TB Paru Pada Anak

40
TB PARU PADA ANAK Dwi Nur Akta Fiani Syaing, Mustaring I. Pendahuluan Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. TB Anak adalah penyakit TB yang terjadi pada anak usia 0-14 tahun. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru, tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus. 1,2 Tuberculosis (TB) terutama TB paru merupakan masalah yang terjadi tidak hanya di Negara maju namun di Negara berkembang juga. Tuberkulosis adalah pembunuh terbesar kedua setelah HIV / AIDS di seluruh dunia. Pada tahun 2013, 9 juta orang menderita TB dan 1,5 juta meninggal karena TB. Lebih dari 95 % kematian akibat TB terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. TB merupakan salah satu dari 5 penyebab kematian pada perempuan berusia 15 - 44 tahun. Pada tahun 2013, sekitar 550 000 anak menderita TB dan 80.000 anak meninggal

description

REFARAT

Transcript of TB Paru Pada Anak

9

TB PARU PADA ANAKDwi Nur Akta Fiani Syaing, Mustaring

I. PendahuluanTuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. TB Anak adalah penyakit TB yang terjadi pada anak usia 0-14 tahun. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru, tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.1,2Tuberculosis (TB) terutama TB paru merupakan masalah yang terjadi tidak hanya di Negara maju namun di Negara berkembang juga. Tuberkulosis adalah pembunuh terbesar kedua setelah HIV / AIDS di seluruh dunia. Pada tahun 2013, 9 juta orang menderita TB dan 1,5 juta meninggal karena TB. Lebih dari 95 % kematian akibat TB terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. TB merupakan salah satu dari 5 penyebab kematian pada perempuan berusia 15 - 44 tahun. Pada tahun 2013, sekitar 550 000 anak menderita TB dan 80.000 anak meninggal karena TB. Diperkirakan 37 juta jiwa diselamatkan melalui diagnosis dan pengobatan TB pada tahun 2000 sampai 2013.3,4Organisasi Kesehatan Dunia ( WHO ) memperkirakan bahwa sepertiga dari populasi dunia terinfeksi Mycobacterium tuberculosis laten. Beban terbesar infeksi TB laten ditemukan di Asia Tenggara (prevalensi,46%), wilayah Pasifik Barat (32%), Afrika (31%), dan wilayah Mediterania Timur (27%). Temuan ini berbeda dengan prevalensi infeksi TB laten di Amerika (15%) dan Eropa (14%).5Refarat ini akan membahas tentang epidemiologi, pathogenesis, diagnosis TB pada anak, penanganan TB pada anak, TB resisten, serta pencegahan TB.

II. EpidemiologiOrganisasi Kesehatan Dunia ( WHO ) memperkirakan bahwa setiap tahun anak yang menderita TB ada 6 % sampai 10 % dari semua kasus TB di seluruh dunia. Di negara-negara dengan kasus penyakit TB yang tinggi, anak yang menderita TB mencapai 40 % dari semua kasus TB baru, setengah juta anak-anak di seluruh dunia menderita TB setiap tahun, dan lebih dari 74.000 anak meninggal akibat penyakit TB setiap tahunnya. TB pada anak telah menjadi "epidemi tersembunyi" selama bertahun-tahun. Anak dengan TB sangat sulit untuk didiagnosa karena sedikitnya sumber daya dan sering tidak dilaporkannya kepada prtugas kesehatan. Banyak anak tidak bisa mengeluarkan dahak saat batuk, sehingga sulit untuk dilakukan pengujian TB. Bahkan ketika dahak dari anak tersedia sulit untuk didiagnosa, bahkan dengan menggunakan tes paling mahalpun hanya sekitar 30 % dari kasus yang dapat terdiagnosa.6Data TB anak di Indonesia menunjukkan proporsi kasus TB Anak di antara semua kasus TB pada tahun 2010 adalah 9,4%, kemudian menjadi 8,5% pada tahun 2011 dan 8,2% pada tahun 2012. Apabila dilihat data per provinsi, menunjukkan variasi proporsi dari 1,8% sampai 15,9%. Hal ini menunjukan kualitas diagnosis TB anak masih sangat bervariasi pada level provinsi. Kasus TB Anak dikelompokkan dalam kelompok umur 0-4 tahun dan 5-14 tahun, dengan jumlah kasus pada kelompok umur 5-14 tahun yang lebih tinggi dari kelompok umur 0-4 tahun. Kasus BTA positif pada TB anak tahun 2010 adalah 5,4% dari semua kasus TB anak, sedangkan tahun 2011 naik menjadi 6,3% dan tahun 2012 menjadi 6%.1Penyebab utama meningkatnya beban masalah TB antara lain adalah:1. Kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat seperti pada negara-negara yang sedang berkembang.2. Kegagalan program TB selama ini. Hal ini diakibatkan oleh:a. Tidak memadainya komitmen politik dan pendanaan. b. Tidak memadainya organisasi pelayanan TB (kurang terakses oleh masyarakat, penemuan kasus /diagnosis yang tidak standar, obat tidak terjamin penyediaannya, tidak dilakukan pemantauan, pencatatan dan pelaporan yang standar dan sebagainya). c. Tidak memadainya tatalaksana kasus (diagnosis dan paduan obat yang tidak standar, gagal menyembuhkan kasus yang telah didiagnosis).d. Salah persepsi terhadap manfaat dan efektifitas Bacillus Calmettee Guerin (BCG) .e. Infrastruktur kesehatan yang buruk pada negara-negara yang mengalami krisis ekonomi atau pergolakan masyarakat.3. Perubahan demografik karena meningkatnya penduduk dunia dan perubahan struktur umur kependudukan. 4. Dampak pandemi HIV.2Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemungkinan seorang yang terpajan dengan kuman TB menjadi terinfeksi, yaitu:1. Konsentrasi droplet-infeksius di udara. Ini dipengaruhi oleh jumlah droplet-infeksius yang dikeluarkan oleh pasien TB maupun keadaan ventilasi di area pajanan2. Lamanya pajanan tersebut terjadi.Jika seorang hidup atau tidur sekamar dengan pasien TB maka mereka mempunyai risiko besar untuk menghirup droplet yang infeksius. Hanya droplet halus yang dapat mencapai alveoli paru. Faktor antropometri, perilaku, gaya hidup orang tua, lingkungan rumah, status gizi, dan status imunitas berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat keparahan pada kejadian TB Paru Anak yang pernah berobat di RSUD W.Z; Yohannes - Kupang. Faktor kondisi sosial ekonomi keluarga tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat keparahan pada kejadian TB Paru Anak yang pernah berobat di RSUD W.Z. Yohannes - Kupang.2,7Cara Penularan: 1. Sumber penularan adalah pasien TB paru BTA positif, baik dewasa maupun anak. 2. Anak yang terkena TB tidak selalu menularkan pada orang di sekitarnya, kecuali anak tersebut BTA positif atau menderita adult type TB. 3. Faktor risiko penularan TB pada anak tergantung dari tingkat penularan, lama pajanan, daya tahan pada anak. Pasien TB dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan lebih besar daripada pasien TB dengan BTA negatif. 4. Pasien TB dengan BTA negatif masih memiliki kemungkinan menularkan penyakit TB. Tingkat penularan pasien TB BTA positif adalah 65%, pasien TB BTA negatif dengan hasil kultur positif adalah 26% sedangkan pasien TB dengan hasil kultur negatif dan foto Toraks positif adalah 17%.1III. Patogenesis Seseorang akan terinfeksi kuman TB kalau dia menghirup droplet yang mengandung kuman TB yang masih hidup dan kuman tersebut mencapai alveoli paru (catatan: Seseorang yang terinfeksi biasanya asymptomatic/tanpa gejala). Sekali kuman tersebut mencapai paru maka kuman ini akan ditangkap oleh makrofag dan selanjutnya dapat tersebar ke seluruh tubuh. Jika seorang anak terinfeksi TB, dia pasti sudah mengalami kontak cukup lama dengan orang yang menderita TB. Orang yang terinfeksi kuman TB dapat menjadi sakit TB bila kondisi daya tahan tubuhnya menurun. Sebagian dari kuman TB akan tetap tinggal dormant dan tetap hidup sampai bertahun-tahun dalam tubuh manusia. Hal ini dikenal sebagai infeksi TB laten. Paru merupakan port dentre dari 98% kasus infeksi TB. Seseorang dengan infeksi TB laten tidak mempunyai gejala TB aktif dan tidak menular.Kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang ukurannya sangat kecil (2 minggu) yang tidak sembuh dengan pengobatan baku diare.Gejala klinis pada organ yang terkena TB, tergantung jenis organ yang terkena, misalnya kelenjar limfe, susunan saraf pusat (SSP), tulang, dan kulit, adalah sebagai berikut: a. Tuberkulosis kelenjar (terbanyak di daerah leher atau regio colli): b. Pembesaran KGB multipel (>1 KGB), diameter 1 cm, konsistensi kenyal, tidak nyeri, dan kadang saling melekat atau konfluens. c. Tuberkulosis otak dan selaput otak: 1) Meningitis TB: Gejala-gejala meningitis dengan seringkali disertai gejala akibat keterlibatan saraf-saraf otak yang terkena. 2) Tuberkuloma otak: Gejala-gejala adanya lesi desak ruang. d. Tuberkulosis sistem skeletal: 1). Tulang belakang (spondilitis): Penonjolan tulang belakang (gibbus). 2). Tulang panggul (koksitis): Pincang, gangguan berjalan, atau tanda peradangan di daerah panggul. 3). Tulang lutut (gonitis): Pincang dan/atau bengkak pada lutut tanpa sebab yang jelas. 4). Tulang kaki dan tangan (spina ventosa/daktilitis). e. Skrofuloderma: Ditandai adanya ulkus disertai dengan jembatan kulit antar tepi ulkus (skin bridge). f. Tuberkulosis mata: 1). Konjungtivitis fliktenularis (conjunctivitis phlyctenularis). 2). Tuberkel koroid (hanya terlihat dengan funduskopi). g. Tuberkulosis organ-organ lainnya, misalnya peritonitis TB, TB ginjal dicurigai bila ditemukan gejala gangguan pada organ-organ tersebut tanpa sebab yang jelas dan disertai kecurigaan adanya infeksi TB.11. Pemeriksaan PenunjangDiagnosis pasti TB seperti lazimnya penyakit menular yang lain adalah dengan menemukan kuman penyebab TB yaitu kuman Mycobacterium tuberculosis pada pemeriksaan sputum, bilas lambung, cairan serebrospinal, cairan pleura ataupun biopsi jaringan. Masing-masing pendekatan diagnostik yang dijelaskan memiliki keterbatasan . Namun, ketika kombinasi klinis , radiologis , laboratorium , dan temuan histopatologis konsisten dengan diagnosis TB dan ada bukti epidemiologi paparan tuberkulosis atau bukti imunologi infeksi M. tuberculosis, mungkin merupakan diagnosis yang akuratdalam banyak kasus. 1,10Diagnosis pasti TB ditegakkan berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi yang terdiri dari beberapa cara, yaitu pemeriksaan mikroskopis apusan langsung atau biopsi jaringan untuk menemukan BTA dan pemeriksaan biakan kuman TB. Pada anak dengan gejala TB, dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan mikrobiologi. Pemeriksaan serologi yang sering digunakan tidak direkomendasikan oleh WHO untuk digunakan sebagai sarana diagnostik TB dan Direktur Jenderal BUK Kemenkes telah menerbitkan Surat Edaran pada bulan Februari 2013 tentang larangan penggunaan metode serologi untuk penegakan diagnosis TB. Pemeriksaan mikrobiologik sulit dilakukan pada anak karena sulitnya mendapatkan spesimen. Spesimen dapat berupa sputum, induksi sputum atau pemeriksaan bilas lambung selama 3 hari berturut-turut, apabila fasilitas tersedia. Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan histopatologi (PA/Patologi Anatomi) yang dapat memberikan gambaran yang khas. Pemeriksaan PA akan menunjukkan gambaran granuloma dengan nekrosis perkijuan di tengahnya dan dapat pula ditemukan gambaran sel datia langhans dan atau kuman TB.1Perkembangan terkini diagnose TBSaat ini beberapa teknologi baru telah didukung oleh WHO untuk meningkatkan ketepatan diagnosis TB anak, diantaranya pemeriksaan biakan dengan metode cepat yaitu penggunaan metode cair, molekular (LPA=Line Probe Assay) dan NAAT=Nucleic Acid Amplification Test) (misalnya Xpert MTB/RIF). Metode ini masih terbatas digunakan di semua negara karena membutuhkan biaya mahal dan persyaratan laboratorium tertentu. WHO mendukung Xpert MTB/RIF pada tahun 2010 dan telah mengeluarkan rekomendasi pada tahun 2011 untuk menggunakan Xpert MTB/RIF. Update rekomendasi WHO tahun 2013 menyatakan pemeriksaan Xpert MTB/RIF dapat digunakan untuk mendiagnosis TB MDR pada anak, dan dapat digunakan untuk mendiagnosis TB pada anak ada beberapa kondisi tertentu yaitu tersedianya teknologi ini. Saat ini data tentang penggunaan Xpert MTB/RIF masih terbatas yaitu menunjukkan hasil yang lebih baik dari pemeriksaan mikrokopis, tetapi sensitivitasnya masih lebih rendah dari pemeriksaan biakan dan diagnosis klinis, selain itu hasil Xpert MTB/RIF yang negatif tidak selalu menunjukkan anak tidak sakit TB. 1Pemeriksaan penunjang utama untuk membantu menegakkan diagnosis TB pada anak adalah membuktikan adanya infeksi yaitu dengan melakukan uji tuberkulin/mantoux test. Tuberkulin yang tersedia di Indonesia saat ini adalah PPD RT-23 2 TU dari Staten Serum Institute Denmark produksi dari Biofarma. Namun uji tuberkulin belum tersedia di semua fasilitas pelayanan kesehatan. 1Pemeriksaan penunjang lain yang cukup penting adalah pemeriksaan foto toraks. Gambaran foto toraks pada TB tidak khas karena juga dapat dijumpai pada penyakit lain. Dengan demikian pemeriksaan foto toraks saja tidak dapat digunakan untuk mendiagnosis TB, kecuali gambaran TB milier. Secara umum, gambaran radiologis yang menunjang TB adalah sebagai berikut: a. Pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrat (visualisasinya selain dengan foto toraks AP, harus disertai foto toraks lateral) b. Konsolidasi segmental/lobar c. Efusi pleura d. Milier e. Atelektasis f. Kavitas g. Kalsifikasi dengan infiltrat h. Tuberkuloma 3. Diagnosis TB pada anak dengan Sistem Skoring

Catatan: Parameter Sistem Skoring: 1. Kontak dengan pasien pasien TB BTA positif diberi skor 3 bila ada bukti tertulis hasil laboratorium BTA dari sumber penularan yang bisa diperoleh dari TB 01 atau dari hasil laboratorium. 2. Penentuan status gizi: 3. Berat badan dan panjang/ tinggi badan dinilai saat pasien datang (moment opname). 4. Dilakukan dengan parameter BB/TB atau BB/U. Penentuan status gizi untuk anak usia 5 tahun merujuk pada kurva CDC 2000 (lihat lampiran). 5. Bila BB kurang, diberikan upaya perbaikan gizi dan dievaluasi selama 1 bulan. 6. Demam (2 minggu) dan batuk (3 minggu) yang tidak membaik setelah diberikan pengobatan sesuai baku terapi di puskesmas 7. Gambaran foto toraks menunjukkan gambaran mendukung TB berupa: pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrat, atelektasis, konsolidasi segmental/lobar, milier, kalsifikasi dengan infiltrat, tuberkuloma. 1Penegakan Diagnosis 1. Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter. Apabila di fasilitas pelayanan kesehatan tersebut tidak tersedia tenaga dokter, pelimpahan wewenang terbatas dapat diberikan pada petugas kesehatan terlatih strategi DOTS untuk menegakkan diagnosis dan tatalaksana TB anak mengacu pada Pedoman Nasional. 2. Anak didiagnosis TB jika jumlah skor 6 (skor maksimal 13) 3. Anak dengan skor 6 yang diperoleh dari kontak dengan pasien BTA positif dan hasil uji tuberkulin positif, tetapi TANPA gejala klinis, maka dilakukan observasi atau diberi INH profilaksis tergantung dari umur anak tersebutFoto toraks bukan merupakan alat diagnostik utama pada TB anak 4. Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dengan gejala klinis yang meragukan, maka pasien tersebut dirujuk ke RS untuk evaluasi lebih lanjut 5. Anak dengan skor 5 yang terdiri dari kontak BTA positif dan 2 gejala klinis lain, pada fasyankes yang tidak tersedia uji tuberkulin, maka dapat didiagnosis, diterapi dan dipantau sebagai TB anak. Pemantauan dilakukan selama 2 bulan terapi awal, apabila terdapat perbaikan klinis, maka terapi OAT dilanjutkan sampai selesai. 6. Semua bayi dengan reaksi cepat (2 minggu di fase intensif atau > 2 bulan di fase lanjutan DAN menunjukkan gejala TB, beri pengobatan kembali mulai dari awal. b. Jika anak tidak minum obat