TINJAUAN PUSTAKA Domba Ekor Tipis - repository.ipb.ac.id · Atmadilaga (1958) mendefinisikan ......

13
TINJAUAN PUSTAKA Domba Ekor Tipis Domba ekor tipis merupakan domba Indonesia dengan 80% populasinya berada di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Ternak tersebut memiliki kemampuan beradaptasi di daerah yang gersang. Ukuran tubuhnya yang relatif kecil sehingga disebut juga domba kacang atau domba jawa (Mulyono, 2005). Selain itu, domba ekor tipis juga dikenal sebagai domba lokal atau domba kampung (Sumoprastowo, 1987). Penyebaran dengan jumlah tertinggi di Asia Tenggara berpusat di Jawa Barat (Gatenby, 1991). Domba ekor tipis memiliki ciri-ciri berupa bulu badan yang berwarna putih, terdapat belang-belang hitam di sekitar mata, hidung atau bagian lainnya. Jantannya memiliki tanduk melingkar, sedangkan betinanya umumnya tidak bertanduk. Badannya yang kecil juga disertai dengan ekor relatif kecil dan tipis. Menurut Mulyaningsih (1990), domba priangan sulit dibedakan dengan domba lokal atau domba ekor tipis. Tirtosiwi (2011) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa lingkar dada merupakan peubah ukuran linear permukaan tubuh yang ditemukan paling tinggi pada domba ekor tipis di Cimande. Hafiz (2009) dalam penelitiannya memperoleh domba ekor tipis jantan umur I 0 memiliki rataan bobot badan 20,24 kg, panjang badan 51,00 cm, lingkar dada 55,90 cm, lebar pinggul 12,10 cm, lebar dada 13,50 cm, tinggi badan 51,17 cm, tinggi pinggul 49,76 cm, dalam dada 24,43 cm dan panjang pinggul 15,09 cm. Tirtosiwi (2011) dalam penelitiannya memperoleh domba ekor tipis jantan umur I 1 memiliki rataan ukuran tubuh seperti bobot badan 32,8±4,77 kg, tinggi pundak 61,39 cm, panjang badan 61,21 cm, lingkar dada 73,52 cm, dalam dada 27,85 cm dan lebar dada 16,42 cm. Utami (2008) melaporkan bahwa lingkar dada dan bobot badan pada domba lokal di UP3J (Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan Jonggol) memiliki hubungan yang erat. Ukuran tubuh seperti dalam dada, tinggi pundak, lebar pinggul, tinggi pinggul, lingkar dada dan lebar dada pada domba ekor tipis, domba ekor gemuk dan domba Merino lebih rendah dibandingkan domba garut (Riwantoro, 2005). Domba Garut Domba garut atau biasa dikenal dengan domba priangan yang berasal dari Jawa Barat. Domba garut yang bertipe besar umumnya digunakan untuk domba

Transcript of TINJAUAN PUSTAKA Domba Ekor Tipis - repository.ipb.ac.id · Atmadilaga (1958) mendefinisikan ......

Page 1: TINJAUAN PUSTAKA Domba Ekor Tipis - repository.ipb.ac.id · Atmadilaga (1958) mendefinisikan ... lingkar dada 89,60 cm, dalam dada 33,0 cm dan lebar dada 19,20 cm. Tirtosiwi (2011

TINJAUAN PUSTAKA

Domba Ekor Tipis

Domba ekor tipis merupakan domba Indonesia dengan 80% populasinya

berada di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Ternak tersebut memiliki kemampuan

beradaptasi di daerah yang gersang. Ukuran tubuhnya yang relatif kecil sehingga

disebut juga domba kacang atau domba jawa (Mulyono, 2005). Selain itu, domba

ekor tipis juga dikenal sebagai domba lokal atau domba kampung (Sumoprastowo,

1987). Penyebaran dengan jumlah tertinggi di Asia Tenggara berpusat di Jawa Barat

(Gatenby, 1991). Domba ekor tipis memiliki ciri-ciri berupa bulu badan yang

berwarna putih, terdapat belang-belang hitam di sekitar mata, hidung atau bagian

lainnya. Jantannya memiliki tanduk melingkar, sedangkan betinanya umumnya tidak

bertanduk. Badannya yang kecil juga disertai dengan ekor relatif kecil dan tipis.

Menurut Mulyaningsih (1990), domba priangan sulit dibedakan dengan

domba lokal atau domba ekor tipis. Tirtosiwi (2011) dalam penelitiannya

mengemukakan bahwa lingkar dada merupakan peubah ukuran linear permukaan

tubuh yang ditemukan paling tinggi pada domba ekor tipis di Cimande. Hafiz (2009)

dalam penelitiannya memperoleh domba ekor tipis jantan umur I0 memiliki rataan

bobot badan 20,24 kg, panjang badan 51,00 cm, lingkar dada 55,90 cm, lebar pinggul

12,10 cm, lebar dada 13,50 cm, tinggi badan 51,17 cm, tinggi pinggul 49,76 cm,

dalam dada 24,43 cm dan panjang pinggul 15,09 cm. Tirtosiwi (2011) dalam

penelitiannya memperoleh domba ekor tipis jantan umur I1 memiliki rataan ukuran

tubuh seperti bobot badan 32,8±4,77 kg, tinggi pundak 61,39 cm, panjang badan

61,21 cm, lingkar dada 73,52 cm, dalam dada 27,85 cm dan lebar dada 16,42 cm.

Utami (2008) melaporkan bahwa lingkar dada dan bobot badan pada domba lokal di

UP3J (Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan Jonggol) memiliki hubungan yang

erat. Ukuran tubuh seperti dalam dada, tinggi pundak, lebar pinggul, tinggi pinggul,

lingkar dada dan lebar dada pada domba ekor tipis, domba ekor gemuk dan domba

Merino lebih rendah dibandingkan domba garut (Riwantoro, 2005).

Domba Garut

Domba garut atau biasa dikenal dengan domba priangan yang berasal dari

Jawa Barat. Domba garut yang bertipe besar umumnya digunakan untuk domba

Page 2: TINJAUAN PUSTAKA Domba Ekor Tipis - repository.ipb.ac.id · Atmadilaga (1958) mendefinisikan ... lingkar dada 89,60 cm, dalam dada 33,0 cm dan lebar dada 19,20 cm. Tirtosiwi (2011

4

aduan (Mulyono, 2005). Data mengenai sifat-sifat genetik domba Priangan

diperlukan selengkap mungkin sehingga akan lebih akurat untuk perbaikan mutu.

Penyebaran domba garut hingga ke daerah priangan dan daerah lainnya

menyebabkan domba ini dikenal juga sebagai domba priangan. Atmadilaga (1958)

mendefinisikan bahwa domba priangan adalah hasil persilangan segitiga antara

domba lokal, domba Merino dan domba ekor gemuk. Definisi ini berlaku untuk

domba garut yang mempunyai ciri khusus dalam pertandukan, sifat rambut dan

ketebalan pangkal ekor. Diwyanto (1982) mengemukakan bahwa domba garut

pedaging merupakan hasil sisa seleksi (domba afkir) dari domba garut tangkas.

Domba yang ada di daerah Garut ini dibagi dalam dua tipe atau perawakan,

yaitu tipe adu dan tipe pedaging. Domba garut tipe pedaging memiliki badan yang

lebih panjang dan paha yang lebih montok dibandingkan dengan domba adu

(Natasasmita et al., 1986). Ciri-ciri domba garut pedaging yaitu warna bulu

umumnya putih, garis muka cembung, garis punggung cekung dan ekor sedang

(Diwyanto, 1982). Tanduk dimiliki oleh jantan maupun betina domba garut

walaupun tanduk betina lebih kecil (Triwulanningsih et al., 1981). Domba garut

tangkas mempunyai ciri-ciri berupa muka cembung, bentuk telinga kecil rumpung,

bentuk mata normal dan posisi telinga tegak ke samping (Mulliadi, 1996).

Rataan bobot sapih domba garut adalah 11,5 kg (Istiqomah et al., 2006).

Mansjoer et al. (2007) dalam penelitiannya memperoleh bahwa domba garut

Margawati jantan umur I1 memiliki rataan ukuran tubuh seperti bobot badan

46,3±5,50 kg, tinggi pundak 70,20 cm, panjang badan 67,10 cm, lingkar dada 89,60

cm, dalam dada 33,0 cm dan lebar dada 19,20 cm. Tirtosiwi (2011) dalam

penelitiannya memperoleh bahwa domba garut jantan umur I1 memiliki rataan

ukuran tubuh seperti bobot badan 49,28±7,12 kg, tinggi pundak 74,14 cm, panjang

badan 73,70 cm, lingkar dada 88,88 cm, dalam dada 33,13 cm dan lebar dada 19,19

cm. Nataatmaja dan Johar (2008) memperoleh korelasi tinggi antara bobot badan

dan tinggi pundak sebesar 0,8551 pada domba garut.

Indigofera sp.

Indigofera merupakan tanaman leguminosa yang penting sebagai makanan

ternak di Indonesia (Tarigan, 2009). Hassen et al. (2007) mengemukakan bahwa

Indigofera adalah tanaman dari kelompok kacangan (family Fabaceae) dengan genus

Page 3: TINJAUAN PUSTAKA Domba Ekor Tipis - repository.ipb.ac.id · Atmadilaga (1958) mendefinisikan ... lingkar dada 89,60 cm, dalam dada 33,0 cm dan lebar dada 19,20 cm. Tirtosiwi (2011

5

Indigofera dan memiliki 700 spesies tersebar mulai dari benua Australia, Asia,

Afrika, Australia dan Amerika Utara. Sebanyak 10% penambahan Indigofera ke

dalam ransum dapat memenuhi kebutuhan protein kasar pada kambing dan

meningkatkan konsumsi pakan. Nilai kecernaan bahan kering daun Indigofera sp.

yang diberikan sebanyak 45% dari total ransum kambing Boerka adalah 60% dengan

pertambahan bobot harian sebesar 28,25±52,38 gr/ekor/hari (Tarigan, 2009).

Menurut Suharlina (2010), Indigofera sp. sangat baik dimanfaatkan sebagai hijauan

pakan ternak karena kandungan bahan organiknya dapat meningkat dengan adanya

pemberian pupuk organik sehingga nilai kecernaan juga dapat meningkat.

Tepung daun Indigofera mengandung protein kasar tinggi (27,60%), data

produksi daun 4,096 kg/ha/hasil panen pada umur potong 68 hari dan kecernaan in

vitro sebesar 67%-81% (Abdullah dan Suharlina, 2010). Hassen et al. (2007)

menyatakan bahwa komposisi tepung daun Indigofera sp. terdiri dari protein kasar

27,9%, NDF 19% – 50%, serat kasar 15%, calcium 0.22%, phosphor 0,19% dan

kecernaan bahan organik (in vitro) sebesar 56%- 72%, sedangkan kualitas dalam

bentuk pellet mengandung protein kasar sebesar 25,66% (Abdullah, 2010). Umur

Kualitas Indigofera sp. terbaik diperoleh pada umur potong dengan defoliasi umur 60

hari (Abdullah dan Suharlina, 2010). Indigofera sp. mengandung pikmen indigo yang

dapat digunakan sebagai hijauan pakan ternak dan suplemen kualitas untuk ternak

ruminansia (Haude, 1997). Perlakuan pemupukan pada daun dapat meningkatkan

nilai cerna (in vitro) menjadi 70%-80% untuk kecernaan bahan kering dan 67%-

73% untuk kecernaan bahan organik (Intan et al., 2011).

Gambar 1. Indigofera sp. Segar dan Indigofera sp. Kering

Page 4: TINJAUAN PUSTAKA Domba Ekor Tipis - repository.ipb.ac.id · Atmadilaga (1958) mendefinisikan ... lingkar dada 89,60 cm, dalam dada 33,0 cm dan lebar dada 19,20 cm. Tirtosiwi (2011

6

Limbah tauge

Limbah tauge merupakan sisa dari produksi tauge yang terdiri dari kulit

kacang hijau atau angkup tauge dan pecahan-pecahan tauge yang diperoleh pada saat

pengayakan atau ketika pemisahan untuk mendapatkan tauge yang dapat dikonsumsi.

Limbah tauge diperoleh dari pasar atau dikenal dengan limbah pasar karena proses

pemisahan limbah tauge dari tauge itu sendiri terjadi di pasar dan biasanya masih

bercampur dengan sedikit tauge dan potongan-potongan ekor tauge dan kepala tauge

yang tidak utuh. Potensi limbah tauge dalam sehari berlimpah dilihat dari produksi

tauge yang tidak mengenal musim terutama untuk pengrajin tauge di daerah Bogor.

Total produksi tauge di daerah bogor sekitar 6,5 ton/hari dan berpeluang

menghasilkan limbah tauge sebesar 1,5 ton/hari (Rahayu et al., 2010). Limbah

terkadang tidak bernilai ekonomis jika tidak dimanfaatkan dengan baik (Winarno,

1981). Uji laboratorium secara kualitatif menunjukkan bahwa limbah tauge memiliki

kandungan nutrien yang terdiri atas protein kasar sebesar ±13-14 %, serat kasar

49,44% dan TDN sebesar 64,65% (Rahayu et al., 2010).

Kandungan vitaminnya dalam bentuk tauge lebih banyak daripada bentuk

bijinya yaitu kacang hijau. Kadar vitamin C-nya meningkat 20 mg/100 gram dan

kadar vitamin B-nya meningkat menjadi 20 mg/ 100 gram. Kandungan protein tauge

juga meningkat 119% dari kandungan awalnya berdasarkan berat keringnya. Hal ini

disebabkan oleh adanya sintesa protein selama proses germinasi kecambah

(Winarno, 1981). Kandungan air dalam bentuk limbah tauge adalah 63,35%, abu

7,35%, lemak 1,17%, protein 13,62%, serat kasar 49,44% dan kandungan TDN

adalah 64,65 (Rahayu et al., 2010). Menurut Mubarak (2005), komposisi kimia tauge

terdiri dari protein kasar 27,5 g, lemak kasar 1,85 g, serat kasar 4,63 g, abu 3,76 g,

total karbohidrat 62,3 g, air 9,75 g (dalam 100 g bobot kering).

Limbah tauge sudah terbukti dapat meningkatkan pertumbuhan domba.

Penelitian di wilayah Bogor yang telah dilakukan pada peternakan penggemukan

domba ekor gemuk dengan memanfaatkan limbah tauge dalam ransum menghasilkan

pertambahan bobot badan harian (PBBH) yang cukup tinggi yaitu sebesar 145 g/e/h

dengan penggunaan limbah tauge hingga 50% dalam ransum dimana PBBHnya lebih

tinggi dibandingkan apabila hanya diberi ransum konsentrat yaitu sebesar 96 g/e/h

(Rahayu et al., 2010).

Page 5: TINJAUAN PUSTAKA Domba Ekor Tipis - repository.ipb.ac.id · Atmadilaga (1958) mendefinisikan ... lingkar dada 89,60 cm, dalam dada 33,0 cm dan lebar dada 19,20 cm. Tirtosiwi (2011

7

Gambar 2. Tauge Segar dan Tauge Kering

Pertumbuhan

Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya bobot tubuh sampai

dicapainya besar tubuh dewasa (disebut pertumbuhan, growth) dan terdapatnya

perubahan bentuk dan konformasi tubuh hewan, sehingga diperoleh bentuk hewan

dewasa (disebut perkembangan, development) (Herman, 1982). Pertumbuhan murni

mencakup pertambahan dalam bentuk dan berat jaringan-jaringan pembangun seperti

urat daging, tulang, jantung, otak dan semua jaringan tubuh yang lain (kecuali

jaringan lemak), dan alat-alat tubuh. Dari sudut kimiawi, pertumbuhan murni adalah

suatu penambahan jumlah protein dan zat-zat mineral yang tertimbun dalam tubuh

(Anggorodi, 1984).

Herman (1982) mengemukakan bahwa kepala dan kaki adalah bagian tubuh

yang tumbuh lebih awal. Tubuh bagian belakang (hindquarters) dan daerah pinggang

(loin) berkembang lambat, tumbuh lambat dalam fase pertumbuhan permulaan dan

lebih cepat kemudian dan merupakan bagian terakhir yang mencapai ukuran dewasa.

Proses ini merupakan suatu gelombang yang menyebar dari bagian yang berkembang

dini kepada bagian yang berkembang lambat. Anggorodi (1984) menyatakan semua

bagian dari tubuh hewan tumbuh dengan cara yang teratur, kaki dan tangan (pada

manusia) tumbuh sebanding dengan tinggi dan panjang tubuh, akan tetapi kepala

tumbuh lebih lambat daripada anggota badan. Pertumbuhan berjalan dari kepala

menuju ke bagian belakang tubuh, dari bagian bawah kaki menuju keseluruh kaki

kemudian ke bagian tubuh dan akhirnya semua gelombang bertemu di bagian

pinggang (loin) (Herman, 1982). Adanya suatu variasi yang terdapat dalam ukuran

dan perbandingan tubuh di dalam spesies (Anggorodi, 1984). Kecepatan

Page 6: TINJAUAN PUSTAKA Domba Ekor Tipis - repository.ipb.ac.id · Atmadilaga (1958) mendefinisikan ... lingkar dada 89,60 cm, dalam dada 33,0 cm dan lebar dada 19,20 cm. Tirtosiwi (2011

8

pertumbuhan dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain jenis kelamin, genetik dan

lingkungan termasuk makanan.

Ukuran Tubuh

Ukuran tubuh merupakan salah satu kriteria yang dapat digunakan dalam

mengetahui produktivitas seekor ternak. Pengambaran yang diperoleh dari ukuran

tubuh merefleksikan kinerja produksi ternak jika tidak memungkinkan dilakukan

penimbangan bobot hidup (Sariubang dan Tambing, 2008). Ukuran permukaan dan

bagian tubuh hewan mempunyai banyak kegunaan dalam menaksir bobot badan,

serta memberi gambaran bentuk tubuh hewan sebagai ciri suatu bangsa tertentu.

Penggunaan ukuran-ukuran tubuh dilakukan berdasarkan ukuran umum pada ternak,

yaitu sebagai sifat kuantitatif untuk dapat memberi gambaran eksterior seekor domba

dan mengetahui perbedaan-perbedaan dalam populasi ternak atau digunakan dalam

seleksi (Mulliadi, 1996).

Diwyanto (1982) mengemukakan bahwa penampilan seekor hewan adalah

hasil dari suatu proses pertumbuhan yang berkesinambungan dalam seluruh hidup

hewan tersebut. Setiap komponen tubuh mempunyai perkembangan kecepatan

pertumbuhan atau perkembangan yang berbeda-beda karena pengaruh genetik

maupun lingkungan. Penelitian Doho (1994) diperoleh bahwa pertambahan bobot

badan pada hewan akan menyebabkan hewan tersebut menjadi lebih besar dan diikuti

dengan pertambahan kekuatan dan perkembangan otot-otot penggantung masculus

serratus ventralis dan musculus pectoralis yang terdapat di daerah dada, sehingga

ukuran lingkar dada semakin meningkat. Semakin besar dan semakin panjang badan

akan meningkatkan bobot badannya yang diumpamakan dengan silinder yang

volumenya dipengaruhi oleh diameter (lingkar dada) dan ketinggiannya (panjang

badan) (Diwyanto, 1982). Adanya korelasi atau keterkaitan antar ukuran tubuh dapat

disebabkan pengaruh aksi-aksi gen (pleiotropy) yang mempengaruhi dua sifat atau

lebih (Martojo, 1990).

Hasil penelitian Nataatmaja dan Johar (2008) menunjukkan ukuran tubuh

bobot badan dan tinggi pundak pada domba jantan di Kabupaten Pandeglang dan

Garut mempunyai korelasi tinggi yaitu sebesar 0,8551. Noor (2004) mengemukakan

bahwa nilai korelasi yang positif dapat memperbaiki kedua sifat yang berkorelasi.

Suatu ukuran yang semakin beragam akan semakin baik untuk dilakukan seleksi

Page 7: TINJAUAN PUSTAKA Domba Ekor Tipis - repository.ipb.ac.id · Atmadilaga (1958) mendefinisikan ... lingkar dada 89,60 cm, dalam dada 33,0 cm dan lebar dada 19,20 cm. Tirtosiwi (2011

9

karena mempunyai kisaran cukup luas antara nilai tertinggi dan terendah secara

statistik. Bobot badan yang memiliki keragaman yang besar dapat disebabkan

kondisi pemeliharaan, pengaruh pemberian pakan dan keragaman genetik yang

berbeda (Nataatmaja dan Johar, 2008). Menurut Nurrahmi (2011), kelompok domba

garut secara umum ukuran-ukuran tubuhnya lebih besar dibandingkan domba ekor

tipis dan domba ekor gemuk. Bangsa domba yang besar akan menunjukkan bobot

lahir lebih berat, lebih cepat tumbuh dan lebih berat ketika mencapai dewasa tubuh

dibandingkan bangsa domba yang kecil.

Indeks Morfologi

Adanya proses mutasi akibat seleksi, perkawinan silang atau bencana alam

yang dapat berakibat hilang atau hanyutnya gen tertentu menyebabkan terjadinya

keragaman sifat morfologi. Suparyanto et al. (1999) mengemukakan bahwa populasi

yang besar dengan tingkat keragaman yang cukup tinggi, baik dalam bangsa maupun

antar bangsa menjadikan domba-domba di Indonesia beragam pola warna dan bentuk

tubuhnya. Perbedaan bobot badan, struktur tubuh, pola warna bulu dan kepadatan

wol adalah contoh karakteristik morfologis yang berlainan antar agroekosistem yang

dapat dijadikan sebagai gambaran spesifikasi suatu bangsa ternak.

Alderson (1999) menyatakan bahwa satu pengukuran linear lebih relevan di

dalam pertanian. Hal ini juga memberi pengaruh signifikan dari sistem peternakan

pada pengukuran tubuh tertentu. Sistem pengukuran linear dapat memberikan

penilaian tipe dan nilai keseluruhan pada ternak. Rasio bobot badan/ tinggi badan dan

lingkar badan/ tinggi badan diusulkan sebagai perhitungan indeks sapi potong

(Knapp dan Cook, 1933) dan sapi Hereford (Guilbert dan Gregory, 1952). Indeks

lebar dan panjang badan digunakan dalam mengestimasi keseimbangan dan penting

dalam pendugaan nilai keseluruhan (Salako, 2006). Sistem indeks ditujukan sebagai

alat ukur praktis di lapangan dalam menggambarkan keterkaitan antar dimensi tubuh

ternak untuk kepentingan studi pemuliaan (Takaendengan et al., 2011).

Pane (1986) mengemukakan salah satu metode seleksi yang dapat digunakan

dalam suatu program pemuliaan ternak. Metode seleksi yang dimaksud adalah

seleksi indeks dimana berbagai sifat termasuk nilai ekonomis ternak domba dihitung

berdasarkan indeks tertentu. Kisaran tertentu ditetapkan dalam menilai atau

membatasi karakter dari ternak pada umumnya, dari yang kurang baik sampai yang

Page 8: TINJAUAN PUSTAKA Domba Ekor Tipis - repository.ipb.ac.id · Atmadilaga (1958) mendefinisikan ... lingkar dada 89,60 cm, dalam dada 33,0 cm dan lebar dada 19,20 cm. Tirtosiwi (2011

10

paling baik. Karakter yang satu akan terkompensasi oleh karakter lainnya dalam

suatu sistem indeks. Hafiz (2009) mengemukakan bahwa nilai length index di bawah

1 menunjukkan ternak tersebut bertipe tinggi badannya dan menunjukkan bertipe

panjang untuk length index di atas 1. Ternak domba dikatakan unggul jika pundak

sampai pinggul membentuk garis lurus mendatar sama tinggi, sehingga semakin

mendekati nol nilainya akan semakin baik atau bagus ternaknya.

Nilai width slope index yang tinggi dapat mengindikasi bahwa domba

tersebut memiliki balance yang lebih besar (Salako, 2006). Menurut Takaendengan

et al. (2011), weight index dan length index merupakan parameter utama dalam

menduga balance berdasarkan faktor penentu fungsional. Kuda Tomohon memiliki

nilai weight index 72x104±13x10

3, length index 0,91±0,04 dan balance 0,99±0,09.

Bangsa kuda Thoroughbred lebih banyak dipelihara untuk pacuan, hal ini diperkuat

dengan hasil analisis indeks morfologi yaitu weight index dan cumulative index pada

kuda di Tomohon yang memiliki indeks bobot badan yang tinggi dan secara

kumulatif menggambarkan bahwa postur tubuhnya lebih besar daripada populasi

kuda lainnya. Berdasarkan nilai cumulative index, populasi kuda di Tomohon

memiliki kaki dan tubuh lebih panjang yang mencirikan kuda pacuan, sedangkan

populasi kuda di Manado mencirikan ternak pekerja (Takaendengan et al., 2011).

Cumulative index berkorelasi dengan umur sehingga dapat digunakan untuk

memprediksi tingkat pertumbuhannya sehingga semakin besar nilainya akan semakin

baik (Alderson, 1999). Salako (2006) melakukan penelitian indeks morfologi dengan

sampel domba Yankasa dan domba WAD (West African Dwarf) yang merupakan

domba lokal (indigenous) Nigeria. Domba Yankasa memiliki nilai bobot hidup dan

semua ukuran tubuh lainnya lebih tinggi dibandingkan domba WAD kecuali width

slope index (17.06±2.43cm berbanding 15.08±1.22cm). Adanya perbedaan bobot

hidup antar kedua bangsa tersebut yaitu sebesar 25,03±5,21cm pada domba WAD

dan 41,60±6,47cm pada domba Yankasa. Domba Yankasa dan domba WAD

memiliki nilai cumulative index berturut-turut sebesar 1,18 dan sebesar 2,80. Dalam

penelitian Takaendengan et al. (2011), nilai cumulative index kuda Tomohon

sebesar 3,12±0,19 yang menunjukkan kuda tersebut memiliki kaki dan tubuh lebih

panjang yang mencirikan kuda pacuan, sedangkan populasi kuda di Manado

(2,77±0,24) memiliki proporsi tubuh untuk kuda pekerja.

Page 9: TINJAUAN PUSTAKA Domba Ekor Tipis - repository.ipb.ac.id · Atmadilaga (1958) mendefinisikan ... lingkar dada 89,60 cm, dalam dada 33,0 cm dan lebar dada 19,20 cm. Tirtosiwi (2011

11

Lingkungan Ternak

Lingkungan adalah semua kondisi, keadaan, dan pengaruh sekitarnya yang

dapat mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan, dan produktivitas ternak

(Ensminger et al., 1990). Lingkungan yang cocok untuk mempertahankan hidup,

pertumbuhan, dan produksi maksimal serta kondisi fisiologis dibutuhkan oleh hewan.

Johnston (1983) mengemukakan bahwa lingkungan yang tidak sesuai dengan

kebutuhan ternak, contohnya kondisi lingkungan yang terlalu panas akan

menyebabkan stress dan berdampak terhadap produktivitasnya. Performa yang

berkurang pada ternak akibat cekaman panas dan dingin merupakan akibat dari

gangguan pada proses termoregulasi yang mempengaruhi keseimbangan air, energi

dan endokrin.

Ternak harus berada dalam lingkungan yang optimal dan diperlihara dalam

daerah tersebut untuk menjaga berjalannya fungsi pertumbuhan dan reproduksi

optimal. Produksi panas ternak akan ditingkatkan jika suhu lingkungan semakin

rendah, sebaliknya evaporasi akan dilakukan ternak untuk melepaskan panas jika

suhu lingkungan meningkat. Thermonetral Zone (TNZ) adalah daerah yang nyaman

dengan suhu lingkungan yang sesuai untuk ternak. TNZ untuk domba dalam

pemeliharaan berada pada suhu lingkungan antara 21-30 ºC (Yousef, 1985).

Cekaman lingkungan pada ternak ruminansia dapat menyebabkan terjadinya

perubahan pola konsumsi pakan dan pembagian zat makanan untuk kebutuhan pokok

dan produksi (Devendra dan Faylon, 1989). Reksohadiprodjo (1984) mengemukakan

bahwa hewan homeotherm dapat mempertahankan dan mengeluarkan panas tubuh

dalam upaya untuk menjaga agar suhu tubuh tetap dalam kisaran normal.

Kondisi Fisiologis Domba

Fisiologi hewan merupakan ilmu yang mempelajari fungsi normal tubuh

dengan berbagai gejala yang ada pada sistem hidup, serta pengaturan atas segala

fungsi dalam sistem tersebut (Isnaeni, 2006). Devendra dan Burns (1994)

mengemukakan bahwa secara fisiologis tubuh ternak akan bereaksi terhadap

rangsangan yang mengganggu fisiologis normal. Domba banyak dijumpai di daerah

tropis karena mempunyai daya tahan terhadap kekeringan dan daya adaptasi tinggi

(Ensminger et al., 1990).

Page 10: TINJAUAN PUSTAKA Domba Ekor Tipis - repository.ipb.ac.id · Atmadilaga (1958) mendefinisikan ... lingkar dada 89,60 cm, dalam dada 33,0 cm dan lebar dada 19,20 cm. Tirtosiwi (2011

12

Mamalia seperti domba memiliki kemampuan mengatur berbagai faktor

seperti pH, suhu tubuh, kadar garam, kandungan air, dan kandungan nutrien dengan

tepat. Hewan melakukan adaptasi untuk bertahan seiring terjadinya perubahan dalam

tubuh hewan (Insnaeni, 2006). Respon fisiologis merupakan respon terhadap

berbagai macam faktor baik itu fisik, kimia maupun lingkungan sekitarnya (Yousef,

1985). Ternak mengalami pertukaran panas dengan lingkungan sekitarnya, yang

dapat menguntungkan atau merugikan. Panas yang diperoleh ternak juga dapat

dimanfaatkan untuk mengatur suhu tubuh ternak atau sebaliknya (Isnaeni, 2006).

Respon fisiologis dapat diketahui dengan mengukur suhu tubuh, laju repirasi dan

denyut nadi.

Lingkungan yang berbeda khususnya keadaan lingkungan mikro dapat

bervariasi di setiap daerah oleh adanya perbedaan ketinggian tempat. Keadaan iklim

mikro yang tidak sesuai dapat menghambat kegiatan atau proses fisiologi ternak

untuk berproduksi normal (Yousef, 1982). Ensminger et al. (1990) menambahkan

jika suhu lingkungan rendah (di bawah titik kritis minimum) dapat mengakibatkan

suhu tubuh menurun tajam diikuti pembekuan jaringan dan terkadang diiringi

kematian akibat kegagalan mekanisme homeotermis. Indikator suhu tubuh, denyut

jantung dan laju respirasi pada ternak domba dalam kondisi lingkungan normal

dirangkum pada Tabel 1.

Tabel 1. Status Fisiologis Domba pada Lingkungan Normal

Umur Denyut Jantung

(kali/menit)

Suhu Rektal

(ºC)

Laju Respirasi

(kali/menit)

Anak domba 115 38,5 – 40,5 15-18

I2-I4 85-95 12-15

Dewasa 70-80 38,5 – 39,5 9-12

Sumber: Smith & Mangkoewodjojo (1988)

Suhu Rektal

Salah satu indikator yang baik dalam menggambarkan suhu internal tubuh

ternak adalah suhu rektal. Suhu permukaan kulit, suhu rektal dan suhu tubuh

meningkat dengan meningkatnya suhu lingkungan (Purwanto et al., 1994). Suhu

rektal juga dapat menunjukkan efek dari cekaman lingkungan terhadap domba. Suhu

rektal harian umumnya rendah pada pagi hari dan tinggi pada siang hari (Edey,

Page 11: TINJAUAN PUSTAKA Domba Ekor Tipis - repository.ipb.ac.id · Atmadilaga (1958) mendefinisikan ... lingkar dada 89,60 cm, dalam dada 33,0 cm dan lebar dada 19,20 cm. Tirtosiwi (2011

13

1983). Suhu lingkungan yang rendah, di bawah titik kritis minimum dapat

mengakibatkan suhu tubuh menurun tajam diikuti pembekuan jaringan dan terkadang

diiringi kematian akibat kegagalan mekanisme homeotermis (Ensminger et al.,

1990). Oktameina (2011) melaporkan bahwa suhu tubuh domba garut pada pagi hari

(38,22±0,38 0C) lebih rendah dari suhu tubuh siang (38,57±0,25

0C) dan sore hari

(39,17±0,19 0C). Hasil penelitian Darmanto (2009) menunjukkan bahwa suhu rektal

domba ekor tipis yang terendah pada pagi hari yaitu 38,1±0,26°C, meningkat pada

siang dan sore hari yaitu 38,7±0,15°C dan 38,7±0,19°C.

Domba sebagai hewan homeotermis berusaha mempertahankan suhu

tubuhnya dalam kisaran yang sesuai dengan aktivitas fisiologisnya. Baillie (1988)

mengemukakan bahwa suhu tubuh ternak dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin,

lingkungan, konsumsi pakan, minum dan aktivitas. Menurut Hafez (1968), sebagai

hewan berdarah panas, domba akan mempertahankan suhu tubuhnya dalam kisaran

normal yaitu 37,5–40,5 ºC. Smith dan Mangkoewidjojo (1988) menyatakan bahwa

suhu rektal domba di daerah tropis berada pada kisaran 38,2-40 ºC. Santoso (1996)

mengemukakan bahwa perubahan suhu rektal memperlihatkan pola perubahan yang

sama dengan perubahan suhu tubuh dan frekuensi pernapasan serta lingkungan mikro

dalam kandang. Reksohadiprodjo (1984) mengemukakan bahwa hewan homeotherm

dapat mempertahankan dan mengeluarkan panas tubuh dalam upaya untuk menjaga

agar suhu tubuh tetap dalam kisaran normal. Ternak memiliki kisaran suhu tubuh

tertentu yang ideal atau lebih disukai yang memungkinkan ternak dapat

menyelenggarakan proses fisiologis secara optimal (Isnaeni, 2006).

Laju Respirasi

Laju respirasi merupakan ukuran yang menunjukkan konsentrasi O2, CO2 dan

H2O dalam cairan tubuh (Subronto, 1985). Sistem respirasi memiliki fungsi utama

untuk menyuplai O2 ke dalam tubuh dan membuang CO2 dari dalam tubuh.

Kekurangan O2 maupun kelebihan CO2 dalam darah atau cairan tubuh dapat

menggangu proses fisiologis keseluruhan (Isnaeni, 2006). Respirasi meliputi semua

proses baik fisik, kimia maupun biologi dimana hewan mengadakan pertukaran gas-

gas dengan lingkungan sekelilingnya. Peningkatan jumlah beban panas yang hilang

dari saluran pernafasan dapat diketahui dari frekuensi laju respirasi per menit

(Yousef, 1985). Nilai laju respirasi beragam tergantung pada kondisi fisiologis

Page 12: TINJAUAN PUSTAKA Domba Ekor Tipis - repository.ipb.ac.id · Atmadilaga (1958) mendefinisikan ... lingkar dada 89,60 cm, dalam dada 33,0 cm dan lebar dada 19,20 cm. Tirtosiwi (2011

14

ternak. Menurut Hafez (1968), domba yang normal respirasinya berkisar antara 20-

50 kali menit. Rata-rata frekuensi respirasi domba adalah 19 kali per menit dalam

keadaan istirahat (Frandson, 1992).

Menurut Smith dan Mangkoewodjojo (1988), domba tropis dalam keadaan

istirahat mempunyai rataan laju respirasi berkisar 15-25 hembusan per menit. Hasil

penelitian Martawidjaja et al. (1999) diperoleh respirasi domba Moulton Charollais

dengan induk garut (93,02 kali/menit) lebih tinggi dibandingkan domba garut (66,59

kali/menit) dan St. Croix dengan induk garut (71,50 kali/menit) (faktor bangsa) serta

pada faktor waktu pengukuran diperoleh respirasi di pagi hari lebih rendah (47,41

kali/menit) daripada siang (95,92 kali/menit) dan sore hari (87,78 kali/menit).

Bersamaan dengan peningkatan suhu lingkungan, respirasi pada ternak

bereaksi melalui panting (terengah-engah) dan sweating (berkeringat). Evaporasi

adalah cara efektif untuk menghilangkan beban panas tubuh, setiap gram uap air

evaporasi dapat menghilangkan 0,582 kalori panas tubuh pada suhu lebih dari 25ºC

(Yousef, 1985). McDowell et al. (1970) menyatakan bahwa peningkatan frekuensi

respirasi dilakukan untuk mempertahankan keseimbangan panas tubuh pada keadaan

suhu udara dalam kandang meningkat. Mekanisme dalam mempertahankan suhu

tubuhnya agar tidak naik dengan cara meningkatkan pembuangan panas tubuh

melalui penguapan air respirasi, sehingga frekuensi naik. Suhu rektal, denyut

jantung, dan frekuensi respirasi mempunyai hubungan yang erat.

Laju Denyut Jantung

Jantung adalah suatu struktur muskular berongga yang bentuknya menyerupai

kerucut. Jantung terbagi menjadi bagian kanan dan bagian kiri, masing-masing

bagian terdiri atas atrium, yang berfungsi menerima curahan darah dari pembuluh

vena, dan ventrikel, yang berfungsi memompakan darah dari jantung ke seluruh

tubuh melalui pembuluh arteri (Frandson, 1992). Jantung memiliki suatu mekanisme

khusus yang menjaga denyut jantung dan menjalankan potensi aksi keseluruh otot

jantung untuk menimbulkan denyut jantung yang berirama. Ritme atau kecepatan

denyut jantung dikendalikan oleh saraf, rangsangan kimiawi seperti hormon dan

perubahan kadar O2 dan CO2 ataupun rangsangan panas (Isnaeni, 2006).

Satu siklus jantung menghasilkan sekali denyutan jantung. Ritme jantung

dipengaruhi oleh berbagai faktor yang diantaranya adalah rangsangan kimiawo

Page 13: TINJAUAN PUSTAKA Domba Ekor Tipis - repository.ipb.ac.id · Atmadilaga (1958) mendefinisikan ... lingkar dada 89,60 cm, dalam dada 33,0 cm dan lebar dada 19,20 cm. Tirtosiwi (2011

15

(hormon atau perubahan kadar O2 dan CO2) ataupun rangsangan panas (Isnaeni,

2006). Secara umum kecepatan denyut jantung yang normal cenderung lebih besar

pada hewan yang kecil dan kemudian semakin lambat dengan semakin bertambah

besarnya ukuran hewan (Awabien, 2007). Marshall dan Halnan (1953)

mengemukakan bahwa semakin muda umur domba akan meningkatkan laju denyut

jantung. Kisaran denyut jantung domba normal yang dikemukakan oleh Smith dan

Mangkoewidjojo (1988) adalah antara 70-80 kali tiap menit. Isnaeni (2006)

mengatakan bahwa denyut jantung dapat meningkat hingga lebih dari dua kalinya

pada saat aktif melakukan kegiatan. Peningkatan laju denyut jantung yang tajam

terjadi pada saat peningkatan suhu lingkungan, gerakan dan aktivitas otot (Edey,

1983). Adisuwirdjo (2001) menambahkan aktivitas yang tinggi dapat meningkatkan

laju denyut jantung, ternak muda cenderung lebih banyak beraktivitas dan aktif

sehingga memiliki frekuensi jantung yang lebih besar.

Hasil penelitian Oktameina (2011) menunjukkan denyut jantung domba garut

pada pagi hari (73,92±4,51kali/menit) lebih rendah daripada siang hari (79,92±5,28

kali/menit) dan sore hari (83,98±5,98 kali/menit), serta denyut jantung domba ekor

tipis meningkat dari pagi hari sebesar 88±7,72 detak/menit, menjadi 89±5,06

detak/menit pada siang hari dan 94±3,86 detak/menit pada sore hari (Darmanto,

2009). Suhu udara pada siang lebih tinggi sehingga perlu mengeluarkan panas

dengan mengalirkan peredaran darah lebih cepat sedangkan pada sore hari tingginya

aktivitas meningkatkan laju denyut jantung (Adisuwirdjo, 2001).