cedera pedikel atau

pembuluh darah ginjal.5

Terdapat dua penggolongan derajat pada ruptur ginjal yaitu sebagai berikut:

Tabel 2.2 Kalsifikasi trauma/cedera ginjal5

Klasifikasi pencitraan Federle Klasifikasi AAST (American Associate

of Surgery)

Kategori Tingkat cedera Derajat Tingkat cedera

I

II

III

IV

MINOR

Kontusi

Laserasi korteks (tidak

meluas ke calyx)

MAJOR

Laserasi korteks (meluas ke

calyx)

Ruptur ginjal

CATHATROPHIC

Trauma sampai ke pedikulus

ginjal

SHATTERED KIDNEY

Perlukaan sampai di

pelviureteric junction

1

2

Kontusio dan/atau hematoma

subkapsular

Laserasi korteks < 1 cm,

tidak sampai kaliks

3 Laserasi korteks > 1 cm,

tidak sampai kaliks

4 Laserasi korteks hingga

corticomedullary junction

atau hingga collecting system

5 Cedera arteri atau vena

renalis disertai perdarahan

Avulsi pedikel ginjal

Ginjal terbelah (shattered

kidney)

Namun klasifikasi yang paling sering digunakan dalam pencitraan adalah

klasifikasi Federle. Sistem Federle mengkategorikan cedera ginjal menjadi empat

kelompok (minor, mayor, catastrophic, dan pelviureteric junction injuries).5

41

Gambar 2.6 Klasifikasi Cedera Ginjal (AAST)

2.3.5 Diagnosis

Gambaran Klinis

Gambaran klinis yang ditunjukkan oleh pasien trauma ginjal sangat

bervariasi tergantung pada derajat trauma dan ada atau tidaknya trauma pada

organ lain yang menyertainya. Pada trauma derajat ringan mungkin hanya

didapatkan nyeri di daerah pinggang, terlihat jejas berupa ekimosis, dan terdapat

hematuria makroskopik ataupun mikroskopik.5

Derajat cedera pada ginjal tidak selalu berbanding lurus dengan parah

tidaknya hematuria yang terjadi; hematuria makroskopik dapat terjadi pada trauma

ginjal yang ringan dan hanya hematuria ringan pada trauma mayor.5

Pada trauma mayor atau rupture pedikel sering kali pasien datang dalam

keadaan syok berat dan terdapat hematoma di daerah pinggang yang makin lama

makin membesar. Dalam keadaan ini mungkin pasien tidak sempat menjalani

pemeriksaan IVP karena usaha untuk memperbaiki hemodinamik seringkali tidak

membuahkan hasil akibat perdarahan yang keluar dari ginjal cukup banyak. Untuk

itu harus segera dilakukan eksplorasi laparatomi untuk menghentikan perdarahan.5

Patut dicurigai adanya cedera pada ginjal jika terdapat:5

41

a) Trauma di daerah pinggang, punggung, dada sebelah bawah, dan perut bagian

atas dengan disertai nyeri atau didapatkan adanya jejas pada daerah itu

b) Hematuria

c) Fraktur costa bawah (T8-12) atau fraktur prosessus spinosus vertebra

d) Trauma tembus pada daerah abdomen atau pinggang

e) Cedera deselarasi yang berat akibat jatuh dari ketinggian atau kecelakaan lalu

lintas

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan adalah urinalisis. Pada

pemeriksaan ini diperhatikan kekeruhan, warna, pH urin, protein, glukosa dan sel-

sel. Hematuria makroskopik atau mikroskopik seringkali ditemukan pada

pemeriksaan ini. Jika hematuria tidak ada, maka dapat disarankan pemeriksaan

mikroskopik. Meskipun secara umum terdapat derajat hematuria yang

dihubungkan dengan trauma traktus urinarius, tetapi telah dilaporkan juga kalau

pada trauma (ruptur) ginjal dapat juga tidak disertai hematuria. Akan tetapi harus

diingat kalau kepercayaan dari pemeriksaan urinalisis sebagai modalitas untuk

mendiagnosis trauma ginjal masih didapatkan kesulitan.5

Gambaran Radiologi

Adapun indikasi untuk dilakukan pemeriksaan radiologi adalah apabila

ditemukan tanda-tanda sebagai berikut:5

a) Luka tembus dengan hematuria

b) Trauma tumpul dengan hematuria dan hipotensi

c) Hematuria mikroskopik dengan peritoneal lavage (+)

d) Trauma tumpul yang berhubungan dengan perlukaan ginjal

(kontusio/hematoma di daerah pinggang, fraktur costa bagian bawah, dan

fraktur vertebra thoracolumbal)

Foto Konvensional

Pemeriksaan Intra Venous Urography (IVU) mungkin akan berguna pada

kasus ruptur ginjal. Gambaran yang terlihat adalah pembengkakan pada ginjal,

41

kontras yang ekstravasasi keluar, tampakan massa perdarahan juga bisa terlihat,

serta tampak kelainan ekskresi jika dibandingkan dengan ginjal sebelah.5

Apabila terdapat dugaan jumlah produksi urin yang sedikit, IVU dapat

menemukan letak kelainan dan mengestimasi jumlah kehilangan cairan tersebut.

Namun, walaupun IVU sangat mudah dan banyak digunakan, harus diingat bahwa

IVU memberikan ekspose radiasi yang cukup tinggi sehingga harus

dipertimbangkan jika ingin dilakukan pada anak-anak. IVU juga harus

diperhatikan pemakaiannya pada orang-orang dengan gangguan fungsi ginjal,

neuropati, dan alergi yang mungkin akan sangat berbahaya jika menerima ekspose

radiasi.5

Gambar 2.7 Gambar radiografi ruptur ginjal spontan. (a) psoas line kiri terlihat

normal (panah hitam), psoas line kanan tidak terlihat (panah merah). (b,c) IVU

diambil pada menit ke-15 dan 45, terlihat ekstravasasi meluas di peripelvis dan

perirenal

Ultrasonografi (USG)

Tingkat keparahan pada trauma ginjal sangat beraneka ragam, oleh karena

itu terdapat kemungkinan terdeteksi dengan USG. Ada keadaan dimana ruptur

ginjal disebabkan oleh trauma langsung, sehingga akan didapatkan darah dan/atau

urin yang mengalami ekstravasasi ke perinephric space. Cairan-cairan tersebutlah

yang akan diidentifikasi oleh ultrasound. Jika terdapat urin maupun hematoma

yang banyak dapat dilakukan drainase secara percutaneus.5

41

Penggunaan USG Doppler berwarna juga dapat sangat berguna untuk

mendiagnosis ruptur ginjal. Pada pemeriksaan USG Doppler, akan terlihat seperti

semburan (jet effect) pada bagian sisi ginjal yang ruptur ketika ada sedikit

kompresi oleh urinoma.5

Gambar 2.8 Penampakan ruptur ginjal spontan. (a,b) terlihat defek berdiameter

4.5 mm pada pelvis renali. (c) penampakan USG Doppler berwarna, terlihat aliran

warna pada ginjal yang berhubungan dengan kompresi oleh urinoma

CT-Scan

Sejauh ini CT-Scan adalah modalitas yang paling baik untuk melihat

gambaran ruptur ginjal karena informasi yang diberikan berkaitan dengan

morfologi dan fungsional ginjal bisa didapatkan dalam satu kali pemeriksaan saja.

Pada pasien dengan trauma abdomen, pemeriksaan CT-scan lebih baik digunakan

untuk mengidentifikasi jenis dan luas perlukaan dan juga lebih bermanfaat untuk

melihat organ retroperitoneum, khususnya ginjal.5,6

Gambaran yang mungkin didapatkan pada ruptur ginjal adalah memar atau

kontusi ginjal, umunya muncul sebagai gambaran zona focal yang kurang

penyangatannya karena ekskresi tubular yang terganggu sementara. Jika terdapat

Hematoma intrarenal akan muncul sebagai area yang termarginasi sangat tipis

tanpa penyangatan. Untuk Hematoma subscapular biasanya memperlihatkan

bentuk lentikular sesuai dengan displacement yang terjadi pada korteks renalis.

Jika terdapat perdarahan minor, sisa pendarahan ekstrarenal akan tertahan pada

perirenal space dan meluas ke kompartemen-kompartemen retroperitoneal yang

41

saling berdekatan. Laserasi ginjal akan terlihat sebagai sebuah garis atau bentuk

irisan (wedge-shape) yang hipodens. “Shattered kidney” adalah laserasi

mengelilingi ginjal menghasilkan multiple fragmen.5,6

Gambar 2.9 Tampak ruptur renal bilateral pada pemeriksaan CT-scan potongan

axial

Gambar 2.10 Tampak hematoma mengelilingi ginjal kiri dan ekstravasasi material

kontras mengindikasikan ruptur renal

Gambar 2.11 Kontusio renalis dengan hematoma subcapsular

41

Gambar 2.12 Hematoma perinephric dan laserasi korteks renal <1 cm tanpa

ekstravasasi urin

MRI

Sebenarnya CT-scan adalah modalitas utama untuk menilai kasus

hematuria pada trauma abdomen akut. Walaupun hasil penelitian pada binatang

membuktikan bahwa MRI mempunyai keakuratan yang sama bahkan lebih

dibandingkan CT-scan, peralatan MRI ini kurang tersedia dimana-mana, serta

membutuhkan waktu yang lebih lama. Seperti halnya CT-scan, pada MRI juga

dapat terlihat ekstravasasi kontras, bahkan mampu membedakan hematoma

perirenal dan intrarenal.6

2.3. 6 Penatalaksanaan

Non-Operatif dan Konservatif

Tindakan konservatif ditujukan pada trauma minor. Pada keadaan ini

dilakukan observasi tanda-tanda vital (tensi, nadi, suhu tubuh), kemungkinan

adanya penambahan massa di pinggang, adanya pembesaran lingkaran perut,

penurunan kadar hemoglobin darah, dan perubahan warna urin pada pemeriksaan

urine serial. Jika selama tindakan konservatif terdapat tanda-tanda perdarahan atau

kebocoran urine yang menimbulkan infeksi penurunan hemodinamik, harus

segera dilakukan tindakan operasi.5

Operatif

Penanganan operatif pada ruptur ginjal ditujukan pada trauma ginjal mayor

dengan tujuan untuk segera menghentikan perdarahan. Selanjutnya, mungkin

41

dilakukan debridement, reparasi ginjal (berupa renorafi atau penyambungan

vaskuler) atau tidak jarang harus dilakukan nefrektomi parsial bahkan nefrektomi

total karena kerusakan ginjal yang sangat berat.5

2.3. 7 Prognosis

Dengan follow-up yang dilakukan secara hati-hati, kebanyakan kasus

ruptur ginjal memiliki prognosis yang baik, dengan proses penyembuhan yang

berlangsung secara spontan dan mengembalikan fungsi ginjal. Pengawasan

terhadap excretory urography dan tekanan darah juga dapat menjamin deteksi dan

manajemen yang tepat akan kejadian hidronefrosis dan hipertensi.5

1. Snell RS. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Jakarta: EGC. 2012.2. Putz R, Pabst R. Atlas Anatomi Manusia Sobotta, Edisi 21. Jakarta: EGC.

2003.3. Legome EL. Blunt Abdominal Trauma. Diunduh dari

http://emedicine.medscape.com/article/1980980-overview#showall pada tanggal 2 September 2015. 2015

4. American Trauma life Support for Doctors, Ninth Edition. 20125. Lusaya DG. Renal Trauma. Diunduh dari

http://emedicine.medscape.com/article/440811-overview#showall pada tanggal 2 September 2015. 2014

6. Harbison H. Renal Trauma. Diunduh dari http://eradiology.bidmc.harvard.edu/LearningLab/genito/Harbison.pdf. pada tanggal 2 September 2015. 2002

7. Khan AN. Liver Trauma Imaging. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/370508-overview#showall pada tanggal 2 September 2015. 2013

8. Zargar M, Laal M. Liver Trauma: Operative and Non-Operative Management. International Journal of Collaborative Research on Internal Medicine & Public Health. 2014: Vol. 2 No 4 . Diunduh dari http://www.iomcworld.com/ijcrimph/files/v02-n04-03.pdf pada tanggal 2 September 2015.

41