Tinjauan Pustaka Kes Besar

22
KASUS BESAR KATARAK KOMPLICATA DENGAN DIABETES MELLITUS TIPE 2 Riadi 11-2011-160 PEMBIMBING Dr Rosalia Sp.M 1

description

csjkcbwq

Transcript of Tinjauan Pustaka Kes Besar

KASUS BESAR

KATARAK KOMPLICATA DENGAN DIABETES MELLITUS TIPE 2

Riadi11-2011-160

PEMBIMBINGDr Rosalia Sp.M

KEPANITERAAN KLINIKSTATUS ILMU PENYAKIT MATA

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

RS MARDI RAHAYU

1

BAB I

PENDAHULUAN

Katarak merupakan penyebab utama kebutaan yang dapat dicegah diseluruh dunia. Katarak adalah perubahan lensa mata yang semula jernih dan tembus cahaya menjadi keruh, sehingga cahaya sulit mencapai retina, akibatnya penglihatan menjadi kabur. Katarak terjadi secara perlahan-lahan sehingga penglihatan penderita terganggu secara berangsur. Katarak tidak menular dari satu mata ke mata lain, tetapi katarak dapat terjadi pada kedua mata padawaktu yang tidak bersamaan. Perubahan ini dapat terjadi karena proses degenerasi atau ketuaan (jenis katarak ini paling sering dijumpai), trauma mata, infeksi penyakit tertentu(diabetes mellitus). Katarak dapat terjadi pula sejak lahir (cacat bawaan), karena itu katarak dapat dijumpai pada usia anak-anak maupun dewasa.

Selain penglihatan yang semakin kabur dan tidak jelas, tanda-tanda awal terjadinyakatarak antara lain merasa silau terhadap cahaya matahari dan daya penglihatan berkurang hingga kebutaan. Katarak biasanya terjadi dengan perlahan dalam waktu beberapa bulan. Daya penglihatan yang menurun mungkin tidak disadari karena merupakan perubahan yang progresif.

Katarak komplikata merupakan katarak akibat penyakit mata lain seperti radang, dan proses degenerasi seperti ablasi retina, retinitis pigmentosa, glaucoma, tumor intra ocular, iskemia ocular, nekrosis anterior segmen, buftalmos, akibat suatu trauma dan pasca bedahmata. Katarak komplikata dapat juga disebabkan oleh penyakit sistemik endokrin dan keracunan obat. Katarak menyebabkan penurunan penglihatan bahkan kebutaan. Oleh karenaitu sangat penting untuk membahas katarak komplikata lebih mendalam.

2

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. ANATOMI LENSALensa kristalina merupakan suatu struktur transparan bikonveks yang fungsinya adalah menjaga

kebersihan lensa, merefraksikan cahaya, dan memberikan akomodasi. Lensa tidak memiliki suplai darah atau inervasi setelah perkembangan pada masa fetus, dan lensa bergantung seluruhnya terhadap humor aqueous untuk memenuhi kebutuhan metabolismenya dan untuk menghilangkan sisa pembuangannya. Lensa terletak disebelah posterior iris dan sebelah anterior korpus vitreus. Lensa dipertahankan pada posisinya oleh zonulla Zinnii.Lensa tersusun atas kapsula, epithelium lentis, korteks, dan nucleus.

Lensa tumbuh secara terus menerus seumur hidup. Saat lahir, ukurannya kurang lebih 6,4 mm diameter ekuatorial dan 3,5 mm diameter anteroposterior dan beratnya kurang lebih 90 mg. Lensa orang dewasa ukuran diameter ekuatorial 9 mm dan diameter anteroposterior 5 mm dan beratnya kurang lebih 255 mg. Ketebalan relatif korteks meningkat sesuai dengan usia. Pada saat bersamaan, lensa mengadopsi suatu bentuk kurva yang semakin bertambah sehingga lensa yang lebih tua memiliki kekuatan refraksi yang lebih tinggi. Indeks refraksi menurun sesuai usia, kemungkinan sebagai hasil bertambahnya partikel-partikel protein insolubel. Oleh karenanya, mata yang menua mungkin menjadi lebih hiperekoik atau miopik sesuai dengan usia.

Kapsula lentis merupakan suatu membrane basalis yang transparan dan elastic disusun oleh kolagen tipe IV didasari oleh sel-sel epitel. Lapisan terluar kapsula lentis, lamella zonularis, juga berfungsi sebagai tempat perlekatan serabut-serabut zonula. Kapsula lentis paling tebal di daerah pre-ekuatorial anterior dan posterior dan paling tipis di region kutub posterior sentral.

Gambar 1: anatomi lensa

Tepat dibelakang kapsul lensa anterior terdapat satu lapis sel epitel yang disebut epithelium lensa. Sel-sel ini secara metabolit aktif dan dapat melakukan semua aktivitas sel normal, termasuk biosintesis DNA, RNA, protein, dan lipid, dan juga meghasilkan ATP untuk memenuhi kebutuhan energi lensa. Sel-sel epitel bersifat mitotis, dengan aktivitas terbesar sintesis DNA fase premitosis terjadi dalam suatu cincin di sekeliling lensa anterior yang dikenal zona germinativum. Sel-sel yang baru terbentuk ini bermigrasi kearah ekuator,dan berdiferensiasi menjadi serabut-serabut.

Setelah serabut-serabut baru mulai terbentuk, mereka menambah dan memadatkan serabut-serabut yang terbentuk sebelumnya, dengan lapisan tertua di bagian paling tengah. Serabut-serabut yang terluar merupakan serabut yang paling baru dibentuk dan membentuk korteks lensa.

Sutura lentis dibentuk oleh penyusunan interdigitasi prosessus sel apical (sutura anterior) dan prosessus sel basalis (sutura posterior). Sutura Y terletak di dalam nucleus lentis, zona optis multiple dapat dilihat menggunakan biomikroskop slit-lamp. Zona perbatasan ini terjadi karena tingkatan sel-sel epitel dengan kepadatan optis yang berbedayang menetap seumur hidup.

3

2.2. KATARAKKatarak adalah kekeruhan lensa. Katarak memilikin derajat kepadatan yang sangat bervariasi dan dapat

disebabkan oleh berbagai hal tetapi biasanya berkaitan dengan penuaan. Penelitian-penelitian mengidentifikasi adanya katarak pada sekitar 10% orang Amerika Serikat, dan prevalensi ini meningkat sampai sekitar 50% untuk mereka yang berusia antara 65 sampai 74 tahun dan sampai sekitar 70% untuk mereka yang berusia lebih dari 75 tahun. Sebagian kasus bersifat bilateral, walaupun kecepatan perkembangannya pada masing-masing mata jarang sama. Katarak traumatic, katarak congenital, dan jenis-jenis lain lebih jarang dijumpai.

Lensa katarak memiliki ciri berupa edema lensa, perubahan protein, peningkatan proliferasi, dan kerusakan kontinuitas normal serat-serat lensa. Secara umum, edema lensa bervariasi sesuai stadium perkembangan katarak. Katarak imatur (insipien) hanya sedikit opak. Katarak matur yang keruh total (tahap menengah lanjut) mengalami sedikit edema. Apabila kandungan air maksimum dan kapsul lensa teregang, katarak disebut mengalami intumesensi (membengkak). Pada katarak hipermatur (sangat lanjut), air telah keluar dari lensa dan meninggalkan lensa yang sangat keruh, relative mengalami dehidrasi, dengan kapsul berkeriput.

Pada katarak congenital, kelainan utama terjadi di nucleus lensa-nukleus fetal atau nucleus embrional, bergantung pada waktu stimulus kataraktogenik, atau di kutub anterior atau posterior lensa apabila kelainannya terletak di kapsul lensa. Pada katarak akibat usia, kelainan mungkin terutama mengenai nucleus (sklerosis nucleus), korteks (kekeruhan koroner atau kuneiformis), atau daerah subkapsul posterior. Katarak yang menyertai uveitis dan terapi steroid sistemik juga sering merupakan tipe subkapsul posterior.

Gambar 2: gambaran lensa normal dan lensa yang terjadi katarak

Sebagian besar katarak tidak dapat dilihat oleh pengamat awam sampai menjadi cukup padat (matur atau hipermatur) dan menimbulkan kebutaan. Namun, katarak, pada stadium perkembangannya yang paling dini, dapat diketahui melalui pupil yang di dilatasi maksimum dengan oftalmoskop, kaca pembesar, atau slit lamp. Fundus okuli menjadi semakin sulit dilihat seiring dengan semakin padatnya kekeruhan lensa, sampai reaksi fundus sama sekali hilang. Pada stadium ini katarak biasanya telah matang dan pupil mungkin tampak putih.

Derajat klinis pembentukan katarak, dengan menganggap bahwa tidak terdapat penyakit mata lain, dinilai terutama dengan uji ketajaman penglihatan Snellen. Secara umum, penurunan ketajaman penglihatan berhubungan langsung dengan kepadatan katarak. Namun beberapa orang yang secara klinis memperlihatkan katarak yang cukup bermakna berdasarkan pemeriksaan dengan oftalmoskop atau slit lamp dapat melihat cukup baik sehingga dapat melaksanakan aktivitasnya sehari-hari. Yang lain mengalami penurunan ketajaman penglihatan berlebihan dibandingkan dengan derajat kekeruhan lensa yang diamati.

4

Hal ini disebabkan distorsi bayangan oleh lensa yang mengalami kekeruhan parsial. The Cataract Management Guideline Panel menganjurkan bahwa petunjuk terbaik untuk perlu tidaknya tindakan bedah adalah penilaian berdasarkan gambaran klinis dan uji ketajaman penglihatan Snellen dengan memperhatikan fleksibilitas berkaitan dengan kebutuhan fungsional dan visual spesifik pasien, lingkungan, dan faktor resiko lain, yang kesemuanya dapat berbeda-beda.

Pembentukan katarak secara kimiawi ditandai oleh penurunan penyerapan oksigen dan mula-mula terjadi peningkatan kandungan air diikuti oleh dehidrasi. Kandungan natrium dan kalsium meningkat; kandungan kalium, asam askorbat, dan protein berkurang. Pada lensa yang mengalami katarak tidak ditemukan glutation. Usaha-usaha untuk mempercepat atau menahan perubahan-perubahan kimiawi ini dengan terapi medis sampai saat ini belum berhasil

2.3. KATARAK KOMPLIKATAKatarak komplikata merupakan katarak akibat penyakit mata lain seperti radang, dan proses degenerasi

seperti ablasi retina, retinitis pigmentosa, glaukoma, tumor intra ocular,iskemia ocular, nekrosis anterior segmen, buftalmos, akibat suatu trauma dan pasca bedahmata.

Katarak komplikata dapat juga disebabkan oleh penyakit sistemik endokrin (diabetes mellitus, hipoparatiroid, galaktosemia, dan miotonia distrofi) dan keracunan obat (tiotepain intravena, steroid lokal lama, steroid sistemik, oral kontra septic dan miotika antikolinesterase). Katarak komplikata memberikan tanda khusus dimana mulai katarak selamanya di daerah bawah kapsul atau pada lapis korteks, kekeruhan dapat difus, pungtata ataupun linear.

Dikenal dua bentuk yaitu bentuk yang disebabkan kelainan pada polus posterior terjadi akibat penyakit koroiditis, retinitis pigmentosa, ablasi retina, kontusio retina dan myopia tinggi yang mengakibatkan kelainan badan kaca. Biasanya kelainan ini berjalan aksial yang biasanya tidak berjalan cepat dalam nucleus, sehingga sering terlihat nucleus lensa tetap jernih. Katarak akibat myopia tinggi dan ablasi retina memberikan gambaran agak berlainan.

Katarak akibat kelainan polus anterior bola mata biasanya akibat kelainan kornea berat, iridosiklitis, kelainan neoplasma dan glaucoma. Pada iridosiklitis akan mengakibatkan katarak subkapsularis anterior. Pada katarak akibat glaucoma akan terlihat katarak diseminata pungtata subkapsular anterior (Katarak Vogt). Penyebabnya adalah:

Penyakit lokal di mata Penyakit sistemik, yang mengenai seluruh tubuh, terutama penyakit endokrin Trauma:

o Fisik: radiasi

o Mekanis: pasca bedah atau kecelakaan

o Kimia: zat toksis

Penyakit Lokal di Mataa) Glaukoma

Glaukoma adalah sekelompok gangguan yang melibatkan beberapa perubahan atau gejala patologis yang ditandai dengan peningkatan tekanan intraocular (TIO) dengan segala akibatnya. Selain itu glaukoma memberikan gambaran klinik berupa penggaungan papil saraf optik dengan defek lapang pandang mata.

Glaukoma dapat timbul secara perlahan dan menyebabkan hilangnya lapang pandangireversibel tanpa timbulnya gejala lain yang nyata atau dapat timbul secara tiba-tiba dan menyebabkan kebutaan dalam beberapa jam. Jika peningkatan TIO lebih besar daripada toleransi jaringan, kerusakan terjadi pada sel ganglion retina, merusak diskus optikus sehingga menyebabkan atrofi saraf optik dan hilangnya pandangan perifer.

5

Gambar 3: gambaran peningkatan tekanan intra okuler yang menekan saraf optikus

Glaukoma pada saat serangan akut dapat mengakibatkan gangguan keseimbangan cairan lensa subkapsul anterior. Bentuk kekeruhan ini berupa titik-titik yang tersebar sehingga dinamakan katarak pungtata subkapsular diseminata anterior atau dapat disebut menurut penemunya katarak Vogt. Kekeruhan seperti porselen/susu tumpah di meja pada subkapsul anterior. Katarak ini bersifat reversible dan dapat hilang bila tekanan bola mata sudah terkontrol.

b) UveilitisSeperti semua proses radang, uveitis anterior ditandai dengan adanya dilatasi pembuluh darah

yang akan menimbulkan gejala hyperemia silier (hiperemi perikorneal atau perikorneal vascular injection). Peningkatkan permeabilitas ini akan menyebabkan eksudasi ke dalam akuos humor, sehingga terjadi peningkatan konsentrasi protein dalam akuos humor. Pada pemeriksaan slit lamp hal ini tampak sebagai akuos flare atau sel, iatu partikel-partikel kecil dengan gerak brown (efek tyndal). Kedua gejala tersebut menunjukkan proses peradangan akut.

Gambar 4: pembahagian uveilitis berdasarkan letak

Pada proses yang lebih akut, dapat dijumpai penumpukan sel-sel radang di dalam bilik mata depan yang disebut hipopion, ataupun migrasi eritrosit ke dalam bilik mata depanyang dikenal dengan hifema. Apabila proses radang berlangsung lama dan berulang, maka sel-sel radang melekat pada endotel kornea, disebut sebagai keratic precipitate. Jika tidak mendapatkan terapi yang adekuat, proses peradangan akan berjalan terus dan menimbulkan komplikasi.

6

Perubahan lensa sering terjadi sebagai akibat sekunder dari uveitis kronis. Biasanya muncul katarak subkapsular posterior, dan juga dapat terjadi perubahan lensa anterior. Pembentukan sinekia posterior sering berhubungan dengan penebalan kapsul lensa anterior dan perkembangan fibrovaskular yang melewatinya dan melewati pupil. Kekeruhan juga dapat terjadi pada tempat iris melekat dengan lensa (sinekia posterior) yang dapat berkembang mengenai seluruh lensa. Kekeruhan dapat bermacam-macam, dapat difus, total, atau hanya terbatas pada tempat sinekia posterior. Perubahan lensa pada katarak sekunder karena uveitis dapat berkembang menjadi katarak matur. Deposit kalsium dapat diamati padakapsul anterior atau dalam substansi lensa.

c) Miopia MalignaMiopia maligna adalah miopia yang berjalan progresif yang dapat mengakibatkan blasio retina

dan kebutaan. Miopia maligna biasanya bila mopia lebih dari 6 dioptri disertai kelainan pada fundus okuli dan pada panjangnya bola mata sampai terbentuk stafiloma postikum yang terletak pada bagian temporal papil disertai dengan atrofi korioretina.

Atrofi retina berjalan kemudian setelah terjadinya atrofi sklera dan kadang kadang terjadi ruptur membran Bruch yang dapat menimbulkan rangsangan untuk terjadinya neovaskularisasi subretina. Dapat juga ditemukan bercak Fuch berupa hiperplasi pigmenepitel dan perdarahan, atrofi lapis sensoris retina luar, dan lebih lanjut akan terjadi degenerasi papil saaraf optik. Miopia maligna dapat ditemukan pada semua umur dan terjadi sejak lahir. Pada anak-anak diagnosis sudah dapat dibuat jika terdapat peningkatan beratnya myopia dalam waktu yang relatif pendek.

Katarak miopia dikarenakan terjadinya degenerasi badan kaca, yang merupakan proses primer, yang menyebabkan nutrisi lensa terganggu, juga karena lensa pada myopia kehilangan transparasi sehingga menyebabkan katarak.

Penyakit Sistemika) Katarak Dabetes Mellitus

Diabetes mellitus dapat mempengaruhi kejernihan lensa, indeks refraksinya, dan besaran akomodasinya. Seiring dengan meningkatnya kadar gula darah, demikian pula kandungan glukosa di humor aqueous. Karena glukosa dari aqueous masuk ke lensa secara difusi, oleh karenanya glukosa yang terkandung dalam lensa akan meningkat. Beberapa glukosa dikonversi oleh enzim aldosa reduktase menjadi sorbitol, yang tidak di metabolisir tetapi menetap dalam lensa.

Kemudian, tekanan osmotic menyebabkan influks air ke dalam lensa, yangmenyebabkan edema serabut-serabut lensa. Keadaan hidrasi lensa dapat mempengaruhi kekuatan refraksi lensa. Pasien diabetes mungkin menunjukkan perubahan refraksisementara, yang paling sering adalah miopia, tetapi kadang-kadang hipermetrop. Orang-orang diabetes menurun kekuatan akomodasinya dibandingkan dengan kontrol pada umur yang sesuai, dan presbiopia dapat timbul pada usia yang lebih muda pada pasien dengan diabetes daripada pasien-pasien non-diabetes.

Katarak merupakan penyebab umum penurunan visual pada pasien-pasien diabetes. Meskipun dua tipe katarak secara klasik teramati pada pasien diabetes pola-pola lainnya juga dapat terjadi. Katarak diabetes sejati atau katarak snow flake memiliki gambaran perubahan lensa subkapsular yang tersebar luas, bilateral, beronset cepat dan akut, biasanya pada orang muda dengan diabetes mellitus yang tidak terkontrol. Kekeruhan subkapsular putih abu-abu multiple yang memiliki gambaran snowflake (butiran salju) terlihat pertama kali di korteks lensa anterior dan posterior superfisial. Vakuola tampak dalam kapsul, dan bentuk celah dikorteks. Katarak kortikal intumescent dan matur terjadi segera sesudahnya.

7

Gambar 5: gambaran funduskopi penderita katarak diabetikum

Katarak senillis adalah tipe kedua yang sering teramati pada pasien diabetes. Buktimenunjukkan bahwa pasien diabetes memiliki peningkatan risiko perubahan lensa berhubungan dengan umur dan perubahan lensa ini cenderung terjadi pada usia yang lebihmuda daripada pasien tanpa diabetes. Pasien diabetes memiliki risiko tinggi terjadinya katarak berhubungan dengan umur yang mungkin merupakan hasil dari akumulasi sorbitol dalam lensa, perubahan hidrasi yang mengikutinya, dengan peningkatan glikolisasi protein pada lensa diabetika.

b) GalaktosemiaGalaktosemia merupakan ketidak mampuan mengubah galaktosa menjadi glukosa yang

diwariskan secara autosom resesif. Sebagai konsekuensinya, galaktosa terakumulasi pada jaringan tubuh, yang dengan metabolisme lebih lanjut mengkonversi galaktosa menjadi galaktitol (dulsitol), gula alkohol dari galaktosa. Galaktosemia merupakan hasil adanya defek pada satu dari tiga enzim yang terlibat dalam metabolism galaktosa: galaktosa 1-fosfat uridiltransferase, galaktokinase, atau UDP-galaktosa-4-epimerase.

Bentuk yang paling umum dan paling berat, dikenal sebagai galaktosemia klasik, disebabkan oleh defek pada enzimtransferase. Enzim ini penting untuk mengubah galaktosa menjadi glukosa, karena laktosayang merupakan gula utama susu adalah disakarida yang mengandung glukosa dan galaktosa. Pada galaktosemia klasik, gejala-gejala malnutrisi, hepatomegali, jaundice, dandefisiensi mental muncul pada beberapa minggu pertama kehidupan. Penyakit ini bersifat fatal jika tidak terdiagnosis dan tidak diterapi. Diagnosis galaktosemia klasik dapat dikonfirmasi dengan ditemukannya substansi galaktosa reduksi non glukosa di urin.

8

Pasien-pasien dengan galaktosemia klasik, 75% akan timbul katarak, biasanya dalam beberapa minggu pertama setelah kelahiran. Akumulasi galaktosa dan galaktiol dalam sel-sel lensa menyebabkan peningkatan tekanan osmotic intraselular dan influks cairan lensa. Biasanya, nucleus dan korteks bagian dalam menjadi keruh, menyebabkan gambaran “tetesan minyak” pada retroiluminasi. Jika penyakit ini tetap tidak diterapi, katarak berkembangmenjadi kekeruhan lensa total. Terapi galaktosemia adalah mengeliminasi susu dan produk susu dari diit.

Pada beberapa kasus, pembentukan katarak awal dapat dibalik oleh diagnosis yang tepat dan intervensi diit. Defisiensi dua enzim lainnya, epimerase dan galaktokinase, juga dapat menyebabkangalaktosemia. Defisiensi ini lebih jarang dan menyebabkan abnormalitas sistematis yang lebih ringan. Katarak dapat juga tampak tetapi biasanya muncul pada umur yang lebih tua daripada galaktosemia klasik.

c) HipokalsemiaKatarak mungkin terjadi dalam hubungan dengan setiap keadaan yang menyebabkan

hipokalsemia. Hipokalsemia dapat idiopatik, atau dapat timbul sebagai hasil dari perusakanyang tidak disengaja glandula paratiroidea selama operasi tiroid. Biasanya bilateral, katarak hipokalsemia adalah kekeruhan iridescent punctata di korteks anterior dan posterior yangterletak diantara kapsul lensa dan biasanya dipisahkan dari kapsul lensa oleh suatu daerahlensa yang jernih. Kekeruhan ini mungkin tetap stabil atau matur menjadi katarak kortikaltotal. Pada pemeriksaan darah terlihat kadar kalsium turun

Traumaa) Katarak Diinduksi Radiasi

Radiasi PengionLensa sangat sensitive terhadap radiasi pengion; bagaimanapun juga diperlukan 20 tahun

setelah paparan sebelum katarak menjadi tampak secara klinis. Periode laten ini berhubungan dengan dosis radiasi dan usia pasien, semakin muda semakin rentan terhadap radiasi pengion karena memiliki sel-sel lensa yangs sedang tumbuh secara aktif. Radiasi pengion pada daerah x-ray (panjang gelombang 0,001-10 nm) dapat menyebabkan katarak pada beberapa individu dengan dosis 200 rad tiap fraksi. Tanda klinis pertama katarak diinduksi radiasi seringkali berupa kekeruhan punctata di dalam kapsul posterior dan kekeruhan subkapsular anterior yang halus menjalar kearah ekuator lensa. Kekeruhan ini dapat berkembang menjadi kekeruhan lensa total

Radiasi Inframerah (Katarak Glassblowers)Paparan radiasi inframerah dan panasyang terus menerus ke mata pada waktu yang lama dapat

menyebabkan lapisan terluar kapsullensa anterior mengelupas dan menjadi lapisan tunggal. Eksfoliasi sesungguhnya dari kapsullensa, dengan lamella terluar terkelupas menggulung diatasnya, jarang terlihat saat ini.Katarak kortikal mungkin berkaitan dengan keadaan ini.

Radiasi UltravioletBukti eksperimental menunjukkan bahwa lensa rentan terhadap kerusakan yang disebabkan

oleh radiasi ultraviolet pada daerah UVB 290-320 nm. Bukti epidemiologis dan penelitian berbasiskan populasi mengindikasikan bahwa paparan jangka lama terhadap UVB dari paparan sinar matahari berhubungan dengan peningkatan risikokatarak kortikal dan subkapsular posterior.

Mekanisa) Trauma Tembus dan Tak Tembus

Trauma pada umumnya menyebabkan katarak monookuler. Trauma fisik baik tembus maupun tidak tembus dapat merusak kapsul lensa, cairan COA masuk ke dalam lensa dan timbul katarak. Trauma tak tembus (tumpul) dapat menimbulkan katarak dengan berbagai bentuk : Vossious ring

Cetakan pupil pada lensa akibat trauma tumpul yang berbentuk vossious ring yaitu lingkaran yang terbentuk oleh granula coklat kemerah-merahan dari pigmen irisdengan garis tengah

9

kurang lebih 1 mm. Secara normal menjadi padat sesudah trauma. Cincin vossious cenderung untuk menghilang sedikit demi sedikit. Kekeruhan kapsul yang kecil-kecil dan tersebar dapat ditemui sesudah menghilangnya pigmen.

Gambar 6: gambaran vossious ring pada lensa

Roset (bintang)Bentuk ini dapat terjadi segera sesudah trauma tetapi dapat juga beberapa minggu sesudahnya. Trauma tumpul mengakibatkan perubahan susunan serat-serat lensa dan susunan sisten suture (tempat pertemuan serat lensa)sehingga terjadi bentuk roset. Bentuk ini dapat sementara dan dapat juga menetap.

Katarak zonuler/lamellar Bentuk ini sering ditemukan pada orang muda sesudah trauma. Penyebabnya karena

adanya perubahan permeabilitas kapsul lensa yang mengakibatkan degenerasi lapisan korteks superfisial. Trauma tumpul akibat tinju atau bola dapat menyebabkan robekankapsul, walaupun tanpa trauma tembus mata. Bahan-bahan lensa dapat keluar melaluirobekan kapsul ini dan bila diabsorbsi maka mata akan menjadi afakia. Trauma penetrasi atau perforasi lensa sering mengakibatkan kekeruhan korteks padasisi yang rupture, biasanya berkembang secara cepat menjadi kekeruhan total. Kadang-kadang trauma perforasi kecil pada kapsul lensa dapat sembuh, sehingga menimbulkan katarak kortikal fokal yang stasioner.

Gambar 7: gambaran lensa katarak lamellar

10

b) Pasca BedahKatarak sekunder menunjukkan kekeruhan kapsul posterior akibat katarak traumatic yang

terserap sebagian atau setelah terjadinya ekstraksi katarak ekstrakapsular (EKEK). Hal ini terjadi akibat terbentuknya jaringan fibrosis pada sisa lensa yang tertinggal, paling cepat keadaan ini terlihat sesudah dua hari EKEK.

Bentuk lain yang merupakan proliferasi epitel lensa pada katarak sekunder berupa mutiara Elsching dan cincin Soemmering. Katarak sekunder merupakan fibrin sesudah suatu operasi EKEK atau sesudah trauma yang memecah lensa. Cincin Soemmering mungkin akan bertambah besar oleh karena daya regenerasi epitel yang terdapat di dalamnya. Cincin Soemmering terjadi akibat kapsul anterior yang pecah dan traksi ke arah pinggir-pinggir melekat pada kapsula posterior meninggalkan daerah yang jernih di tengah, dan membentuk gambaran cincin. Pada cincin ini tertimbun serabut lensa epitel yang berproliferasi.

Mutiara Elsching adalah epitel subkapsular yang berproliferasi dan membesar sehingga tampak sebagai busa sabun atau telur kodok. Mutiara elsching ini mungkin akan menghilang dalam beberapa tahun oleh karena pecah dindingnya.

Kimiaa) Obat-obatan

i. KortikosteroidPenggunaan jangka panjang kortikosteroid dapat menyebabkan katarak subkapsular posterior.

Insidensinya berhubungan dengan dosis dan durasi pengobatan. Pembentukan katarak telah dilaporkan setelah pemberian kortikosteroid melalui beberapa jalur, sistemik,topical, subkonjungtiva dan semprot hidung.

Pada suatu penelitian pasien-pasien diterapi dengan prednisone oral dan diobservasiselama 1-4 tahun, 11% yang diterapi dengan prednisone 10 mg/hari mengalami katarak, 30% yang menerima 10-15 mg/hari dan 80% yang menerima lebih dari 15 mg/hari. Pada penelitian lain, setengah dari pasien-pasien yang mendapatkan kortikosteroid topical setelah keratoplasti mengalami katarak setelah menggunakan 765 tetes dexamethason 0,1% selama periode 10,5 bulan.

ii. FenotiazinKelompok obat psikotropika, dapat menyebabkan deposit pigmen di epithelium lensa anterior

dalam bentuk konfigurasi aksial. Deposit ini dipengaruhi oleh dosis dan durasi pemberian obat. Deposit lebih sering terlihat dengan penggunaan beberapa jenis fenotiazin,terutama klorpromazin dan thloridazin, daripada jenis yang lainnya.

iii. MiotikumAntikolinesterase seperti echothiophate iodide dan demekarium bromide dapatmenyebabkan

katarak. Insidensi katarak yang telah dilaporkan sebesar 20% pada pasien- pasien setelah 55 bulan penggunaan pilokarpin dan 60% pada pasien-pasien setelah penggunaan posfolin iodide. Biasanya katarak ini pertama kali tampak sebagai vakuola kecildi dalam dan sebelah posterior kapsul dan epithelium lensa anterior. Katarak dapat berkembang ke korteks posterior dan nucleus lensa dapat berubah juga.

b) Trauma BasaTrauma basa pada permukaan okular sering menyebabkan timbulnya katarak, selain merusak

kornea, konjungtiva, dan iris. Komponen basa mempenetrasi mata, menyebabkan peningkatan pH aqueous dan menurunkan kadar glukosa dan askorbat aqueos. Pembentukankatarak kortikal dapat terjadi secara akut atau sebagai efek yang tertunda dari trauma kimia. Karena asam cenderung mempenetrasi mata tidak semudah basa, trauma asam jarang menyebabkan pembentukan katarak.

11

Tes Fungsi RetinaRetina diibaratkan sebagai film didalam kamera. Retina menerima cahaya dari luar bola mata

dan menukar menjadi impuls untuk dihantar ke system saraf pusta melalui saraf optic. Ada pelbagai test yang bisa digunakan untuk melihat fungsi retina seperti;i. Visus perifer

Test visus perifer dilakukan dengan pasien dan pemeriksa duduk saling menghadap. Pasien diminta menutup mata kanan manakala pemeriksa menutup mata kiri. Mata kanan pasien diminta untuk memandang terus ke mata kiri pemeriksa. Pemeriksa menggerakkan tangan sejauh mungkin dari lapang pandang memasuki lapang pandang dari 8 arah. Minta pasien mengatakan Nampak apabila mula tampak tangan pemeriksa di lapang pandangnya. Hasil normal apabila lapang pandang pasien sama dengan lapang pandang pemeriksa dari kelapan-lapan arah tersebut.

ii. Visus SentralTest visus sentral dilakukan dengan menggunakan carta Snellen. Pasien diminta untuk membaca huruf atau angka yang terdapat di kartu Snellen dan ketajaman visus dievaluasi berdasarkan baris mana pasien bisa membaca dengan jelas. Pemeriksaan dilakukan pada satu-satu mata dan dilanjutkan dengan test pin hole untuk memastika pasien mempunyai masalah medium refraksi ataupun bukan.

iii. Test Penglihatan WarnaSalah satu fungsi retina adalah mendeteksi warna melalui sel keruncut di macula. Test pemglihatan warna dapat dilakukan dengan menggunakan kartu Istihara dimana didalam kartu tersebut dibuat grafik angka atau objek tertentu yang menggunakan warna sekunder berlatar belakankan corakkan warna primer. Ketidak mampuan pasien untuk membaca angka atau objek yang terdapat didalam grafik menandakan fungsi retina tidak normal ataupun buta warna.

Test Fungsi Nervus OptikNervus optic berfungsi seperti kabel kamera yang menghantar impuls yang didapatkan dari retina ke

otak melalaui traktus optikus. Untuk memeriksa fungsi nervus optikus, bila dilakukan dengan menggunakan test perimeter. Test perimeter bukan saha bisa menguji fungsi nervus optikus malah bis menguji fungsi retina. Test ini digunakan untuk meihat lapang pandang perifer dan sentral dimana lapang penglihatan mata diukur dan dipetakan mengikut derajat lengkungan. Tardapat dua perimetri iatu;

Perimetri static Perimetri kineticPada perimetri static, lokasi berbeda-beda didalam lapang pandang diuji satu demi satu. Objek yang

sulit seperti cahaya yang lemah diuji pertama kali dan akan dinaikkan intensitasnya. Pada perimetri kinetic, sensitivitas selurh lapang pandang diuji terlebih dahulu. Obejek digerakkan dari

perifer ke sentral perlahan-lahan sampai pertama kali dilihat. Dengan dilakukan hal yang serupa pada pelbagai arah, ia bisa dipetakan dimana dipanggil isopter.

Kalsifikasi Katarak Berdasarkan VisusKatarak dapat dikalsifikasikan kepada 5 grade menurut visusnya. Grade katarak menurut Buritto adalah

seperti berikut; Grade 1: visus masih baik, >6/12 dengan lensa sedikit keruh. Grade 2: visus 6/12-6/30, nucleus keruh ringan dan kekuningan. Grade 3: visus 3/60-6/30, dengan nucleus keruh medium dan korteks keruh. Grade 4: visus 1/60-3/60, nucleus mengeras dan kuning kecoklatan. Grade 5: visus <1/60, dengan nucleus telah mengeras dan bewarna hitam atau coklat.

12

2.4. TERAPI

Pengobatan untuk katarak adalah pembedahan. Pembedahan dilakukan jika penderita tidak dapat melihat dengan baik dengan bantuan kacamata untuk melakukan kegiatannya sehari-hari. Beberapa penderita mungkin merasa penglihatannya lebih baik hanya dengan mengganti kacamatanya, menggunakan kacamata bifokus yang lebih kuat atau menggunakan lensa pembesar. Jika katarak tidak mengganggu biasanya tidak perlu dilakukan pembedahan. Indikasi operasi:

Pada bayio kurang dari 1 tahun: Bila fundus tidak terlihat. Bila masih dapat dilihat, katarak

dibiarkan saja. Pada usia lanjut

o Indikasi klinis : kalau katarak menimbulkan penyulit seperti uveitis atauglaucoma,

meskipun visus masih baik untuk bekerja, perlu dilakukan operasisetelah keadaan menjadi tenang

o Indikasi visual : batasnya pada orang yang buta huruf 5/50, pada orang yangterpelajar

5/20

Tiga macam pembedahan yang bisa digunakan untuk mengangkat lensa;

i. Ektraksi Katarak Ekstra Kapsular (EKEK)Merupakan tindakan pembedahan pada lensa katarak, dimana dilakukan pengeluaran isi lensa

dengan mencegah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa lensa dan korteks lensa dapat keluar melalui robekan tersebut. Robekan tersebut diambil melalui insisi limbus superior yang lebarnya 140-160°. Insisi Limbus yang kecil akan mempermudah penyembuhan luka pasca bedah. Setelah kapsul anterior dirobek dan diambil, inti dekstraksi, dan korteks lensa diirigasi dan diaspirasi agar keluar darimata, sedangkan kapsul posterior dipertahankan tetap pada tempatnya. Larutan -larutan yang dapat dipakai untuk irigasi lensa ada bermacam-macam, iatu : Nacl ,9% dan larutan Ringer yang merupakan larutan yang relatif lebih baik.

Gambar 8: prosedur operasi ekstraksi katarak extra kapsular

Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak muda, pasien dengan kelainan endotel, bersama-sama keratoplasti, implantasi lensa intra ocular posterior, perencanaan implantasi sekunder lensa intra ocular, kemungkinan akan dilakukan bedah glaucoma, mata dengan predisposisi untuk terjadinya prolaps badan kaca, sebelumnya mata mengalami ablasi retina, mata dengan sitoid macular

13

edema, pasca bedah ablasi,untuk mencegah penyulit pada saat melakukan pembedahan katarak seperti prolaps badan kaca.

ii. Ekstraksi Katarak Intra Kapsuler (EKIK)Pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul. Dapat dilakukan pada

zonulla zinn telah rapuh atau berdegenerasi dan mudah diputus. Pada katarak ekstraksi intrakapsuler tidak akan terjadi katarak sekunder. Pembedahan ini tidak boleh dilakukan atau kontraindikasi pada pasien berusia kurang dari 40 tahun yang masih mempunyai ligament hialoidea kapsular. Penyulit yang dapat terjadi pada pembedahan ini astigmat, glaucoma, uveitis, endoftalmitis, dan perdarahan.

iii. PhacoemulsificationPembedahan seperti EKEK namun menggunakan alat gelombang ultrasonic untuk

mengelmusifikasikan lensa. Gelombang yang digunakan sebesar 40.000 Hz. Kemudian ada sebuah alatan digunakan untuk menghancurkan nucleus lensa sebelum di aspirasi untuk mengeluarkan lensa yang telah dipecahkan itu tadi.

2.5. KOMPLIKASI

Komplikasi Intra Operatif Edema kornea, COA dangkal, ruptur kapsul posterior, pendarahan atau efusisuprakoroid,

pendarahan suprakoroid ekspulsif, disrupsi vitreus, incacerata kedalamluka serta retinal light toxicity.

Komplikasi dini pasca operatifCOA dangkal karena kebocoran luka dan tidak seimbangnya antara cairan yangkeluar dan

masuk, adanya pelepasan koroid, block pupil dan siliar, edema stroma dan epitel, hipotonus. Bisa juga terjadi ruptur kapsul posterior, yang mengakibatkan prolaps vitreus. Prolaps iris, umumnya disebabkan karena penjahitan luka insisi yang tidak adekuat yang dapat menimbulkan komplikasi seperti penyembuhan luka yang tidak sempurna, astigmatismus, uveitis anterior kronik dan endoftalmitis. Pendarahan, yang biasa terjadi bila iris robek saat melakukan insisi.

14

BAB III

KESIMPULAN

Pada manusia, lensa mata bikonveks, tidak mengandung pembuluh darah, tembus pandang dengan diameter 9 mm dan tebal 5 mm. Kedepan berhubungan dengan cairan bilik mata, kebelakang berhubungan dengan badan kaca. Digantung pada prosesus siliaris oleh zonula zinnia, yang melekat pada ekuator lensa. Lensa diliputi oleh kapsula lentis, yang bekerja sebagai membran semi permeabel untuk menyerap air dan elektrolit untuk makanannya.

Katarak komplikata merupakan katarak akibat penyakit mata lain seperti radang, dan proses degenerasi seperti ablasi retina, retinitis pigmentosa, glaucoma, iskemia ocular, nekrosis anterior segmen, akibat suatu trauma dan pasca bedah mata. Katarak komplikata dapat juga disebabkan oleh penyakit sistemik endokrin (diabetes mellitus, hipoparatiroid, galaktosemia, dan miotonia distrofi) dan keracunan obat (steroid lokal dan sistemik, miotika antikolinesterase). Katarak komplikata memberikan tanda khusus dimana mulai katarak selamanya di daerah bawah kapsul atau pada lapis korteks, kekeruhan dapat difus, pungtata,linear, rosete, reticulum dan biasanya terlihat vakuol.

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Dabiel V. Vaughan, Taylor Asbury, Paul Riodan-Eva. Anatomi dan embriologi mata. Ophthalmologi Umum. Widya Medika. 2002: 14; 1-30.

2. Sidarta Ilyas. Anatomi dam fisiologi mata. Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2010: 3; 1-12.

3. Andrew A. Dahl, William C. Shiel. Cataract. Medicine.net. 2011. Diunduh dari http://www.medicinenet.com/cataracts/article.htm pada 10 September 2012.

4. David Yorston. Cataract complication. Communiy Eye Health Journal. 2008: 65; 1-19.5. Cataract. National Eye Institiute. 2009. Diunduh dari

http://www.nei.nih.gov/health/cataract/cataract_facts.asp pada 11 September 20126. Mark Petrash. Diabetic cataract. Journal of Ophthalmology. 2010: 1-4.7. Mohammad Ali Javadi, Siamak Zarei-Ghanavati. Cataracts in diabetic patients. Journal of

Ophthalmologic and Vision Research. 2008: 3; 52-61.8. Istiantoro Soekardi. Seleksi pasien katarak. Transisi Menuju Fakoemulsifikasi. Yayasan Obor

Indonesia. 2004: 179-80.

15