Analisis Jurnal Penentuan Status Gizi Dengan Metode Statistik Vital_Roidatu Rachmawati

32
Analisis Jurnal Penentuan Status Gizi dengan Metode Statistik Vital “Hubungan Status Gizi Dengan Kejadian Pneumonia Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Jatilawang Kabupaten Banyumas” Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Penentuan Status Gizi Oleh : Roidatu Rachmawati 112110101062 PSG Kelas A

description

Fakultas Kesehatan Masyarakat

Transcript of Analisis Jurnal Penentuan Status Gizi Dengan Metode Statistik Vital_Roidatu Rachmawati

Analisis Jurnal Penentuan Status Gizi dengan Metode Statistik Vital

Hubungan Status Gizi Dengan Kejadian Pneumonia Pada

Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Jatilawang

Kabupaten Banyumas

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Penentuan Status GiziOleh :

Roidatu Rachmawati112110101062PSG Kelas AFAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS JEMBER

TAHUN 2014

KATA PENGANTARSegala puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan hidayah dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan analisis jurnal penentuan status gizi dengan metode statistik vital yang berjudul Hubungan Status Gizi Dengan Kejadian Pneumonia Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Jatilawang Kabupaten Banyumas. Analisis ini tidak mungkin terwujud tanpa adanya komitmen dan kerjasama yang harmonis di antara pihak-pihak yang terlibat. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini kami selaku penulis menyampaikan ucapan terima kasih terutama kepada pihak-pihak sebagai berikut:

1. Dosen Penentuan Status Gizi2. Orang tua kami, atas segala restu dan dukungannya;

3. Teman-teman Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember dan semua pihak yang telah membantu terselesaikannya analisis ini yang penulis tidak dapat sebutkan satu persatu.

Akhirnya, tiada suatu usaha yang akan berhasil tanpa dimulai dari usaha yang kecil. Semoga analisis jurnal ini dapat bermanfaat, terutama bagi seluruh mahasiswa FKM Universitas Jember dan bagi para pembaca umumnya. Sebagai penulis, kami sangat mengharapkan kritik, saran, dan masukan untuk perbaikan serta penyempurnaan lebih lanjut bagi karya tulis kami selanjutnya.

Jember, 05 Maret 2014PenyusunDAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

iKATA PENGANTAR

1BAB I. PENDAHULUAN

11.1 Latar Belakang

21.2 Rumusan Masalah

21.3 Tujuan

21.4 Manfaat

3BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

32.1 Statistik Vital

112.2 Pneumonia

15BAB III. PEMBAHASAN

17BAB IV. PENUTUP

174.1 Kesimpulan

174.2 Saran

18Daftar Pustaka

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Status gizi adalah ukuran keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi untuk anak yang diindikasikan oleh berat badan dan tinggi badan anak. Status gizi juga didefinisikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrien.

Pembangunan nasional dibidang kesehatan diantaranya pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Dalam hubungannya dengan kebijakan kesehatan, juga diamanatkan bahwa upaya perbaikan kesehatan masyarakat terus ditingkatkan antara lain melalui pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, penyehatan lingkungan pemukiman, perbaikan gizi, penyediaan air bersih, penyuluhan kesehatan, serta pelayanan kesehatan ibu dan anak.

Gizi buruk sebagai salah satu faktor tingginya angka mortalitas dan morbiditas pada pneumonia hubungannya adalah akibat daya tahan tubuh balita yang rendah. Peningkatan Status Gizi harus dimulai sejak dini, terutama masa balita. Masa balita adalah masa dimana tumbuh kembang anak dalam masa penting atau disebut periode emas. Jika pada masa ini balita kekurangan gizi maka akan berakibat buruk pada pertumbuhan dan kehidupan selanjutnya yang sulit diperbaiki.

Saat ini pneumonia masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak di negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak balita. Menurut survei kesehatan nasional (SKN) 2001,27,6% kematian bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit sistem respiratori, terutama pneumonia. Dengan adanya penelitian status gizi dan analisis, nantinya dapat meningkatkan dan membantu masyarakat serta pemerintah untuk menanggulangi adanya Gizi buruk yang disebabkan karena angka kesakitan terhadap penyakit pneumonia.

Oleh karena itu, maka kami akan menganalisis jurnal yang terkait dengan Penentuan Status Gizi dengan metode statistik vital yang berjudul Hubungan Status Gizi Dengan Kejadian Pneumonia Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Jatilawang Kabupaten Banyumas.1.2 Rumusan Masalah

Apakah jurnal yang berjudul Hubungan Status Gizi Dengan Kejadian Pneumonia Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Jatilawang Kabupaten Banyumassesuai dengan teori penentuan status gizi dengan metode statistik vital atau tidak?

1.3 Tujuan

Menganalisis jurnal yang berjudul Hubungan Status Gizi Dengan Kejadian Pneumonia Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Jatilawang Kabupaten Banyumas dengan teori penentuan status gizi dengan metode statistik vital yang ada.

1.4 Manfaat

Dapat menganalisis jurnal yang berjudul Hubungan Status Gizi Dengan Kejadian Pneumonia Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Jatilawang Kabupaten Banyumas dengan teori penentuan status gizi dengan metode statistik vital.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA2.1 Statistik Vital

2.1.1 DefinisiStatistik merupakan metode untuk mencatat, mengatur, mengolah, menyajikan dan mengambil kesimpulan dari data.Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi (Supariasa et.al., 2001). Statistik vital adalah statistik mengenai kesehatan dan bertujuan mempublikasikan data kesehatan yang berguna sekali bagi evaluasi aktivitas, perencanaan, dasar tindak lanjut suatu pemantauan dan penelitian.Statistik vital merupakan salah satu teknik untuk menilai status kesehatan masyarakat dalam kesatuan populasi tertentu. Statistik vital menghasilkan ukuran dalam penafsiran akan fakta kesehatan dan statistik kesehatan yang menghasilkan ukuran tentang kejadian dalam kehidupan manusia dari konsepsi sampai mati.2.1.2 Fungsi Statistik Vital

a. Menilai dan membandingkan tingkat kesehatan masyarakat.

b. Menentukan masalah dan penyebab masalah kesehatan masyarakat.

c. Menentukan kontrol dan pemeliharaan selama pelaksanaan program kesehatan.

d. Menentukan prioritas program kesehatan suatu daerah.

e. Menentukan keberhasilan program suatu daerah.

f. Mengembangkan prosedur, klasifikasi, indeks dan teknik evaluasi seperti sistim pencatatan dan pelaporan.

g. Menyebarluaskan informasi tentang situasi kesehatan dan program kesehatan2.1.3 Sumber Statistik Kesehatan

a. Institusi-institusi kesehatanPencatatan data-data yang berasal Rumah Sakit, puskesmas, apotik, poliklinik, rumah sakit bersalin dll.

b. Program-program khususPelayanan kesehatan di sekolah, pemberantasan penyakit menular, dll.

c. Survei epidemiologiInformasi yang diperoleh dari lapangan atau langsung dari masyarakat

d. Survei kesehatan rumah tangga (household survey)Survey yang diadakan pada periode waktu tertentu, misalnya tiap 3 tahun, 4 tahun atau 5 tahun.

e. Institusi-institusi ysng mengumpulkan data dengan tujuan-tujuan khususSeperti perusahaan asuransi, tempat-tempat pencatatan kelahiran dan kematian di kelurahan, KUA untuk pencatatan perkawinan dan perceraian, tempat karantina penyakit-penyakit menular.2.1.4 Informasi untuk Menganalisis Keadaan Gizi di Suatu wilayah

Salah satu cara untuk mengetahui gambaran keadaan gizi suatu wilayah adalah dengan cara menganalisis statistik kesehatan. Dengan menggunakan statistik kesehatan, dapat dipertimbangkan penggunaanya sebagai bagian dari indikator tidak langsung pengukuran status gizi. Jellife (1989) memberikan gambaran tentang beberapa informasi yang dijadikan pegangan untuk menganalisis keadaan gizi di suatu wilayah. Informasi tersebut adalah

a. angka kematian pada kelompok umur tertentu (age spesific mortality rates)

b. angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu (cause spesific morbidily and mortality rates)

c. statistik pelayanan kesehatan (health service statistic)

d. penyakit infeksi yang berhubungan dengan gizi (nutritionally relevant infection rates) (Supariasa et.al., 2001).2.1.5 Angka Kematian Berdasarkan Umur

Angka kematian berdasarkan umur adalah jumlah kematian pada kelompok umur tertentu terhadap jumlah rata-rata penduduk pada kelompok umur tersebut. Biasanya disajikan sebagai per 1000 penduduk. Manfaat data ini adalah untuk mengetahui tingkat dan pola kematian menurut golongan umur dan penyebabnya (Supariasa, 2001).

Beberapa keadaan kurang gizi mempunyai insidens yang tinggi pada umur tertentu, sehingga tingginya angka kematian pada umur tersebut dapat dihubungkan dengan kemungkinan tingginya angka keadaan kurang gizi. Angka kematian anak balita perlu dianalisis pada setiap distribusi umur. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa pada umur yang sama terdapat kejadian tertinggi dari penyakit tertentu. Apabila data setiap umur tidak tersedia, maka analisis dapat dilakukan pada tiga periode, yaitu umur 2 sampai 5 bulan, 1 sampai 4 tahun, dan umur 2 tahun (Supariasa et.al., 2001).a) Angka Kematian Umur 2 5 Bulan

Periode umur ini merupakan periode dengan status gizi seesorang anak yang dapat tergantung pada praktik pemberian makanan, terutama apakah disusui atau tidak. Ada tiga keadaan defisiensi gizi yang sering dihubungkan dengan periode umur ini pada bayi yang disusui yaitu:

a. Beri-beri infantil

b. Defisiensi vitamin B12 atau asam folat

c. Riketsia

Ketiga hal itu bisa terjadi jika konsumsi vitamin B1, B12 dan vitamin D pada ibu pada saat kehamilan atau pada saat menyusui kurang (Supariasa et.al., 2001).b) Angka Kematian Umur 1 4 Tahun

Angka kematian bayi adalah jumlah kematian anak umur kurang dari stu tahun dalam tahun tertentu terhadap jumlah kelahiran hidup pada tahun yang sama yang disajikan sebagai 1.000 kelahiran hidup. Di negara berkembang, kesakitan dan kematian pada anak umur 1-4 tahun banyak dipengaruhi oleh keadaan gizi. Pengaruh keadaan gizi pada umur itu lebih besar dari pada umur kurang dari satu tahun. Dengan demikian, angka kesakitan dan kematian pada periode ini dapat dijadikan informasi yang berguna mengenai keadaan kurang gizi di masyarakat (Supariasa et.al., 2001).

Periode umur ini sering disebut dengan umur prasekolah. Pada periode ini anak rawan terhadap masalah gizi, penyakit infeksi, dan tekanan emosi atau stres. Hal ini terjadi karena asupan makanan anak yang tidak mencukupi, sedangkan penyakit infeksi serig disebabkan oleh praktik pemberian makanan dan kontak yang lebih luas dengan dunia luar dan stres emosional yang dihubungkan dengan masa-masa penyapihan (Supariasa et.al., 2001).

Pada periode umur ini seorang anak tumbuh dengan cepat sehingga kebutuhan akan zat gizi juga meningkat. Keadaan kurang gizi yang sering dihubungkan dengan masa ini adalah kurang energi protein (KEP), dan kekurangan vitamin A. Keadaan defisiensi ini yang menimbulkan kematian pada periode umur ini. Anemia zat gizi besi juga sering terjadi karena infeksi parasit dan kebutuhan zat gizi yang meningkat (Supariasa et.al., 2001).

Data yang Perlu Diestimasi dan Dipertimbangkan

a. Analisis Laporan Kelahiran dan KematianCatatan kelahiran dapat diperoleh dari pimpinan masyarakat, seperti Kepala Desa, Kepala Dusun, dan tokoh-tokoh masyarakat. Jika tersipan dengan lengkap dan akurat, data tersebut dapat digunakan untuk menghitung kematian bayi dan angka kematian umur 1-4 tahun. Masalah yang mungkin ada dengan data adalah umur tidak tepat dan penyebab penyakit yang tidak diketahui.b. Perhitungan Hasil Sensus

Hal ini dapat dilakukan jika sensus di suatu daerah dilakukan dengan baik dan teratur. Kondisi itu biasanya sulit dilaksanakan karena bermacam-macam alasan seperti sulitnya mendapatkan umur yang tepat dan akurat serta terjadi imigran yang gelap.c. Pendataan di Tingkat Desa

Pendataan dilakukan dengan wawancara terhadap ibu mengenai jumlah anak yang pernah dilahirkan, jumlah anak yang pernah meninggal, dan waktu meninggal. Penyebab kematian mungkin dapat dinyatakan dengan menanyakan kejadian-kejadian yang spesifik, misalnya mencret dan kejang-kejang (Supariasa et.al., 2001).Penyajian Hasil

Angka kematian dapat disajikan dengan berbagai cara, yaitu:

a. Presentase kematian anak balita terhadap kematian semua umur.

b. Angka kematian tahunan anak umur 1-4 tahun.

c. Persentase kematian masa anak-anak yang terjadi pada umur 1-4 tahun.

d. Rasio Angka Kematian anak 1-4 tahun terhadap angka kematian bayi 1-12 bulan (Supariasa et.al., 2001).Asumsi yang diperlukan untuk penyajian hasil adalah:

1. Penyakit infeksi dan ketepatan pencatatan kelahiran adalah sama untuk kedua kelompok umur.

2. Malnutrisi terutama banyak terjadi pada kelompok umur ini (Supariasa et.al., 2001).

Dalam menginterpretasikan data-data tersebut perlu pula mempertimbangkan faktor-faktor di bawah ini:

1. Pengetahuan mengenai pola penyakit lokal pada umur dini, terutama mengenai bentuk KEP dan defisiensi vitamin A pada umur tertentu.

2. Kejadian penyakit infeksi bakterial dan parasit pada bayi dan anak 1-4 tahun.

3. Analisis faktor lingkungan yang mempengaruhi terjadinya malnutrisi (Supariasa et.al., 2001).c) Angka Kematian Umur 13 24 Bulan

Angka kejadian KEP pada umur ini sering terjadi, karena pada periode umur ini merupakan umur periode penyapihan. Anak yang disapih mengalami masa transisi pada pola makannya. Keadaan ini mengakibatkan asupan makanan berkurang. Masa ini disebut masa transisi tahun kedua (secuntrant) yaitu second year transisional. Gordon (1967) menegaskan, angka kematian pada umur 13 24 bulan memberikan informasi yang lebih bermanfaat bagi beberapa negara, karena pada kelompok umur tersebut mudah menderita KEP dan defisiensi zat gizi lainnya (Supariasa et.al., 2001). 2.1.6 Angka Kesakitan dan Kematian Akibat Penyebab TertentuAngka penyebab penyakit dan kematian pada umur 1-4 tahun merupakan informasi yang penting untuk menggambarkan keadaan gizi di suatu masyarakat. Perlu disadari bahwa angka tersebut terkadang kurang menggambarkan masalah gizi yang sebenarnya. Besarnya proporsi kematian balita dapat disebabkan oleh penyakit diare, parasit, pneumonia, atau penyakit-penyakit infeksi lainnya seperti campak dan batuk rejan (Supariasa et.al., 2001).

Demikian pula halnya pada pencatatan penyebab penyakit. Keadaan kekurangan gizi yang menyertai penyakit lainnya tidak terekan sebagai penyakit penyerta. Seharusnya kalau suatu penyakit dianggap sebagai penyebab kematian akibat kwashiorkor dan marasmus, maka kedua penyakit tersebut harus dicatat dalam pelaporan dan bukan hanya salah satu saja (Supariasa et.al., 2001).

Dengan mengetahui penyebab kesakitan terhadap penyakit tertentu yang disertai penyakit kekurangan gizi, atau terhadap penyakit kurang gizi yang disertai penyakit lainnya, dapat dilakukan intervensi yang lebih komprehensif. Intervensi tidak saja dilakukan pada penyebab utama tetepi juga terhadap penyakit penyerta (Supariasa et.al., 2001).2.1.7 Statistik Layanan Kesehatan

Berbagai statistik layanan dapat dilihat dari tempat layanan kesehatan itu berada. Tempat layanan kesehatan yang bisa dijangkau antara lain Posyandu, Puskesmas, dan Rumah Sakit (Supariasa et.al., 2001).Puskesmas

Puskesmas sebagai lembaga mempunyai bermacam-macam aktivitas. Aktivitas ini ada yang dilaksanakan di dalam gedung (di Puskesmas sendiri) dan di luar gedung Puskesmas termasuk kegiatan Posyandu. Salah satu kegiatan Puskesmas adalah dalam bidang gizi seperti Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK) dan Pojok Gizi (POZI) (Supariasa et.al., 2001).

Meningkatnya kasus keadaan gizi kurang yang dihadapi Puskesmas dapat merupakan isyarat tentang insidens keadaan kekurangan gizi di suatu daerah. Pengalaman membuktikan bahwa penjaringan kasus gizi kurang di lapangan relatif sulit. Selain masyarakat tidak mau dikatakan anaknya kurang gizi hal itu juga disebabkan keadaan geografis, dalam hal ini tempat masyarakat yang mengalami keadaan gizi buruk sulit dijangkau oleh petugas Puskesmas (Supariasa et.al., 2001).

Data mengenai angka kesakitan dan penyebabnya yang tersedia di Puskesmas dapat juga dijadikan isyarat tentang kondisi kesehatan di wilayah kerja Puskesmas tersebut. Data kejadian gizi kurang umumnya lebih rendah dari yang sebenarnya. Kejadian ini ibarat gunung es, yang sebenarnya jauh lebih banyak dan serius (Supariasa et.al., 2001).Rumah SakitStatistik layanan kesehatan yang juga penting adalah rumah sakit. Meningkatnya kunjungan kasus gizi kurang yang dihadapi oleh rumah sakit juga meningkatkan isyarat adanya kekurangan gizi masyarakat. Data mengenai meningkatnya kunjungan kasus gizi itu dapat dihubungkan dengan berbagai faktor, seperti masalah kemiskinan, harga-harga yang meningkat dan kejadian-kejadian alam seperti kekeringan (Supariasa et.al., 2001).

Data-data dari rumah sakit ini dapat memberikan gambaran tentang keadaan gizi di dalam masyarakat, baik dari segi angka kematian maupun penyebabnya. Apabila masalah pencacatan dan pelaporan rumah sakit kurang baik, data ini tidak dapat memberikan gambaran yang sebenarnya. Oleh karena itu, pencacatan dan pengkodean angka kematian dan penyebabnya di rumah sakit harus dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya (Supariasa et.al., 2001).2.1.8 Infeksi yang Relevan dengan Keadaan Gizi

Kaitan penyakit infeksi dengan keadaan gizi kurang merupakan hubungan timbal balik, yaitu merupakan hubungan sebab-akibat. Penyakit infeksi dapat memperburuk keadaan gizi dan keadaan gizi yang jelek dapat mempermudah keadaan infeksi. Penyakit yang umumnya terkait dengan masalah gizi antara lain diare, tuberculosis, campak, dan batuk rejan (whooping cough) (Supariasa et.al., 2001).

Bagan 1. Interaksi Berbagai Faktor yang Terkait dengan Malnutrisi dan Infeksi (Sumber: Asmuni Rachmat, 1991, Over View Epidemiology Gizi).

Di negara yang sedang berkembang penyebab kematian awal banyak diakibatkan oleh penyakit infeksi. Salah satu penyakit infeksi tersebut adalah diare. Penyebab diare umumnya sangat kompleks, berbeda dari satu daerah dengan daerah lainnya. Penyebab utamanya sering terjadi secara bersamaan dan saling mempengaruhi antara yang satu dengan yang lainnya. Berdasarkan adanya kenyataan ini, ditambah dengan praktik pemberian makanan bayi yang keliru, maka data kesakitan dan kematian yang disebabkan oleh diare dapat dijadikan petunjuk secara tidak langsung mengenai keadaan malnutrisi di suatu masyarakat (Supariasa et.al., 2001).

Keadaan malnutrisi juga sering dikaitkan dengan penyakit campak yang dikenal sebagai faktor pencetus terjadinya xeroftalmia dan kwashiorkor. Oleh karena itu, perlu dianalisis kejadian penyakit campak, sehingga dapat diperoleh gambaran mengenai keadaan kekurangan gizi (Supariasa et.al., 2001).2.1.9 Kelemahan Statistik Vital untuk Menggambarkan Keadaan Gizi

Berbagai kelemahan statistik vital dalam menggambarkan keadaan gizi secara tidak langsung banyak. Oleh karena itu, kaang-kadang gambaran yang diberikan tidak memperlihatkan keadaan yang sebenarnya. Kelemahan-kelemahan tersebut antara lain:

a. Data tidak akurat

b. Tidak akuratnya data disebabkan oleh karena kesulitan dalam mengumpulkan data, khususnya di negara-negara yang sedang berkembang. Kesulitan mendapatkan data yang sahih muncul karena beberapa data cenderung ditutup-tutupi atau disembunyikan oleh pemerintah karena alasan politik. Ketidakakuratan data juga disebabkan oleh tenaga pengumpul data yang tidak mengerti tentang bagaimana mengumpulkan data handal dan sahih.

c. Kemampuan untuk melakukan interpretasi secara tepat, terutama pada saat terdapat faktor-faktor lain yang mempengaruhi keadaan gizi seperti tingginya kejadian penyakit infeksi, dan faktor sosial ekonomik lainnya. Berdasarkan hal tersebut, perlu juga dipikirkan untuk melakukan interpretasi berdasarkan kawasan, musim, jenis kelamin, kelompok umur, dan lain-lain (Supariasa et.al., 2001).

Dengan melihat kelemahan tersebut, statistik vital tetap dapat digunakan secara tidak langsung untuk menilai keadaan gizi di suatu masyarakat. Menilai keadaan gizi dengan statistik vital ini membutuhkan tenaga yang profesional, terutama dalam hal interpretasi data dan pemahaman konsep-konsep yang berhubungan dengan masalah gizi (Supariasa et.al., 2001).

2.2 Pneumonia

2.2.1 Definisi PneumoniaPneumonia adalah salah satu bentuk infeksi saluran napas bawah akut (ISNBA) yang tersering. Pneumonia merupakan peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencangkup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran udara setempat.

Pneumonia adalah peradangan parenkim paru dimana asinus terisi dengan cairan dan sel radang, dengan atau tanpa disertai infiltrasi sel radang ke dalam dinding alveoli dan rongga intestinum. Istilah pneumonia lazim dipakai bila peradangan terjadi oleh proses infeksi akut yang merupakan penyebab tersering, sedangkan istilah pneumonitis sering dipakai untuk proses non infeksi.

Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebagian kecil disebabkan oleh hal lain seperti aspirasi dan radiasi. Di negara berkembang, pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh bakteri. Bakteri yang sering menyebabkan pneumonia adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, dan Staphylococcus aureus.

2.2.2 Etiologi

Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada perbedaan dan kekhasan pneumonia anak, terutama dalam spektrum etiologi, gambaran klinis dan strategi pengobatan. Spektrum mokroorganisme penyebab pada neonatus dan bayi kecil (< 20 hari)

meliputi Streptococcus grup B dan bakteri gram negatif seperti E. Coli, Pseudomonas sp, atau Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih besar (3 minggu 3 bulan) dan anak balita (4 bulan 5 tahun), pneumonia sering disebabkan oleh infeksi Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenza tipe B, dan Staphylococcus aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma pneumoniae.

2.2.3 Faktor Risiko

Meskipun terdapat berbagai mekanisme pertahanan dalam saluran pernapasan, selalu terdapat faktor risiko. Sehingga hal ini menyebabkan individu rentan terhadap infeksi. Menurut Wilson L.M., bayi dan anak kecil rentan terhadap penyakit pneumonia karena respon imunitas bayi dan anak kecil masih belum berkembang dengan baik. Adapun faktor risiko yang lain secara umum adalah:

1) Infeksi pernapasan oleh virus.

2) Penyakit asma dan kistik fibrosis.

3) Sakit yang parah dan menyebabkan kelemahan

4) Kanker (teutama kanker paru).

5) Tirah baring yang lama.

6) Riwayat merokok.

7) Alkoholisme.

8) Pengobatan dengan imunosupresif.

9) Malnutrisi.

2.2.4 Patogenesis dan Patofisiologi

Umumnya mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian perifer melalui saluran resporatori. Ada 3 stadium dalam patofisiologi penyakit pneumonia, yaitu :

1. Stadium hepatisasi merah.Mula-mula terjadi edema akibat reaksi jaringan yang mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian paru yang terkena mengalami konsolidasi, yaitu terjadi serbukan sel PMN, fibrin, eritrosit, cairan edema, dan ditemukannya kuman di alveoli.

2. Stadium hepatisasi kelabu.Selanjutnya, deposisi fibrin semakin bertambah, terdapat fibrin dan leukosit PMN di alveoli dan terjadi proses fagositosis yang cepat.

3. Stadium resolusiSetelah itu, jumlah makrofag meningkat di alveoli, sel akan mengalami degenerasi, fibrin menipis, kuman dan debris menghilang. Sistem bronkopulmoner jaringan paru yang tidak terkena akan tetap normal.

2.2.5 Imunologi Mukosa

Sistem imunitas mukosa merupakan bagian sistem imunitas yang penting dan berlawanan sifatnya dari sistem imunitas yang lain. Sistem imunitas mukosa lebih bersifat menekan imunitas dengan alasan mukosa berhubungan langsung dengan lingkungan luar dan berhadapan dengan banyak antigen yang terdiri dari bakteri komensal, antigen makanan dan virus dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan sistem imunitas sistemik. Antigen-antigen tersebut sedapat mungkin dicegah agar tidak menempel pada mukosa dengan cara diikat oleh IgA, dihalangi barier fisik dan kimiawi dengan macam-macam enzim mukosa. Imunoglobulin A banyak ditemukan pada permukaan mukosa saluran cerna dan saluran nafas. Dua molekul imunoglobulin A bergabung dengan komponen sekretori membentuk IgA sekretori (sIgA). Fungsi utama sIgA adalah mencegah melekatnya kuman patogen pada dinding mukosa dan menghambat perkembangbiakan kuman di dalam saluran cerna serta saluran nafas..

2.2.6 Manifestasi Klinis

Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran klinis pneumonia pada anak adalah imaturitas anatomik dan imunologik, mikroorganisme penyebab yang luas, gejala klinis yang kadang-kadang tidak khas terutama pada bayi, terbatasnya penggunaan prosedur diagnostik invasif, etiologi non infeksi yang relatif lebih sering, dan faktor patogenesis. Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat-ringannya infeksi, tetapi secara umum

adalah sebagai berikut :

1) Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan nafsu makan, keluhan GIT seperti mual, muntah atau diare: kadang-kadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner.

2) Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk, sesak napas, retraksi dada, takipnea, napas cuping hidung, air hunger, merintih, dan sianosis.

2.2.7 Diagnosis

Ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisis yang sesuai dengan gejala dan tanda yang diuraikan sebelumnya, disertai pemeriksaan penunjang. Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi dan atau serologi.

Berdasarkan pedoman diagnosis dan tatalaksana pneumonia yang diajukan oleh WHO di dalam buku Mansjoer, dkk (2008), pneumonia dibedakan atas :

1) Pneumonia sangat berat : bia ada sianosis dan tidak sanggup minum, harus dirawat di RS dan diberi antibiotik.

2) Pneumonia berat : bila ada retraksi, tanpa sianosis, dan masih sanggup minum, harus dirawat di RS dan diberi antibiotik.

3) Pneumonia : bila tidak ada retraksi tapi napas cepat :

a) > 60x/menit pada bayi < 2 bulan

b) > 50x/menit pada anak 2 bulan 1 tahun

c) > 40x/menit pada anak 1 5 tahun

Bukan pneumonia : hanya batuk tanpa tanda dan gejala seperti di atas, tidak perlu dirawat, tidak perlu antibiotik.

BAB III. PEMBAHASAN

Dari jurnal tentang penentuan status gizi dengan metode statistik vital yang berjudul Hubungan Status Gizi Dengan Kejadian Pneumonia Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Jatilawang Kabupaten Banyumas menurut saya sudah sesuai dengan teori yang ada.

Hal itu dikarenakan dalam menentukan status gizi sudah disesuaikan berdasarkan dengan adanya angka kesakitan. Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Jatilawang Kabupaten Banyumas Jawa Tengah selama periode April Mei 2008, yaitu tentang hubungan antara status gizi dengan kejadian pneumonia pada balita. Selain itu, dalam jurnal ini menjelaskan bahwa Malnutrisi sebagai salah satu bentuk keadaan gizi kurang dapat mempengaruhi morbiditas dan mortalitas beberapa jenis penyakit pada berbagai golongan umur, sehingga angka statistik yang diperoleh dari berbagai jenis penyakit dapat menggambarkan keadaan status gizi.Dalam jurnal melakukan penelitian tentang hubungan status gizi yang disesuaikan dengan teori, dan sudah melakukan survei langsung dan pengambilan data dalam hal menentukan status gizi. Jurnal ini mengatakan bahwa balita yang mempunyai status gizi baik mempunyai kecenderungan untuk masuk dalam kategori bukan pneumonia yaitu sebesar 35 orang (46,7%) dibandingkan dengan status gizi kurang yaitu sebesar 19 orang (25,3%). Adapun balita yang terkena pneumonia paling besar mempunyai status gizi kurang sebesar 14 orang (18,7%). Salah satu fungsi statistik vital yaitu menentukan masalah dan penyebab masalah kesehatan masyarakat. Dalam jurnal ini dapat menjelaskan bahwa faktor resiko yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas pneumonia antara lain umur kurang dari 2 tahun, gizi kurang, BBLR, tidak mendapat ASI memadai, polusi udara, kepadatan tempat tinggal, imunisasi yang tidak memadai, dan defisiensi vitamin A. Gizi buruk sebagai salah satu faktor tingginya mortalitas dan morbiditas, hal ini berhubungan dengan daya tahan balita yang rendah jika balita kekurangan zat gizi untuk daya tahan dari berbagai penyakit termasuk pneumonia. Sesuai dengan hasil penelitian status gizi kurang pada balita sebesar 34% berarti ada hubungannya dengan kejadian pneumonia, walaupun masih ada pengaruh faktor yang lain. Hasil penelitian yang ada di dalam jurnal ini mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi mortalitas dan morbiditas pneumonia pada balita diantaranya adalah gizi kurang. Status gizi balita yang kurang salah satunya bisa disebabkan karena asupan makanan yang kurang, ada beberapa faktor yang mempengaruhi asupan makanan pada balita kurang diantaranya lingkungan keluarga, media massa, teman sebaya dan penyakit. Penyakit akut maupun kronis dapat menurunkan nafsu makan anak.Jurnal ini juga mengatakan bahwa status gizi balita yang kurang salah satunya bisa disebabkan karena asupan makanan yang kurang, ada beberapa faktor yang mempengaruhi asupan makanan pada balita kurang diantaranya lingkungan keluarga, media massa, teman sebaya dan penyakit. Penyakit akut maupun kronis dapat menurunkan nafsu makan anak. Hal tersebut, peneliti menyesuaikan dengan hasil Susenas 1992 yang menyatakan bahwa di Indonesia gizi sedang dan kurang pada balita sebesar 40,24% dan gizi buruk 2,12%. Anak dengan gizi buruk lebih mudah diidentifikasikan, tetapi anak dengan gizi kurang sering kali luput dari pengamatan, karena orang tua atau bahkan tenaga kesehatan tidak menganggap masalah. Padahal kondisi seperti itu merupakan faktor resiko untuk mendapatkan penyakit, bahkan mempunyai angka kematian yang lebih tinggi.

Sehingga, dalam penelitian tersebut penulis jurnal mengatakan bahwa Terdapat hubungan antara status gizi dengan pneumonia, dan dapat dibuktikan kemaknaanya secara stastistik. Maka semakin baik status gizi balita, semakin kecil untuk terkena pneumonia.Jadi menurut saya, jurnal ini sudah sesuai dengan teori penentuan status gizi dengan metode statistik vital dan teori yang lainnya.

BAB IV. PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Dapat dikatakan bahwa jurnal tentang penentuan status gizi dengan metode statistik vital yang berjudul Hubungan Status Gizi Dengan Kejadian Pneumonia Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Jatilawang Kabupaten Banyumas menurut sudah sesuai dengan teori yang ada. Karena terdapat hubungan antara status gizi dengan angka kejadian pneumonia pada balita sehingga metode statistik vital dapat digunakan dalam menentukan status gizi. Tetapi hanya terdapat kelemahan seperti dalam pengambilan dan pengumpulan data.4.2 Saran

Diharapkan peneliti selanjutnya dapat meminimalisir kelemahan seperti teliti dalam mengumpulkan data untuk metode statistik vital karena berhubungan dalam menentukan status gizi agar data lebih akurat.

Daftar Pustaka

Muchtadi, D.2009.Pengantar Ilmu Gizi.Bandung:Alfa BetaDahlan Z. 2007. Pneumonia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Supariasa, I Dewa Nyoman, dkk. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Supariasa, I Dewa Nyoman, dkk. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Kematian

Keterlambatan Tumbuh Kembang

Produktivitas Menurun

Gejala dan Tanda Malnutrisi

MALNUTRISI

Gangguan Utilitas Biologik

Kebutuhan

Konsumsi Rendah

INFEKSI

Anoreksia

Ekonomi Budaya Pendidikan Kepadatan Penduduk Keadaan Politik

Distribusi & Pengadaan Makanan

Sanitasi