Translate PA

22
Tugas Praktikum Patologi Anatomi Blok Neuropsychiatry Oleh : Airi Firdausia Kudsi 1218011006 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

description

-

Transcript of Translate PA

Page 1: Translate PA

Tugas Praktikum Patologi Anatomi

Blok Neuropsychiatry

Oleh :

Airi Firdausia Kudsi 1218011006

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2015

Page 2: Translate PA

Schwannoma Abdominal : Laporan Kasus dengan Tinjauan Literatur

Schwannoma adalah tumor langka dari sel Schwann pada selubung saraf. Seringkali ditemukan pada sistem saraf pusat, korda spinalis, atau saaf perifer tubuh. Kadang-kadang tumor ini terjadi di traktus gastrointestinal, dengan situs yang paling sering adalah pada lambung. Namun, schwannoma kolorektal dan retroperitoneal sangat jarang terjadi. Diagnosis praoperasi seringkali sulit ditegakkan dan penanganan definitive dengan eksisi. Dengan ini kami memberikan kasus schwannoma intraabnominal.

Kata kunci : Jinak – Schwannoma - Tumor

Schwannoma gastrointestinal dan retroperitoneal adalah tumor jinak yang dilaporkan memiliki potensi menjadi ganas. Lambung adalah situs tersering schwannoma gastrointestinal, sedangkan kolon dan rectum jarang terjadi. Schwannoma intrabadominal terjadi sama seringnya pada pria dan wanita, dengan range umur yang luas. Diagnosis ditegakkan setelah eksisi dan pemeriksaan histologic akibat penampakan radiologis dan endoskopik yang nonspesifik. Tatalaksana definitive meliputi operasi eksisi komplit dengan batas negative. Dengan ini kami mempresentasikan 3 kasus schwannoma intraabdominal.

Laporan Kasus 1

Seorang wanita 63 tahun, dengan RPK hipertensi dan histerektomi karena fibroid, datang dengan gejala mudah kenyang dan penurunan nafsu makan selama 6 bulan. Gambaran CT abdomen/pelvis dilakukan, dan dideteksi polip sigmoid. Dilakukan kolonoskopi dan menunjukkan polip berdasar luas yang besar berukuran 4 cm di rektum atas (Gambar 1). Biopsy polip menunjukkan jaringan mukosa dengan perbuhan hyperplasia ringan. MRI rectum menunjukkan pelebaran lesi rektal melebihi serosa dengan metastasis ke nodus limfe.

Pasien dijadwalkan untuk dioperasi reseksi anterior. Saat operasi, terlihat tumor rektal berbatas tegas tanpa invasi local. Pasca operasi pasien mengalami perbaikan yang luar biasa, dan dia diperbolehkan pulang pada hari keempat setelah operasi.

Secara mikrokopis, potongan jaringan diwarnai dengan hematoxyln dan eosin dan menunjukkan tumor sel spindle berbatas tegas, submukosal, selular moderat tersusun sebagai berkas yang saling bertaut dan fasikel pendek dan bercampur dengan serat kolagen bergelombang. Studi imunohistokimia menunjukkan pewarnaan difus positif untuk S100, sedangkan negative pada CD117, CD34, dan otot polos aktin/desmin (Gambar 2). Diagnosis pascaoperasi definitive yang ditegakkan adalah schwannoma rektal. Follow up pasien 3 tahun berikutnya adalah baik

Laporan kasus 2

Pria 43 tahun datang dengan gejala perut yang tidak enak tanpa gejala muntah atau gejala tambahan lain. PF pasien baik. Ia dilakukan CT scan abdomen dan pelvis, kemudian menunjukkan massa jaringan lunak berukuran 3.1 x 3.0 cm berbatas tegas, retroperitoneal didekat pembuluh-pembuluh mesenterica superior dengan pembuluh

Page 3: Translate PA

feeding dari arteri mesenterika superior dan drainase vena ke vena mesenterika superior (Gambar 3). Lesi massa ini terpisah jelas dari loop pancreas dan usus.

Lesi dibiopsi dengan panduan CT. jaringan positif untuk S100 dan negative untuk CD117, SMA, dan desmin dan dengan begitu dikonfirmasikan sebagai schwannoma.

Pasien mengalami eksisi laparoskopi. Perbaikan pascaoperasi tidak terjadi hal-hal yang signifikan. Hasil follow up 15 bulan berikutnya baik.

Laporan kasus 3

Wanita 52 tahun datang dengan perut bagian atas yang tidak enak. Hasil PF baik. CT scan menunjukkan lesi besar polipoid pada lumen di bagian pertama duodenum, berdiameter sekitar 27 mm. berbatas tegas, membulat, dan ada enhancement kontras. Gambaran usus yang lain terlihat normal. Pasien dilakukan endoskopi gastrointestinal atas dan endoskopi ultrasonografi, dimana memastikan adanya nodul submukosal 3 cm. biopsi belum bisa menegakkan diagnosis.

Pasien mengalami gastrektomi parsial bagian distal dengan duodenektomi dan rekonstruksi Roux-en-Y. Pasien membaik dan dipulangkan pada hari kelima pascaoperasi. Jaringan dilaporkan adana schwannoma dengan batas operatif yang tak terlibat. Positif untuk S100 dan negative untuk CD117, CD34, dan SMA. Hasil follow up baik untuk 12 bulan berikutnya.

Diskusi

Schwannoma adalah tumor langka dari sel Schwann pada selubung saraf. Biasanya ditemukan pada sistem saraf pusat, korda spinalis, atau saraf perifer diseluruh tubuh,

dengan tipe tersering adalah neuroma akustik. Terkadang schwannoma terjadi pada traktus gastrointestinal. Bersama dengan leiomyoma, leiomyosacoma, dan tumor stromal gastrointestinal (GIST), mereka menyusun tumor mesenkim pada traktus gastrointestinal. Schwannoma gastrointestinal mewakili 0.4-1% tumor submukosa pada traktus gastrointestinal dan seringkali terjadi pada lambung. Usus besar dan retroperitoneal jarang menjadi situs tumor ini. Schwannoma gastrointestinal terjadi sama seringnya pada kedua gender, dengan jangkauan umur 18-87 tahun dan median umur 65 tahun dan biasanya memiliki perjalanan penyakit yang jinak. Namun pada beberapa kasus telah dilaporkan adanya schwannoma maligna. masih diperdebatkan asal tumor ganas ini secara de novo atau dari schwannoma benigna. Sekarang ini, tumor ganas seperti ini dengan diferensiasi saraf dianggap oleh kebanyakan ahli patologi sebagai berbeda dari schwannoma gastrointestinal dan diberi istilah tumor saraf otonom gastrointestinal (GANTs)

Schwannoma kolon secara umum berkembang lambat dan paling tak menimbulkan gejala. Terkadang dapat menyebabkan perdarahan rektal, obstruksi usus, gangguan defekasi, atau nyeri. Schwannoma retroperitoneal dapat muncul dengan gejala perut yang kurang jelas tergantung dari ukuran dan lokas. Schwannoma gastrointestinal bagian atas dapat muncul dengan gejala muntah, mudah kenyang, kembung atau perforasi usus. Namun, gejala-gejala ini tidak spesifik hanya pada schwannoma. Schwannoma dapat ditemukan secara kebetulan saat laparotomyi dan pada scan radiologis. Pada ketiga kasus, pasien memiliki keluhan non spesifik, dan lesi terdeteksi pada CT. CT

Page 4: Translate PA

tidak bersifat diagnostik, dan diagnosis akhir dilakukan pascaoperasi dengan pemeriksaan mikroskopik specimen.

Diagnosis preoperasi yang akurat sulit dilakukan karena langkanya kondisi ini. Hal ini juga karena kurangnya fitur endoskopik patognomonik pada schwannoma gastrointestinal. Biasanya muncul sebagai lesi submuosa, tak dapat dibedakan dari tumor mesenkim lainnya. Kemudian, sebagai tumor yang keras dan solid, usaha untuk mendapatkan sampel biopsy yang baik menjadi menantang, seperti pada pasien kami. Pemeriksaan EUS berguna dalam pemeriksaan preoperative tumor submukosa gastrointestinal. Selain memberikan biopsy atau fine needle aspiration pada lesi, itu juga membantu untuk menentukan batas tumor dan lokasi didalam dinding gastrointestinal. Namun tidak ada fitur khas EUS pada schwannoma gastrointestinal karena pola pertumbuhannya yang pleksiform.

Secara histologis, schwannoma terbentuk atas sel berbentuk spindle dengan ekstensi sitoplasma yang saling bertaut, terlihat pada mikroskop cahaya dan electron. Dua subtype histologic telah ditentukan : (1) Antoni tipe A dengan sel spindle yang tersusun padat (badan Verocay), (2) dan Antoni tipe B dengan sel spindle yang tersusun longgar (tidak adanya badan Verocay) pada stroma miksoid. Studi imunohistokimia dibutuhkan untuk membedakan antara kedua tipe berbeda. Desmin dan aktin yang positif menandakan lesi otot polos seperti leiomyoma atau leiomiosarkoma, sedangkan CD34 dan CD117 menandakan adanya GIST. Spesimen S199 menandakan schwannoma. Pada kasus kami, pemeriksaan patologis lesi menandakan adanya sel spindle, dan positif untuk S100, dan negative untuk CD117,

CD34, dan aktin/desmin, mengonfirmasikan diagnosis schwannoma.

Walaupun jinak, tatalaksana definitive schwannoma gastrointestinal pada pasien adalah eksisi dengan batas tegas, dimana seringkali sulit untuk memebdakan tumor ini dengan tumor mesenkim lain, yang bersifat malignan atau punya potensi maligna. Selain itu, respon terhadap kemoterapi dan radioterapi masih belum pasti. Pendekatan operatif bergantung pada lokasi dan ukuran tumor. Lesi biasanya berkapsul dan tak memiliki sifat ganas agresif, dapat diterima modalitas invasive minimal, dimana biasanya digunakan teknik operasi terbuka. Hal ini termasuk microsurgery endoskopi transanal (TEM), dimana eksisi local berhasil dilakukan melalui peregang rektal dengan atau tanpa penggunaan skapel ultrasonic. TEM tidak ditawarkan pada pasien kasus 1 karena adanya kecurigaan metastasis limfatik pada MRI. Kami juga tidak melakukan reseksi laparoskopi pada kasus pertama karena adanya riwayat operaisi pelvis sebelumnya. Namun, pasien dengan massa retroperitoneal mengalami eksisi laparoskopi yang sama. Diseksi submukosal secara endoskopi dapat dilakukan untuk schwannoma gaster dengan konfirmasi diagnosis secara histologi. Kami melakukan reseksi local untuk mencapai margin negatef untuk dugaan preoperative GIST duodenal dan histologi menunjukkan adanya schwannoma.

Kesimpulannya, schwannoma gastrointestinal adalah tumor jinak langka pada traktus gastrointestinal yang biasanya asimtomati. Diagnosis preoperative sulit dilakukan, dan tatalaksana definitive melibatkan reseksi operatif dengan batas tegas. Hasil setelah operasi sangat baik

Page 5: Translate PA

dimana lesi secara umum tetap bersifat jinak.

Laporan Kasus Meningioma Angiomatous

Kata Kunci: meningioma angiomatous, intraventrikular, metastasis, MRI, CT

Abstrak : Kami melaporkan kasus klinis pria 40 tahun dengan meningioma angimatous multifocal pada serebrum dan medulla spinalis dan dengan metastasis ke paru-paru. Manifestasi klinis adalah sakit kepala persisten dan kejang. Meningioma angiomatous adalah tumor langka dan mewakili 2.1% dari seluruh meningioma. Memiliki fitur meningioma jina dengan banyak saluran vaskuler, dengan predominasi elemen mengiotelialnya. Hanya 1-2% dari seluruh kasus, meningioma terlokasi pada ventrikel. Metastasis dari meningioma yang jinak secara histologis sangat jarang. Pada 60% kasus bermetastasis ke paru-paru.

Pendahuluan

Meningioma adalah neoplasma jinak yang berasal dari sel cap arachnoid di serebrum dan medulla spinal dan mewakili 15% dari seluruh tumor intracranial. Sudah diketahui, namun, pada 0.1% kasus meningioma bermetastasis. Juga diketahui bahwa 60% dari kasus metastasis terjadi pada paru-paru. Meningioma primer intraventrikular sangat jarang dan hanya mewakili 1-2% dari seluruh kasus. Pada 78% kasus berlokasi pada ventrikel lateral, 15% di ventrikel tiga dan 6% pada ventrikel empat. Meningioma angiomatous adalah subgroup yang langka dari meningioma dimana banyak pembuluh darah dan mewakili 2.1% dari seluruh meningioma.

Laporan Kasus

Pasien 40 tahun datang ke klinik dengan sakit kepala persisten, palsy N. Cranial VII, dan kejang tonik klonik. Keluhan sejak 1 tahun lalu dengan sakit kepala berat onset tiba-tiba di tempurung kepala bagian kanan dan dengan gangguan penglihatan seperti titik berwarna dan pandangan ganda. Setelah beberapa bulan pasien kehilangan pendengaran dengan telinga kanan dan palsy pada saraf kranial

VII kanan. Kemudian ia dirawat di departemen neurosurgery. Dilaksanakan CT dan MRI otak dan menunjukkan formasi tumor multiple di ventrikel dan daerah pontoserebelar kanan. Saat di klinik pasien mengalami nyeri berat di ekstremitas bawah dan daerah perianal dan pada persiapan operasi ia mengalami paraparesis bawah. Kemudian MRI pada medulla spinalis dilakukan dan ditemukan formasi tumor pada L1-L2. Kemudian dilakukan eksisi formasi lumbar dan tumor dideskripsikan sebagai mengioma angiomatous berasal dari filum terminale cabang spinal L1-L2 dan menekan ke konus medullaris. Setelah operasi, pasien dapat menggerakkan kakinya kembali. Setelah beberapa bulan pasien dirawat lagi di deparemen neurosurgery untuk menghilangkan formasi di fossa cranium posterior. Setelah kraniotomi retromastoid suboksipital kanan dan pembukaan porus akustikus, tumor yang mengalami perdarahan massif ( dikonfirmasikan sebagai meningioma angiomatosa WHO grade I) secara parsial disingkirkan dengan bagian residu di batang otak dan di cabang saraf kraniak VII dan VIII.

Page 6: Translate PA

Di klinik kami, EEG menunjukkan gangguan difus dengan gelombang lambat di daerah sentrotemporal dan beberapa daerah dimana seluruh hemisfer terlibat. Neuroimaging: gambaran MRI (dibuat sebelum operasi otak) menunjukkan tiga formasi tumor intraventrikel (gambar 1) di lobus frontal dan oksipital ventrikel lateral kanan dan media cella kiri dengan karakteristik sinyal heterogen di sekuens T2 dan tanda perdarahan intratumor yang merupakan ciri MRI pada meningioma angiomatous. Pada fossa kranial posterior terdeteksi tumor di daerah pontoserebelar kanan dengan ciri hiperintensi di sekuens T2 dengan kompresi ringan pada bulbus dan pons di sisi kanan. Setelah operasi otak CT scan menunjukkan formasi pembentukan intraventrkular dan perdarahan di dalam massa tumor. Pada scenogram juga terlihat edema otak ringan pada frontotemporal kanan dan frontal namun tanpa tandan hidrosefalus obstruktif.

Pada pemeriksaan radiografi dada banyak bayangan bercak dengan caliber berbeda pada paru-paru, trutama di kanan, dimana lesi lebih besar terliat, dicurigai adalah hasil metastasis (gambar 3).

Diskusi

Kami mempresenasikan kasus langka meningioma angiomatous multifocal serebrum dan medulla spinal dengan tiga lesi tumor di ventrikel lateral dan satu di fossa kranial posterior (daerah pontoserebelar kanan) dan filum terminale medulla spinalis yang telah dipastikan secara makroskopis dan histologis sebagai meningioma angiomatous. Sayangnya kami tidak memiliki verifikasi histologis pada formasi intraventrikel namun mereka memiliki karakteristik citra meningioma

angiomatous dan kemungkinan besar memang begitu. Temuan di paru-paru dicurigai adalah metastasis

Meningioma dianggap formasi jinak yang tumbuh lambat dan mewakili 15-20% dari seluruh tumor intracranial. Mereka berasal dari sel meningotelial (Araknoid) di vili arachnoid, membrane arachnoid, tela choroidea dan pleksus koroideus. Dua lokasi terakhir tertebut menjelaskan jarangnya terjadi tumor intraventrikel primer dimana hanya 1-2% dari seluruh mengingioma. Sakit kepala non spesifik adalah gejala paling umum dan terjadi pada 80% kasus. Gejala lain seperi gangguan penglihatan, perubahan kognisi dan kejang (pada 27% kasus). Meningioma intraventrikular sering menghasilkan gejala peningkatan tekanan intracranial namun kami tidak menemukan tanda adanya hidrosefalus obstruktif pada kasus kami.

Meningioma jarang bermetastasis – 0.1% dari kasus. Penyebaran sebagian besar secara hematogen dan lebih sering untuk meningioma yang menginvasi sinus dural. Target paling sering untuk metastasis adalah paru-paru – 60% kasus. Jalur kedua diseminasi adalah melalui cairan serebrospinal dengan formasi tumor metastatic didalam tabung neural. Meningioma dengan tanda keganasan (grading WHO II dan III) mmiliki potensi metastatic yang lebih besar. Namun terdapat banyak laporan untuk metastasis dari meningioma yang jinak dari segi histologis (grade I WHO). Dan jumlah kasus yang dilaporkan dalam literature penyakit meningioma intraventrikel primer sangat sedikit (hanya 5 menurut Fulkerson et al)

Meningioma angiomatous memiliki fitur histologis dan klinis yang jinak dimana

Page 7: Translate PA

komponen pembuluh darah melebihi 50%. Meningioma angiomatous adalah tumor langka dan mewakili 2.1% dari seluruh meningioma. Mereka jarang dilaporkan pada literature hingga sekarang karakteristik klinikopatologis masih belum di analisa secara sistematis dan terinci, kecuali oleh Martin et al. meningioma angiomatous memiliki fitur radiografi yang spesifik. Karena jumlah pembuluh darah yang besar, perdarahan dalam massa tumor biasa terjadi. Edema peritumor sering terlihat (walau mereka termasuk grade I WHO). Meningioma angiomatous juga menunjukkan isointesity atau hyperintesity korteks serebral pada MRI. Ekstensi pendek

dari jaringan yang terkena kontras sepanjang dura mater juga fitur diagnostik yang berharga.

Disimpulkan dapat dikatakan bahwa meningioma angiomatous adalah varian langka meningioma dengan fitur klinis, radiologis dan histopatologis yang kurang jelas. Diagnosis banding termasuk neoplasma vascular lain seperti hemangioblastoma dan hemangioperisitoma dan terkadang sulit untuk memastikan diagnosis yang benar bahkan dengan kominasi metode klinis dan neuroimaging.

Laporan Kasus

Astrositoma Pilomiksoid yang memiliki presentasi sindrom diensepalik

Kami melaporkan kasus anak dengan sindrom diensepalik. Saat pemeriksaan diagnostik, ditemukan tumor hipotalamus suprasellar. Pemeriksaan histopatologis tumor menunjukan bahwa hal itu adalah astrositoma pilomiksoid, tumor grade II WHO, sebelumnya dianggap termasuk spectrum astrositoma pilositik grade I WHO. Namun karena ciri histopatologisnya, maka di segregasi dari astrositoma pilositik. Dalam kasus ini, kami mendiskusikan ciri sitologis dan histopatologis dari tumor ini dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran ahli histopatologi terhadap tumor ini, untuk menerangkan pentingnya diferensiasi ini dari astrositoma pilositik dari segi sifat yang berbeda, treatment dan prognosis yang berbeda dan harus termasuk sebaai diagnosis banding sindrom diensepalik

Kata kunci : sindrom dienspalik, astrositoma pilositik, tumor hipotalamus suprasellar, astrositoma pilositik

Pendahuluan

Astrositoma pilomiksoid (PMA) adalah tumor otak anak yang langka. Awalnya dipertimbang sebagai varian dari astrositoma pilositik. Namun kemudian disadari bahwa dengan banyaknya kesamaan dan overlap, PMA berbeda dari pilositik astrositoma dari morfologi dan sikapnya.

PMA memiliki tampilan istologis monomorf, dan latar miksoid, penyakit dengan perjalanan yang lebih agresif dan rekurensi yang lebih sering dan tingkat diseminasi SSP lebih dari astrositoma pilositik (PA). kemudian diketahui bahwa perbedaan tumor pada klasifikasi WHO edisi 2007 pada tumor SSP dan astrositoma

Page 8: Translate PA

grade II (dalam sistem grading empat tingkat), sehingga segregasi dari PA grade I.

Pada kasus ini, fitur sitologis (apusan intraoperative) dan histopatologis (potongan beku dan permanen) dibahas. Sehingga pada satu sisi, ahli histopatologis harus lebih sadar dan menegekkan diagnosis yang lebih tepat mengingat bahwa PA dan PMA adalah dua wujud yang berbeda dengan sikap yang berbeda, spesialis anak arus sadar akan kesatuan ini dan meliputi dalam diagnosis banding sindrom diensepalik

Laporan kasus

Kami melaporkan kasus anak laki-laki 18 bulan dibawa ke klinik pediatric karena gerak mata abnormal bilateral, gagal tumbuh dan tertundanya perkembangan. Menurut sang ibu, anak mulai memiliki gerak mata anan abnormal pada umur 6 bulan, diikuti 2 minggu kemudian dengan gerakan yang serupa di mata kontralatera. Hal ini berhubungan dengan muntah, penurunan nafsu makan, dan penurunan berat badan yang secara bertahap membaik dengan obat simtomatik. Riwayat kelahiran pasien sangat baik; berar bayi lahir 2 kg tanpa abnormalitas.

Pada pemeriksaan, anak memiliki parameter pertumbuhan yang sangat rendah; BB 5.2 kg, panjang 70cm dan lingkar kepala 46cm (semua <persentil tiga). Ia mampu mengikuti objek pada semua arah mata dengan gerak mata abnormal dalam bentuk nistagmus namun visus sulit dinilai, yaitu persepsi cahaya bilateral. Pemeriksaan lab menunjukkan kadal kortisol plasma, TSH, dan T4 bebas yang rendah (Tabel 1). Dengan demikian diagnosis klinis sindrom disensepalik Russel diberikan

Ultrasound otak dan MRI menunjukkan massa hipotalamus suprasellar hyperechoic homogeny dengan batas tegas (Gambar 1). Sinya T2 yang tinggi menunjukkan bahwa massa berlobul 4.2x4.2 cm, dengan perubahan hidrosefalik pada venrikel lateral dan ventrikel III. Ada juga enhancement leptomeningeal pada batang otak dan spinal cervical bagian atas. Bipsi neurosurgical dan reseksi parsial terbatas terhadap tumor vaskuler ini direncanakan. Citologi CSF intraoperative menunjkkan tak adanya sel ganas yang beredar.

Materi biopsy yang kecil lunak seperti gelatin diterima di lab untuk konsultasi intraoperative. Apusan disiapkan dan menunjukkan banyak sel piloid bipolar (berbentuk spindle) dengan tampilan fibriller dalam latar miksoid tanpa serat Rosenthal (Gambar 2); sel ini terpusat sekitar pembuluh darah, sepanjang aksis panjang dari nuclei berbentuk spindle perpendicular terhadap pembuluh darah (Gambar 3). Potongan beku menunjukkan adanya pseudo-rosette, seperti susunan sel radial perivaskuler pada potongan transversal pembuluh darah (Gambar 4). Diagnosis banding potonan beku melibuti PA, ependimoma dan astroblastoma.

PA dipertimbangkan oleh adanya sel bipolar dan latar piloid dan adanya pseudorosette dan latar miksoid melawan diagnosis tersebut. Ependimoma memasuki diagnosis banding karena adanya pseudorosette, namun latar piloid prominen, adanya sel bipolar dan tak adanya rosette sejati tidak mendukung diagnosis tersebut.

Astroblastoma juga bagian dari diagnosis banding namun ia dicirikan dengan sel spindle yang gempal dan unipolar dan menempel pada dinding

Page 9: Translate PA

pembuluh darah (pseudorosette). Dengan pertimbangan ini diagnosis intraoperative glioma derajat rendah diberikan

Potongan permanen menunjukkan tumor yang cukup padat tersusun atas sel piloid bipolar dengan latar fibriler bercampur dengan materi miksoid. Sel ini menunjukkan adanya mitosis dan tersusun sekitar pseudorosette.

Tidak ada nekrosis, fibber Rosenthal atau badan granular eosinofilik terlihat. Materi miksoid positif untuk Alcian blue (Gambar 6) dan negative untuk PAS. Sel piloid positif untuk Vimentin (Gambar 7), GFAP (Gambar 8), sinaptofisin (Gambar 9) dan Ki67+ (3%). Namun diagnosis PMA grade II WHO ditegakkan.

Pasien berumur kurang dari 3 tahun sehingga kemoterapi sistemik dimulai setelah mempertimbagkan dosis berdasarkan BB nya. Lalu, hal itu diulang saat tumor mulai berkembang

Program suportif gizi dan terapi pengganti hormone (hidrokortison 3 mg am, 1.5 mg pm dan L-thyroxine 25 microgm O.D) diberikan bersama dengan tindakan suportif lain yang berhubungan dengan toksisitas kemoterapi. Dosis sitotoksik dimodifikasi dengan pengurangan 25% pada 3 siklus terakhir karena toleransi pasien yang buruk.

Penilaian ulang MRI pada pertengahan siklus kemoterapi menunjukkan lebih dari reduksi 50% pada volume tumor. Perkemangan simtomatik juga terlihat dengan adanya perbaikan nafsu makan, peningkatan pertumbuhan fisik dan mental, dan perbaikan parameter pertumbuhan (BB 8.7kg, TB 78cm dan lingkar kepala 48 cm mencapai persentil ke 10).peningkatan

penglihatan ringan juga terlihat dalam bentuk visualisasi gerakan tangan bilateral pada 50 cm dan tak adanya manifestasi neurologis lain selain nistagmus persisten.

Peran penting second look operation dan/atau radioterapi ajuvan dibahas lebih lanjut pada akhir kemoterapi. Namun intervensi lebih lanjut tak disarankan akibat tinggi risiko komplikasi dan morbiditas karena situs tumor yang tak bisa diakses secara operatif, performa pasien yang buruk dan batasan umur.

Ukuran tumor statis selama dua setengah tahun diatur oleh siklus kemoterapi; namun hal ini meningkatkan ukuran dengan infiltrasi sekitar dan respon buruk terhadap kemoterapi menyebabkan pasien meninggal setelah follow up empat tahun.

Diskusi

PMA terjadi saat 2 dekade pertama kehidupan terutama pada balita dan anak-anak tanpa predileksi gender; namun insidensi pasti tumor ini tak diketahui. Dilaporkan umur rata-rata untuk diagnosis sekitar 18 bulan dengna predileksi khusus untuk regio hipotalamus/kiasma dan serebelum; namun, ini dapat terjadi dimana saja sepanjang sumbu saraf. Tumor terjadi di daerah hipotalamus/kiasma dapat menyebabkan sindrom diensepalik. Asal sel nya belum diketahui, tapi diyakini bahwa berasal dari astrosit; namun karena kemiripan ultrastruktur terhadap tanisit periventricular, Fuller et al menyarankan asal tanisitik untuk tumor-tumor ini. PMA dihuungkan dengan neurofibromatosis tipe 1, PA dan perdarahan intratumor spontan. Polymerase chain reaction (PCR) menunjukkan fusi KIAA1549:BRAF dalam 33% PMA.

Page 10: Translate PA

Sindrom diensepalik pertama dijabarkan oleh RUssel pada tahun 1951 yang ditandai oleh pengurusan badan parah, pertumbuh linear, nistagmus dan muntah, jarang namun berpotensi letal pada anak anak dan dapat terjadi dengan atau tanpa tumor hipotalamus atau kiasma. Tumor biasanya berpredileksi di daerah hipotalamus/kiasma (menyebabkan sindrom diensepalik) termasuk PA, PMA, gangliositoma, xanthoastrocytoma pleomorfik, astroblastoma, disembrioplastik neuroepitel tumor dan tumor plekus koroid.

PA adalah astrositoma derajat rendah dengan prognosis sangat baik dan perjalanan yang indolen. PMA adalah yang awalnya dianggap varian PA karena kelompok umur yang terlibat dan predileksi yang mirip. Namun setelah diamati bahwa subgroup PA memiliki sifat yang agresif, mortalitas tinggi, rekurensi rendah dan tingkat dieminasi CNS yang tinggi. Sebaliknya dari PA menunjukkan tingkat survival 70%-80%. PMA cenderung bersifat lebih agresif dengan pengurangan survival penyakit dan tingkat mortalitas yang lebih tinggi. Tumor berhubungan dengan tingkat kematian 33% dilaporkan pada pasien dengan PMA dan dibandingkan nilai pada PA adalah 17%. Disbanding hasil pasien 21 dengan PMA hipotalamik pada 42 pasien dengan PA dari lokasi yang sama dan reseksi dengan derajat yang sama., grup sebelumnya memiliki tingkat rekurensi local (76% dan 50%) dengan follow up berdurasi 26 bulan. Survival tanpa progresi secara signifikan lebih singkat pada PMA dibandingkan dengan pasien PA (26 bulan dan 147 bulan, p<0.0001) ditambah dengan pengurangan keseluruhan survival pada kelompok sebelumnya (durasi rata-rata 63 dan 213 bulan, p<0.001)

PMA memeiliki konsistensi yang lunak seperti gelatin atau mukoid. Apusan intraoperative disiapkan dan memiliki tampilan seluler moderat monomorfik tersusun atas sel spindle dengan rambut panjang pada dua ujng. Stroma mukoid atau miksoid dengan banyak piloiddan pembuluh darah kapiler yang dikelilingi sel tumor. Potongan permanen juga menunjukkan gambaran mikroskopis tanpa ada badan granular eosinofilik atau serat Rosenthal.

Lokasi, latar piloid dan populasi sel spindle meningkatkan diagnosis banding dengan PA. yang terakhir adalah tumor WHO grade I memiliki tampilan mikroskopik bifasik, sperti area selularitas sedang dan rendah. Area selularitas sedang tersusun atas sel berbentuk spindle bipolar dengan fibbers yang panjang dengan latar fibriler dengan serat Rosenthal yang tebal tersebar refraktil, dimana area selularitas rendah tidak kaya akan fibril, tersusun atas sel piloid multipolar protoplasmic, badan granular eosinofilik, dengan perubahan miksoid fokal dan mikrokista. Tidak ada susunan sel neoplasma perivascular (pseudo-rosenttes) atau latar mukoid (Tabel 2)

Susunan sel perivaskuler (pseudo-rosettes) dan latar miksoid/mukoid meningkatkan diagnosis banding ependimoma. Namun ependimoma ditandai oleh rosette perivascular sejati dengan pusat kanal/lumen dan pseudo-rosette perivascular dan memiliki zona perivaskuler fibriler padat anuklear.

Astroblastoma juga ditandai oleh pseudo-rosettes; namun sel tersusun disekitar pembuluh darah berhialin dan sklerotik dan memiliki sel unipolar dimana sel ini terikat pada pembuluh darah.

Page 11: Translate PA

Ditambah juga, latarnya biasanya non fibriler.

Glioma angiosentrik, ditandai dengan susunan sel neoplastic perivaskuler. Ini adalah tumor infiltrative dengan palisade subpial; tersusun atas sel berbentuk spindle monofasik dengan perpanjangan fibriler bipolar dengan nodul kecil seperti schwannoma. Sel neoplastic mungkin memiliki inklusi eosinofilik sitoplasmik kecil, stroma fibriler dan sedikit miksoid. Namun, tumor ini mempengaruhi pasien dengan usia rata-rata 17 tahun. Seringkali menampilkan gejala kejang dan mempengaruhi korteks serebral superfisial.

Sebagai kesatuan tumor yang baru saja dikenali, tak ada standar penanganan untuk PMA. Namun, seperti astrositoma pediatric derajat rendah lainnya, operasi adalah tatalaksana primer untuk PMA dan derajat besarnya resksi total bergantung pada lokasi tumor. Karena umur pasien yang muda saat diagnosis, kemoterapi seringkali digunakan karena dapat menunda penggunaan radiasi. Terapi ajuvan harus segera diberikan setelah operasi tanpa menunggu pertumbuhan tumor atau rekurensi.

Terapi radiasi ajuvan pada astrositoma derajat rendah terbatas pada pasien lebih tua dari 3-5 tahun dimana penyakit sudah berkembang setelah reseksi pertama. Namun, untuk anak yang lebih tua, beberapa penulis menyimpulkan bahwa radioterapi diberikan dengan kemoterapi mungkin membuktikan untuk lebih efektif untuk PMA walau memiliki toksisitas yang bisa menjadi berat pada beberapa kasus.

Singkatnya, PMA adalah tumor WHO grade II yang berbeda dari PA yang indolen dikategorikan ke tumor WHO grade I. kedua tipe tumor ini memiliki morfologi, sifat,

tatalaksana, dan prognosis yang berbeda. Tumor ini seharusnya dicurigai pada kasus-kasus sindroma diensepalik. Kemoterapi tampaknya efektif untuk pendekatan tatalaksana multimodal pada PMA setelah reseksi tumor total atau subtotal

Page 12: Translate PA

Glioblastoma Multiform Pasca-Trauma: Sebuah Laporan Kasus

Abstrak

Perkembangan glioma maligna setelah trauma jarang terjadi. Kami melaporkan kasus glioblastoma multiform yang berkembang setelah ada penekanan fraktur kranial. Pria 65 tahun masuk rumah sakit karena hemiplegia kanan, epilepsy, dan perubahan kesadaran akibat tumor glia maligna. Ia pernah dioperasi untuk depresi kalvaria kiri akibat laserasi serebral 35 tahun sebelumnya. Gambaran radiologi menunjukkan lesi massa contrast-enhanced pada simpang frontotemporoparietal kiri dibawah lokasi penekanan. Pasien mengalami operasi segera, dan dilakukan eksisi radikal dari massa tersebut. Diagnosis histopatologi adalah tumor glial derajat tinggi. Walaupun kemungkinan tumor yang sudah ada dibandingkan tumor akibat induksi trauma sangat tinggi, kasus yang dilaporkan menandakan bahwa lesi serebral traumatic juga mungkin menjadi faktor predisposisi untuk perkembangan tuor glial maligna.

Kata kunci : Cedera kepala, tumor sel glia, trauma

Pendahuluan

Trauma sudah diimplikasikan sebagai faktor predisposisi pasien glioma maligna. Namun hanya beberapa penulis yang memiliki bukti pasti untuk peran trauma secara kausatif. Kriteria patologik yang diajukan untuk diagnosis glioma pascatrauma meliputi cedera kepala traumatic, status baik dengan adanya trauma, periode laten yang cukup, CT atau MRI seera setelah trauma yang menunjukkan bukti cedera kepala tapi tidak ada konfirmasi tumor dan histopatologis. Kami mempresentasikan pasien yang glioblastoma multiform telah berkembang 35 tahun setelah operasi cedera serebral traumatic dengan tak adanya tumor yang ditemukan saat operasi.

Laporan kasus

Pria 65 tahun masuk ke UGD karena hemiplegi kanan, epilepsy, dan perubahan kesadaran. Tiga puluh lima tahun sebelumnya, pasien dioperasi pada penekanan frontotemporoparietal kiri dan laserasi serebral akibat benturan batu pada kepalanya. Ia mengalami gangguan bicara

selama 35 tahun akibat cedera tersebut. Ditambah lagi ia mengalami operasi bypass coroner 5 tahun kemudian. Satu tahun setelah operasi jantung, ia dirawat untuk serangan emboli serebrovaskuler dan didiagnosis dengan MRI dan diberikan obat antiembolik-antiepileptik. Pada pemeriksaan, luka terfragmen dan tulang yang sedikit cekung terlihat pada frontotemporoparietal kiri (Gambar 1). Pemeriksaan neurologis menunjukkan keadaan koma, kontraksi epileptic, papilledema bilateral, hemiplegi kanan dan gangguan kardiorespirasi. CT non kontras menunjukkan adanya fraktur depresi yang diperbaik pada simpang temporoparietal kiri dan massa hipointens yang besar akibat herniasi subfalx dibawah tulang yang depresi. CT kontras menunjukkan bahwa massa terletak pada simpang frontotemporoparietal kiri dengan buktu adanya edema otak meluas, kompresi ventrikel lateral kiri dan herniasi subfalx (Gambar 2). Berdasarkan hasil pencitraan, ia mengalami operasi segera dan eksisi radikal tumor glial maligna dilakukan. Duramater yang defek diperbaiki dengan fasia temporal. Materi yang tereksisi diwarnai

Page 13: Translate PA

dengan cat imunohistokimia termasuk vimentin, P53, Ki-67, GFAP (gambar 3) dan S100. Semua hasil positif difus untuk semua analisis IHC. Proliferasi, mitosis, dan nekrosis sel diamati, dan diagnosis histopatologis adalah glioblastoma multiform derajat tinggi. CT kontras aksial pascaoperasi menunjukkan tak ada massa sisa pada hari 6 pasca operasi (Gambar 5). Pasien membaik tanpa komplikasi operatif dan dipulangkan 6 hari setelah operasi. Ia mengikuti terapi radiasi dan kemoterapi.

Diskusi

Jaringan parut trauma dan glial diketahui sebagai faktor predisposisi untuk perkembangan tumor glial maligna. Tumbuhnya glioblastoma multiform akibat kontusi serebral traumatic mungkin terjadi. Ada beberapa laporan kasus pada literature yang mendiskusikan glioma pascatrauma, tapi beberapa kasus ini mungkin hanya sebuah kebetulan statistic. Hochberg et al menunjukkan bahwa cedera kepala berat adala hfaktor risiko signifikan untuk berkembangnya tumor glia. Kebanyakan penulis lainnya tidak menjelaskan asosiasi yang signifikan antara cedera kepala dan glioma. Pada kebanyakan kasus ini, diagnosis histopatologis adalah lanjutan dari jaringan parut gliotik pada tumor, dan serpihan persisten ditemukan pada nidus glioma beberapa tahun setelah cedera tembus. Glioma pascatrauma sudah dibahas, namun tak satupun laporan kasus yang sudah ada yang mendokumentasikan tak adanya tumor pada waktu cedera. Glioma maligna pasca trauma dengan bukti radiologic kontusi sebelum tumbuhnya tumor dilaporkan oleh Henry et al.

Walaupun studi epidemiologic mungkin tidak konklusif, dasar patologik untuk

tumbuhnya glioma pascatrauma sudah diajukan. Morantz et al menunjukkan bahwa gliosis pascatrauma memicu terbentuknya tumor kepala pada tikus. Ludwin menunjukkan adanya bukti mitosis diantara astrosit, mikroglia dan oligodendrosit 24 jam setelah trauma pada tikus. Trauma menginisiasi proliferasi sel glial dengan memicu berbagai growth factor yang timbul dalam neoplasma maligna. Schiffer et al. mendeteksi proliferasi astrositik pada ipsilateral cedera pada otak tikus 2 hari setelah trau,a, dan proliferasi astrositik ditunjukkan pada daerah cedera perkusi cairan dan penurunan daerah BBB. Kernie et al. menunjukkan astrosit signifikan dan proliferasi precursor neural sebagai respon terhadap cedera kepala traumatic 60 hari setelah trauma, dan Pripiono bacterium acnes didapat didalam jaringan glioma pascatrauma. Glioblastoma multiform juga dilaporkan pada situs cedera serpihan logam dan cedera tembak dengan komplikasi infeksi mungkin menyebabkan GBM pascatrauma setelah beberapa tahun. GBM juga dapat berkembang setelah operasi neurosurgical akibat kumpulan protein dasar myelin pada otak.

Zulch et al. menampilkan kriteria diagnosis etiologi traumatic untuk tumor otak. Pasien harus dalam keadaan sehat sebelum kecelakaan. Cedera kepala harus menjadi sebab dari kerusakan otak. Lokasi trauma dan tumor harus berhubungan satu sama lain. Periode laten antara cedera otak dan tumbuhnya tumor tak kurang dari 1 tahun. Manuelidis menyatakan bahwa perdarahan, edema, dan jaringan parut harus dibedakan dari cedera traumatic. CT/MR kontras dilakukan segera setelah resolusi kontusi tramatik dan tak menunjukkan lesi massa. Selain itu, kemungkinan adanya tumor sebelum cedera sangat tinggi.

Page 14: Translate PA

Diagnosis glioma juga dipastikan dengan tes IHC seperti GFAB, KI-67, P53, S10 dan vimentin yang positif.

Pasien memiliki kesehatan yang baik hanya dengan afasia motor sensori selama 5 tahun setelah laserasi otak traumatic akibat fraktr depresi temporal kiri. Jika ada tumor otak pada situs dan sewaktu trauma, ia tak akan mengalami masa asimtomatik selama 35 tahun dan diagnosis awal serangan iskemi serebrovasklar tidak akan menjadi benar. Kami berpikir bahwa berkembangnya GBM pada pasien kami berasal dari laserasi otak.

Singkatnya, GBM pascatrauma jarang dibahas dalam literature, namun kejadiannya mungkin, karena trauma dapat memicu proliferasi astrosit. Menurut kami, cedera traumatic yang tak diketahui atau terlupakan dapat menjadi faktor predisposisi GBM.