status gizi jurnal

12
1 PERBEDAAN STATUS GIZI PADA BAYI YANG DIBERI ASI EKSKLUSIF DAN NON EKSKLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS JUNREJO KOTA BATU Setyohadi *, I Dewa Nyoman Supariasa**, Elis Sri Utami*** Abstrak Tingginya angka kematian bayi merupakan salah satu masalah gizi di Indonesia, yang salah satu penyebabnya adalah status gizi kurang dan buruk Perbedaan pemberian ASI eksklusif dan non eksklusif mempengaruhi status gizi bayi. Dari data Standart Pelayanan Minimal Kota Batu cakupan ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Junrejo Kota Batu lebih rendah daripada wilayah Kota batu lainnya dan terdapat masalah kesehatan pada status gizi balitanya. Penelitian ini bertujuan mengetahui perbedaan status gizi pada bayi yang diberi ASI eksklusif dan non ekslusif di wilayah kerja Puskesmas Junrejo Kota Batu. Studi analitik observasional dengan design cross sectional, terhadap bayi yang menerima ASI eksklusif dan non eksklusif. Variabel yang diukur adalah status gizi, pemberian ASI ekslusif dan non eksklusif. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan (t test independent, p>0,05) status gizi pada bayi yang diberi ASI ekslusif dan non eksklusif dan tidak ada perbedaan dalam rata-rata konsumsi energi sehari. Namun demikian ada perbedaan rata-rata volume pemberian ASI sehari, rata-rata konsumsi protein sehari, sumbangan zat gizi energi, protein dari ASI terhadap total konsumsi energi, protein sehari. Pada kelompok bayi dengan ASI eksklusif lebih tinggi dalam hal tingkat pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif, manfaat ASI, dan kolostrom; tingkat pendidikan ibu dan ayah. Sebagian besar pola asuh pada kedua kelompok bayi dilakukan oleh ibu dan dibantu oleh nenek. Kata kunci: Status gizi, ASI eksklusif, ASI non eksklusif Abstract High mortality among baby is one of problem in Indonesia, for which under and severe nutrition are major cause. Nutrition status are related to whether baby are exclucively brestfed or not. Baby living in Junrejo Health Care Centre is known to have low rate of exclusively bresfed as compared to those who live in other Healt Care Centre in Batu. This is also true for case of nutritional status. This study was aimed to study the nutritional status of baby who are bresfed exclusively and not exclusively. The study was observational analytical using cross sectional design. The variables measured is the study were nutritional status, and brestfeeding practice. Result showed that nutritional status and energy intake perday of baby who were brestfed exclusively and not exclusively were not different (independent t-test, p>0,05). Meanwhile, daily brest milk volume and protein intake between the two groups were statistically different. This was also the case for energy and protein contribution parents education and mother knowledge on exclusive brest feeding of the exclusive group were relatively higher than counterpart. Grandmother indicated to have strong influence in looking after the babies in both groups. Key words: Nutritional status, exclusive breast feeding, non exclusive breast feeding * Laboratorium Biomolekuler FKUB ** Poltekes Gizi Malang *** Mahasiswa Program Studi Ilmu Gizi Kesehatan

description

ASI eksklusif Status gizi, ASI eksklusif, ASI non eksklusi. status gizi.Status

Transcript of status gizi jurnal

  • 1

    PERBEDAAN STATUS GIZI PADA BAYI YANG DIBERI ASI EKSKLUSIF DAN NON EKSKLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS

    JUNREJO KOTA BATU

    Setyohadi *, I Dewa Nyoman Supariasa**, Elis Sri Utami***

    Abstrak Tingginya angka kematian bayi merupakan salah satu masalah gizi di

    Indonesia, yang salah satu penyebabnya adalah status gizi kurang dan buruk Perbedaan pemberian ASI eksklusif dan non eksklusif mempengaruhi status gizi bayi. Dari data Standart Pelayanan Minimal Kota Batu cakupan ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Junrejo Kota Batu lebih rendah daripada wilayah Kota batu lainnya dan terdapat masalah kesehatan pada status gizi balitanya. Penelitian ini bertujuan mengetahui perbedaan status gizi pada bayi yang diberi ASI eksklusif dan non ekslusif di wilayah kerja Puskesmas Junrejo Kota Batu. Studi analitik observasional dengan design cross sectional, terhadap bayi yang menerima ASI eksklusif dan non eksklusif. Variabel yang diukur adalah status gizi, pemberian ASI ekslusif dan non eksklusif. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan (t test independent, p>0,05) status gizi pada bayi yang diberi ASI ekslusif dan non eksklusif dan tidak ada perbedaan dalam rata-rata konsumsi energi sehari. Namun demikian ada perbedaan rata-rata volume pemberian ASI sehari, rata-rata konsumsi protein sehari, sumbangan zat gizi energi, protein dari ASI terhadap total konsumsi energi, protein sehari. Pada kelompok bayi dengan ASI eksklusif lebih tinggi dalam hal tingkat pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif, manfaat ASI, dan kolostrom; tingkat pendidikan ibu dan ayah. Sebagian besar pola asuh pada kedua kelompok bayi dilakukan oleh ibu dan dibantu oleh nenek.

    Kata kunci: Status gizi, ASI eksklusif, ASI non eksklusif

    Abstract High mortality among baby is one of problem in Indonesia, for which under

    and severe nutrition are major cause. Nutrition status are related to whether baby are exclucively brestfed or not. Baby living in Junrejo Health Care Centre is known to have low rate of exclusively bresfed as compared to those who live in other Healt Care Centre in Batu. This is also true for case of nutritional status. This study was aimed to study the nutritional status of baby who are bresfed exclusively and not exclusively. The study was observational analytical using cross sectional design. The variables measured is the study were nutritional status, and brestfeeding practice. Result showed that nutritional status and energy intake perday of baby who were brestfed exclusively and not exclusively were not different (independent t-test, p>0,05). Meanwhile, daily brest milk volume and protein intake between the two groups were statistically different. This was also the case for energy and protein contribution parents education and mother knowledge on exclusive brest feeding of the exclusive group were relatively higher than counterpart. Grandmother indicated to have strong influence in looking after the babies in both groups.

    Key words: Nutritional status, exclusive breast feeding, non exclusive breast feeding

    * Laboratorium Biomolekuler FKUB ** Poltekes Gizi Malang *** Mahasiswa Program Studi Ilmu Gizi Kesehatan

  • 2

    PENDAHULUAN Tingginya angka kematian

    bayi di Indonesia adalah merupakan salah satu masalah gizi di Indonesia. salah satu penyebabnya karena banyaknya bayi yang menderita status gizi kurang dan buruk. Menurut Sayogyo tahun 1986, fak-tor-faktor yang mempengaruhi per-bedaan status gizi pada bayi antara lain disebabkan oleh faktor langsung maupun tak langsung. Faktor langsung yang mempengaruhi sta-tus gizi seseorang adalah tingkat konsumsi energi, protein serta adanya infeksi.

    Tingkat konsumsi energi protein pada bayi merupakan cer-minan dari pola asuh atau pola pemberian makan yang dilakukan oleh ibu terhadap bayi (Sayogyo, 1986). Adapun yang mempengaruhi pola pemberian makan bayi antara lain pengetahuan ibu dan pendapatan keluarga (Apriadji,1986). Menurut Soeparmanto tahun 2006, pemberian makan bayi yang dilakukan oleh ibu di masyarakat dilakukan dengan pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif atau non eksklusif .

    Menurut Unicef (United Nation Children Education Food), WHO(World Healt Organization), IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) pada tahun 2005 pemberian ASI Eksklusif adalah pemberian ASI (Air Susu Ibu) pada bayi berumur nol sampai enam bulan tanpa pemberian makanan tambahan lain. Menurut Depkes tahun 1997 dengan adanya pemberian makanan lain selain ASI akan mengganggu produksi ASI dan mengurangi kemampuan bayi untuk menghisap ASI.

    Menurut Biro Pusat Statistik (BPS) dalam SDKI 1997-2002 (survey Demografi Kesehatan Indo-nesia pemberian ASI eksklusif di Indonesia belum dilaksanakan se-penuhnya. Cakupan ASI eksklusif 6 bulan pada tahun 1997 sampai tahun 2002 mengalami penurunan yaitu pada tahun 1997 cakupan

    meningkat lebih dari tiga kali lipat selama 5 tahun, yaitu pada tahun 1997 sebesar 10,8% meningkat menjadi 32,5% pada tahun 2002. Menurut Depkes RI tahun 2004, pada tahun 2003 di Indonesia terdapat sekitar 6,7 juta balita (27,3%) menderita gizi kurang dan 1,5 juta diantaranya menderita gizi buruk. Apabila dikaitkan dengan pemberian ASI eksklusif saat ini, praktek menyusui di Indonesia cukup memprihatinkan.

    Hasil penelitian terdahulu menyebutkan bahwa rendahnya pemberian ASI eksklusif merupakan pemicu rendahnya status gizi bayi dan balita (Biro Pusat Statistik, 1997).

    Menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan nomor 920/ Menkes/SK/VII/ 2002 tanggal 1 Agustus 2002 tentang pertimbangan dalam menetapkan batas ambang (cut off point) status gizi di masyarakat menyatakan bahwa suatu masyarakat disebut tidak mempunyai masalah kesehatan masyarakat apabila jumlah balita di daerah tersebut 95% berstatus gizi baik, atau apabila hanya ada 2% balita berada pada status gizi kurang, atau apabila jumlah balita hanya ada 0,5% berada pada status gizi buruk. Berdasarkan data Standart Pela-yanan Minimal (SPM) Dinas Kesehatan Kota Batu tahun 2005 bayi yang mendapatkan ASI eksklusif di kota Batu sebanyak 41 %, sedangkan di wilayah kerja Pus-kesmas Junrejo sebesar 20 %.

    Penelitian ini dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Junrejo Kota Batu dengan alasan pemilihan tempat karena berdasarkan observasi cakupan ASI eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Junrejo Kota Batu lebih rendah apabila dibandingkan dengan cakupan ASI eksklusif di wilayah Kota Batu, sedangkan status gizi balita apabila mengacu pada SK, yaitu status gizi baik di Kota Batu sebanyak 86,8%, status gizi kurang 9,6%, dan status

  • 3

    gizi buruk sebanyak 1,5%. Sedangkan di wilayah kerja Puskesmas Junrejo Kota Batu yang berstatus gizi baik berjumlah 85,1%, status gizi kurang 11,0%, dan status gizi buruk berjumlah 1,7%. Menurut Menkes nomor 920/Menkes/SK/ VII/2002 di wilayah kerja Puskemas Junrejo Kota Batu terdapat masalah kesehatan dimana balita yang mengalami status gizi buruk sebanyak 1,7%.

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan status gizi pada bayi yang diberi ASI eksklusif dan non eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Junrejo Kota Batu.

    METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini merupakan

    penelitian analitik observasional dengan pendekatan cross sectiona Populasi dalam penelitian ini adalah semua bayi yang ada dan terdaftar di Puskesmas Junrejo Kota Batu. Sampel pada penelitian ini adalah bayi yang ada dan terdapat di wilayah kerja Puskesmas Junrejo Kota Batu yang memenuhi kriteria inklusi. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah: bayi berumur antara 6 bulan sampai 6 bulan lebih dari 7 hari, mempunyai riwayat kelahiran normal, bayi yang sehat, berada di daerah penelitian minimal 1 bulan, bayi yang tidak menerima suplemen, dan ibu bayi bersedia untuk diteliti dan tidak mengalami drop out selama penelitian. Lokasi penelitian ini dilakukan di Wilayah Kerja. Puskesmas Junrejo Kota Batu. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2006 sampai Desem-ber 2006.

    HASIL PENELITIAN Wilayah kerja Puskesmas

    Junrejo adalah merupakan suatu wilayah yang berada di Kecamatan Junrejo Kota Batu. Wilayah kerja Puskesmas Junrejo ini meliputi 3 desa yaitu Desa Junrejo, Desa Dadaprejo dan Desa Tlekung yang sebelumnya termasuk wilayah kerja Puskesmas Beji tetapi pada bulan

    Mei 2005 ketiga desa tersebut menjadi wilayah kerja Puskesmas Junrejo. Semua desa di wilayah kerja Puskesmas Junrejo dapat dijangkau dengan kendaraan roda 2 dan roda 4. Secara geografis Puskesmas Junrejo adalah daerah dataran tinggi yang sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Batu, Desa Beji, Desa Pendem, dan Desa Karangploso, sebelah barat berba-tasan dengan Kecamatan Batu, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Dau dan sebelah selatan berbatasan dengan kecamatan Dau dan Kecamatan Sengkaling

    Menurut profil Puskesmas Junrejo tahun 2005 dengan pengambilan data mulai bulan Mei 2005 sampai Desember 2005 jumlah penduduk wilayah kerja Puskesmas Junrejo adalah 15.845 orang yang terdiri dari laki-laki 7.825 orang, perempuan 8020 orang dengan jumlah kepala keluarga 3.748 KK (Kepala Keluarga), dan jumlah keluarga miskin sebanyak 3.161 KK. Sedangkan jumlah bayi kurang dari 1 tahun berjumlah 319 bayi dengan jumlah kelahiran bayi hidup sejumlah 151 anak.

    Di wilayah kerja Puskes-mas Junrejo terdapat satu puskesmas induk yang terletak di Desa Dadaprejo, dan 2 buah pondok bersalin desa (polindes) yang terletak di Junrejo dan Desa Tlekung. Posyandu yang ada di wilayah kerja Puskesmas Junrejo sebanyak 19 posyandu dengan jumlah kader kesehatan 120 orang.

    Dari hasil penelitian mem-perlihatkan tingkat pengetahuan ibu bayi yang diberi ASI eksklusif berkatagori baik sebanyak 26,7%, dan katagori kurang 33,3% sedangkan untuk pengetahuan ibu pada bayi non eksklusif berkatagori baik sebanyak 13,3% dan katagori kurang sebanyak 66,7%.%. Tingkat pengetahuan ibu pada bayi setelah pemberian ASI eksklusif dan bayi setelah pemberian ASI non eksklusif dapat dilihat pada tabel 1.

  • 4

    Tabel 1. Distribusi status pemberian ASI menurut tingkat pengetahuan

    ibu

    No

    Tingkat Pengetahuan

    Ibu

    Status Pemberian ASI ASI Ekslusif ASI Non Ekslusif n % n %

    1. Baik 4 26,7 2 13,3 2. Cukup 6 40,0 3 20,0 3. Kurang 5 33,3 10 66,7 Total 15 100,0 15 100,0

    Tabel 2. Distribusi status pemberian ASI menurut tingkat pendapatan

    keluarga

    No

    Tingkat Pendapatan

    Keluarga

    Status Pemberian ASI ASI Ekslusif ASI Non Ekslusif n % n %

    1. Tinggi 10 66,7 10 66,7 2. Rendah 5 33,3 5 33,3 Total 15 100,0 15 100,0

    Tabel 3. Distribusi ibu dan ayah sampel menurut tingkat pendidikan

    No

    Tingkat Pendidikan

    ASI Ekslusif ASI Non Ekslusif Ibu Ayah Ibu Ayah

    n % n % n % n % 1. Tinggi 10 66,7 8 53,4 3 20,0 4 26,7 2. Sedang 2 13,3 5 33,3 6 40,0 5 33,3 3. Rendah 3 20,0 2 13,3 6 40,0 6 40,0 Total 15 100,0 15 100,0 15 100,0 15 100,0

    Tingkat pendapatan keluarga pada bayi yang diberi ASI eksklusif dan non eksklusif adalah sama

    yaitu 66,7% untuk tingkat pendapatan tinggi, dan 33,3% untuk tingkat pendapatan rendah.

    Tingkat pendidikan ibu 66,7% dan ayah 66,7% dengan katagori pendidikan tinggi, ibu 20% dan ayah 13,3% dengan katagori rendah pada bayi yang diberi ASI eksklusif. Sedangkan tingkat pendidikan ibu 20% dan ayah 26,7% dengan

    katagori pendidikan tinggi, ibu 40% dan ayah 40 % dengan katagori pendidikan rendah pada bayi yang diberi ASI non esklusif Distribusi ibu dan ayah responden menurut tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel 3.

    Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu bayi, pola asuh yang diberikan adalah sebagai berikut: pada bayi yang mendapat ASI ekslusif dan non eksklusif pola pengasuhanya ditentukan sendiri oleh ibu, dalam pengasuhan sehari-hari yang membantu mengasuh

    sebagian besar nenek. Imunisasi lengkap yang didapatkan pada bayi yang mendapat ASI eksklusif dan non eksklusif dalam jumlah sama. Untuk penimbangan pada bayi yang diberi ASI eksklusif ditimbang secara rutin setiap bulannya yaitu 100%, sedangkan yang non eksklusif

  • 5

    Tabel 4. Distribusi pola asuh bayi menurut pemberian ASI

    No

    Pola Asuh

    Pemberian ASI

    Ekslusif

    Pemberian ASI Non Ekslusif

    n % n % 1. Pengasuhan yang ditentukan sendiri

    oleh ibu bayi 15 100,0 15 100,0

    2. a. Ada yang membantu mengasuh bayi

    6 40,0 12 80,0

    b. Tidak ada yang membantu me-ngasuh bayi

    9 60,0 3 20,0

    3. a. Nenek yang membantu menga-suh bayi

    4 66,6 10 83,4

    b. Bibi yang membantu mengasuh 1 16,7 1 8,3 c. Bude yang membantu mengasuh

    bayi 1 16,7 1 8,3

    4. a. Imunisasi yang didapatkan leng-kap

    14 93,3 14 93,3

    b. Imunisasi yang didapatkan tidak lengkap

    1 6,7 1 6,7

    5. a. Rurtin menimbangan berat badan bayi setiap bulan

    15 100,0 14

    93,3

    b. Tidak rutin menimbang berat ba-dan bayi setiap bulan

    0 0,0 1 6,7

    6. a. Pernah mendapat konseling ke-sehatan

    15 100,0 13 86,7

    b. Tidak pernah mendapat konseling 2 13,3 7. Pernah mendapatkan pengobatan

    dari pelayanan kesehatan 15 100,0 15 100,0

    8. a. Bayi yang pernah mendapat ko-lostrom

    15 100,0 12 80,0

    b. Bayi yang tidak pernah mendapat kolostrom

    3 20,0

    9.

    a. Diberikan ASI secara Eksklusif 15 100,0 b. Diberuikan ASI secara tidak eks-

    klusif 15 100,0

    10. a. Nenek yang memberikan makan bayi

    2 13,3

    b. Ibu yang memberikan makan bayi 13 86,7

    Ibu pada bayi yang memberikan ASI secara eksklusif semuanya tidak bekerja (0%), sedangkan ibu yang memberikan ASI non eksklusif ada yang bekerja (13,3%). Semua ayah bayi yang

    diberi ASI eksklusif adalah bekerja (100%), sedangkan ayah bayi yang non eksklusif ada yang tidak bekerja(6,7%). Distribusi ibu dan ayah sampel menurut status bekerja dapat dilihat pada tabel 5.

    ditimbang secara rutin setiap bulannya sebanyak 93,3%. Distribusi pola asuh

    bayi menurut pemberian ASI dapat dilihat pada tabel 4.

  • 6

    Tabel 5. Distribusi ibu dan ayah sampel berdasarkan status bekerja.

    No

    Status

    Bekerja

    ASI Ekslusif ASI Non Ekslusif Ibu Ayah Ibu Ayah

    n % n % n % n % 1. Bekerja 0 0,0 15 100,0 2 13,3 14 93,3 2. Tidak bekerja 15 100,0 0 0,0 13 86,7 1 6,7 Total 15 100,0 15 100,0 15 100,0 15 100,0

    Tabel 6. Distribusi rata-rata volume ASI, konsumsi energi dan protein sehari berdasarkan Status pemberian ASI.

    No

    Status Pemberian

    ASI

    Rata-rata Volume ASI Sehari (ml)

    Rata-rata Konsumsi

    Energi Sehari (Kal)

    Rata-rata konsumsi

    Protein Sehari (gr)

    1. Eksklusif 898,7 614,2 11,07 2. Non Eksklusif 622,6 617,0 13,09

    Tabel 7. Distribusi status pemberian ASI menurut tingkat konsumsi energi.

    No

    Tingkat Konsumsi Energi

    Status Pemberian ASI

    ASI Ekslusif ASI Non Ekslusif n % n %

    1. Lebih 0 0,0 0 0,0 2. Normal 6 40,0 4 26,7 3. Defisit Tingkat Ringan 4 26,7 4 26,7 4. Defisit Tingkat Sedang 3 20,0 5 33,3 5. Defisit Tingkat Berat 2 13,3 2 13,3 Total 15 100,0 15 100,0

    Sedangkan rata-rata konsumsi protein sehari pada bayi yang diberi ASI eksklusif sebanyak 11,07 gr perhari dan non eksklusif 13,09 gr perhari. Distribusi rata-rata volume ASI, konsumsi energi, dan protein sehari berdasarkan pemberian ASI dapat dilihat pada tabel 6.

    Tingkat konsumsi energi dalam katagori normal pada bayi yang diberi ASI eksklusif sebanyak 40% sedangkan bayi yang diberi

    ASI non eksklusif sebanyak 26,7%. Distribusi sampel menurut tingkat konsumsi energi dapat dilihat pada tabel 7.

    Tingkat konsumsi protein dalam katagori normal pada bayi yang diberi ASI eksklusif sebanyak

    33,3% sedangkan bayi yang diberi ASI non eksklusif sebanyak 60,0%. Sedangkan tingkat konsumsi

    Rata-rata volume pemberian ASI sehari pada bayi yang diberi ASI eksklusif sebanyak 898,7 ml perhari, non eksklusif sebanyak 622,6 ml perhari. Untuk rata-rata konsumsi energi sehari pada bayi yang diberi ASI eksklusif sebanyak 614,2 dan non eksklusif sebanyak 617,0 kal.

  • 7

    Tabel 8. Distribusi status Pemberian ASI menurut tingkat konsumsi

    protein.

    No

    Tingkat Konsumsi

    Protein

    Status Pemberian ASI

    ASI Ekslusif ASI Non Ekslusif n % n %

    1. Lebih 0 0,0 1 6,7 2. Normal 5 33,3 9 60,0 3. Defisit Tingkat Ringan 5 33,3 4 26,7 4. Defisit Tingkat Sedang 3 20,0 1 6,6 5. Defisit Tingkat Berat 2 13,4 0 0,0 15 100,0 15 100,0

    Tabel 9. Distribusi rata-rata sumbangan energi sehari dari ASI terhadap total konsumsi energi sehari menurut pemberian ASI.

    No

    Status Pemberian ASI Rata-rata Sumbangan Energi Sehari

    Energi dari ASI (kal) % Total Konsumsi

    1. Eksklusif 602,1 98,0 2. Non Eksklusif 417,1 66,0

    Tabel 10. Distribusi status pemberian ASI menurut status gizi.

    No

    Status Gizi

    ASI Ekslusif ASI Non Ekslusif n % n %

    1. Status Gizi Lebih 0 0,0 1 6,7 2. Status Gizi Baik 15 100,0 13 86,6 3. Status Gizi Kurang 0 0,0 1 6,7 Total 15 100,0 15 100,0

    Rata-rata sumbangan energi dari ASI terhadap total konsumsi energi sehari pada bayi yang diberi ASI eksklusif sebanyak 98,0% sedangkan pada bayi non.

    eksklusif sebanyak 66,0%. Rata-rata Sumbangan energi dari ASI terhadap total konsumsi energi sehari dapat dilihat pada tabel 9

    6,7%, dan status gizi baik 86,6% dan status gizi kurang sebanyak 6,7%. Distribusi status pemberian ASI menurut status gizi dapat dilihat pada tabel 10.

    Status gizi pada semua bayi (100%) yang diberi ASI eksklusif mempunyai status gizi baik, sedangkan bayi non eksklusif mempunyai status gizi lebih sebanyak

    protein pada bayi diberi ASI non esklusif 6,7% termasuk katagori lebih. Distribusi sampel menurut

    tingkat konsumsi protein dapat dilihat pada tabel 8.

  • 8

    Rata-rata volume ASI sehari yang diberikan pada bayi dengan ASI eksklusif dan non eksklusif setelah dilakukan uji statistik menggunakan independent t-test dengan = 0,05 didapatkan hasil p value 0,001 (p value < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna pada rata-rata volume ASI yang diberikan pada bayi dengan ASI eksklusif dan non eksklusif.

    Rata-rata konsumsi energi sehari pada bayi yang diberi ASI eksklusif dan non eksklusif setelah dilakukan uji statistik menggunakan independent t-test dengan = 0,05, didapatkan hasil p value 0,890 (P > 0,05) yang berarti ada perbedaan yang tidak bermakna pada rata-rata konsumsi energi sehari pada bayi yang diberi ASI eksklusif dengan non eksklusif.

    Rata-rata konsumsi protein sehari pada bayi yang diberi ASI eksklusif dan non eksklusif setelah dilakukan uji statistik menggunakan independent t-test dengan =0,05, didapatkan hasil p value 0,001 (P < 0,05), yang berarti ada perbedaan yang bermakna pada rata-rata konsumsi protein sehari pada bayi yang diberi ASI eksklusif dengan non eksklusif.

    Sumbangan energi dari ASI terhadap total konsumsi energi sehari pada bayi yang diberi ASI eksklusif dan non eksklusif setelah dilakukan uji statistik menggunakan independent t-test dengan =0,05 didapatkan hasil p value 0,001 (P0,05) yang berarti ada perbedaan yang tidak bermakna status gizi bayi yang diberi ASI eksklusif dan non eksklusif.

    PEMBAHASAN Dari hasil penelitian me-

    nunjukkan tingkat pengetahuan ibu pada bayi yang diberi ASI eksklusif lebih baik bila dibandingkan dengan bayi yang diberi ASI non eksklusif. Hal ini sesuai dengan pendapat Ruliani tahun 2000 bahwa kurangnya pengetahuan mengenai keunggulan ASI pada ibu menyebabkan penggunaan air. susu ibu secara eksklusif akan terhambat. Sedangkan menurut Notoatmodjo 1985 cara pemberian ASI adalah merupakan tindakan seseorang yang dipe-ngaruhi oleh pengetahuan yang dalam hal ini pengetahuan ibu bayi.

    Dari hasil penelitian dida-patkan tingkat pendapatan keluarga pada bayi yang diberikan ASI eksklusif dan non eksklusif adalah sama. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendapatan tidak akan memberikan arti pada cara pemberian ASI di wilayah kerja Puskesmas Junrejo kota Batu. Hal ini sesuai dengan penelitian Parman S dan Solehan Catur R, dalam pemberian ASI ekslusif menurut pendapatan tidak mem-punyai pengaruh langsung terha-dap kemungkinan pemberian ASI eksklusif (htp//www.Google . com).

    Berdasarkan wawancara dengan ibu bayi, pada bayi yang mendapat ASI eksklusif dan bayi yang mendapat ASI non eksklusif dalam pengasuhan bayi ditentukan sendiri oleh ibu bayi tetapi di dalam pengasuhannya ada yang mem-bantu mengasuh bayi. Pengasuh bayi selain ibu yang terbanyak adalah nenek.

  • 9

    status bekerja pada ibu yang memberikan ASI non eksklusif. Untuk status bekerja ayah pada bayi yang mendapat ASI eksklusif lebih tinggi daripada status bekerja ayah pada bayi yang mendapat ASI secara non eksklusif. Hal ini sesuai dengan pendapat Lina (http/www.google. com), kesulitan ekonomi memaksa kaum wanita dari kelas ekonomi rendah untuk ikut berperan dalam meningkatkan pendapatan keluarga dengan bekerja di luar rumah.

    Volume rata-rata pemberian ASI sehari pada bayi yang diberi ASI eksklusif dan non eksklusif menunjukkan ada perbedaan yang bermakna. Hal ini sesuai dengan pendapat Anies (2005) bahwa jumlah rata-rata volume ASI yang dihisap pada bayi yang diberi ASI eksklusif lebih banyak daripada jumlah volume ASI yang dihisap bayi non eksklusif. Menurut Ratna Indrawati tahun 1985 hal ini disebabkan bayi yang mendapat ASI non eksklusif sudah merasa kenyang, sehingga akan mempe-ngaruhi volume ASI yang dikonsumsi.

    Rata-rata konsumsi energi sehari berdasarkan pemberian ASI secara eksklusif dan non eksklusif menunjukkan ada perbedaan yang tidak bermakna. Hal ini disebabkan karena jumlah konsumsi energi dari makanan selain ASI mengandung energi yang tidak jauh berbeda de-ngan energi ASI. Menurut Suhardjo tahun 1992, susu formula dewasa ini disusun sedemikian rupa sehingga zat-zat gizi yang dikandung mendekati komposisi ASI. Perlu diketahui di daerah penelitian ini makanan selain ASI yang digunakan antara lain susu SGM, bubur susu nestle, pisang, dan nasi tim buatan sendiri.

    Rata-rata konsumsi protein sehari pada bayi yang diberi ASI eksklusif lebih sedikit daripada bayi yang non eksklusif. ASI merupakan makanan yang paling cocok bagi bayi serta mempunyai nilai paling tinggi dibandingkan dengan

    Pola asuh yang diterapkan oleh nenek, seperti kebiasaan dan cara-cara yang dipakai olehnya, sehingga menjadi perbedaan pendapat dengan ibu bayi (http//www.google. com mama.oh mama. htm). Menurut Hananto Wiryo tahun 2006, pola asuh yang bertentangan dengan norma kesehatan lebih diakibatkan oleh budaya yang telah berakar selama berabad-abad. Hal ini sesuai dengan pendapat menurut Notoatmodjo 1985 bahwa cara pemberian ASI adalah merupakan perilaku yang seseorang yang salah satunya dipengaruhi oleh penge-tahuan, dalam hal ini pengetahuan ibu bayi. Karena pengetahuan rendah maka ibu menerima ilmu dari nenek bayi. Pola asuh ada yang diterapkan oleh nenek (http//www. google.com. mama oh mama htm), seperti kebiasaan dan cara-cara yang dipakai olehnya, sehingga menjadi perbedaan pendapat dengan ibu bayi.

    Pendidikan ibu dan ayah pada bayi yang mendapat ASI eksklusif lebih tinggi apabila dibandingkan dengan bayi yang mendapat ASI secara non eksklusif Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di Eropa dan Amerika tentang pendidikan ibu terhadap pemberian ASI (Helsing and King dalam Febriana 2000), dimana penelitian ini memperlihatkan hasil yang sama dengan yang didapatkan di negara dunia ketiga, yaitu ibu yang terpelajar biasanya mendapatkan keuntungan fisiologis dan psikologis dari menyusui karena mereka lebih banyak membaca literatur baru mengenai hal ini sehingga mereka lebih termotivasi untuk menyusui. Selain itu, ibu yang terpelajar memiliki fasilitas yang lebih baik dan posisi yang lebih memungkinkan mereka untuk menyusui dibandingkan dengan ibu yang kurang terpelajar

    Status bekerja ibu pada bayi yang diberi ASI eksklusif lebih rendah apabila dibandingkan dengan

  • 10

    makanan bayi yang dibuat oleh manusia ataupun susu hewan seperti susu sapi, susu kerbau dan lain-lainnya. Pada penggunaann susu sapi yang penting diperhatikan adalah osmolalitas. Larutan dengan osmolalitas tinggi akan menghasilkan gangguan pada usus halus, sehingga terjadi diare atau mungkin pula juga dehidrasi, karena ketidakseimbangan elektrolit (suhardjo,1992). Kalau di dalam diit mengandung banyak protein, tubuh tidak banyak menyimpan protein, tetapi protein akan diurai menjadi asam amino, diubah menjadi senyawa lain, digunakan untuk sumber atau dibuang melalui air kemih (Andi P, 1992). Konsumsi rata-rata protein sehari berdasarkan pemberian ASI eksklusif dan non eksklusif menun jukkan perbedaan yang bermakna antara rata-rata konsumsi protein sehari pada bayi yang diberi ASI eksklusif dan non eksklusif. Menurut Andi P tahun 1997, masukan protein pada ASI lebih rendah perkilogram berat badan apabila dibandingkan dengan bayi yang menggunakan susu formula, namun rasio kenaikan berat badan per 100 kalori lebih tinggi pada bayi yang disusui secara murni, dan ini menunjukkan bahwa penggunaan protein ASI lebih efisien.

    Bayi yang diberi ASI eksklusif tingkat konsumsi energi dalam katagori normal lebih banyak apabila dibandingkan dengan non eksklusif. Hal ini sesuai dengan pendapat Sutarto tahun 1987 bahwa ASI saja sudah cukup untuk seorang bayi pada bulan-bulan pertama kehi-dupannya.

    Bayi yang diberi ASI eksklusif rata-rata tingkat konsumsi protein lebih rendah apabila dibandingkan dengan non eks-klusif. Hal ini sesuai dengan pendapat Suhardjo tahun 1992, bahwa bayi yang mendapat susu formula apabila di dalam pengencerannya terlalu pekat akan meningkatkan osmolalitas sehingga bayi merasa haus, keadaan ini akan

    memicu bayi untuk minum susu lebih banyak lagi, sehingga akan berpengaruh pada protein yang dikonsumsi.

    Sumbangan energi dari ASI terhadap total konsumsi energi sehari berdasarkan pemberian ASI secara eksklusif dan non eksklusif ada perbedaan yang bermakna Menurut Indrawati tahun 1984, hal ini disebabkan karena bayi tidak menerima seluruh volume ASI dari ibunya, karena rasa kenyang bayi akan minum ASI lebih sedikit Keadaan ini akan mempengaruhi jumlah ASI yang dikonsumsi. Semakin banyak makanan selain ASI yang dikonsumsi semakin sedikit jumlah ASI yang dikonsumsi sehingga akan mengurangi sum-bangan energi dari ASI terhadap total konsumsi energi sehari.

    Sumbangan zat gizi protein dari ASI terhadap total konsumsi energi berdasarkan pemberian ASI secara eksklusif dan non eksklusif ada perbedaan yang bermakna. Hal ini sesuai dengan pendapat Indrawati tahun 1984, bayi yang mendapat ASI non eksklusif tidak menerima seluruh volume ASI dari ibunya, karena rasa kenyang bayi akan minum ASI lebih sedikit sehingga bayi sudah merasa kenyang. Bekurangnya konsumsi ASI akan mengurangi juga sumbangan zat-zat gizi yang terkan-dung di ASI misalnya total konsumsi protein dari ASI.

    Dalam penelitian ini di dapatkan semua bayi yang mendapat ASI eksklusif mempunyai status gizi baik, sedangkan bayi yang mendapat ASI non eksklusif mempunyai status gizi lebih sebanyak 6,7%, status gizi baik 86,6% dan status gizi kurang sebanyak 6,7%. Dari data tersebut setelah dilakukan uji statistik menggunakan independent t-test dengan = 0,05 didapatkan hasil p value 0,105 (P > 0,05). Hal ini berarti bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna antara status gizi bayi yang diberi ASI eksklusif dan non

  • 11

    p

    eksklusif. Hal ini disebabkan karena rata-rata konsumsi energi pada bayi yang mendapat ASI eksklusif dan ASI non eksklusif mempunyai perbedaan tidak bermakna. Namun demikian ASI eksklusif tidak hanya untuk status gizi, tetapi menghindari obesitas di masa yang akan datang karena obesitas akan menyebabkan penyakit diabetes melitus, hiper-tensi, jantung dan penyakit degeneratif lainnya. Disamping itu bayi yang yang mendapat ASI eksklusif lebih baik pertum-buhannya, memiliki kecerdasan tinggi dan daya tahan tubuh yang lebih baik, meskipun kenaikan berat badan stabil. Rata-rata asupan protein sehari pada bayi yang diberi ASI non eksklusif lebih tinggi daipada eksklusif. Berarti pada bayi non eksklusif sumbangan energi dari protein lebih tinggi daripada bayi eksklusif. Asupan protein yang melebihi kebutuhan sisanya akan dibuang melalui ginjal. Keadaan seperti ini akan memperberat kerja ginjal. Belum lagi pada bayi yang mendapat susu formula terlalu pekat yang akan membuat bayi haus sehingga akan memicu bayi minum susu lebih banyak. Keadaan ini akan memicu penam-bahan protein yang lebih tinggi.

    Dari tabel 7 dapat dilihat bahwa bayi yang diberi ASI eksklusif tingkat konsumsi energi dalam katagori normal lebih banyak dibandingkan dengan non eksklusf (26,7%). Demikian juga untuk tingkat konsumsi protein bayi yang diberi ASI ekslusif tidak ada yang mempunyai tingkat konsumsi protein lebih, tetapi pada non eksklusif terdapat tingkat konsumsi protein lebih. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan zat gizi ASI sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan bayi, sumbangan energi dari bayi non eksklusif sebagian besar berasal dari protein. Pada bayi yang diberi ASI eksklusif menunjukkan semua bayi status gizinya berada pada status gizi normal, walaupun tingkat konsumsi energi ada yang berada

    pada defisit tingkat berat. Menurut Andi P tahun 1992, pada tiap individu ada variasi individual, jadi mungkin saja ada seorang anak dengan masukan yang kelihatan lebih rendah dibanding anak seusianya, tetapi pertumbuhannya normal, sebalik-nya ada anak dengan masukan makanan yang sama dengan anak seusianya, tetapi pertumbuhan kurang. Tetapi pada ASI kandungan zat gizi ASI lebih efisien dalam meningkatkan berat badan daripada kandungan zat gizi selain ASI, sehingga walaupun kurangnya tingkat kon-sumsi energi tidak mengakibatkan rendahnya status gizi bayi pada bayi yang mendapat ASI ekslusif

    KEPUSTAKAAN Anies Irawati, 2005. Bayi Perlu ASI

    Eksklusif selama 6 Bulan. (http//www.google. com, diakses 13 Januari 2007).

    Apriadji, Wied Harry, 1986. Gizi Keluarga. Jakarta, Penebar Swadaya: 1986. Ruliana, 2000. Bahan Peningkatan Penggunaan ASI. Makalah disajikan dalam Simposium Permasalahan Gizi Pada Balita. Jakarta, 9 Februari.

    Biro Pusat Statistik, 1997. Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI), Jakarta.

    Depkes RI, 1997. Petunjuk Pelaksanaan Peningkatan ASI Eksklusif Bagi Petugas. Jakarta.

    Hananto Wiryo, 2006. Gerakan Mengubah Perilaku dan Penajaman Program Prioritas Kesehatan Sebagai Upaya Inovatif untuk Menurunkan AKB di NTB, (online). (http// www www.google.com. Diakses 24 Maret 2006).

    Sayogyo,1986. Menuju Gizi Baik yang Merata di Pedesaan dan Perkotaan. Yogyakarta: Universitas Pres: 1986.

  • 12

    Notoatmojo, Soekidjo, 1985. Pengantar Ilmu Perilaku Kesehatan. BKM. FKM. UI. Depok Soehardjo. 1990. Penilaian Keadaan Gizi Masyarakat. Bogor. Dirjen Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas dan Gizi IPB.]

    Ruliana, 2000. Bahan Peningkatan Penggunaan ASI. Makalah disajikan dalam Simposium Permasalahan Gizi Pada Balita. Jakarta, 9 Februari.

    UNICEF, WHO, dan IDAI, 2005. Rekomendasi Tentang Pemberian Makanan Bayi Pada Situasi Darurat, (online), (http// www. UNICEF. com, diakses 24 Maret 2006).

    .

    Malang,

    Telah disetujui Pembimbing I

    drg. Setyohadi MS NIP 131 478 918