Translate 1.docx

18
Cystatin C pada Pre-Eklampsia Aleksandra Novakov Mikic1, Velibor Cabarkapa2, Aleksandra Nikolic2, Daniela Maric3, Snezana Brkic3, Gorana Mitic4,5, Marina Ristic1 & Zoran Stosic2 Tujuan: Untuk mengevaluasi nilai diagnostik dari kadar Cystatin C serum sebagai penanda (marker) alternatif fungsi ginjal pada pre-eklampsia (PE) dan membandingkannya dengan marker fungsi ginjal, kreatinin, dan asam urat yang tradisional. Dalam rangka investigasi pengaruh yang mungkin dari inflamasi terhadap marker biokimia fungsi ginjal, kadar high seinsitive C-reactive protein (hsCRP) juga dihitung. Metode: Pada penelitian prospektif terhadap marker fungsi ginjal ini, diinvestigasi dua kelompok wanita hamil: satu kelompok merupakan wanita hamil yang menderita PE (n=32) dan kelompok yang lain merupakan wanita hamil yang sehat (n=60). Kadar Cystatin C serum dihitung seperti halnya kadar marker fungsi ginjal, kreatinin, dan asam urat, serta kadar hsCRP. Hasil: Kadar cystatin C, kreatinin, dan asam urat serum secara signifikan lebih tinggi pada kelompok dengan pre-eklampsia dibanding dengan kelompok kontrol. Kadar hsCRP serum lebih tinggi pada rata-rata jumlah pasien yang sama dengan PE (50%) sepereti halnya pada

Transcript of Translate 1.docx

Cystatin C pada Pre-EklampsiaAleksandra Novakov Mikic1, Velibor Cabarkapa2, Aleksandra Nikolic2, Daniela Maric3, Snezana Brkic3, Gorana Mitic4,5, Marina Ristic1 & Zoran Stosic2

Tujuan: Untuk mengevaluasi nilai diagnostik dari kadar Cystatin C serum sebagai penanda (marker) alternatif fungsi ginjal pada pre-eklampsia (PE) dan membandingkannya dengan marker fungsi ginjal, kreatinin, dan asam urat yang tradisional. Dalam rangka investigasi pengaruh yang mungkin dari inflamasi terhadap marker biokimia fungsi ginjal, kadar high seinsitive C-reactive protein (hsCRP) juga dihitung. Metode: Pada penelitian prospektif terhadap marker fungsi ginjal ini, diinvestigasi dua kelompok wanita hamil: satu kelompok merupakan wanita hamil yang menderita PE (n=32) dan kelompok yang lain merupakan wanita hamil yang sehat (n=60). Kadar Cystatin C serum dihitung seperti halnya kadar marker fungsi ginjal, kreatinin, dan asam urat, serta kadar hsCRP. Hasil: Kadar cystatin C, kreatinin, dan asam urat serum secara signifikan lebih tinggi pada kelompok dengan pre-eklampsia dibanding dengan kelompok kontrol. Kadar hsCRP serum lebih tinggi pada rata-rata jumlah pasien yang sama dengan PE (50%) sepereti halnya pada kehamilan normal (40%), tanpa perbedaan yang signifikan dari nilai CRP antara kedua kelompok pasien. Kesimpulan: Kadar serum cystatin C memiliki peran yang signifikan sebagai marker pre-eklampsia khususnya ketika digunakan dalam kombinasi dengan kadar asam urat. Kata kunci: Cystatin C, asam urat, pre-eklampsia, kreatinin, kehamilan

Pendahuluan Pre-eklampsia (PE) merupakan penyakit khusus dalam kehamilan yang berkaitan dengan plasentasi awal yang buruk. Penyakit ini terjadi pada 5% kehamilan dan sering kali menjadi penyebab mortalitas maternal [1-5]. PE terjadi setelah usia gestasi ke-20 dan ditandai dengan proteinuria, hipertensi dan disfungsi ginjal. Kerusakan ginjal pada PE merupakan salah satu komponen kunci dari proses patofisiologis penyakit ini, dan di antara kondisi yang paling signifikan yang menyebabkan penyaki ini ialah disfungsi endotel [6,7]. Oleh karena insufisiensi renalis, terdapat penurunan dari laju filtrasi glomerulus (LFG). Dengan demikian, marker yang paling sering digunakan dalam memonitor fungsi ginjal dalam kehamilan dengan suspek ataupun pasti PE ialah pemeriksaan kadar kreatinin dan asam urat serum [8]. Beberapa penulis telah mengusulkan kadar cystatin serum sebagai marker alternatif yang mungkin untuk fungsi ginjal [9-11], khsususnya dalam mendeteksi perubahan-perubahan yang kecil pada LFG [12,13]. Meskipun kadar cystatin C dan kreatinin serum secara signifikan berkaitan dengan LFG, tampaknya kadar cystatin C merefleksikan LFG lebih dekat daripada kreatinin baik pada wanita hamil maupun pada wanita tidak hamil, begitu pula pada wanita yang hipertensi maupun yang sehat [14]. Cystatin C merupakan suatu protein 13-kDa, suatu kelompok penghambat proteinase cysteine, yang memproduksi sel-sel berinti dalam jumlah yang konstant, secara bebas difiltrasi melalui membran glomerulus, dan akhirnya direabsorbsi dan secara keseluruhan dimetabolisme di tubulus proksimal [15]. Tidak seperti kreatinin, perubahan-perubahan konseterasi cystatine pada serum kurang rentan terhadap pengaruh faktor-faktor non-renalis seperti jenis kelamin, usia, massa otot, dan inflamasi [16,17]. Konsenterasi cystatin C menunjukkan korelasi yang tinggi dengan bersihan ioexol dan 51Cr-EDTA, yang dianggap sebagai baku emas untuk evaluasi LFG [18,19]. Kadar Cystatin C stabil sampai trimester ketiga dimana kadarnya meningkat [20]. Selain sebagai marker disfungsi renalis (kerusakan ginjal), hipotesis yang ada bahwa cystastin C dapat berperan langsung pada etiologi PE, sejak ekpresi plasental terhadap cystatin C meningkat pada pasien dengan PE [21].Tujuan penelitian ini ialah untuk mengevaluasi nilai diagnostik dari kadar cystatin C serum pada pasien PE dan membandingkannya dengan marker fungsi ginjal, kreatinin, dan asam urat yang biasa (tradisional).

Bahan dan Metode Penelitian ini dilakukan di Departemen Obstetri dan Ginekologi, Clinical Center of Vojvodina, Novi Sad, Serbia, setelah disetujui oleh Ethics committee of Clinical Centerof Vojvodina. Persetujuan medis ditandatangani oleh semua wanita yang ikut dalam penelitian. Marker fungsi ginjal diinvestigasi pada dua kelompok wanita hamil: satu kelompok yakni wanita dengan PE (n= 32) dan satu kelompok wanita sehat (n =60). Data tekanan darah diukur dan hasil analisis urin dilakukan pada permulaan kehamilan untuk mengeksklusi adanya keterlibatan proteinuria ataupun penyakit ginjal. Bila terdapat sejumlah kondisi maternal yang berpotensi mempengaruhi LFG pada waktu sampling (seperti hipertensi pre-gestasional, diabetes, ataupun penyakit ginjal yang menyertai), maka wanita tersebut tidak dimasukkan dalam penelitan.Kriteria inklusi pada kedua kelompok yakni: hamil pertama, morfologi janin yang normal, dan ketiadaan penyakit penyerta, serta usia kehamilan antara 24 dan 36 minggu. Kriteria inklusi tambahan pada kelompok PE ialah tekanan darah sistoliki 140 atau tekanan darah diastolik 90 mmHg yang terjadi setelah usia gestasi 20 minggu, dengan adanya proteinuria, yang didefinisikan sebagai adanya protein sebesar 0,3 g pada spesimen urin 24 jam [22]. Parameter lain yakni usia kehamilan, paritas, riwayat merokok, dan indeks massa tubuh (IMT). Tekanan arterial sistolik (systolic arterial pressure/TAS), tekanan arterial diastolik (diastolic arterial pressure/TAD), dan tekanan arterial rata-rata (mean arterialpressure/MAP) juga dicatat pada kelompok PE. Hasil dari kelompok PE dibandingkan dengan hasil pada kelompok kontrol (kelompok wanita hamil yang sehat), disesuaikan dalam usia dan gestasi. Kadar cystatin serum diukur dengan automated latex enhanced immunoturbidimetric assay menggunakan Diazyme kits komersial (Poway, Amerika Serikat) dengan intra dan interassay %CV kurang dari 5% dan sesuai dengan prosedur yang direkomendasikan oleh produsen reagent. Kadar kreatinin serum diukur dengan tes warna kinetik (metode Jaffe), menggunakan Beckman Coulter kits komersial (Galway, Irlandia) dengan intra dan interassay %CV kurang dari 2,45% dan sesuai dengan rosedur yang direkomendasikan oleh produsen reagent. Kadar asam urat serum diukur dengan metode PAP enzimatik yang terstandarisasi dengan uricase dan peroxidase, menggunakan Beckman Coulter kits komersial (Galway, Irlandia) dengan intra dan interassay %CV kurang dari 2,44%, dan sesuai dengan prosedur yang direkomendasikan oleh produsen reagent. Dalam rangka untuk menginvestigasi kemungkinan pengaruh inflamasi pada marker biokimia fungsi ginjal, kadar serum dari hsCRP ditentukan, menggunakan automated latex enhanced immunoturbidimetric assay (Beckman Coulter kits, Galway, Irlandia) dengan intra dan interassay %CV kurang dari 6,4%, sesuai dengan prosedur yang direkomendasikan oleh prosedusen dengan ambang deteksi 0,2 mg/L.Pada pasien dengan PE, kadar protein total urin diukur dengan modifikasi metode pengikatan zat warna yang digunakan oleh Fujita dkk. [23], dan dengan Siemens kits komersial (Siemens Health Care Diagnostics, Inc., Tarrytown, NY).

Analisis statistikData dievaluasi dengan Students t-test untuk variabel-variabel dengan distribusi normal dan dengan Mann-Whitney U test untuk variabel lain. Uji Kai Kuadrat digunakan untuk variabel yang dikategorisasi, dan hubungan antar parameter dianalisis dengan Spearmans rho correlation. Kalkulasi dilakukan menggunakan program statistik SPSS for Windows Versi 13, dengan nilai p 0,05).Tekanan arteri sistolik (TAS) pada pasien PE ialah 165 19,9 mmHg (terendah 145, tertinggi 220 mmHg), sedangkan tekanan arteri diastolik (TAD) ialah 10,8 mmHg (terendah 95, tertinggi 140 mmHg). Tekanan darah arterial rata-rata (MAP) ialah 134 11,8 mmHg (terendah 125, tertinggi165 mmHg), sementara proteinuria ialah 3068 3863 mg/dU (terendah 303, tertinggi 13900 mg/dU).Pasien PE dengan MAP 135 mmHg menunjukkan nilai cystatin C serum yang lebih tinggi (rerata 1,60 0.32 mg/L) dibandingkan dengan pasien PE dengan MAP, 135 mmHg (1,36 0.25 mg/L), tetapi perbedaan antara kedua kelompok secara statistik tidak signifikan (p = 0,051). Hal yang sama juga berlaku pada asam urat (345,6 86,2 dibanding 303,3 72,6 mol/L, p = 0,18), kreatinin (72 9,26 dibanding 69,6 9,43 mol/L, p = 0,52), dan CRP (6,58 5,1 dibanding 5,87 4,04 mg/L p = 0,69).Subkelompok pasien dengan PE yang hamil 34 minggu saat sampling, memiliki kadar cystatin C yang lebih tinggi dibandingkan dengan pasien dengan usia kehamilan lebih dari 34 minggu (1,36 0,22 mg/L (Med 1,44) dibanding 1,71 0,28 mg/L (Med 1,67), p < 0,01). Tidak terdapat perbedaan antara kelompok yang menderita PE lebih awal dan lebih lama pada konsentrasi kreatinin serum (71,1 8,44 dibanding 65,3 10,3, p > 0,05), dan asam urat (324,7 68 dibanding 312,6 99,9, p > 0,05).Pada deteksi, penderita PE dengan konsentrasi cystatin serum lebih tinggi dari 1,14 mg/L memiliki sensitivitas 87,5% dan spesifisitas 70%, pada penderita PE dengan konsentrasi kreatinin serum lebih tinggi dari 63 mol/L memiliki sensitivitas 78% dan spesifisitas 70%, serta penderita PE dengan konsetrasi asam urat serum lebih tinggi dari 243 mol/L memiliki sensitivitas sebesar 81,2% dan spesifisitas 78,3% (Gambar 1). Analisis ROC menunjukkan bahwa cystatin C serum (AUC 0,831) dan asam urat serum memiliki akurasi diagnostik yang sama pada pasien PE (AUC 0,841) dam lebih akurat bila dibandingkan dengan kreatinin serum (AUC 0,742) (Gambar 2, Tabel I). Nilai CRP lebih dari 5 mg/L pada 40% pasien di kelompok kontrol dan 50% pada pasien di kelompok PE. Pada kelompok PE, kadar CRP serum menunjukkan hubungan yang signifikan secara statistik dengan IMT (p = 0,04). Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara CRP dan konsentrasi cystatin C serum, kreatinin, dan asam urat (P > 0,05) pada kelompok PE (masing-masing r = 0,16, r = 0,2, dan r = 0,15) dan pada kelompok kontrol (masing-masing r = 0,05, r = 0,002, dan r = 0,05).

Diskusi/PembahasanDisfungsi renalis yang terjadi pada PE dapat merupakan konsekuensi dari perubahan-perubahan hemodinamik [6], lesi glomerular (endoteliolisis glomeruler [24]. begitupun perubahan podosit [25]. Ini ditandai dengan penurunan LFG, nilai-nilai yang diakibatkan perubahan hemodinamik pada kehamilan, dapat di atas nilai normal yang diharapkan pada wanita sehat yang tidak hamil. Oleh karena itu perlu untuk secara ketat memonitor fungsi ginjal sehingga terapi yang segera dapat diimplementasikan untuk mencegah kerusakan ginjal lebih jauh. Marker yang paling luas digunakan untuk fungsi ginjal pada wanita dengan PE ialah konsentrasi kreatinin dan asam urat serum. Kreatinin sendiri secara signifikan memiliki kelemahan sebagai marker LFG karfena kadar serumnya dapat dipengaruhi oleh sejumlah faktor non-renal seperti massa otot, usia, jenis kelamin, dan diet [26]. Lebih jauh, sekresi tubuler tambahan juga mempengaruhi ekskresi kreatinin. Pada kehamilan normal, kadar kreatinin lebih rendah pada wanita sehat yang tidak hamil, disebabkan hiperfiltrasi dan peningkatan aliran renal plasma [20].Penelitian kami menemukan bahwa meskipun kadar kreatininj pada kelompok PE secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol (p < 0,0001), kadar kreatinin serum di atas nilai rujukan untuk kontrol (x 1,96 SD) pada hanya 25% pasien dengan PE. Yang dkk [27] memiliki hasil yang sama dan menunjukkan bahwa permbedaan nilai kreatinin rerata ialah pada level p < 0,001. Hal ini juga ditermukan oleh Strevens dkk [11,14] yang menunjukkan bahwa perbedaan tersebut signifikan (p < 0,01). Pada penelian oleh Strevens dkk [14] kadar kreatinin di atas nilai rujukan untuk kontrol terdapat pada 22,2% pasien dengan PE, sementara pada penelitian yang dilakukan oleh Yang dkk, terdapat pada 18% pasien [27]. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa kreatinin serum merupakan marker fungsi ginjal yang tidak reliabel pada kehamilan [14] Kadar asam urat serum menurun pada trimester pertama dan kemudian meningkat selama kehamilan, dengan kadar pada trimester ketiga secara signifikan lebih tinggi dibandingkan kadarnya pada wanita yang tidak hamil [20]. Hiperurisemia sering berkaitan dengan PE [28]. Meskipun tidak ditemukan pada semua wanita dengan PE, hiperurisemia sering menyertai hipertesi dan proteinuria [29], dan dapat menjadi faktor risiko terjadinya progresi kerusakan ginjal [30]. Pada penelitian kami, kadar asam urat ditemukan di atas nilai rujukan untuk kontrol pada 37,5% pasien PE, dengan perbedaan signifikan antara nilai rerata kedua kelompok (p < 0,0001). Hasil yang sama dilaporkan pada penelitian Strevens dkk [14] dimana 37,7% pasien PE memiliki kadar asam urat serum di atas nilai rujukan untuk kontrol. Hal ini juga dilaporkan pada penelitian Yang dkk [27], yang menemukan perbedaan signifikan antara kelompok PE dan kontrol (p < 0,001). Hiperurisemia pada PE terutama sebagai akibat penurunan LFG dan peningkatan reabsorbsi tubuler, tetapi ini dapat juga terjadi akibat diperkuat adanya produksi asam urat plasenta dusebabkan oleh peningkatan pemecahan purin di dalam plasenta, asidosis, ataupun peningkatan pada aktivitas oksidase/dehidrogenase xanthine, sehingga dengan demikian tidak hanya sebagai marker tahap patologis dan adanya disfungsi renalis tetapi juga berperan dalam patogensis PE [29,31,32]. Cystatin C serum merupakan marker LFG yang secara diagnostik lebih baik dibanding kreatinin. Keuntungan utamanya ialah bahwa cystatin ini kurang bergantung pada komposisi badan kreatinin. Kadar cystatin C stabil sampai trimester ketiga kehamilan dan tanpa perbedaan signifikan bila dibandingkan dengan kadar wanita sehat yang tidak hamil. Pada trimester ketiga kadarnya meningkat, yang dapat merupakan konsekuensi dari penurunan filtrasi molekul oleh glomerulus dengan sifat fisiokimia sama dengan cystatin C (karena perubahan muatan negatif dari barrier glomerulus), ataupun konsekuensi dari peningkatan sintesis cystatin C [20,33]. Pada PE, konsentrasi serum cystatin C berkaitan secara signifikan dengan perubahan struktural dan fungsioanl pada ginjal [11,13]/ Meskipun penelitian menunjukkan bahwa asam urat merupakan salah satu parameter biokimia yang berkaitan dengan perubahan patologis pada ginjal pasien PE [32], Strevens dkk [34] menemukan bahwa volume glomerulus pada pasien PE berkaitan secara signifikan dengan kadar cystatin C serum (p < 0,001), tetapi kurang begitu daripada dengan asam urat (p < 0,05), dan kreatinin (p = 0,054). Kelompok yang sama menunjukkan endotheliosis pada kehamilan trimester akhir, yang menyebabkan menurunnya laju filtrasi pada barrier glomerulus, dalam hubungan yang sama dengan penurunan filtrasi molekule berdiameter/berukuran sedang (salah satunya ialah cystatin C) selam trimester kehamilan terakhir [20]. Hasil penelitian kami telah menunjukkan bahwa kadar cystatin C serum pada pasien PE secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol (p < 0,0001). Hasil yang sama juga telah ditunjukkan pada penelitian lain [6,11,14,27]. Kristensen dkk menunjukkan bahwa produksi cystatin C plasental secara signifikan mempengaruhi kadar cystatin C serum pada wanita hamil dengan PE dan juga bahwa cystatin C berperan dalam patogenesis PE akibat ketidakseimbangan cathespin (cystein protease)/cystatin C (penghambat protease cystein) pada trimester pertama kehamilan [20]. Cathepsin diperlukan untuk invasi trofoblas ke desidua [35]. Mungkin juga bahwa peningkatan ekspresi cystatin C di jaringan selain plasenta dapat berkontribusi terhadap peningkatan konsentrasi cystatin C serum pada kehamilan normal sama halnya pada mereka dengan PE [20].Kadar cystatin C serum pada pasien dengan PE pada penelitian kami ini ialah di atas nilai rujukan untuk kelompok kontrol dalam persentase yang lebih tinggi (56,2%) dibandingkan kreatinin (25%, p 0,05). Pada penelitian oleh Yang dkk persentasenya 52% [27], sedangkan pada penelitian oleh Strevens dkk ialah 55% pasien dengan PE [14]. Yang dkk juga mengindikasikan bahwa peningkatan kadar cystatin C berkaitan dengan derajat keparahan penyakit [27].Pada penelitian prospektif oleh Thilaganthan dkk, didapatkan bahwa kadar cystatin C serum pada kehamilan dengan PE meningkat beberapa bulan sebelum gangguan yang sebenarnya berkembang [21]. Pada penelitian yang sama, sensitivitas cystatin C sebagai marker untuk mendeteksi PE ialah sebesar 53% ketika menggunakan sentil ke-75 dari cystatin C untuk kelompok kontrol, dan 27% ketika menggunakan sentil ke-90. Pada penelitian kami 68,7% pasien dengan PE memiliki kadar cystastin C dan/atau asam urat serum di atas nilai rujukan untuk kontrol. Menambahkan kreatinin ke kedua parameter ini tidak meningkatkan sensitivitas. Berbeda dengan hasil penelitian oleh Strevens dkk [14], pada analisis ROC data menunjukkan bahwa cystatin C serum memiliki akirasi diagnostik yang superior untuk PE dibandingkan dengan kreatinin dan asam urat serum, analisis ROC kami menunjukkan bahwa cystatin C dan asam urat serum memiliki akurasi diagnostik yang sama untuk PE dan lebih akurat bila dibandingkan dengan kreatinin serum. Pada penelitian baru-baru ini, kami juga mengkinvestigasi pengaruh inflamasi sistemik dan merokok terhadap kadar marker fungsi ginjal. Kami menentukan kadar CRP sebagai marker inflamasi sistemik. Penelitian menunjukkan bahwa kadar CRP meningkat pada pasien PE [36,37] yang dapat berkaitan dengan disfungsi endotel sebagai salah satu mekanisme patogenesis dasar yang berkontribusi pada terjadinya PE dan juga karakteristik dari disfungsi renalis [36]. Kami menemukan bahwa kadar CRP lebih tinggi pada jumlah yang hampir sama dengan jumlah pasien dengan PE (50%) seperti pada kehamilan normal (40%) tanpa perbedaan yang signifikan pada kadar CRP antara kedua kelompok pasien. Hasil yang sama ditunjukkan oleh Savvidon dkk [38], sementara mayoritas penelitian lain secara signifikan menunjukkan konsentrasi CRP serum lebih tinggi pada wanita hamil dengan PE dibandingkan pada mereka yang sehat [36,39]. Kami menemukan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kadar CRP dan marker fungsi ginjal. Kami juga menemukan bahwa pasien dengan PE yang juga perokok secara signifikan memiliki kadar kreatinin dan asam urat yang lebih rendah dibandingkan dengan pasien PE non-perokok (p < 0,05), sementara merokok tidak mempengaruhi kadar cystatin C. Penelitian oleh Tsuchiya dan Abou-Seifa juga menunjukkan bahwa merokok dapat menyebabkan penurunan kadas asam urat serum [40,41].

KesimpulanTujuan penelitian ini ialah mengevaluasi nilai diagnostik dari kadar cystatin C serum sebagai marker alternatif yang mungkin pada PE dan membandingkannya dengan marker fungsi ginjal, creatinin, asam urat biasa (tradisional). Intinya, dan penemuan bahwa (a) kadar cystatin C serum pada pasien dengan PE ialah di atas nilai rujukan untuk kelompok kontrol dalam persentase yang lebih tinggi (56,2%) dibandingkan kreatinin (25%), dan asam urat (37,5%), (b) 68,7% pasien dengan PE memiliki kadar cystastin C dan/atau asam urat di atas nilai rujukan untuk kelompok kontrol, sementara penambahan kreatinin pada dua parameter tidak meningkatkan sensitivitas, (c) analisis ROC menunjukkan bahwa kadar cystatin C dan asam urat serum memiliki akurasi diagnostik untuk PE dan lebih akurat bila dibandingkan dengan kreatinin serum, (d) pasien dengan PE yang juga perokok secara signifikan memiliki kadar kreatinin dan asam urat yang lebih rendah bila dibandingkan pasien PE non-perokok, sementara merokok tidak mempengaruhi kadar cystatin, mengindikasikan bahwa kadar cystatin C serum dapat berperan secara signifikan sebagai marker nPE, bahkan lebih sehingga bila digunakan dalam bentuk kombinasi dengan kadar asam urat.