translate jurnal asma diskusi-kesimpulan.doc

7
DISKUSI SNHL yang diinduksi terapi radiasi telah diakui sebagai efek samping penting yang umumnya berkembang pada 6 sampai 24 bulan setelah pengobatan radiasi dan dapat berkembang menjadi tuli total. Telinga bagian dalam adalah organ yang paling rentan untuk terapi SNHL jangka panjang. Etiologi dari SNHL yang diinduksi terapi radiasi adalah insufisiensi vaskular, pengurangan jumlah kapiler, degenerasi endoteliosit di pembuluh darah, hilangnya sel-sel di organ Corti, atrofi, degenerasi dari stria vaskularis, serta atrofi sel ganglion spiral dan saraf koklea. Kerusakan ini lebih utama terjadi pada sel rambut luar pada pergantian basal koklea, yang bertanggung jawab untuk transduksi suara frekuensi tinggi dan SNHL yang secara klinis signifikan mungkin muncul pada frekuensi yang lebih tinggi (> 2 Hz). Kejadian SNHL yang diinduksi terapi radiasi dilaporkan dalam kisaran 0-65% dengan teknik radiasi yang bervariasi (Tabel 5). Studi ini menunjukkan bahwa kejadian SNHL sebanyak 44% (59/134 telinga) pada frekuensi tinggi (4 kHz) dan 6% (8/134 telinga) di PTA untuk seluruh penduduk. Setiap studi, bagaimanapun, dilakukan dan dievaluasi dengan kriteria dan waktu follow up yang berbeda. Median waktu follow up (14 bulan) untuk tes audiologi dalam penelitian ini agak lebih pendek dari penelitian lain. Meskipun demikian, ototoksisitas yang disebabkan oleh radiasi biasanya terlihat pada 6-12 bulan setelah selesainya terapi radiasi. Transient SNHL mungkin muncul hingga 41% dari pasien seperti yang dilaporkan oleh Ho et al.

Transcript of translate jurnal asma diskusi-kesimpulan.doc

DISKUSISNHL yang diinduksi terapi radiasi telah diakui sebagai efek samping penting yang umumnya berkembang pada 6 sampai 24 bulan setelah pengobatan radiasi dan dapat berkembang menjadi tuli total. Telinga bagian dalam adalah organ yang paling rentan untuk terapi SNHL jangka panjang. Etiologi dari SNHL yang diinduksi terapi radiasi adalah insufisiensi vaskular, pengurangan jumlah kapiler, degenerasi endoteliosit di pembuluh darah, hilangnya sel-sel di organ Corti, atrofi, degenerasi dari stria vaskularis, serta atrofi sel ganglion spiral dan saraf koklea. Kerusakan ini lebih utama terjadi pada sel rambut luar pada pergantian basal koklea, yang bertanggung jawab untuk transduksi suara frekuensi tinggidan SNHL yang secara klinis signifikan mungkin muncul pada frekuensi yang lebih tinggi(> 2 Hz).Kejadian SNHL yang diinduksi terapi radiasi dilaporkan dalam kisaran 0-65% dengan teknik radiasi yang bervariasi (Tabel 5). Studi ini menunjukkan bahwa kejadian SNHL sebanyak 44% (59/134 telinga) pada frekuensi tinggi (4 kHz) dan 6% (8/134 telinga) di PTA untuk seluruh penduduk. Setiap studi, bagaimanapun, dilakukan dan dievaluasi dengan kriteria dan waktu follow up yang berbeda. Median waktu follow up (14 bulan) untuk tes audiologi dalam penelitian ini agak lebih pendek dari penelitian lain. Meskipun demikian, ototoksisitas yang disebabkan oleh radiasi biasanya terlihat pada 6-12 bulan setelah selesainya terapi radiasi. Transient SNHL mungkin muncul hingga 41% dari pasien seperti yang dilaporkan oleh Ho et al. Penelitian tersebut tidak bisa mengevaluasi gangguan pendengaran transient karena desain retrospektif yang didasarkan pada waktu follow up yang berbeda. Rumah sakit memiliki kebijakan untuk melakukan pemeriksaan audiologi secara rutin untuk semua pasien KNF. Namun, beberapa pasien dalam penelitian kami tidak menyelesaikan tes audiologi. Kami mengakui bahwa kelengkapan evaluasi audiometri untuk setiap pasien akan dapat memperkuat penelitian dengan tidak adanya percobaan klinis prospektif. Dalam studi ini, kami membandingkan perbedaan audiogram antara sebelum dan sesudah terapi radiasi dan bukan memakai ambang batas dengar tertentu untuk menyatakan bahwa pasien tersebut SNHL. Kami juga mengesklusi pasien yang hanya melakukan audiogram post terapi radiasi. Ini dapat mengurangi bias dari pasien yang sejak awal sudah memiliki gangguan pendengaran.Penelitian sebelumnya hanya menginklusi pasien yang menyelesaikan penilaian audiologi. Ini berpotensi mengubah kejadian SNHL di pasien yang pernah melakukan ujian audiologi. Juga, penggunaan hasil tes audiologi telinga kontralateral sebagai rujukan bisa membuat hasil yang tidak konsisten. Dengan demikian, kami mengasumsikan bahwa hasil penelitian kami sudah cukup memadai untuk melaporkan kejadian SNHL meskipun data yang dipakai adalah retrospektif. Dengan teknik radiasi yang berbeda, IMRT ditemukan memiliki insiden SNHL lebih sedikit dari jika dibandingkan dengan radio terapi konvensional (37% vs 48,75%). Terdapat kecenderungan dalam pengurangan insiden SNHL dengan IMRT pada studi kami (RR 0,76 dengan 95% CI 0,5-1,15, mendukung IMRT). Penelitian sebelumnya untuk pengobatan KNF belum membandingkan langsung insiden SNHL antara teknik konvensional dengan teknik konformal. Dengan perbandingan indirek antara studi yang ada, insiden SNHL dengan teknik conformal tidak secara konsisten lebih rendah dari teknik konvensional seperti yang ditunjukkan pada Tabel 5. Penggambaran dari struktur normal dan kendala dosis radiasi sangat penting dalam perencanaan IMRT. IMRT berpotensi memberikan dosis radiasi yang lebih tinggi ke koklea daripada teknik radiasi konformal tiga dimensi atau bahkan lebih dari radio terapi konvensional, jika koklea tidak dengan intens dihindari.PenelitianTerapi radiasiKriteriaDosis kokleaMedian follow up dan SNHL (per telinga)

Kwong et alTR Konvensional + Kemo (227 telinga)>15 dB pada tiap frekuensiTidak didefinisikan30 bulan 24.2%

Oh et alTR Konvensional + Kemo (48 telinga)>15 dB pada 4 kHz dan PTARerata dosis telinga dalam 66.2+_ 6.21 tahun 29.2%

Ho et alTR Konvensional + Kemo (526 telinga)>10 dB pada 4 kHz dan PTAPerkiraan 70-91 Gy, 2.5-3.5 Gy/F4.5 tahun 4 kHz 60% PTA 18 %

Chan et alTR Konf vs TR Konvensional + Kemo (170 telinga)>15 dB pada 4 kHzDosis rerata koklea 33-71.7 Gy24 bulan 33.3% vs 55% (TR konf vs Conf TR+kemo)

Chen et alTR Konf + Kemo (44 telinga)>20 dB pada satu frekuensi, >10 dB pada dua frekuensi28.4-70.0 Gy29 bulan, 57%

Penelitian iniTR Konvensional + Kemo vs IMRT_kemo (134 telinga, 68 pasien )>15 dB hilang pada 4 kHz dan PTADosis rerata koklea 25.09-75.54 Gy (IMRT)14 bulan 4 kHz Konv 48.75% IMRT 37% PTA Conv 5% IMRT 7.4%

Tabel 5. Kriteria dan dosis radiasi pada koklea dan hubungannya dengan insidensi SNHLKet: TR Conv = Terapi radiasi Conventional, TR Conf = Terapi radiasi Conformal.Dalam studi ini, kami menggambarkan telinga bagian dalam sebagai koklea dan telinga bagian dalam karena ada beberapa ketidaksamaan mengenai penggambaran koklea pada penelitian- penelitian sebelumnya. Karena volume koklea yang kecil, target delineasi sangat penting untuk analisis volume dosis. Terutama, lokasinya yang berada pada gradien dosis tinggi IMRT.Hasil dari penelitian kami menunjukkan bahwa kejadian SNHL frekuensi tinggi cenderung meningkat ketika rata-rata dosis diberikan pada koklea adalah >50 Gy. Penelitian sebelumnya menyarankan bahwa insidens dari SNHL meningkat bila dosis rata-rata yang diberikan pada koklea > 45-50 Gy. Namun, analisis eksplorasi kami menunjukkan bahwa kejadian SNHL tidak secara signifikan berubah ketika berarti dosis cut-off pada koklea menurun dari 50 ke 45 Gy. Oleh karena itu, penelitian kami menyatakan bahwa dosis rata-rata koklea 50 Gy masuk akal karena dosis yang berlebihan pada koklea akan berpotensi mengkompromiskan cakupan target terdekat.

Selain koklea IAC harus diperhatikan karena sebagian saraf koklea melintas melalui kanal tersebut ketika memasuki batang otak. SNHL yang disebabkan retrokoklea (syaraf koklea) mungkin terjadi, meskipun relatif jarang bila dibandingkan dengan kerusakan koklea itu sendiri. IMRT dapat memberikan dosis yang lebih tinggi hingga 66 Gy ke IAC jika IAC tidak ditentukan sebagai organ yang berisiko. Penelitian ini menunjukkan bahwa dosis terapi radiasi pada IAC > 50 Gy menunjukkan tren peningkatan kejadian SNHL frekuensi tinggi (4 kHz)(RR 2,02 dengan 95% CI 0,99-4,13). Pembatasan dosis pada IAC juga penting karena ada pula pasien yang berkembang menjadi SNHL dari karena saraf koklea rusak. Kerusakan yang tidak dapat diperbaiki dengan menggunakan alat bantu dengar ataupun implantasi koklea.Studi kami menunjukkan kejadian yang lebih rendah (10,3%) dari SNHL frekuensi rendah (PTA). Ini sesuai dengan penelitian lain, frekuensi tinggi (> 4 kHz) akan menjadi tanda awal kerusakan pada sel-sel rambut luar pada basal turn koklea.

Faktor lain yang menyebabkan SNHL frekuensi tinggi adalah kombinasi dari kemoterapi Cisplatin dengan terapi radiasi yang berefek sinergis pada koklea. Beberapa penelitian melaporkan bahwa 600 mg/m2 atau dosis total 1.050 mg dari Cisplatin meningkatkan jumlah kejadian SNHL frekuensi tinggi. sebagian besar pasien dalam penelitian ini memiliki penyakit local lanjut dan menerima kombinasi kemoterapi, sehingga efek Cisplatin ke SNHL tidak dapat dievaluasi secara langsung. Tidak ada peningkatan jelas dalam kejadian SNHL dengan dosis akumulasi total > 600 mg dalam penelitian ini. Namun, analisis bivariat lanjut mengungkapkan bahwa pembatasan dosis ke koklea (