TM IPT SKENARIO 1

20
ADLINA PUTRIANTI 1102011010 TUGAS MANDIRI SKENARIO 1 “ DEMAM SORE HARI” LI 1 DEMAM Definisi demam Demam adalah kenaikan suhu tubuh di atas normal. Bila diukur pada rektal >38°C (100,4°F), diukur pada oral >37,8°C, dan bila diukur melalui aksila >37,2°C (99°F). (Schmitt, 1984). Demam mengacu pada peningkatan suhu tubuh yang berhubungan langsung dengan tingkat sitokin pirogen yang diproduksi untuk mengatasi berbagai rangsang, misalnya terhadap toksin bakteri, peradangan, dan ransangan pirogenik lain. Bila produksi sitokin pirogen secara sistemik masih dalam batas yang dapat ditoleransi maka efeknya akan menguntungkan tubuh secara keseluruhan, tetapi bila telah melampaui batas kritis tertentu maka sitokin inimembahayakan tubuh. Batas kritis sitokin pirogen sistemik tersebut sejauh ini belum diketahui. (Sherwood, 2001). Suhu Tubuh normal: Tempat Pengukuran Rentang ; rerata suhu normal (ºC) Demam (ºC) Aksila 34.7-37.3; 36.4 37.4 Sublingual 35.5-37.5; 36.6 37.6 Rektal 36.6-37.9; 37 38 Telinga 35.7-37.5; 36.6 37.6 http://dokterblogger.wordpress.com/2011/04/20/demam-dan-pola- polanya/ Pola Demam a. Demam Septik Pada tipe ini, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat diatas normal

description

BLOK IPT

Transcript of TM IPT SKENARIO 1

Page 1: TM IPT SKENARIO 1

ADLINA PUTRIANTI

1102011010

TUGAS MANDIRI SKENARIO 1

“ DEMAM SORE HARI”

LI 1 DEMAM

Definisi demam

Demam adalah kenaikan suhu tubuh di atas normal. Bila diukur pada rektal >38°C (100,4°F), diukur pada oral >37,8°C, dan bila diukur melalui aksila >37,2°C (99°F). (Schmitt, 1984). Demam mengacu pada peningkatan suhu tubuh yang berhubungan langsung dengan tingkat sitokin pirogen yang diproduksi untuk mengatasi berbagai rangsang, misalnya terhadap toksin bakteri, peradangan, dan ransangan pirogenik lain. Bila produksi sitokin pirogen secara sistemik masih dalam batas yang dapat ditoleransi maka efeknya akan menguntungkan tubuh secara keseluruhan, tetapi bila telah melampaui batas kritis tertentu maka sitokin inimembahayakan tubuh. Batas kritis sitokin pirogen sistemik tersebut sejauh ini belum diketahui. (Sherwood, 2001).

Suhu Tubuh normal:

Tempat Pengukuran Rentang ; rerata suhu normal (ºC) Demam (ºC)Aksila 34.7-37.3; 36.4 37.4

Sublingual 35.5-37.5; 36.6 37.6Rektal 36.6-37.9; 37 38Telinga 35.7-37.5; 36.6 37.6

http://dokterblogger.wordpress.com/2011/04/20/demam-dan-pola-polanya/

Pola Demam

a. Demam SeptikPada tipe ini, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat diatas normal pada pagi hari. Jika turun hingga ke normal maka disebut demam hektik.

b. Demam SiklikPada tipe ini, kenaikan suhu badan selam beberapa hari yang diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu sepereti semula.

c. Demam KontinuDemam dengan variasi diurnal di antara 1,0-1,5ᴼF. Demam ini meliputi penyakit pneumonia tipe lobar,infeksi kuman Gram-negatif, riketsia, demam tifoid, gangguan sistem saraf pusat, tularemia, dan malaria falciparum. Demam ini ditandai oleh peningkatan suhu tubuh yang menetap dengan

Page 2: TM IPT SKENARIO 1

fluktuasi maksimal 0,4oC selama periode 24 jam. Fluktuasi diurnal suhu normal biasanya tidak terjadi atau tidak signifikan.

d. Demam remitenDemam dengan variasi normal lebar >1ᴼC, tetapi suhu terendah tidak mencapai suhu normal, ditemukan pada demam tifoid fase awal dan berbagai penyakit virus. Demam ini ditandai oleh penurunan suhu tiap hari tetapi tidak mencapai normal dengan fluktuasi melebihi 0,5 oC per 24 jam. Pola ini merupakan tipe demam yang paling sering ditemukan dalam praktek pediatri dan tidak spesifik untuk penyakit tertentu. Variasi diurnal biasanya terjadi, khususnya bila demam disebabkan oleh proses infeksi.

e. Demam intermitenDemam dengan variasi diurnal >1ᴼC, suhu terendah mencapai suhu normal misalnya endokarditis bakterialis, malaria, bruselosis. Pada demam ini suhu kembali normal setiap hari, umumnya pada pagi hari, dan puncaknya pada siang hari. Pola ini merupakan jenis demam terbanyak kedua yang ditemukan di praktek klinis.

f. Demam saddleback/pelana (bifasik)Penderita demam tinggi selama beberapa hari disusul oleh penurunan suhu, lebih kurang satu hari, lalu timbul demam tinggi kembali.

g. Demam intermiten hepatik (demam Charcot)Dengan episode demam yang sporadik, terdapat penurunan temperatur yang jelas dan kekambuhan demam. Biasanya terkait dengan kolelitiasis, ikterik, leukositosis, dan adanya tanda toksik.

h. Demam Pel-EibsteinDitandai oleh periode demam setiap minggu dan periode afebril yang sama durasinya disertai dengan berulangnya siklus.

i. Kebalikan dari pola demam diurnal (thyphus inversus)Dengan kenaikan temperatur tertinggi pada pagi hari bukan selama senja atau di awal malam.

j. Reaksi Jarisch-HerxheimerDengan peningkatan temperatur yang sangat tajam dan eksaserbasi manifestasi klinis, terjadi beberapa jam sesudah pemberian terapi penisilin pada sifilis primer atau sekunder

k. Relapsing feverRelapsing fever adalah istilah yang biasa dipakai untuk demam rekuren yang disebabkan oleh sejumlah spesies Borrelia dan ditularkan oleh kutu (louse-borne RF) atau tick (tick-borne RF). Seperti demam Pel-Epstein namun serangan demam berlangsung setiap 5-7hari.

l. Factitious fever atau self induced feverMerupakan manipulasi yang disengaja untuk memberi kesan adanya demam

m. Demam QuotidianDemam ini disebabkan oleh P. Vivax, ditandai dengan paroksisme demam yang terjadi setiap hari.

n. Demam Quotidian gandaDemam ini memiliki dua puncak dalam 12 jam (siklus 12 jam).

http://dokterblogger.wordpress.com/2011/04/20/demam-dan-pola-polanya/

Page 3: TM IPT SKENARIO 1

Etiologi demam

Demam merupakan gejala bukan suatu penyakit. Demam adalah respon

normal tubuh terhadap adanya infeksi. Infeksi adalah keadaan masuknya

mikroorganisme kedalam tubuh. Mikroorganisme tersebut dapat berupa virus,

bakteri, parasit, maupun jamur. Kebanyakan demam disebabkan oleh infeksi

virus. Demam bisa juga disebabkan oleh paparan panas yang berlebihan

(overhating), dehidrasi atau kekurangan cairan, alergi maupun dikarenakan

gangguan sistem imun

Mekanisme demam

Page 4: TM IPT SKENARIO 1

Suhu diatur dalam hipotalamus. Sebuah pemicu demam, yang disebut pirogen, menyebabkan terjadinya pelepasan prostaglandin E2 (PGE2). PGE2 kemudian mengaktifkan hipotalamus, menghasilkan respons sistemik seluruh tubuh dan menyebabkan panas serta efek untuk menstabilkan suhu tubuh dengan suhu baru.

Dalam banyak hal, hipotalamus bekerja seperti thermostat. Ketika set point dinaikkan, suhu tubuh meningkat melalui kedua generasi aktif panas dan menahan panas. Vasokonstriksi baik mengurangi kehilangan panas melalui kulit dan menyebabkan orang merasa dingin. Hati menghasilkan panas ekstra. Jika langkah ini tidak cukup untuk membuat temperatur darah di otak sesuai dengan pengaturan baru di hipotalamus, kemudian menggigil mulai untuk menggunakan gerakan otot untuk menghasilkan panas lebih banyak. Ketika berhenti demam, dan pengaturan hipotalamus ditetapkan lebih rendah, kebalikan dari proses-proses (vasodilatasi, akhir menggigil dan nonshivering produksi panas) dan berkeringat digunakan untuk mendinginkan tubuh untuk pengaturan,suhu baru yang lebih rendah.

Hal ini bertentangan dengan hipertermia, di mana setting normal tetap, dan tubuh terlalu panas melalui retensi panas yang tidak diinginkan kelebihan atau over-produksi panas. Hipertermia biasanya merupakan hasil dari lingkungan panas berlebihan (stroke panas) atau reaksi yang merugikan obat. Demam dapat dibedakan dari hipertermia oleh keadaan sekitarnya dan tanggapannya terhadap obat anti-menurunkan suhu badan.

Pirogen

Pirogen adalah zat yang menginduksi demam. Pirogen dapat berupa faktor internal (endogen) atau eksternal (eksogen). Substansi bakteri lipopolisakarida (LPS) yang ada dalam dinding sel dari beberapa bakteri adalah contoh dari pirogen eksogen. Pirogenitas dapat bervariasi, misalnya beberapa bakteri yang dikenal sebagai pirogen superantigens dapat menyebabkan demam cepat dan berbahaya. Depirogenasi dapat dicapai melalui proses filtrasi, distilasi, kromatografi, atau inaktivasi.

Endogen

Sitokin (khususnya interleukin 1) adalah bagian dari sistem imun bawaan yang diproduksi oleh sel fagosit dan dapat menyebabkan peningkatan set point thermoregulatory di hipotalamus. Contoh lain dari pirogen endogen adalah interleukin 6 (IL-6) dan faktor nekrosis tumor-alfa.

Sitokin dilepaskan dalam sirkulasi umum bermigrasi ke organ sirkumventrikular dari otak karena penyerapan lebih mudah disebabkan oleh penghalang darah-otak filtrasi karena mereka dapat mengurangi aksi. Faktor sitokin kemudian berikatan dengan reseptor endotel. Saat sitokin mengikat, jalur asam arakidonat kemudian teraktivasi.

Eksogen

Page 5: TM IPT SKENARIO 1

Salah satu mekanisme demam yang disebabkan oleh pirogen eksogen adalah LPS yang merupakan komponen dari dinding sel bakteri gram-negatif. Sebuah protein imunologi yang disebut protein lipopolisakarida (LBP) mengikat LPS. LBP-LPS kompleks kemudian mengikat reseptor CD14 di dekat makrofag. Hal tersebut menyebabkan sintesis dan pelepasan endogen dari berbagai faktor sitokin, seperti interleukin 1 (IL-1), interleukin 6 (IL-6), dan faktor nekrosis tumor-alfa. Dengan kata lain, faktor eksogen menyebabkan teraktivasinya faktor endogen.

Sekresi PGE2

Sekresi PGE2 berasal dari jalur asam arakidonat. Jalur tersebut ditengahi oleh enzim fosfolipase A2 (PLA2), siklooksigenase-2 (COX-2), dan prostaglandin sintase E2 . Enzim-enzim tersebut berada di antara proses sintesis dan pelepasan PGE2.

PGE2 merupakan mediator utama dari respon demam. Temperatur set point dari tubuh akan tetap tinggi sampai PGE2 tidak lagi diproduksi. PGE2 bekerja pada neuron di daerah preoptik anterior hipotalamus (POA) melalui reseptor prostaglandin E3 (EP3). EP3 mengekspresikan neuron di POA hipotalamus dorsomedial (DMH), rostral rafe inti pallidus di medula oblongata (rRPa), dan inti paraventrikular (PVN) dari hipotalamus. Sinyal demam dikirim ke DMH dan memimpin rRPa untuk stimulasi simpatik keluaran sistem, yang membangkitkan termogenesis non-menggigil untuk menghasilkan panas tubuh dan vasokonstriksi kulit untuk menurunkan panas yang hilang dari permukaan tubuh. Diduga bahwa persarafan dari POA ke PVN menengahi efek neuroendokrin demam melalui jalur yang melibatkan kelenjar pituitari dan berbagai organ endokrin.

Hipotalamus

Otak mengatur efektor mekanisme panas melalui sistem saraf otonom. Hal tersebut dapat terjadi karena peningkatan produksi panas oleh peningkatan aktivitas otot misalnya dengan menggigil, dan aktivitas hormon seperti epinefrin. Pencegahan dari kehilangan panas, seperti vasokonstriksi. Sistem saraf otonom juga dapat mengaktifkan jaringan adiposa coklat untuk menghasilkan panas (non-menggigil termogenesis), tapi ini tampaknya penting terutama untuk bayi. Peningkatan denyut jantung dan vasokonstriksi berkontribusi untuk meningkatkan tekanan darah pada demam.

LI 2 SALMONELLA ENTERICA

Morfologi Salmonella enterica

a. Berbentuk batang, tidak berspora, bersifat negatif pada pewarnaan Gram.b. Mudah tumbuh pada medium sederhana, misalnya garam empedu.c. Menghasikan H2S.d. Besar koloni rata-rata 2–4 mm.-Sebagian besar isolat motil dengan flagel peritrik.e. Tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob pada suhu 15–41oC (suhu pertumbuhan

optimal 37,5oC) dan pH pertumbuhan 6–8.f. Tidak dapat tumbuh dalam larutan KCN. g. Membentuk asam dan kadang-kadang gas dari glukosa dan manosah. Ukuran Salmonella bervariasi 1–3,5 µm x 0,5–0,8 µm.

Klasifikasi Salmonella enterica

Page 6: TM IPT SKENARIO 1

Berikut klasifikasi dari bakteri Salmonella :a. Kerajaan : Bacteriab. Filum : Proteobakteriac. Kelas : Gamma proteobakteriad. Ordo : Enterobakterialese. Family : Enterobakteriaceaef. Genus : Salmonellag. Spesies : Salmonella enterica, Salmonella Arizona, Salmonella typhi, Salmonella choleraesuis,

Salmonella enteritidis

Secara praktis salmonella dapat dibagi menjadi:

1. Salmonella tifoid yaitu Salmonella typhi, S.paratyphi A, B, dan C penyebab demam enteric (typhoid) pada manusia . Kelompok ini telah beradaptasi pada manusia.

2. Salmonella non-tifoid yaitu S. Dublin (sapi), S. cholera suis (babi) , S.gallinarum dan S.pullarum (unggas), S.aborius equi (kuda) dan S. aborius ovis (domba). Salmonella sp yang beradaptasi pada jenis hewan tertentu jarang menimbulkan penyakit pada manusia.

Sifat Salmonella entericaa. Host reservoar: unggas, babi, hewan pengerat, hewan ternak, binatang piaraan, dsb.b. Menghasilkan hasil positif terhadap reaksi fermentasi manitol dan sorbitol.c. Memberikan hasil negatif pada reaksi indol, DNase, fenilalanin deaminase, urease, Voges

Proskauer, reaksi fermentasi terhadap sukrosa, laktosa, dan adonitol.d. Pada agar SS, Endo, EMB, dan McConkey, koloni kuman berbentuk bulat, kecil, dan tidak

berwarna. Pada agar Wilson-Blair, koloni kuman berwarna hitam.e. Dapat masuk ke dalam tubuh secara oral, melalui makanan dan minuman yang

terkontaminasi.xDosis infektif rata-rata untuk menimbulkan infeksi klinis atau subklinis pada manusia pada manusia adalah 105–108 organisme.

f. Faktor pejamu yang menimbulkan resistensi terhadap infeksi Salmonella adalah keasaman lambung, flora mikroba normal usus, dan kekebalan usus setempat.

g. Dapat bertahan dalam air yang membeku untuk waktu yang lama (+ 4 minggu).h. Mati pada suhu 56oC, juga pada keadaan kering.i. Hidup subur dalam medium yang mengandung garam empedu.j. Resisten terhadap zat warna hijau brilian, natrium tetrationat, dan natrium deoksikolat yang

menghambat pertumbuhan kuman koliform sehingga senyawa-sennyawa tersebut dapat digunakan untuk inklusi isolat Salmonella dari feses pada medium.

Daur Hidup

a. Infeksi terjadi dari memakan makanan yang tercontaminasi dengan feses yang terdapat bakteri Sal. typhimurium dari organisme pembawa (hosts).

b. Setelah masuk dalam saluran pencernaan maka Sal. typhimurium menyerang dinding usus yang menyebabkan kerusakan dan peradangan.

c. Infeksi dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah karena dapat menembus dinding usus tadi ke organ-organ lain seperti hati, paru-paru, limpa, tulang-tulang sendi, plasenta dan dapat menembusnya sehingga menyerang fetus pada wanita atau hewan betina yang hamil, dan ke membran yang menyelubungi otak.

d. Subtansi racun diproduksi oleh bakteri ini dan dapat dilepaskan dan mempengaruhi keseimbangan tubuh.

Page 7: TM IPT SKENARIO 1

e. Di dalam hewan atau manusia yang terinfeksi Sal. typhimurium, pada fesesnya terdapat kumpulan Sal. typhimurium yang bisa bertahan sampai bermingguminggu atau berbulan-bulan.

f. Bakteri ini tahan terhadap range yang lebar dari temperature sehingga dapat bertahan hidup berbulan-bulan di dalam tanah maupun air.

LI 3 DEMAM THYPOID

Definisi demam thypoid

Demam tifoid adalah infeksi akut pada saluran pencernaan yang disebabkan oleh Salmonella typhi (Widoyo, 2008).

Demam tifoid merupakan penyakit endemik di Indonesia. Demam tifoid adalah penyakit demam sistemik akut generalisata yang disebabkan oleh Salmonella typhi, biasanya menyebar melalui ingesti makanan dan air yang terkontaminasi, ditandai dengan bakteremia berkepanjangan serta invasi oleh patogen dan multifikasinya dalam sel-sel fagosit mononuklear pada hati, limpa, kelenjar getah bening, dan plak Peyeri di ileum (Sudoyo, dkk. 2006).

Demam tifoid adalah infeksi Salmonella typhi yang mengenai folikel limfoid ilenum yang disertai dengn menggigil, demam, sakit kepalam batuk, lemah, distensi abdomen, Ruam molulopupular, dan spelenomegali. Bila tidak diobati maka akan terjadi perforasi usus pada pasien. Demam tifoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai dengan bakteremia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus, pembentukan mikroabses, dan ulserasi Nodus peyer di distal ileum. (Soegeng Soegijanto, 2002)

Etiologi

Penyebab demam tifoid adalah bakteri Salmonella typhi. Sementara demam paratifoid yang gejalanya mirip dengan demam tifoid namun lebih ringan, disebabkan oleh Salmonella paratyphi A, B, atau C. Bakteri ini hanya menginfeksi manusia. Penyebaran demam tifoid terjadi melalui makanan dan air yang telah tercemar oleh tinja atau urin penderita demam tifoid dan mereka yang diketahui sebagai carrier (pembawa) demam tifoid. Salmonella merupakan bakteri batang gram negatif yang bersifat motil, tidak membentuk spora, dan tidak berkapsul. Kebanyakkan strain meragikan glukosa, manosa dan manitol untuk menghasilkan asam dan gas, tetapi tidak meragikan laktosa dan sukrosa. Organisme salmonella tumbuh secara aerob dan mampu tumbuh secara anaerob fakultatif. Kebanyakan spesies resistent terhadap agen fisik namun dapat dibunuh dengan pemanasan sampai 54,4º C (130º F) selama 1 jam atau 60 º C (140 º F) selama 15 menit. Salmonella tetap dapat hidup pada suhu ruang dan suhu yang rendah selama beberapa hari dan dapat bertahan hidup selama berminggu-minggu dalam sampah, bahan makannan kering, agfen farmakeutika an bahan tinja. (Ashkenazi et al, 2002). Salmonella memiliki antigen somatik O dan antigen flagella HH. Antigen O adlah komponen lipopolisakarida dinding sel yang stabil terhadap panas sedangkan antigen H adalah protein labil panas. (Ashkenazi et al, 2002)

Epidemiologi

Demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan yang penting di berbagai negara sedang berkembang. Umur penderita yang terkena di Indonesia (daerah endemis) dilaporkan antara 3-19 tahun sama seperti di Amerika Selatan.

Page 8: TM IPT SKENARIO 1

Manusia yang terinfeksi Salmonella typhi dapat mengekresikannya melalui sekret urin, saluran pernafasan, dan tinja dalam waktu yang bervariasi. S. typhi yang berada di luar tubuh manusia dapat hidup untuk beberapa minggu apabila berada di dalam air, es, debu, atau kotoran yang kering maupun pada pakaian. S. typhi mudah mati dengan klorinasi dan pasteurisasi.

Penularan kuman dapat juga terjadi melalui transmisi transpasental ari seorang ibu hamil yang berada dalam keadaan bakteremia kepada bayinya. Pernah dilaporkan pula transmisi oro-fekal dari seorang ibu pembawa kuman pada saat proses kelahirannya kepada bayinya dan sumber kuman berasal dari laboratorium penelitian.

Insidens demam tifoid yg disebabkan oleh Salmonella bervariasi tiap daerah dan biasanya terkait dengan sanitasi lingkungan, didaerah rural (Jawa Barat) 157 kasus per 100.000 penduduk, sedangakn di daerah urban ditemukan 760-810 per 100.000 penduduk. Perbedaan insidens di perkotaan berhubungan erat dengan penyediaan air bersih yang belum memadai serta sanitasi lingkungan dengan pembuangan sampah yang kurang memenuhi syarat kesehatan lingkungan.a. Carrier

Setelah infeksi nyata atau subklinis, beberapa individu terus menyimpan salmonella di dalam jaringannya selama waktu yang tidak tentu (carrier konvalesen atau carrier permanen yang sehat). 3% individu yang sembuh dari tifoid menjadi carrier permanen, mempunyai organisme didalam kandung empedu, saluran empedu,atau kadang didalam usus atau saluran kemih.

b. Sumber Infeksi :

1. AirKontaminasi dengan feses sering menimbulkan epidemik yg luas.

2. Susu dan produk susu lainnya (es krim, keju,puding)Kontaminasi dengan feses dan pasteurisasi yang tidak adekuat atau penanganan yang salah.

3. KerangDari air yang terkontaminasi.

4. Telur beku atau dikeringkanDari unggas yang terinfeksi atau terkontaminasi saat pemrosesan.

5. Daging dan produk dagingDari hewan yang terinfeksi (hewan ternak) atau kontaminasi oleh feses melalui hewan pengerat atau manusia.

6. Obat “rekreasi”Mariyuana dan obat lainnya.

7. Pewarnaan hewanPewarnaan (misal: carmine) digunakan untuk obat, makanan, dan kosmetik.

8. Hewan peliharaanKura-kura, anjing, kucing,dll.

Patogenesis

Page 9: TM IPT SKENARIO 1

Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi masuk ke dalam tubuh melalui makanan yang terkontaminasi. Sebagian kuman dimusnahkan oleh lambung, sebagian lolos masuk ke dalam usus dan berkembang biak. Bila respon imunitas hormonal mukosa usus kurang baik, maka kuman menembus sel epitel (terutam sel M) ke lamina propia dan berkembang biak kemudian di fagosit oleh sel-sel fagosit oleh makrofag dibawa ke plak Peyeri ileum lalu ke kelenjar getah bening mesenterika diangkut ke dalam sirkulasi darah melalui duktus torasikus à menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa.

Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kantung empedu berkembang biak dan bersama cairan empedu diekskresikan ke dalam usus. Sebagian dikeluarkan melalui feses, sebagian masuk lagi ke dalam sirkulasi setelah menembus usus. Saat fagositosis kuman Salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi.

Di dalam plak Peyeri, makrofag yang hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasia jaringan. Pendarahan saluran dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar sekitar plak Peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuklear di dinding usus.

Patogenesis demam tifoid melibatkan 4 proses kompleks mengikuti ingesti organisme, yaitu:

1. Penempelan dan invasi sel-sel M plak Peyeri.

2. Bakteri bertahan hidup dan bermultiplikasi di makrofag plak Peyeri, rodus limfatikus mesenterikus, dan organ-organ ekstraintestinal sistem retikuloendotelial.

3. Bakteri bertahan hidup di dalam aliran darah.

4. Produksi enterotoksin yang meningkatkan kadar cAMP di dalam kripta usus dan menyebabkan keluarnya elektrolit dan air ke dalam lumeri intestinal.

Manifestasi Klinis

Pada anak, periode inkubasi demam tifoid antara 5–40 hari dengan rata-rata antara 10–40 hari. Gejala klinis demam tifoid sangat bervariasi, hal tersebut dapat terjadi disebabkan oleh faktor galur Salmonella, status nutrisi dan imunologik penjamu, serta lama sakit di rumahnya.

Penampilan demam pada kasus demam tifoid mempunyai istilah khusus yaitu step-ladder temperature chart yang ditandai dengan demam timbul insidius, kemudian naik secara bertahap tiap harinya dan mencapai titik tertinggi pada akhir minggu pertama. Setelah itu demam akan bertahan tinggi. Pada minggu ke-4, demam turun perlahan secara lisis. Demam lebih tinggi saat sore dan malam hari dibandingkan dengan pagi harinya.

Pada minggu pertama, gejala klinisnya yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi/diare, perasaan tidak enak di perut, batuk, dan epistaksis.

Dalam minggu ke-2, gejala telah lebih jelas, yaitu berupa demam, bradikardia relatif (peningkatan suhu 1oC tidak diikuti dengan peningkatan denyut nadi 8 kali per menit), lidah yang berselaput, hepatomegali, splenomegali, meteroismus, ganguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium, dan psikosis.

Diagnosis

Page 10: TM IPT SKENARIO 1

Diagnosis demam tifoid dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis berupa:

a. Demam naik secara bertahap lalu menetap selama beberapa hari, demam terutama pada sore atau malam hari.

b. Sulit buang air besar atau diare, dan sakit kepala. c. Gangguan kesadaran, bradikardia relatif, lidah kotor, hepatomegali atau splenomegali.

Dengan kriteria ini, maka seorang klinisi dapat membuat diagnosis demam tifoid.

Diagnosis tifoid carrier ditegakkan atas dasar ditemukannya kuman Salmonella typhi pada biakan feses ataupun urin pada seseorang tanpa tanda klinis infeksi atau pada seseorang setelah 1 tahun pasca-demam tifoid. Dinyatakan kemungkinan besar bukan sebagai tifoid carrier bila setelah dilakukan biakan secara acak serial minimal 6 kali pemeriksaan tidak ditemukan kuman S. typhi.

Pemeriksaan Penunjang Demam Tifoid

Pemeriksaan laboratorium

1. Darah

Pada pemeriksaan darah perifer dapat ditemukan: leukopenia atau leukopenia relatif, kadang-kadang leukositosis, neutropenia, limfositosis relatif, kadang-kadang anemia dan trombositpenia ringan, laju endap darah (LED), dan SPOT / SPGT meningkat. Diagnosis demam tifoid juga dapat dipastikan dengan adanya biakan kuman, dengan cara mengisolasi S. typhi dari darah pasien (paling tinggi pada minggu pertama: 80–90%, minggu ke-2: 20–25%, minggu ke-3: 10-15%).

2. Sumsum tulang belakang

Biakan spesimen yang berasal dari aspirasi sumsum tulang belakang mempunyai sensitivitas tertinggi. Hasil positif didapat pada 90% kasus, akan tetapi prosedur ini sangat invasif sehingga tidak dipakai dalam praktik sehari-hari.

3. Empedu

Biakan spesimen empedu pada keadaan tertentu yang diambil dari duodenum dan memberikan hasil yang cukup baik.tumbuh koloni S. typhi.

4. Urine dan feses

Biakan kuman (diagnosis pasti atau carrier post-typhi) pada minggu ke-2 atau ke-3. Pemeriksaan pada urine dengan tes diazopositif. Urine + reagen diazo + beberapa tetes amonia 30% (dalam tabung reaksi) à dikocok à buih berwarna merah atau merah muda. Pemeriksaan pada feses à ditemukan banyak eritrosit dalam tinja (pra-soup stool), kadang-kadang darah (bloody stool).

Tes Widal

Uji serologi widal adalah suatu metode serologik yang dapat memeriksa antibodi aglutinasi terhadap antigen somatik (O) dan flagel (H) banyak dipakai untuk membuat diagnosis demam tifoid. Aglutinin H banyak dikaitkan dengan pascaimunisasi atau infeksi demam masa lampau, sedangkan aglutinin Vi dipakai pada deteksi pembawa kuman S. typhi (carrier).

Page 11: TM IPT SKENARIO 1

Pemeriksaan widal dinyatakan positif bila:

a. titer O widal I 1/320.b. titer O widal II naik 4x lipat atau lebih dibandingkan titer O widal.c. titer widal I (-) tetapi titer O widal II (+) berapa pun angkanya.

Banyak peneliti mengemukakan bahwa uji serologik widal kurang dapat dipercaya sebab dapat timbul positif palsu pada daerah endemis, dan sebaliknya dapat timbul negatif palsu pada kasus demam tifoid yang terbukti pada biakan darah positif.

Akhir-akhir ini banyak dimunculkan beberapa jenis pemeriksaan untuk mendeteksi antibodi S. typhi dalam serum, antigen terhadap S. typhi dalam darah, serum dan darah bahkan DNA S. typhi dalam darah dan feses. Polymerase Chain Reaction (PCR) telah digunakan untuk memperbanyak gen Salmonella serotipe typhi secara spesifik pada darah pasien dan hasil dapat diperoleh hanya dalam beberapa jam. Metode ini spesifik dan lebih sensitif dibandingkan dengan biakan darah. Walaupun laporan-laporan pendahuluan menunjukan hasil yang baik namun sampai sekarang tidak salah satupun dipakai secara luas. Sampai sekarang belum disepakati adanya pemeriksaan yang dapat menggantikan uji serologi widal.

Uji Tubex

Merupakan uji semi-kuantitatif kolometril yang cepat (beberapa menit) dan mudah untuk dikerjakan. Uji ini mendeteksi antibodi anti-S. typhi O9 pada serum pasien dengan cara menghambat ikatan antara IgM anti-O9 yang terkonjugasi pada partikel lateks yang berwarna pada lipopolisakarida S. typhi yang terkonjugasi pada partikel magnetik lateks. Hasil positif uji tubex ini menunjukan terdapat infeksi Salmonella serogroup D, walau tidak sespesifik menunjukan pada S. typhi. hasil negatif jika terinfeksi S. paratyphi.

Uji Typhidot

Dapat mendeteksi antibodi IgM dan IgG yang terdapat pada protein membran luar S. typhi. Hasil positif pada uji thypidot didapatkan 2-3 hari setelah terinfeksi dan dapat mengidentifikasi secara spesifik antibodi IgM dan IgG terhadap antigen S. typhi seberat 50 kD, yang terdapat pada strip nitroselulosa.

Uji IgM Dipstick

Uji ini secara khusus mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap S. typhi pada spesimen serum atau whole blood. Uji ini menggunakan strip yang mengandung antigen lipopolisakarida (LPS) S. typhi dan anti IgM (sebagai kontrol), reagen deteksi yang mengandung antibodi anti IgM yang didekati dengan lateks pewarna, cairan membasahi strip sebelum diinkubasi dengan reagen dan serum, protein tabung uji. Pemeriksaan dimulai dengan inkubasi strip pada larutan campuran reagen deteksi dan serum selama 3 jam pada suhu kamar. Setelah diinkubasi, strip dibilas dengan air mengalir dan dikeringkan. Secara semi-kuantitatif, diberikan penilaian terhadap garis uji dengan membandingkan dengan strip referensi. Garis kontrol harus terwarna dengan baik.

Penatalaksanaan

Page 12: TM IPT SKENARIO 1

Sampai saat ini masih dianut trilogi penatalaksanaan demam tifoid, yaitu : Istirahat dan perawatan, diet dan terapi penunjang (simptomatik dan suportif), dan pemberian medikamentosa. Istirahat yang berupa tirah baring dan perawatan professional bertujuan untuk mencegah komplikasi. Sedangkan diet dan terapi penunjang merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan penyakit demam tifoid, karena makanan yang kurang akan menurunkan keadaan umum dan gizi penderita akan semakin turun dan proses penyembuhan akan menjadi lama. Tatalaksana medikamentosa demam tifoid dapat berupa pemberian antibiotik, antipiretik, dan steroid. Obat antimikroba yang sering diberikan adalah kloramfenikol, tiamfenikol, kotrimoksazol, sefalosporin generasi ketiga, ampisilin,dan amoksisilin

Komplikasi

Komplikasi intestinal

o Pendarahan intestinal

Pada plak peyeri usus yang terinfeksi (ileum terminalis) dapat terbentuk luka. Bila menembus usus dan mengenai pembuluh darah, maka akan terjadi pendarahan.

Pendarahan juga dapat terjadi karena gangguan koagulasi darah. Pendarahan hebat dapat terjadi hingga penderita mengalami syok. Kategori pendarahan akut, jika darah yang keluar 5ml/kg bb/jam dan faktor hemostatis masih dalam batas normal.

Tindakan yang harus di lakukan adalah transfusi darah. Tetapi jika transfusi yang diberikan tidak mengimbangi pendarahan, maka tindakan bedah perlu dipertimbangkan.

o Perforasi usus

Biasanya timbul pada minggu ke-3, tetapi dapat juga terjadi pada minggu pertama. Penderita biasanya mengeluh nyeri perut yang hebat terutama di daerah kuadran kanan bawah dan menyebar ke seluruh perut dengan tanda tanda ileus. Gejala lain biasanya bising usus yang melemah, nadi cepat, tekanan darah turun, bahkan dapat syok. Faktor-faktor yang dapat meningkatkan kejadian perforasi adalah umur, lama demam, modalitas pengobatan, berat penyakit, dan mobilitas penderita.

Antibiotik di berikan secara selektif, umumnya diberikan antibiotik yang spekrumnya luas dengan kombinasi kloramfenikol dan amfisilin intravena. Untuk kontaminasi usus dapat di berikan gentamisin atau metronidazol. Cairan harus di berikan dalam jumlah yang cukup serta penderita di puasakan dan di pasang nasogastric tube. Transfusi darah dapat di berikan bila terdapat kehilangan darah akibat pendarahan intestinal.

Ø Komplikasi ekstraintestinal

o Komplikasi hematologi

Dapat berupa trombositopenia, hipofibrinogenemia, peningkatan protrombin time (pt), peningkatan partial tromboplastin time (ptt), dan peningkatan fibrin degradation products sampai koagulasi intravaskular diseminata (KID).

Tindakan yang perlu dilakukan bila terjadi KID dekompensata adalah transfusi darah, substitusi trombusit dan atau faktor-faktor koagulasi bahkan heparin.

Page 13: TM IPT SKENARIO 1

o Hepatitis tifosa

Pembengkakan hati dari ringan sampai berat dapat di jumpai pada demam tifoid, biasanya lebih disebabkan oleh S. typhi daripada S. paratyphi.

o Pankretitis tifosa

Merupakan komplikasi yang jarang pada demam tifoid, biasanya disebabkan oleh mediator proinflamasi, virus, bakteri, cacing, maupun zat-zat farmakologi. Pemeriksaan enzim amilase dan lipase serta ultrasonografi/CTscan dapat membantu diagnosis dengan akurat.

Obat yang diberikan adalah antibiotik seftriakson atau kuinolon yang didepositkan secara intravena.

o Miokarditis

Semua kasus tifoid toksik, atas pertimbangan klinis dianggap sebagai demam tifoid berat, langsung diberikan pengobatan kombinasi kloramfenikol 4 x 400 mg di tambah ampisilin 4 x 1 gram dan deksametason 3 x 5 mg.

LI. 4 Memahami dan Mempelajari Antibiotik untuk demam typhoid & kuman penyebab

Klasifikasi

Antibiotik mengganggu (interfere) bagian-bagian yang peka dalam sel, yaitu :

1. Sintesis dinding sel2. Fungsi membran3. Sintesis protein4. Metabolisme asam nukleat5. Metabolisme intermedier

Antibiotika yang mempengaruhi dinding sel

Sel kuman dikelilingi oleh suatu struktur kaku yang disebut dinding sel, yang melindungi membran protoplasam di bawahnya terdapat trauma, baik osmotik maupun mekanik. Karena itu, setiap zat yang mampu merusak dinding sel atau mencegah sintesisnya, akan menyebabkan terbentuknya sel-sel yang peka terhadap tekanan osmotik.

Di antara antibiotika yang mempengaruhi dinding sel adalah:

1. Penisilin2. Fosfomisin3. Sikloserin4. Ristosetin5. Vankomisin6. Basitrasin

Page 14: TM IPT SKENARIO 1

Antibiotik yang mengganggu/merusak membran sel

Membran sel memegang peranan vital dalam sel. Merupakan pembatas osmotik bagi bebasnya difusi antara lingkungan luar dan dalam sel, dan juga mempengaruhi konsentrasi metabolit dan bahan gizi di dalam sel dan merupakan tempat berlangsung pernafasan dan aktivitas biosintetik tertentu. Fungsi ini akan menyebabkan gangguan terhadap kehidupan sel. Antibiotik ini jarang dipakai karna kebanyakannya bersifat toksik. Contohnya adalah:

1. Polimiksin2. Poliena

Antibiotika yang menghambat sintesis protein

Sejumlah obat-obat anti mikroba berfungsi terutama mengganggu /merusak struktur dan fungsi DNA, akan tetapi karna toksik , Oleh karnanya, setiap zat yang mampu mengganggu struktur double helix DNA tersebut, akan mampu mempengaruhi seluruh fase pertumbuhan dan metabolisme kuman. Tergolong antibiotik ini adalah:

1. Mitosin2. Asam nalidiksat

Antibiotika yang mengahambat sintesis protein

Sintesis protein merupakan hasil akhir dari dua protein utama, yaitu:

1. Transkirpsi atau sintesin asam ribonukleat yang DNA-dependent2. Translasi atau sintesis protein yang RNA – dependent

Antibiotika yang akan menghambat sintesis protein. Yang tergolong di dalam antibiotik jenis ini adalah:

1. Aktinomisin2. Rifampisin 3. Streptomisin4. Tetrasiklin5. Kloramfenikol6. Eritomisin7. Klindamisin

Antagonis metabolik

Penghambat-penghambatan seperti ini disebut anti metabolit. Seperti:

1. Sulfonamida2. Sulfon3. P-Aminosalicylic acid (PAS) 4. Isoniasid

Antibiotik yang Efektif bagi Penderita Demam Tifoid

Obat yang efektif untuk demam tifoid adalah golongan kloramfenikol. Kloramfenikol merupakan kristal putih yang sukar larut dalam air (1 : 400) dan rasanya sangat pahit.

Page 15: TM IPT SKENARIO 1

Kontraindikasi

1. HipersensitifHipersensitif atau Alergi adalah kegagalan kekebalan tubuh di mana tubuh seseorang menjadi bereaksi secara imunologi terhadap bahan-bahan yang umumnya non-imunogenik. Dengan kata lain, tubuh manusia bereaksi secara berlebihan terhadap lingkungan atau bahan-bahan yang oleh tubuh dianggap asing dan berbahaya, padahal sebenarnya tidak. Bahan-bahan yang menyebabkan hipersensitivitas tersebut disebut alergen.

2. Anemia Anemia adalah keadaan dimana jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin (protein pembawa oksigen) dalam sel darah merah berada dibawah normal. Sel darah merah mengandung hemoglobin, yang memungkinkan mereka mengangkut oksigen dari paru-paru dan mengantarkannya ke seluruh bagian tubuh. Anemia menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin dalam sel darah merah, sehingga darah tidak dapat mengangkut oksigen dalam jumlah sesuai yang diperlukan tubuh.

3. Porfiria Porfiria berasal dari bahasa Yunani πορφύρα, porphura yang berarti "warna ungu". Hal ini merujuk pada warna urin pasien porphyria yang mengandungi warna menyebabkan warnanya berubah menjadi merah hingga biru gelap. Porphyria bukan merupakan penyakit menular tetapi merupakan penyakit genetika yang diwaris dari orang tua.