Transfer Pricing PT PFU Technology Indonesia

33
Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-36208/PP/M.IV/15/2012 Jenis Pajak : Pajak Penghasilan Badan Tahun Pajak : 2005 Pokok Sengketa : bahwa nilai sengketa terbukti dalam sengketa banding ini adalah, mengenai koreksi positif Penghasilan Neto sebesar USD 1,095,895.00, yang terdiri dari : - Koreksi positif Peredaran Usaha sebesar USD 579,348.00, - Koreksi positif Harga Pokok Penjualan sebesar USD 516,547.00 Koreksi positif Peredaran Usaha sebesar USD 579,348.00 Menurut Terbanding: bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan di lapangan diketahui bahwa dalam mengisi penentuan harga transfer kepada afiliasi oleh Pemohon Banding dalam formulir lampiran 3B SPT Tahunan PPh Badan tahun pajak 2005 ternyata tidak sesuai dengan SE- 04/PJ.7/1993 tanggal 9 Maret 1993 dan KEP-01/PJ.7/1993 tanggal 9 Maret 1993 yaitu dalam penentuan harga transfernya Pemohon Banding hanya berdasarkan kepada harga yang tercantum dalam Qoutation (untuk penjualan) dan berdasarkan kepada purchase order (untuk pembelian) sehingga oleh karena itu pemeriksa menghitung kembali harga transfernya dengan menggunakan metode profit split. Menurut Pemohon : bahwa perbandingan profit setelah pajak (net profit after tax) terhadap penjualan dari tahun ke tahun (sample Tahun 2002-2005) menunjukkan kenaikan persentase yang tidak signifikan, yakni sekitar 0,52% - 0,92% untuk tahun 2002-2004, sedangkan pada tahun 2005 menjadi 3,37% (laporan keuangan tahun 2002-2005 yang telah diaudit berikut rekapitulasi perbandingan persentase profit setelah pajak terhadap penjualan. Perbandingan profit setelah pajak terhadap penjualan khusus di tahun 2005 justru jauh meningkat dibanding rasio yang sama tahun-tahun sebelumnya (2002- 2004) dimana hal ini menunjukkan bahwa Pemohon Banding telah melaporkan tingkat profit setelah pajak di Tahun 2005 (dan mengenakan pajak) yang justru secara signifikan lebih tinggi daripada di tahun-tahun sebelumnya (2002-2004). Sehingga tidak tepat kiranya jika Pihak Terbanding melakukan koreksi semata-mata karena alasan terdapat hubungan istimewa. Pendapat Majelis : bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis diperoleh petunjuk bahwa Terbanding melakukan koreksi positif Peredaran Usaha sebesar USD 579,348.00 karena terdapat Indikasi Penyalahgunaan Transfer Pricing atas Kewajaran Harga dalam Transaksi Hubungan Istimewa atas penjualan produk dari Pemohon Banding kepada Siix Singapore Pte Ltd, dari analisa transfer pricing dengan metode Profit Split, sebagai berikut : COGS USD 310,451,000.00 Inventory Awal USD 5,721,000.00 Inventory Akhir USD 8,891,000.00 Total Purchases USD 313,621,000.00 Purchases from PFU Batam USD 59,784,448.00

Transcript of Transfer Pricing PT PFU Technology Indonesia

Page 1: Transfer Pricing PT PFU Technology Indonesia

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-36208/PP/M.IV/15/2012

Jenis Pajak : Pajak Penghasilan Badan

Tahun Pajak : 2005

Pokok Sengketa : bahwa nilai sengketa terbukti dalam sengketa banding ini adalah,

mengenai koreksi positif Penghasilan Neto sebesar USD

1,095,895.00, yang terdiri dari :

- Koreksi positif Peredaran Usaha sebesar USD 579,348.00,

- Koreksi positif Harga Pokok Penjualan sebesar USD 516,547.00

Koreksi positif Peredaran Usaha sebesar USD 579,348.00

Menurut Terbanding: bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan di lapangan diketahui bahwa

dalam mengisi penentuan harga transfer kepada afiliasi oleh

Pemohon Banding dalam formulir lampiran 3B SPT Tahunan PPh

Badan tahun pajak 2005 ternyata tidak sesuai dengan SE-

04/PJ.7/1993 tanggal 9 Maret 1993 dan KEP-01/PJ.7/1993 tanggal 9

Maret 1993 yaitu dalam penentuan harga transfernya Pemohon

Banding hanya berdasarkan kepada harga yang tercantum dalam

Qoutation (untuk penjualan) dan berdasarkan kepada purchase order

(untuk pembelian) sehingga oleh karena itu pemeriksa menghitung

kembali harga transfernya dengan menggunakan metode profit split.

Menurut Pemohon : bahwa perbandingan profit setelah pajak (net profit after tax)

terhadap penjualan dari tahun ke tahun (sample Tahun 2002-2005)

menunjukkan kenaikan persentase yang tidak signifikan, yakni

sekitar 0,52% - 0,92% untuk tahun 2002-2004, sedangkan pada

tahun 2005 menjadi 3,37% (laporan keuangan tahun 2002-2005

yang telah diaudit berikut rekapitulasi perbandingan persentase

profit setelah pajak terhadap penjualan. Perbandingan profit setelah

pajak terhadap penjualan khusus di tahun 2005 justru jauh

meningkat dibanding rasio yang sama tahun-tahun sebelumnya

(2002- 2004) dimana hal ini menunjukkan bahwa Pemohon Banding

telah melaporkan tingkat profit setelah pajak di Tahun 2005 (dan

mengenakan pajak) yang justru secara signifikan lebih tinggi

daripada di tahun-tahun sebelumnya (2002-2004). Sehingga tidak

tepat kiranya jika Pihak Terbanding melakukan koreksi semata-mata

karena alasan terdapat hubungan istimewa.

Pendapat Majelis : bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis diperoleh petunjuk bahwa

Terbanding melakukan koreksi positif Peredaran Usaha sebesar

USD 579,348.00 karena terdapat Indikasi Penyalahgunaan Transfer

Pricing atas Kewajaran Harga dalam Transaksi Hubungan Istimewa

atas penjualan produk dari Pemohon Banding kepada Siix

Singapore Pte Ltd, dari analisa transfer pricing dengan metode Profit

Split, sebagai berikut :

COGS USD 310,451,000.00

Inventory Awal USD 5,721,000.00

Inventory Akhir USD 8,891,000.00

Total Purchases USD 313,621,000.00

Purchases from PFU Batam USD 59,784,448.00

Page 2: Transfer Pricing PT PFU Technology Indonesia

dalam prosentase 19,06%

Dari uraian di atas maka perhitungan harga transfernya dengan

metode profit split adalah sebagai berikut :

Net Profit SIIX Singapore Pte.Ltd USD 7,599,000.00

Net profit Batam Business (19,06%) USD 1,448,369.00

Deduct : Singapore tax rate (20%) USD 289,574.00

Net Profit After Tax USD 1,158,696.00

Profit Splited (50%) for PT PFU USD 579,348.00

bahwa data/dokumen yang telah diserahkan oleh Terbanding dalam

persidangan:

- LPP-KKP dan LPK,

- Tanggapan Tertulis Nomor : S-4574/PJ.07/2011 tanggal 11 Juli

2011.

bahwa dalam persidangan Terbanding menyampaikan Surat Nomor :

S-4574/PJ.07/2011 tanggal 11 Juli 2011, yang pada pokoknya

mengemukakan hal-hal sebagai berikut:

Pokok permasalahan

bahwa Pemohon Banding mengajukan Banding terhadap Keputusan

Terbanding Nomor : KEP-646/WPJ.02/BD.0602/2010 tanggal 31

Agustus 2010.

bahwa kronologis sengketa yang diajukan banding adalah koreksi

terhadap peredaran usaha sebesar USD 579.348.00 berdasarkan

analisa Profit Split method karena adanya hubungan istimewa antara

Pemohon Banding dengan SIIX Singapore Pte Ltd.

bahwa atas adanya transaksi hubungan istimewa antara Pemohon

Banding dengan Siix Singapore Pte Ltd, Pemohon Banding dalam

Lampiran 3B SPT Tahunan PPh Badan tahun pajak 2005 telah

menghitung penerapan harga pasar wajar (arm's length principle)

dengan menggunakan metode lain.

bahwa didalam persidangan Majelis telah meminta penjelasan

kepada Pemohon Banding tentang penggunaan metode lain

sehubungan dengan transaksi ke afiliasi dalam SPT Tahunan PPh

Badan tahun 2005 Lampiran 3B namun Pemohon Banding tidak

dapat menjelaskan tentang penggunaan metode lain tersebut dan

termasuk perhitungannya.

bahwa didalam persidangan Majelis telah meminta kepada Pemohon

Banding apakah metode profit split dapat diterapkan, apabila dapat

diterapkan bagaimana perhitungannya? Pemohon Banding

menyatakan metode profit split tidak dapat diterapkan. Sehubungan

dengan hal tersebut Pemohon Banding menyerahkan sengketa

kepada Majelis.

bahwa terhadap sengketa banding tersebut di atas, Majelis meminta

Terbanding membuat tanggapan tertulis tentang penggunaan profit

split method.

Page 3: Transfer Pricing PT PFU Technology Indonesia

Dasar Hukum dan Kajian Teoritis

Ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang

Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan

Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 (Undang-undang PPh),

yaitu:

Pasal 18 ayat (3)

Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali

besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang

sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak

bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan

Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha

yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa;

Pasal 18 ayat (4)

Hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan (3a),

Pasal 8 ayat (4), Pasal 9 ayat (1) huruf f, dan Pasal 10 ayat (1)

dianggap ada apabila :

a. Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak

langsung paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada Wajib

Pajak lain, atau hubungan antara Wajib Pajak dengan

penyertaan paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada dua

Wajib Pajak atau lebih, demikian pula hubungan antara dua

Wajib Pajak atau lebih yang disebut terakhir, atau

b. Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau lebih

Wajib Pajak berada di bawah penguasaan yang sama baik

langsung maupun tidak langsung, atau

c. terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda

dalam garis keturunan lurus dan atau ke samping satu derajat.

Keputusan Terbanding Nomor : KEP-01/PJ.7/1993 tanggal 9 Maret

1993 tentang Pedoman Pemeriksaan Pajak terhadap Wajib Pajak

yang mempunyai Hubungan Istimewa.

Pasal 1

Menetapkan Pedoman Pemeriksaan Pajak sebagaimana tercantum

dalam Lampiran Keputusan ini sebagai pedoman pelaksanaan dan

tata cara pemeriksaan dibidang perpajakan terhadap Wajib Pajak

yang mempunyai hubungan istimewa, sebagai tambahan atas

Pedoman Pemeriksaan Pajak sebagaimana diatur dalam Keputusan

Direktur Jenderal Pajak Nomor : Kep-01/PJ.7/1990 tanggal 15

Nopember 1990.

Bab III : Teknik dan Metode Pemeriksaan

Angka 2 : Metode-metode pemeriksaan Kewajaran Harga :

1. Metode Harga Pasar Sebanding (Comparable Uncontrolled Price),

2. Metode Harga Jual Minus (Resale Price),

3. Metode Harga Pokok Plus (Cost Plus Method),

4. Metode lainnya yang dapat diterima.

Page 4: Transfer Pricing PT PFU Technology Indonesia

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-04/PJ.7/1993

tanggal 9 Maret 1993 tentang Petunjuk Penanganan Kasus-kasus

transfer pricing.

Disebutkan jenis transaksi transfer pricing :

(1) Harga penjualan,

(2) Harga pembelian,

(3) Alokasi biaya administrasi dan umum (overhead cost),

(4) Pembebanan bunga atas pemberian pinjaman oleh pemegang

saham (shareholder loan),

(5) Pembayaran komisi, lisensi, franchise, sewa, royalti, imbalan

atas jasa manajemen, imbalan atas jasa teknik dan imbalan atas

jasa lainnya,

(6) Pembelian harta perusahaan oleh pemegang saham (pemilik)

atau pihak yang mempunyai hubungan istimewa yang lebih

rendah dari harga pasar,

(7) Penjualan kepada pihak luar negeri melalui pihak ketiga yang

kurang/tidak mempunyai substansi usaha (misalnya dummy

company, letter box company atau reinvoicing center).

Pasal 9 Tax Treaty Indonesia-Singapore

Associated Enterprises. Where :

a. an enterprise of a Contracting State participates directly or

indirectly in the management, control or capital of an enterprise

of the other Contracting State, or

b. the same persons participate directly or indirectly in the

management, control or capital of an enterprise of the other

Contracting State and an enterprise of the other Contracting

State,

and in either case conditions are made or imposed between the

two enterprises in their commercial or financial relations which

differ from those which would be made between independent

enterprises, any profits which would, but for those conditions,

have accrued to one of the enterprises, but, by reason of those

conditions, have not so accrued, may be included in the profits of

that enterprise and taxed accordingly;

Commentary Article 9 UN Model Convention, A.3

“......These conclusion represent internationally agreed principles

and the Group of Expert recommend that the Guidelines should be

folloed for the application of the arm’s length principle wich

underlies the articles”;

OECD Guidelines sebagai Internationally Agreed Principle sesuai

commentary article 9 UN Model Tax Convention menyebutkan

bahwa metode lainnya terdiri dari Profit Split Method dan

Transactional Net Margin Method

Page 5: Transfer Pricing PT PFU Technology Indonesia

Paragraph 3.1

“......The other approaches are referred to in the discussion here as

“transactional profit methods,” i.e. methods that examine the profits

that arise from particular transactions among associated

enterprises. The only profit methods that satisfy the arm’s length

principle are those that are consistent with the profit spit method or

the transactional net margin method as described in these

guidelines.....”.

Glossary, Profit Split Method

“A transacsionat profit method that identifies the combined profit to

be split for the associated enterprises from a controlled transaction

(or controlled transactions that is appropriate to aggregate under

the principles of Chapter I) and then splits those profits between the

associated enterprises based upon an economically valid basis that

approximates the division of profits that would have been anticipated

and reflected in an agreement made at arm’s length.

Tanggapan Pemohon Banding

bahwa dalam surat tanggapannya dengan Surat Nomor :

003/SEI/FIN/05/2011 tanggal Mei 2011 perihal Bantahan atas

Uraian Banding (SUB) dari Ditjen Pajak, Pemohon Banding

melakukan tanggapan yang isinya sebagai berikut :

bahwa pihak Terbanding tidak mengungkapkan bahwa syarat-syarat

tertentu dalam transaksi berbeda dengan yang berlaku bagi

perusahaan-perusahaan Independent.

bahwa pihak Terbanding juga tidak menjalankan sepenuhnya

petunjuk penanganan kasus-kasus transfer pricing sesuai Surat

Edaran Dirjen Pajak nomor : SE-04/PJ.7/1993 tanggal 9 Maret 1993.

bahwa pihak Terbanding belum mempertimbangkan latar belakang

kegiatan usaha dan analisa fungsional dari Pemohon Banding.

bahwa pihak Terbanding tidak memberikan penjelasan yang rasional

mengenai Metode Profit Split yang digunakan.

bahwa penerapan metode residual profit split yang tidak tepat oleh

pihak Terbanding sesuai dengan OECD Guidelines.

Tanggapan Terbanding

bahwa berdasarkan pokok permasalahan, fakta yang ada dan

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku terhadap

koreksi atas peredaran usaha sebesar

USD 579.348.00 berdasarkan transfer pricing profit split method,

dengan ini Terbanding berpendapat sebagai berikut:

bahwa koreksi terhadap peredaran usaha tersebut dilakukan karena

adanya transaksi kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa

berupa transaksi penjualan kepada Siix Singapore Pte Ltd. yang

memenuhi ketentuan Pasal 18 ayat (4) UU PPh Tahun 2000.

Page 6: Transfer Pricing PT PFU Technology Indonesia

bahwa didalam persidangan Pemohon Banding tidak bisa

membuktikan bahwa transaksi dengan Siix Singapore Pte Ltd

tersebut adalah sudah wajar (arms length), dimana Pemohon

Banding tidak bisa menunjukkan suatu perhitungan sesuai dengan

Lampiran 3B SPT Tahunan PPh Badan (Pemohon Banding memilih

metode lainnya).

bahwa karena Pemohon Banding tidak dapat menjelaskan transaksi

hubungan istimewa dengan Siix Singapore Ltd merupakan transaksi

yang sudah wajar (arms length) maka Terbanding sesuai dengan

Pasal 18 ayat 3 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak

Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-

undang nomor 17 tahun 2000 berwenang untuk menentukan kembali

besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang

sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak

bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan

Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha

yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa.

bahwa sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak nomor :

KEP-01/PJ.7/1993 tanggal 9 Maret 1993 terdapat 4 (empat) metode

dalam menentukan kewajaran harga yaitu : metode harga pasar

sebanding (cup method), metode harga jual minus (resale price

method), metode harga pokok plus (cost plus method) dan metode

lainnya yang diterima.

bahwa sesuai dengan OECD Guidelines Chapter ill terdapat 5 (lima)

metode transfer pricing yang terdiri dari:

a. Traditional transfer pricing methods terdiri dari :

- Comparable uncontrolled price (CUP) method,

- Cost plus method,

- Resale price method.

b. Transactional profit methods terdiri dari :

- Profit split method,

- Transactional net margin method (TNMN).

bahwa dalam menentukan harga transfer, Terbanding menggunakan

Profit Split method dengan alasan sebagai berikut :

bahwa sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak nomor ;

KEP-01/PJ.7/1993 tanggal 9 Maret 1993 dan Surat Edaran Direktur

Jenderal Pajak nomor : SE-04/PJ.7/1993 tanggal 9 Maret 1993

terdapat beberapa metode dalam menentukan harga transfer yaitu :

a. Metode Harga Pasar Sebanding (Comparable Uncontrolled Price).

bahwa metode ini diterapkan dengan pembandingan harga transaksi

barang sejenis dengan pihak yang tidak mempunyai hubungan

istimewa (pembanding independent);

Metode ini dapat digunakan dalam hal :

- terdapat penjualan kepada pihak yang ada hubungan istimewa

- maupun kepada Pihak lain yang tidak ada hubungan istimewa

- jenis produk sebagai obyek transaksi relative sama

Page 7: Transfer Pricing PT PFU Technology Indonesia

bahwa syarat yang harus dipenuhi dalam metode ini adalah adanya

harga jual atas barang yang sama kepada pihak yang tidak

mempunyai hubungan istimewa (independen). Hal ini tidak bisa

dipenuhi karena produk yang dihasilkan oleh Pemohon Banding

seluruhnya dijual kepada Siix Singapore berdasarkan pesanan

dimana bahan baku untuk produk tersebut seluruhnya diperoleh dari

Siix Singapore Pte Ltd. Karena Syarat ini tidak bisa dipenuhi (harga

jual kepada independen) maka metode ini tidak bisa diterapkan.

b. Metode Harga Jual Minus

bahwa metode ini dapat dipergunakan dalam hal Wajib Pajak yang

diperiksa bergerak dalam bidang usaha perdagangan yaitu produk

yang telah dibeli dijual kembali (resale) kepada pihak lainnya.

Metode ini dapat digunakan dalam hal :

- tidak ada transaksi dengan pihak yang tidak ada hubungan

istimewa yang dapat digunakan sebagai pembanding misalnya

pada sistem pemasaran dengan keagenan tunggal,

- terdapat data harga penjualan kembali barang yang tidak

dipengaruhi hubungan istimewa,

- tidak terdapat proses perubahan barang yang menambah nilai,

- pihak pembeli dan penjual dalam hubungan istimewa tidak

menambah harga yang besar pengaruhnya terhadap nilai barang

tersebut.

bahwa syarat inipun tidak bisa dipenuhi karena kegiatan usaha

Pemohon Banding adalah jasa sub assembling komponen electronics

yang bahan bakunya seluruhnya diperoleh dari pembeli untuk

selanjutnya diproduksi menjadi PCB (printed circuit board) untuk

barang electronic seperti scanner, hand phone. Karena syarat tersebut

tidak bisa dipenuhi maka metode harga jual minus (resale price)

tidak bisa diterapkan kepada Pemohon Banding.

c. Metode Harga Pokok Plus (Cost Plus)

bahwa metode ini umumnya digunakan pada usaha pabrikasi yang

menjual produk kepada afiliasinya untuk diproses lebih lanjut.

Pernitungan harga wajar dengan metode ini dilakukan dengan

menambahkan tingkat laba kotor wajar kepada biaya produksi;

Data persentase laba kotor wajar dapat diperoleh dari:

- Penjualan kepada pihak ketiga yang independen dari penjual yang

juga melakukan penjualan terhadap afiliasinya,

- Penjualan oleh pihak-pihak yang independen,

- Komisi yang diterima oleh suatu agen pembelian dalam hal fungsi

penjualan yang dilakukan oleh penjual adalah sama dengan fungsi

penjualan yang dilakukan oleh agen pembelian tersebut,

- Persentase laba kotor dari perusahaan sejenis.

bahwa syarat yang harus dipenuhi dalam metode ini yaitu adanya

gross profit margin atas transaksi kepada perusahaan independen.

Hal ini tidak bisa dipenuhi karena Penjualan seluruhnya dilakukan

kepada Siix Singapore Pte Ltd sehingga tidak ada pembanding untuk

menentukan gros profit margin atas perusahaan independen. Karena

syarat tersebut tidak bisa dipenuhi maka metode Harga Pokok Plus

(Cost Plus) tidak bisa diterapkan kepada Pemohon Banding.

Page 8: Transfer Pricing PT PFU Technology Indonesia

bahwa karena ketiga metode (metode tradisional) tersebut tidak bisa

diterapkan kepada Pemohon Banding dalam penentuan harga

transfer yang wajar (arms length), maka Terbanding menggunakan

metode lainnya yaitu metode profit split.

bahwa dari uraian diatas, Terbanding dalam menerapkan metode

Harga Transfer sudah memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

bahwa penerapan metode Penentuan Harga Transfer dilakukan

secara hirarkis dimulai dengan menerapkan metode perbandingan

harga antar pihak yang independen (comparable uncontrolled price/

CUP) sesuai dengan kondisi yang tepat.

bahwa dalam hal metode perbandingan harga antar pihak yang

independen (comparable uncontrolled price/ CUP) tidak tepat untuk

diterapkan, wajib diterapkan metode penjualan kembali (resale price

method/ RPM) atau metode biaya-plus (cost plus method/ CPM)

sesuai dengan kondisi yang tepat.

bahwa dalam hal metode penjualan kembali (resale price method/

RPM) atau metode biaya-plus (cost plus method/ CPM) tidak tepat

untuk diterapkan, dapat diterapkan metode pembagian laba (profit

split method/ PSM) atau metode laba bersih transaksional

(transactional net margin method/ TNMM).

bahwa metode pembagian laba (profit split method/ PSM) adalah

metode penentuan harga transfer berbasis laba bersih transaksional

(transactional net margin method/ TNMM) yang dilakukan dengan

mengidentifikasi laba gabungan atas transaksi afiliasi yang akan

dibagi oleh pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa

tersebut dengan menggunakan dasar yang dapat diterima secara

ekonomi yang memberikan perkiraan pembagian laba yang

selayaknya akan terjadi dan akan tercermin dari kesepakatan antar

pihak-pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa.

bahwa metode pembagian laba (profit split method/ PSM) secara

khusus hanya dapat diterapkan dalam kondisi sebagai berikut:

a. transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan

Istimewa sangat terkait satu sama lain sehingga tidak

dimungkinkan untuk dilakukan kajian secara terpisah atau,

b. terdapat barang tidak berwujud yang unik antara pihak-pihak

yang bertransaksi yang menyebabkan kesulitan dalam

menemukan data pembanding yang tepat.

bahwa meskipun pemilihan metode profit split menurut OECD

Guidelines merupakan pilihan terakhir, Terbanding berpendapat

pemilihan metode profit split sudah benar karena pemilihan metode

tradisional tidak dapat diterapkan (Pemohon Banding sendiri sudah

mengakui dalam persidangan). Dan ini telah sesuai dengan ketentuan

dalam OECD Guidelines, yang antara lain menyatakan :

Page 9: Transfer Pricing PT PFU Technology Indonesia

Paragraph 3.6 OECD Guidelines

"One strength of the profit split method is thar generally does not

rely directly on closely comparable transactions, and it can

therefore be used in cases when no such transactions between

independent enterprises can be identified ...".

bahwa cara penghitungan metode profit split dari Terbanding telah

memakai analisis fungsi, asset, dan resiko dan dari analisis tersebut

telah dilakukan pembobotan sehingga diperoleh pembobotan 50 : 50;

bahwa sesuai tanggapan Pemohon Banding baik dalam surat nomor :

003/SEI/FIN/05/2011 bulan Mei 2011 perihal Bantahan atas Uraian

Banding (SUB) dari Terbanding, Pemohon Banding pada intinya

menyatakan kelemahan Terbanding dalam memilih metode profit

split, tetapi disatu sisi dalam persidangan Pemohon Banding secara

eksplisit tidak dapat membuktikan kewajaran transaksi hubungan

istimewa dengan Siix Singapore Pte Ltd.

bahwa sesuai dengan hal tersebut di atas, sehubungan dengan

koreksi peredaran usaha yang didasarkan atas koreksi transfer

pricing sebesar USD 579.348.00 sudah benar sesuai dengan Pasal 18

ayat (3) Undang-undang PPh Tahun 2000 dan Pasal 9 Tax Treaty

Indonesia-Singapore.

Kesimpulan

bahwa koreksi Terbanding atas peredaran usaha sebesar USD

579.348.00 berdasarkan transfer pricing profit split method sudah

benar sesuai dengan Pasal 18 ayat (3) Undang-undang Pajak

Penghasilan Tahun 2000 dan Pasal 9 Tax Treaty Indonesia-

Singapore.

bahwa penerbitan Keputusan Terbanding Nomor : KEP-

646/WPJ.02/BD.0602/2010 tanggal 31 Agustus 2010, telah sesuai

dengan ketentuan peraturan perpajakan yang berlaku.

bahwa dalam persidangan Pemohon Banding menyampaikan Surat

Nomor : 003/SEI/FIN/VII/2011 tanggal 28 Juli 2011, yang pada

pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai berikut:

Tanggapan Pemohon Banding Atas Tanggapan Tertulis Pihak

Terbanding.

bahwa tanggapan tertulis Pihak Terbanding masih mengindikasikan

bahwa koreksi terhadap peredaran usaha semata-mata didasarkan

pada alasan adanya transaksi kepada pihak yang mempunyai

hubungan istimewa tanpa didukung pada analisa yang memadai.

Alasan Pihak Terbanding tersebut menunjukkan bahwa Pihak

Terbanding tidak menjalankan sepenuhnya Petunjuk Penanganan

Kasus-kasus Transfer Pricing sesuai Surat Edaran (SE) Dirjen Pajak

Nomor SE-04/PJ.07/1993 tanggal 9 Maret 1993.

bahwa temuan dari Pihak Terbanding, di dalam melakukan koreksi

positif atas peredaran usaha tersebut di atas dan kemudian

menetapkan bahwa peredaran usaha Pemohon Banding tersebut

terlalu rendah, tidak didasarkan pada analisa yang memadai (tidak

Page 10: Transfer Pricing PT PFU Technology Indonesia

ada angka pembanding yang layak/wajar digunakan) tetapi lebih

berdasarkan unsur subyektif Pihak Terbanding sendiri. Sebagaimana

diatur di dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-

04/PJ.07/1993, koreksi yang terkait dengan masalah Transfer Pricing

harus didasarkan pada suatu angka pembanding dari satu transaksi

sejenis yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa.

bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan pendapat Pihak

Terbanding yang menyatakan bahwa didalam pemeriksaan Pemohon

Banding tidak bisa membuktikan bahwa transaksi dengan Siix

Singapore Pte Ltd tersebut adalah sudah wajar (arms length), dimana

Pemohon Banding tidak bisa menunjukkan suatu perhitungan sesuai

dengan Lampiran 3b SPT PPh Badan (Pemohon Banding memilih

metode lainnya).

bahwa perlu Pemohon Banding jelaskan bahwa sengketa pajak ini

terkait dengan Tahun Pajak 2005 dimana pada waktu itu belum

begitu banyak sosialisasi mengenai penggunaan metode penentuan

harga wajar. Meskipun Metode penentuan harga wajar sudah pernah

dicantumkan dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-

01/PJ.7/1993 Tanggal 9 Maret 1993 tentang Pedoman Pemeriksaan

Pajak Terhadap Wajib Pajak Yang Mempunyai Hubungan Istimewa

dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-04/PJ.07/1993

tentang Petunjuk Penanganan Kasus-kasus Transfer Pricing, namun

karena kedua peraturan tersebut ditujukan untuk kepentingan

pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang mempunyai hubungan

istimewa, maka Pemohon Banding berpendapat bahwa metode

tersebut tidak terkait dengan apa yang dimaksud dalam pelaporan

Lampiran 3a SPT PPh Badan. Oleh karena itu, Pemohon Banding

memilih isian metode lainnya karena alasan tidak mengerti maksud

dari metode yang ada.

bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan pendapat Pihak

Terbanding yang menyatakan bahwa sesuai tanggapan Pemohon

Banding baik dalam surat nomor : 003/SEI/FIN/05/2011 bulan Mei

2011 perihal Bantahan atas Uraian Banding (SUB) dari Terbanding,

Pemohon Banding pada intinya menyatakan kelemahan Terbanding

dalam memilih metode profit split, tetapi disatu sisi dalam

persidangan Pemohon Banding secara eksplisit tidak dapat

membuktikan kewajaran transaksi hubungan istimewa dengan Siix

Singapore Pte Ltd.

bahwa pembuktian bahwa SPT yang dilaporkan Wajib Pajak tidak

benar biasanya dilakukan melalui proses pemeriksaan. Didalam

Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-01/PJ.7/1993 pada bab

III , mengenai Teknik dan Metode Pemeriksaan diatur, antara lain,

Pemeriksa didalam menentukan harga pasar wajar dalam hubungan

istimewa harus dilakukan dengan menguji angka-angka dalam SPT

melalui suatu pendekatan perhitungan tertentu mengenai penghasilan

dan biaya. Metode tersebut termasuk metode harga pasar sebanding

(Comparable Uncontrolled Price Method), metode harga jual minus

(Sales Minus/Resale Price Method), metode harga pokok plus (Cost

Plus Method), metode lainnya yang dapat diterima. Kekeliruan

penerapan pendekatan perhitungan tertentu seharusnya

mengindikasikan bahwa pembuktian bahwa SPT yang dilaporkan

Page 11: Transfer Pricing PT PFU Technology Indonesia

Wajib Pajak tidak benar menjadi tidak berdasar dan seharusnya

dibatalkan.

bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan pendapat Pihak

Terbanding yang menyatakan bahwa Pemohon Banding secara

eksplisit tidak dapat membuktikan kewajaran transaksi hubungan

istimewa dengan Siix Singapore Pte Ltd meskipun pada intinya

Pemohon Banding menyatakan kelemahan Terbanding dalam

memilih metode profit split. Menurut Pemohon Banding, karena

sengketa banding ini terkait dengan Tahun Pajak 2005 dimana dalam

kurun waktu tersebut belum ada kewajiban maupun petunjuk bagi

Pemohon Banding untuk membuktikan maupun menunjukkan

kewajaran transaksi hubungan istimewa, sehingga Pemohon Banding

tidak memiliki petunjuk mengenai pembuktian seperti apa yang

diharapkan oleh Pihak Terbanding. Disatu sisi, penerapan metode

tradisional tidak bisa diterapkan karena alasan keunikan produk,

tidak ada produk yang dijual kepada pihak ketiga maupun mencari

data pembanding yang memiliki kondisi yang sama dengan kondisi

yang dimiliki pihak ketiga. Disisi lain, penerapan metode

transaksional seperti metode profit split yang diterapkan Pemeriksa

juga tidak tepat diterapkan karena tidak adanya biaya penelitian dan

pengembangan (research and development) yang terjadi di Pemohon

Banding. Padahal biaya penelitian dan pengembangan merupakan

salah satu ukuran untuk menentukan kontribusi dari tiap

pihak/entitas yang sangat berhubungan dalam menerapkan metode

profit split.

bahwa seperti telah Pemohon Banding jelaskan sebelumnya tentang

metode profit split, bahwa metode profit split secara umum

diterapkan untuk transaksi yang sangat berhubungan (inter-related)

yang tidak dapat di-evaluasi secara terpisah. Metode profit split ini

biasanya diterapkan terhadap perusahaan-perusahaan elektronik yang

fungsinya adalah merupakan sarat dengan inovasi, dimana

transaksinya begitu “inter-related” (saling terkait satu dengan

lainnya) sehingga tidak dapat diuji atau di-evaluasi secara terpisah.

Dalam menentukan pembagian (split) dari keuntungan (profit) itu

sendiri, harus dipertimbangkan besarnya kontribusi dari tiap

pihak/entitas, serta (diantaranya) besarnya pengeluaran R&D, dan

manufacturing costs dari tiap pihak.

Ada 2 langkah dalam penerapan metode ini, yaitu :

1. identifikasi atas keuntungan (profit) untuk dibagikan (di-split)

kepada tiap entitas perusahaan manufaktur dari tranksaksi-

transaksi antara pihak-pihak dengan hubungan istimewa, dan

2. kemudian, membagi profit di antara pihak-pihak tersebut atas

dasar ekonomis yang valid (“economically valid basis”) yang

dapat secara akurat mengukur pembagian keuntungan yang terjadi

untuk transaksi sejenis di antara pihak-pihak independen.

bahwa total keuntungan yang akan dibagi tersebut dapat berupa total

keuntungan (“combined profit”) dari hasil transaksi keseluruhan

ataupun keuntungan yang tersisa (“residual profit”) yang mewakili

keuntungan sisa yang tidak dapat secara mudah dibagi kepada para

pihak terkait disebabkan, contohnya karena adanya “intangible”

yang bernilai tinggi dan unik. Sementara kontribusi dari masing-

masing pihak (entitas) juga harus didasarkan kepada hasil analisa

Page 12: Transfer Pricing PT PFU Technology Indonesia

fungsional yang dinilai atau dilihat “value” nya (analisa fungsional

adalah suatu analisa atas fungsi-fungsi yang dilakukan

(mempertimbangkan aktiva-aktiva yang dipakai, dan resiko-resiko

yang ditanggung) oleh tiap pihak/entitas yang terlibat. Kontribusi

dari masing-masing pihak tersebut juga, sedapat mungkin, harus

berdasarkan data-data di “market” yang dapat diandalkan (contohnya

tingkat pembagian keuntungan atau pembagian pengembalian

(return) dari pihak-pihak independen dengan fungsi-fungsi yang

sebanding).

Annexure II dari OECD Transfer Pricing Guidelines memberikan

contoh sebagai berikut:

Laba Rugi PT. A dan PT. B

Keterangan A B

Sales 50 100

Less :

Purchases (10) (50)

Manufacturing costs (15) (20)

Gross profits (25) (70)

Less :

R&D (15) (10)

Operating expenses (10) (10)

(25) (20)

Net profit - 10

Penentuan keuntungan rutin (routine profit) manufaktur PT. A dan

PT. B dan penghitungan jumlah keuntungan sisa (total residual

profit).

bahwa contoh yang diberikan oleh OECD Transfer Pricing

Guidelines adalah sudah ditentukannya oleh kedua yuridiksi bahwa

pembanding perusahaan manufaktur pihak ketiga yang tidak

memiliki harta tidak berwujud inovatif memperoleh peredaran usaha

dari biaya-biaya manufakturnya (tidak termasuk biaya pembelian)

sebesar 10% (diperoleh dari rasio keuntungan terhadap biaya

manufaktur langsung dan tidak langsung).

bahwa dengan mengacu kepada Laporan Laba Rugi diatas, dapat

diketahui bahwa biaya manufaktur PT. A adalah 15 sehingga

peredaran usaha atas biaya manufaktur yang dikeluarkan PT. A dan

dapat diatribusikan terhadap keuntungan manufaktur PT. A menjadi

sebesar 1,5 (10% dari 15). Begitu pula halnya dengan biaya

manufaktur PT. B sebesar 20, maka biaya yang dapat diatribusikan

terhadap keuntungan manufaktur PT. B menjadi sebesar 2 (10% dari

20). Berdasarkan hal itu, keuntungan sisa yang terjadi menjadi

sebesar 6,5 yang diperoleh dari selisih antara keuntungan gabungan

bersih PT. A dan PT. B sebesar 10 dengan gabungan keuntungan

manufaktur sebesar 3,5 (3,5 diperoleh dari keuntungan manufaktur

PT. A sebesar 1,5 yang ditambahkan dengan keuntungan manufaktur

PT. B sebesar 2).

Pengalokasian keuntungan sisa.

bahwa pengalokasian keuntungan sebesar 1,5 bagi PT. A dan 2 bagi

PT. B mengarah pada fungsi manufaktur PT. A dan PT. B, meskipun

Page 13: Transfer Pricing PT PFU Technology Indonesia

begitu, hal ini bukan merupakan nilai dari masing-masing biaya

penelitian dan pengembangan kedua perusahaan. Untuk

mendapatkannya, keuntungan sisa yang diperoleh dapat dibagi

antara PT. A dan PT. B berdasarkan jumlah biaya penelitian dan

pengembangan masing-masing perusahaan. Dengan asumsi, biaya

penelitian dan pengembangan masing-masing perusahaan relative

akurat menggambarkan kontribusi relative masing-masing

perusahaan terhadap nilai inovasi produk kedua perusahaan.

Pengalokasian keuntungan sisa terhadap kedua perusahaan tersebut

menjadi sebagai berikut :

PT. A = 6,5 X 15/25 = 3,9

PT. B = 6,5 X 10/25 = 2,6

bahwa alokasi sebesar 15/25 bagi PT. A dan 10/25 bagi PT. B

berasal dari biaya penelitian dan pengembangan masing-masing

perusahaan terhadap total biaya penelitian dan pengembangan kedua

perusahaan.

Pengalokasian keuntungan sisa.

bahwa jumlah keuntungan bersih PT. A menjadi sebesar 5,4 yang

diperoleh dari penambahan keuntungan manufaktur sebesar 1,5

dengan alokasi keuntungan sisa sebesar 3,9, sedangkan keuntungan

bersih PT. B menjadi sebesar 4,6 yang diperoleh dari penambahan

keuntungan manufaktur sebesar 2 dengan alokasi keuntungan sisa

sebesar 2,6.

Laporan Laba Rugi untuk kepentingan pajak

bahwa berdasarkan penghitungan diatas, Laporan Laba Rugi untuk

kepentingan pajak menjadi sebagai berikut :

Keterangan A B

Peredaran usaha 55,4 100,0

Dikurangi :

Pembelian (10,0) (55,4)

Biaya-biaya manufaktur (15,0) (20,0)

Keuntungan kotor 30,4 24,6

Dikurangi :

Biaya penelitian dan pengembangan (15,0) (10,0)

Biaya Operasional (10,0) (10,0)

(25,0) (20,0)

Keuntungan bersih 5,4 4,6

bahwa dengan mengacu pada contoh yang digambarkan OECD

Transfer Pricing Guidelines diatas, dapat dibuktikan bahwa

penerapan metode profit split yang dilakukan Pihak Terbanding

sama sekali tidak memiliki dasar pengalokasian maupun

penghitungan yang jelas, sehingga dasar koreksi Pihak Terbanding

yang menggunakan alasan penggunaan metode profit split juga tidak

dapat dipertanggungjawabkan.

bahwa Pemohon Banding juga tidak setuju dengan pendapat Pihak

Terbanding yang menyatakan bahwa karena Pemohon Banding tidak

dapat menjelaskan transaksi hubungan istimewa dengan Siix

Singapore Pte Ltd merupakan transaksi yang sudah wajar (arms

Page 14: Transfer Pricing PT PFU Technology Indonesia

length) maka Terbanding sesuai dengan Pasal 18 ayat 3 Undang-

undangn Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan

sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor

17 Tahun 2000 berwenang untuk menentukan kembali besarnya

penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal

untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib

Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak

lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak

dipengaruhi oleh hubungan istimewa.

bahwa sengketa banding ini terkait dengan Tahun Pajak 2005

dimana pada waktu itu tidak ada ketentuan yang mengharuskan

Wajib Pajak untuk menyiapkan dokumentasi berkaitan dengan

kewajaran harga atas transaksi yang memiliki hubungan istimewa.

Dengan demikian, upaya menjelaskan kewajaran transaksi hubungan

istimewa dilakukan dengan menggunakan dokumen-dokumen

kegiatan bisnis biasanya. Kewajaran transaksi yang terjadi dengan

Siix Singapore Pte Ltd menurut Pemohon Banding dibuktikan

melalui keberadaan dokumen-dokumen penjualan, pembelian,

pembayaran, penerimaan cash terkait serta pencatatan pembukuan.

bahwa menurut Pemohon Banding, meskipun Pihak Terbanding

diberikan wewenang untuk menentukan kembali besarnya

penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal

untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib

Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak

lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak

dipengaruhi oleh hubungan istimewa, penentuan tersebut seharusnya

tetap mengacu kepada Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-

01/PJ.7/1993 Tanggal 9 Maret 1993 tentang Pedoman Pemeriksaan

Pajak Terhadap Wajib Pajak Yang Mempunyai Hubungan Istimewa

dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-04/PJ.07/1993

tentang Petunjuk Penanganan Kasus-kasus Transfer Pricing dan

bukan pendapat subyektif semata.

bahwa disamping ketidakjelasan latar belakang pembagian

pembobotan 50 : 50 atas analisa fungsi, asset dan resiko, menurut

Pemohon Banding penggunaan metode profit split yang diterapkan

Pihak Terbanding juga tidak tepat. Dengan demikian, penentuan

kembali besarnya penghasilan dan pengurangan untuk menghitung

besarnya Penghasilan Kena Pajak yang diterapkan kepada Pemohon

Banding menjadi tidak berdasar dan seharusnya dibatalkan karena

alasan-alasan sebagai berikut :

A. Panduan Transfer Pricing dari OECD

bahwa mengingat peraturan perpajakan Indonesia belum mengatur

panduan atas metode keuntungan transaksional ("transactional profit

method") dalam penentuan harga wajar dan penerapan prinsip

kewajaran ("arm's length" principle) dalam transaksi antara pihak-

pihak yang memiliki hubungan istimewa, maka yang harus menjadi

acuan adalah ketentuan dan panduan yang diterbitkan oleh

Organization for Economic Cooperation and Development

("OECD"). OECD telah mengeluarkan panduan terkait Transfer

Pricing, yaitu OECD Transfer Pricing Guidelines for Multinational

Enterprises and Tax Administrations ("OECD TP Guidelines") yang

Page 15: Transfer Pricing PT PFU Technology Indonesia

diubah dan direvisi secara teratur, dan terakhir adalah versi 2009.

Berikut adalah penjelasan atas beberapa ketentuan terkait pengetian

umum, kelemahan, dan aplikasi/penerapan dari salah satu metode

keuntungan transaksional yaitu Profit Split.

B. Penjelasan Umum ("general") atas Metode Keuntungan

Transaksional

Paragraph 3.2 dari OECD TP Guidelienes memberikan panduan

umum atas pengertian dari metode keuntungan transaksional:

"3.2 A transactional profit method examines the profits that arise

from particular controlled transactions. The transactional profit

methods for purposes of these Guidelines are the profit split method

and the transactional net margin method. It is unusual to find

enterprises entering into transactions in which profit is a condition

"made or imposed" in the transactions. In fact, enterprises rarely if

ever use a transactional profit method to establish their prices.

Nonetheless, profit arising from a controlled transaction can be a

relevant indicator of whether the transaction was affected by

conditions that differ from those that would have been made by

independent enterprises in otherwise comparable circumstances.

Thus, in those exceptional cases in which the complexities of real life

business put practical difficulties in the way of the application of the

traditional transaction methods and provided all the safeguards set

out in this chapter are observed, application of the transactional

profit methods (profit split and transactional net margin method)

may provide an approximation of transfer pricing in a manner

consistent with the arm's length principle. However, the

transactional profit methods may not be applied automatically

simply because there is a difficulty in obtaining data. The same

factors that led to the conclusion that it was not possible to reliably

apply a traditional transaction method must be reconsidered when

evaluating the reliability of a transactional profit method. Rather,

the reliability of a method should be assessed taking into account the

principles discussed in this Report, including the extent and the

reliability of adjustments to the data used."

bahwa paragraph 3.2 diatas menjelaskan bahwa metode keuntungan

transaksional adalah metode yang memeriksa keuntungan yang

timbul dari transaksi-transaksi antara pihak-pihak yang memiliki

hubungan istimewa yang "khusus", dimana metode keuntungan

transaksional terdiri dari 2 jenis yaitu (1) metode "profit split", dan

(2) metode "transactional net margin method (TNMM)". Dalam

kenyataannya, perusahaan-perusahaan jarang, atau bahkan tidak

pernah, menggunakan metode keuntungan transaksional untuk

menentukan harga jual mereka. Maka kompleksitas dari "real-life

business" memberikan kesulitan praktis dalam aplikasi dari metode

keuntungan transaksional ini. Metode ini juga tidak dapat secara

otomatis diterapkan karena kesulitan dalam mencari data-data untuk

menerapkan metode lain yaitu metode "traditional transaction

method" yang memang harus dipertimbangkan terlebih dahulu

sebelum metode ini. Apabila diambil kesimpulan bahwa metode

"traditional transaction method" tidak mungkin untuk dipakai, maka

penerapan dari metode ini juga perlu di-evaluasi ulang untuk

menentukan reliabilitasnya.

Page 16: Transfer Pricing PT PFU Technology Indonesia

Selanjutnya paragraph 3.3 dari OECD TP Guidelines juga

menjelaskan kaitan penggunaan metode keuntungan transaksional

dengan article 9 dari OECD Model Tax Convention:

"3.3 Methods that are based on profits can be accepted only insofar

as they are compatible with Article 9 of the OECD Model Tax

Convention, especially with regard to comparability. This is

achieved by applying the methods in a manner that approximates

arm's length pricing, which requires that the profits arising from

particular controlled transactions be compared to the profits arising

from comparable transactions between independent enterprises."

bahwa sesuai paragraph 3.3. diatas, metode keuntungan

transaksional hanya dapat diterima apabila metode tersebut sejalan

dengan Article 9 dari OECD Model Tax Convention terutama

menyangkut kesebandingan (comparability). Metode keuntungan

transaksional ini digunakan dengan membandingkan antara transaksi

antara pihak dengan hubungan istimewa (yang sedang diuji) dengan

tingkat keuntungan yang timbul dari transaksi sejenis dan sebanding

(comparable) antara pihak-pihak independent;

Syarat-syarat Tertentu yang Berbeda Dengan Perusahaan-perusahaan

Independen

bahwa terkait dengan paragraph 3.3. dari OECD TP Guidelines

diatas, perlu Pemohon Banding tambahkan bahwa Pemeriksa tidak

mengungkapkan "a condition imposed" di dalam koreksinya.

Koreksi yang dilakukan oleh Pihak Terbanding menyangkut

transaksi antara SIIX Singapore Pte. Ltd, perusahaan yang

berdomisili di Singapura dan Pemohon Banding, perusahaan yang

berdomisili di Indonesia. Oleh karena itu maka perlakuan pajak

terhadap transaksi tersebut harus merujuk kepada Persetujuan

Penghindaran Pajak Berganda (P3B) Indonesia-Singapura. Transaksi

antara kedua perusahaan tersebut adalah transaksi antara dua pihak

yang mempunyai hubungan istimewa, oleh karena itu ketentuan

Article 9 dijadikan rujukan. Article 9 dari P3B dimaksud berbunyi

sebagai berikut:

Article 9

Associated Enterprises

Where:

a) an enterprise of a Contracting State participates directly or

indirectly in the management, control or capital of an enterprise

of the other Contracting State, or

b) the same persons participate directly or indirectly in the

management, control or capital of an enterprise of a Contracting

State and an enterprise of the other Contracting State.

and in either case conditions are made or imposed between the two

enterprises in their commercial or financial relations which differ

from those which would be made between independent enterprises,

any profits which would, but for those conditions, have accrued to

one of the enterprises, but, by reason of those conditions, have not so

accrued, may be included in the profits of that enterprise and taxed

accordingly.

Page 17: Transfer Pricing PT PFU Technology Indonesia

bahwa ketentuan article 9 dari P3B di atas mengatur bahwa bila

terjadi transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan

istimewa, dan dalam transaksi tersebut terdapat syarat-syarat tertentu

yang berbeda dengan yang berlaku umum, maka transaksi tersebut

dapat dikoreksi. Perlu Pemohon Banding garis bawahi disini bahwa

Article 9 dari P3B diatas mengatur bahwa koreksi atas transaksi

antar dua pihak yang mempunyai hubungan istimewa hanya dapat

dilakukan bila "conditions are made or imposed between the two

enterprises in their commercial or financial relations which differ

from those which would be made between independent enterprises".

bahwa dalam hubungan ini, Pihak Terbanding tidak mengungkapkan

bahwa dalam transaksi antara kedua perusahaan telah diciptakan

syarat-syarat tertentu yang berbeda dengan yang berlaku bagi

perusahaan-perusahaan yang independen. Pihak Terbanding

melakukan koreksi hanya berdasarkan fakta bahwa transaksi

dimaksud dilakukan antara pihak yang mempunyai hubungan

istimewa.

bahwa selanjutnya, paragraph 3.4 dari OECD TP Guidelines

menjelaskan lebih jauh tentang penerapan dari metode keuntungan

transaksional:

"3.4 In no case should transactional profit methods be used so as to

result in over-taxing enterprises mainly because they make profits

lower than the average, or in under-taxing enterprises that make

higher than average profits. There is no justification under the arm's

length principle for imposing additional tax on enterprises that are

less successful than average when the reason for their lack of

success is attributable to commercial factors."

bahwa paragraph 3.4 diatas mengatur bahwa metode keuntungan

transaksional tidak dapat diterapkan begitu saja yang mengakibatkan

pengenaan pajak yang berlebih (over-taxing) terhadap perusahaan-

perusahaan yang dianggap menerima keuntungan lebih rendah dari

rata-rata, atau sebaliknya pengenaan pajak terlalu rendah (under-

taxing) terhadap perusahan-perusahaan lain yang dianggap

menerima keuntungan lebih tinggi dari rata-rata. Tidak dapat

dibenarkan apabila pihak otoritas mengenakan tambahan pajak

terhadap perusahaan-perusahaan yang kurang berhasil dibandingkan

rata-rata padahal sebenarnya hal tersebut disebabkan karena faktor

komersial.

C. Penjelasan Umum ("general") atas Metode Profit Split

bahwa seperti dijelaskan diatas, metode keuntungan transaksional

terdiri dari 2 jenis yaitu metode profit split dan metode TNMM.

Khusus untuk metode Profit Split, paragraph 3.5 dari OECD

Guidelines memberikan penjelasan umum berikut:

"3.5 Where transactions are very interrelated it might be that they

cannot be evaluated on a separate basis. Under similar

circumstances, independent enterprises might decide to set up a form

of partnership and agree to a form of profit split. Accordingly, the

profit split method seeks to eliminate the effect on profits of special

conditions made or imposed in a controlled transaction (or in

Page 18: Transfer Pricing PT PFU Technology Indonesia

controlled transactions that are appropriate to aggregate under the

principles of Chapter I) by determining the division of profits that

independent enterprises would have expected to realise from

engaging in the transaction or transactions. The profit split method

first identifies the profit to be split for the associated enterprises

from the controlled transactions in which the associated enterprises

are engaged. It then splits those profits between the associated

enterprises on an economically valid basis that approximates the

division of profits that would have been anticipated and reflected in

an agreement made at arm's length. The combined profit may be the

total profit from the transactions or a residual profit intended to

represent the profit that cannot readily be assigned to one of the

parties, such as the profit arising from high-value, sometimes

unique, intangibles. The contribution of each enterprise is based

upon a functional analysis as described in Chapter I, and valued to

the extent possible by any available reliable external market data.

The functional analysis is an analysis of the functions performed

(taking into account assets used and risks assumed) by each

enterprise. The external market criteria may include, for example,

profit split percentages or returns observed among independent

enterprises with comparable functions. Subsection c) of this Section

provides guidance for applying the profit split method."

bahwa paragraph 3.5 diatas menjelaskan bahwa metode profit split

secara umum diterapkan untuk transaksi yang sangat berhubungan

(inter-related) yang tidak dapat di-evaluasi secara terpisah. Metode

profit split ini biasanya diterapkan terhadap perusahaan-perusahaan

elektronik yang sarat dengan inovasi, dimana transaksinya begitu

"interrelated" (saling terkait satu dengan lainnya) sehingga tidak

dapat diuji atau di-evaluasi secara terpisah. Dalam mementukan

pembagian (split) dari keuntungan (profit) itu sendiri, harus

dipertimbangkan besarnya kontribusi dari tiap pihak/entitas, serta

(diantaranya) besarnya pengeluaran R&D, dan manufacturing costs

dari tiap pihak.

Ada 2 langkah dalam penerapan metode ini, yaitu :

1) identifikasi atas keuntungan (profit) untuk dibagikan (di-split)

kepada tiap entitas dari traksaksi-transaksi antara pihak-pihak

dengan hubungan istimewa, dan

2) kemudian, membagi profit di antara pihak-pihak tersebut atas

dasar ekonomis yang valid ("economically valid basis") yang

dapat secara akurat mengukur pembagian keuntungan yang

terjadi untuk transaksi sejenis di antara pihak-pihak

independent.

bahwa total keuntungan yang akan dibagi tersebut dapat berupa total

keuntungan ("combined profit") dari hasil transaksi keseluruhan

ataupun keuntungan yang tersisa ("residual profit") yang mewakili

keuntungan sisa yang tidak dapat secara mudah dibagi kepada para

pihak terkait disebabkan, contohnya karena adanya "intangible" yang

bernilai tinggi dan unik. Sementara kontribusi dari masing-masing

pihak (entitas) juga harus didasarkan kepada hasil analisa fungsional

yang dinilai atau dilihat "value" nya (analisa fungsional adalah suatu

analisa atas fungsi-fungsi yang dilakukan (mempertimbangkan

aktiva-aktiva yang dipakai, dan resiko-resiko yang ditanggung) oleh

tiap pihak/entitas yang terlibat. Kontribusi dari masing-masing pihak

Page 19: Transfer Pricing PT PFU Technology Indonesia

tersebut juga, sedapat mungkin, harus berdasarkan data-data di

"market" yang dapat diandalkan (contohnya tingkat pembagian

keuntungan atau pembagian pengembalian (return) dari pihak-pihak

independen dengan fungsi-fungsi yang sebanding).

D. Kesimpulan OECD TP Guidelines atas Metode Keuntungan

Transaksional

Conclusions on transactional profit methods

3.49 Traditional transaction methods are to be preferred over

transactional profit methods as a means of establishing whether a

transfer price is at arm's length, i.e. whether there is a special

condition affecting the level of profits between associated

enterprises. To date, practical experience has shown that in the

majority of cases, it is possible to apply traditional transaction

methods.

3.50 There are, however, cases where traditional transaction

methods cannot be reliably applied alone or exceptionally cannot be

applied at all. These would be considered cases of last resorf. Such

cases arise only where there is insufficient data on uncontrolled

transactions (possibly because of uncooperative behaviour on the

part of the taxpayer relative to these Guidelines), or where such data

are considered unreliable, or due to the nature of the business

situation. In such cases of last resorf, practical considerations may

suggest application of a transactional profit method either in

conjunction with traditional transaction methods or on its own.

However, even in a case of last resorf, it would be inappropriate to

automatically apply a transactional profit method without first

considering the reliability of that method. See in particular

paragraphs 3.9 and 3.31. The same factors that led to the conclusion

that it was not possible to reliably apply a traditional transaction

method must be reconsidered when evaluating the reliability of a

transactional profit method. Thus, if it is necessary to aggregate

transactions to apply a transactional profit method and if it is

possible to aggregate the same transactions and apply a traditional

transaction method, the effect of such aggregation on the reliability

of both methods must be considered. Therefore, for the reasons set

out in this Report and particularly those in paragraphs 3.52-3.57

below, as a general matter the use of transactional profit methods is

discouraged.

3.51 A transactional profit method also may be used in cases where

application of the method is agreed to be appropriate by the

associated enterprises affected by the transactions and by the tax

administrations in the jurisdictions of those associated enterprises.

Transactional profit methods may also provide a useful means of

identifying cases that may require further investigation.

3.52 In most countries the application of transactional profit

methods has been limited to the profit split method, the use of which

has not been frequent and has taken place largely in bilateral

agreement procedures -- situations where the risk of unrelieved

double taxation is minimal. Very few countries have much

experience in the application of the transactional net margin method

Page 20: Transfer Pricing PT PFU Technology Indonesia

and most consider it experimental and therefore prefer to use the

profit split method in cases of last resorf.

3.56 In all cases, considerable caution must be used to determine

whether a transactional profit method as applied to a particular

aspect of a case can produce an arm's length answer, either in

conjunction with a traditional transaction method or on its own (see

paragraph 3.50). The question ultimately can be resolved only on a

case-by-case basis taking into account the strengths and weaknesses

set forth above for a particular transactional profit method to be

applied. In addition, these conclusions assume that countries will

have a certain degree of sophistication in their underlying tax

systems before applying these methods. Consequently, transactional

profit methods should never be used by tax administrations if they do

not yet have the necessary institutional legal framework to ensure

that the proper precautions are taken. This would include the

existence of an effective administrative appeals mechanism. The

Committee on Fiscal Affairs intends to engage the major non-

member countries in a dialogue on the application of the principles

and methods set out in this Report and any revisions hereto.

bahwa di paragraph 3.49 diatas, pada prinsipnya, metode tradisional

(Comparable Uncontrolled Price, Resale Price dan Cost-Plus

methods) harus diutamakan daripada metode keuntungan

transaksional dalam menguji kewajaran harga. OECD TP Guidelines

menyarankan bahwa, dalam kasus-kasus pada umumnya, metode

tradisional tersebut masing dapat diaplikasikan. Namun, disebutkan

di paragraph 3.50, bahwa dalam kasus-kasus tertentu, metode

tradisional tidak dapat dipakai sendiri atau bahkan tidak dapat

dipakai sama sekali, sehingga kita dapat beralih kepada metode

keuntungan transaksional. Hal ini disebut "case of last resorf", yang

mungkin timbul, di antaranya, karena data-data yang tidak cukup

valid, atau data cukup tapi tidak dapat diandalkan, atau karena sifat

dari situasi bisnis itu sendiri. Akan tetapi, dalam menerapkan metode

keuntungan transaksional, perlu benar-benar dipertimbangkan

kendalan/reliabilitas dari metode itu sendiri, dimana secara umum,

penggunaan metode keuntungan transaksional tidak disarankan.

Paragraph 3.51 menyebutkan bahwa metode keuntungan

transaksional dapat dipakai apabila penggunaannya telah disepakati

oleh pihak wajib pajak dan pihak administrasi pajak (fiskus). Di

beberapa Negara, metode keuntungan transaksional terbatas kepada

metode profit split yang mana penggunaannya pun masih sangat

jarang dan hanya didasarkan kepada perjanjian prosedur "bilateral

agreement", seperti disebutkan di paragraph 3.52 diatas.

bahwa paragraph 3.56 diatas menyarankan bahwa (diantaranya),

penggunaan metode keuntungan transaksional harus digunakan

(apabila memang dapat digunakan) dengan hati-hati dan

mempertimbangkan keunggulan dan kelemahan yang ada.

Penggunaan metode ini juga harus dilakukan oleh suatu otoritas

dengan sistem perpajakan yang sudah cukup maju dan canggih

(sophisticated), dan pihak otoritas tidak dapat memaksakan

penggunaan metode ini apabila belum memiliki "legal framework"

yang cukup baik, diantaranya mekanisme administrasi litigasi

sengketa pajak yang cukup baik.

Page 21: Transfer Pricing PT PFU Technology Indonesia

Kesalahan Metode Profit Split Oleh Pihak Terbanding

Berdasarkan penjelasan diatas ada beberapa hal yang perlu

dipertimbangkan dalam penggunaan metode profit split menurut

OECD TP Guidelines:

bahwa belum ada ketentuan perpajakan Indonesia yang mengatur

secara jelas mengenai metode keuntungan transaksional dalam

menentukan harga wajar yang dianggap oleh Pihak Terbanding

sebagai dasar penentuan penggunaan metode residual profit split.

Salah satu aturan yang pernah dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal

Pajak (Dirjen Pajak) adalah Keputusan Direktur Jenderal Pajak

Nomor KEP-01/PJ/1993 tanggal 9 Maret 1993 tentang Pedoman

Pemeriksaan Pajak untuk Wajib Pajak Yang Memiliki Hubungan

Istimewa, namun aturan inipun tidak menjelaskan lebih rinci

mengenai metode keuntungan transaksional.

bahwa karena belum adanya ketentuan yang jelas tersebut, kita

seharusnya mengacu kepada OECD TP Guidelines, yang mengatur

bahwa metode keuntungan transaksional baru dapat digunakan

apabila tidak ada metode tradisional yang dapat diterapkan (sebagai

pilihan terakhir).

bahwa metode profit split sebagai salah satu metode penentuan laba

transaksional harus diterapkan setelah metode tradisional (yaitu

Comparable Uncontrolled Price, Resale Price dan Cost Plus

methods) telah dianalisa dan ternyata tidak dapat diterapkan,

sehingga metode ini dijadikan pilihan terakhir ("last resorf"). Metode

profit split hanya dapat digunakan untuk kasus-kasus tertentu seperti

untuk transaksi-transaksi yang sangat "inter-related" sehingga tidak

dapat dievaluasi secara terpisah, contohnya: transaksi perusahaan

elektronik yang sarat teknologi dan inovasi.

bahwa metode profit split ini diterapkan dengan menggabungkan

seluruh keuntungan yang didapatkan dari seluruh transaksi terkait,

dan kemudian membagi atau mengalokasikan keuntungan gabungan

tersebut dengan basis ekonomi yang valid ("economically valid

basis"). Basis ekonomi yang valid dapat dinilai dari kontribusi

masing-masing pihak yang terlibat (dapat dilihat dari fungsi yang

dilakukan, asset yang digunakan dan resiko yang ditanggung), dan

sesuai dengan kondisi yang wajar antar pihak-pihak independen

(diuji dengan "independent benchmark" atau "external market data").

Alokasi dari keuntungan sesuai dengan kontribusi dari tiap pihak

terlibat dapat menjadi hal yang subyektif, terutama apabila tidak ada

data pembanding yang independent.

bahwa metode keuntungan transaksional, terutama metode profit

split, harus diterapkan dengan hati-hati. Prinsip utamanya adalah

metode keuntungan transaksional adalah pilihan akhir setelah

metode tradisional tidak dapat diterapkan. Selain itu, metode profit

split juga perlu diuji keandalan (realibilitas)-nya dan hanya dapat

diterapkan oleh otoritas pajak yang sudah memiliki sistem

perpajakan yang cukup matang, dengan mekanisme sengketa

perpajakan yang cukup baik.

Page 22: Transfer Pricing PT PFU Technology Indonesia

Kesimpulan Oleh Pemohon Banding

Berdasarkan hal-hal diatas, terdapat beberapa kesalahan fatal yang

dilakukan oleh pihak Terbanding dalam menerapkan metode"profit-

split" yaitu:

bahwa pihak Terbanding tidak mempertimbangkan penerapan

metode tradisional terlebih dahulu, namun langsung berkesimpulan

untuk menerapkan metode profit split hanya dengan alasan terdapat

hubungan istimewa antara Pemohon Banding dengan SIIX

Singapore Pte Ltd.

bahwa pihak Terbanding tidak memperhitungkan kontribusi dari

masing-masing pihak, serta adanya perbedaan fungsi dan resiko yang

ditanggung masing-masing pihak yang memiliki hubungan istimewa

(Pemohon Banding dan SIIX Singapore Pte Ltd).

bahwa penerapan metode profit split dari Pihak Terbanding juga

tidak sesuai dengan prinsip-prinsip dari OECD TP Guidelines. Pihak

Terbanding tidak mempertimbangkan adanya suatu basis ekonomi

yang valid ("economically valid basis") dalam mengalokasikan

seluruh tingkat kentungan dari seluruh transaksi. Alokasi total profit

harus berdasarkan suatu basis ekonomi tertentu yaitu sesuai

kontribusi masing-masing pihak berdasarkan suatu analisa

fungsional (analisa atas aktiva yang dipakai, fungsi yang dilakukan

dan resiko yang ditanggung). Pihak Terbanding belum

memperhitungkan kontribusi dari masing-masing pihak dalam

menentukan harga wajar, serta adanya perbedaan fungsi dan resiko

yang ditanggung masing-masing pihak yang memiliki hubungan

istimewa (yaitu Pemohon Banding dan SIIX Singapore Pte Ltd). Di

samping itu, pihak Terbanding juga belum membandingkan alokasi

keuntungan tersebut dengan acuan (referensi) kepada transaksi

sebanding antara pihak-pihak yang independen seperti yang

disarankan oleh OECD TP Guidelines dan juga berdasarkan Article

9 dari OECD Model Tax Convention dan Article 9 dari P3B antara

Indonesia dan Singapura.

bahwa penerapan metode keuntungan transaksional khususnya profit

split juga harus memperhitungkan reliabilitas dari penerapan metode

itu sendiri, dan ini tidak semudah hanya membagi 50% dan total

profit dari SIIX Singapore Pte Ltd seperti yang dilakukan oleh Pihak

Terbanding. Dengan ini dapat dilihat penerapan alokasi 50% seperti

yang dilakukan oleh Pihak Terbanding tidak memiliki dasar dan

analisa yang memadai dan juga tidak sesuai dengan OECD TP

Guidelines.

bahwa berdasarkan pada penjelasan, Pemohon Banding juga ingin

menanggapi tanggapan pihak Terbanding yang menyatakan bahwa

dalam menerapkan harga transfer, pihak Terbanding telah

menerapkan sejumlah metode tradisional secara hirarkis sebelum

menerapkan metode profit split. Padahal, pada kenyataannya, tidak

ada kertas kerja maupun penjelasan terkait yang tercantum dalam

surat pemberitahuan pemeriksaan yang menjelaskan adanya

pertimbangan Pemeriksa dalam menggunakan metode tradisional

sebelum menentukan pemilihan metode profit split. Dengan

demikian, pernyataan pihak Terbanding yang telah memperhatikan

Page 23: Transfer Pricing PT PFU Technology Indonesia

metode tradisional secara hirarkis sebelum menerapkan metode

transaksional profit split sesungguhnya tidak terbukti.

bahwa pendapat pihak Terbanding yang menyatakan bahwa metode

pembagian laba (Profit Split Method) dengan menggunakan dasar

yang dapat diterima secara ekonomi yang memberikan perkiraan

pembagian laba yang selayaknya akan terjadi sesungguhnya tidak

tepat. Hal ini dikarenakan pembagian laba tidak dapat semata-mata

didasarkan pada dasar yang dapat diterima secara ekonomi tetapi

juga didasarkan pada basis ekonomi yang valid, seperti kontribusi

masing-masing pihak yang terlibat dan sesuai dengan kondisi yang

wajar antar pihak-pihak yang independen.

Kesimpulan Pemohon Banding Atas Tanggapan Tertulis Pihak

Terbanding.

bahwa berdasarkan hal-hal diatas, terdapat beberapa kesalahan fatal

yang dilakukan oleh pihak Terbanding dalam menerapkan

metode”profit-split” yaitu:

bahwa koreksi positif atas peredaran usaha yang diterapkan Pihak

Terbanding tidak didasarkan pada analisa yang memadai (tidak ada

angka pembanding yang layak/wajar digunakan) tetapi lebih

berdasarkan unsur subyektif Pihak Terbanding sendiri.

bahwa belum begitu banyak sosialisasi mengenai penerapan metode

penentuan harga wajar yang harus dilaporkan dalam SPT PPh Badan

Tahun Pajak 2005, sehingga Pemohon Banding memilih isian

metode lainnya karena alasan tidak mengerti maksud dari metode

yang ada dan bukan bermaksud untuk tidak menunjukkan suatu

perhitungan sesuai dengan Lampiran 3b SPT PPh Badan.

bahwa dengan sistem self assessment, SPT yang dilaporkan oleh

Wajib Pajak harus dianggap benar sampai kemudian dibuktikan

salah oleh Pihak Direktorat Jenderal Pajak (DJP) berdasarkan Pasal

12 Undang-undang KUP. Koreksi Pihak Terbanding yang tidak

didasarkan pada analisa yang memadai mengindikasikan bahwa

pembuktian SPT yang dilaporkan Wajib Pajak adalah tidak benar,

sesungguhnya belum dapat dibuktikan. Dengan demikian, pelaporan

SPT oleh Wajib Pajak tersebut seharusnya dianggap benar dan

koreksi Pihak Terbanding seharusnya dibatalkan.

bahwa belum ada kewajiban maupun petunjuk bagi Pemohon

Banding untuk membuktikan maupun menunjukkan kewajaran

transaksi hubungan istimewa, sehingga Pemohon Banding tidak

memiliki petunjuk mengenai pembuktian seperti apa yang

diharapkan oleh Pihak Terbanding. Disatu sisi, penerapan metode

tradisional tidak bisa diterapkan karena alasan keunikan produk,

tidak ada produk yang dijual kepada pihak ketiga maupun mencari

data pembanding yang memiliki kondisi yang sama dengan kondisi

yang dimiliki pihak ketiga. Disisi lain, penerapan metode

transaksional seperti metode profit split yang diterapkan Pemeriksa

juga tidak tepat diterapkan karena tidak adanya biaya penelitian dan

pengembangan (research and development) yang terjadi di SEI.

Padahal biaya penelitian dan pengembangan merupakan salah satu

Page 24: Transfer Pricing PT PFU Technology Indonesia

ukuran untuk menentukan kontribusi dari tiap pihak/entitas yang

sangat berhubungan dalam menerapkan metode profit split.

bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis diketahui Pemohon Banding

adalah perusahaan Penanaman Modal Asing yang bergerak dalam

bidang Sub Assy dan Komponen elektronika yang sahamnya dimiliki

oleh Siix Singapore Pte. Ltd. (99,99%) dan Masae Okada ( 0,01%).

bahwa berdasarkan fungsi Pemohon Banding terhadap Siix

Singapore Pte. Ltd. diketahui Pemohon Banding hanya

melaksanakan fungsi produksi barang jadi berdasarkan pesanan dari

Siix Singapore Pte. Ltd. yang terdiri dari rencana produksi, prosedur

desain manufaktur, pelatihan karyawan produksi, manufaktur,

kontrol kualitas, serta manajemen penyimpanan dan persediaaan

sedangkan Siix Singapore Pte. Ltd. Melaksanakan fungsi pemilihan

supplier bahan baku, penentuan kualitas bahan baku, negosiasi harga

beli bahan baku, juga melaksanakan fungsi pemasaran dan penjualan.

bahwa dengan demikian transaksi ini memang memenuhi kriteria

sebagai transaksi yang terjadi antara dua pihak yang mempunyai

Hubungan Istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan

sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor

17 Tahun 2000.

bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis diketahui bahwa koreksi

dilakukan oleh Terbanding pada koreksi positif Peredaran Usaha

sebesar USD 579,348.00 yang bersumber dari analisa transfer pricing

dengan metode Profit Split berdasarkan Pasal 18 ayat (3) Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan

sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor

17 Tahun 2000 yang mengatur tentang perlakuan terhadap transaksi

terkait adanya Hubungan Istimewa.

bahwa berdasarkan kuasa pasal tersebut Peredaran Usaha dikoreksi

dan Terbanding menghitung Peredaran Usaha yang wajar dengan

metode Profit Split sehingga Peredaran Usaha menurut Terbanding

adalah sebesar USD 60,363,796.00.

bahwa menurut Majelis, belum ada ketentuan dalam perpajakan

Indonesia yang menyatakan secara jelas mengenai metode

keuntungan transaksional dalam menentukan harga wajar sebagai

dasar penentuan penggunaan metode residual profit split, sehingga

acuan dalam menggunakan metode keuntungan transaksional harus

mengacu kepada acuan yang diterapkan secara internasional, yaitu

OECD Transfer Pricing Guidelines For Multinational Enterprises

and Tax Administrations.

bahwa Article 9 dari Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda

(P3B) Indonesia-Singapura berbunyi sebagai berikut:

Page 25: Transfer Pricing PT PFU Technology Indonesia

Article 9

Associated Enterprises

Where:

a. an enterprise of a Contracting State participates directly or

indirectly in the management, control or capital of an enterprise

of the other Contracting State, or

b. the same persons participate directly or indirectly in the

management, control or capital of an enterprise of a Contracting

State and an enterprise of the other Contracting State.

and in either case conditions are made or imposed between two

enterprises in their commercial or financial relations which differ

from those which would be made between independent enterprises,

any profits which would, but for those conditions, have accrued to

one of the enterprises, but, by reason of those conditions, have not so

accrued, may be included in the profits of that enterprise and taxed

accordingly.

bahwa berdasarkan paragraf 3.5 OECD Transfer Pricing Guidelines

For Multinational Enterprises and Tax Administrations, disebutkan

bahwa Where transactions are very interrelated it might be that they

cannot be evaluated on a separate basis. Under similar

circumstances, independent enterprises might decide to set up a form

of partnership and agree to a form of profit split. Accordingly, the

profit split method seeks to eliminate the effect on profits of special

conditions made or imposed in a controlled transaction (or in

controlled transactions that are appropriate to aggregate under the

principles of Chapter I) by determining the division of profits that

independent enterprises would have expected to realise from

engaging in the transaction or transactions. The profit split method

first identifies the profit to be split for the associated enterprises

from the controlled transactions in which the associated enterprises

are engaged. It then splits those profits between the associated

enterprises on an economically valid basis that approximates the

division of profits that would have been anticipated and reflected in

an agreement made at arm's length. The combined profit may be the

total profit from the transactions or a residual profit intended to

represent the profit that cannot readily be assigned to one of the

parties, such as the profit arising from high-value, sometimes

unique, intangibles. The contribution of each enterprise is based

upon a functional analysis as described in Chapter I, and valued to

the extent possible by any available reliable external market data.

The functional analysis is an analysis of the functions performed

(taking into account assets used and risks assumed) by each

enterprise. The external market criteria may include, for example,

profit split percentages or returns observed among independent

enterprises with comparable functions. Subsection c) of this Section

provides guidance for applying the profit split method."

bahwa berdasarkan keterangan tersebut, dapat dipahami bahwa profit

split dilakukan dengan mengidentifikasi terlebih dahulu total profit

(profit gabungan atau residual profit) yang akan dibagikan kepada

masing-masing pihak yang memiliki hubungan istimewa sesuai

dengan kontribusi berdasarkan analisa fungsional.

Page 26: Transfer Pricing PT PFU Technology Indonesia

bahwa Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-

04/PJ.7/1993 tanggal 09 Maret 1993 tentang Petunjuk Penanganan

Kasus-kasus Transfer Pricing, menyebutkan:

Hubungan istimewa antara Wajib Pajak Badan dapat terjadi karena

pemilikan atau penguasaan modal saham suatu badan oleh badan

lainnya sebanyak 25% atau lebih, atau antara beberapa badan yang

25% atau lebih sahamnya dimiliki oleh suatu badan.

… Hubungan istimewa dimaksud dapat mengakibatkan kekurang-

wajaran harga, biaya atau imbalan lain yang direalisasikan dalam

suatu transaksi usaha;

Secara universal transaksi antar Wajib Pajak yang mempunyai

hubungan istimewa tersebut dikenal dengan istilah transfer pricing.

Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya pengalihan penghasilan atau

dasar pengenaan pajak dan/atau biaya dari satu Wajib Pajak ke

Wajib Pajak lainnya, yang dapat direkayasa untuk menekan

keseluruhan jumlah pajak terhutang atas Wajib Pajak-Wajib Pajak

yang mempunyai hubungan istimewa tersebut.

Kekurang wajaran sebagaimana tersebut di atas dapat terjadi pada :

1. Harga penjualan,

2. Harga pembelian,

3. Alokasi biaya administrasi dan umum (overhead cost),

4. Pembebanan bunga atas pemberian pinjaman oleh pemegang

saham (shareholder loan),

5. Pembayaran komisi, lisensi, franchise, sewa, royalti, imbalan atas

jasa manajemen, imbalan atas jasa teknik dan imbalan atas jasa

lainnya,

6. Pembelian harta perusahaan oleh pemegang saham (pemilik) atau

pihak yang mempunyai hubungan istimewa yang lebih rendah

dari harga pasar,

7. Penjualan kepada pihak luar negeri melalui pihak ketiga yang

kurang/tidak mempunyai substansi usaha (misalnya dummy

company, letter box company atau reinvoicing center).

… Perlu ditegaskan pula bahwa Transfer Pricing dapat terjadi antar

Wajib Pajak Dalam Negeri atau antara Wajib Pajak Dalam Negeri

dengan pihak Luar Negeri, terutama yang berkedudukan di Tax

Haven Countries (Negara yang tidak memungut/memungut pajak

lebih rendah dari Indonesia). Terhadap transaksi antar Wajib Pajak

yang mempunyai hubungan istimewa tersebut, undang-undang

perpajakan kita menganut azas materiil (substance over form rule).

bahwa sesuai peraturan yang berlaku, pemeriksaan terhadap Wajib

Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dilakukan sesuai

pedoman yang telah diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak

Nomor: KEP-01/PJ.7/1993 tanggal 9 Maret 1993, tentang Pedoman

Pemeriksaan Pajak Terhadap Wajib Pajak Yang Mempunyai

Hubungan Istimewa.

bahwa berdasarkan peraturan tersebut, serta sesuai dengan

kesepakatan internasional seperti yang terdapat dalam OECD

Transfer Pricing Guidelines yang juga dijadikan pedoman oleh

Terbanding, dalam pemeriksaannya: “… Pemeriksa Pajak perlu

Page 27: Transfer Pricing PT PFU Technology Indonesia

menentukan harga yang wajar (arm’s length price) atas transaksi-

transaksi yang dapat dikelompokkan…” (Bab I Keputusan Direktur

Jenderal Pajak Nomor: KEP-01/PJ.7/1993, tanggal 9 Maret 1993).

bahwa Issue utama dalam masalah Hubungan Istimewa adalah

tentang “kewajaran” harga. Berdasarkan Keputusan Direktur

Jenderal Pajak Nomor: KEP-01/PJ.7/1993, tanggal 9 Maret 1993

tersebut, serta yang secara lebih rinci terdapat dalam OECD Transfer

Pricing Guidelines (Chapter VI : Special Considerations for

Intangible Property), penentuan harga wajar, hanya bisa dilakukan

setelah Pemeriksa Pajak melakukan berbagai langkah pengumpulan

data sampai dengan analisa faktor-faktor yang mempengaruhi

komparabilitas yang rumit, sebagaimana yang tertulis di OECD

Transfer Pricing Guidelines 2009, Para 4.7. :”….Transfer pricing

cases are fact-intensive and may involve difficult evaluations of

comparability, markets, and financial or other industry

information….”.

bahwa analisa atau evaluasi komparabilitas dimaksud meliputi

analisa mendalam tentang karakteristik barang; analisa fungsi;

analisa persyaratan dalam perjanjian; analisa kondisi ekonomi serta

analisa strategi usaha.

bahwa berdasarkan OECD Transfer Pricing Guidelines For

Multinational Enterprises and Tax Administrations (OECD), ketiga

metode yang disebutkan pertama kali dalam Keputusan Direktur

Jenderal Pajak Nomor: KEP-01/PJ.7/1993, tanggal 9 Maret 1993

dikenal sebagai metode tradisional, sedangkan metode lainnya

dikenal sebagai metode keuntungan transaksional (transactional

profit methods) yang diantaranya adalah metode profit split, yang

baru dapat diterapkan setelah metode tradisional tidak lagi dapat

diterapkan secara sendiri maupun sama sekali.

bahwa pemilihan transaksi keuntungan metode transaksional tetap

menjadi tidak tepat jika begitu saja diterapkan tanpa

memperhitungkan reliabilitas metode keuntungan transaksional itu

sendiri;

bahwa Terbanding dalam Tanggapan Tertulis Nomor : S-

4574/PJ.07/2011 tanggal 11 Juli 2011, khususnya pada bagian :

Tanggapan Terbanding, mempertanyakan berbagai hal yang justru

seharusnya dilakukan oleh Terbanding pada saat pemeriksaan

sebagai pihak yang mempermasalahkan kewajaran harga jual oleh

Pemohon Banding kepada Siix Singapore Pte Ltd.

bahwa berdasarkan data dalam berkas banding maupun yang

diserahkan dalam persidangan Terbanding tidak dapat memberikan

data perhitungan yang wajar tentang harga jual yang seharusnya

menjadi alasan untuk menyatakan harga jual Pemohon Banding tidak

wajar karena adanya hubungan istimewa sehingga Terbanding dapat

melakukan koreksi.

bahwa berdasarkan fakta yang terungkap dalam persidangan tidak

terdapat petunjuk maupun dokumen yang bisa membuktikan bahwa

Terbanding telah melaksanakan pedoman pemeriksaan yang diatur

dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-01/PJ.7/1993

Page 28: Transfer Pricing PT PFU Technology Indonesia

tanggal 9 Maret 1993 tersebut. Terbanding telah melakukan koreksi

atas koreksi positif Peredaran Usaha dengan alasan dilakukannya

koreksi Terbanding hanya didasarkan pada analisa yang sederhana

atas metode residual profit split dengan hanya mengalokasikan 50%

dari keuntungan Siix Singapore Pte Ltd.

bahwa berdasarkan data dan keterangan dalam berkas banding serta

pemeriksaan dalam persidangan Majelis berpendapat koreksi positif

Peredaran Usaha sebesar USD 579,348.00 tersebut dilakukan tidak

berdasarkan alasan yang kuat, sehingga terbukti tidak terdapat

penyalahgunaan Transfer Pricing atas kewajaran harga dalam

transaksi hubungan istimewa harga jual produk dari Pemohon

Banding kepada Siix Singapore Pte Ltd.

bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas, Majelis berkesimpulan

bahwa koreksi positif Peredaran Usaha sebesar USD 579,348.00

tidak dapat dipertahankan.

Koreksi positif Harga Pokok Penjualan sebesar USD 516,547.00

Menurut Majelis : Harga Pokok Penjualan dikoreksi positif sebesar USD 516,980.00

dengan alasan sebagai berikut :

bahwa dari Laporan Keuangan periode 1 Januari 2006 s.d 25 Januari

2006 (periode sebelum merger) yang telah diaudit oleh KAP Ernst &

Young Prasetio, Sarwoko Sandjaja diperoleh sebagai berikut:

Pembelian raw material 01/01/2006 - 25/01/2006 USD 4,441,562.00

Pemakaian raw material 01/01/2006 - 25/01/2006 USD 4,149,165.00

Persediaan akhir raw material per 25/01/2006 USD 2,087,924.00

sehingga dapat ditentukan persediaan awal raw material per 01/01/06 sebagai

berikut

Pemakaian raw material 01/01/2006 - 25/01/2006 USD 4,149,165.00

Ditambah persediaan akhir per 25/01/2006 USD 2,087,924.00

Persediaan yang siap digunakan USD 6,237,089.00

Dikurang pembelian raw material 01 /01 /2006-25/01 /2006

USD (4,441,562.00)

Persediaan awal raw material per 01/01/06 USD 1,795,527.00

bahwa berdasarkan SPT Tahunan PPh Badan dan Laporan Keuangan

tahun 2005 atas pembelian raw material selama tahun 2005 dalam

HPP sebesar USD 54,384,948.00 terdiri dari pembelian kepada

afiliasi sebesar USD 54,092,293.00 (99,46%) dan pembelian kepada

pihak ketiga hanya sebesar USD 292,655.00 (0,54%). Sementara

berdasarkan Laporan Keuangan periode 1 Januari 2006 s.d 25

Januari 2006 (periode sebelum merger) yang telah diaudit oleh KAP

Ernst & Young Prasetio, Sarwoko & Sandjaja jika memang dalam

periode 1 sd. 25 Januari 2006 terdapat pembelian dari pihak ketiga

sebesar USD 516,980.00 yang merupakan 10,42% dari total

pembelian raw material sebesar USD 4,958,541.00 (100%) maka

dapat diduga pembelian dari pihak ketiga untuk selama tahun 2005

yang hanya sebesar 0,54% dicatat terlalu rendah yang kemudian

patut diduga terdapat penjualan yang kurang dilaporkan.

Menurut Terbanding: bahwa terdapat ketidakjelasan bagaimana Pihak Terbanding

(Penelaah Keberatan) Memperoleh Persediaan Awal Raw Material

Per 1 Januari 2006 Sebesar USD 1,795,526.00.

Page 29: Transfer Pricing PT PFU Technology Indonesia

bahwa Surat Pemberitahuan Hasil Penelitian Keberatan tidak

menyatakan bagaimana Pihak Terbanding (Penelaah Keberatan)

mendapatkan nilai persediaan awal raw material per 1 Januari 2006

sebesar USD 1,795,526.00. Dengan memahami bagaimana

nampaknya Pihak Terbanding (Penelaah Keberatan)

membandingkan nilai persediaan awal raw material per 1 Januari

2006 melalui Laporan Audit per 31 Desember 2005 dan Laporan

Audit per 25 Januari 2006, menurut Pemohon Banding, Pihak

Terbanding (Penelaah Keberatan) mendapatkan nilai persediaan

awal raw material per 1 Januari 2006 sebesar USD 1,795,526.00

adalah berdasarkan sumber informasi dan formula.

bahwa berdasarkan penjelasan diatas, seharusnya dapat diketahui

bahwa tidak terdapat pencatatan yang lebih rendah atas persediaan

akhir raw material per 31 Desember 2005 dibanding pencatatan atas

persediaan awal per 1 Januari 2006. Baik persediaan akhir raw

material per 31 Desember 2005 maupun persediaan awal per 1

Januari 2006 sama-sama menggunakan nilai persediaan raw material

sebesar USD 1,278,547.00. Dengan demikian, koreksi tambahan

sebesar USD 516,547.00 yang dikenakan Pihak Terbanding

seharusnya dapat dibatalkan.

Menurut Majelis : bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis diperoleh petunjuk bahwa

Terbanding melakukan koreksi positif Harga Pokok Penjualan

sebesar USD 516,547.00 karena Harga Pokok Penjualan tahun 2005

dicatat terlalu tinggi sebesar USD 516,547.00 dengan menggunakan

pencatatan persediaan akhir raw material yang terlalu rendah

(USD 1,278,547.00) yaitu :

Nilai persediaan akhir per 31 Desember 2005 Menurut Tb USD 1,795,527.00

Nilai persediaan akhir per 31 Desember 2005 Menurut PB USD 1,278,547.00

Pencatat lebih rendah atas persediaan akhir raw material USD 516,980.00

bahwa Pemohon Banding dalam Persidangan pada intinya

menegaskan bahwa :

bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan pernyataan

Terbanding yang menyatakan bahwa berdasarkan dokumen Akta

Penggabungan diketahui bahwa tanggal efektif penggabungan adalah

25 Januari 2006. Padahal, kenyataannya Akta Penggabungan PT

PFU Technology dan PT Siix Electronics Indonesia Nomor 61 telah

ditandatangani pada tanggal 15 Desember 2005, sedangkan

Pernyataan Keputusan Rapat PT Siix Electronics Indonesia Nomor

63 tanggal 15 Desember 2005 tentang Penggabungan PT PFU

Technology dan PT Siix Electronics Indonesia baru disetujui melalui

Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik

Indonesia Nomor C-02239 HT.01.04.TH2006 dimana pada

kenyataannya Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia menyetujui

penggabungan usaha PT PFU Technology dan PT Siix Electronics

Indonesia pada tanggal 25 Januari 2006.

bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan pendapat Terbanding

yang menyatakan bahwa pembelian Pemohon Banding (PT PFU

Technology) dari pihak ketiga tidak dapat diyakini karena alasan

berdasarkan dokumen pembelian dilakukan oleh PT Siix Electronics

Indonesia.

Page 30: Transfer Pricing PT PFU Technology Indonesia

bahwa dokumen-dokumen pembelian yang dinyatakan dengan nama

PT Siix Electronics Indonesia dilakukan karena berdasarkan

Pernyataan Keputusan Rapat Nomor 63 tanggal 15 Desember 2005,

penggabungan antara PT PFU Technology dan PT Siix Electronics

Indonesia telah disetujui oleh masing-masing pemegang saham per

tanggal 15 Desember 2005 berdasarkan Pernyataan Keputusan Rapat

tersebut. Dengan demikian, penggabungan tersebut telah Pemohon

Banding umumkan kepada pihak vendor-vendor Pemohon Banding

pada bulan Desember 2005, bahwa untuk tahun yang berakhir 1

Januari 2006 menggunakan nama PT Siix Electronics Indonesia,

karena Pemohon Banding berharap bahwa Menteri Hukum dan Hak

Asasi Manusia dapat menyetujui penggabungan usaha Pemohon

Banding efektif per tanggal 1 Januari 2006, namun pada

kenyataannya persetujuan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi

Manusia baru diterbitkan pada tanggal 25 Januari 2006. Sementara

untuk keperluan akuntansi, pihak auditor Pemohon Banding

memisahkan kejadian transaksi penggabungan maupun sebelum

penggabungan berdasarkan tanggal penerbitan Keputusan Menteri

Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor C-02239

HT.01.04.TH2006 tanggal 25 Januari 2006.

bahwa meskipun pembelian dari pihak ketiga menggunakan

dokumentasi atas nama PT Siix Electronics Indonesia, namun

pembayarannya dilakukan melalui rekening koran atas nama PT

PFU Technology dan telah diteliti pada saat uji bukti dengan

Terbanding.

bahwa Pemohon Banding tidak dapat menemukan transaksi ke

“others’ sebesar USD 4,543.55 dengan rincian sebagai berikut,

sehingga Pemohon Banding setuju dengan koreksi sebesar USD

4,543.55 yang dilakukan pihak Terbanding.

No Description Invoice No Amount (USD)

1 Others 25/AP/06 129.70

2 Others 28/AP/06 3,184.66

3 Others 02/AP/06 456.67

4 Others 31/AP/06 341.22

5 Others 32/AP/06 431.30

Sub Total 4,543.55

bahwa dalam persidangan Pemohon Banding menyerahkan bukti

berupa:

- Invoice,

- Delivery Order,

- Rekap Purchase Material,

- Voucher,

- Cek/kuitansi,

- Rekening Koran,

- Laporan Keuangan,

- Akta Penggabungan.

bahwa Terbanding dalam Persidangan pada intinya menegaskan

bahwa :

bahwa berdasarkan bukti terdapat pembelian Raw material dari

pihak ketiga (non-related party).

Page 31: Transfer Pricing PT PFU Technology Indonesia

bahwa dari dokumen Akta Penggabungan diketahui bahwa tanggal

efektif penggabungan adalah tanggal 25 Januari 2006.

bahwa seluruh data Invoice dan delivery order per tanggal sebelum

merger (25 Januari 2006) menggunakan nama PT Siix Electronics

Indonesia.

bahwa Terbanding telah melihat arus uang atas pembelian Raw

material.

bahwa Pemohon Banding tidak memberikan data pembelian ke

others sebesar USD 4,543.55 (5 transaksi).

bahwa kesimpulannya pembelian Pemohon Banding (PT PFU

Technology) ke dari pihak ketiga tidak dapat diyakini, karena dari

arus dokumen pembelian dilakukan oleh PT Siix Electronics

Indonesia.

bahwa terdapat data pembelian ke others sebesar USD 4,543.55 yang

tidak didukung dengan bukti.

bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis diketahui Akta

Penggabungan PT PFU Technology Indonesia dan PT Siix

Electronics Indonesia Nomor 61 telah ditandatangani pada tanggal

15 Desember 2005, sedangkan Pernyataan Keputusan Rapat PT Siix

Electronics Indonesia Nomor 63 tanggal 15 Desember 2005 tentang

Penggabungan PT PFU Technology Indonesia dan PT Siix

Electronics Indonesia baru disetujui melalui Keputusan Menteri

Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor C-02239

HT.01.04.TH2006 pada tanggal 25 Januari 2006.

bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis atas dokumen pembelian

diketahui pembelian dari pihak ketiga menggunakan dokumentasi

atas nama PT Siix Electronics Indonesia, namun pembayarannya

dilakukan oleh PT PFU Technology Indonesia, hal ini didukung oleh

pencatatan pada Rekening Koran PT PFU Technology Indonesia dan

terbukti juga tidak terdapat double pencatatan.

bahwa berdasarkan data dan keterangan dalam berkas banding serta

pemeriksaan dalam persidangan Majelis berpendapat bahwa tidak

terdapat pencatatan yang lebih rendah atas persediaan akhir raw

material per 31 Desember 2005 dibanding pencatatan atas persediaan

awal per 1 Januari 2006. Baik persediaan akhir raw material per 31

Desember 2005 maupun persediaan awal per 1 Januari 2006 sama-

sama menggunakan nilai persediaan raw material sebesar USD

1,278,547.00.

bahwa Pemohon Banding menyatakan setuju dengan koreksi sebesar

USD 4,543.55 , karena tidak dapat menemukan transaksi ke “others’;

bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas, Majelis berkesimpulan

bahwa koreksi positif Harga Pokok Penjualan sebesar USD

512,003.45 tidak dapat dipertahankan sedangkan koreksi sebesar

USD 4,543.55 tetap dipertahankan.

Page 32: Transfer Pricing PT PFU Technology Indonesia

bahwa berdasarkan pemeriksaan dalam persidangan, Majelis

berkesimpulan untuk meninjau kembali Keputusan Terbanding

Nomor KEP-646/WPJ.02/BD.0602/2010 tanggal 31 Agustus 2010,

sehingga Penghasilan Neto dihitung kembali menjadi sebagai

berikut:

Penghasilan Neto menurut Terbanding

Koreksi positif yang tidak dapat dipertahankan

Peredaran Usaha USD579,348.00

Harga Pokok Penjualan USD512,003.45

Jumlah

Penghasilan Neto menurut Majelis

USD 4,174,646.00

USD 1.091.351.45

USD 3,083,294.55

Memperhatikan : Surat Banding Pemohon Banding, Surat Uraian Banding

Terbanding, Surat Bantahan Pemohon Banding serta hasil

pemeriksaan dan pembuktian dalam persidangan serta kesimpulan di

atas.

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan

Pajak.

2. Ketentuan perundang-undangan lainnya serta peraturan hukum

yang berlaku dan yang berkaitan dengan perkara ini.

Memutuskan : Menyatakan Mengabulkan sebagian banding Pemohon Banding

terhadap Keputusan Terbanding Nomor : KEP-

646/WPJ.02/BD.0602/2010 tanggal 31 Agustus 2010, tentang

keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak

Penghasilan Tahun Pajak 2005 Nomor: 00028/206/05/217/09

tanggal 15 Juni 2009, dan pajaknya dihitung kembali menjadi

sebagai berikut :

Penghasilan Neto USD 3,083,294.55

Kompensasi Kerugian USD 0,00

Penghasilan Kena Pajak USD 3,083,294.55

Pajak Penghasilan yang terutang USD 923,210.96

Kredit Pajak USD 914.188.00

Pajak Penghasilan yang kurang dibayar USD 9,022.96

Sanksi Adm : Bunga Pasal 13 (2) UU KUP USD 4,331.02

Jumlah yang masih harus dibayar USD 13,353.98

Page 33: Transfer Pricing PT PFU Technology Indonesia