Tinjauan Kasus Osteoartritis-Prof.tjok

23
Tinjauan Kasus DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN OSTEOARTHRITIS LUTUT Wayan Citra Wulan Sucipta Putri, Ade Ari Sutradewi, Tjokorda Raka Putra Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/ RS Sanglah Denpasar Pendahuluan Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif yang berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi, dimana terjadi proses degradasi interaktif sendi yang kompleks, terdiri dari proses perbaikan pada kartilago, tulang dan sinovium diikuti komponen sekunder proses inflamasi. Prosesnya tidak hanya mengenai rawan sendi namun juga mengenai seluruh sendi, termasuk tulang subkondral, ligamentum, kapsul dan jaringan sinovial serta jaringan ikat periartikuler. Pada stadium lanjut rawan sendi mengalami kerusakan, ditandai adanya fibrilasi, fisur, dan ulserasi yang dalam pada permukaan sendi. Paling sering mengenai vertebra, panggul, lutut, dan pergelangan tangan kaki. 1, 2, 3, 4 OA merupakan kelainan degeneratif sendi yang paling banyak didapatkan di masyarakat, terutama pada usia lanjut. Lebih dari 80% usia diatas 75 tahun menderita OA. OA merupakan kasus terbanyak yang terdapat di rumah sakit dari semua kasus penyakit rematik. Di poliklinik Reumatologi RSUP Sanglah Denpasar (2001-2003), OA merupakan kasus tertinggi 1

description

oa

Transcript of Tinjauan Kasus Osteoartritis-Prof.tjok

Page 1: Tinjauan Kasus Osteoartritis-Prof.tjok

Tinjauan Kasus

DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN

OSTEOARTHRITIS LUTUT

Wayan Citra Wulan Sucipta Putri, Ade Ari Sutradewi, Tjokorda Raka Putra

Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/ RS Sanglah Denpasar

Pendahuluan

Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif yang berkaitan dengan

kerusakan kartilago sendi, dimana terjadi proses degradasi interaktif sendi yang kompleks,

terdiri dari proses perbaikan pada kartilago, tulang dan sinovium diikuti komponen

sekunder proses inflamasi. Prosesnya tidak hanya mengenai rawan sendi namun juga

mengenai seluruh sendi, termasuk tulang subkondral, ligamentum, kapsul dan jaringan

sinovial serta jaringan ikat periartikuler. Pada stadium lanjut rawan sendi mengalami

kerusakan, ditandai adanya fibrilasi, fisur, dan ulserasi yang dalam pada permukaan sendi.

Paling sering mengenai vertebra, panggul, lutut, dan pergelangan tangan kaki. 1, 2, 3, 4

OA merupakan kelainan degeneratif sendi yang paling banyak didapatkan di

masyarakat, terutama pada usia lanjut. Lebih dari 80% usia diatas 75 tahun menderita OA.

OA merupakan kasus terbanyak yang terdapat di rumah sakit dari semua kasus penyakit

rematik. Di poliklinik Reumatologi RSUP Sanglah Denpasar (2001-2003), OA merupakan

kasus tertinggi (37%) diikuti dengan RNA, AG, SLE, dan lain-lain. Kelainan pada lutut

merupakan kelainan terbanyak dari OA diikuti sendi panggul dan tulang belakang. Di

Indonesia prevalensi OA lutut yang tampak secara radiologik mencapai 15,5 % pada pria

dan 12,7 % pada wanita berumur antara 40-60 tahun. Data di RSUP Sanglah Denpasar

(2001-2002), keluhan lutut didapatkan terbanyak (97%) dari semua penderita OA. 3, 5

OA diklasifikasikan menjadi dua yaitu OA primer dan OA sekunder. OA

disebabkan oleh perubahan biomekanikal dan biokimia tulang rawan, dimana akan terjadi

ketidakseimbangan antara degradasi dan sintesis tulang rawan. Ketidakseimbangan ini

menyebabkan pengeluaran enzim-enzim degradasi dan pengeluaran kolagen yang akan

mengakibatkan kerusakan tulang rawan sendi dan sinovium (sinuvitis sekunder) akibat

terjadinya perubahan matriks dan struktur. Selain itu juga akan terjadi pembentukan

osteofit sebagai suatu proses perbaikan untuk membentuk kembali persendian sehingga

dipandang sebagai kegagalan sendi yang progresif.1,4,7

1

Page 2: Tinjauan Kasus Osteoartritis-Prof.tjok

Pada umumnya penderita OA mengatakan bahwa keluhannya sudah berlangsung

lama tetapi berkembang secara perlahan-lahan. Penderita OA biasanya mengeluh pada

sendi yang terkena yang bertambah dengan gerakan atau waktu melakukan aktivitas dan

berkurang dengan istirahat. Selain itu juga terdapat kaku sendi dan krepitus, bentuk sendi

berubah dan gangguan fungsi sendi. Pada derajat yang lebih berat, nyeri dapat dirasakan

terus menerus sehingga sangat mengganggu mobilitas penderita.1,3 OA sendi lutut ditandai

oleh nyeri pada pergerakan yang hilang bila istirahat, kaku sendi terutama setelah istirahat

lama atau bangun tidur, krepitasi sewaktu pergerakan dan dapat disertai sinovitis dengan

atau tanpa efusi cairan sendi. Nyeri akan bertambah jika melakukan kegiatan yang

membebani lutut seperti berjalan, naik turun tangga, berdiri lama. Gangguan tersebut

mulai dari yang paling ringan sampai yang paling berat sehingga penderita tidak bisa

berjalan.8,9

Diagnosis OA sudah dapat ditegakkan berdasarkan kriteria klasifikasi The

American College of Rheumatology yaitu adanya nyeri lutut dan gambaran radiografik

osteofit dan salah satu dari : umur > 50 tahun, kaku sendi < 30 menit, serta krepitasi.3,10

Prinsip penatalaksanaan OA bertujuan untuk menghilangkan keluhan,

mengoptimalkan fungsi sendi, mengurangi ketergantungan dan meningkatkan kualitas

hidup, menghambat progresivitas penyakit dan mencegah komplikasi. Pilar terapi: non

farmakologis (edukasi, terapi fisik, diet, penurunan berat badan), farmakologis (analgetik,

kortikosteroid lokal, sistemik, kondroprotektif dan biologik), dan pembedahan.1,3

OA sendi lutut merupakan kelainan sendi yang mempunyai dampak terhadap

kehidupan sehari-hari penderitanya. 8,11 Walaupun belum ada pengobatan medis yang dapat

menyembuhkan dan menghentikan progresifitas OA, banyak hal yang bisa dilakukan

untuk menghilangkan nyeri, menjaga mobilitas dan meminimalkan disabilitas. Merupakan

sebuah tantangan bagi para klinisi untuk menemukan cara mempertahankan fungsi sendi,

mengobati nyeri sendi dan inflamasi yang bisa terjadi. 12,13

Kunci menuju manajemen yang efektif dari OA berpegangan kepada diagnosis

yang akurat dan tepat. Pengelolaan penderita OA baik secara farmakologik atau non

farmakologik dapat dilakukan dengan lebih tepat dan aman bila terdapat pemahaman yang

baik mengenai patogenesis dan sifat nyeri OA yang multifaktorial. Hal ini menuntut

ketrampilan para tenaga medis pada umumnya dan dokter umum pada khususnya sehingga

dapat memberikan penanganan yang tepat dan adekuat terhadap penderita dengan OA.

Pada tinjauan kasus ini akan dibahas mengenai pendekatan diagnostik dan

penatalaksanaan pada penderita dengan OA lutut.

2

Page 3: Tinjauan Kasus Osteoartritis-Prof.tjok

Kasus

Seorang penderita, perempuan, 49 tahun, agama Islam, suku Sunda, pekerja serabutan TK

Barunawati, beralamat di Pulau Ambon No.25 Denpasar, datang dengan keluhan utama

nyeri lutut. Nyeri pada lutut muncul sejak 3 bulan SMRS. Nyeri dirasakan pada lutut

kanan dan terlokalisir. Nyeri terasa seperti ditusuk-tusuk pada lutut kanan. Nyeri yang

dirasakan sangat hebat sampai penderita tidak bisa berjalan dengan baik, sulit berjalan

tetapi tidak sampai memakai tongkat, dan aktivitas sehari-hari menjadi terhambat. Nyeri

dirasakan setiap hari, dimana pada awalnya nyeri dirasakan tidak terlalu berat, muncul

secara perlahan-lahan namun sejak 2 bulan SMRS nyeri dirasakan semakin memberat.

Nyeri memberat terutama bila penderita melakukan aktivitas seperti berjalan jauh, bolak-

balik dari rumah ke tempat kerjanya dan mengangkat beban yang berat (membawa 2

ember berisi air masing-masing 5 liter). Nyeri pada lutut dirasakan memberat bila

penderita mencoba untuk berjalan dan sedikit membaik bila penderita beristirahat. Nyeri

juga membaik setelah penderita minum jamu Mahkota Dewa, dimana nyeri berkurang

namun 2 hari kemudian muncul lagi saat penderita beraktivitas biasa.

Penderita juga mengeluh susah menggerakkan lutut kanannya sejak 2 bulan SMRS,

dirasakan biasanya pada pagi hari sekitar 20-30 menit. Lutut susah digerakkan, terasa kaku

seperti diikat. Kondisi ini mengakibatkan penderita sulit melakukan gerakan seperti

menekuk lutut kanan, meluruskan maupun mengangkat tungkai kanan. Kondisi lutut

kanan susah digerakkan ini terjadi setiap hari dan lebih sering pada pagi hari saat penderita

baru bangun tidur. Keluhan susah menggerakkan lutut kanan ini perlahan bisa hilang

setelah penderita memaksakan untuk menggerakkan lututnya dengan melakukan aktivitas

rumah tangga yang rutin dilakukan (menyapu dan memasak) meskipun nyeri lutut masih

dirasakan.

Keluhan lain yang dirasakan yaitu lutut kanan yang membesar. Hal ini dirasakan

penderita sejak 2 bulan yang lalu dan dirasakan bertambah besar sejak 1 bulan SMRS.

Lutut kanan membesar terasa seperti ada benda yang mendesak dari dalam lutut, warna

kulit sama seperti disekitarnya, terasa hangat dan bila ditekan akan mudah kembali dengan

cepat. Lutut kanan penderita membesar hingga menyerupai cabang batang pohon mangga.

Pembesaran lutut kanan terjadi secara perlahan-lahan tanpa disadari oleh penderita hingga

saat 1 bulan SMRS penderita baru menyadarinya. Pembesaran lutut tidak berkurang meski

penderita mencoba beristirahat atau dengan minum jamu.

Penderita juga mengeluh sulit berjalan sejak kurang lebih 2 bulan SMRS. Penderita

berjalan seperti terpincang-pincang. Meski penderita berjalan terpincang-pincang, namun

3

Page 4: Tinjauan Kasus Osteoartritis-Prof.tjok

ia masih bisa beraktivitas tanpa memerlukan tongkat untuk membantunya berjalan.

Awalnya keluhan sulit berjalan ini tidak terlalu sering dirasakan, namun keluhan perlahan-

lahan memberat dan dirasakan bahkan di saat lutut penderita tidak terasa nyeri saat

berjalan. Keluhan tidak berkurang meski penderita mencoba beristirahat dan memberat

bila penderita berjalan terlalu jauh (bolak-balik dari rumah ke tempat kerjanya tanpa

berhenti sebanyak kurang lebih 5 kali)

Penderita tidak ada mengalami keluhan yang terjadi bersamaan pada sendi-sendi

lainnya seperti sendi jari tangan, gelang kaki atau telapak kaki. Keluhan nyeri pinggang

tidak ada. Keluhan rasa panas, kemerahan dan nyeri di tulang-tulang tidak ada. Penderita

tidak pernah mengalami benjolan seperti kelereng pada lutut dan di tempat lain seperti di

telinga, siku dan kaki. Bengkak pada jempol kaki tidak ada. Riwayat suka makan daging

tidak ada. Riwayat trauma pada lutut kanan disangkal oleh penderita.

Penderita tidak memiliki riwayat menderita penyakit yang sama sebelumnya.

Riwayat menderita diabetes melitus tidak pernah dialami oleh penderita. Di keluarga

penderita, tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan

penderita. Di keluarga penderita ada yang menderita penyakit diabetes melitus yakni

kakak penderita.

Penderita setiap harinya bekerja sebagai pekerja serabutan di TK Barunawati,

Denpasar, sejak sekitar 5 tahun yang lalu. Setiap harinya penderita berjalan bolak-balik

sebanyak 10-15 kali dari TK Barunawati gedung selatan menuju gedung utara yang

jaraknya ± 150 meter. Penderita juga tiap hari mengangkat 2 ember ukuran 5 liter yang

berisi air minum anak SD dengan volume penuh dan membawanya dari gedung selatan

menuju gedung utara, dimana penderita sering membawa ember tersebut tidak hanya

dengan menenteng saja, namun dengan mengangkat lebih tinggi. Terkadang penderita

membawa ember tersebut di kepalanya. Sejak 2 bulan yang lalu penderita mengkonsumsi

jamu Mahkota Dewa untuk menghilangkan nyeri lututnya, namun keluhan nyeri tetap

muncul setelah 1 hari minum jamu tersebut. Penderita telah berhenti mengkonsumsi jamu

tersebut 2 minggu SMRS.

Pada pemeriksaan fisik umum pada tanggal 13 Januari 2007 didapatkan kesan

sakitnya sedang, kesadaran kompos mentis, tinggi badan 155 cm, berat badan 62 kg,

dengan status gizi BB Lebih dan IMT = 25 (Obese I).Tekanan darah 120/80 mmHg,

denyut nadi 100 kali/menit, pernafasan 24 kali/menit, temperatur axila 36,5ºC.

4

Page 5: Tinjauan Kasus Osteoartritis-Prof.tjok

Pada pemeriksaan kedua mata tidak tampak anemik. Pada telinga terkesan tenang,

tidak ada tophus pada telinga kanan maupun kiri. Pada pemeriksaan leher tidak didapatkan

peningkatan JVP dan tidak ada pembesaran kelenjar getah bening.

Pada pemeriksaan thoraks, dari inspeksi didapatkan ictus cordis tidak tampak. Pada

palpasi, ictus cordis terba di ICS V, satu jari lateral linea midklavikularis kiri, kuat angkat.

Pada perkusi didapatkan batas jantung kanan di linea parasternal kanan, batas jantung kiri

di satu jari lateral linea midklavikularis kiri, dan ada pinggang jantung. Pada auskultasi

jantung didapatkan suara jantung S1S2 tunggal reguler tidak didapatkan murmur. Pada

pemeriksaan paru tidak dijumpai adanya kelainan. Pada pemeriksaan abdomen, palpasi

hepar dan lien tidak teraba. Dari perkusi, traube space tymphani.

Pemeriksaan fisik lokalis pada sendi ekstemitas didapatkan sendi lutut kanan: pada

inspeksi didapatkan asimetrisitas lutut, terdapat pembesaran sendi pada lutut kanan dengan

menghilangnya cekungan sekitar patela berukuran diameter 10 cm dengan tidak ada

perubahan warna kulit (hiperemi). Palpasi pada lutut kanan didapatkan nyeri tekan derajat

3, dirasakan hangat pada lutut kanan, tidak ada bengkak maupun nyeri. Pemeriksaan gerak

sendi didapat keterbatasan gerak fleksi hanya dapat mengerakkan lutut sebesar 60° dan

tidak dapat melakukan gerakan ekstensi lutut kanan (ekstensi 00). Auskultasi didapatkan

suara krepitasi pada sendi lutut kanan. Keadaan sekitar sendi tidak ada kelainan. Lebih

jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1. Pemeriksaan pada lutut kiri normal.

Tabel 1. Pemeriksaan Khusus Sendi

Sendi Inspeksi Palpasi Pergerakan Auskultasi Sekitar Sendi

Genu Dekstra

Pembesaran sendi diameter 10 cm, hilangnya cekungan sekitar patela, tidak ada hiperemi

Nyeri tekan derajat 3, teraba hangat,tidak bengkak tidak nyeri.

Fleksi 600, ektensi 00.

Krepitasi ada Tidak ada kelainan

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan meliputi pemeriksaan rutin laboratorium

darah, kimia darah, urine lengkap, dan radiologi. Pemeriksaan laboratorium darah tanggal

12 januari 2007 didapatkan : WBC: 11,27 k/uL, Hb: 14,8 g/dL, HCT: 42,8% dan PLT:453

K/uL. Hasil kimia darah tanggal 12 januari 2007 BUN 13,6 mg%, serum creatinin 0,78 mg

5

Page 6: Tinjauan Kasus Osteoartritis-Prof.tjok

%, AST 27 mg%, ALT 32 mg%, uric 5,3mg/dl, ureum 29,1 mg/dl. Pemeriksaan urin

lengkap didapatkan hasil: Leukosit 5, pH 5,0, protein albumin tidak ada, warna kuning.

Sedimen: Leukosit 6-8, eritrosit tidak ada, sel epitel gepeng 2, bulat 4-5, tubulus cell tidak

ada. Pemeriksaan roentgen Genu dextra AP/Lateral pada tanggal 10 januari 2007

didapatkan osteofit pada tepi sendi dan terjadi penyempitan celah sendi dengan kesan: OA

genu Dextra.

Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang, maka penderita

didiagnosis dengan OA genu dekstra/FC II. Terapi yang diberikan berupa non

farmakologis dan farmakologis. Terapi non farmakologis meliputi edukasi, terapi fisik dan

diet 1200 kalori per hari. Terapi farmakologis yaitu berupa paracetamol 3x500 mg, Na

diklofenak 2x50 mg.

Pembahasan

OA adalah penyakit degenerasi kartilago artikuler yang berlangsung secara perlahan-lahan

ditandai nyeri sendi, kekakuan dan keterbatasan gerakan yang berkembang secara

progresif.12 Tanda-tanda tersebut kami temukan pada penderita ini.

Berdasarkan etiologinya OA diklasifikasikan menjadi dua yaitu OA primer dan

OA sekunder. OA primer disebut juga OA idiopatik yaitu OA yang kausanya tidak

diketahui dan tidak ada hubungannya dengan penyakit sistemik maupun proses perubahan

lokal pada sendi. OA sekunder adalah OA yang didasari oleh adanya kelainan endokrin,

trauma (akut atau kronik akibat pekerjaan atau olahraga), inflamasi, metabolik,

pertumbuhan, herediter, jejas mikro dan makro serta imobilisasi yang terlalu lama, faktor

mekanik, penyakit deposit kalsium, penyakit tulang dan sendi lainnya, difus, neuropatik

endemik.1 Beberapa faktor resiko yang diketahui berhubungan dengan penyakit OA,

diantaranya : faktor resiko umum yang penting yaitu kegemukan, faktor genetik dan jenis

kelamin dengan wanita lebih sering, serta beberapa faktor resiko lain seperti usia lebih dari

40 tahun, suku bangsa, genetik, cedera sendi, pekerjaan, olahraga, kelainan pertumbuhan,

kepadatan tulang, dan lain-lain.1,4,6 Pada penderita ini, berdasarkan anamnesis riwayat

sosialnya, penderita melakukan aktivitas/pekerjaan yang menyebabkan penggunaan

berlebihan (overuse evercise) dari sendi lutut kanan penderita. Aktivitas/pekerjaan tersebut

telah dijalankannya sejak lebih kurang 2 tahun. Selain itu dari pemeriksaan fisik, penderita

ini juga mengalami kegemukan (obese I). Kondisi-kondisi merupakan faktor-faktor risiko

terjadinya OA. Jadi dapat disimpulkan pada penderita ini termasuk OA sekunder.

6

Page 7: Tinjauan Kasus Osteoartritis-Prof.tjok

Penderita datang dengan keluhan utama nyeri sendi pada lutut kanan sejak 3 bulan

SMRS. Nyeri sendi merupakan keluhan yang umum terjadi pada penyakit reumatik, yaitu

artritis gout, OA, keganasan, reumatik septik dan lain sebagainya. Pada penderita ini nyeri

terlokalisir pada lutut kanan tanpa adanya nyeri pada sendi yang lain, nyeri bertambah saat

melakukan gerakan (seperti berjalan) dan berkurang apabila beristirahat. Tidak ada

demam. Tidak ada podagra. Nyeri tidak menetap sepanjang hari. Nyeri seperti ini biasanya

ditemukan pada OA.

Penderita juga mengeluh mengalami kaku sendi. Kaku sendi dirasakan penderita

pada pagi hari. Keadaan ini biasanya disebabkan oleh desakan cairan yang berada di

sekitar jaringan yang mengalami inflamasi (kapsul sendi, sinovia, atau bursa). Kaku sendi

makin nyata pada pagi hari atau setelah istirahat. Setelah digerak-gerakkan, cairan akan

menyebar dari jaringan yang mengalami inflamasi sehingga penderita merasa terlepas dari

ikatan dan bisa menggerakkan sendinya kembali. Lama kaku sendi pada OA adalah

kurang dari 30 menit sedangkan pada AR minimal satu jam.1 Pada penderita ini, kaku

sendi juga dirasakan pada pagi hari selama kira-kira 20-30 menit dan menghilang dengan

sendirinya bila penderita menggerakkan kakinya dengan beraktivitas seperti biasa. Hal ini

sesuai untuk mendukung keluhan pada penderita OA.

Penderita juga mengeluh mengalami pembesaran lutut. Dirasakan oleh penderita

sejak 1 bulan yang lalu. Sendi yang membengkak/membesar bisa disebabkan oleh

penonjolan tulang, sinovitis, efusi dan karena adanya osteofit yang dapat mengubah

permukaan sendi. Pada penderita ditemukan osteofit pada pemeriksaan rontgen.

Pemeriksaan fisik lokalis pada ekstemitas didapatkan sendi lutut kanan: pada

inspeksi didapatkan asimetrisitas lutut terdapat pembesaran sendi pada lutut kanan dengan

menghilangnya cekungan sekitar patela berukuran diameter 10 cm dengan tidak ada

perubahan warna kulit. Palpasi pada lutut kanan didapatkan nyeri tekan derajat 3 dan pada

perabaan dirasakan hangat pada lutut kanan. Pemeriksaan gerak sendi didapat keterbatasan

gerak fleksi hanya dapat mengerakkan lutut sebesar 60° dan tidak dapat melakukan

gerakan ekstensi lutut kanan. Hambatan gerak terutama disebabkan oleh adanya osteofit

remodeling, penebalan kapsul, dan juga adanya efusi. Pada auskultasi sendi lutut kanan

penderita ditemukan adanya krepitasi, dimana terdengar suara gemeretak “kretek-kretek”

seperti suara krupuk yang diremukkan. Gejala ini mungkin timbul disebabkan karena

gesekan kedua permukaan tulang sendi yang iregular pada saat sendi digerakkan ataupun

secara pasif dimanipulasi.1, 14

7

Page 8: Tinjauan Kasus Osteoartritis-Prof.tjok

Pemeriksaan radiologis pada penderita ini didapatkan adanya gambaran radiologis

berupa penyempitan sendi dan osteofit pada pinggir sendi. Menipisnya rawan sendi

diawali dengan retak dan terbelahnya permukaan sendi di beberapa tempat yang kemudian

menyatu dan disebut sebagai fibrilasi. Di lain pihak pada tulang akan terjadi pula

perubahan sebagai reaksi tubuh untuk memperbaiki kerusakan. Perubahan itu adalah

penebalan tulang subkondral dan pembentukan osteofit marginal, disusul kemudian

dengan perubahan komposisi molekular dan struktur tulang. Penipisan kartilago sendi

akibat proses degeneratif memberi gambaran penyempitan celah sendi yang tidak simetris

pada polos radiologi. Fungsi kartilago sendi berkurang bahkan menghilang mengakibatkan

beban stres di daerah subkhondral bertambah. Beberapa subkhondral tersebut dapat

diamati pada photo polos radiologi berupa pembentukan osteofit, subkhondral sklerotik,

maupun pembentukan kista subkhondral. Pada penderita ini ditemukan adanya

pembentukan osteofit.

Pada OA, dari anamnesa (gejala klinis), pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

radiologi sudah dapat menunjang ditegakkannya diagnosis OA lutut. Hasil pemeriksaan

laboratorium pada OA biasanya tidak banyak berguna. Darah tepi (Hb, leukosit, dan LED)

dalam batas normal, kecuali OA generalisata yang harus dibedakan dengan arthritis

peradangan. Pemeriksaan imunologi (ANA, faktor rheumatoid, dan komplemen) juga

normal. Pada OA yang disertai peradangan, mungkin didapatkan penurunan viskositas,

pleositosis sedang hingga ringan, peningkatan ringan sel radang (<8000/m) dan

peningkatan protein.1 Pada penderita ini dilakukan pemeriksaan laboratorium darah

lengkap, kimia darah dan urin lengkap karena pemeriksaan tersebut merupakan

pemeriksaan rutin. Dari hasil pemeriksaan laboratorium pada penderita ini tidak

ditemukan adanya kelainan.

Diagnosis OA sudah bisa ditegakkan secara klinis dengan memakai kriteria OA yang

dibuat oleh Subcommittee American College of Rheumatology (ACR).1 Kriteria OA lutut

secara klinis, laboratorium, dan radiologis adalah adanya nyeri lutut, osteofit, dan salah

satu dari usia lebih dari 50 tahun, kaku sendi kurang dari 30 menit atau adanya krepitus.1, 3,

5 Pada penderita ini wanita berusia 49 tahun, ditemukan memiliki keluhan nyeri sendi lutut

kanan, terdapat kaku sendi selama 20-30 menit, terdapat krepitus, dan pada pemeriksaan

radiologi ditemukan adanya osteofit.

Pada penderita ini termasuk dalam OA fungsional kelas II, karena berdasarkan

anamnesa penderita masih bisa beraktivitas/bekerja sehari-harinya, dan dapat berjalan

untuk melaksanakan aktivitas tersebut tanpa bantuan alat; dan dari pemeriksaan fisik

8

Page 9: Tinjauan Kasus Osteoartritis-Prof.tjok

ditemukan adanya gangguan pada sendi lutut kanan. Sehingga berdasarkan kriteria ACR

maka penderita ini didiagnosis menderita Fungsional kelas II/OA genu dekstra.

Pengelolaan penderita dengan OA bertujuan untuk untuk menghilangkan keluhan,

mengoptimalkan fungsi sendi, mengurangi ketergantungan dan meningkatkan kualitas

hidup, menghambat progresivitas penyakit dan mencegah komplikasi. Pilar terapi: non

farmakologis (edukasi, terapi fisik, diet/penurunan berat badan), farmakologis (analgetik,

kortikosteroid lokal, sistemik, kondroprotektif dan biologik), dan pembedahan.1,3

Edukasi sangat penting bagi semua pasien OA. Dua hal yang menjadi tujuan

edukasi adalah bagaimana mengatasi nyeri dan disabilitas. Pemberian edukasi (KIE) pada

penderita ini sangat penting karena dengan edukasi diharapkan pengetahuan penderita

mengenai penyakit OA menjadi meningkat dan pengobatan menjadi lebih mudah serta

dapat diajak bersama-sama untuk mencegah kerusakan organ sendi lebih lanjut.3 Edukasi

yang kami berikan pada penderita ini yaitu memberikan pengertian bahwa OA adalah

penyakit yang kronik, sehingga perlu dipahami bahwa mungkin dalam derajat tertentu

akan tetap ada rasa nyeri, kaku dan keterbatasan gerak serta fungsi. Selain itu juga kami

memberi pemahaman bahwa hal tersebut perlu dipahami dan disadari sebagai bagian dari

realitas kehidupannya. Kami juga menyarankan agar rasa nyeri dapat berkurang, maka

pasien sedianya mengurangi aktivitas/pekerjaannya sehingga tidak terlalu banyak

menggunakan sendi lutut dan lebih banyak beristirahat.

Terapi fisik bertujuan untuk melatih pasien agar persendiannya tetap dapat dipakai

dan melatih pasien untuk melindungi sendi yang sakit.1 Pada penderita ini kami anjurkan

untuk berolah raga tapi olah raga yang memperberat sendi sebaiknya dihindari seperti lari

atau joging. Hal ini dikarenakan dapat menambah inflamasi, meningkatkan tekanan

intraartikular bila ada efusi sendi dan bahkan bisa dapat menyebabkan robekan kapsul

sendi.15 Untuk mencegah risiko terjadinya kecacatan pada sendi, sebaiknya dilakukan olah

raga peregangan otot seperti m. Quadrisep femoris dengan peregangan dapat membantu

dalam peningkatan fungsi sendi secara keseluruhan dan mengurangi nyeri. Pada pasien ini

kami sarankan untuk senam aerobic low impact/intensitas rendah tanpa membebani tubuh

selama 30 menit sehari tiga kali seminggu.

Diet bertujuan untuk menurunkan berat badan pada pasien OA yang gemuk. Hal

ini sebaiknya menjadi program utama pengobatan OA. Penurunan berat badan seringkali

dapat mengurangi keluhan dan peradangan.1 Selain itu obesitas juga dapat meningkatkan

risiko progresifitas dari OA.13 Pada pasien ini kami menyarankan untuk mengurangi berat

badan dengan mengatur diet rendah kalori sampai mungkin mendekati berat badan ideal.

9

Page 10: Tinjauan Kasus Osteoartritis-Prof.tjok

Dimana prinsipnya adalah mengurangi kalori yang masuk dibawah energi yang

dibutuhkan. Penurunan energi intake yang aman dianjurkan pemberian defisit energi

antara 500-1000 kalori perhari, sehingga diharapkan akan terjadi pembakaran lemak tubuh

dan penurunan berat badan 0,5 – 1 kg per minggu. Biasanya intake energi diberikan 1200-

1300 kal per hari, dan paling rendah 800 kal per hari. Formula yang dapat digunakan

untuk kebutuhan energi berdasarkan berat badan adalah 22kal/kgBB aktual/hari, dengan

cara ini didapatkan defisit energi 1000 kal/hari.17 Pada pasien ini kami anjurkan untuk diet

1200 kal perhari agar mencapai BB idealnya yakni setidaknya mencapai 55 kg. Contoh

komposisi makanan yang kami anjurkan adalah dalam sehari pasien bisa memasak 1 gelas

beras (550 kal), 4 potong tempe sedang (150 kal), 1 buah telur (100 kal), 2 potong ayam

sedang (300 kal) dan 1 ikat sayuran kangkung (75 kal).

Terapi farmakologis pada penderita OA biasanya bersifat simptomatis. Untuk

membantu mengurangi keluhan nyeri pada penderita OA, biasanya digunakan analgetika

atau Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS).1 Untuk nyeri yang ringan maka

asetaminophen tidak lebih dari 4 gram per hari merupakan pilihan pertama. Untuk nyeri

sedang sampai berat, atau ada inflamasi, maka OAINS yang selektif cox-2 merupakan

pilihan pertama, kecuali jika pasien mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya hipertensi

dan penyakit ginjal. OAINS yang cox-2 non-selektif juga bisa diberikan asalkan ada

perhatian khusus untuk terjadinya komplikasi gastrointestinal dan jika ada risiko ini maka

harus dikombinasi dengan inhibitor pompa proton atau misoprostol. Injeksi kortikosteroid

intraartikuler bisa diberikan terutama pada pasien yang tidak ada perbaikan setelah

pemberian asetaminophen dan OAINS. Tramadol bisa diberikan tersendiri atau dengan

kombinasi dengan analgetika lain jika nyerinya belum berkurang. Opioid bisa diberikan

jika analgetika yang lain kurang memberikan manfaat.3

Asetaminophen merupakan analgetika non opioid lini pertama yang semestinya

diberikan pada penderita dengan keluhan nyeri yang tidak begitu berat sebelum pemberian

analgetik yang lebih kuat.15 Asetaminophen adalah metabolit fenacetin yang bertangung

jawab atas efek analgetiknya. Obat ini adalah penghambat prostaglandin yang lemah pada

jaringan perifer dan tidak memiliki efek anti inflamasi yang bermakna. Obat ini diberikan

per oral dengan dosis untuk nyeri akut yaitu 325-500 mg 4 kali sehari. Obat ini berguna

untuk nyeri ringan sampai sedang, namun tidak adekuat untuk terapi keadaan peradangan.

Pada dosis terapi kadang-kadang timbul peningkatan ringan enzim hati tanpa ikterus.

Keadaan ini reversibel bila obat dihentikan. Gejala dini kerusakan hati meliputi mual,

muntah, diare dan nyeri abdomen.16

10

Page 11: Tinjauan Kasus Osteoartritis-Prof.tjok

OAINS mempunyai aktifitas anti inflamasi, analgesik dan antipiretik, namun obat-

obat golongan ini tidak bisa menghentikan perjalanan alamiah suatu penyakit reumatik.

Mekanisme kerja OAINS adalah menghambat kerja enzim cyclooksigenase (COX)

sehingga konversi asam arakidonat menjadi prostaglandin (PG) dihambat. COX-1

bermanfaat mempertahankan integritas mukosa gaster dan duodenum, renal blood flow,

dan aktifitas koagulasi. Jika aktifitas COX-1 ini dihambat oleh OAINS maka muncul

risiko efek samping OAINS tersebut yaitu perdarahan gaster dan duodenum, renal

insufisiensi dan perdarahan pada tempat lain. Ekspresi COX-2 meningkat seiring dengan

beratnya proses inflamasi. Jika aktifias COX-2 dihambat dengan OAINS, maka proses

inflamasi akan berkurang. Natrium diklofenak merupakan obat golongan OAINS COX-2

non-selektif yang diberikan secara oral dengan dosis 50 mg 2-3 kali sehari.15 Obat ini

cepat diabsorbsi dan mempunyai waktu paruh yang pendek. Obat ini dianjurkan untuk

kondisi peradangan kronis seperti artritis remathoid dan OA, serta untuk pengobatan nyeri

otot rangka akut. Efek samping terjadi pada kira-kira 20% penderita dan meliputi distress

dan perdarahan saluran cerna, dan tukak lambung.16 Bila muncul efek samping

gasterointestinal, pengobatan Na diclofenac diganti dengan golongan COX-2 inhibitor

selektif seperti colecoxib yang memberikan efek terhadap gastrointestinal lebih rendah

dari pada Na diclofenak.

Untuk mengurangi keluhan nyeri pada penderita ini, telah diberikan pengobatan

Paracetamol dengan dosis 3x500 mg. Hal ini sesuai dengan pedoman penatalaksanaan

nyeri lini pertama pada penderita OA seperti yang telah kami uraikan di atas. Pemberian

Na-diklofenak dengan dosis 2x50 mg juga telah diberikan setelah dengan pemberian

Paracetamol nyeri yang diderita masih dirasakan. Hal ini juga telah sesuai dengan

pedoman seperti yang telah diuraikan di atas, dimana Na-diklofenak merupakan obat

golongan OAINS COX-2 inhibitor yang non-selektif dan pada penderita juga tidak

terdapat riwayat pernah menderita gangguan gastrointestinal. Pasien kami anjurkan untuk

kontrol kembali untuk mengetahui apakah penyakitnya sudah membaik atau ternyata ada

efek samping pada gastrointestinal yang muncul akibat Na diclofenak.

Ringkasan

Telah dilaporkan kasus dengan OA genu dekstra pada penderita perempuan 49

tahun. OA merupakan kelainan degeneratif sendi yang paling banyak didapatkan di

masyarakat. Kelainan degeneratif secara primer terjadi pada tulang rawan dan secara

sekunder akan menyebabkan keradangan sekitarnya terutama jaringan sinovium. Penyebab

11

Page 12: Tinjauan Kasus Osteoartritis-Prof.tjok

OA diperkirakan multifaktorial. Patogenesis OA secara umum adalah adanya

ketidakseimbangan antara degradasi dan sintesis dari tulang rawan sehingga menyebabkan

kerusakan tulang rawan dan diikuti dengan perubahan pada tulang subkhondral dan

pembentukan osteofit. Perubahan ini secara umum disebabkan berbagai faktor penyebab

seperti genetik, host, dan lingkungan.

Diagnosis klinis OA dapat dibuat hanya berdasarkan kelainan klinis saja atau

dengan pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologis dengan memakai ACR.

Kriteria OA lutut secara klinis, laboratorium, dan radiologis adalah adanya 1) Nyeri lutut

dan 2) Osteofit dan 3) salah satu dari usia lebih dari 40 tahun, kaku sendi kurang dari 30

menit dan adanya krepitus. Pada penderita ini didapatkan nyeri sendi lutut kanan, bengkak

pada lutut kanan, kaku sendi selama 20-30 menit,dan terdengar adanya krepitasi. Pada

pemeriksaan radiologi ditemukan adanya penyempitan celah sendi dan gambaran osteofit

di tepi sendi.

Penanganan rasional OA adalah memakai pendekatan secara menyeluruh sesuai

dengan penyebab, beratnya penyakit, dan keadaan umum penderita dan dilihat dari

berbagai aspek. Penatalaksanaan OA bertujuan untuk menghilangkan keluhan,

mengoptimalkan fungsi sendi, mengurangi ketergantungan dan meningkatkan kualitas

hidup, menghambat progresivitas penyakit dan mencegah komplikasi. Pilar terapi

meliputi: Non farmakologis (edukasi, terapi fisik, diet, penurunan berat badan), terapi

farmakologis (analgetik, kortikosteroid lokal, sistemik, kondroprotektif dan biologik), dan

terapi pembedahan. Beberapa modalitas pengelolaan dapat diterapkan pada penderita OA

lutut yaitu penanganan tanpa obat (terapi non-farmakologis), penanganan dengan

medikamentosa (terapi farmakologis), dan pembedahan. Pada penderita ini telah diberikan

terapi edukasi mengenai OA, modifikasi aktivitas dan penurunan berat badan. dan

penanganan dengan obat-obatan seperti parasetamol dan Na Diclofenak.

12

Page 13: Tinjauan Kasus Osteoartritis-Prof.tjok

DAFTAR PUSTAKA

1. Soeroso Joewono, dkk. Osteoarthritis. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam .

Jakarta: PAPDI; 2006; I: 1205-1211.

2. Hough, A. J. Pathology of Osteoarthritis. In Artrhritis and Allied Conditions, Textbook

of Rheumatology.13thed. Vol II, Editor WJ Koopman. Baltimore : Williams & Wilkins

; 1997.p. 1945-68.

3. Panduan Diagnosis dan Pengelolaan OA. Ikatan Reumatologi Indonesia. September,

2004, Jakarta.

4. Mansjoer, A. Dkk. Reumatologi. Dalam: Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1, Edisi ke-

3. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2001.

5. Raka Putra, Tjokorda. OA Lutut. In : PKB IX Ilmu Penyakit Dalam. Denpasar :

Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam FK Unud/RSUP Sanglah. 2003.

6. Brandt, K. D. Osteoarthritis. In Harrison’s Principles of Internal Medicine. 16 thed. Vol

II. Editor Kasper, DL, et al. McGraw-Hill; 2005. p.2031-45.

7. Raka Putra, Tjokorda. Osteoartritis. Dalam: Pedoman Diagnosis dan Terapi Penyakit

Dalam. LAB/SMF Penyakit Dalam. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. RSUP

Sanglah. Denpasar. 1994

8. Pelletier JP, Martel-Pelletier J, Howell DS. Etiopathogenesis of Osteoarthritis. In

Artrhritis and Allied Conditions, Textbook of Rheumatology.13 thed. Vol II, Editor WJ

Koopman. Baltimore : Williams & Wilkins ; 1997.p. 1969-84.

9. Raka Putra T. Some Aspect of Osteoarthritis at Unit of Rheumatology, Dept.of

Internal Medicine Dr. Soetomo Hospital Surabaya. Proceedings of the First ASEAN

Congr.of Rheumatology;1987 January 18-22, Jakarta.

10. Moskovitz. The Pharmacologic Treatment of Osteoarthritis, In Osteoarthritis, 3rd,

Eds:, New York, W.B. Sauders, 2004.

11. Branch KD, Slemenda CW. Osteoarthritis, Epidemiology, Pathology and

Pathogenesis. In Primer on Rheumatic Disease. 10th ed. Atlanta Georgia ; Arthritis

Foundation; 1993.p.184-8.

12. Brandt, K. D. Management of Osteoarthritis. In Textbook of Rheumatology. 5 th ed.

W.B. Sauders Company. 1981.

13. Ratiner, B., Gramas, D. A., Lane, N. E. Osteoarthritis. In Treatment of The Rheumatic

Diseases: companion to Kelley’s Textbook of Rheumatology. 2nd ed. W.B. Sauders

Company. 2001.

13

Page 14: Tinjauan Kasus Osteoartritis-Prof.tjok

14. Katz, W. A. Osteoarthritis: Clinical Presentations. In: Osteoarthritis: Diagnosis and

Medical/Surgical Management. 3rd ed. W.B. Sauders Company. 2001.

15. Panduan Pengelolaan Nyeri dan Inflamasi pada Berbagai Penyakit Reumatik. Ikatan

Reumatologi Indonesia. September, 2004, Jakarta.

16. Katzung, G.B., Obat Anti Inflamasi Non Steroid. Dalam: Farmakologi Dasar dan

Klinik. Edisi 6. Penerbit EGC. Jakarta. 1997.

17. Weta, W. Ilmu Gizi Klinik. Laboratorium Ilmu Gizi FK Unud. Denpasar. 2000.

14