Strroke Case
-
Upload
joko-prasetio -
Category
Documents
-
view
219 -
download
0
description
Transcript of Strroke Case
Laporan Kasus
STROKE ISKEMIK
Penyusun
Rifqa Wildaini 030.07.218Laras Asia Cheria 030.10.157
Pembimbing
Dr. M. Rowi, Sp.S
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF
RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN UDARA DR. ESNAWAN ANTARIKSA
PERIODE 1 DESEMBER 2014 – 3 JANUARI 2015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
1
BAB I
LAPORAN KASUS
STATUS ILMU PENYAKIT SARAF
RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN UDARA DR. ESNAWAN ANTARIKSA
Nama : Rifqa Wildaini dan Laras Asia Cheria
NIM : 030.07.218 dan 030.10.157
Pembimbing : dr. M. Rowi, Sp.S
I. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : Ny S
No. RM :131875
Usia : 47 tahun
Jenis kelamin : Wanita
Alamat : -
Tempat/tanggal lahir : -
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Status pernikahan : Menikah
Pendidikan : -
Tangga Masuk : 1 Desember 2014
2
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis, di bangsal merpati, RSPAU pada
hari Selasa tanggal 2 Desember 2014 pukul 13.00.
Keluhan Utama:
Bicara pelo dan lemah sebelah kanan sejak 4 hari yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan bicara pelo dan lemah sejak 4
hari yang lalu. Lemah terutama pada bagian anggota gerak kanan. Selain itu,
pasien juga mengeluhkan adanya nyeri lidah terutama pada saat menelan.
Pasien sering tersedak saat makan maupun minum. Terdapat mual namun
tidak disertai dengan muntah. Pada saat dilakukan anamnesa di UGD, pasien
sulit diajak berkomunikasi. Rasa kesemutan pada sebagian tubuh
disangkal. Keluhan penglihatan penglihatan buram atau dobel,
gangguan pendengaran, penciuman saat ini disangkal. Tidak
ada riwayat trauma dalam waktu dekat. BAK lancar, riwayat
kencing berpasir disangkal, riwayat kencing berdarah disangkal, riwayat nyeri
saat BAK disangkal. BAB normal, warna kuning, riwayat BAB hitam
disangkal, riwayat BAB bercampur darah disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat hipertensi urgency (+), riwayat lemah sebelah kiri (+) 3 bulan yang
lalu, riwayat DM (-), riwayat asma (-), riwayat alergi (-), riwayat maag (-).
Riwayat Penyakit Keluarga :
Didalam keluarga pasien, tidak ada yang mengalami penyakit seperti yang
dialami pasien. Riwayat penyakit hipertensi, DM dan penyakit jantung
disangkal dalam keluarga.
Riwayat Kebiasaan :
Pasien memiliki kebiasaan senam sebelum jatuh sakit dan bukan seorang
perokok.
Riwayat Pengobatan :
3
Pasien pernah di rawat di Rumah Sakit dengan Stroke Infark pada sisi kiri 3
bulan yang lalu.
Riwayat Alergi :
Riwayat alergi obat dan makanan disangkal.
Riwayat Lingkungan :
Pasien tinggal di rumah yang tidak terlampau padat, terjaga baik
kebersihannya, pencahayaan baik, ventilasi dan saluran pembuangan baik.
Anamnesis menurut sistem :
Kulit : Pucat (-), ikterik (-).
Kepala : Mata, telinga, hidung, dan mulut tidak ada keluhan.
Leher : Nyeri menelan.
Thoraks : Sesak napas (-), nyeri dada (-), batuk (-).
Abdomen : Mual muntah (-), riwayat BAB normal.
Saluran kemih : BAK lancar, warna kuning pekat, riwayat kencing berpasir,
kencing berdarah, nyeri saat BAK disangkal.
Genitalia : Tidak ada keluhan.
Ekstremitas : Lemas pada tangan dan kaki kanan.
4
III. Pemeriksaan fisik
Keadaan Umum
1. Kesadaran : Compos mentis
2. Keadaan umum : Tampak sakit sedang
3. Tekanan darah : 180/90 mmHg
4. Nadi : 100 x/menit
5. Suhu : 36,60C
6. Pernapasan : 20 x/ menit
7. Kesan gizi : gizi baik
Status Generalis
Kepala : normosefali rambut berwarna hitam, distribusi merata, tidak kering
dan tidak mudah dicabut
Mata
- Inspeksi :
Konjungtiva anemis (-)/(-), sklera ikterik (-)/(-), sekret (-)/(-), pupil isokor
dengan diameter 3 mm/3 mm, RCL (+)/(+), RCTL (+)/(+), ptosis (-)/(-),
nistagmus (-)/(-), lagoftalmus (-)/(-)
- Palpasi : tekanan bola mata secara manual normal
Telinga, Hidung,Tenggorokan
Telinga :
- Inspeksi :
Preaurikuler : hiperemis (-)/(-)
Preaurikuler : hiperemis (-)/(-)
Postaurikuler : hiperemis (-)/(-), abses (-)/(-), massa (-)/(-)
Liang telinga : lapang, serumen (-)/(-), otorhea (-)/(-)
Hidung :
- Inspeksi : deformitas (-), kavum nasi lapang, sekret (-)/(-), deviasi septum(-)/(-),
edema (-)/(-)
- Palpasi : nyeri tekan pada sinus maksilaris (-)/(-), etmoidalis(-)/(-),frontalis(-)/(-)
5
Tenggorokan dan tongga mulut :
- Inspeksi :
Bucal : warna normal, ulkus (-)
Lidah : pergerakan simetris, plak (-)
Palatum mole dan uvula simetris pada keadaan diam dan
bergerak, arkus faring simetris, penonjolan (-)
Tonsil : T1/T1, kripta (-)/(-), detritus(-)/(-)
Dinding anterior faring licin, hiperemis (-),
Dinding posterior faring licin, hiperemis (-), post nasal drip (-)
Pursed lips breathing (-), karies gigi (-), kandidisasis oral (-)
Leher
- Inspeksi : bentuk simetris, warna normal, penonjolan vena jugularis (-), tumor
(-), retraksi suprasternal (-), tidak tampak perbesaran KGB
- Palpasi : pulsasi arteri carotis normal, perbesaran thyroid (-), posisi trakea di
tengah, KGB tidak teraba membesar
- Auskultasi : bruit (-),
Thoraks
- Paru
Inspeksi : penggunaan otot bantuan nafas (-)/(-), retraksi sela iga
(-/-), bentuk dada normal, pergerakan kedua paru simetris statis dan dinamis,
pola pernapasan normal
Palpasi : ekspansi dada simetris, vocal fremitus sama di kedua lapang
paru, pelebaran sela iga (-)/(-)
Perkusi :
Sonor di kedua lapang paru
Batas paru hati : pada garis midklavikula kanan sela iga 6,
atas paru lambung : pada garis aksilaris anterior kiri sela iga 8
Auskultasi : suara nafas vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronki (-/-)
- Jantung
Inspeksi : pulsasi ictus cordis tidak terihat
6
Palpasi : pulsasi ictus cordis teraba 2 jari lateral dari linea mid-
klavikula sinistra ICS V, thrill (-)
Perkusi : batas jantung kanan pada ICS IV 1 jari lateral lineaparasternal dek-
stra, batas jantung kiri pada ICS V 2 jari medial linea midklavikula sinistra.
Auskultasi : BJ I-II reguler normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : massa (-)
Auskultasi : BU (+) normal
Palpasi : supel, nyeri tekan epigastrium (-), massa (-)
Hepar dan lien tidak teraba
Ginjal : ballotemen (-)/(-)
Perkusi : timpani, shifting dullness (-), undulasi (-), nyeri ketok CVA (-)/(-)
Ekstremitas
Akral teraba hangat, sianosis (-), CRT < 3 detik, edema (-)/(-), deformitas (-)
Status Neurologis
1) GCSE4M6V5 : 15 kesadaran compos mentis
2) Rangsang Selaput Otak Kanan KiriKaku Kuduk : (-)
Laseque : > 70° > 70°
Kernig : > 135° > 135°
Brudzinski I : (-) (-)
Brudzinski II : (-) (-)
3) Saraf-saraf KranialisN. I : Normosmia kanan dan kiri
N.II Kanan Kiri
Melihat Warna : Baik Baik
Funduskopi : tidak dilakukan tidak dilakukan
N. III, IV, VI Kanan Kiri
Kedudukan Bola Mata : Ortoposisi Ortoposisi
7
Pergerakan Bola Mata
Ke Nasal : Baik Baik
Ke Temporal : Baik Baik
Ke Nasal Atas : Baik Baik
Ke Nasal Bawah : Baik Baik
Ke Temporal Atas : Baik Baik
Ke Temporal Bawah : Baik Baik
Eksopthalmus : (-) (-)
Nistagmus : (-) (-)
Pupil : Isokor Isokor
Bentuk : Bulat, Ø 3mm Bulat, Ø 3mm
Refleks Cahaya Langsung : (+) (+)
Refleks Cahaya Tidak Langsung : (+) (+)
Penglihatan ganda : sulit dinilai sulit dinilai
N. V Kanan Kiri
Membuka mulut : Baik Baik
Mengunyah : Sulit dinilai
Menggigit : Baik
Sensibilitas : Sulit dinilai
Refleks kornea : Tidak dilakukan
N. VII Kanan Kiri
Mengerutkan dahi : Baik Baik
Menutup mata : Baik Baik
Memperlihatkan gigi : Baik Baik
Bersiul : Baik Baik
Pengecap Lidah : Tidak dilakukan
N. VIII Kanan Kiri
8
Vestibular
Vertigo : tidak dilakukan tidak dilakukan
Nistagmus : (-) (-)
Cochlear
Tinnitus : (-) (-)
Rinner : tidak dilakukan
Weber : tidak dilakukan
Schwabach : tidak dilakukan
N. IX, X
Bagian Motorik
Suara biasa/parau/tak bersuara : biasa
Menelan : sulit
Kedudukan Arcus Pharynx : simetris
Kedudukan Uvula : simetris di tengah
Berbicara : kacau
Bagian Sensorik
Reflek Muntah (pharynx) : tidak dilakukan
N. XI Kanan Kiri
Mengangkat bahu : Baik Baik
Menoleh : Baik Baik
N. XII Kanan Kiri
Kedudukan Lidah Baik
Atrofi (-) (-)
Fasikulasi/tremor (-) (-)
4) Sistem MotorikEkstremitas Atas Proksimal Distal : 4444 5555
9
Ekstremitas Bawah Proksimal Distal : 4444 5555
5) Gerakan InvolunterTremor : (-)
Chorea : (-)
Atetose : (-)
Mioklonik : (-)
6) Trofik : eutrofi pada ke empat ekstremitas7) Tonus : normotonus pada ke empat ekstremitas8) Fungsi Cerebellar dan KoordinasiJari-Jari : Baik
Jari-Hidung : Baik
9) Fungsi LuhurAstereognosia : (-)
Apraksia : (-)
Afasia : (+)
10) Fungsi OtonomMiksi : Baik
Defekasi : Baik
Sekresi Keringat : Baik
11) Refleks-refleks Fisiologis Kanan KiriKornea : (+) (+)
Bisep : (+) (+)
Trisep : (+) (+)
Patella : (+) (+)
Achilles : (+) (+)
12) Refleks-refleks Patologis Kanan KiriHoffman Tromner : (-) (-)
Babinsky : (-) (-)
Chaddock : (-) (-)
Gordon : (-) (-)
10
Gonda : (-) (-)
Schaeffer : (-) (-)
Klonus Lutut : (-) (-)
Klonus Tumit : (-) (-)
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium
Hb : 13, 4
Leukosit : 9.300
Trombosit : 339.000
Ureum : 22
Creatinin : 0,95
GDS: 227
Pemriksaan EKG
Sinus rhytem
Pemeriksaan Radiologi: Thoraks PA
Kesan: Kardiomegali
Pemeriksaan CT scan
(terlampir)
V. DIAGNOSIS KERJA
Stroke infark berulang
Disfagia
Hiperglikemia
VI. PENATALAKSANAAN
-IVFD RL 20 tpm
-Aspilet 1x1
11
-Citicolin 3x500g
-Clopidogrel 1x75 gr
-Pasang NGT
VII. PROGNOSIS
Ad vitam: dubia ad bonam
Ad functionam: dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI STROKE
Stroke adalah suatu sindrom yang ditandai dengan gejala dan atau tanda klinis yang
berkembang dengan cepat yang berupa gangguan fungsional otak fokal maupun global secara
mendadak dan akut yang berlangsung lebih dari 24 jam yang tidak disebabkan oleh sebab lain
selain penyebab vaskuler. Definisi ini mencakup stroke akibat infark otak (stroke iskemik),
perdarahan intraserebral (PIS) non traumatic, perdarahan intraventrikuler dan beberapa kasus
perdarahan subarachnoid (PSA).
EPIDEMIOLOGI STROKE
Data di Indonesia menunjukkan terjadinya kecendrungan peningkatan insidens stroke.
Di Yogyakarta, dari hasil penelitian morbiditas di 5 rumah sakit dari 1 Januari 1991 sampai
dengan 31 Desember 1991 dilaporkan sebagai berikut : (1) angka insidensi stroke adalah
84,68 per 10.000 penduduk, (2) angka insidensi stroke wantia adalah 62,10 per 100.000
penduduk, sedangkan laki-laki 110,25 per 100.000 penduduk, (3) angka insidensi kelompok
umur 30 – 50 tahun adalah 27,36 per 100.000 penduduk, kelompok umur 51 – 70 tahun
adalah 142,37 per 100.000 penduduk; kelompok umur > 70 tahun adalah 182,09 per 100.000
penduduk, (4) proporsi stroke menurut jenis patologis adalah 74% stroke infark, 24% stroke
perdarahan intraserebral, dan 2% stroke perdarahan subarachnoid.
KLASIFIKASI STROKE
Dikenal bermacam-macam klasifikasi stroke. Semuanya berdasarkan atas gambaran
klinik, patologi anatomi, system pembuluh darah dan stadiumnya. Dasar klasifikasi yang
berbeda-beda ini perlu, sebab setiap jenis stroke mempunyai cara pengobatan, preventif dan
prognosa yang berbeda, walaupun patogenesisnya serupa. Adapun klasifikasi tersebut, antara
lain:
13
Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya:
I. Stroke Iskemik
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
b. Trombosis serebri
c. Embolia serebri
II. Stroke Hemoragik
a. Perdarahan intra serebral
b. Perdarahan subarachnoid
Berdasarkan stadium/ pertimbangan waktu:
a. Serangan iskemik sepintas/ TIA
Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran
darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam
b. RIND
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama
dari 24 jam, tetapi tidak lebih dari seminggu.
c. Progressing stroke atau stroke in evolution
Gejala neurologik yang makin lama makin berat
c. Completed stroke
Gejala klinis sudah menetap.
Berdasarkan sistem pembuluh darah:
a. Sistem Karotis
b. Sistem vertebro-basiler
FAKTOR RISIKO STROKE
Setiap orang selalu mendambakan hidup nyaman, sehat dan bebas dari berbagai
macam tekanan. Namun, keinginan tersebut tidak diimbangi dengan pola hidup yang
memadai. Pola hidup yang tidak baik tersebut dapat menyebabkan masalah kesehatan. Faktor
potensial kejadian stroke dibedakan menjadi 2 kategori besar yakni:
1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
14
Usia
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa semakin tua usia, semakin besar pula
risiko terkena stroke. Hal ini berkaitan dengan adanya proses degenerasi (penuan)
yang terjadi secara alamiah dan pada umumnya pada orang lanjut usia, pembuluh
darahnya lebih kaku oleh sebab adanya plak (atherosklerosis).
Jenis kelamin
Laki-laki memiliki risiko lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan dengan
perempuan. Hal ini diduga terkait bahwa laki-laki cenderung merokok. Rokok itu
sendiri ternyata dapat merusak lapisan dari pembuluh darah tubuh yang dapat
mengganggu aliran darah.
Herediter
Hal ini terkait dengan riwayat stroke pada keluarga. Orang dengan riwayat stroke
pada kelurga, memiliki risiko yang lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan
dengan orang tanpa riwayat stroke pada keluarganya.
Ras/etnik
Dari berbagai penelitian diyemukan bahwa ras kulit putih memiliki peluang lebih
besar untuk terkena stroke dibandingkan dengan ras kulit hitam.
2. Faktor yang dapat dimodifikasi
Hipertensi (darah tinggi)
Orang yang mempunyai tekanan darah yang tinggi memiliki peluang besar untuk
mengalami stroke. Bahkan hipertensi merupakan penyebab terbesar (etiologi) dari
kejadian stroke itu sendiri. Hal ini dikarenakan pada kasus hipertensi, dapat terjadi
gangguan aliran darah tubuh dimana diameter pembuluh darah akan mengecil
(vasokontriksi) sehingga darah yang mengalir ke otak pun akan berkurang. Dengan
pengurangan aliran darah otak (ADO) maka otak akan akan kekurangan suplai
oksigen dan juga glukosa (hipoksia), karena suplai berkurang secara terus menerus,
maka jaringan otak lama-lama akan mengalami kematian.
Penyakit jantung
Adanya penyakit jantung seperti penyakit jantung koroner, infak miokard (kematian
otot jantung) juga merupakan faktor terbesar terjadinya stroke. Seperti kita ketahui,
bahwa sentral dari aliran darah di tubuh terletak di jantung. Bilamana pusat
15
mengaturan aliran darahnya mengalami kerusakan, maka aliran darah tubuh pun akan
mengalami gangguan termasuk aliran darah yang menuju ke otak. Karena adanya
gangguan aliran, jaringan otak pun dapat mengalami kematian secara mendadak
ataupun bertahap.
Diabetes melitus
Diabetes melitus (DM) memiliki risiko untuk mengalami stroke. Hal ini terkait
dengan pembuluh darah penderita DM yang umumnya menjadi lebih kaku (tidak
lentur). Adanya peningkatan ataupun penurunan kadar glukosa darah secara tiba-tiba
juga dapat menyebabkan kematian jaringan otak.
Hiperkolesterolemia
Hiperkolesterolemia merupakan keadaan dimana kadar kolesterol didalam darah
berlebih (hiper = kelebihan). Kolesterol yang berlebih terutama jenis LDL akan
mengakibatkan terbentuknya plak/kerak pada pembuluh darah, yang akan semakin
banyak dan menumpuk sehingga dapat mengganggu aliran darah.
Obesitas
Kegemukan juga merupakan salah satu faktor risiko terjadinya stroke. Hal tersebut
terkait dengan tingginya kadar lemak dan kolesterol dalam darah pada orang dengan
obesitas, dimana biasanya kadar LDL (lemak jahat) lebih tinggi dibandingkan dengan
kadar HDLnya (lemak baik/menguntungkan).
Merokok
Berdasarkan penelitian didapatkan, bahwa orang-orang yang merokok ternyata
memiliki kadar fibrinogen darah yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang
tidak merokok. Peningkatan kadar fibrinogen ini dapat mempermudah terjadinya
penebalan pembuluh darah sehingga pembuluh darah menjadi sempit dan kaku
dengan demikian dapat menyebabkan gangguan aliran darah.
Gejala stroke iskemik
Gejala klinis stroke iskemik dapat terjadi pada lokasi yang berbeda tergantung
neuroanatomi dan vaskularisasi yang diserang, antara lain:
1. Arteri serebri anterior
16
Arteri serebri anterior merupakan arteri yang memberikan suplai darah ke area
korteks serebri parasagital, yang mencakup area korteks motorik dan sensorik untuk
anggota gerak bawah kontralateral, juga merupakan pusat inhibitoris dari kandung kemih
(pusat miksi).
Gejala yang akan timbul apabila terjadi gangguan pada aliran darah serebri anterior
adalah paralisis kontralateral dan gangguan sensorik yang mengenai anggota gerak
bawah. Selain itu, dapat pula dijumpai gangguan kendali dari miksi karena kegagalan
dalam inhibisi refleks kontraksi kandung kemih, dengan dampak terjadi miksi yang
bersifat presipitatif.
2. Arteri serebri media
Arteri serebri media merupakan arteri yang mensuplai sebagian besar dari
hemisfer serebri dan struktur subkortikal dalam, yang mencakup area divisi kortikal
superior, inferior, dan lentikolostriaka.
Gejala yang akan timbul apabila mengenai divisi kortikal superior yaitu
menimbulkan hemisensorik kontralateral dengan distribusi serupa, tetapi tanpa disertai
hemianopia homonimus. Seandainya hemisfer yang terkena adalah sisi dominan, gejala
juga akan disertai dengan afasia Brocca (afasia ekspresif) yang memiliki ciri berupa
gangguan ekspresi berbahasa. Gejala pada divisi kortikal inferior jarang terserang secara
tersendiri, dapat berupa homonimus hemianopia kontralateral, gangguan fungsi sensorik
kortikal, seperti graphestesia, stereonogsia kontralateral, gangguan pemahaman spasial,
anosognosia, gangguan identifikasi anggota gerak kontralateral, dan apraksia. Pada lesi
yang mengenai sisi dominan, maka akan terjadi pula afasia Wernicke (afasia reseptif).
Apabila stroke terjadi akibat oklusi di daerah bifurkasio atau trifurkasio (lokasi
percabangan arteri serebri media) dimana merupakan pangkal dari divisi superior dan
inferior, maka akan terjadi stroke yang berat. Dengan demikian, akan terjadi hemiparesis
dan hemisensorik kontralateral, yang lebih melibatkan wajah dan lengan dibanding kaki,
terjadi homonimus hemianopia, dan bila mengenai sisi dominan akan terjadi afasia
global (perseptif dan ekspresif).
Oklusi yang terjadi di pangkal arteri serebri media akan mengakibatkan aliran
darah ke cabang lentikulostriata terhenti dan akan terjkadi stroke yang lebih hebat.
Sebagai dampaknya, selain gabungan gejala pada oklusi di bifurkarsio atau trifurkarsio
17
seperti yang disebutkan di atas, juga akan didapatkan gejala paralisis kaki sisi
kontralateral.
3. Arteri karotis interna
Arteri karotis interna merupakan arteri yang berpangkal pada ujung arteri karotis
komunis yang membelah dua. Arteri karotis interna bercabang-cabang menjadi arteri
serebri anterior dan media, juga menjadi arteri oftalmikus yang memberikan suplai darah
ke retina.
Berat ringannya gejala yang ditimbulkan akibat oklusi arteri karotis interna
ditentukan oleh aliran kolateral yang ada. Kurang lebih sekitar 15% stroke iskemik yang
disebabkan oklusi arteri karotis interna ini akan didahului oleh gejala TIA atau gejala
gangguan penglihatan monokuler yang bersifat sementara, yang mengenai retina mata
sisi ipsilateral.
Secara keseluruhan, gejala yang muncul merupakan gabungan dari oklusi arteri
serebri media dan anterior ditambah gejala akibat oklusi arteri oftalmikus yang muncul
sebagai hemiplegia dan hemisensorik kontralateral, afasia, homonimus hemianopia, dan
gangguan penglihatan ipsilateral.
4. Arteri serebri posterior
Arteri serebri posterior merupakan cabang dari arteri basilaris yang memberikan
aliran darah ke korteks oksipital serebri, lobus temporalis medialis, talamus, dan bagian
rostral dari mesensefalon. Emboli yang berasal dari arteri basilaris dapat menyumbat
arteri ini.
Gejala yang muncul apabila terjadi oklusi pada arteri serebri posterior
menyebabkan terjadinya homonimus hemianopia yang mengenai lapangan pandang
kontralateral. Sedangkan oklusi yang terjadi pada daerah awal arteri serebri posterior
pada mesensefalon akan memberikan gejala paralisis pandangan vertikal, gangguan
nervus kranialis okulomotorik, oftalmoplagia internuklear, dan defiasi vertikal drai bola
mata.
Apabila oklusi mengenai lobus oksipital sisi hemisfer dominan, dapat terjadi
afasia anomik (kesulitan menyebutkan nama benda), aleksia tanpa agrafia (tidak dapat
membaca tanpa kesulitan menulis), agnosia visual (ketidakmampuan untuk
mengidentfikasi objek yang ada di sisi kiri), dan akibat adanya lesi di korpus kalosum
18
menyebabkan terputusnya hubungan korteks visual kanan dengan area bahasa di
hemisfer kiri. Oklusi yang mengenai kedua arteri serebri posterior (kanan dan kiri)
mengakibatkan penderita mengalami kebutaan kortikal, gangguan ingatan dan
prosopagnosia (ketidakmampuan mengenali wajah yang sebenarnya sudah dikenali).
5. Arteri basilaris
Arteri basilaris merupakan gabungan dari sepasang arteri vertebra. Cabang dari
arteri basilaris memberikan suplai darah untuk lobus oksipital, lobus temporal media,
talamus media, kapsula internal krus posterior, batang otak dan serebelum.
Gejala yang muncul akibat oklusi trombus arteri basilaris menimbulkan defisit
neurologis bilateral dengan keterlibatan beberapa cabang arteri. Trombosis basiler
mempengaruhi bagian proksimal dari arteri basilaris yang memberikan darah ke pons.
Keterlibatan sisi dorsal pons mengakibatkan gangguan pergerakan mata horizontal,
adanya nigtagmus vertikal, dan gerakan okular lainnya seperti konstriksi pupil yang
reaktif, hemiplegi yang sering disertai koma dan sindrom oklusi basiler dengan
penurunan kesadaran.
Emboli dari arteri vertebralis yang menyumbat bagian distal arteri basilaris
mengakibatkan penurunan aliran darah menuju formasio retikularis asendens di
mesensefalon dan talamus sehingga timbul penurunan kesadaran. Sedangkan emboli
yang lebih kecil dapat menyumbat lebih rostral dan pada kasus demikian, mesensefalon,
talamus, lobus temporal, dan oksipital dapat mengalami infark. Kondisi ini dapat
mengakibatkan gangguan visual (hemianopia homonim, buta kortikal), visiomotor
(gangguan gerak konvergen, paralisis penglihatan vertikal, diplopia), dan prilaku
(terutama disorientasi) abnormal tanpa gangguan motorik.
6. Cabang vertebrobasilar Sirkumferensial
Cabang sirkumferesial dari arteri vertebralis dan basilaris adalah arteri sereberalis
inferior posterior, sereberalis inferior anterior, dan sereberalis superior.
Gejala yang terjadi akibat oklusi arteri sereberalis inferior posterior
mengakibatkan sindrom medular lateral (Wallenberg’s syndrome). Sindrom ini dapat
disertai ataksia sereberalis ipsilateral, sindrom Horner, defisif sensoris wajah,
hemihipertesi alternan, nistagmus, vertigo, mual muntah, disfagia, disartria, dan cegukan.
Oklusi arteri sereberalis inferior anterior akan mengakibatkan infark sisi lateral dari
19
kaudal pons dan menimbulkan sindrom klinis seperti paresis otot wajah, kelumpuhan
pandangan, ketulian, dan tinitus. Oklusi arteri sereberalis superior akan mengakibatkan
sindrom lateral rostral pons yang menyerupai lesi dengan disertai adanya optokinetik
nistagmus atau skew deviation.
7. Cabang vertebrobasiler paramedian
Cabang arteri paramedian memberi aliran darah sisi medial batang otak mulai
dari permukaan ventral hingga dasar ventrikel IV. Struktur pada regio ini meliputi sisi
medial pedunkulus sereberi, jaras sensorik, nukleus rubra, formasio retikularis, nukleus
kranialis (N.III, N. IV, N.VI, N.XII).
Gejala yang diakibatkan oleh oklusi arteri ini tergantung dimana oklusi terjadi.
Oklusi pada mesensefalon menimbulkan paresis nervus okulomotor (N.III) ipsilateral
disertai ataksia. Paresis nervus abdusen (N.VI) dan nervus fasialis (N.VII) ipsilateral
terjadi pada lesi daerah pons, sedang paresis nervus hipoglosus (N.XII) terjadi jika letak
lesi setinggi medula oblongata. Manifestasi klinis dapat berupa koma apabila lesi
melibatkan kedua sisi batang otak.
8. Cabang vertebrobasilar basalis
Percabangan ini berasal dari arteri sirkumferensial yang memasuki sisi vertebral
batang otak dan memberi aliran darah jaras motorik batang otak. Gejala yang
ditimbulkan akibat oklusi arteri basilaris yaitu hemiparesis kontralateral, dan apabila
nervus kranialis (N.III, N.VI, N.VII) terkena terjadilah paresis nervus kranialis
ipsilateral.
9. Infark lakunar
Infark lakunar sering terjadi pada nukleus dalam dari otak (putamen 37%, talamus
14%, nukleus kaudatus 10%, pons 26%, kapsula interna krus posterior 10%). Terdapat 4
macam sindrom infark lakunar yaitu hemiparesis murni, stroke sensorik murni,
hemiparesis ataksik, dan sindroma dysarthria-clumsy hand.
PATOFISIOLOGI STROKE ISKEMIK
20
Stroke iskemik ialah stroke yang disebabkan oleh penyumbatan lumen pembuluh
darah otak dan paling sering disebabkan oleh trombus dan embolus.
Trombosis
Trombosis merupakan penyebab stroke yang paling sering. Biasanya ada kaitan
dengan kerusakan lokal dinding pembuluh darah akibat aterosklerosis.
Stary I lesion: permukaan endotel mengekspresikan suatu molekul adhesi yaitu
molekul selektin E dan selektin P, menarik lebih banyak lagi sel polimorfonuklear dan
monosit pada ruang subendotel.
Stary II lesion: makrofag mulai memfagosit sejumlah besar LDL (fatty streak)
Stary III lesion: karena proses terus berlanjut makrofag pada akhirnya berubah
menjadi sel foam (foam cell).
Stary IV lesion: akumulasi lipid di ruang ekstrasel dan mulai bersatu untuk
membentuk suatu inti lipid.
Stary V lesion: sel otot polos dan fibroblas berpindah membentuk fibroateroma
dengan di dalamnya terdapat inti lipid dan lapisan luarnya tertutupi suatu fibrosa
(fibrous cap)
Stary VI lesion: ruptur fibrous cap menyebabkan timbulnya trombosis.
Stary VII and VIII lesions: lesi stabil, berubah menjadi fibrokalsifikasi (Stary VII
lesion) dan akhir terjadi lesi fibrosis dengan banyak kolagen didalamnya (Stary VIII
lesion)
Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada lapisan intima arteria besar.
Bagian intima arteria serebri menjadi tipis dan berserabut, sedangkan sel-sel ototnya
menghilang. Lamina elastika interna robek dan berjumbai, sehingga lumen pembuluh
sebagian terisi oleh materi sklerotik tersebut.
Plak cenderung terbentuk pada percabangan atau tempat-tempat yang melengkung.
Hilangnya intima akan membuat jaringan ikat terpapar. Trombosit menempel pada
permukaan yang terbuka sehingga permukaan dinding pembuluh darah menjadi kasar.
Trombosit akan melepaskan enzim, adenosin difosfat yang mengawali mekanisme koagulasi.
21
Sumbat fibrinotrombosit dapat terlepas dan membentuk emboli atau dapat tetap tinggal di
tempat dan akhirnya seluruh arteria itu akan tersumbat dengan sempurna.
Emboli
Sumber embolisasi dapat terletak di arteri karotis atau vertebralis, akan tetapi dapat
juga di jantung dan sistem vaskular sistemik
1) Embolus yang dilepaskan oleh arteria karotis atau arteria vertebralis, dapat
berasal dari plak aterosklerotik atau dari trombus yang melekat pada intima
arteri.
2) Embolisasi kardiogenik
a. Penyakit jantung dengan “shunt” yang menghubungkan bagian kanan
dengan bagian kiri atrium atau ventrikel.
b. Penyakit jantung reumatoid akut atau menahun yang meninggalkan
gangguan pada katup mitralis
c. Fibrilasi atrium
d. Infark kordis akut
3) Embolisasi akibat gangguan sistemik
a. Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru
b. Embolisasi lemak dan udara atau gas N
Pengurangan aliran darah yang disebabkan oleh sumbatan atau sebab lain, akan
menyebabkan iskemia di suatu daerah otak. Terdapatnya kolateral di daerah sekitarnya
disertai mekanisme kompensasi fokal berupa vasodilatasi, memungkinkan terjadinya
beberapa keadaan berikut:
a. Pada sumbatan kecil, terjadi daerah iskemia dalam waktu singkat dapat
dikompensasi dengan mekanisme kolateral dan vasodilatasi lokal. Secara
klinis gejala yang timbul adalah transient iscemic attack (TIA), yang timbul
dapat berupa hemiparesis sepintas atau amnesia umum sepintas, yaitu selama
< 24 jam.
b. Bila sumbatan agak besar, daerah iskemia lebih luas. Penurunan cerebral
blood flow (CBF) regional lebih besar, tetapi dengan mekanisme kompensasi
masih mampu memulihkan fungsi neurologik dalam waktu beberapa hari
22
sampai dengan 2 minggu. Mungkin pada pemeriksaan klinik ada sedikit
gangguan. Keadaan ini secara klinik disebut RIND (Reversibel Ischemic
Neurologic Deficit).
c. Sumbatan yang cukup besar menyebabkan daerah iskemia yang luas sehingga
mekanisme kolateral dan kompensasi tidak dapat mengatasinya. Dalam
keadaaan ini timbul defisit neurologis yang berlanjut.
Pada iskemia otak yang luas, tampak daerah yang tidak homogen akibat perbedaan
tingkat iskemia, yang terdiri dari 3 lapisan area yang berbeda:
1. Lapisan inti yang sangat iskemik (ischemic-core) terlihat sangat pucat karena
CBF-nya paling rendah. Tampak degenerasi neuron, pelebaran pembuluh darah
tanpa adanya aliran darah. Kadar asam laktat didaerah ini tinggi dengan PO2 yang
rendah. Daerah ini akan mengalami nekrosis.
2. Daerah disekitar ischemic core yang CBF-nya juga rendah, tetapi masih lebih
tinggi daripada CBF di ischemic core. Walaupun sel-sel neuron tidak sampai mati,
fungsi sel terhenti, dan terjadi function paralysis. Pada daerah ini PO2 rendah,
PCO2 tinggi dan kadar asam laktat meningkat. Tentu saja terdapat kerusakan
neuron dalam berbagai tingkat, edema jaringan akibat bendungan dengan dilatasi
pembuluh darah dan jaringan berwarna pucat. Disebut sebagai ischemic
penumbra. Daerah ini masih mungkin diselamatkan dengan resusitasi dan
manajemen yang tepat.
3. Daerah disekiling penumbra tampak berwarna kemerahan dan edema. Pembuluh
darah mengalami dilatasi maksimal, PCO2 dan PO2 tinggi dan kolateral maksimal.
Pada daerah ini CBF sangat meninggi sehingga disebut sebagai daerah dengan
perfusi berlebihan (luxury perfusion) karena melebihi kebutuhan metabolik,
sebagai akibat mekanisme sistem kolateral yang mencoba mengatasi keadaan
iskemia.
DIAGNOSIS
a. Definisi stroke (WHO, 1986; PERDOSSI, 1999) adalah tanda-tanda klinis yang
berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal, global, dengan gejala-gejala
yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau menyebabkan kematian, tanpa
adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler
23
b. Diagnosis stroke ditegakkan berdasarkan temuan klinis.
c. CT Scan kepala tanpa kontras merupakan pemeriksaan baku emas untuk perdarahan
di otak.
Bila tidak memungkinkan, dapat dilakukan CT Scan maka dapat digunakan :
Algoritme Stroke Gajah Mada
Djunaedi Stroke Score
Siriraj Stroke Score:
(2,5 x derajat kesadaran) + (2 x vomitus) + (2 x nyeri kepala)+(0,1 x tekanan
diastolik) + (3 x petanda ateroma) -12
keterangan:
derajat kesadaran : 0 kompos mentis; 1 somnolen; 2 sopor/koma
vomitus : 0 tidak ada; 1 ada
nyeri kepala : 0 tidak ada; 1 ada
ateroma : 0 tidak ada; 1 salah satu atau lebih: DM, angina, penyakit pembuluh
darah
d. Pungsi lumbal dapat dilakukan bila ada indikasi khusus
e. MRI dilakukan untuk menentukan lesi patologik stroke lebih tajam.
f. Neurosonografi untuk mendeteksi stenosis pebuluh darah ekstrakranial dan
intrakranial dalam membantu evaluasi diagnostik, etiologik, terapeutik, dan
prognostik.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Penanganan stroke akut memerlukan pemeriksaan kondisi yang mengiringi stroke sehingga
hasilnya bermanfaat untuk menentukan antisipasinya.
a. Laboratorium :
1. Pemeriksaan DPL, LED, hitung trombosit, masa perdarahan, masa pembekuan.
2. Gula darah dan profil lipid
3. Ureum, kreatinin, asam urat, fungsi hati, dan urin lengkap
4. Bila perlu pemeriksaan gas darah dengan elektrolit (Natrium, Kalium)
24
b. Rontgen Toraks
c. Elektrokardiografi
Pemeriksaan Penunjang Khusus Atas Dasar Indikasi Dan Fasilitas
Pada kasus stroke yang tidak spesifik atau dengan indikasi pengobatan khusus, perlu suatu
eksplorasi lebih lanjut serta evaluasi khusus.
a. Bila ada dugaan gangguan faal hemostasis :
i. Dilakukan pemeriksaan masa protrombin, APTT, fibrinogen, D-dimer, protein C
dan S, dan agregasi trombosit.
ii. Bila perlu AT III, ACA, homosistein, dan lain-lain.
b. Pemeriksaan lain bila ada dugaan (Lues, HIV, TBC, autoimun, dll)
c. Ekokardiografi transtorakal dam atau transesofageal dilakukan untuk mengetahui
adanya vegetasi emboli di jantung dan aorta proksimal.
d. Angiografi serebral, DSA, MRA, atau CT Scan-Angiografi (AVM, aneurisma, plak
karotis, dan lain-lain)
e. SPECT untuk menilai reperfusi hasil pengobatan, tidak direkomendasikan untuk
pemakaian rutin kasus stroke.
f. EEG dilakukan atas dasar indikasi antara lain, kejang dan enarterektomi karotis
PENATALAKSANAAN STROKE ISKEMIK
a. Terapi umum
Bebaskan jalan napas
Menilai pernapasan
Stabilisasi sirkulasi penting untuk perfusi organ-organ tubuh yang adekuat
b. Terapi khusus
Reperfusi
o Antitrombotik (antiplatelet: aspirin, dipiridamol, tiklopidin, klopidogrel,
cilostazol, dan antikoagulan: heparin, LMWH, warfarin)
Pemberian aspirin dengan dosis awal 325 mg dalam 24-48 jam setelah onset
stroke dianjurkan untuk setiap stroke iskemi akut.
25
Pemberian antikoagulan tidak dilakukan sampai ada hasil pemeriksaan
imaging memastikan tidak ada perdarahan intrakranial. Terhadap penderita
yang mendapat pengobatan antikoagulan perlu dilakukan monitor kadar
antikoagulan
o Hemoreologik: pentoksifilin
o rtPA
Neuroproteksi: citicholin, pirasetam, nimodipin
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Mansjoer, Arif, Suprohaita, dkk. Kapita Selekta Kedokteran jilid 2. Ed III. Fakultas
Kedokteran UI: Media Aesculapius.hal 17
2. Adams and Victor’s. Principles of Neurology. 8th ed. Ropper AH, Brown RH
3. PERDOSI. Standar Pelayanan Medis (SPM) dan Standar Prosedur Operasional
(SPO) Neurologi.2006.
4. RSCM. PANDUAN PELAYANAN MEDIS DEPARTEMEN NEUROLOGI.2005.
5. Misbach, Jusuf. STROKE. Aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen. Fakultas Ke-
dokteran Universitas Indonesia.
6. Baehr, M and Frotscher,M. DUUS Topical Diagnosisin Neurology. 4th
edition.USA :Thieme;2005.
7. Richard S.S. Neuroanatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. 5th ed. EGC:
Jakarta, 2007
8. Lumbantombing, SM. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2004.
27