STATUS PASIEN hipertiroid.docx

35
STATUS PASIEN ILMU PENYAKIT DALAM IDENTITAS PASIEN Nama Pasien : Ny.N Umur : 22 tahun Alamat : Undar andir, Kragilan Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam Suku : Jawa Ruang Rawat : Cempaka Tanggal Masuk RS : 07/10/2014 A. ANAMNESA 1. Keluhan utama : Jantung berdebar-debar 2. Keluhan tambahan : Mencret Sesak Terdapat benjolan di leher 3. Riwayat penyakit sekarang : Pasien datang ke RSUD Serang dengan keluhan jantung berdebar-debar sejak 2 hari yang lalu. Sesak dirasakan oleh pasien sejak 2 hari yang lalu Pada leher pasien terdapat benjolan berukuran 5 cm x 5 cm, berkonsistensi kenyal, jika dipegang tidak terasa sakit sejak 10 hari yang lalu.. Pasien mengatakan jika menelan terasa Kepanitraan Ilmu Penyakit Dalam RSUD Serang 1 | Page

Transcript of STATUS PASIEN hipertiroid.docx

Page 1: STATUS PASIEN hipertiroid.docx

STATUS PASIENILMU PENYAKIT DALAM

IDENTITAS PASIEN

Nama Pasien : Ny.N

Umur : 22 tahun

Alamat : Undar andir, Kragilan

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Suku : Jawa

Ruang Rawat : Cempaka

Tanggal Masuk RS : 07/10/2014

A. ANAMNESA1. Keluhan utama :

Jantung berdebar-debar

2. Keluhan tambahan : Mencret Sesak Terdapat benjolan di leher

3. Riwayat penyakit sekarang :Pasien datang ke RSUD Serang dengan keluhan jantung berdebar-debar sejak 2 hari yang lalu. Sesak dirasakan oleh pasien sejak 2 hari yang lalu Pada leher pasien terdapat benjolan berukuran 5 cm x 5 cm, berkonsistensi kenyal, jika dipegang tidak terasa sakit sejak 10 hari yang lalu.. Pasien mengatakan jika menelan terasa sakit. Pasien juga mengalami mencret sejak 1 hari yang lalu sebanyak 5 kali dalam sehari.

4. Riwayat penyakit dahulu : Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama disangkal. Riwayat penyakit darah tinggi disangkal. Riwayat penyakit jantung sebelumnya disangkal. Riwayat kencing manis disangkal. Riwayat penyakit pernapasan (asthma) disangkal.

Kepanitraan Ilmu Penyakit Dalam RSUD Serang 1 | P a g e

Page 2: STATUS PASIEN hipertiroid.docx

Riwayat sakit ginjal disangkal.

5. Riwayat penyakit keluarga Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama disangkal. Riwayat keluarga penyakit hipertensi disangkal. Riwayat keluarga penyakit diabetes mellitus disangkal. Riwayat keluarga penyakit asma disangkal. Riwayat keluarga penyakit maag disangkal. Riwayat keluarga penyakit jantung disangkal. Riwayat keluarga penyakit paru sebelumnya disangkal. Riwayat keluarga penyakit ginjal disangkal. Riwayat keluarga alergi obat disangkal.

B. STATUS GENERALIS1. Kesadaran : Compos Mentis2. Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang3. Tekanan darah : 120/70 mmHg4. Nadi : 8/ x/menit regular5. Suhu : 36,2°C di axilla6. Pernapasan : 24 x/menit 7. Berat Badan : 48 kg8. Tinggi Badan : 156 cm9. IMT : 48/(1,56)2 = 19,75 (Normal)

C. PEMERIKSAAN FISIK KULIT

1. Warna : Kecoklatan2. Jaringan parut : Tidak ada3. Pertumbuhan rambut : Normal4. Suhu raba : Febris5. Lapisan lemak : Kurang6. Eloresensi : -7. Pigmentasi : -8. Pelebaran PD : Tidak ada9. Keringat : Umum10. Kelembapan : Biasa11. Turgor : Cukup12. Ikterus : Tidak ada13. Edema : Tidak ada

Kepanitraan Ilmu Penyakit Dalam RSUD Serang 2 | P a g e

Page 3: STATUS PASIEN hipertiroid.docx

KEPALA1. Bentuk : Normocephal2. Posisi : Simetris3. Penonjolan : Tidak ada

MATA1. Exophthalmus : Tidak ada2. Enoptashalmus : Tidak ada3. Edema kelopak : Tidak ada4. Konjunggtiva anemis : -/-5. Sklera ikterik : -/-6. Refleks : L (+/+) TL (+/+)

TELINGA1. Pendengaran : Baik2. Membran timpani : TAK3. Darah : Tidak ada4. Cairan : Tidak ada

MULUT1. Bau pernapasan : Tercium bau pernapasan2. Trismus : Tidak ada3. Faring : Dalam batas normal4. Lidah : Tidak deviasi5. Uvula : Tidak deviasi6. Tonsil : T1-T1

LEHER1. Trakea : Tidak deviasi2. Kelenjar tiroid : Membesar3. Kelenjar limfe : Tidak membesar

PARU-PARU1. Inspeksi : Bentuk dan ukuran normal, pergerakan nafas

dalam keadaan statis dan dinamis simetris kanan dan kiri

2. Palpasi : Fremitus taktil kanan dan kiri normal, fremitus vocal kanan dan kiri normal.

3. Perkusi : terdengar sonor di seluruh lapang paru4. Auskultasi : Suara vesikuler(+/+); Rhonki (-/-);Wheezing (-/-)

Kepanitraan Ilmu Penyakit Dalam RSUD Serang 3 | P a g e

Page 4: STATUS PASIEN hipertiroid.docx

JANTUNG1. Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak2. Palpasi : Iktus cordis teraba3. Perkusi :

Batas kanan Linea parasternalis dextra ICS 4 Batas kiri Linea Midclavicula sinistra ICS 4. Batas atas jantung Linea parasternalis sinistra ICS 2

4. Auskultasi : Bunyi jantung I-II Normal, reguler ; gallop (-); Murmur (-)

ABDOMEN1. Inspeksi : Datar2. Auskultasi : Bising usus (+) normal3. Perkusi : Timpani di seluruh kuadran abdomen4. Palpasi : Nyeri tekan (+) di bagian ulu hati

Hepar dan lien tidak teraba

EKSTREMITASLengan Kanan KiriTonus otot Normal NormalMassa otot Normal NormalSendi Normal NormalGerakan Normal NormalKekuatan 5 5

Tungkai dan kaki Kanan KiriTonus otot Normal NormalMassa otot Normal NormalSendi Normal NormalGerakan Normal NormalKekuatan 5 5Edema - -Luka - -Varises - -

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan Laboratorium Hematologi

Hematologi (07/10/14)

Kepanitraan Ilmu Penyakit Dalam RSUD Serang 4 | P a g e

Page 5: STATUS PASIEN hipertiroid.docx

- Hemoglobin : 13,3 g/dl- Hematokrit : 39,9 %- Leukosit : 11.280 ul- Thrombosit : 400.000 ul- GDS : 93- TSH : 0,1- T4 : 300

E. RESUMEPasien datang ke RSUD Serang dengan keluhan jantung berdebar-debar sejak 2 hari yang

lalu. Sesak dirasakan oleh pasien sejak 2 hari yang lalu Pada leher pasien terdapat benjolan berukuran 5 cm x 5 cm, berkonsistensi kenyal, jika dipegang tidak terasa sakit sejak 10 hari yang lalu.. Pasien juga mengalami mencret sejak 1 hari yang lalu sebanyak 5 kali dalam sehari.

F. DIAGNOSIS KERJAHipertiroid

G. DIAGNOSIS BANDING

H.PENGKAJIAN MASALAHHipertiroid atas dasar:

• Pasien datang ke RSUD Serang dengan keluhan jantung berdebar-debar.

• Pada leher terdapat benjolan berukuran 5 cm x 5cm

• Pemeriksaan T4 : 300

I. PEMERIKSAAN ANJURANPemeriksaan

J. TATALAKSANA Penatalaksanaan

o O2 4 lpm

o IVFD NS 1 Kolf/ 24 jam

o Tirozol 1x10 mg

o Propanolol 3x10 mg

K. PROGNOSIS Ad vitam : dubia ad bonam

Kepanitraan Ilmu Penyakit Dalam RSUD Serang 5 | P a g e

Page 6: STATUS PASIEN hipertiroid.docx

Ad functionam : dubia ad bonam

L. FOLLOW UPFollow up 09/10/14 Terapi

S/ Sesak berkurangO/ KU: Sedang KS: Composmentis TD: 130/80 N : 84 R : 20 T : 36,5Mata : Ca -/-, SI -/-Leher: kel. Tiroid membesarCor : S1S2 reg, m-, G-Pulmo: Ves +/+, Rh -/-, wh -/-Abd : Akral hangat, edema - - - -

• IVFD Ringer lactat 20 tpm• PTU tab 3x1• Propanolol 3x1 tab•

Follow up 10/10/14 TerapiS/ Tidak ada keluhanO/ KU: Sedang KS: Composmentis TD: 120/70 N : 82 R : 35 T : 37,8Mata : Ca -/-, SI -/-Cor : S1S2 reg, m-, G-Pulmo: Ves +/+, Rh -/-, wh -/-Abd : Akral hangat, edema - - - -

• IVFD Ringer lactat 20 tpm• PTU tab 3x1• Propanolol 3x1 tab•

TINJAUAN PUSTAKA

Kepanitraan Ilmu Penyakit Dalam RSUD Serang 6 | P a g e

Page 7: STATUS PASIEN hipertiroid.docx

1. Definisi , epidemiologi dan etiologi hipertiroid

Penyakit hipertiroidism merupakan bentuk tiroktoksikosis yang paling sering dijumpai dalam praktek sehari-hari. Dapat terjadi pada semua umur, sering ditemukan pada perempuan dari pada laki-laki. Tanda dan gejala penyakit hipertiroid yang paling mudah dikenali ialah adanya struma (hipertrofi dan hiperplasia difus), tirotoksikosis (hipersekresi kelenjar tiroid/ hipertiroidisme) dan sering disertai oftalmopati, dan disertai dermopati meskipun jarang.

Patogenesis penyakit hipertiroid sampai sejauh ini belum diketahui secara pasti. Diduga faktor genetik dan lingkungan ikut berperan dalam mekanisme tersebut. Berdasarkan ciri-ciri penyakitnya, penyakit Graves’ dikelompokkan ke dalam penyakit autoimun, antara lain dengan ditemukannya antibodi terhadap reseptor TSH (Thyrotropin Stimulating Hormone - Receptor Antibody /TSHR-Ab) dengan kadar bervariasi. Pada penyakit Graves’, limfosit T mengalami perangsangan terhadap antigen yang berada didalam kelenjar tiroid yang selanjutnya akan merangsang limfosit B untuk mensintesis antibodi terhadap antigen tersebut. Antibodi yang disintesis akan bereaksi dengan reseptor TSH didalam membran sel tiroid sehingga akan merangsang pertumbuhan dan fungsi sel tiroid, dikenal dengan TSH-R antibodi. Adanya antibodi didalam sirkulasi darah mempunyai korelasi yang erat dengan aktivitas dan kekambuhan penyakit. Mekanisme autoimunitas merupakan faktor penting dalam patogenesis terjadinya hipertiroidisme, oftalmopati, dan dermopati pada penyakit Graves’. Sampai saat ini dikenal ada 3 autoantigen utama terhadap kelenjar tiroid yaitu tiroglobulin (Tg), thyroidal peroxidase (TPO) dan TSH reseptor (TSH-R). Disamping itu terdapat pula suatu protein dengan BM 64 kiloDalton pada permukaan membran sel tiroid dan sel-sel orbita yang diduga berperan dalam proses terjadinya perubahan kandungan orbita dan kelenjar tiroid penderitapenyakitGraves’. Sel-sel tiroid mempunyai kemampuan bereaksi dengan antigen diatas dan bila terangsang oleh pengaruh sitokin (seperti interferon gamma) akan mengekspresikan molekul-molekul permukaan sel kelas II (MHC kelas II, seperti DR4) untuk mempresentasikan antigen pada limfosit T.

Kepanitraan Ilmu Penyakit Dalam RSUD Serang 7 | P a g e

Page 8: STATUS PASIEN hipertiroid.docx

Gambar.2.1. Patogenesis penyakit Graves’

Faktor genetik berperan penting dalam proses otoimun, antara lain HLA-B8 dan HLA-DR3 pada ras kaukasia, HLA-Bw46 dan HLA-B5 pada ras cina dan HLA-B17 pada orang kulit hitam. Faktor lingkungan juga ikut berperan dalam patogenesis penyakit tiroid autoimun seperti penyakit Graves’. Virus yang menginfeksi sel-sel tiroid manusia akan merangsang ekspresi DR4 pada permukaan sel-sel folikel tiroid, diduga sebagai akibat pengaruh sitokin (terutama interferon alfa). Infeksi basil gram negatif Yersinia enterocolitica, yang menyebabkan enterocolitis kronis, diduga mempunyai reaksi silang dengan autoantigen kelenjar tiroid.

Antibodi terhadap Yersinia enterocolitica terbukti dapat bereaksi silang dengan TSH-R antibodi pada membran sel tiroid yang dapat mencetuskan episode akut penyakit Graves’. Asupan yodium yang tinggi dapat meningkatkan kadar iodinated immunoglobulin yang bersifat lebih imunogenik sehingga meningkatkan kecenderungan untuk terjadinya penyakit tiroid autoimun. Dosis terapeutik dari lithium yang sering digunakan dalam pengobatan psikosa manik depresif, dapat pula mempengaruhi fungsi sel limfosit T suppressor sehingga dapat menimbulkan penyakit tiroid autoimun. Faktor stres juga diduga dapat mencetuskan episode akut penyakit Graves’, namun sampai saat ini belum ada hipotesis dugaan yang memperkuat tersebut. Terjadinya opthtalmopati Graves’ melibatkan limfosit sitotoksik (killer cells) dan antibodi sitotoksik lain yang terangsang akibat adanya antigen yang berhubungan dengan tiroglobulin

Kepanitraan Ilmu Penyakit Dalam RSUD Serang 8 | P a g e

Page 9: STATUS PASIEN hipertiroid.docx

atau TSH-R pada fibroblast, otot-otot bola mata dan jaringan tiroid. Sitokin yang terbentuk dari limfosit akan menyebabkan inflamasi fibroblast dan miositis orbita, sehingga menyebabkan pembengkakan otot-otot bola mata, proptosis dan diplopia.

Dermopati Graves’ (miksedema pretibial) juga terjadi akibat stimulasi sitokin didalam jaringan fibroblast didaerah pretibial yang akan menyebabkan terjadinya akumulasi glikosaminoglikans. Hormon tiroid mempengaruhi hampir seluruh sistem pada tubuh, termasuk pada pertumbuhan dan perkembangan, fungsi otot, fungsi Sistem Syaraf Simpatik, Sistem Kardiovaskular dan metabolisme karbohidrat. Homorn tiroid dapat mempengaruhi metabolisme karbohidrat baik pada kadar hormon yang meningkat (hipertiroid) ataupun menurun (hipotiroid). Penyakit Graves’ merupakan penyebab paling umum hipertiroidisme.

Sekitar 60% hipertiroidism disebabkan oleh penyakt Graves’. Tirotoksikosis dengan sendirinya adalah diabetogenik. Variabel intoleransi glukosa dapat terjadi hingga 50% dari pasien tirotoksokosis dengan kejadian diabetes terjadi pada 2-3%, ketika hipertiroid terjadi pada individu normal. Perubahan metabolik mungkin terjadi sebagai akibat dari hipertiroidisme dan berkontribusi terhadap penurunan kontrol glikemik. Meskipun resiko terjadinya diabetes melitus hanya berkisar 2-3% pada individu yang menderita hipertiroidisme namun jika ini dijumpai akan mempengaruhi dan menyebabkan sulitnya mengontrol glukosa darah oleh karena dua kondisi metabolik yang terjadi secara bersamaan. Berbagai perubahan metabolisme dapat terjadi selama kondisi hipertiroid dan hal ini dapat mempengaruhi status glukosa darah. Perubahan-perubahan tersebut diantaranya adalah pada kondisi hipertiroid, waktu pengosongan lambung menjadi lebih cepat. Absorpsi glukosa pada saluran cerna juga ikut meningkat termasuk aliran darah di vena portal.

Ketika beberapa studi menunjukkan bahwa penurunan sekresi insulin bisa terjadi pada kondisi hipertiroid, studi-studi lainnya melaporkan level insulin baik diperifer dan sirkulasi portal justru normal atau meningkat. Sebenarnya kondisi ini bisa tertutupi oleh karena adanya sekresi insulin yang meningkat termasuk juga degradasi dari insulin tersebut. Pada hipertiroid insulin clearen meningkat hingga 40%. Kondisi yang berlama-lama dari gangguan fungsi tiroid ini juga akan menyebabkan gangguan fungsi dari sel beta sehingga akan menurunkan produksi insulin oleh pankreas dan respon insulin terhadap glukosa.

Produksi glukosa endogenous meningkat dengan beberapa mekanisme

Meningkatnya prekursor glukoneogenik dalam bentuk laktat, glutamin dan alanin dari otot rangka dan gliserol dari jaringan lemak. Meningkatnya konsentrasi free fatty acid (FFA) plasma yang bisa menstimulasi hepatik

glukoneogenesis. Meningkatnya glikogenolisis oleh karena inhibisi dari sintesa glikogen Upregulasi dari protein transporter glukosa atau GLUT-2 pada membran plasma hepatosit Meningkatnya sekresi dan efek glukagon serta adrenalin terhadap sel-sel hati

Kepanitraan Ilmu Penyakit Dalam RSUD Serang 9 | P a g e

Page 10: STATUS PASIEN hipertiroid.docx

Gambar.2.2 Pengeluaran hormon tiroid pada berbagai sistem organ pada penyakit Graves’

Penggunaan glukosa di jaringan adiposa meningkat pada pasien hipertiroid ini dibuktikan melalui percobaan isolasi jaringan adiposa dari tikus dan pasien hipertiroid menunjukkan sensitifitas dari transpor glukosa dan penggunaannya terhadap insulin yang normal, meningkat atau menurun.

Variabilitas hasil ini mungkin sebagai reflek terhadap perbedaan regional pada jaringan adiposa yang terisolasi. Peningkatan ambilan glukosa dan pembentukan laktat terhadap oksidasi glukosa dan proses penyimpanan pada kondisi hipertiroid. Kondisi ini disebabkan karena meningkatnya insulin basal, stimulasi GLUT1, GLUT4, meningkatnya respon glikogenolisis terhadap stimulasi beta adenergik, meningkatnya aktivitas heksokinase dan fosfofruktokinase serta menurunnya sensitifitas sintesa glikogen terhadap insulin.

Kepanitraan Ilmu Penyakit Dalam RSUD Serang 10 | P a g e

Page 11: STATUS PASIEN hipertiroid.docx

Gambar 2.3 Pengaruh pengeluaran hormon tiroid di otot pada penyakit Graves’.

Sampai saat ini belum ada didapatkan angka yang pasti insidensi dan prevalensi penyakit Graves’ di Indonesia. Sementara di Amerika Serikat Sebuah studi yang dilakukan di Olmstead Country Minnesota diperkirakan kejadian kira-kira 30 kasus per 100.000 orang per tahun . Prevalensi tirotoksikosis pada ibu adalah sekitar 1 kasus per 500 orang. Di antara penyebab tirotoksikosis spontan, penyakit Graves’ adalah yang paling umum . Penyakit Graves’ merupakan 60-90% dari semua penyebab tirotoksikosis di berbagai daerah di dunia. Dalam Studi Wickham di Britania Raya, dilaporkan 100-200 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Insidensi pada wanita di Inggris telah dilaporkan 80 kasus per 100.000 orang per tahun. Pada populasi umum prevalensi gangguan fungsi hormon tiroid diperkirakan 6%.

Wengjun Li dkk (2010) dari Fakultas Kedokteran Universitas Shanghai- Cina, meneliti tentang hubungan penyakit Graves’ dan Resistensi insulin (RI), pada 27 subjek penyakit Graves’ terjadi gangguan metabolisme glukosa sebesar 63,0 % dengan RI 44,4 %. Chih H C dkk (2011) dari Divisi endokrin dan metabolik, bagian Penyakit Dalam, Kaohsiung Veterans General Hospital, Kaohsiung-Taiwan meneliti tentang RI pada pasien hipertiroidism sebelum dan sesudah pengobatan hipertiroid dan dijumpai adanya perbaikan RI pada pasien yang mendapat pengobatan selama 3-7 bulan (Journal of Thyroid Research 2011).

2. Klasifikasi

Hipertiroidisme dapat timbul spontan atau akibat asupan hormon tiroid yang berlebihan. Terdapat dua tipe hipertiroidisme spontan yang paling sering dijumpai yaitu penyakit Graves dan goiter nodular toksik. Pada penyakit Graves terdapat dua kelompok gambaran utama yaitu

Kepanitraan Ilmu Penyakit Dalam RSUD Serang 11 | P a g e

Page 12: STATUS PASIEN hipertiroid.docx

tiroidal dan ekstratiroidal, dan keduanya mungkin tak tampak. Ciri-ciri tiroidal berupa goiter akibat hiperplasia kelenjar tiroid, dan hipertiroidisme akibat sekresi hormon tiroid yang berlebihan. Pasien mengeluh lelah, gemetar, tidak tahan panas, keringat semakin banyak bila panas, kulit lembab, berat badan menurun, sering disertai dengan nafsu makan yang meningkat, palpitasi dan takikardi, diare, dan kelemahan serta atropi otot. Manifestasi ekstratiroidal oftalmopati ditandai dengan mata melotot, fisura palpebra melebar, kedipan berkurang, lig lag, dan kegagalan konvergensi. Goiter nodular toksik, lebih sering ditemukan pada pasien lanjut usia sebagai komplikasi goiter nodular kronik, manifestasinya lebih ringan dari penyakit Graves (Schteingart, 2006).

3. Gambaran Klinis

Pada penyakit Graves’ terdapat dua kelompok gambaran utama yaitu tiroidal dan ekstratiroidal yang keduanya mungkin tidak tampak. Ciri-ciri tiroidal berupa goiter akibat hiperplasia kelenjar tiroid dan hipertiroidisme akibat sekresi hormon tiroid yang berlebihan. Gejala-gejala hipertiroidisme berupa manifestasi hipermetabolisme dan aktifitas simpatis yang berlebihan.

Pasien mengeluh lelah, gemetar, tidak tahan panas, keringat semakin banyak bila panas, kulit lembab, berat badan menurun walaupun nafsu makan meningkat, palpitasi, takikardi, diare dan kelemahan serta atrofi otot. Manifestasi ekstratiroidal berupa oftalmopati dan infiltrasi kulit lokal yang biasanya terbatas pada tungkai bawah. Oftalmopati yang ditemukan pada 50% sampai 80% pasien ditandai dengan mata melotot, fissura palpebra melebar, kedipan berkurang, lid lag (keterlambatan kelopak mata dalam mengikuti gerakan mata) dan kegagalan konvergensi. Gambaran klinik klasik dari penyakit Graves’ antara lain adalah tri tunggal hipertitoidisme, goiter difus dan eksoftalmus.

Pada penderita yang berusia lebih muda, manifestasi klinis yang umum ditemukan antara lain palpitasi, nervous, mudah capek, hiperkinesia, diare, berkeringat banyak, tidak tahan panas dan lebih senang cuaca dingin. Pada wanita muda gejala utama penyakit Graves’ dapat berupa amenore atau infertilitas. Pada anak-anak, terjadi peningkatan pertumbuhan dan percepatan proses pematangan tulang. Sedangkan pada penderita usia tua ( > 60 tahun ), manifestasi klinis yang lebih mencolok terutama adalah manifestasi kardiovaskuler dan miopati, ditandai dengan adanya palpitasi, dyspnea d’effort, tremor, nervous dan penurunan berat badan.

4. Pemeriksaan Penunjang

T4 Serum

Tes yang paling sering dilakukan adalah penentuan T4 serum dengan teknik

radioimmunoassay atau peningkatan kompetitif. Kisaran T4 dalam serum yang normal

berada diantara 4,5 dan 11,5 mg/dl (58,5 hingga 150 nmol/L). T4 terikat terutama dengan

Kepanitraan Ilmu Penyakit Dalam RSUD Serang 12 | P a g e

Page 13: STATUS PASIEN hipertiroid.docx

TBG dan prealbumin : T3 terikat lebih longgar. T4 normalnya terikat dengan protein.

Setiap factor yang mengubah protein pangikat ini juga akan mengubah kadar T4

T3 Serum

T3 serum mengukur kandungan T3 bebas dan terikat, atau total T3 total, dalam

serum. Sekresinya terjadi sebagai respon terhadap sekresi TSH dan T4. Meskipun kadar

T3 dan T4 serum umumnya meningkat atau menurun secara bersama-sama, namun kadar

T4 tampaknya merupakan tanda yang akurat untuk menunjukan adanya hipertiroidisme,

yang menyebabkan kenaikan kadar T4 lebih besar daripada kadar T3. Batas-batas normal

untuk T3 serum adalah 70 hingga 220 mg/dl (1,15 hingga 3,10 nmol/L)

Tes T3 Ambilan Resin

Tes T3 ambilan resin merupakan pemeriksaan untuk mengukur secara tidak

langsung kaar TBG tidak-jenuh. Tujuannya adalah untuk menentukan jumlah hormone

tiroid yang terikat dengan TBG dan jumlah tempat pengikatan yang ada. Pemeriksaan

ini, menghasilkan indeks jumlah hormone tiroid yang sudah ada dalam sirkulasi darah

pasien. Normalnya, TBG tidak sepenuhnya jenuh dengan hormone tiroid dan masih

terdapat tempat-tempat kosong untuk mengikat T3 berlabel-radioiodium, yang

ditambahkan ke dalam specimen darah pasien. Nilai ambilan T3 yang normal adalah

25% hingga 35% yang menunjukan bahwa kurang lebih sepertiga dari tempat yang ada

paa TBG sudah ditempati oleh hormone tiroid. Jika jumlah tempat kosong rendah,

seperti pada hipertiroidisme, maka ambilan T3 lebih besar dari 35%

Tes TSH (Thyroid Stimulating Hormone)

Sekresi T3 dan T4 oleh kelenjar tiroid dikendalikan hormone stimulasi tiroid (TSH

atau tirotropin) dari kelenjar hipofisis anterior. Pengukuran konsentrasi TSH serum

sangat penting artinya dalam menegakkan diagnosis serta penatalaksanaan kelainan

tiroid dan untuk membedakan kelainan yang disebabkan oleh penyakit pada kelenjar

tiroid sendiri dengan kelainan yang disebabkan oleh penyakit pada hipofisis atau

hipotalamus.kadar TSH dapat diukur dengan assay radioimunometrik, nilai normal

dengan assay generasi ketiga, berkisar dari 0,02 hingga 5,0 μU/ml.

Kepanitraan Ilmu Penyakit Dalam RSUD Serang 13 | P a g e

Page 14: STATUS PASIEN hipertiroid.docx

Kadar TSH sensitif dan dapat dipercaya sebagai indikator fungsi tiroid. Kadar

akan berada dibawah normal pada pasien dengan peningkatan autonom pada fungsi

tiroid (penyakit graves, hiperfungsi nodul tiroid).

Tes Thyrotropin Releasing Hormone

Tes Stimulasi TRH merupakan cara langsung untuk memeriksa cadangan TSH di

hipofisis dan akan sangat berguna apabila hasil tes T3 dan T4 tidak dapat dianalisa.

Pasien diminta berpuasa pada malam harinya. Tiga puluh menit sebelum dan sesudah

penyuntikan TRH secara intravena, sampel darah diambil untuk mengukur kadar TSH.

Sebelum tes dilakukan, kepada pasien harus diingatkan bahwa penyuntikan TRH secara

intravena dapat menyebabkan kemerahan pasa wajah yang bersifat temporer, mual,

atau keinginan untuk buang air kecil.

Tiroglobulin

Tiroglobulin merupakan precursor untuk T3 dan T4 dapat diukur kadarnya dalam

serum dengan hasil yang bisa diandalkan melalui pemeriksaaan radioimmunoassay.

Faktor-faktor yang meningkatkan atau menurunkan aktivitas kelenjar tiroid dan sekresi

T3 serta T4 memiliki efek yang serupa terhadap sintesis dan sekresi tiroglobulin. Kadar

tiroglobulin meningkat pada karsinoma tiroid, hipertiroidisme dan tiroiditis subakut.

Kadar tiroglobulin juga dapat akan meningkat pada keadaan fisiologik normal seperti

kehamilan.

Ambilan Iodium Radioaktif

Tes ambilan iodium radioaktif dilakukan untuk mengukur kecepatan pengambilan

iodium oleh kelenjar tiroid. Kepada pasien disuntikan atau radionuklida lainnya dengan

dosis tracer, dan pengukuran pada tiroid dilakukan dengan alat pencacah skintilas

(scintillation counter) yang akan mendeteksi serta menghitung sinar gamma yang

dilepaskan dari hasil penguraian dalam kelenjar tiroid.

Tes ini mengukur proporsi dosis iodium radioaktif yang diberikan yang terdapat

dalam kelenjar tiroid pada waktu tertentu sesudah pemberiannya. Tes ambilan iodium-

radioaktif merupakan pemeriksaan sederhana dan memberikan hasil yang dapat

Kepanitraan Ilmu Penyakit Dalam RSUD Serang 14 | P a g e

Page 15: STATUS PASIEN hipertiroid.docx

diandalkan.Penderita hipertiroidisme akan mengalami penumpukan dalam proporsi

yang tinggi (mencapai 90% pada sebagian pasien).

Pemindai Radio atau Pemindai Skintilasi Tiroid

Serupa dengan tes ambilan iodium radioaktif dalam pemindaian tiroid digunakan

alat detector skintilasi dengan focus kuat yang digerakkan maju mundur dalam suatu

rangkaian jalur parallel dan secara progresif kemudian digerakkan kebawah. Pada saat

yang bersamaan, alat pencetak merekam suatu tanda ketika telah tercapai suatu jumlah

hitungan yang ditentukan sebelumnya.

Teknik ini akan menghasilkan gambar visual yang menentukan lokasi

radioaktivitas di daerah yang dipindai. Meskipun I131 merupakan isotop yang paling

sering digunakan, beberapa isotop iodium lainnya yang mencakup Tc9m (sodium

pertechnetate) dan isotop radioaktif lainnya (thalium serta americum) digunakan di

beberapa laboratorium karena sifat-sifat fisik dan biokimianya memungkinkan untuk

pemberian radiasi dengan dosis rendah.

Pemindaian sangat membantu dalam menemukan lokasi, ukuran, bentuk dan

fungsi anatomic kelenjar tiroid. Khususnya jaringan tiroid tersebut terletak substernal

atau berukuran besar. Identifikasi daerah yang mengalami peningkatn fungsi (hot area)

atau penurunan fungsi (cold area) dapat membantu dalam menegakkan diagnosis.

Meskipun sebagian besar daerah yang mengalami penurunan fungsi tidak menunjukkan

kelainan malignitas, defisiensi fungsi akan meningkatknya kemungkinan terjadinya

keganasan terutama jika hanya terdapat satu daerah yang tidak berfungsi.

Pemindaian terhadap keseluruhan tubuh (whole body CT scan) yang diperlukan

untuk memperoleh profil seluruh tubuh dapat dilakukan untuk mencari metastasis

malignitas pada kelenjar tiroid yang masih berfungsi.

▪ Bentuk cold area

Bentuk cold area yang berupa moth eaten appearance mencurigakan keganasan.

- Hubungan cold area dengan daerah sekitarnya.

Cold area dengan distribusi jodium yang tidak merata lebih cenderung untuk kelainan

metabolik, terutama bila lobus tiroid yang kontralateral untuk membesar.

Kepanitraan Ilmu Penyakit Dalam RSUD Serang 15 | P a g e

Page 16: STATUS PASIEN hipertiroid.docx

- Hubungan cold area dengan unsur jenis kelamin

Cold area pada laki-laki usia tua dan anak-anak lebih menambah kecurigaan akan

keganasan.

Hal-hal yang dapat menyebabkan cold area :

- Kista.

- Hematom.

- Struma adenomatosa.

- Perdarahan.

- Radang.

- Keganasan.

- Defek kongenital.

Hal-hal yang dpat menyebabkan hot area :

- Struma adenomatosa.

- Adenoma toksik.

- Radang.

- Keganasan.

Ultrasonografi

Pemeriksaan ini dapat membantu membedakan kelainan kistik atau solid pada

tiroid. Kelainan solid lebih sering disebabkan keganasan dibanding dengan kelainan

kistik. Tetapi kelainan kistikpun dapat disebabkan keganasan meskipun

kemungkinannya lebih kecil.

Pemeriksaan radiologik di daerah leher

Karsinoma tiroid kadang-kadang disertai perkapuran. Ini sebagai tanda yang

boleh dipegang.

Pemeriksaan Penunjang

Kepanitraan Ilmu Penyakit Dalam RSUD Serang 16 | P a g e

Page 17: STATUS PASIEN hipertiroid.docx

1. Pemeriksaan kadar kalsitonin (untuk pasien dengan kecurigaan karsinoma medulle.

2. Biopsi jarum halus

3. Pemeriksaan sidik tiroid.

Dengan penggunaan yodium bila nodul menangkap yodium tersebut kurang dari

tiroid normal disebut nodul dingin. Bila sama afinitasnya disebut nodul hangat. Kalau

lebih banyak menangkap yodium disebut nodul panas. Sebagian besar karsinoma

tiroid termasuk nodul dingin

4. Radiologis untuk mencari metastasis

5. Histopatologi.

Masih merupakan pemeriksaan diagnostik utama. Untuk kasus inoperable,

jaringan diambil dengan biopsi insisi.

5. Diagnosis

Untuk mendiagnosis penyakit ini harus dilakukan beberapa pemeriksaan seperti pemeriksaan fisik dan tes darah laboratorium untuk melihat kadar hormon T3, T4 dan THS. Jika kadar hormon tiroid tinggi dan kadar hormon THS rendah, hal ini mengindikasikan kelenjar tiroid terlalu aktif yang disebabkan oleh adanya suatu penyakit. Bisa juga dideteksi dengan menggunakan scan tiroid yang menggunakan sinar X-ray untuk melihat kelenjar tiroid setelah menggunakan iodin radioaktif melalui mulut (Bararah, 2009).

Untuk mendiagnosis hipertiroid bisa menggunakan Indeks Wayne seperti terlihat pada tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Indeks Wayne

No. Gejala Yang Baru Timbul Dan Atau Bertambah Berat Nilai

Sesak saat kerja +1

Berdebar +2

Kepanitraan Ilmu Penyakit Dalam RSUD Serang 17 | P a g e

Page 18: STATUS PASIEN hipertiroid.docx

Kelelahan +3

Suka udara panas -5

Suka udara dingin +5

Keringat berlebihan +3

Gugup +2

Nafsu makan naik +3

Nafsu makan turun -3

Berat badan naik -3

Berat badan turun +3

No Tanda Ada Tidak

1. Tyroid Teraba +3 -3

2. Bising Tyroid +2 -2

3. Exoptalmus +2 -

4. Kelopak Mata Tertinggal Gerak Bola Mata +1 -

5. Hiperkinetik +4 -2

6. Tremor Jari +1 -

7. Tangan Panas +2 -2

8. Tangan Basah +1 -1

9 Fibrilasi Atrial +4 -

10. Nadi Teratur

<80 x/menit

80-90 x/menit

-

-

-3

-

Kepanitraan Ilmu Penyakit Dalam RSUD Serang 18 | P a g e

Page 19: STATUS PASIEN hipertiroid.docx

>90 x/menit +3 -

Hipertiroid : ≥ 20

Eutiroid:  11 - 18

Hipotiroid: <11

(Sumber: Anonim, 2011)

6. Diagnosis Banding

Karena adanya kemiripan secara anatomis dari kelenjar tiroid, trakea, laring, dan esofagus, pertumbuhan yang abnormal dapat menyebabkan berbagai sindrom. Fungsi tiroid dapat normal(nontoxic goiter), berlebih (toxic goiter) atau kurang aktif (hypothyroid goiter).

1. TNG (Toxic Nodular Goiter)TNG merupakan keadaan dimana kelenjar tiroid terjadi pembesaran dengan bentuk nodul tiroid atau dengan kata lain terjadi hipersekresi hormon-hormon tiroid yang menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid yang bernodul-nodul. Gejala-gejalanya adalah

a. Intoleransi panasb. Lemasc. Tremord. Penurunan berat badane. Nafsu makan bertambahf. Gondokg. Takikardia

2. Goiter, Diffuse ToxicDalam diffuse toxic giter, kelenjar tiroid dapat memproduksi hormon tiroid secara berlebihan. Ini akan mempercepat metabolisme hampir di seluruh organ. Gejalanya yang utama adalah gondok itu sendiri. Gejalanya dapat muncul dalam minggu, bulan bahkan tahun. Gejalanya dapat multisistemik namun dapat juga hanya menyerang satu organ sehingga menimbulkan kesalahan dalam diagnosis.Pada orang lansia, gejalanya dapat berupa penurunan berat badan, atrial fibrillation (cardiac), atau apathy (depresi).Gejala yang dapat muncul

Hipermetabolisme-penurunan berat badan dengan nafsu makan yang baik, intolerani panas, berkeringat, lemas, osteoporosis

Hiperadrenergic-palpitasi, tremor, insmonia Gynecomastica, sedikit menstruasi, penurunan konsentrasi, fatiquw Goiter-bisa ringan sampai parah, bisa muncul kesulitan menelan

Kepanitraan Ilmu Penyakit Dalam RSUD Serang 19 | P a g e

Page 20: STATUS PASIEN hipertiroid.docx

Oculopathy Dekompensasi organ- Atrial fibrillation, congestive heart failure, penyakit kuning

3. Thyroid Papillary CarcinomaBentuk ganas pada kelenjar tiroid. Sangat jarang terjadi, namun apabila terjadi dapat menyebabkan hiperfungsi hormon-hormon tiroid sehingga sekresinya berlebihan di dalam darah menyebabkan tirotoksikosis dan hipertiroid.

4. Macro and Micro Pituitary AdenomaTumor jinak pada hipofisis. Apabila tumor lebih dari 10 mm disebut sebagai makroadenoma , dan bila kurang dari 10mm disebut mikroadenoma. Epidemiologi adenoma hipofisis lebih sering terjadi dibandingkan karsinoma hipofisis. Baik mikro maupun makro adenoma , keduanya sama-sama menyebabkan hiperfungsi kelenjar hipofisis, seperti :

a.       Hipersekresi ACTH --> Cushing Syndromeb.      Hipersekresi GH --> Akromegalic.       Hipersekresi TSH --> yang menyebabkan hipertiroid (sebagai diagnosis banding pada penyakit hipertiroid)d.      Ketidakseimbangan sekresi Gonadotropin dan Estrogen menyebabkan amenorhea pada wanita.

7. Graves DiseasePenyakit Graves, yang disebabkan oleh suatu aktivitas yang berlebihan dari kelenjar tiroid, adalah penyebab yang paling umum dari hipertiroid. Pada kondisi ini, kelenjar tiroid biasanya adalah pengkhianat, yang berarti ia telah kehilangan kemampuannya untuk merespon pada kontrol yang normal oleh kelenjar pituitari via TSH. Penyakit Graves adalah penyakit yang disebabkan karena turunan/diwariskan(15%) dan karena imunologi (50%). Penyakit ini lima kali lebih umum diantara wanita-wanita daripada pria-pria. Penyakit Graves diperkirakan adalah suatu penyakit autoimun, dan antibodi-antibodi yang adalah karakteristik-karakteristik dari penyakit ini mungkin ditemukan dalam darah. Antibodi-antibodi ini termasuk thyroid stimulating immunoglobulin (TSI antibodies), thyroid peroxidase antibodies (TPO), dan antibodi-antibodi reseptor TSH. Pencetus-pencetus untuk penyakit Grave termasuk:

stres merokok radiasi pada leher obat-obatan dan organisme-organisme yang menyebabkan infeksi seperti virus-virus.

.

Penyakit Grave' mungkin berhubungan dengan penyakit mata (Graves' ophthalmopathy) dan luka-luka kulit (dermopathy). Ophthalmopathy dapat terjadi sebelum, sesudah, atau pada saat

Kepanitraan Ilmu Penyakit Dalam RSUD Serang 20 | P a g e

Page 21: STATUS PASIEN hipertiroid.docx

yang sama dengan hipertiroid. Pada awalnya, ia mungkin menyebabkan kepekaan terhadap cahaya dan suatu perasaan dari "ada pasir didalam mata-mata". Mata-mata mungkin menonjol keluar dan penglihatan ganda (dobel) dapat terjadi. Derajat dari ophthalmopathy diperburuk pada mereka yang merokok. Jalannya penyakit mata seringkali tidak tergantung dari penyakit tiroid, dan terapi steroid mungkin perlu untuk mengontrol peradangan yang menyebabkan ophthalmopathy. Sebagai tambahan, intervensi secara operasi mungkin diperlukan. Kondisi kulit (dermopathy) adalah jarang dan menyebabkan suatu ruam kulit yang tanpa sakit, merah, tidak halus yang tampak pada muka dari kaki-kaki.

7. Pengobatan.

Walaupun mekanisme autoimun merupakan faktor utama yang berperan dalam patogenesis terjadinya sindrom penyakit Graves’, namun penatalaksanaannya terutama ditujukan untuk mengontrol keadaan hipertiroidisme. Sampai saat ini dikenal ada tiga jenis pengobatan terhadap hipertiroidisme akibat penyakit Graves’, yaitu: Obat anti tiroid, pembedahan dan terapi yodium radioaktif. Pilihan pengobatan tergantung pada beberapa hal antara lain berat ringannya tirotoksikosis, usia pasien, besarnya struma, ketersediaan obat antitiroid dan respon atau reaksi terhadapnya serta penyakit lain yang menyertainya.

Obat Antitiroid: Golongan Tionamid

Terdapat 2 kelas obat golongan tionamid, yaitu tiourasil dan imidazol. Tiourasil dipasarkan dengan nama propiltiourasil (PTU) dan imidazol dipasarkan dengan nama metimazol dan karbimazol. Obat golongan tionamid lain yang baru beredar ialah tiamazol yang isinya sama dengan metimazol. Obat golongan tionamid mempunyai efek intra dan ekstratiroid. tetapi umumnya dosis PTU dimulai dengan 3 x 100-200 mg/hari dan metimazol/tiamazol dimulai dengan 20-40 mg/hari dosis terbagi untuk 3-6 minggu pertama. Setelah periode ini dosis dapat diturunkan atau dinaikkan sesuai respons klinis dan biokimia.

Apabila respons pengobatan baik, dosis dapat diturunkan sampai dosis terkecil PTU 50 mg/hari dan metimazol/ tiamazol 5-10 mg/hari yang masih dapat mempertahankan keadaan klinis eutiroid dan kadar T4 bebas dalam batas normal. Bila dengan dosis awal belum memberikan efek perbaikan klinis dan biokimia, dosis dapat di naikkan bertahap sampai dosis maksimal, tentu dengan memperhatikan faktor-faktor penyebab lainnya seperti ketaatan pasien minum obat, aktivitas fisis dan psikis. Meskipun jarang terjadi, harus diwaspadai kemungkinan timbulnya efek samping, yaitu agranulositosis (metimazol mempunyai efek samping agranulositosis yang lebih kecil), Mekanisme aksi intratiroid yang utama ialah mencegah/mengurangi biosintesis hormon tiroid T3 dan T4, dengan cara menghambat oksidasi dan organifikasi iodium, menghambat coupling iodotirosin, mengubah struktur molekul tiroglobulin dan menghambat sintesis tiroglobulin. Sedangkan mekanisme aksi ekstratiroid yang utama ialah menghambat konversi T4 menjadi T3 di jaringan perifer (hanya PTU, tidak pada metimazol). Atas dasar kemampuan menghambat konversi T4 ke T3 ini, PTU lebih dipilih

Kepanitraan Ilmu Penyakit Dalam RSUD Serang 21 | P a g e

Page 22: STATUS PASIEN hipertiroid.docx

dalam pengobatan krisis tiroid yang memerlukan penurunan segera hormon tiroid di perifer. Sedangkan kelebihan metimazol adalah efek penghambatan biosintesis hormon lebih panjang dibanding PTU, sehingga dapat diberikan sebagai dosisi tunggal. Belum ada kesesuaian pendapat diantara para ahli mengenai dosis dan jangka waktu pengobatan yang optimal dengan OAT.

Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa obat-obat anti tiroid (PTU dan methimazole) diberikan sampai terjadi remisi spontan, yang biasanya dapat berlangsung selama 6 bulan sampai 15 tahun setelah pengobatan. Untuk mencegah terjadinya kekambuhan maka pemberian obat-obat antitiroid biasanya diawali dengan dosis tinggi. Bila telah terjadi keadaan eutiroid secara klinis, diberikan dosis pemeliharaan (dosis kecil diberikan secara tunggal pagi hari).

Regimen umum terdiri dari pemberian PTU dengan dosis awal 100-150 mg setiap 6 jam. Setelah 4-8 minggu, dosis dikurangi menjadi 50-200 mg, 1 atau2 kali sehari. Propiltiourasil mempunyai kelebihan dibandingkan methimazole karena dapat menghambat konversi T4 menjadi T3, sehingga efektif dalam penurunan kadar hormon secara cepat pada fase akut dari penyakit Graves’. Methimazole mempunyai masa kerja yang lama sehingga dapat diberikan dosis tunggal sekali sehari. Terapi dimulai dengan dosis methimazole 40 mg setiap pagi selama 1-2 bulan, dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 5-20 mg perhari. Ada juga pendapat ahli yang menyebutkan bahwa besarnya dosis tergantung pada beratnya tampilan klinis, gangguan fungsi hati, lupus like syndrome, yang dapat terjadi dalam beberapa bulan pertama pengobatan. Agranulositosis merupakan efek samping yang berat sehingga perlu penghentian terapi dengan Obat Anti Tiroid dan dipertimbangkan untuk terapi alternatif yaitu yodium radioaktif. Agranulositosis biasanya ditandai dengan demam dan sariawan, dimana untuk mencegah infeksi perlu diberikan antibiotika.

Efek samping lain yang jarang terjadi namun perlu penghentian terapi dengan Obat Anti Tiroid antara lain Ikterus Kholestatik, Angioneurotic edema, Hepatocellular toxicity dan Arthralgia Akut. Untuk mengantisipasi timbulnya efek samping tersebut, sebelum memulai terapi perlu pemeriksaan laboratorium dasar termasuk leukosit darah dan tes fungsi hati, dan diulang kembali pada bulan-bulan pertama setelah terapi. Bila ditemukan efek samping, penghentian penggunaan obat tersebut akan memperbaiki kembali fungsi yang terganggu, dan selanjutnya dipilih modalitas pengobatan yang lain seperti I atau operasi. Bila timbul efek samping yang lebih ringan seperti pruritus, dapat dicoba diganti dengan obat jenis yang lain, misalnya dari PTU ke metimazol atau sebaliknya.

Evaluasi pengobatan perlu dilakukan secara teratur mengingat penyakit Graves’ adalah penyakit autoimun yang tidak bisa dipastikan kapan akan terjadi remisi. Evaluasi pengobatan paling tidak dilakukan sekali/bulan untuk menilai perkembangan klinis dan biokimia guna menentukan dosis obat selanjutnya. Dosis dinaikkan dan diturunkan sesuai respons hingga dosis tertentu yang dapat mencapai keadaan eutiroid. Kemudian dosis diturunkan perlahan hingga dosis terkecil yang masih mampu mempertahankan keadaan eutiroid, dan kemudian evaluasi dilakukan tiap 3 bulan hingga tercapai remisi.

Kepanitraan Ilmu Penyakit Dalam RSUD Serang 22 | P a g e

Page 23: STATUS PASIEN hipertiroid.docx

PG dan Kehamilan

Angka kejadian PG dengan kehamilan ± 0,2%. Selama kehamilan biasanya PG mengalami remisi, dan eksaserbasi setelah melahirkan. Dalam pengobatan, yodium radioaktif merupakan kontraindikasi karena pada bayi dapat terjadi hipotiroidi yang ireversibel. Penggunaan propranolol masih kontroversiil. Beberapa peneliti memberikan propranolol pada kehamilan, dengan dosis 40 mg 4 kali sehari tanpa menimbulkan gangguan pada proses kelahiran, tanda-tanda teratogenesis dan gangguan fungsi tiroid dari bayi yang baru dilahirkan. Tetapi beberapa peneliti lain mendapatkan gejala-gejala proses kelahiran yang terlambat, terganggunya pertumbuhan bayi intra uterin, plasenta yang kecil, hipoglikemi dan bradikardi pada bayi yang baru lahir.

Umumnya propranolol diberikan pada wanita hamil dengan hipertiroidi dalam waktu kurang dari 2 minggu bilamana dipersiapkan untuk tindakan operatif. Pengobatan yang dianjurkan hanya pemberian obat antitiroid dan pembedahan. Untuk menentukan pilihan tergantung faktor pengelola maupun kondisi penderita. PTU merupakan obat antitiroid yang digunakan, pemberian dosis sebaiknya serendah mungkin. Bila terjadi efek hipotiroidi pada bayi, pemberian hormon tiroid tambahan pada ibu tidak bermanfaat mengingat hormon tiroid kurang menembus plasenta.

Pembedahan dilakukan bila dengan pemberian obat antitiroid tidak mungkin. Sebaiknya pembedahan ditunda sampai trimester I kehamilan untuk mencegah terjadinya abortus spontan.

Eksoftalmus

Pengobatan hipertiroidi diduga mempengaruhi derajat pengembangan eksoflmus. Selain itu pada eksoftalmus dapat diberikan terapi a.l. : istirahat dengan berbaring terlentang, kepala lebih tinggi; mencegah mata tidak kering dengan salep mata atau larutan metil selulose 5%; menghindari iritasi mata dengan kacamata hitam; dan tindakan operasi; dalam keadaan yang berat bisa diberikan prednison peroral tiap hari.

Krisis tiroid

Krisis tiroid merupakan suatu keadaan tirotoksikosis yang sekonyong-konyong menjadi hebat dan disertai adanya panas badan, delirium, takikardi, dehidrasi berat dan dapat dicetuskan oleh antara lain : infeksi dan tindakan pembedahan.

Prinsip pengelolaan hampir sama, yakni mengendalikan tirotoksikosis dan mengatasi komplikasi yang teijadi. Untuk mengendalikan tirotoksikosis dapat digunakan terapi kombinasi dengan dosis tinggi misalnya PTU 300 mg tiap 6 jam, KJ 10 tetes tiap 6 jam, propranolol 80 mg tiap 6 jam (IV 2 — 4 mg tiap 4 jam) dan dapat diberikan glukokortikoid (hidrokortison 300

Kepanitraan Ilmu Penyakit Dalam RSUD Serang 23 | P a g e

Page 24: STATUS PASIEN hipertiroid.docx

mg). Sedangkan untuk mengatasi komplikasinya tergantung kondisi penderita dan gejala yang ada. Tindakan hams secepatnya karena angka kematian penderita ini cukup besar.

8. Prognosis

Dubia ad bonam. Mortalitas krisis tiroid dengan pengobatan adekuat adalah 10-15% (Rani., et.al.,2006).

Individu dengan tes fungsi tiroid normal-tinggi, hipertiroidisme subklinis, dan hipertiroidisme klinis akan meningkatkan risiko atrium fibrilasi. Hipertiroidisme juga berhubungan dengan peningkatan risiko gagal jantung (6% dari pasien), yang mungkin menjadi sekunder untuk atrium fibrilasi atau takikardia yang dimediasi cardiomyopathy.Gagal jantung biasanya reversibel bila hipertiroidisme diterapi. Pasien dengan hipertiroidisme juga berisiko untuk hipertensi paru sekunder peningkatan cardiac output dan penurunan resistensi vaskuler paru. Pada pasien dengan penyakit jantung yang sudah ada sebelumnya, hipertiroidisme meningkatkan risiko kematian (rasio hazard [HR] = 1,57), dan bahkan mungkin pada pasien tanpa jantung. Hal ini juga meningkatkan risiko stroke iskemik (HR = 1,44) antara dewasa usia 18 sampai 44 years. Hipertiroidisme tidak diobati juga berpengaruh terhadap kepadatan mineral tulang yang rendah dan meningkatkan risiko fraktur pinggul (Gandhour and Reust, 2011).

Kepanitraan Ilmu Penyakit Dalam RSUD Serang 24 | P a g e

Page 25: STATUS PASIEN hipertiroid.docx

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim, 2010. Hyperthyroidism (Overacting thyroid). http://www.mayoclinic.com (Diakses tanggal 19 Mei 2011).

2. Anonim, 2012. Hyperthyroidism. National Endocrine and Metabolic Diseases Information Service. http://www.endocrine.niddk.nih.gov (Diakses tanggal 18 Mei 2012)

3. Anonim, 2012. Penuntun Skills Lab Gangguan Hormon dan Metabolismenya. Tim Pelaksana Skills Lab. FK Universitas Andalas: Padang.

4. Bararah, V.F., 2009. Waspadai Gejala Hipertiroid Pada Wanita. www.healthdetik.com(Diakses tanggal 18 Mei 2012)

5. Djokomoeljanto, R. 2009. Kelenjar Tiroid, Hipotiroidisme, Hipertiroidisme. Dalam Aru, W.S., Bambang, S., Idrus, A., Marcellus, S.K., Siti, S. Editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing. Hal: 1993-2008.

6. Gandhour, A., Reust, C. 2011. Hyperthyroidisme: A Stepwise Approach to Management. The Journal of Family Practice Vol. 60, No. 07: 388-395

7. Guyton, 1991. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Edisi revisi. Department of Physiologi and Biophysics. Mississippi.

8. Lee, S.L., Ananthankrisnan, S., Ziel, S.H., Talavera, S., Griffing, G.T., 2011. Hyperthyroidism.http://emedicine.medscape.com (Diakses tanggal 19 Mei 2012). 

9. Norman, J. 2010. Diagnosing Hyperthyroidism: Overactivity of the Thyroid Gland.www.endocrineweb.com (Diakses tanggal 22 Juni 2012).

10. Paulev, P.E., 2011. Thyroid Hormones and Disorders. www.zuniv.net (Diakses tanggal 22 Juni 2012)

11. Rani, A.A., Soegondo, S., Nasir, A.U.Z., Wijaya, I.P., Nafrialdi., Mansjoer, A (Editors)., 2006.Paduan Pelayanan Medik dalam PAPDI. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal:16-19.

12. Schteingart, D.E. 2006. Gangguan Kelenjar Tiroid. Dalam Huriawati H., Natalia S., Pita W., Dewi A.M (Editors). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Dalam. Penerbit Buku Kedokteran: EGC. Hal: 1225-36

13. Sherwood, L. 2002. Human Physiology: From Cells to Systems. Penerbit buku kedokteran: EGC

Kepanitraan Ilmu Penyakit Dalam RSUD Serang 25 | P a g e