Blok IPT Skenario 1 (2014-2015)

41
Skenario Demam sore hari Seorang wanita 30 tahun, mengalami demam sejak 1 minggu yang lalu. Demam dirasakan lebih tinggi pada sore dan malam hari dibandingkan pagi hari. Pada pemeriksaan fisik kesadaran somnolen, nadi bradikardia, suhu tubuh hiperpireksia (pengukuran jam 20.00 WIB), lidah terlihat (coated tongue). Dokter menyarankan pemeriksaan darah untuk membantu menegakkan diagnosis dan cara penanganannya. Kata – kata Sulit 1. Somnolen Gangguan kesadaran berupa mengantuk, terutama yang berlebihan. 2. Bradikardia Kelambatan denyut nadi jantung yang ditandai dengan perlambatan frekuensi denyut jantung < 60 kali/menit 3. Hiperpireksia Suatu keadaan suhu tubuh meningkat luar biasa sampai setinggi 41,2 ◦C 4. Demam Kenaikan suhu tubuh dari normalnya (37,5 ◦C) yang ditengahi oleh kenaikkan titik ambang regulasi panas hipotalamus. 5. Diagnosis Penentuan sifat penyakit atau membedakan satu penyakit dengan yang lainnya. 6. Coated tongue Lidah terlihat kotor dimana terdapat lapisan kuning putih diatas permukaaan lidah yang disebabkan akumulasi dari bakteri, debris makanan, leukosit dari paket periodental, dan deskuamasi sel. Pertanyaan 1. Apa saja jenis – jenis dari demam? 2. Mengapa demam lebih tinggi sore dan malam hari dibandingkan dengan pagi hari? 3. Mengapa denyut nadi pada pasien demam tipoid menjadi bradikardia? 4. Apa penyebab dari demam tipoid? 1

description

Blok IPT Skenario 1

Transcript of Blok IPT Skenario 1 (2014-2015)

Page 1: Blok IPT Skenario 1 (2014-2015)

Skenario

Demam sore hari

Seorang wanita 30 tahun, mengalami demam sejak 1 minggu yang lalu. Demam dirasakan lebih tinggi pada sore dan malam hari dibandingkan pagi hari. Pada pemeriksaan fisik kesadaran somnolen, nadi bradikardia, suhu tubuh hiperpireksia (pengukuran jam 20.00 WIB), lidah terlihat (coated tongue). Dokter menyarankan pemeriksaan darah untuk membantu menegakkan diagnosis dan cara penanganannya.

Kata – kata Sulit

1. SomnolenGangguan kesadaran berupa mengantuk, terutama yang berlebihan.

2. BradikardiaKelambatan denyut nadi jantung yang ditandai dengan perlambatan frekuensi

denyut jantung < 60 kali/menit3. Hiperpireksia

Suatu keadaan suhu tubuh meningkat luar biasa sampai setinggi 41,2 ◦C4. Demam

Kenaikan suhu tubuh dari normalnya (37,5 ◦C) yang ditengahi oleh kenaikkan titik ambang regulasi panas hipotalamus.

5. DiagnosisPenentuan sifat penyakit atau membedakan satu penyakit dengan yang

lainnya.6. Coated tongue

Lidah terlihat kotor dimana terdapat lapisan kuning putih diatas permukaaan lidah yang disebabkan akumulasi dari bakteri, debris makanan, leukosit dari paket periodental, dan deskuamasi sel.

Pertanyaan 1. Apa saja jenis – jenis dari demam? 2. Mengapa demam lebih tinggi sore dan malam hari dibandingkan dengan pagi hari?3. Mengapa denyut nadi pada pasien demam tipoid menjadi bradikardia?4. Apa penyebab dari demam tipoid?5. Bagaimana mekanisme dari demam?6. Mengapa lidah penderita tifoid terlihat kotor ?7. Bagaimana morfologi dari bakteri Salmonella enterica ?8. Apa saja manifestasi klinis dari demam tifoid?9. Bagaimana penanganan seseorang yang terkena demam tifoid?10. Bagaimana pencegahan seseorang yang terkenan demam tifoid?11. Apa saja jenis-jenis dari Salmonella?12. Apa saja pemeriksaan untuk demam tifoid?13. Bagaimana mekanisme dari demam tifoid?

Jawaban :

1. Demam septik, demam remiten, demam intermiten, demam kontinyu, dan demam siklik. Ada juga demam yang belum terdiagnosis, seperti : FUO klasik, FUO Nosokomial, FUO Neutropenik, FUO HIV.

1

Page 2: Blok IPT Skenario 1 (2014-2015)

2. Karena fase Salmonella typhi yang menyebabkan demam tifoid ada 2, yang pertama fase bakteremia 1 berlangsung pada pagi hari pada saat metabolisme sedang meningkat sedangkan fase bakteremia 2 berlangsung pada sore hari sampai malam hari saat metabolisme turun. Hal itulah yang menyebabkan demam tifoid terjadi pada sore hingga malam hari.

3. Endotoxin dari Salmonella typhi yang menyebabkan peradangan di otot jantung sehingga denyut jantung jadi melambat

4. Kuman penyebabnya adalah kuman Salmonella enterica serotype typhi. Kuman golongan salmonella ini umumnya hanya menyebabkan infeksi lokal pada saluran cerna (enteritis), tapi pada S. typhi ini kumannya invasif sampai menimbulkan infeksi sistemik (infeksi yang dapat menyebar kemana-mana melalui darah).

5. Pirogen eksogen masuk sehingga terstimulasinya pirogen endogen untuk menciptakan kekebalan tubuh, pirogen endogen menghasilkan prostaglandin dimana akan mensentisiasi reseptor kemudian meneruskannya sampai hipotalamus yang pada akhirnya terjadi peningkatan standar panas.

6. Karena S. Typhi yang ada di dalam ileum masuk ke lamina propia, di dalam lamina propia difagositosis oleh makrofag yang di dalam makrofag bukan mati tetapi malah berkembang biak, lalu kemudian kuman ini menuju getah bening mesenterika kemudian ke pembuluh darah sehingga terjadi bakteremia, lalu dari pembuluh darah bakteri keluar dari makrofag dan masuk ke organ-organ terutama hati dan limfa dan menuju lidah, sehingga lidah terlihat sangat kotor karena S. Typhi akan beredar ke seluruh tubuh termasuk ke dalam lidah.

7. Morfologi S. Typhi berbentuk batang (basil), termasuk golongan Gram negatif, berwarna merah.

8. Manifestasi klinis : Demam, gangguan saluran pencernaan, gangguan kesadaran, hepatoslenomegali, nyeri sendi di bagian kanan, malaise, mialgia

9. Penanganan demam tifoid : tirah baring (istirahat), pemberian antibiotik (kloramfenikol dan tiamfenikol), pemberian nurisi, pemberian cairan, pemberian obat simptomatik (tergantung gejala, misalkan demam : untuk menurunkan demamnya mengguanakan antipiretik).

10. Pencegahan demam tifoid : Cuci tangan sebelum makan Jajan tidak sembarangan Menjaga kebersihan lingkungan, memperbaiki higiene perorangan

11. Salmonella cholerasuis, Salmonella typhi, Salmonella paratyphi enteritidis (Salmonella paratyphi A).

12. Pemeriksaan darah, kultur darah, uji tubex, uji widal, pemeriksaan IgA (Immunoglobulin A) , mikroskopik, uji dipstick.

13. Mekanisme demam tifoid : kuman S. typhi melepaskan pirogen eksogen dimana S. typhi akan masuk ke dalam tubuh melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi kemudian leukosit mensekresikan pirogen, dari pirogen tersebut menstimulasi hipotalamus untuk melakukan proses inflamasi, fosfolipid diubah menjadi asam arakhidonat oleh enzim fosfolipase A2, oleh enzim COX asam arakhidonat dibagi menjadi PGF2, PGD2, PGD E2. PGD E2 (Prostaglandin E2) inilah yang akan mengakibatkan demam.

2

Page 3: Blok IPT Skenario 1 (2014-2015)

Hipotesis

Salmonella typhi berkembang dan menyerang tubuh manusia pada saat sore menjelang malam, karena pada saat itulah aktivitas manusia mulai menurun. Gejala yang timbul adalah somnolen yang dikarenakan dari infeksi Salmonella typhi, Bradikardia yang disebabkan oleh penurunan tingkat kesadaran, dan typhoid tongue dikarenakan Salmonella typhi masuk ke tubuh melalui oral. Demam terjadi akibat kuman menginfeksi tubuh. Setelah itu tubuh mempertahankan diri dengan mengfagosit kuman. Kuman mengeluarkan senjata untuk melawan pertahanan tubuh yang menyebabkan dia lolos dan menginfeksi lebih dalam. Akibat infeksi tersebut, hipotalamus bekerja merangsang prostaglandin agar termoregulator menaikkan suhu tubuh untuk mengkompensasi. Adapun penatalaksanaan dengan pemberian antibiotik, penurunan panas, vitamin, diet lunak, tirah baring, infus Ringer Asetat.

3

Page 4: Blok IPT Skenario 1 (2014-2015)

Sasaran Belajar

LI. 1. Memahami dan Menjelaskan tentang Demam

LO. 1. 1 Definisi DemamLO. 1. 2 Jenis Demam LO. 1. 3 Mekanisme Demam

LI. 2. Memahami dan Menjelaskan tentang Salmonella enterica

LO. 2. 1 Morfologi dari Salmonella entericaLO. 2. 2 Sifat dari Salmonella entericaLO. 2. 3 Transmisi Salmonella enterica

LI. 3. Memahami dan Menjelaskan tentang Demam tifoid

LO. 3. 1 Definisi dari demam tifoidLO. 3. 2 Epidemiologi LO. 3. 3 PatogenesisLO. 3. 4 PemeriksaanLO. 3. 5 Penatalaksanaan LO. 3. 6 Pencegahan LO. 3. 7 Komplikasi LO. 3. 8 Prognosis

LI. 4 Memahami dan Menjelaskan Antibiotik untuk Demam Tifoid LO. 4. 1 Golongan antibiotikLO. 4. 2 Farmakokinetik LO. 4. 3 FarmakodinamikLO. 4. 4 Kontra-indikasi LO. 4. 5 Efek samping

4

Page 5: Blok IPT Skenario 1 (2014-2015)

LI. 1. Memahami dan Menjelaskan tentang Demam

LO. 1. 1 Definisi Demam

Demam mengacu pada peningkatan suhu tubuh yang berhubungan langsung dengan tingkat sitokin pirogen yang diproduksi untuk mengatasi berbagai rangsang, misalnya terhadap toksin bakteri, peradangan, dan ransangan pirogenik lain. Bila produksi sitokin pirogen secara sistemik masih dalam batas yang dapat ditoleransi maka efeknya akan menguntungkan tubuh secara keseluruhan, tetapi bila telah melampaui batas kritis tertentu maka sitokin ini membahayakan tubuh. Batas kritis sitokin pirogen sistemik tersebut sejauh ini belum diketahui.

Demam adalah kenaikan suhu tubuh dari normalnya yang ditengahi oleh kenaikkan titik ambang regulasi panas hipotalamus. Pusat regulasi/pengatur panas hipotalamus mengendalikan suhu tubuh dengan menyeimbangkan sinyal dari reseptor neuronal perifer dingin dan panas. Dimana suhu dapat diukur melalui axila dan oral mau pun rektal. Dalam keadaaan biasa perbedaan ini berkisar sekitar 0,5 derajat celcius ,suhu rektal lebih tinggi dari pada suhu oral. Suhu tubuh mengikuti irama sirkadian, suhu pada dini hari rendah, dan suhu tertinggi terjadi pada pukul 16.00-18.00

Aksila : 34,7 - 37,3 ; 36,4 (demam : 37,4oC) Sublingual : 35,5 – 37,5 ; 36,6 (demam: 37,6oC) Rektal : 36,6-37,9 ; 37 (demam: 38oC) Telinga : 35,7-37,5 : 36,6 (demam 37,6oC)

LO. 1. 2 Jenis Demam

1. 2. 1 Demam septikPada demam ini, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi

sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat di atas normal pada pagi hari.

1. 2. 2 Demam hektik Pada demam ini, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi

sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat yang normal pada pagi hari

2. 3 Demam remitenPada demam ini, suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak

pernah mencapai suhu normal1. 2. 4 Demam intermiten

Pada demam ini, suhu badan turun ke tingkat yang normal selama beberapa jam dalam satu hari

1. 2. 5 Demam KontinyuPada demam ini, terdapat variasi suhu sepanjang hari yang tidak

berbeda lebih dari satu derajat.1. 2. 5 Demam Siklik

5

Page 6: Blok IPT Skenario 1 (2014-2015)

Pada demam ini, kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula.

1. 2. 6 Demam belum terdiagnosisSuatu keadaan dimana pasien mengalami demam terus menerus selama

3 minggu dengan suhu bdan diatas 38,3 ◦C dan tetap belum ditemukan penyebabnya walaupun telah diteliti selam 1 minggu lebih menggunakan sarana penunjang laboratorium dan penunjang medis lainnya.

Istilah yang digunakan antara lain febris et causa ignota, fever of undertemined dan fever obscure origin (FUO). Penyebab FUO sesuai golongan penyakitnya antara lain infeksi (40%), neoplasma (20%), penyakit kolagen (20%), penyakit lain (10%). fever of uknown origin (FUO) dapat dibagi 4 kelompok : 1. FUO Klasik

Penderita telah diperiksa di Rumah Sakit atau di klinik selama 3 hari berturut turut tanpa dapat ditetapkan penyebab demam. Definisi lain juga digunakan adalah demam untuk lebih dri 3 minggu dimana telah diusahakan diagnostik non-invasif maupun invasif selama satu minggu tanpa hasil yang dapat menetapkan penyebab demam.

2. FUO Nosokomial Penderita pada permulaan dirawat tanpa ingeksi di Rumah Sakit dan

kemudian menderita menderita demam >38,3 ◦C dan sudah diperiksa secara intensif untuk mengetahui penyebab demam tanpa hasil yang jelas.

3. FUO Neutropenik Penderita yang memiliki hitung jenis neutrofil <500 ul dengan

demam >38,3 ◦C dan sudah diusahakan pemeriksaan intensif selama 3 hari tanpa hasil yang jelas.

4. FUO HIV Penderita HIV yang menderita demam 38,3 ◦C selama 4 minggu

pada rawat jalan tanpa dapat menentukan penyebabnya atau pada penderita yang dirawat di RS yang mengalami demam lebih dari 3 hari dn telah dilakukan pemeriksaan tanpa hasil uji yang jelas.

Sebelum meningkat ke pemeriksaan ultrasonografi, endoskopi atau scanning, masih dapat dilakukan beberapa pemeriksaan uji coba darah. Pembiakan kuman dari cairan tubuh/ lesi permukaan atau sinar tembus rutin.

Dalam tahap berikutnya dapat dipikirkan untuk membuat diagnosis denagn lebih pasti melalui biopsi pada tempat-tempat yang dicurigai. Juga dapat dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan seperti angiografi, aortografi, atau limfangiografi.

6

Page 7: Blok IPT Skenario 1 (2014-2015)

LO. 1. 3 Mekanisme Demam

Kata demam merujuk kepada peningkatan suhu tubuh akibat infeksi atau peradangan sebagai respons terhadap masuknya mikroba., sel-sel fagositik tertentu (makrofag) mengeluarkan suatu bahan kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen yang selain efek-efeknya dalam melawan infeksi, bekerja pada pusat termoregulasi hipotalamus untuk meningkatkan patokan thermostat. Hipotalamus sekarang mempertahankan suhu di tingkat yang baru dan tidak mempertahankannya di suhu normal tubuh. Secara spesifik,

7

Infeksi atau peradangan

Makrofag

Pirogen Endogen

Prostaglandin

Peningkatan Titik Patokan Hipotalamus

Inisiasi Respon Dingin

Peningkatan Produksi dan Penurunan Pengeluaran

Panas

Peningkatan Suhu tubuh ke titik patokan baru = demam

Page 8: Blok IPT Skenario 1 (2014-2015)

hipotalamus memicu mengigil agar produksi panas segera meningkat, dan mendorong vasokontriksi kulit untuk segera mengurangi pengeluaran panas. Kedua tindakan ini mendorong suhu naik dan menyebabkan terjadinya demam.

LI. 2. Memahami dan Menjelaskan tentang Salmonella enterica

LO. 2. 1 Morfologi dari Salmonella enterica

Kuman berbentuk batang, tidak berspora, pada pewarnaan Gram bersifat negatif gram, ukuran 1-3,5 um x 0,5-0,8 um, besar koloni rata-rata 2-4 mm, mempunyai flagel peritrikh. Kuman tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob, pada suhu 15-4 ◦C (Suhu pertumbuhan optimum 37,5 ◦C).

Memiliki antigen somatik yang serupa dengan antigen somatik (O) kuman Enterobactericeae lainnya. Antigen ini tahan terhadap pemanasan 100 ◦C, alkohol dan asam. Antibodi yang dibentuk terutama IgM. Antigen flagel pada Salmonella enterica serotype typhi ini ditemukan dalam 2 fase : 1. Fase spesifik, 2. Fase tidak spesifik. Antigen H rusak pada pemanasan diatas 60 ◦C, alkohol dan asam. Antibodi yang dibentuk bersifat IgG. Antigen Vi adalah polimer dari polisakarida yang bersifat asam, terdapat pada bagian luar dari badan kuman. Dapat dirusak dengan pemanasan 60 ◦C selama 1 jam, pada penambahan fenol dan asam. Kuman yang memiliki antigen Vi ternyata lebih ternyata lebih virulen baik terhadap binatang maupun manusia. Antigen Vi juga menentukan kepekaan kuman terhadap bakteriofagadan dalam laboratorium sangat brguna untuk diagnosis cepat kuman S. typhi yaitu dengan cara tes agglutination slide dengan Vi antiserum.

LO. 2. 2 Sifat dari Salmonella enterica

a. Sebagian besar Salmonella enterica serotype typhi bersifat patogen pada manusia dan merupakan sumber infeksi pada binatang. Binatang-binatang itu antara lain tikus, unggas, anjing, dan kucing.

b. Di alam bebas Salmonella typhi dapat tahan hidup lama dalam air , tanah atau pada bahan makanan. Di dalam feses diluar tubuh manusia tahan hidup 1-2 bulan.

c. Pada Salmonella enterica serotype typhi bergerak positif, reaksi fermentasi terhadap manitol dan sorbitol positif dan memberikan hasil negatif pada reaksi indol, DNase, fenilalanin, deaminase, urease, Voges Proskauer, reaksi fermentase terhadap sukrose, laktose, adonitol serta tidak tumbuh dalam larutan KCN.

d. Sebagian besar isolat Salmonella enterica serotype typhi membentuk sedikit H2S

e. Pada agar Salmonella Shigella (SS), Endo, EMB dan Mac-Conkey koloni kuman berbentuk bulat, kecil dan tidak berwarna, sedangkan pada agar Wilson-Blair koloni kuman berwarna hitam.

LO. 2. 3 Transmisi Salmonella enterica

8

Page 9: Blok IPT Skenario 1 (2014-2015)

Demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi  yang merupakan basil Gram-negatif, mempunyai flagel, tidak berkapsul, tidak membentuk spora, fakulatif anaerob, Kebanyakan strain meragikan glukosa, manosa dan manitol untuk menghasilkan asam dan gas, tetapi tidak meragikan laktosa dan sukrosa. Organisme Salmonella typhi tumbuh secara aerob dan mampu tumbuh secara anaerob fakultatif. Kebanyakan spesies resisten terhadap agen fisik namun dapat dibunuh dengan pemanasan sampai 54,4 ºC (130 ºF) selama 1 jam atau 60 ºC (140 º F) selama 15 menit. Salmonella tetap dapat hidup pada suhu ruang dan suhu yang rendah selama beberapa hari dan dapat bertahan hidup selama berminggu-minggu dalam sampah, bahan makanan kering dan bahan tinja.

Mikroorganisme dapat ditemukan pada tinja dan urin setelah 1 minggu demam (hari ke-8 demam). Jika penderita diobati dengan benar, maka kuman tidak akan ditemukan pada tinja dan urin pada minggu ke-4. Akan tetapi, jika masih terdapat kuman pada minggu ke-4 melalui pemeriksaan kultur tinja, maka penderita dinyatakan sebagai carrier.

Seorang carrier biasanya berusia dewasa, sangat jarang terjadi pada anak. Kuman Salmonella bersembunyi dalam kandung empedu orang dewasa. Jika carrier tersebut mengonsumsi makanan berlemak, maka cairan empedu akan dikeluarkan ke dalam saluran pencernaan untuk mencerna lemak, bersamaan dengan mikroorganisme (kuman Salmonella). Setelah itu, cairan empedu dan mikroorganisme dibuang melalui tinja yang berpotensi menjadi sumber penularan penyakit.

Prinsip penularan penyakit ini adalah melalui fekal-oral. Kuman berasal dari tinja atau urin penderita atau bahkan carrier (pembawa penyakit yang tidak sakit) yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui air dan makanan. Mekanisme makanan dan minuman yang terkontaminasi bakteri sangat bervariasi. Pernah dilaporkan di beberapa negara bahwa penularan terjadi karena masyarakat mengonsumsi kerang-kerangan yang airnya tercemar kuman. Kontaminasi dapat juga terjadi pada sayuran mentah dan buah-buahan yang pohonnya dipupuk dengan kotoran manusia. Vektor berupa serangga (antara lain lalat) juga berperan dalam penularan penyakit.

Kuman Salmonella dapat berkembang biak untuk mencapai kadar infektif dan bertahan lama dalam makanan. Makanan yang sudah dingin dan dibiarkan di tempat terbuka merupakan media mikroorganisme yang lebih disukai. Pemakaian air minum yang tercemar kuman secara massal sering bertanggung jawab terhadap terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB).

Selain penderita tifoid, sumber penularan utama berasal dari carrier. Di daerah endemik, air yang tercemar merupakan penyebab uatama penularan penyakit. Adapun di daerah non-endemik, makanan yang terkontaminasi oleh carrier dianggap paling bertanggung jawab terhadap penularan.

LI. 3. Memahami dan Menjelaskan tentang Demam tifoid

LO. 3. 1 Definisi dari demam tifoid

9

Page 10: Blok IPT Skenario 1 (2014-2015)

Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang disebabkan oleh salmonella typhi. Penyakit infeksi akut yangv biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam.demam tifoid masih merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting di Indonesia.penyakit ini merupakan penyakit menular yang dapat menyerang banyak orang sehingga dapat menimbulkan wabah.di Indonesia,demam tifoid bersifat endemic.penderita dewasa muda sering mengalami komplikasi berat berupa perdarahan dan perforasi usus yang tidak jarang berakhir dengan kematian.

LO. 3. 2 Epidemiologi

Sejak awal abad ke-20, insiden demam tifoid meurun di USA dan Eropa. Hal ini disebabkan karen ketersediaan air besrdih dan sistem pembuangan yang baik, dan ini belum dimiliki oleh sebagian besar negara berkembang.

Insiden demam tifoid yang terbilang tinggi di wilayah Asia Tengah, Asia Tenggara, Asia Selatan, kemungkinan Afrika Selatan (insiden >100 kasus per 100.000 kasus per tahun). Insiden demam tifoid yang tergolong sedang (10-100 per 100.000 populasi per tahun) berada di wilayah Afrika, Amerika latin, dan Oceania (kecuali Australia dan Selandia Baru) serta yang termasuk rendah (<10 kasus per 100.000 populasi per tahun) di bagian dunia lainnya.

Di Indonesia, insiden demam tifoid banyak dijumpai pada populasi yang berusia 13-19 tahun. Kejadian demam tifoid di Indonesia juga berkaitan dengan rumah tangga, yaitu adanya anggota keluarga dengan riwayat terkena demam tifoid, tidak adanya sabun untuk mencuci tangan, menggunakan piring yang sama untuk makan, dan tidak tersedianya tempat buang air besar dalam rumah.

Ditjen Bina Upaya Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan RI tahun 2010, melaporkan demam tifoid menempati urutan ke- 3 dari 10 pola penyakit terbanyak pada pasien rawap inap di Rumah Sakit di Indonesia (41.081 kasus)

10

Page 11: Blok IPT Skenario 1 (2014-2015)

LO. 3. 3 Patogenesis

LO. 3. 4 Pemeriksaan

1. Manusia terinfeksi oleh makanan yang terkontaminasi Salmonella typhi.2. Setelah masuk dalam saluran pencernaan, usus halus rusak dan terjadi

peradangan oleh S.typhi.3. S.typhi masuk ke kapiler darah dengan cara menembus dinding usus halus (dan

ke organ lain, sehingga terjadi komplikasi).4. Substansi racun dikeluarkan oleh S.typhi dan mengganggu keseimbangan

tubuh5. S.typhi berkembang biak di usus halus.6. Feces manusia mengandung Salmonella typhi yang dapat hidup berminggu-

minggu atau berbulan-bulan di media air atau tanah.

Masuknya kuman Salmonella typhi ( S. typhi ) dan Salmonella paratyphi ( S. paratyphi ) ke dalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos masuk ke dalam usus dan selanjutnya berkembang biak. Bila respon imunitas

11

Page 12: Blok IPT Skenario 1 (2014-2015)

hormonal mukosa ( Ig A ) usus kurang baik maka kuman akan menembus sel- sel epitel ( terutama sel-M ) dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plak Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat di dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakteremia pertama yang asimtomatik ) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelia tubuh terutama hati dan limfa. Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak diluar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakteremia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala-gejala penyakit infeksi sistemik.

Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan bersama cairan empedu dieksresikan secara intermiten kedalam lumen usus. Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi kedalam sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis kuman Salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vascular, gangguan mental, dan koagulasi.

Di dalam plak Peyeri makrofag huperaktif menimbulkan reaksi hyperplasia jaringan ( S. typhi intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat, hyperplasia jaringan dan nekrosis organ ). Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar Plague Peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hyperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuclear di dinding usus. Proses petologis jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot, serosa usus dan dapat mengakibatkan perporasi.

Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskular, pernapasan dan gangguan organ lainnya.

LO. 3. 4 Pemeriksaan

Demam tifoid dan paratifoid kebanyakan ditunjukkan sebagai penyakit mirip demam akut, dan diagnosis akurat bergantung pada pemeriksaan laboratorium. Kultur sumsum tulang tetap menjadi tes diagnosis gold standar untuk demam tifoid. Usaha – usaha untuk mengembangkan metode serologi sebagai tes diagnosis demam tifoid yang memperbaiki kekurangan dari tes widal masih menghadapi keterbatasan substansial baik dalam hal sensitivitas maupun spesifisitas. Pendekatan serologi kepada diagnosis S.paratyphi A, B, dan C telah dikembangkan namun belum dievaluasi atau diadaptasi untuk penggunaan di lapangan. Akibatnya, kultur darah, suatu metode yang kurang sensitif daripada kultur sumsum tulang, seringkali menjadi pilihan pertama dalam praktik untuk diagnosis dan evaluasi epidemiologi S.typhi dan S.paratyphi. Namun, kebanyakan demam tifoid terjadi di negara berpendapatan rendah dan menengah dimana kultur darah seringkali tidak tersedia, tidak terjangkau, dan tidak konsisten diaplikasikan. Untuk mengurangi kesenjangan pemahaman tentang insiden, komplikasi, dan tingkat

12

Page 13: Blok IPT Skenario 1 (2014-2015)

kasus fatal demam tifoid, maka dibutuhkan studi dengan populasi besar yang menggunakan konfirmasi kultur darah.

Pemeriksaan fisik 

Pada pemeriksaan fisik didapatkan peningkatan suhu tubuh, debar jantung relatif lambat (bradikardia), lidah kotor, pembesaran hati dan limpa (hepatomegali dan splenomegali), kembung (meteorismus), radang paru (pneumonia), dan kadang-kadang dapat timbul gangguan jiwa, pendarahan usus, dinding usus bocor (perforasi), radang selaput perut (peritonitis), serta gagal ginjal.

Pemeriksaan penunjang/ pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan hematologi, urinalis, kimia klinik, imunorologi, mikrobiologi,dan biologi molekular. Pemeriksaan ini ditujukan untuk menegakkan diagnosis (bahkan menjadi penentu diagnosis), menetapkan prognosis, memantau perjalanan penyakit,dan hasil pengobatan serta timbulnya penyulit.

1. Hematologi Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi pendarahan

usus atau perforasi Hitung leukosit rendah (leukopenia), tetapi dapat pula normal atau

tinggi Hitung jenis leukosit: neutropenia dengan limfositosis relatif  LED (laju endap darah): meningkat Jumlah trombosit normal atau menurun (trombositopenia)

Urinalis Protein: bervariasi dari negatif sampai yang positif (akibat demam) Leukosit dan eritrosit normal; bila meningkat kemungkinan terjadi

gejala lainnya Kimia klinik 

Enzim hati (SGOT, SGPT) sering meningkat dengan adanya gambaran peradangan samapaihepatitis akut.

Imunorologi Uji WidalPemeriksaan serologi ini ditujukan untuk mendeteksi adanya

antibody (didalamdarah) terhadap antigen kuman Salmonella typhi/paratyphi. Sebagai uji cepat (rapidtest) hasilnya dapat

segera diketahui. Hasil positif dinyatakan dengan adanyaaglutinasi. Karena itu antibody jenis ini dikenal sebagai

Febrile agglutinin. Hasil uji ini dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga dapat memberikan hasil postif palsu atau negatif palsu. Hasil positif palsu dapat disebabkan oleh faktor-faktor, antara lain pernah mendapatkan vaksinasi, reaksi silang dengan spesies lain (Enterobacteriaceae sp), reaksi anamnestik (pernah sakit), dan adanyafaktorrheumatoid (RF). Hasil negatif palsu dapat disebabkan oelh karena antara lain penderita sudah mendapatkan antibiotika, waktu pengambilan darah kurang dari 1minggu sakit, keadaan umum pasien yang buruk, dan adanya jamur imunologik lain.Diagnosis demam tifoid/paratifoid dinyatakan bila a/titer O = 1/160, bahkan mungkinsekali nilai batas tersebut harus lebih tinggi mengingat

13

Page 14: Blok IPT Skenario 1 (2014-2015)

penyakit demam tifoid iniendemis di Indonesia. Titer O setelah akhir minggu.

Elisa Salmonella typhi/paratyphi IgG dan IgM pemeriksaan ini merupakan uji imunologik yang dianggap lebih sensitif dan spesifik dibandingkan dengan uji Widal untuk mendeteksi demam tifoid/paratifoid diagnosis demam tifoid/paratifoid dinyatakan 1/ bila igM positif menandakan infeksi akut, 2/ jika igG positif menandakan pernah kontak/ pernah terinfeksi/ reinfeksi/ daerah endemik.

Mikrobiologi

Kultur (Gall culture/ biakan empedu) Uji ini merupakan baku emas (gold standard) untuk pemeriksaan demam tifoid/paratifoid. Interpretasi hasil : jika hasil positif maka diagnosis positif untuk demam tifoid/paratifoid. Sebaliknya jika hasil negatif, belum tentu demam tifoid /paratifoid, karena hasil biakan negatif palsu dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu antara lain :

a. Jumlah darah terlalu sedikit kurang dari 2 mLb. Darah tidak segera dimasukkan kedalam media Gall

(darahdibiarkan membeku dalam spult sehingga kuman terperangkap di dalam bekuan)

c. Saat pengambilan darah masih dalam minggu pertama sakit

d. Sudah mendapatkan antibiotikae. Sudah mendapatkan vaksinasi.

Kekurangan uji ini adalah hasilnya tidak dapat segera diketahui karena perlu waktu pertumbuhan kuman (biasanya positif antara 2-7 hari, bila belum ada pertumbuhan koloni ditunggu sampai 7 hari). Pilihan bahan spesimen yangdigunakan pada awal sakit adalah darah, kemudian untuk stadium lanjut/ carrier digunakanurin dan tinja.

Biologi molecular PCR ( Polymerase Chain Reaction)

Metode ini mulai banyak dipergunakan. Pada cara ini dilakukan perbanyakan DNA kuman yang kemudian diidentifikasikan dengan DNA probe yang spesifik. Kelebihan uji ini dapat mendeteksi kuman yang terdapat dalam jumlah sedikit (sensitifitas tinggi) sertas kekhasan (spesifitas) yang tinggi pula. Spesimen yang digunakan dapat berupa darah,urin, cairan tubuh lainnya serta jaringan biopsi.

LO. 3. 5 Penatalaksanaan Sampai saat ini masih dianut trilogi penatalaksanaan demam tifoid,

yaitu :

1. Istirahat dan PerawatanDengan tujuan mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan, tirah baring dan perawatan professional bertujuan untuk mencegah komplikasi. Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat seperti makan, minum, mandi buang air kecil, dan buang air besar akan membantu dan mempercepat masa penyembuhan.

14

Page 15: Blok IPT Skenario 1 (2014-2015)

2. Diet dan Terapi Penunjang ( Simtomatik dan Suportif)Dengan tujuan mengembalikan rasa nyaman dan kesehatan pasien secara optimal. Diet merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan penyakit demam tifoid, karena makanan yang kurang akan menurunkan keadaan umum dan gizi penderita akan semakin turun dan proses penyembuhan menjadi lama.

3. Pemberian Antimikroba / AntibiotikDengan tujuan menghentikan dan mencegah penyebaran kuman.

LO. 3. 6 Pencegahan Pencegahan dibagi menjadi beberapa tingkatan sesuai dengan

perjalanan penyakit, yaitu pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier.a. Pencegahan primer merupakan upaya untuk mempertahankan orang

yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit. Pencegahan primer dapat dilakukan dengan cara imunisasi dengan vaksin yang dibuat dari strain Salmonella typhi yang dilemahkan. Di Indonesia telah ada 3 jenis vaksin tifoid, yaitu :

1. Vaksin oral Ty 21 a Vivotif Berna. Vaksin ini tersedia dalam kapsul yang diminum selang sehari dalam 1 minggu satu jam sebelum makan. Vaksin ini kontraindikasi pada wanita hamil, ibu menyusui, demam, sedang mengkonsumsi antibiotik . Lama proteksi 5 tahun.

2. Vaksin parenteral sel utuh : Typa Bio Farma. Dikenal 2 jenis vaksin yakni, K vaccine (Acetone in activated) dan L vaccine (Heat in activated-Phenol preserved). Dosis untuk dewasa 0,5 ml, anak 6 – 12 tahun 0,25 ml dan anak 1 – 5 tahun 0,1 ml yang diberikan 2 dosis dengan interval 4 minggu. Efek samping adalah demam, nyeri kepala, lesu, bengkak dan nyeri pada tempat suntikan. Kontraindikasi demam,hamil dan riwayat demam pada pemberian pertama.

3. Vaksin polisakarida typhim Vi Aventis Pasteur Merrieux. Vaksin diberikan secara intramuscular dan booster setiap 3 tahun. Kontraindikasi pada hipersensitif, hamil, menyusui, sedang demam dan anak umur 2 tahun.

Indikasi vaksinasi adalah bila hendak mengunjungi daerah endemik, orang yang terpapar dengan penderita karier tifoid dan petugas laboratorium/mikrobiologi kesehatan.

Mengkonsumsi makanan sehat agar meningkatkan daya tahan tubuh, memberikan pendidikan kesehatan untuk menerapkan prilaku hidup bersih dan sehat dengan cara budaya cuci tangan yang benar dengan memakai sabun, peningkatan higiene makanan dan minuman berupa menggunakan cara-cara yang cermat dan bersih dalam pengolahan dan penyajian makanan, sejak awal pengolahan, pendinginan sampai penyajian untuk dimakan, dan perbaikan sanitasi lingkungan.

15

Page 16: Blok IPT Skenario 1 (2014-2015)

b. Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan cara mendiagnosa penyakit secara dini dan mengadakan pengobatan yang cepat dan tepat. Untuk mendiagnosis demam tifoid perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium. Ada 3 metode untuk mendiagnosis penyakit demam tifoid, yaitu : Diagnosis klinik

Diagnosis klinis penyakit ini sering tidak tepat, karena gejala kilinis yang khas pada demam tifoid tidak ditemukan atau gejala yang sama dapat juga ditemukan pada penyakit lain. Diagnosis klinis demam tifoid sering kali terlewatkan karena pada penyakit dengan demam beberapa hari tidak diperkirakan kemungkinan diagnosis demam tifoid.

Diagnosis mikrobiologik/pembiakan kumanMetode diagnosis mikrobiologik adalah metode yang paling

spesifik dan lebih dari 90% penderita yang tidak diobati, kultur darahnya positip dalam minggu pertama. Hasil ini menurun drastis setelah pemakaian obat antibiotika, dimana hasil positip menjadi 40%. Meskipun demikian kultur sum-sum tulang tetap memperlihatkan hasil yang tinggi yaitu 90% positip. Pada minggu-minggu selanjutnya hasil kultur darah menurun, tetapi kultur urin meningkat yaitu 85% dan 25% berturut-turut positip pada minggu ke-3 dan ke-4. Organisme dalam tinja masih dapat ditemukan selama 3 bulan dari 90% penderita dan kira-kira 3% penderita tetap mengeluarkan kuman Salmonella typhi dalam tinjanya untuk jangka waktu yang lama.

Diagnosis serologik

Pencegahan sekunder dapat berupa :

Penemuan penderita maupun carrier secara dini melalui penigkatan usaha surveilans demam tifoid.

Perawatan umum dan nutrisi Penderita demam tifoid, dengan gambaran klinis jelas

sebaiknya dirawat di rumah sakit atau sarana kesehatan lain yang ada fasilitas perawatan. Penderita yang dirawat harus tirah baring dengan sempurna untuk mencegah komplikasi, terutama perdarahan dan perforasi. Bila klinis berat, penderita harus istirahat total. Bila penyakit membaik, maka dilakukan mobilisasi secara bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan penderita. Nutrisi pada penderita demam tifoid dengan pemberian cairan dan diet. Penderita harus mendapat cairan yang cukup, baik secara oral maupun parenteral. Cairan parenteral diindikasikan pada penderita sakit berat, ada komplikasi penurunan kesadaran serta yang sulit makan. Cairan harus mengandung elektrolit dan kalori yang optimal. Sedangkan diet harus mengandung kalori dan protein yang cukup. Sebaiknya rendah serat untuk mencegah perdarahan dan perforasi. Diet untuk penderita tifoid biasanya diklasifikasikan atas: diet cair, bubur lunak, tim dan nasi biasa.

Pemberian anti mikroba (antibiotik)

16

Page 17: Blok IPT Skenario 1 (2014-2015)

Anti mikroba (antibiotik) segera diberikan bila diagnosa telah dibuat. Kloramfenikol masih menjadi pilihan pertama, berdasarkan efikasi dan harga. Kekurangannya adalah jangka waktu pemberiannya yang lama, serta cukup sering menimbulkan karier dan relaps. Kloramfenikol tidak boleh diberikan pada wanita hamil, terutama pada trimester III karena dapat menyebabkan partus prematur, serta janin mati dalam kandungan. Oleh karena itu obat yang paling aman diberikan pada wanita hamil adalah ampisilin atau amoksilin.

c. Uji WidalUji Widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan

antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap Salmonella typhi terdapat dalam serum penderita demam tifoid, pada orang yang pernah tertular Salmonella typhi dan pada orang yang pernah mendapatkan vaksin demam tifoid.

Antigen yang digunakan pada uij Widal adalah suspensi Salmonella typhi yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji Widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita yang diduga menderita demam tifoid

Dari ketiga aglutinin (aglutinin O, H, dan Vi), hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosis. Semakin tinggi titer aglutininnya, semakin besar pula kemungkinan didiagnosis sebagai penderita demam tifoid. Pada infeksi yang aktif, titer aglutinin akan meningkat pada pemeriksaan ulang yang dilakukan selang Universitas Sumatera Utara waktu paling sedikit 5 hari. Peningkatan titer aglutinin empat kali lipat selama 2 sampai 3 minggu memastikan diagnosis demam tifoid.

Interpretasi hasil uji Widal adalah sebagai berikut :

a. Titer O yang tinggi ( > 160) menunjukkan adanya infeksi akutb. Titer H yang tinggi ( > 160) menunjukkan telah mendapat imunisasi

atau pernah menderita infeksi c. Titer antibodi yang tinggi terhadap antigen Vi terjadi pada carrier.

Beberapa faktor yang mempengaruhi uji Widal antara lain :

1. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Penderita

a. Keadaan umum gizi penderita Gizi buruk dapat menghambat pembentukan antibodi.

b. Waktu pemeriksaan selama perjalanan penyakit Aglutinin baru dijumnpai dalam darah setelah penderita

mengalami sakit selama satu minggu dan mencapai puncaknya pada minggu kelima atau keenam sakit.

c. Pengobatan dini dengan antibiotik Pemberian antibiotik dengan obat antimikroba dapat menghambat pembentukan antibodi.

17

Page 18: Blok IPT Skenario 1 (2014-2015)

d. Penyakit-penyakit tertentu Pada beberapa penyakit yang menyertai demam tifoid tidak

terjadi pembentukan antibodi, misalnya pada penderita leukemia dan karsinoma lanjut.

e. Pemakaian obat imunosupresif atau kortikosteroid dapat menghambat pembentukan antibodi.

f. Vaksinasi Pada orang yang divaksinasi demam tifoid, titer aglutinin O dan

H meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang setelah 6 bulan sampai 1 tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahan-lahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh karena itu titer aglutinin H pada seseorang yang pernah divaksinasi kurang mempunyai nilai diagnostik.

g. Infeksi klinis atau subklinis oleh Salmonella sebelumnya Keadaan ini dapat menyebabkan uji Widal positif, walaupun

titer aglutininnya rendah. Di daerah endemik demam tifoid dapat dijumpai aglutinin pada orang-orang yang sehat.

2. Faktor-faktor teknis

a. Aglutinasi silang Karena beberapa spesies Salmonella dapat mengandung antigen

O dan H yang sama, maka reaksi aglutinasi pada satu spesies dapat juga menimbulkan reaksi aglutinasi pada spesies lain. Oleh karena itu spesies Salmonella penyebab infeksi tidak dapat ditentukan dengan uji widal.

b. Konsentrasi suspensi antigen Konsentrasi suspensi antigen yang digunakan pada uji widal akan mempengaruhi hasilnya.

c. Strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigenDaya aglutinasi suspensi antigen dari strain Salmonella setempat lebih baik daripada suspensi antigen dari strain lain.

d. Uji Enzym-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) Uji ELISA untuk melacak antibodi terhadap antigen Salmonella

typhi belakangan ini mulai dipakai. Prinsip dasar uji ELISA yang dipakai umumnya uji ELISA tidak langsung. Antibodi yang dilacak dengan uji ELISA ini tergantung dari jenis antigen yang dipakai.

Uji ELISA untuk melacak Salmonella typhi. Deteksi antigen spesifik dari Salmonella typhi dalam spesimen

klinik (darah atau urine) secara teoritis dapat menegakkan diagnosis demam tifoid secara dini dan cepat. Uji ELISA yang sering dipakai untuk melacak adanya antigen Salmonella typhi dalam spesimen klinis, yaitu double antibody sandwich ELISA.

18

Page 19: Blok IPT Skenario 1 (2014-2015)

e. Pencegahan tersier adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi keparahan akibat komplikasi. Apabila telah dinyatakan sembuh dari penyakit demam tifoid sebaiknya tetap menerapkan pola hidup sehat, sehingga imunitas tubuh tetap terjaga dan dapat terhindar dari infeksi ulang demam tifoid. Pada penderita demam tifoid yang carier perlu dilakukan pemerikasaan laboratorium pasca penyembuhan untuk mengetahui kuman masih ada atau tidak.

LO. 3. 7 Komplikasi 3. 7. 1 Komplikasi Internal

Perdarahan Intestinal Pada plak Peyeri usus yang terinfeksi dapat terbentuk

tukak/luka berbentuk lonjong dan memanjang terhadap sumbu usus. Bila luka menembus lumen usus dan mengenai pembuluh darah maka akan terjadi perdarahan. Selanjutnya bila tukak menembus dinding usus maka perforasi dapat terjadi. Selain karena faktor luka, perdarahan juga dapat terjadi karena gangguan koagulasi darah (KID) atau gabungan kedua faktor. Sekitar 25% penderita demam tifoid dapat mengalami perdarahan minor yang tidak membutuhkan transfusi darah. Perdarahan hebat dapat terjadi hingga penderita mengalami syok. Secara klinis perdarahan akut darurat bedah ditegakkan bila terdapat perdarahan sebanyak 5 ml/kg BB/jam dengan faktor hemostatis dalam batas normal. Jika penanganan terlambat, mortalitas cukup tinggi sekitar 10-32 %, bahkan ada yang melaporkan sampai 80%. Bila transfusi yang dberikan tidak dapat mengimbangi perdarahan yang terjadi, maka tindakan bedah perlu dipertimbangkan.

Perforasi Usus Antibiotik diberikan secara selektif bukan hanya untuk

mengobati S. typhi tetapi juga untuk mengatasi kuman yang bersifat fakultatif dan anaerobik. Umumnya diberika spektrum luas dengan kombinasi kloramfenikol dan ampisilin intravena. Untuk kontaminasi usus dapat diberikan gentamisin/metronidazol. Cairan harus diberikan dalam jumlah yang cukup serta penderita dipuasakan dan dipasang nasogastrik tube. Transfusi darah dapat diberikan bila terdapat kehilangan darah akibat perdarahan intestinal.

3. 7. 2 Komplikasi Eksternal Komplikasi Hematologi

Koplikasi hemtologik berupa trobsitopenia hipofibrino-genemia, peningkatan prothrombin time , peningkatan fibrin degradation products sampai koagulasi intravaskular diseminata (KID) dapat ditemukan pada kebanyakan pasien demam tifoid. Trombositopenia saja sering dijumpai, hal ini mungkin terjadi karena menurunnya produksi trombosit di sumsum tulang selama proses infeksi atau meningkatnya

19

Page 20: Blok IPT Skenario 1 (2014-2015)

destruksi trombosit di sistem retikuloendotelial. Obat –obatan juga bisa dapat menyebabkan penurunan trombosit.

Hepatitis TifosaPembengkakan hati ringan sampai sedang dijumpai pada

50% kasus denagan demam tifoid dan lebih banyak dijumpai pada S. typhi dan S. paratyphi. Untuk membedakan apakah hepatitis ini oleh karena tifoid, virus, malaria, atau amuba maka perlu diperhatikan kelainan fisik, parameter laboratorium, dan bila perlu histopatologik hati. Pada demam tifoid kenaikan enzim transaminase tidak relevan dengan kenaikan serum bilirubin (untuk membedakan dengan hepatitis oleh karena virus). Hepatitis tifosa dapat dapat terjadi pada pasien dengan malnutrisi dan sistem imun yang kurang. Meskipun sangat jarang, komplikasi hepatoensefalopati dapat terjadi.

Pankreatitis Tifosa Komplikasi yang biasa dijumpai pada demam tifoid.

Pankreatitis sendiri dapat disebabkan mediator pro-inflamasi, virus, bakteri, cacing, maupn zat-zat farmakologik. Pemeriksaan enzim amilase dan lipase serta ultrasonografi /CT-san dapat membantu diagnosis penyakit ini dengan akurat.

Penatalaksaan pankreatitis tifosa sama seperti penanganan pankreatitis pada umunya, antibiotik yang diberikan adalah antibiotik intravena seperti seftriakson atau kuinolon.

Miokarditis Tejadi pda 1-5% penderita demam tifoid sedangkan kelainan

elektokardiografi dapat terjadi pada 10-15% penderita. Pasien dengan miokarditis biasanya tanpa gejala kardiovaskular atau dapat berupa keluhan sakit dada, gagal jantung kongestif, aritmia, atau syok kardiogenik. Sedangkan perikarditis sangat jarang terjadi. Perubahan elektrokardiografi yang menetap disertai aritmiamempunyai prognosis yang buruk. Kelainan ini disebabkan kerusakan miokardium oleh kuman S. typhi dan miokarditis sering sebagai penyebab kematian. Biasanya dijumpai pada pasien yang sakit berat pada infeksi keadaan akut.

Manifestasi Neuropsikiatrik/ Toksik TifoidManifestasi neuropsikiatrik dapat berupa delirium dengan

atau tanpa kejang, semi-koma atau koma, Parkinson rigidity/ transient parkinsonism, sindrom otak akut, mioklonus generalisata, meningismus, skizofrenia sitotoksik, mania akut, hipomania, ensefalomielitis, meningitis, polineuritis perifer, sindrom Guillian-Barre, dan psikosis.

Gejala demam tifoid diikuti suatu sindrom klinis berupa gangguan atau penurunan kesadaran akut (kesadaran berkabut, apatis, delirium, somnolen, sopor, atau koma) dengan atau tanpa disertai kelainan neurologis lainnya dan dalam pemeriksaan

20

Page 21: Blok IPT Skenario 1 (2014-2015)

cairan otak masih dalam batas normal. Sindrom klinis sepertiini oleh beberapa peneliti disebut sebagai toksik tifoid, sedangkan penulis lainnya menyebut dengan demam tifoid berat, demam tifoid ensefalopati, atau demam tifoid dengan toksemia.

Semua kasus toksis tifoid, dianggap sebagai demam tifoid, langsung diberikan pengobatan kombinasi kloramfenikol 4 x 500 mg ditambah ampisilin gram 4 x 1 gram dan deksametason 3 x 5 mg.

LO. 3. 8 Prognosis Prognosis pada deman tifoid tergantung kepada terapi, usia, keadaan

kesehatan sebelumnya dan ada tidaknya komplikasi. Di negara maju dengan terapi antibiotik yang adekuat, angka mortalitas < 1%. Di negara berkembang ,mortalitasnya >10%, biasanya karena keterlambatan diagnosis, perawatan dan pengobatan. Munculnya komplikasi seperti perforasi gastrointestinal atau perdarahan hebat, meningitis, endokarditis, dan pneumonia mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Relaps dapat timbul beberapa kali.Individu yang mengeluarkan Salmonella typhi > 3 bulan setelah infeksi umumnya menjadi carrier kronis. Resiko menjadi carrier rendah pada anak-anak dan meningkat sesuai usia. Carrier kronik terjadi pada 1-5% dari seluruh pasien demam tifoid. Insiden penyakit truktus bilaris lebih tinggi pada carrier kronis dibanding dengan populasi umum. Walaupun carrier urin kronis juga dapat terjadi,hal ini jarang terjadi dan dijumpai terutama pada individu dengan skistosomiasis.

LI. 4 Memahami dan Menjelaskan Antibiotik untuk Demam Tifoid LO. 4. 1 Golongan antibiotik

4. 1. 1 Golongan Antibiotik Kloramfenikol

Antibiotika Golongan Kloramfenikol bekerja dengan menghambat sintesis protein dari bakteri yang diisolasikan pertama kali pada tahun 1947 dari Streptomyces venezuelae. Kloramfenikol mempunyai daya antimikroba yang kuat maka penggunaan Kloramfenikol meluas dengan cepat sampai pada tahun 1950 diketahui bahwa Kloramfenikol dapat menimbulkan anemia aplastik yang fatal. Efek antimikroba dalam Kloramfenikol bekerja dengan jalan menghambat sintesis protein kuman. Yang dihambat adalah enzim peptidil transferase yang berperan sebagai katalisator untuk membentuk ikatan-ikatan peptida pada proses sintesis protein kuman. Efek toksis Kloramfenikol pada sel mamalia terutama terlihat pada sistem hemopoetik/darah dan diduga berhubungan dengan mekanisme kerja Kloramfenikol. Kloramfenikol digunakan untuk mengatasi H.influenzae dan S. thypi karena bersifat toksik terhadap sumsum tulang.

Dosis yang diberikan adalah 4 x 500 mg perhari dapat diberikan per-oral atau intravena. Diberikan sampai dengan 7 hari bebas panas. Penyuntikan intramuskular tidak dianjurkan oleh karena hidrolisis ester ini tidak dapat diramalkan dan tempat suntikan terasa nyeri.

4. 1. 2 Golongan Antibiotik Fluorokuinolon

21

Page 22: Blok IPT Skenario 1 (2014-2015)

Antibiotika Golongan Kuinolon bekerja dengan menghambat satu atau lebih enzim topoisomerase yang bersifat esensial untuk replikasi dan transkripsi DNA bakteri. Asam Nalidiksat adalah prototip antibiotika golongan Kuinolon lama yang dipasarkan sekitar tahun 1960. Penggunaan obat Kuinolon lama ini terbatas sebagai antiseptik saluran kemih saja. Pada awal tahun 1980, diperkenalkan golongan Kuinolon baru dengan atom Fluor pada cincin Kuinolon (karena itu dinamakan juga Fluorokuinolon). Perubahan struktur ini secara dramatis meningkatkan daya bakterinya, memperlebar spektrum antibakteri, memperbaiki penyerapannya di saluran cerna, serta memperpanjang masa kerja obat. Golongan Kuinolon ini digunakan untuk infeksi sistemik. Yang termasuk golongan ini antara lain adalah Spirofloksasin, Ofloksasin, Moksifloksasin, Levofloksasin, Pefloksasin, Norfloksasin, Sparfloksasin, Lornefloksasin, Flerofloksasin dan Gatifloksasin.

1. Norfloksasin dosis 2 x 400 mg/hari selama 14 hari 2. Siproflokasin dosis 2 x 500 mg/hari selama 6 hari 3. Ofloksasin dosis 2 x 400 mg /hari selama 7 hari 4. Pefoksasin dosis 400 mg /hari selama 7 hari5. Fleroksasin dosis 400 mg /hari selama 7 hari6. Levofloksasin dosis 1 x 500 mg/ hari selama 5 hari

4. 1. 3 Golongan Antibiotik Sefalosforin

Antibiotika Golongan Sefalosforin bekerja dengan menghambat sintesis peptidoglikan serta mengaktifkan enzim autolisis pada dinding sel bakteri. Sefalosporin termasuk golongan antibiotika betalaktam. Seperti antibiotik betalaktam lain, mekanisme kerja antimikroba Sefalosporin ialah dengan menghambat sintesis dinding sel mikroba. Yang dihambat adalah reaksi transpeptidase tahap ketiga dalam rangkaian reaksi pembentukan dinding sel. Sefalosporin yang aktif terhadap kuman gram positif diantaranya sefalotin, sefaleksin, sefazolin, serta sefradin. Kelompok yang aktif terhadap kuman gram negative seperti sefaklor, sefamandol, mokasalatam, sefotaksim, dan sefoksitin.

Hingga saat ini golongan sefalosporin generasi ke-3 yang terbukti efektif untuk demam tifoid adaah seftriakson, dosis yang dianjurkan adalah antara 3-4 gram dalam desktrosa 100 cc diberikan selama 1,5 jam per infus sekali sehari diberikan selama 3 hingga 5 hari.

4. 1. 4 Kotrimoksasol

Trimetoprim dan Sulfametoksasol menghambat reaksi enzimatis obligat pada dua tahap yang berurutan pada mikroba, sehingga kombinasi kedua obat memberikan efek sinergi. Penemuan sediaan kombinasi ini merupakan kemajuan penting dalam usaha meningkatkan efektivitas klinik antimikroba. Kombinasi ini lebih dikenal dengan nama kotrimoksasol.

Kotrimoksasol efektif untuk karier Salmonella typhi dan Salmonella spesies lain. Kelebihan kotrimoksasol antara lain dapat digunakan untukkasus yang resisten terhadap kloramfenikol, penyerapan di usus cukup baik, dan kemungkinan timbulnya kekambuhan pengobatan lebih

22

Page 23: Blok IPT Skenario 1 (2014-2015)

kecil dibandingkan kloramfenikol. Kelemahannya ialah dapat terjadi skin rash (1-15%), sindrom Steven Johnson, agranulositosis, trombositopenia, anemia megaloblastik, hemolisis eritrosit terutama pada penderita defisisensi G6PD. Dosis oral yang dianjurkan adalah 30-40 mg/kgBB/hari untuk sulfametoksasol dan 6-8 mg/kgBB/hari untuk Trimetoprim, diberikan dalam 2 kali pemberian, selama 10-14 hari

4. 1. 5 Ampisilin dan Amoksisilin

Ampisilin memiliki aktivitas spektrum luas terhadap bakteri gram negatif seperti E. coli dan Salmonella. Aktivitas amoksisilin hampir samadengan ampisilin tetapi resorpsinya lebih lengkap dan pesat dengan kadardi dalam darah yang mencapai dua kali lipat.

Kemampuan obat ini untuk menurunkan demam lebih rendah dibandingkan dengan kloramfenikol, dosis yng dianjurkan berkisar 50-100 mg/kg BB dan digunakan selama 2 minggu.

LO. 4. 2 Farmakokinetik 4. 2. 1 Kloramfenikol

Setelah pemberian oral, Kloramfenikol diserap dengan cepat. Kadar puncak dalam darah tercapai dalam 2 jam. Untuk anak biasanya di berikan bentuk ester kloramfenikol palmitat/stearate yang rasanya tidak pahit. Bentuk ester ini akan mengalami hidrolisis dalam usus dan membebaskan kloramfenikol. Untuk pemberian secara parental, digunakan kloramfenikol suksinat yang akan dihidrolisis dalam jaringan dan membebaskan kloramfenikol

4. 2. 2 FluorokuinolonAsam nalidiksat diserap baik melalui saluran cerna tetapi di

ekskresi dengan cepat melalui ginjal. Obat ini tidak bermandaan untuk infeksi sistemik. Fluorokuinolon di serap lebih baik melalui saluran cerna dibandingkan dengan asam nalidiksat. Ofloksasin, levoflosasin, gatifloksasin dan moksifloksasin adalah fluorokuinolon yang diserap baik sekali pada pemberian oral.

4. 2. 3 KotrimeksazolRasio kadar sulfametoksazol dan trimethoprim yang ingin

dicapai dalam darah yaitu sekitar 20:1. Trimethoprim cepat di distribusi ke dalam jaringan dan kira-kira 40% terikat pada protein plasma dengan adanya sulfametoksazol. Volume distribusi trimethoprim hamper 9X lebih besar daripada sulfametoksazol. Obat masuk ke CSS dan saliva dengan mudah. Masing-maing komponen juga ditemukan dalam kadar tinggi dalam empedu. Kira-kira 65% sulfametoksazol terikat pada protein plasma. Sampai 60% trimethoprim dan 25-50% sulfametoksazol di ekskresi melalui urin dalam 24 jam setelah pemberian 2/3 dari sulfonamide tidak mengalami konjugasi

LO. 4. 3 Farmakodinamik4. 3. 1 Kloramfenikol

23

Page 24: Blok IPT Skenario 1 (2014-2015)

Kloramfenikol bekerja dengan cara menghambat sintesis protein sel mikroba.Sintesis protein berlangsung di ribosom.Pada bakteri ribosom terdiri dari 2 unit,yaitu ribosom 3OS dan 5OS. Kedua unit ini bersatu menjadi ribosom 7OS yang akan berperan dalam sintesis protein, Kloramfenikol terikat pada ribosom unit 5OS dan menghambat pengikatan asam amino baru pada rantai polipeptida oleh enzim peptidil transferase.

4. 3. 2 AmpicillinAmpicillin memiliki mekanisme yang sama dalam penghancuran

dinding peptidoglikan, hanya saja Ampicillin mampu berpenetrasi kepada bakteri gram positif dan gram negatif. Hal ini disebabkan keberadaan gugus amino pada Ampicillin, sehingga membuatnya mampu menembus membran terluar (outer membran) pada bakteri gram negatif.

4. 3. 3 FlourokuinolonAntibiotik flourokuinolon memasuki sel dengan difusi pasif pada

membran luar bakteri melalui kanal protein terisi air. Bekerja dengan cara menghambat replikasi DNA bakteri dengan cara mengganggu kerja DNA girase selama pertumbuhan dan reproduksi bakteri.

4. 3. 4 KotrimoksazolBerdasarkan kerjanya pada dua tahap yang berurutan dalam reaksi

enzimatik untuk membentuk asam tetrahidrofolat. Sulfonamid menghambat masuknya molekul PABA ke dalam molekulasam folat. Trimetoprim menghambat terjadinya reaksi reduksi dari hidrofolat menjadi tetrahidrofolat

LO. 4. 4 Kontra-indikasi4. 4. 1 Kloramfenikol dan Tiamfenikol

Kloramfenikol tidak dianjurkan pada trimester ke- 3 kehamilan karena dikhawatirkan dapat terjadi partus prematur, kematian fetus intrauterin, dan sindrom grey pada neonatus.

Tiamfenikol tidak dianjurkan pada trimester pertama kehamilan karena kemungkinan efek teratogenik terhadap fetus pada manusia belum dapat disingkirkan.

Pada Ibu hamil yang menderita demam tifoid dianjukan diberikan obat antibiotik berupa ampisilin, amoksisilin, dan seftriakson. Pada anak biasanya diberikan ester kloramfenikol palmitat atau stearat yang rasanya tidak pahit.

4. 4. 2 Golongan Kuinolon dan Fluorokuinolon Ciprofloksasin tidak boleh diberikan pada pasien yang pernah

mengalami alergi terhadap antibiotik ini. Penggunaan ciprofloksasin juga perlu diawasi pada pasien usia lanjut atau pasien dengan transplantasi ginjal, jantung, dan paru-paru karena dapat menimbulkan komplikasi rusaknya jaringan penghubung tulang-otot. Penggunaan pada wanita hamil juga perlu diawasi karena dapat menimbulkan kecacatan pada janin.

24

Page 25: Blok IPT Skenario 1 (2014-2015)

LO. 4. 5 Efek samping

4. 5. 1 Efek samping antibiotik Kloramfenikol dan Tiamfenikola. Reaksi Hematologik

Terdapat dalam 2 bentuk, yaitu :

1. Reaksi toksik dengan manifestasi depresi sumsum tulang. Kelainan ini berhubungan dengan dosis, progresif dan pulih bila pengobatan dihentikan. Kelainan darah yang terlihat adalah anemia, retikulositopenia, peningkatan serum iron dan iron binding capacity serta vakuolisasi seri eritrosit muda. Reaksi ini terlihat bila kadar kloramfenikol dalam serum melampaui 25 μg/mL.

2. Anemia aplastik dengan pansitopenia yang ireversibel dan memiliki prognosis sangat buruk. Timbulnya tidak tergantung dari besarnya dosis atau lamanya pengobtan. Insidens berkisar antara 1:24.000 – 50.000. Efek samping ini diduga merupakan reaksi idiosinkrasi dan mungkin disebabkan oleh adanya kelainan genetik.

b. Reaksi Saluran Cerna Bermanifestasi dalam bentuk mual, muntah, glositis, diare dan

enterokolitis.

c. Sindrom Gray Pada neonatus, terutama bayi prematur yang mendapat dosis

tingi (200 mg/kgBB) dapat menimbulkan Sindrom Gray, biasanya antara hari ke 2-9 masa terapi, rata-rata hari ke-4. Mula-mula bayi muntah, tidak mau menyusu, pernapasan cepat dan tidak teratur, perut kembung, sianosis dan diare dengan tinja berwarna hijau dan bayi tampak sakit berat. Pada hari berikutnya, tubuh bayi lemas dan berwarna keabu-abuan; terjadi pula hipotermia.

Efek toksik ini diduga disebabkan oleh :

1. Sistem konjugasi oleh enzim glukuronil transferase belum sempurna, dan

2. Kloramfenikol yang tidak terkonjugasi belum dapat diekskresi dengan baik oleh ginjal. Maka, untuk mengurangi efek samping tersebut, dosis Kloramfenikol untuk bayi yang umurnya kurang dari 1 bulan tidak boleh melebihi 25 mg/kg BB sehari dan yang berumur lebih dari 1 bulan dosisnya 50 mg/kg BB. Interaksi Obat

Kloramfenikol adalah penghambat yang poten dari sitokrom P450 isoform CYP2C19 dan CYP3A4 pada manusia, sehingga dapat memperpanjang masa paruh eliminasi fenitoin, tolbutamid, klorpropamid dan warfarin.

25

Page 26: Blok IPT Skenario 1 (2014-2015)

4. 5. 2 Efek samping antibiotik golongan Kuinolon dan Fluorokuinolon

a. Saluran cerna Efek samping ini paling sering timbul akibat penggunaan

golongan kuinolon (prevalensi sekitar 3-17%) dan bermanifestasi dalam bentuk mual, muntah, rasa tidak enak di perut.

b. Susunan saraf pusat Yang paling sering dijumpai adalah sakit kepala dan

pusing. Bentuk yang jarang timbul ialah halusinasi, kejang dan delirium.

c. Hepatotoksisitas Efek samping ini jarang dijumpai namun kematian akibat

hepatotoksisitas yang berat pernah terjadi akibat penggunaan trofafloksasin. Karena itu obat ini sekarang tidak dipasarkan lagi.

d. KardiotoksisitasBeberapa fluorokuinolon antara lain sparfloksasin dan

grepafloksasin (kedua obat ini sekarang tidak dipasarkan lagi) dapat memperpanjang QTc (corrected QT interval). Pemanjangan interval QTc ini disebabkan karena obat-obat ini menutup kanal kalium yang disebut HERG pada miosit yang menyebabkan terjadinya akumulasi kalium dalam miosit. Akibat terjadi aritmia ventrikel yang dikenal dengan natorsades de pointes. Beberapa kuinolon berupa antara lain moksifloksasin juga dapat sedikit memperpanjang QTc interval dan tidak berbahaya secara klinis. Namun bila obat ini diberikan bersama obat yang yang juga memperpanjang QTc interval (misalnya terfenadin, sisaprid, dll) maka akan timbul aritmia ventrikel yang serius.

e. DisglikemiaGatifloksasin baru-baru ini dilaporkan dapat menimbulkan

hiper atau hipoglikemia, khususnya pada pasien berusia lanjut. Obat ini tidak boleh diberikan pada pasien diabetes mellitus.

f. FotoksisitasKinafloksasin (tidak dipasarkan lagi) dan sparfloksasin

adalah fluorokuinolon yang relatif sering menimbulkan fotoksisitas.

26

Page 27: Blok IPT Skenario 1 (2014-2015)

Daftar Pustaka

Herry, H. Buku Ajar Divisi Infeksi dan Penyakit Tropis. FKUNPAD : Bandung.

Gan Gunawan S, dkk. 2007. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. FKUI : Jakarta.

Katzung, E.G. (1997). Obat-Obat Kemoterapeutik, dalam Farmakologi Dasar & Klinik. EGC : Jakarta

Myck, Marry J, 1999. Farmakologi ulasan bergambar. Widya Medica : Jakarta.

Sherwood Lauralee. (2007) Fisiologi Manusia : Dari Sel ke Sistem. EGC : Jakarta

Setiadi Siti, dkk. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi 6. Interna Publishing : Jakarta

Sudoyo A.W dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Edisi 5. FKUI : Jakarta

Syahrurahman Agus, dkk. 1994. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi Revisi. Binarupa aksara : Jakarta

27