Tetanus 1
-
Upload
endro-susilo-putro-sakau -
Category
Documents
-
view
84 -
download
16
description
Transcript of Tetanus 1
“TETANUS”
Tetanus adalah merupakan penyakit akut, dengan gejala berupa timbulnya
kekakuan otot secara umum, spasme dan kejang, juga disertai tanda-tanda tidak
stabilnya saraf otonom.
ETIOLOGI
Penyakit tetanus disebabkan oleh Clostridium tetani, yaitu kuman gram
positif, berbentuk batang seperti pemukul genderang, ujungnya berspora dan
berkembang dalam suasana anaerob.
Clostridium tetani dijumpai pada flora usus manusia, dimana 10% dari
manusia normal di dalam ususnya dijumpai kuman ini, juga dijumpai pada
kotoran binatang terutama kuda.
Feces yang mengandung kuman ini, akan mengkontaminasi tanah/debu, dan
dalam bentuk spora kuman ini dapat bertahan dalam beberapa bulan bahkan dalam
beberapa tahun, kuman ini tahan terhadap panas dan anti septik.
Masa inkubasi 3 hari - 3 minggu, namun 80-90% masa inkubasi berlangsung
dalam 14 hari dan onset rata-rata 24-72 jam.
PATOGENESIS
Clostridium tetani adalam bersifat noninvasif artinya tetanus hanya dapat
terjadi bila spora masuk ke dalam jaringan melalui luka, apabila luka dalam
suasana anaerob seperti nekrosis, kuman ini akan melakukan proliferasi menjadi
bentuk vegetatif. Bentuk vegetatif clostridium tetani ini akan menghasilkan 2
(dua) macam exotoxin yaitu tetanolysin yang secara klinis tidak terlalu
membahayakan, dan tetanospasmin (neuroxin) yang menyebabkan gejala tetanus.
Tetanospasmin kemudian akan tersebar ke seluruh tubuh melalui sirkulasi
darah dan limfe, dan akan berikatan kuat dengan ujung saraf motorik,
tetanospasmin dapat menurunkan pelepasan asetilkolin dan motor neuron end
plate.
Tetanosmin ini terus bergerak sepanjang aksis silinder (selubung perineural)
dari saraf perifer, motorik, otonom dan terkumpul dibadan sel (cell body) dari sel
saraf. Pada saat tetanospasmin terkonsentrasi di badan sel dari sel saraf, tetanus
belum menunjukan gejala (tetanospasmin belum berpengaruh pada saraf
motor/motor neuron). Baru setelah tetanospasmin sampai ke interneuron Renshaw
di medula spinalis gejala tetanus akan tampak. Karena di interneuron medula
spinalis ini tetanospasmin akan menekan pelepasan motor neurotransmitter
inhibitor “glysin” di ujung saraf post sinaptik ujung saraf motorik, juga
tetanospasmin berikatan dengan glisinergic reseptor dari motor neuron yang
bertanggung jawab untuk otot antagonis. Terganggunya fungsi interneuron ini
akan menyebabkan berkurangnya inhibisi terhadap aktivitas motor neuron,
sehingga alfa motor neuron selalu dalam keadaan hiper-eksitasi.
Tetanospasmin di modula spinalis juga menyebabkan disfungsi refleks
polisinaptik, sedang pengeruhnya di otak adalah menurunnya fungsi Gamma
Amino Butiryc Acid (GABA) yang menyebabkan berkurang inhibisi terhadap
aktifitas cortex, sehingga mudah tereksitasi dan menyebabkan kejang. Eksotoksin
yang menurunkan fungsi GABA/ glysin akan menyebabkan terjadinya
hiperaktifitas dari presinap saraf simpatis di lateral gray matter pada medula
spinalis, sehingga terjadi peningkatan katekolamin hingga 10 kali dari normal.
Katekolamin yang sangat tinggi dapat menyebabkan kerusakan batang otak, yang
akhirnya menyebabkan gagal nafas dan henti jantung. Ketidak stabilan otonom ini
juga menyebabkan depresi otot jantung secara langsung (cardiomyophati).
Luka yang sering terjadi port d’entrée clostridium tetani adalah luka tusuk,
luka tembak, laserasi, luka bakar, gangren, infeksi gigi, otitis media, aborsi dan
saat anak lahir.
MANIFESTASI KLINIK
Gejala awal tetanus biasanya berupa kaku rahang, trismus, panas,
berkeringat, kaku dibagian perut dan punggung, sulit menelan, kemudian timbul
kejang / spasme. Kejang tonik pada wajah akan mengakibatkan gambaran seperti
mulut mencucur “ Rhinus Sardonicus”. Juga terjadi opistotonus yaitu kontraksi
tonik otot punggung yang ditandai dengan posisi punggung seperti busur,
kekakuan secara umum, flexi dan adduksi tangan, dan ekstensi anggota gerak
bawah. Spasme dan kejang ini, akan diprovokasi oleh cahaya dan manipulasi pada
pasien. Spasme dan kekakuan otot akan menyebabkan rasa nyeri yang hebat,
karena fungsi sensorik pada penderita tetanus tetap normal. Spasme pada laring
akan menyebabkan ganggaungan pernafasan, gagal nafas, hipoksia dan dapat
terjadi aspirasi cairan lambung, yang menyebabkan atelektasis dan pneumonia.
Disfungsi saraf otonom berupa peningkatan tonus simpatis yang ditandai
dengan tachihardia, arrithmia, Sistemic Vascular Resisten (SVR) yang meningkat,
Cardiac Output (CO) meningkat, hipertensi sedang sampai berat sehingga dapat
timbul Intra Cerebral Hemorragic (ICH) dan gagal jantung. Udem paru, febris dan
hiperhidrosis juga sering terjadi. Parasympatic over aktifity juga dapat terjadi,
yang menyebabkan kerusakan inti vagal, dan kerusakan SA node hingga terjadi
vagal tane dengan menisfestasi klinis berupa: bradikardi, sinus arrest, hiper
salivasi, sekresi jalan nafas meningkat.
Gejala yang lebih ringan dapat terjadi bila penderita telah mendapat
imunisasi namun tidak lengkap. Gejalanya biasanya hanya berupa kekakuan di
daerah luka, namun dapat juga berkembang menjadi spasme, kejang umum. Bila
lokasi luka di daerah kepala, gejalanya berupa disfungsi saraf cranial III, IV, VII,
IX, X dan XII dan spasme otot didaerah kepala seperti otot bila mata dan wajah,
otot tenggorokan sehingga lebih sering terjadi disasria, disfoni, dan disfagia.
DIAGNOSA
Tetanus dapat ditegakan berdasarkan anamnesa, yaitu adanya riwayat luka
yang diikuti kekakuan otot, spasme dan kejang yang khas.
Diagnosa pasti adalah dengan mengisolasi kuman, pemeriksaan kadar
tetanospasmin dalam darah.
PROGNOSA
Berat ringannya penyakit tetanus ditentukan berbagai hal antara lain: masa
inkubasi, onset kejang, status imunisasi, usia penderita, dan komplikasi yang
timbul.
Dengan Score Philips tetanus digolongkan dalam tiga kelompok, tetanus
ringan dengan score < 9, tetanus sedang dengan score antara 9 – 16 dan tetanus
berat dengan score > 16. sedang score Hadi: nilai 3 – 7 = tetanus ringan, nilai 8 –
12 = tetanus sedang dan nilai > 13 adalah tetanus berat ( lihat tabel).
Prognosa akan semakin jelek bila score tinggi dan bila disertai kimplikasi
seperti: Hiperaktif simpatis yang menyebabkan krisis hipertensi, arrythmia, gagal
jantung, emboli paru. Prognosa juga ditentukan dengan adanya infeksi sekunder
pada paru seperti pneumonia, ataupun sepsis, ARDS dan udem paru.
Tabel 1 Score Philips
Parameter Nilai
Masa Inkubasi
Kurang dari 48 jam 2-5 hari 6-10 hari 11-14 hari lebih dari 14 hari
54321
Lokasi Infeksi Internal/umbilical Leher, kepala, dinding tubuh Extremitas proximal Extremitas distal Tidak diketahui
54321
Immunisasi Kemungkinan ada/Ibu mendapat Lebih 10 tahun yang lalu Kurang dari 10 tahun Proteksi lengkap
108420
Faktor yang memberatkan Penyakit/trauma yang membahayakan jiwa Keadaan yang tidak langsung membahayakan jiwa Keadaan yang tidak membahayakan jiwa Trauma/penyakit ringan Tidak ada
108621
Jumlah Score < 9 = tetanus ringan
9-16 = tetanus sedang
> 16 = tetanus berat
Tabel 2 Score Hadi at all
GEJALA SCOREMasa inkubasi: < 7 hari8-12 hari> 12 hariOnset : < 3 hari4-6 hari> 7 hariDisfagi Kejang : SpontanRangsangTrismus, rinus sardonikus, perutPapan, opistotonus, kaku kudukAktifitas simpatis/cardoiovaskularSpasme laring
321321121setiap gejala: 1setiap gejala: 111
Jumlah Score 3-7 = tetanus ringan8-12 = tetanus sedang>13 = tetanus berat
Pembagian tetanus menurut masa inkubasi dan gejala klinis yang ditemukan
Tetanus grade I (tetanus ringan)
Masa inkubasi lebih dari 14 hari, trismus tidak berat, tidak
dijumpai disfagi, ada spasme tapi ringan yang sifatnya singkatdan tidak
mengganggu pernafasan.
Tetanus Grade II ( tetanus derajat sedang )
Masa inkubasi 10-14 hari, trismus tampak jelas, disfagia dan spasme
hebat.
Tetanus Grade III ( tetanus derajat berat)
Masa inkubasi < 10 hari, trismus, disfagia, dan spasme
hebat disertai kejang umum sampai sulit bernafas ( ada spasme
diafragma ), timbul aspiksia dan penurunan kesadaran.
PENCEGAHAN
Mengingat penyakit tetanus adalah fatal, maka yang terbaik adalah
melakukan pencegahan terhadap bahaya tetanus.
Tabel 3. Tetanus Prophylaxis
Tetanus Immunization
status
Interval since last dose
Type of Prophylaxis
Cleanwounds
Dirtywound
3 DPT or uncertain
TT: 0,5 ml lM TT: 0.5 ,Ml dan TIG: 250. U/M
> 3 DPT < 5th None None5-10 th None TT: 0.5 ml, lM>10 th TT: 0.5 ml, lM TT: 0.5 ml, lM
Penderita yang sembuh dari tetanus, ternyata tidak immun terhadap
clostridium tetani, karena tetanospasmin yang dihasilkan kadarnya terlalu rendah
untuk menginduksi respon immun. Jadi bila pasien telah membaik disarankan
diberi immunisasi aktif.
PENGOBATAN
Penderita tetanus membutuhkan life threatening respiratory dan mencegah
komplikasi cardiovasculer ( monitoring ketat hemodinamik ), sehingga penderita
tetanus harus dirawat di ICU untuk meminimalkan kebisingan dan cahaya
langsung sebaiknya di ruangan isolasi. Kemudian dilakukan hal-hal sebagai
berikut:
1. Resusitasi : berikan cairan yang cukup ( Hindari dehidrasi ), koreksi elektrolit
2. Nutrisi : berikan yang cukup lewat parenteral dan enteral
3. Pembersihan luka/eradikasi kuman, dilakukan debridemen, nekrotomi
4. Pemberian Immunisasi pasif:
ATS: 50.000 unit IV dan 50.000 unit IM atau di infiltrasikan sekitar luka.
TIG: 250 unit, dapat diulang setelah 14 hari.
5. Sedasi
Bila penderita menderita kekakuan otot, tapi masih dapat batuk, dan menelan
tanpa timbul spasme maka berikan:
a. Diazepam intermitten 2-5 mg/jam, bila disupport dengan ventilator,
diazepam dapat diberi sampai 120 mg/hari (dosis maksimal 3400 mg/hari)
b. Midazolam 0.1 mg/kg/jam atau 120 mg/hari
c. Lorazepam 0.1 ,g/kg/3-4 jam
d. Pentothal dapat diberikan 1-2 mg/kg, bila kejang dapat diberi 3 – 5 mg/kg
e. Meprobamat 40 mg/ 4 jam PO, bila masih belum cukup dapat diberi
Chlorpromazine (CPZ) 25 mg/4-8 jam lM.
6. Analgetik
Morphin; 60 mcg/kg/jam (1-2 mg/kg/12 jam) untuk mengurangi rasa
nyeri karena kekakuan/spame otot, bila nyeri sangat hebat bisa di beri dosis
besar 2-20 mg/jam. Morphin ini juga dapat berfungsi mengendalikan saraf
otonom.
7. Atasi spasme otot
Spasme umum, termasuk spasme laring dan diafragma, akan
menyebabkan pasien tidak dapat batuk atau menelan sehingga beresiko untuk
hipoksia dan aspirasi cairan lambung, untuk itu dibutuhkan intubasi untuk
proteksi jalan nafas dan memberi support ventilasi, diberi pelumpuh otot
NDMR dan sedasi yang cukup. Dantrolen 1,5 mg/kg. IV dan ikuti maintenance
1-1,5 mg/kg/4 jam sangat baik untuk mengontrol spasme otot.
Baclofen, obat ini strukturnya analog dengan GABA yang diberikan lewat
intrathecal 600-1200 mcg/hari, obat ini berkaitan dengan GABA B reseptor
disubtanta gelatinosa pada dosal horn, sehingga menginhibisi transmitter
dimonosinaptik ekstensor dan polisinaptik fleksor. Obat ini dapat menyebabkan
depresi pernafasan dan koma, tapi dapat direverse dengan physostigmin 1-2
mg/IV yang dapat diulang dalam 4 jam.
8. Antibiotik
Penicillin 1.5 juta unit/6 jam selama 7-10 hari yang bermanfaat untuk
mencegah organisme bentuk vegetatif.
Metronidazale 500 mg/8 jam selama 5 hari
Erytromycin 60-600 mg/hari dibagi dalam 4 dosis
Tetracyclin atau Clindamicin 2 gram/hari
Mengendalikan tonus simpatis
Monitoring secara ketat hemodinamik secara invasif atau non invasif,
berikan alfa, beta blocker untuk mengatasi hipertensi dan takikardi yang berat,
namun harus hati-hati karena dapat terjadi hipotensi berat dan bradikardi,
sehingga harus tetap disiapkan inotropik seperti adrenalin, nor epinefrin bila
memberikan obat-obat ini.
Esmolol, adalah beta 1 blocker, mempunyai kerja cepat dan durasi cepat
dapat diberi dengan dosis 50-300 mcg/kg/mnt. Karena beta 2 yang bersifat dilator
tidak dihambat oleh esmolol maka pemberian obat ini sangat menurunkan tekanan
darah.
Propanolol ( beta 1 dan beta 2 blocker ) tidak banyak menurunkan tekanan
darah dibanding esmolol, tapi dapat memicu spasme bronchus (efek beta 2).
Labetalol ( alfa dan beta blocker ) juga dapat diberikan, obat ini dapat
menginhibisi re-uptake nor efinefrin ke saraf terminal. Dosis yang diberikan =
0.25 – 1 mg/kg IV bolus dan di meintenens dengan dosis 2 mg/kg/jam.
Untuk mencegah kejang pada pasien dalam episode hipertensi ataupun
hipotensi dapat diberi MgSO4 2-3 gr/jam untuk mempertahankan kadar serum
plasma 2-4 mmol/L.
Obat sedasi yang diberikan juga berfungsi sebagai kontrol sympatis.