Tinjauan Pustaka blok 13 atos.docx

download Tinjauan Pustaka blok 13 atos.docx

of 13

Transcript of Tinjauan Pustaka blok 13 atos.docx

Tinjauan Pustaka

Inkontinensia pada Geriatri Albatros Wahyubramanto (102012077/A2)Universitas Kristen Krida Wacana, Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat, [email protected] Proses menua bukanlah sesuatu yang terjadi hanya pada orang berusia lanjut, melainkan suatu proses norman yang berlangsung sejak maturitas dan berakhir dengan kematian. Namun demikian, efek penuaan tersebut umumnya menjadi lebih terlihat setelah usia 40 tahun. Inkontinensia urin merupakan salah satu keluhan utama pada penderita lanjut usia. Seperti halnya pada keluhan suatu penyakit, bukan merupakan diagnosis, sehingga perlu di cari penyebabnya. Batasan inkontinensia adalah pengeluaran urin (atau feses) tanpa disadari, dalam jumlah dan frekuensi yang cukup sehingga mengakibatkan masalah gangguan kesehatan atau sosial. 1Inkontinensia urin mempunyai dampak medik, psikososial dan ekonomik. Dampak medik dari inkontinensia urin antara lain dikaitkan dengan infeksi saluran kemih, gagal ginjal, dan mortalitas yang meningkat. Sedangkan psikososial dari inkontinesia urin adalah kehilangan percaya diri, depresi, menurunnya aktifitas seksual dan pembatasan aktifitas sosial. Pada kasus yang berat terjadi juga ketergantungan pada yang merawat. Di Amerika serikat biaya pengelolaan inkontinensia urin $ 13 milyar pertahun. Sedangkan di Inggris biaya yang di keluarkan berkenaan dengan inkontinensia dan komplikasi mencapai 424 juta pound-sterling pertahun. Penelitian menunjukkkan dari penderita yang melaporkan masalah inkontinensia pada dokternya dan sering pengobatannya tidak optimal. Keadaan ini merupakan tantangan bagi dokter umum yang seringkali pertama kali menemukan kasus ini untuk diagnosis dan pengelolaannya. 1

Anamnesa Keterampilan anamnesa yang baik akan memudahkan mahasiswa mengisi status pasien di rumah sakit. Keluhan utama riwayat penyakit pasien sekarang, riwayat penyakit dahulu, dan riwayat penyakit dalam keluarganya penting diketahui agar lebih membantu untuk melihat gambaran penyakit yang dideritanya secara menyeluruh sehingga memudahkan untuk menegakkan diagnosa, diagnosa banding, kemudian menentukan terapi yang terbaik serta meramalkan prognosisnya. 2Sebagian besar pasien lanjut usia dapat diandalkan untuk menceritakan riwayat penyakitnya. Namun, keluhan yang berbagai macam dapat lebih menyulitkan anamnesis untuk memperoleh riwayat medis. Jika pasien tidak mampu untuk berkomunikasi atau memahami pertanyaan, data dari pasien dapat diperoleh dari keluarga, teman, dan pemberi perawatan. Riwayat medis yang dapat ditanyakan mencakup pemakaian obat, riwayat diet, gejala sering jatuh, inkontinensia, dan gejala depresi atau sebagainya. Biasanya inkontinensia urin pada pria disebabkan oleh pembesaran prostat. Pada wanita penyebab terseringnya adalah kelemahan dasar panggul setelah melahirkan, diikuti ketidakstabilan otot detrusor. Seperti pada kasus di ketemukan bahwa pasien mengeluhkan tidak dapat menahan kencing di celana sebelum sampai WC, dan tidak memiliki penyakit jantung, darah tinggi, kencing manis yang sebelumnya tidak ada. 3Pemeriksaan fisikDari pemeriksaan fisik kita harus dapat memperkirakan karakteristik inkontinensia, problem medik dan medikasi yang sering di jalani, gejala-gejala lain yang sangat menganggu, dan dampak inkontinensia urin terhadap kualitas hidup pasien dan orang yang merawatnya. Pemeriksaan fisik lebih di tekankan pada pemeriksaan abdomen, rektum, genital dan evaluasi persyarafan lumbosakral. 4Tujuan pemeriksaan fisik adalah mengenali pemicu inkontinensia urin dan membantu menetapkan patofisiologinya. Selain pemeriksaan fisik umum yang selalu harus dilakukan, pemeriksaan terhadap abdomen, genitalia, rectum, fungsi neurologis, dan pelvis sangat diperlukan. Pemeriksaan abdomen harus mengenali adanya kandung kemih yang penuh, rasa nyeri, massa, atau riwayat pembedahan. Kondisi kulit dan abnormalitas anatomis harus diidentifikasi ketika memeriksa genitalia. Pemeriksaan rectum terutama dilakukan untuk medapatkan adanya obstipasi atau skibala, dan evaluasi tonus sfingter, sensasi perineal, dan refleks bulbokavernosus. Nodul prostat dapat dikenali pada saat pemeriksaan rectum. Pemeriksaan pelvis mengevaluasi adanya atrofi mukosa, vaginitis atrofi, massa, tonus otot, prolaps pelvis, dan adanya sistokel atau rektokel. Evaluasi neurologis sebagian diperoleh saat pemeriksaan rectum ketika pemeriksan sensasi perineum, tonus anus, dan refles bulbokavernosus. Pemeriksaan neurologis juga perlu mengevaluasi penyakit-penyakit yang dapat diobati seperti kompresi medula spinalis dan penyakit parkinson. Pemeriksaan fisik seyogyanya juga meliputi pengkajian tehadap status fungsional dan kognitif, memperhatikan apakah pasien menyadari keinginan untuk berkemih dan mengunakan toilet.5Pemeriksaan penunjangPemeriksaan penunjang digunakan sebagai bantuan untuk menegakkan diagnosis pada kemungkinan suatu penyakit. Pencatatan aktivitas berkemih (bladder record), baik untuk pasien rawat jalan maupun rawat inap dalam menentukan jenis dan beratnya inkontinensia urin. Catatan berkemih dilakukan untuk mengetahui pola berkemih. Catatan ini digunakan untuk mencatat waktu dan jumlah urin saat mengalami inkontinensia urin dan tidak inkontinensia urin, dan gejala berkaitan dengan inkontinensia urin. Pencatatan pola berkemih tersebut dilakukan selama 1-3 hari. Catatan tersebut dapat digunakan untuk memantau respon terapi dan juga dapat dipakai sebagai intervensi terapeutik karena dapat menyadarkan pasien faktor-faktor yang memicu terjadinya inkontinensia urin pada dirinya. Pengambilan sampel urin unruk dianalisis dengan cara yang benar dapat memberikan informasi tentang adanya infeksi, sumbatan akibat batu saluran kemih atau tumor. Pemeriksaan residu urin pasca miksi baik dengan kateter maupun ultra sonografi dapat membantu menentukan ada tidaknya obstruksi saluran kemih. Bila volume residu saluran kemih sekitar 50 ml menunjukkan gambaran inkontinensia tipe stress, sedangkan volume residu urin lebih dari 200 cc menunjukkan kelemahan detrusor atau obstruksi. Dengan menggunakan kultur urin kita dapat memastikan ada tidaknya infeksi pada urin. Urodinamik yang tujuannya adalah untuk anatomi dan fungsi saluran kemih yang dapat di gunakan beberapa pemeriksaan seperti uroflowmetri yang tujuannya mengukur kecepatan dari aliran urin, sistometri untuk mengambarkan kontraksi detrusor, sistrometri video adalah untuk menunjukan kebocoran urin saat mengedan pada pasien dengan inkontinensia stress, dan flowmetri tekanan udara adalah untuk mengukur tekanan uretra dan kantung kemih saat istirahat dan berkemih.3,4Gambaran klinis Gambaran klinis pada inkontinensia urin.3,4 1. Berkemih diluar keinginan/inkontinensia sebelum atau selama usaha mencapai toilet2. Kontraksi kantung kemih yang tidak dihambat3. Tidak mempunyai kontrol yang tinggi untuk mengeluarkan urin4. Peningkatan tekanan intra abdomen berhubungan inkontinensia urin5. Kelemahan otot pelvis6. Bisa disertai ketidakmampuan fisik 7. Nokturia lebih dari 2x selama tidurDiagnosis kerja Diagnosis inkontinensia urin bertujuan untuk.41. Menentukan kemungkinan inkontinensia urin tersebut reversibel2. Menentukan kondisi yang memerlukan uji diagnosis khusus3. Menentukan jenis penanganan operatif, obat, dan perilakuLangkah yang pertama proses diagnosis adalah identifikasi inkontinensia urin melalui observasi langsung atau mengajukan pertanyaan-pertanyaan penapis. Untuk mencapai diagnosis dilakukan pendekatan yang komperhensif beberapa aspek seperti riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, terarah, urinalis, volume residu urin pasca berkemih dan pemeriksaan penunjang khusus. Untuk menegakan diagnosis perlu diketahui penyebab dan tipe inkontinensia urin. Terdapat 2 masalah dalam sistem saluran kemih yang dapat memberikan gambaran inkontinensia urin yakin masalah saat pengosongan kandung kemih dan masalah saat pengisian kandung kemih. Untuk inkontinensia urin yang akut, perlu diobati penyakit atau masalah yang mendasari, seperti infeksi saluran kemih, obat obatan, gangguan kesadaran, prolaps uteri. Biasanya, pada inkontinensia urin yang akut, dengan mengatasi penyebabnya, inkoninensia juga akan teratasi. Inkontinensia urin yang kronik, dapat dibedakan atas beberapa jenis: inkontinensia tipe urgensi atau overactive bladder, inkontinensia tipe stres, dan inkontinensia urin tipe overflow.Inkontinensia urin tipe urgensi dicirikan oleh gejala adanya sering berkemih (frekuensi lebih dari 8 kali), keinginan berkemih yang tidak tertahankan (urgensi), sering berkemih di malam hari, dan keluarnya urin yang tidak terkendali yang didahului oleh keinginan berkemih yang tidak tertahankan.Inkontinensia tipr stres dicirikan oleh keluarnya urin yang tidak terkendali pada saat tekanan intraabdomen meningkat seperti bersin, batuk, dan tertawa. Inkontinensia urin tipe overflow dicirikan oleh menggelembungna kandung kemih melebihi volume yang seharusnya dimiliki kandung kemih, post-void resdu (PVR)>100 cc.

Diagnosis banding4,5

Inkontinensia urin diklasifikasikan.

1. Inkontinensia Urin Akut ReversibelPasien delirium mungkin tidak sadar saat mengompol atau tak dapat pergi ke toilet sehingga berkemih tidak pada tempatnya. Bila delirium teratasi maka inkontinensia urin umumnya juga akan teratasi. Setiap kondisi yang menghambat mobilisasi pasien dapat memicu timbulnya inkontinensia urin fungsional atau memburuknya inkontinensia persisten, seperti fraktur tulang pinggul, stroke, arthritis dan sebagainya.Resistensi urin karena obat-obatan, atau obstruksi anatomis dapat pula menyebabkan inkontinensia urin. Keadaan inflamasi pada vagina dan urethra (vaginitis dan urethritis) mungkin akan memicu inkontinensia urin. Konstipasi juga sering menyebabkan inkontinensia akut.

Berbagai kondisi yang menyebabkan poliuria dapat memicu terjadinya inkontinensia urin, seperti glukosuria atau kalsiuria. Gagal jantung dan insufisiensi vena dapat menyebabkan edema dan nokturia yang kemudian mencetuskan terjadinya inkontinensia urin nokturnal. Berbagai Tabel 1. Akronim Untuk Penyebab Reversibel Inkontinensia Urin Akut

DDelirium

RRestricted mobily, retention

IInfection, Imflammation,Impaction

PPolyuria,pharmaceuticals

macam obat juga dapat mencetuskan terjadinya inkontinensia urin seperti Calcium Channel Blocker, agonist adrenergic alfa, analgesic narcotic, psikotropik, antikolinergik dan diuretic. Untuk mempermudah mengingat penyebab inkontinensia urin akut reversible dapat dilihat tabel akronim di samping ini. (Tabel 1)

2. Inkontinensia Urin PersistenInkontinensia urin persisten dapat diklasifikasikan dalam berbagai cara, meliputi anatomi, patofisiologi dan klinis. Untuk kepentingan praktek klinis, klasifikasi klinis lebih bermanfaat karena dapat membantu evaluasi dan intervensi klinis.

Kategori klinis meliputi.a. Inkontinensia urin stressTak terkendalinya aliran urin akibat meningkatnya tekanan intra abdominal, seperti pada saat batuk, bersin atau berolah raga. Umumnya disebabkan oleh melemahnya otot dasar panggul, merupakan penyebab tersering inkontinensia urin pada lansia di bawah 75 tahun. Lebih sering terjadi pada wanita tetapi mungkin terjadi pada laki-laki akibat kerusakan pada sfingter urethra setelah pembedahan trans urethral dan radiasi. Pasien mengeluh mengeluarkan urin pada saat tertawa, batuk, atau berdiri. Jumlah urin yang keluar dapat sedikit atau banyak.b. Inkontinensia urin uregensi Keluarnya urin secara tak terkendali dikaitkan dengan sensasi keinginan berkemih. Inkontinensia urin jenis ini umumnya dikaitkan dengan kontraksi detrusor tak terkendali (detrusor overactivity). Masalah-masalah neurologis sering dikaitkan dengan inkontinensia urin urgensi ini, meliputi stroke, penyakit Parkinson, demensia dan cedera medula spinalis. Pasien mengeluh tak cukup waktu untuk sampai di toilet setelah timbul keinginan untuk berkemih sehingga timbul peristiwa inkontinensia urin. Inkontinensia tipe urgensi ini merupakan penyebab tersering inkontinensia pada lansia di atas 75 tahun. Satu variasi inkontinensia urgensi adalah hiperaktifitas detrusor dengan kontraktilitas yang terganggu. Pasien mengalami kontraksi involunter tetapi tidak dapat mengosongkan kandung kemih sama sekali. Mereka memiliki gejala seperti inkontinensia urin stress, overflow dan obstruksi. Oleh karena itu perlu untuk mengenali kondisi tersebut karena dapat menyerupai ikontinensia urin tipe lain sehingga penanganannya tidak tepat.c. Inkontinensia urin overflowTidak terkendalinya pengeluaran urin dikaitkan dengan distensi kandung kemih yang berlebihan. Hal ini disebabkan oleh obstruksi anatomis, seperti pembesaran prostat, faktor neurogenik pada diabetes melitus atau sclerosis multiple, yang menyebabkan berkurang atau tidak berkontraksinya kandung kemih, dan faktor-faktor obat-obatan. Pasien umumnya mengeluh keluarnya sedikit urin tanpa adanya sensasi bahwa kandung kemih sudah penuh.d. Inkontinensia urin fungsionalMemerlukan identifikasi semua komponen tidak terkendalinya pengeluaran urin akibat faktor-faktor di luar saluran kemih. Penyebab tersering adalah demensia berat, masalah muskuloskeletal berat, faktor lingkungan yang menyebabkan kesulitan untuk pergi ke kamar mandi, dan faktor psikologis. Seringkali inkontinensia urin pada lansia muncul dengan berbagai gejala dan gambaran urodinamik lebih dari satu tipe inkontinensia urin. Penatalaksanaan yang tepat memerlukan identifikasi semua komponen. secara skematis ke 4 tipe inkontinensia urin dapat dilihat pada gambar 1GAMBAR 1

PatofisiologisProses yang normal adalah suatu proses yang dinamik yang secara fisiologik berlangsung di bawah kontrol dan kordinasi sistem saraf pusatdan sistem saraf tepi di daerah rektum.saat periode pengisian kantung kemih, tekanan di dalam tetap rendah (di bawah 15mmH2O). Sensasi pertama ingin berkemih mencapai antara 150-350 ml. kapasitas kantung kemih bervariasi sekitar 300-600ml. Umumnya kantung kemih dapat menampung urin sampai 500ml tanpa terjadi kebocoran. Bila proses berkemih terjadi, otot-otot detrusor kantug kemih berkontraksi, di ikuti relaksasi sfingter dan uretra. Secara sederhana dapat di gambarkan, saat nproses berkemih di mulai, tekanan dari otot-otot detrusor kantung kemih meningkat melebihi tahanan dari muara uretra dan urin akan memancara keluar.1Secara garis besar, proses berkemih diatur oleh pusat reflek kemih di daerah sakrum. Jaras aferen lewat persyarafan somatik dan otonom, membawa informasi tentang isi kantung kemih ke medula spinalis sesuai pengisian kantung kemih. Tonus akan menyebabkan penutupan kantung kemih dan menghambat tonus parasimpatis. Pada saat proses berkemih berlangsung tonus simpati menurun dan peningkatan rangsangan parasimpatis mengakibatkan kontraksi kantung kemih. Semua proses ini berlangsung di bawah koordinasi dari pusat yang lebih tinggi pada batang otak, otak kecil dan korteks serebri (gambar 2). Sehingga proses patologik yang mengenai ini pusat-pusat ini misalnya stroke, sindrom parkinson, demensia dapat menyebabkan inkontinensia.1,4,6 (GAMBAR 2)Vesika dan uretra dapat dipandang sebagai suatu kesatuan dengan pertumbuhannya yang berasal dari jaringan sekitar sinus urogenitalis. Oleh karena itu lapisan otot polos keduanya sama, lapisan dalam merupakan lapisan longitudinal dan lapisan luar membentuk anyaman sirkuler yang mengelilingi lubang urehra. Anyaman sirkuler ini yang berperan pada keadaan tekanan istirahat atau tekanan penutupan dalam uretra.1,4,6 Anyaman otot vesika ini menjadi suatu lapisan dengan kelanjutan serabut-serabutnya ditemukan pula di dinding uretra ebagai otot uretra, dikenal sebagai muskulus sfingter vesicae internus atau muskulus lisosfingter. Otot-otot tersebut terletak di bawah lapisan jaringan yang elastis dan tebal dan disebelah luar dilapisi jaringan ikat. Didalam lapisan elastic yang tebal ditemukan lapisan mukosa dengan jaringan submukosa yang spongius. Disamping muskulus sfringter vesikae internus dan lebih ke distal sepanjang 2 cm, uretra dilingkari oleh suatu lapisan otot tidak polos dikenal sebagai muskulus sfringter uretra eksternus. Otot ini dapat meningkatkan fungsi sfringter vesika dengan menarik uretra kearah proksimal sehingga uretra lebih menyempit. Otot-otot polos vesika dan uretra berada di bawah pengaruh saraf parasimpatis dan dengan demikian berfungsi serba otonom. Muskulus sfringter uretra eksternus merupakan sebagian dari otot-otot dasar pangul sehingga kekuatannya dapat ditingkatkan dengan latihan-latihan dasar panggul tertentu. Muskulus bulbokaver-norsus dan ishiokavernosus juga dapat aktif ditutup bila vesika penuh dan ada perasaan ingin berkemih, sehingga tidak terjadi inkontinensia.. (gambar 3)

gambar 3. A: uretra tertutupB: uretra terbuka 1. Jar. spongius 2. M. lisosfingter 3. M. Rabdosfingter

Prognosis Inkontinensia urin tipe stress biasanya dapat diatasi dengan latihan otot dasar panggul, prognesia cukup baik. Inkontinensia urin tipe urgensi atau overactive blader umumnya dapat diperbaiki dengan obat obat golongan antimuskarinik, prognosis cukup baik. Inkontinensia urin tipe overflow, tergantung pada penyebabnya (misalnya dengan mengatasi sumbatan / retensi urin).7Komplikasi Komplikasi yang mungkin timbul meliputi pasase uretra yang salah, perforasi kandung kemih, bakteriuria dan silent deteoriration traktus urinarius atas. Pada pemasangan kateter. Komplikasi indwelling catheterisation (IDC) . IDC kronis meliputi penyumbatan kateter, bekuan darah yang menginduksi retensi urin, erosi kandung kemih dan uretra, batu kandung kemih dan kanker kandung kemih serta urosepsis.7

PenatalaksanaanPenatalaksanaan inkontinensia urin adalah mengurangi faktor resiko, mempertahankan homeostasis, mengontrol inkontinensia urin, modifikasi lingkungan, medikasi, latihan otot pelvis dan pembedahan. Dari beberapa hal tersebut di atas, dapat dilakukan sebagai berikut.4,81. Pemanfaatan kartu catatan berkemih Yang dicatat pada kartu tersebut misalnya waktu berkemih dan jumlah urin yang keluar, baik yang keluar secara normal, maupun yang keluar karena tak tertahan, selain itu dicatat pula waktu, jumlah dan jenis minuman yang diminum.2. Terapi non farmakologiDilakukan dengan mengoreksi penyebab yang mendasari timbulnya inkontinensia urin, seperti hiperplasia prostat, infeksi saluran kemih, diuretik, gula darah tinggi, dan lain-lain. Adapun terapi yang dapat dilakukan adalah :4,8Melakukan latihan menahan kemih (memperpanjang interval waktu berkemih) dengan teknik relaksasi dan distraksi sehingga frekwensi berkemih 6-7 x/hari. Lansia diharapkan dapat menahan keinginan untuk berkemih bila belum waktunya. Lansia dianjurkan untuk berkemih pada interval waktu tertentu, mula-mula setiap jam, selanjutnya diperpanjang secara bertahap sampai lansia ingin berkemih setiap 2-3 jam. Membiasakan berkemih pada waktu-waktu yang telah ditentukan sesuai dengan kebiasaan lansia. Promted voiding dilakukan dengan cara mengajari lansia mengenal kondisi berkemih mereka serta dapat memberitahukan petugas atau pengasuhnya bila ingin berkemih. Teknik ini dilakukan pada lansia dengan gangguan fungsi kognitif (berpikir). Melakukan latihan otot dasar panggul dengan mengkontraksikan otot dasar panggul secara berulang-ulang. Adapun cara-cara mengkontraksikan otot dasar panggul tersebut adalah dengan cara :Berdiri di lantai dengan kedua kaki diletakkan dalam keadaan terbuka, kemudian pinggul digoyangkan ke kanan dan ke kiri 10 kali, ke depan ke belakang 10 kali, dan berputar searah dan berlawanan dengan jarum jam 10 kali. Gerakan seolah-olah memotong feses pada saat kita buang air besar dilakukan 10 kali. Hal ini dilakukan agar otot dasar panggul menjadi lebih kuat dan urethra dapat tertutup dengan baik.4,8 3. Terapi farmakologiObat-obat yang dapat diberikan pada inkontinensia urgen adalah antikolinergik seperti Oxybutinin, Propantteine, Dicylomine, flavoxate, Imipramine.4,8 Pada inkontinensia stress diberikan alfa adrenergic agonis, yaitu pseudoephedrine untuk meningkatkan retensi urethra. Pada sfingter relax diberikan kolinergik agonis seperti Bethanechol atau alfakolinergik antagonis seperti prazosin untuk stimulasi kontraksi, dan terapi diberikan secara singkat.4,84. Terapi pembedahan Terapi ini dapat dipertimbangkan pada inkontinensia tipe stress dan urgensi, bila terapi non farmakologis dan farmakologis tidak berhasil. Inkontinensia tipe overflow umumnya memerlukan tindakan pembedahan untuk menghilangkan retensi urin. Terapi ini dilakukan terhadap tumor, batu, divertikulum, hiperplasia prostat, dan prolaps pelvic (pada wanita).4,85. Modalitas lainSambil melakukan terapi dan mengobati masalah medik yang menyebabkan inkontinensia urin, dapat pula digunakan beberapa alat bantu bagi lansia yang mengalami inkontinensia urin, diantaranya adalah pampers, kateter, dan alat bantu toilet seperti urinal, komod dan bedpan.4,8Pencegahan Edukasi intervensi gaya hidup dengan menekan asupan kafein, modifikasi asupan cairan yang tinggi atau rendah dapat direkomendasikan pada wanita dengan inkontinensia urin. Pada wanita dengan indeks massa tubuh lebih dari 30 sebaiknya disarankan menjalani program penurunan berat badan. Terapi fisik dengan pelatihan otot dasar panggul, setiap program pelatihan otot dasar panggul sebaiknya dapat mencapai delapan kali kontraksi yang dilakukan tiga kali setiap hari. Jika bermanfaat, pelatihan ini sebaiknya dilaksanakan berkesinambungan.Kesimpulan Hipotesis di terima Ny. A 70 tahun susah menahan kencing dan nyeri sendi lutut di karenakan inkontinesia campuran (stress dan uregensi). Perubahan perubahan fisiologis yang terjadi pada proses menua, yang erat kaitannya dengan berkurangnya cadangan fisiologis seiring bertambahnya usia, sangat mempengaruhi seorang usia lanjut dalam mempertahankan kondisi homeostatis. Daftar pustaka 1. Hadi M, Kris P. Geriatri (ilmu kesehatan usia lanjut. Edisi ke-4. Jakarta : FKUI ; 2009. h.226-72. Nah YK, Santoso M, Rumawas JSP, Winaktu GJMT, Sularyo TS, Adam H. Buku panduan keterampilan medik semester tiga. Jakarta : FK UKRIDA ; 2009.3. Isselbacher, Branward, Martin, Fauci. Harrison prinsip-prinsip lmu penyakit dalam. Edisi ke-13. Jakarta : buku kedokteran EGC ; 1999. h.404. Aru W, Bambang S, Idrus A, Marcellus S, Siti S. Ilmu penyakit dalam. Cetakan ke-2. Jakarta : FKUI ; 2007. h.1392-85. Mary Wilfrid, Yakobus Siswadi. Seri asuhan keperawatan klien ganguan ginjal. Cetakan ke-1. Jakarta : buku kedokteran EGC ; 2009.h. 94-96. Purnomo. Dasar-dasar urologi. cetakan ke 1. Malang : Penerbit fakultas kedokteran Brawijaya ; 2003. h.106-19. 7. Prawirohardjo S. Ilmu kandungan. Edisi ke-1. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka ;2001. h.392. 8. Junizaf. Buku Ajar Uroginekologi. Edisi ke- 1. Jakarta : FKUI ; 2002. h. 90-6.

Page

Title