Wrap Up PBL Blok IPT Sk 1 Demam Tifoid

32
SKENARIO 1 DEMAM SORE HARI BLOK INFEKSI DAN PENYAKIT TROPIK Kelompok B 13 Ketua: Sri Maryana (1102013230) Sekretaris: Vindhita Ratiputri (1102014273) Anggota: Nanda Kusuma Yuda (1102013207) Muhammad Haekal Fadhilah (1102014168) Nabila Azzahra (1102014179) Nisrina Nurul Insani (1102014196) Nadia Anugrah Syafrida (1102014184) Perty Hasanah Permatahati (1102014209) Tri Handini (1102014269) Wisnuarto Sarwono (1102014282)

description

Kelompok B13 2014

Transcript of Wrap Up PBL Blok IPT Sk 1 Demam Tifoid

Page 1: Wrap Up PBL Blok IPT Sk 1 Demam Tifoid

SKENARIO 1DEMAM SORE HARI

BLOK INFEKSI DAN PENYAKIT TROPIK

Kelompok B 13Ketua: Sri Maryana (1102013230) Sekretaris: Vindhita Ratiputri (1102014273)Anggota:Nanda Kusuma Yuda (1102013207)Muhammad Haekal Fadhilah (1102014168)Nabila Azzahra (1102014179)Nisrina Nurul Insani (1102014196)Nadia Anugrah Syafrida (1102014184)Perty Hasanah Permatahati (1102014209)Tri Handini (1102014269)Wisnuarto Sarwono (1102014282)

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS YARSI

TAHUN AKADEMIK 2014/2015Jl. Letjen. Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta 10510

Page 2: Wrap Up PBL Blok IPT Sk 1 Demam Tifoid

SKENARIO

Demam Sore Hari

Seorang wanita 30 tahun, mengalami demam sejak 1 minggu yang lalu. Demam dirasakan lebih tinggi pada sore dan malam hari dibandingkan pagi hari. Pada pemeriksaan fisik kesadaran somnolen, nadi bradikardia, suhu tubuh hiperpireksia (pengukuran jam 20.00 WIB), lidah terlihat kotor (coated tongue). Dokter menyarankan pemeriksaan darah untuk membantu diagnosis dan cara penanganannya.

2

Page 3: Wrap Up PBL Blok IPT Sk 1 Demam Tifoid

KATA-KATA SULIT

Bradikarda : Kelambatan denyut jantung dengan frekuensi kurang dari 60x/menitHiperpireksia : Kenaikan suhu tubuh lebih dari 41⁰CDemam : Peningkatan suhu tubuh diatas normal Coated tongue : Penampilan klinis pada dorsum lidah yang tampak seperti tertutup

oleh lapisan yang biasanya berwarna putihSomnolen : Penurunan kesadaran, seperti ngantuk tetapi masih dapat menjawab

respon verbal.

PERTANYAAN

3

Page 4: Wrap Up PBL Blok IPT Sk 1 Demam Tifoid

1. Mengapa demam yang dirasakan hanya pada malam / sore hari?2. Apakah penyebab demam?3. Apa hubungan demam dengan bradikardia?4. Mengapa penderita tifoid lidahnya kotor berwarna putih?5. Bagaimana tatalaksana demam tifoid?6. Apakah hubungan demam dengan kesadaran somnolen?7. Bagaimana mekanisme demam?8. Sebutkan macam macam demam?9. Apakah pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis demam tifoid?10. Bagaimana cara menegakkan diagnosis?11. Bagaimana cara penularan tifoid?12. Mengapa dibutuhkan pemeriksaan darah untuk menegakkan diagnosis?13. Apa saja macam macam pemeriksaan darah?

JAWABAN

4

Page 5: Wrap Up PBL Blok IPT Sk 1 Demam Tifoid

1. Karena metabolisme tubuh saat sore hari melemah sehingga bakteri akan lebih mudah menyerang tubuh saat sore atau malam hari

2. Penyebab demam:- Karena adanya mikroorganisme yang menyerang tubuh- Efek dari obat obatan- Inflamasi

3. Karena saat kita demam suhu tubuh akan mneingkat, pembuluh dari akan mengalami vasodilatasi sehingga aliran darah akan terus meningkat sedangkan terlalu banyak darah yang terus mengalir jantung akan mengalami kelelahan untuk memompa darah sehingga denyut nadi akan melambat.

4. Bakteri yang menumpuk di lidah karena penderita mengalami muntah5. Tatalaksana

Non farmakologi- Istirahat yang cukup, makan makanan yang lembek, kompres air hangat

dan memperhatikan kebersihan Faramakologi:

- Minum antibiotik: chloramphenicol, tiamphenicol, chepalosporin, amoxixilin

- Obat penurun panas (antipiretik), obat mag, anti analgesik antasid dan anti histamin

6. Karena jumlah udara yang dibutuhkan otak berkurang7. Mikroorganisme masuk ke dalam tubuh melalui makanan mikroorganisme

diserang makrofag makrofag menjadi banyak merangsang hipotalamus8. Macam macam demam :

- Demam septik: Suhu tubuh tinggi pada malam hari dan rendah pada pagi hari

- Demam remiten: Suhu tubuh menurun tetapi tidak sampai suhu normal- Demam intermiten: Suhu tubuh turun dalam beberapa jam dalam sehari

dan dalam seminggu dapat terjadi selama beberapa hari- Demam kontinyu: Kenaikan suhu tubuh perhari 1⁰C

9. Pemeriksaan penunjang:- Kultur darah- Widal- Serologi - Pemeriksaa darah (trombosit, leukosit, hemoglobin dan hematokrit), urin

dan feses10. Diagnosis:

- Anamnesa (onset, keluhan tambahan, terapi sebelum ke dokter)- Pemeriksaan fisik (suhu tubuh, frekuensi pernafasan, TD ,denyut nadi dan

konjungtiva)- Pemeriksaan laboratorium

11. Makan dan minum minuman yang terkontaminasi bakteri Salmonella enterika (secara oral)

12. Untuk memastikan apakah yang diserang oleh bakteri Salmonella enterika adalah eritrosit atau leukosit

13. Pemeriksaa darah: Trombosit, leukosit, hemoglobin dan hematokrit

HIPOTESA

5

Page 6: Wrap Up PBL Blok IPT Sk 1 Demam Tifoid

Pasien datang dengan demam 7 hari, lebih sering pada sore hari (pola demam septik), dapat disertai diare atau tidak, badan lemas dan mengantuk. Lalu dokter melakukan pemeriksaan fisik denyut nadi, frekuensi pernapasan, dan tekanan darah menurun, suhu meningkat, lidah kotor (coated tongue) dan kemerahan di pinggir lidah serta tremor, bising usus menurun, nyeri pada perut saat ditekan. Kemudian, dilakukan pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis dan didapatkan diagnosis demam tifoid dan selanjutnya dilaksanakan lah terapi/tatalaksana yang sesuai, baik secara farkamologi dan nonfarmakologi.

SASARAN BELAJAR

6

Page 7: Wrap Up PBL Blok IPT Sk 1 Demam Tifoid

L.O. 1. Memahami dan menjelaskan tentang demam: LI.1.1 Definisi LI.1.2 Suhu normal tubuh LI.1.3 Klasifikasi LI.1.4 Mekanisme

L.O. 2. Memahami dan menjelaskan tentang bakteri Salmonella enterica: LI.2.1 Definisi LI.2.2 Morfologi LI.2.3 Siklus hidup LI.2.4 Cara transmisi

L.O. 3. Memahami dan menjelaskan tentang demam tifoid: LI.3.1 Definisi LI.3.2 Etiologi LI.3.3 Epidemiologi LI.3.4 Patogenesis LI.3.5 Patofisiologi LI.3.6 Manifestasi klinis LI.3.7 Diagnosa & Diagnosa banding LI.3.8 Tatalaksana (Farmakologi & Non Famakologi) LI.3.9. Prognosis LI.3.10. Komplikasi

LO. 1: Memahami dan menjelaskan tentang demam

7

Page 8: Wrap Up PBL Blok IPT Sk 1 Demam Tifoid

1.1. Definisi:

Peningkatan suhu tubuh di atas normal; hal ini dapat disebabkan oleh stress fisiolgik seperti pada ovulasi. Sekresi hormon tiroid berlebihan/olahraga berat oleh lesi sistem saraf pusat/infeksi mikroorganisme atau oleh sejumlah proses non-infeksi, misalnya radang/pelepasan bahan tertentu, seperti pada leukemia.

(Dorland, 2010)

1.2. Suhu normal tubuh:

36,5°C sampai 37,2°C

1.3. Klasifikasi:

Demam septik: Suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat di atas normal pada pagi hari. Sering disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila demam yuang tinggi tersebut turun ke tingkat yang normal dinamakan juga demam hektik.

Demam remiten: Suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu badan normal. Perbedaan suhu yamg mungkin tercatat dapat mencapai dua derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat pada demam septik.

Demam intermiten: Suhu badan turun ke tingkat yang normal selama beberapa jam dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi setiap dua hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari bebas demam dianatara dua serangan demam disebut kuartana.

Demam kontinyu: Suhu sepanjang hari tudak berbeda lebih dari satu derajat. Pada tingkat demam yang terus menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia.

Demam siklik: Terjadi kenaikan suhu bnadan selama beberapa hari yang diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula.

(Setiati, 2014)

1.4. Mekanisme:

Demam mengacu pada peningkatan suhu tubuh akibat dari peradangan atau infeksi. Proses perubahan suhu yang terjadi saat tubuh dalam keadaan sakit lebih dikarenakan oleh zat toksin yang masuk kedalam tubuh.

Umumnya, keadaan sakit terjadi karena adanya proses peradangan (inflamasi) di dalam tubuh. Proses peradangan itu sendiri sebenarnya merupakan mekanisme pertahanan dasar tubuh terhadap adanya serangan yang mengancam keadaan fisiologis tubuh. Proses peradangan diawali dengan masuknya zat toksin (mikroorganisme) kedalam tubuh kita. Mikroorganisme (MO) yang masuk kedalam tubuh umumnya memiliki suatu zat toksin tertentu yang dikenal sebagai pirogen eksogen.

Dengan masuknya MO tersebut, tubuh akan berusaha melawan dan mencegahnya dengan pertahanan tubuh antara lain berupa leukosit, makrofag, dan limfosit untuk

8

Page 9: Wrap Up PBL Blok IPT Sk 1 Demam Tifoid

memakannya (fagositosit). Dengan adanya proses fagositosit ini, tubuh akan mengeluarkan senjata, berupa zat kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen (khususnya IL-1) yang berfungsi sebagai anti infeksi. Pirogen endogen yang keluar, selanjutnya akan merangsang sel-sel endotel hipotalamus untuk mengeluarkan suatu substansi yakni asam arakhidonat. Asam arakhidonat dapat keluar dengan adanya bantuan enzim fosfolipase A2. Asam arakhidonat yang dikeluarkan oleh hipotalamus akan pemacu pengeluaran prostaglandin (PGE2).

Pengeluaran prostaglandin dibantu oleh enzim siklooksigenase (COX). Pengeluaran prostaglandin akan mempengaruhi kerja dari termostat hipotalamus. Sebagai kompensasinya, hipotalamus akan meningkatkan titik patokan suhu tubuh (di atas suhu normal). Adanya peningkatan titik patokan ini dikarenakan termostat tubuh (hipotalamus) merasa bahwa suhu tubuh sekarang dibawah batas normal. Akibatnya terjadilah respon dingin/ menggigil. Selain itu vasokontriksi kulit juga berlangsung untuk mengurangi pengeluaran panas. Kedua mekanisme tersebut mendorong suhu naik. Adanya proses menggigil (pergerakan otot rangka) ini ditujukan untuk menghasilkan panas tubuh yang lebih banyak. Dan terjadilah demam.

LO. 2: Memahami dan menjelaskan tentang Salmonella enterica :

9

Page 10: Wrap Up PBL Blok IPT Sk 1 Demam Tifoid

2.1. Definisi:

Salmonella enterica adalah bakteri yang menyerang saluran gastrointestin yang mencakup perut, usus halus dan usus besar. Salmonella bersifat host adapted pada hewan dan infeksi pada manusia yang biasanya mengenai usus. Pada beberapa kesempatan organisme ini dapat menyebabkan penyakit yang invasif, meliputi bakteremia dan septikemia yang mengancam. Organisme ini ditemukan pada hewan domestik dan transmisinya melalui fekal oral yang mengingesti makanan yang terkontaminasi.

(Pelczar, 2005)

2.2. Morfologi:

Berbentuk batang (basil) Berwarna merah ( gram negatif) Bermotil Tidak membentuk spora Memiliki flagela Dapat memfermentasi glukosa Tidak memfermentasi laktosa dan sukrosa Membentuk gas dari hasil fermentasi glukosa

(Pelczar, 2005)

2.3. Siklus hidup:

Siklus hidup Salmonella typhi:

1. Infeksi terjadi dari memakan makanan yang tercontaminasi dengan feses yang terdapat bakteri Salmonella typhimurium dari organisme pembawa (hosts).

2. Setelah masuk dalam saluran pencernaan maka Salmonella typhimurium menyerang dinding usus yang menyebabkan kerusakan dan peradangan.

3. Infeksi dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah karena dapat menembus dinding usus tadi ke organ-organ lain seperti hati, paru-paru, limpa, tulang-tulang sendi, plasenta dan dapat menembusnya sehingga menyerang fetus pada wanita atau hewan betina yang hamil, dan ke membran yang menyelubungi otak.

4. Subtansi racun diproduksi oleh bakteri ini dan dapat dilepaskan dan mempengaruhi keseimbangan tubuh.

5. Di dalam hewan atau manusia yang terinfeksi Salmonella typhimurium, pada fesesnya terdapat kumpulan Salmonella typhimurium yang bisa bertahan sampai berminggu-minggu atau berbulan-bulan.

10

Page 11: Wrap Up PBL Blok IPT Sk 1 Demam Tifoid

Bakteri ini tahan terhadap range yang lebar dari temperatur sehingga dapat bertahan hidup berbulan-bulan dalam tanah atau air.

2.4. Cara transmisi:

Prinsip penularan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi adalah melalui oral. Kuman berasal dari tinja atau urin penderita atau bahkan carrier (pembawa penyakit yang tidak sakit) yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui air dan makanan. Kontaminasi juga terjadi pada sayuran mentah dan buah-buahan yang pohonnya dipupuk dengan kotoran manusia. Vektor berupa serangga, misalnya lalat juga berperan dalam penularan penyakit demam tifoid. Organisme ini ditemukan pada hewan dosmetik. Transmisinya melalui fekal-oral, biasanya dari mengingesti makanan yang terkontaminasi.

Kuman salmonella dapat berkembang biak untuk mencapai kadar infektif dan bertahan lama dalam makanan. Makanan yang sudah dingin dan dibiarkan ditempat terbuka merupakan media mikroorganisme yang lebih disukai. Di daerah endemik, air yang tercemar merupakan penyebab utama penularan penyakit. Dan di daerah non-endemik makanan yang terkontaminasi oleh carrier dianggap paling bertanggungjawab terhadap penularan.

(Widoyono, 2011)

LO. 3: Memahami dan menjelaskan tentang demam tifoid:

3.1. Definisi:

11

Page 12: Wrap Up PBL Blok IPT Sk 1 Demam Tifoid

Demam tifoid adalah infeksi akut dari saluran pencernaan yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Demam paratifoid adalah penyakit sejenis yang disebabkan oleh Salmonella paratyphi A, B, dan C. Gejala dan tanda kedua penyakit tersebut hampir sama, tetapi manifestasi klinis paratifoid lebih ringan. Kedua penyakit diatas disebut tifoid. Terminologi lain yang sering digunakan adalah typhoid fever, paratyphoid fever, typhus, dan paratyphus abdominalis atau demam enterik.

3.2. Etiologi:

Penyebab dema tifoid adalah bakteri Salmonella typhi. Salmonella adalah bakteri gram negative, tidak berkapsul, mempunya flagel peritrik dan tidak mempunyai spora. Bakteri ini akan mati pada pemanasan 54°C selama beberapa menit. Kuman ini mempunyai 3 antigen yang penting yaitu antigen O (somatik) antigen H (flagel), dan antigen Vi (yang menyebabkan gejala klinis).

Salmonella enterica mempunyai 2000 serovar atau strain dan hanya sekitar 200 yang berhasil terseteksi di Amerika Serikat. Dari sekian banyak strain, Salmonella enterica serovar Typhimurium (S. Typhimurium) dan Salmonella enterica serovar Entiritidis (S. Entiridis) adalah strain yang paling banyak ditemukan.

Manifestasi demam tifoid tergantung dari virulensi dan daya tahan tubuh. Sutu percobaan pada manusia dewasa menunjukana bahwa 107 mikroba dapat menyebabkan 50% sukarelawan menderita sakit, meskipun 1000 mikroba juga dapat menyebabkan penyakit. Masa inkubasinya adalah 10-20 hari, meskipun ada yang menyebut 8-14 hari. Adapun pada gejala gastroenteritis yang diakibatkan oleh paratifoid, masa inkubasinya berlangsung lebih cepat, yaitu sekitar 1-10 hari. Mikroorganisme dapat ditemukan pada urin sekitar 1 minggu demam (hari ke-8 demam). Jika penderita diobati dengan benar, makan kuman tidak akan itemukan pada tinja dan urin pada minggu ke-4, akan tetapi jika masih terdapat kuman pada minggu ke-4 melalui pemeriksaa kultur tinja, maka penderita dinyatakan sebagai carrier.

Seorang carrier biasanya berusia dewasa, sangat jarang terjadi pada anak. Kuman Salmonella bersembunyi dalam kandung empedu orang dewasa. Jika carrier tersebut mengonsumsi makanan berlemak, maka cairan empedu akan dikeluarkan dalam saluran pencernaan untuk mencerna lemak, bersamaan dengan mikroorganisme (kuman Salmonella). Setelah itu, cairan empedu dan mikroorganisme dibuang melalui tinja yang berpotensi menjadi sumber penularan penyakit.

Prinsip penularan penyakit ini adalah fekal-oral. Kuman berasal dari tinja atau urin penderita atau bahkan carrier yang masuk kedalam tubuh manusia melalui air dan makanan. Pernah dilaporkan dibeberapa Negara bahwa penularan terjadi karena masyarakat mengonsumsi kerang-kerangan yang airnya tercemar kuman. Kontaminasi juga dapat terjadi ada sayuran mentah dan buah-buahan yang pohonnya dipupuk dengan kotoran manusia. Vector berupa serangga (antara lain lalat) juga berperan dalam penularan penyakitt.

Kuman Salmonella dapat berkembangbiak untuk mencapai kadar infektif dan bertahan lama dalam makanan. Makanan yang sudah dingin dan dibiarkan di tempat terbkamerupakan media mikroorganisme yang paling disukai. Pemakaia air minum yang dipakai secara massal sering bertanggung jawab terhadap terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB).

Selain penderita tofoid, sumber penularan utama berasal dari carrier. Di daerah endemic, air yang tercemar meurupakn penyebab utama penularan penyakit. Adapun

12

Page 13: Wrap Up PBL Blok IPT Sk 1 Demam Tifoid

di daerah non-endemik, makana yang terkontaminasi oleh carrier dianggap paling bertanggung jawab terhadap penularan.

3.3. Epidemiologi:

Insidens demam tifoid yang tergolong tinggi terjadi di wilayah Asia Tengah, Asia Selatan, Asia Tenggara, dan kemungkinan Afrika Selatan (Insiden >100 kasus per 100.000 populasi per tahun). Insiden demam tifoid yang tergolong sedang (10-100 kasus per 100.000 populasi per tahun) berada di wilayah Afrika, Amerika Latin, dan Oceania (kecuali Australia dan Selandia Baru); serta yang termasuk rendah (<10 kasus per 100.000 populasi per tahun) di bagian dunia lainnya.

Di Indonesia, insidens demam tifoid banyak dijumpai pada populasi yang berusia 3-19 tahun. Kejadian demam tifoid di Indonesia juga berkaitan dengan rumah tangga, yaitu adanya anggota keluarga dengan riwayat terkena demam tifoid, tidak adanya sabun untuk mencuci tangan, menggunakan piring yang sama untuk makan, dan tidak tersedianya tempat buang air besar dalam rumah.

Ditjen Bina Upaya Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan RI tahun 2010, melaporkan demam tifoid menempati urutan ke-3 dari 10 pola penyakit terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit di Indonesia (41.081 kasus).

(Setiati, 2014)

3.4. Patogenesis:

13

Page 14: Wrap Up PBL Blok IPT Sk 1 Demam Tifoid

Masuknya Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi terjadi melalui makanan yang terkontaminasi makanan. Sebagian ada yang dimusnahkan didalam lambung, sebagian lolos ke dalam usus halus dan berkembang biak. Apabila respons IgA usus kurang baik makan kuman akan menembus sel-sel epitel (terutama sel-M) dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia, kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman berkembang biak di dalam fagosit lalu dibawa ke plak Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman masuk ke peredaran darah (bakterimia 1 yang asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotenial (terutama hati dan limpa). Di organ-organ ini kuman meninggalkan makrofag dan kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke peredaran darah lagi mengakibatkan bakterimia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik.

(Setiati, 2014)

14

Page 15: Wrap Up PBL Blok IPT Sk 1 Demam Tifoid

3.5. Patofisiologi:

Kuman Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi di organ retikuloendotelial (terutama hati dan limpa), meniggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah, mengakibatkan bakterima II dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik.

Kuman dapat masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan bersama cairan empedu diekskresikan secara intermiten ke dalam lumen usus. Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi ke dalam sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, karena makrofag telah teraktivasi, hiperaktif; maka saat fagositosis kuman Salmonella, terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, gangguan vaskular, mental, dan koagulasi.

Di dalam plak Peyeri, makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasia jaringan (S.typhi intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat, hiperplasia jaringan dan nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar plague Peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuklear di dinding usus. Proses patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan dapat mengakibatkan perforasi.

15

Page 16: Wrap Up PBL Blok IPT Sk 1 Demam Tifoid

Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskular, pernapasan, dan gangguan organ lainnya.

(Setiati, 2014)

3.6. Manifestasi klinik:

Pada anak, periode inkubasi demam tifoid antara 5-40 hari dengan rata-rata 10-14 hari.

Gejala klinis demam tifoid sangat bervariasi dari gejala klinis ringan dan tidak memerlukan perawatan khusu sampai dengan berat sehingga harus di rawat. Variasi gejala ini disebabkan faktor galur salmonella, status nutrisi dan imunologik penderita serta lama sakit di rumahnya.

Semua pasien demam tifoid selalu menderita demam pada awal penyakit. Sebelum penggunaan antibiotik, penampilan demam pada kasus demam tifoid mempunyai istilah khusus yaitu step-ladder temperature chart yang ditandai dengan demam timbul insidius, kemudia naik secara bertahap tiap harinya dan mencapai titik tertinggi pada akhir minggu pertama, setelah itu demam akan bertahan tinggi dan pada minggu keempat akan turun secara lisis, kecuali apabila terjadi fokus infeksi seperti kolesistitis, abses jaringan lunak maka demam akan menetap. Banyak pasien yang melaporkan bahwa demam lebih tinggi di sore dan malam hari dibandingkan dengan pagi harinya. Pada saat demam sudah tinggi, dapat disertai gejala sistem saraf pusat seperti kesadaran berkabut atau delirium atau obtundasi, atau penurunan kesadaran mulai apatis sampai koma.

Gejala sistemik lainnya adalah nyeri kepala, malaise, anoreksia, nausea, mialgia, nyeri perut, dan radang tenggorokan. Pada kasus yang berpenampilan klinis berat, pada saat demam tinggi akan tampak toksik/sakit berat. Bahkan dijumpai juga syok hipovolemik akibat kurangnya masukan cairan.

Gejala gastrointestinal: Pasien dapat mengeluh diare, obstipasi, atau obstipasi kemudian disusul episode diare, pada sebagian pasien lidah tampak kotor dengan putih di tengah sedang tepi dan ujungnya kemerahan. Banyak dijumpai gejala meteorismus, di Indonesia lebih banyak dijumpai kasus hepatomegali daripada splenomegali.

Rose spot: Suatu ruam makulopapular yang berwarna merah dengan ukuran 1-5mm, sering dijumpai pada daerah abdomen, toraks, ekstremitas dan punggung, muncul pada hari ke 7-10 dan bertahan 2-3 hari. Bronkitis banyak dijumpai,dan bradikardi relatif.

3.7. Diagnosis:Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis berupa demam, gangguan

gastrointestinal dan mungkin disertai gangguan kesadaran, dengan kriteria ini maka seorang klinisi dapat membuat diagnosis tersangka demam tifoid. Diagnosis pasti ditegakkan melalui isolasi S.typhi dari darah. Biakan yang dilakukan pada urin dan feses, kemungkinan keberhasilannya lebih kecil. Biakan spesimen yang berasal dari aspirasi sumsum tulang mempunyai sensitivitas tinggi yaitu 90%, tetapi sangat invasif. Pada keadaan tertentu biakan yang diambil dari spesimen empedu dan duodenum dapat memberikan hasil yang cukup baik. Pemeriksaan Laboratorium:

16

Page 17: Wrap Up PBL Blok IPT Sk 1 Demam Tifoid

Pemeriksaan Rutin:Walaupun pada pemeriksaan darah perifer lengkap sering ditemukan

leukopenia, dapat pula terjadi kadar leukosit normal atau leukositosis. Leukositosis dapat terjadi Walaupun tanpa diserta infeksi sekunder. Selain itu pula dapat ditemukan anemia ringan dan trombositopeni. Pada pemeriksaan hitung jenis leukosit dapat terjadi aneosinofilia maupun limfopenia. Laju endap darah pada demam tifoid dapat meningkat.

Uji Widal:Uji widal dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap kuman S. typhi. Pada uji

widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen kuman S. typhi dengan antibody yang disebut agglutinin. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspesi Salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Maksud uji widal adalah untuk menentukan adanya agglutinin dalam serum penderita tersangka demam tifoid yaitu:

a. Aglutinin O (dari tubuh kuman)b. Aglutinin H (flagel kuman) c. Aglutinin Vi (simpai kuman)

Dari ketiga aglutinin tersebut, hanya aglutinin O dan H yang digunakan untuk diagnosis demam tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan terinfeksi kuman ini.

Pembentukan aglutinin mulai terjadi pada akhir minggu pertama demam, kemudian meningkat secara cepat dan mencapai puncak pada minggu ke-empat dan tetap tinggi pada beberapa minggu. Pada fase akut mula-mula timbul aglutinin O, kemuadian diikuti dengan aglutinin H. Pada orang yang telah sembuh aglutinin O masih tetap dijumpai setelah 4-6 bulan, sedangkan aglutinin H menetap lebih lama antara 9-12 bulan. Oleh karena itu uji widal bukan untuk menentukan kesembuhan penyakit.

Uji Typhidot:Uji typhidot dapat mendeteksi antibodi IgM dan IgG yang terdapat pada protein

membran luar Salmonella typhi. Hasil positif pada uji typhidot didapatkan 2-3 hari setelah infeksi dan dapat mengidentifikasi secara spesifik antibody IgM dan IgG terhadap antigen S. typhi seberat 50 kD, yang terdapat pada strip nitroselulosa.

Pada kasus reinfeksi, respons imun sekunder (IgG) teraktivasi secra berlebihan sehingga IgM sulit dideteksi. IgGdapat bertahan sampai 2 tahun sehingga pendeteksian IgG saja tidak dapat digunakan untuk membedakan antara infeksi akut dengan kasus reinfeksi atau konvalesen pada kasus infeksi primer. Untuk mengatasi masalah tersebut, uji ini kemudian dimodifikasi dengan menginaktivasi total IgG pada sampel serum. Uji ini, yang dikenal dengan nama uji Typhidot-M, memungkinkan ikatan antara antigen dengan IgM spesifik yang ada pada serum pasien. Studi evaluasi yang dilaukan oleh Khoo KE dkk pada tahun 1997 terhadap uji Typhidot-M menjukkan bahwa uji ini bahka lebih sensitive (sensitivits mencapai 100%) dan lebih cepat (3 jam) dilakukan bila dibandingkan dengan kultur.

Uji IgM Dipstik:Uji ini secara khusus mendeteksi atibodi IgM spesifik terhadap S. typhi pada

spesimen serum atau whole blood. Uji ini menggunakan strip yang mengadung antigen lipopolisakarida (LPS) S. typhoid dan anti IgM (sebagai kontrol), ragaen deteksi yang mengandung antibody anti IgM yang dilekati dengan lateks pewarna, cairan membasahi strip sebelum diinkubasi dengan reagen dan serum pasien, tabug uji. Komponen perlengkapan ini stabil untuk disimpan selama 2 tahun pada suhu 4-

17

Page 18: Wrap Up PBL Blok IPT Sk 1 Demam Tifoid

25° C ditempat kering tanpa paparan sinar matahari. Pemeriksaan dimulai dengan inkubasi strip pada larutan campuranreagen deteksi dan serum, selama 3 jam pada suhu kamar. Setelah inkubasi, strip dibilas dengan air mengalir dan dikeringkan. Secara resmi kuantitatif, diberikan penilaian terhadap garis uji dengan membandigkannya dengan reference strip. Garis kontrol harus terwarna dengan baik.

Kultur Darah:Hasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid, akan tetapi hasil

negatif tidak menyingkirkan demam tifoid, karena mungkin disebabkan beberapa hal seperti berikut:

1. Telah mendapat terapi antibiotik. Bila pasien sebelum dilakukan kultur darah telah mendapat antibiotik, pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil mungkin negatif

2. Volume darah kurang (diperlukan kurang lebih 5 cc darah). Bila darah yang dibiakan terlalu sedikit hasil biakan bisa negatif. Darah yang diambil sebaiknya secara bedside langsung dimasukkan ke dalam media cair empedu (oxgall) untuk pertumbuhan kuman

3. Riwayat vaksinasi. Vaksinasi di masa lampau menimbulkan antibodi dalam darah pasien. Antibodi (aglutinin) ini dapat menekan bakteremia hingga biakan darah dapat negatif

4. Waktu pengambilan darah setelah minggu pertama, pada saat aglutinin semakin meningkat.

(Setiati, 2014)

3.8. Diagnosis banding:Pada stadium dini demam tifoid, bebrapa penyakit kadang-kadang secara klinis dapat menjadi diagnosis bandingnya yaitu, influenza, gastroenteritis, bronkitis dan bronkopneumonia. Beberapa penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme intraseluler seperti tuberkulosis, infeksi jamur sistemik, bruselosis, tularemia, shigelosis dan malaria perlu diperhatikan. Pada demam tifoid berat, sepsis, leukimia, imfoma dan penyakit hodgkin dapat dijadikan sebagai diagnosis banding.

3.9. Tatalaksana:A. Non farmakologi:Istirahat dan perawatan

Tirah baring dan perawatan profesional bertujuan untuk mencegah kompikasi. Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat seperti makan, minum, mandi, buang air kecil, dan buang air besar akan membantu dan mempercepat masa penyembuhan. Dalam perawatan perlu sekali dijaga kebersihan tempat tidur, pakaian, dan perlengkapan yang dipakai. Posisi pasien perlu diawasi untuk mencegah dekubitus dan pneumonia ortostatik serta hygiene perorangan tetap perlu diperhatikan dan dijaga. Diet dan terapi penunjang (simptomatik dan suportif)

Diet merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan penyakit demam tifoid, karena makanan yang kurang akan menurunkan keadaan umum dan gizi penderita akan semakin turun dan proses penyembuhan akan menjadi lama.

18

Page 19: Wrap Up PBL Blok IPT Sk 1 Demam Tifoid

Di masa lampau penderita demam tifoid diberi diet bubur saring, kemudian ditingkatkan menjadi bubur kasar dan akhirnya diberikan nasi, yang perubahan diet tersebut disesuaikan dengan tingkat kesembuhan pasien. Pemberian bubur saring tersebut ditujuan untuk menghindari komplikasi pendarahan saluran cerna atau perforasi usus. Hal ini disebabkan ada pendapat bahwa usus harus diistirahatkan. Beberapa peneliti menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (menghindari sementara sayuran yang berserat) dapat diberikan dengan aman pada pasien demam tifoid.B. Farmakologi:Pemberiaan antimikroba

Obat-obat antimikroba yang digunakan mengobati demam tifoid adalah sebagai berikut:

KloramfenikolDi Indonesia kloramfenikol masih merupakan obat pilihan untuk mengobati demam tifoid. Dosis yang diberikan adalah 4 × 500 mg per hari dapat diberikan secara per oral atau intravena. Diberkan sampai dengan 7 hari bebas panas. Penyuntikan intramuskular tidak dianjurkan oleh karena hidrolisis ester ini tidak dapat diramalkan dan tempat suntikan terasa nyeri. Dari pengalaman penggunaan obat ini dapat menurunkan demam rata-rata 7,2 hari. Pendapat lain menyebutkan penurunan demam dapat terjadi rata-rata setelah hari ke-5. Pada penelitian yang dilakukan selama 2002 hingga 2008 oleh Moehario LH dkk didaptka 90% kuman masih memiliki kepekaan terhadap antibiotik ini.

TiamfenikolDosis dan efektivitas tiamfenikol pada demam tifoid hamper sama dengan kloramfenikol, akan tetapi komplikasi hematologi seperti kemungkinan terjadinya anemia aplastik lebih rendah dibandingkan dengan kloramfenikol. Dosis tiamfenikol adalah 4 × 500 mg, demam rata-rata menurun pada hari ke-5 sampai ke-6.

KortimoksazolEfektivitas obat ini dilaporkan hammpir sama dengan kloramfenikol. Dosis untuk orang dewasa adalah 2 × 2 tablet (1 tablet menganndung sulfametoksazol 400 mg dan 80 mg trimetropim) diberikan selama 2 minggu.

Ampisilin dan amoksilinKemampuan obat ini untuk menurunkan demam lebih rendah dibandingkan dengan kloramfenikol, dosis yang dianjurkan berkisar antara 50-150 mg/kgBB dan digunakan selama 2 minggu.

Sefalosporin Generasi KetigaHingga saat ini golongan sefalosporin generasi ke-3 yang terbukti efektif untuk demam tifoid adalah seftriakson, dosis yang dianjurkan adalah antar 3-4 gram dalam dektrosa 100 cc diberikan selama ½ jam perinfus sekali sehari, diberikan selama 3 hngga 5 hari.

FluorokuinolonGolongan Fluorokuinolon. Golongan ini beberapa jenis bahan sediaan dan aturan pemberiannya:

Norfloksasin dosis 2 × 400 mg/hari selama 14 hari Siprofloksasin dosis 2 × 500 mg/hari selama 6 hari

19

Page 20: Wrap Up PBL Blok IPT Sk 1 Demam Tifoid

Ofloksasin dosis 2 × 400 mg/hari selama 7 hari Perfloksasin 400 mg/hari selama 7 hari Fleroksasin 400 mg/hari selama 7 hari Levofloksasin 1 × 500 mg/hari selama 5 hari

AzitromisinAzitromisin 2 × 500 mg menunjukkan bahwa penggunaan obat ini jika dibandingkan dengan fluorokuinolon, azitromisin secara signifikan mengurangi kegagalan klinis dan durasi rawat inap, terutama jika penelitian mengikutsertakan pula strain MDR (multi drug resistance) maupun NARST (Nalidixid Acid Resistant S.typhi). jika dibandingkan dengan seftriakson, penggunaan azitromisin dapat mengurangi angka relaps. Azitromisin mampu menghasilkan konsentrasi dalam jaringan yang tinggi walaupun dalam darah cenderung rendah. Antibiotika akan terkonsentrasi di dalam sel, sehingga antibiotika ini menjadi ideal untuk digunakan dalam pengobatan infeksi oleh S. typhi yang merupakan kuman intraselular. Keuntungan lain adalah azitromisin tersedia dalam bentuk oral maupun suntikan intravena.

Kombinasi Obat AntibiotikaKombinasi 2 antibiotik atau lebih diindikasikan hanya pada keaadaan tertentu

saja antara lain toksik tifoid, peritonitis atau perforasi, serta syok septic, yang pernah terbukti ditemukan 2 macam organism dalam kultur darah selain kuman salmonella. Kortikosteroid, penggunaan steroid hanya diindikasikan pada toksik tifoid atau demam tifoid yang mengalami syok septic dengan deksametason dosis 3 × 5 mg.Pengobatan Demam Tifoid pada Wanita Hamil

Kloramfenikol tidak dianjurkan pada trisemester ke-3 kehamilan karena dikhawatirkan dapat terjadi partus premature, kematian fetus intrauterine, dan grey syndrome pada neonatus. Tiamfenikol tidak dianjurkan digunakan pada trisemester pertama kehamilan karena kemungkinan efek teratonik terhadap fetus pada manusia belum dapat disingkirkan. Demikian juga obat golongan fluorokuikolon maupun kotrimoksazol tidak boleh digunakan untuk mengobati demam tifoid. Obat yang dianjurkan adalah ampisilin, amoksisilin, dan seftriakson.

3.10. Prognosis: Tergantung (terutama) pada kecepatan diagnosa dan memulai pengobatan

yang benar. Demam tifoid tidak diobati: Tingkat kematian 10% - 20% Demam tifoid diobati: Tingkat kematian <1% Pasien yang tidak ditentukan: Komplikasi jangka panjang atau permanen,

termasuk gejala neuropsikiatri dan kanker gastrointestinal.(Medscape, 2015)

3.11. Komplikasi:

A. Komplikasi intestinal: Pendarahan usus Perforasi usus Ileus paralitik Pankreatitis

B. Komplikasi ekstra-intestinal: Komplikasi kardiovaskular : gagal sirkulasi perifer, miokarditis

dan tromboflebitis Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopenia, KID

dan trombosis

20

Page 21: Wrap Up PBL Blok IPT Sk 1 Demam Tifoid

A. Komplikasi Intestinal:Perdarahan ususPada plak peyeri usus yang terinfeksi (terutama ileum terminalis) dapat terbentuk luka yang berbentuk lonjong dan memanjang terhadap sumbu usus. Bila luka menembus lumen usus dan mengenai pembuluh darah maka terjadi perdarahan. Selanjutnya, jika luka menembus dinding usus maka perforasi dapat terjadi. Selain faktor luka, perdarahan juga dapat terjadi karena gangguan koagulasi darah (KID) atau gabungan kedua faktorPerforasi Usus Komplikasi ini biasanya timbul pada minggu ketiga namun dapat pula terjadi pada minggu pertama. Selain gejala umum demam tifoid yang biasa terjadi maka penderita demam tifoid dengan perforasi mengeluh nyeri perut yang hebat terutama di daerah kuadran kanan bawah yang kemudia menyebar ke seluruh perut dan disertai dengan tanda-tanda ileus. Bising usus melemah dan pekak hati terkadang tidak ditemukan karena adanya udara bebas di abdomen. Tanda perforasi lainnya adalah nadi cepat, tekanan darah turun dan bahkan dapat syok. Leukositosis dengan pergeseran ke kiri dapat menyokonh adanya perforasi.

B.Komplikasi Ekstra Intestinal:Komplikasi hematologiTrombositopenia, hipofibrino-genemia, peningkatan prothrombin time, peningkatan partial thromboplastin time, peningkatan fibrin degradation products dan koagulasi intravaskular diseminata (KID) merupakan komplikasi hematologi pada pasien demam tifoid. Trombositopenia sering terjadi pada pasien demam tifoid karena menurunnya produksi trombosit pada sumsum tulang selama prosesinfeksi atau retikuloendetolial. Sedangkan penyebab KID pada demam tifoid sering dikemukakan jika endotoksin mengaktifkan beberapa sistem biologik, koagulasi dan fibrinolisis. Pelepasan kinin, prostaglandindan dan histamin menyebabkan vasokontriksi dan kerusakan endotel pembuluh darah dan selanjutnya mengakibatkan perangsangan mekanisme koagulasi. Baik KID kompensata maupun dekompensata.Hepatitis TifosaPembengkakan hati ringan sampai sedang dapat dijumpai pada pasien tifoid dan lebih banyak disebabkan karena S.typhi daripada S.paratyphi. Untuk membedakan apakah hepatitis ini oleh karena tifoid, virus, malaria atau amoeba maka perlu diperhatikan kelainan fisik, parameter laboratorium dan histopatologik hati. Pankreatitis Tifosa

A. Komplikasi intestinal: Pendarahan usus Perforasi usus Ileus paralitik Pankreatitis

B. Komplikasi ekstra-intestinal: Komplikasi kardiovaskular : gagal sirkulasi perifer, miokarditis

dan tromboflebitis Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopenia, KID

dan trombosis

21

Page 22: Wrap Up PBL Blok IPT Sk 1 Demam Tifoid

Pankreatitis tifosa merupakan komplikasi yang jarang terjadi pada demam tifoid. Pankreatitis sendiri dapat disebabkan oleh mediator pro inflamasi, virus, bakteri, cacing maupun zat farmakologik. Penatalaksanaan pankreatitis tifosa sama seperti penanganan pankreatitis pada umumnya ; antibiotik yang diberikan adalah antibiotik intravena seperti seftriakson atau kuinolon.MiokarditisPasien dengan miokarditis biasanya tanpa gejala kardiovaskular atau dapat berupa keluhan sakit dada, gagal jantung kongestif, aritmia atau syok kardiogenik. Sedangkan perikarditis sangat jarang terjadi. Perubahan elektrokardiografi yang menetap disertai aritmia mempunya prognosis yang buruk. Kelainan inidisebabkan kerusakan miokardium oleh kumana S.typhi dan miokarditis sering sebagai penyebab kematian. Biasanya dijumpai pada pasien yang sakit berat, keadaan akut dan fulminan.Manifestasi Neuropsikiatrik / Tifoid ToksikManifestasi neuropsikiatrik dapat berupa delirium dengan atau tanpa kejang, semi-koma atau koma, Parkinson ragidity/ transient parkinsonism, sindrom otak akut, mioklonus generalisata, meningismus skizofrenia sitotoksik, mania akut, hipnomia, ensefalomielitis, meningitis, polineuritis perifer dan psikosis. Terkadang gejala demam tifoid diikuti suatu sindrom klinis berupa gangguan atau penurusan kesadaran akut (kesadaran berkabut, apatis, delirium, somnolen, sopor atau koma) dengan atau tanpa disertai kelainan neurologis lainnya dan dalam pemerisaan cairan otak masih dalam batas normal. Sindrom klinis seperti ini oleh beberapa peneliti disebut tifoid toksik, sedangkan oleh peneliti lainnya menyebutnya dengan demam tifoid berat, demam tifoid ensefalopati atau demam tifoid dengan toksemia.

(Setiati, 2014)

3.12. Pencegahan:1. Penyediaan sumber air minum yang baik2. Penyediaan jamban yang sehat3. Sosialisasi budaya cuci tangan4. Sosialisasi budaya merebus air sampai mendidih sebelum

diminum5. Pemberantasan lalat6. Pengawasan kepada para penjual makanan dan minuman7. Sosialisasi pemberian ASI pada ibu menyusui8. Pengawasan kepada para penjual makanan dan minuman9. Imunisasi

Imunisasi pencegahan tifoid termasuk dalam program pengembangan imunisasi yang dianjurkan di Indonesia. Namun,

22

Page 23: Wrap Up PBL Blok IPT Sk 1 Demam Tifoid

program ini masih belum diberikan secara gratis karena keterbatasan sumber daya pemerintah Indonesia. Oleh sebab itu, orangtua harus membayar biaya imunisasi untuk anaknya.Jenis vaksinasi yang tersedia adalah:

1. Vaksin oral Ty21a:Vaksin oral yang mengandung S.Typhi strain Ty21a hidup.

Vaksin diberikan pada usia minimal 6 tahun dengan dosis 1 kapsul setiap 2 hari selama 1 minggu. Menurut laporan, vaksin oral Ty21a bisa memberikan perlindungan selama 5 tahun.2. Vaksin parental polisakarida:

Berasal dari polisakarida Vi dari kuman Salmonella. Vaksin diberikan secara parental dengan dosis tunggal 0,5 cc intramuskular pada usia mulai 2 tahun dengan dosis ulangan (booster) setiap 3 tahun. Lama perlindungan sekitar 60%-70%. Jenis vaksin ini menjadi pilihan utama karena relatif paling aman.

(Widoyono, 2011)

DAFTAR PUSTAKA

Brusch, JL. (2015). Typhoid Fever. Available: http://emedicine.medscape.com/article/231135-overview. Last accessed 25th Mar 2015.Dorland, WA. Newman (2010). Kamus Kedokteran Dorland (Alih bahasa: Albertus Agung Mahode). 31st Ed. Jakarta: EGCPelczar, MJ. (2005). Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: UIPSetiati, S. (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 6th Ed. Jakarta: Interna Publishing

23

Page 24: Wrap Up PBL Blok IPT Sk 1 Demam Tifoid

Widoyono. (2011). Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan, Pencegahan & Pemberantasannya. 2nd Ed. Semarang: Erlangga

24