Status epileptikus konvulsifus umum diinduksi infeksi SSP.doc

74
Presentasi kasus Status epileptikus konvulsif umum diinduksi infeksi SSP Disusun oleh: Farid Abdul Hadi, S.Ked. Ruben Salamat P., S.Ked. Moderator: Dr. Zakiah Syeban, Sp.S.(K)

description

neuro

Transcript of Status epileptikus konvulsifus umum diinduksi infeksi SSP.doc

Page 1: Status epileptikus konvulsifus umum diinduksi infeksi SSP.doc

Presentasi kasus

Status epileptikus konvulsif umum diinduksi infeksi SSP

Disusun oleh:

Farid Abdul Hadi, S.Ked.

Ruben Salamat P., S.Ked.

Moderator:

Dr. Zakiah Syeban, Sp.S.(K)

Page 2: Status epileptikus konvulsifus umum diinduksi infeksi SSP.doc

Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-

RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo

Jakarta, Oktober 2007

Page 3: Status epileptikus konvulsifus umum diinduksi infeksi SSP.doc

Presentasi kasus

Status epileptikus konvulsif umum diinduksi infeksi SSPFarid Abdul Hadi, Ruben Salamat P., S.Ked.Moderator: Dr. Zakiah Syeban, Sp.S.(K)Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia – RSUPN dr. Cipto MangunkusumoJakarta, Oktober 2007

Pendahuluan

Status epileptikus (SE) konvulsif merupakan keadaan gawat darurat

neurologi yang paling sering ditemukan1. Meskipun berbahaya, sampai

sekarang belum diketahui mekanisme yang jelas mengenai patofisiologi

keadaan tersebut. Sebanyak dua belas hingga tiga puluh persen pasien

dengan epilepsi akut terdiagnosis dalam keadaan status epileptikus,2,3.

Treiman (1994) dan Celesia (1976) mengajukan klasifikasi status epileptikus

dalam bentuk sederhana berupa SE konvulsif umum, SE subtle, SE

nonkonvulsif (SE absence dan SE parsial kompleks), serta SE parsial

sederhana. Meskipun terdapat beberapa klasifikasi terbaru, misalnya dari

Rona dan Luders (2005) namun klasifikasi Treiman relatif lebih mudah

digunakan dalam keadaan gawat darurat4.

Manajemen status epileptikus mengikuti prosedur kegawatdaruratan umum5

dengan penangangan serius pada jalan napas (airway) dan ventilasi

karenanya Analisis Gas Darah (AGD) harus senantiasa dimonitor. Asidosis

metabolik (pH arteri <7.0) dapat membaik dengan sendirinya jika kejang

dapat diatasi6,7. Hipertermia juga dapat terjadi (pada 28 hingga 79 persen

pasien) akibat proses kejang -bukan karena infeksi- dan dapat diatasi

dengan pendinginan manual6,7. EEG dilakukan hanya untuk pasien dengan

status epilepsi refrakter berkepanjangan, tetap tidak sadar setelah

Page 4: Status epileptikus konvulsifus umum diinduksi infeksi SSP.doc

pemberian obat antiepilepsi, dan yang menggunakan obat paralisis jangka

panjang5.

Berikut ini merupakan kasus status epileptikus konvulsif umum episode akut

yang masuk ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUPN dr. Cipto

Mangunkusumo (RSCM) dalam keadaan tidak sadar setelah empat jam

kejang terus-menerus pada pasien dengan riwayat epilepsi sejak kecil.

Selama perawatan pasien menunjukkan tanda-tanda perburukan (kesadaran

dan tanda vital) hingga akhirnya meninggal di Intermediate Ward (IW)

RSCM pada hari ke-5 perawatan.

Ilustrasi kasus

Anamnesis

Dilakukan aloanamnesis dengan ayah pasien pada saat masuk IGD, 22

September 2007 dan pada saat perawatan di Intermediate Ward (IW)

tanggal 24 September 2007.

Identitas

Laki-laki 33 tahun berinisial FI (NR RSCM 3150730), keturunan Arab,

tinggal di Jakarta, menikah dengan satu orang anak, biaya pribadi.

Keluhan utama

Kejang berulang empat jam sebelum masuk rumah sakit

Riwayat penyakit sekarang

Sebelum kejang:

Sebelum kejang tidak ditemuakan mulut berbusa, tidak mengkonsumsi

alkohol dan obat-obatan (selain obat antiepilepsi), bicara tidak pelo, tidak

ada kelemahan sesisi, tidak ada sakit kepala hebat, tidak ada sakit kepala

berputar, tidak ada kesemutan/baal, tidak ada trauma/kecelakaan kepala,

tidak mual, tidak muntah, tidak demam, dan keluarga pasien sudah

mengenal tanda-tanda jika pasien akan kejang berupa bibir yang mengecap-

Page 5: Status epileptikus konvulsifus umum diinduksi infeksi SSP.doc

ngecap atau mata yang suka berkedip-kedip. Pasien cukup tidur beberapa

hari sebelum timbul kejang.

Saat kejang:

Kejang berupa kaku dan kelojotan di sekujur tubuh, terutama di lengan

kanan dan kiri dengan mata mendelik ke atas. Setiap jam berlangsung tiga

hingga empat kali kejang masing-masing selama lima belas hingga dua

puluh menit dengan keadaan tidak sadar di antara kejang. Dagu pasien

sempat terbentur-bentur dinding dan lantai hingga menimbulkan luka

ringan.

Setelah kejang:

Pasien mengompol segera setelah kejang dan tidak sadar seperti tertidur.

Setelah itu pasien tidak berhenti mengerang dari kejang satu hingga kejang

berikutnya. Dibawa ke IGD RSCM dalam keadaan tidak sadar dengan bekas-

bekas luka di dagu dan lengan.

Riwayat penyakit dahulu

Pasien menderita epilepsi sejak usia 15 tahun Satu bulan bisa 2-3x

serangan. Pasien tidak pernah minum obat teratur meskipun memiliki

persediaan obat di rumahnya. Pasien hanya minum panadol bila merasa

sakit kepala.

Hipertensi (-), Diabetes Mellitus (-), stroke (-), penyakit jantung (-), alergi

tidak diketahui.

Riwayat sosial ekonomi

Narkoba (-), alkohol (-), merokok (+) sejak SMP setengah hingga satu

bungkus setiap hari. Sudah berkali-kali dikeluarkan dari tempat bekerja

karena penyakit epilepsi yang dideritanya.

Pemeriksaan fisis

Dilakukan saat perawatan di IW tanggal 24 September 2007.

Status general

Page 6: Status epileptikus konvulsifus umum diinduksi infeksi SSP.doc

Nadi: 124x/menit

Pernapasan: 36x/menit

Suhu : 37o C

TD kanan : 90/70

mmHg

TD kiri: 80/70mmHg

Kepala : deformitas (-), luka ekskoriasi di mandibula

dx et sin

Mata : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), mata

tertutup dalam kesadaran menurun

Leher : KGB submandibula sin teraba 2x3x2 cm

kenyal, mobile, NT (-), trakea di tengah

THT : perdarahan (-), mulut terpasang oropharyngeal

airway (OPA) dengan standby suction unit, hidung

terpasang selang nasogastric tube (NGT)

Paru : vesikuler , rh +/+ basah kasar di apeks kedua

lapang paru, wh -/-

Jantung : Bunyi jantung I-II (N) , murmur (-), gallop

(-), batas jantung dalam batas normal

Abdomen : lemas datar, H/L tidak teraba, bising usus

(+) N

Ekstremitas : akral hangat , perfusi cukup CRT <2

detik, needle track (-)

Status neurologi

GCS: E1M1V2 = 4

Pupil : isokor , diameter 3mm/3mm, RCL +/+ RCTL

+/+

TRM : KK (+), Laseque >700/>700, Kernique

>1350/>1350

Nervus cranial : kesan paresis (-)

Motorik : kesan paresis (-)

Page 7: Status epileptikus konvulsifus umum diinduksi infeksi SSP.doc

Sensorik : sulit dinilai

Refleks fisiologis : ++/++ refleks patologis

(Babinski grup): -/-

++/++

otonom : terpasang kateter folley

Pemeriksaan penunjang

Hematologi rutin (serial):

22-09-2007 23-09-2007 Nilai

normal

Hb 18,6 ↑ 18.8 ↑ 13-16 g/dL

Hematokrit 54 ↑ 56 ↑ 40-48%

Leukosit 29.200 ↑ 30.400 ↑ 5.000-

10.000/uL

Trombosit 274.000 N 89.000 ↓ 150.000-

400.000/uL

MCH 90 N 90 N 82-92 fl

MCV 31 N 30 N 27-31 pg

MCHC 34 N 34 N 32-36 g/dl

Kimia darah (serial):

22-09-2007 23-09-2007 Nilai

normal

Ureum 40 ↑ 46 ↑ 20-40

mg/dL

Kreatinin 2.1 ↑ 2.5 ↑ 0,5-1,5

mg/dL

Page 8: Status epileptikus konvulsifus umum diinduksi infeksi SSP.doc

Gula Darah

Sewaktu

73 N --- 70-200

mg/dL

Elektrolit (serial):

22-09-2007 23-09-2007 Nilai

normal

Na+ 142 N 148 ↑ 135-

147meq/l

K+ 4.3 N 3.8 N 3,5-5,5

meq/l

Cl- 106 N 107 ↑ 100-106

meq/l

Analisis gas darah (serial):

22-09-2007

21:29

23-09-2007

12:35

Nilai

normal

pH 7.259 ↓ 7.332 ↓ 7,35-7,45

pO2 186.2 ↑ 131.8 ↑ 85-95

mmHg

pCO2 29.7 ↓ 30.2 ↓ 35-45

mmHg

HCO3 12.8 ↓ 15.5 ↓ 21-25

mmHg

BEc -12.8 ↓ -9.2 ↓ -2.5 - +2.5

Sat O2 97.9 ↑ 97.3 ↑ 85-95 %

Page 9: Status epileptikus konvulsifus umum diinduksi infeksi SSP.doc

Elektrokardiografi:

Sinus takikardi 120x/menit, Normoaksis, RVH (-),

LVH (-), ST elevasi di V4, V5, dan V6

Kesan iskemia anterolateral.

Masalah

Status epileptikus konvulsif umum

Systematic Inflammatory Response Syndrome (SIRS)

Acute Renal Failure (ARF)

Coronary Artery Disease (CAD) anterolateral

Trombositopenia

Perencanaan

EKG ulang

Pemeriksaan fungsi hati

Brain CT + kontras (ditunda karena kondisi jantung

tidak memungkinkan)

Thorax PA/Lateral

O2 4 Ltr/ mnt

IVFD Nacl 0,9 % 500cc/12jam

Folley catheter

NGT

Diazepam , bolus 2x½ amp

Fenitoin loading 625 mg lanjut 3x100

Ranitidin 2x1 amp

RHZE 450/300/1500/1500

Vitamin B6 3x1

Ceftriaxone 2x2 gr

Page 10: Status epileptikus konvulsifus umum diinduksi infeksi SSP.doc

Dexamethasone loading 10 mg dilanjutkan 4x5 mg

Aminovel 2x1

Levores 500 mg drip/24 jam

DC 6x250 cc

PCT 3 x 500 mg

Diet cair 6 x 200 cc

Epilepsi secara umum

Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan

ciri timbulnya gejala-gejala yang datang dalam

serangan-serangan berulang-ulang, yang disebabkan

lepas muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang

bersifat reversibel dengan berbagai etiologi.

Serangan epilepsi ialah suatu gejala epilepsi

yang timbulnya tiba-tiba dan menghilang secara tiba-

tiba pula.

Etiologi

1. Idiopatik

Sebagian besar epilepsi pada anak adalah

oleh etiologi idiopatik ini.

2. Faktor Herediter

Beberapa penyakit herediter yang disertai

bangkitan kejang antara lain adalah

sklerosis tuberosa, neurofibromatosis,

angiomatosis ensefalotrigeminal, fenil

ketonuria, hipoparatiroidisme, hipoglikemia

3. Faktor Genetik

Pada kejang demam dan breath holding spells

4. Kelainan Kongenital Otak

Page 11: Status epileptikus konvulsifus umum diinduksi infeksi SSP.doc

Antara lain berupa atrofi, porensefali,

agenesis korpus kalosum

5. Gangguan Metabolik

Misalnya pada hipoglikemia, hipokalsemia,

hiponatremia, hipernatremia

6. Infeksi

Radang yang disebabkan bakteri atau virus

pada otak atau selaputnya

7. Trauma

Kontusio serebri, hematoma subarakhnoid,

hematoma subdural

8. Neoplasma otak dan selaputnya

9. Kelainan pembuluh darah, malformasi,

penyakit kolagen

10.Keracunan

Pada keracunan timbal (Pb), kamper,

fenotiazin, air

11.Lain-lain

Misalnya pada penyakit darah, gangguan

keseimbangan hormon, degenerasi

serebral

Faktor presipitasi

1. Faktor sensoris

2. Faktor sistemis

3. Faktor mental

Patofisiologi

Secara umum, epilepsi terjadi karena terjadi

penurunan potensial membran sel saraf akibat

proses patologik dalam otak, gaya mekanik atau

Page 12: Status epileptikus konvulsifus umum diinduksi infeksi SSP.doc

toksik, yang selanjutnya menyebabkan terlepasnya

muatan listrik dari sel saraf yang bersangkutan.

Penelitian menunjukkan pentingnya peranan

asetilkolin sebagai zat yang menurunkan potensial

membran postsinaptik dalam hal terlepasnya muatan

listrik yang terjadi sewaktu-waktu saja yang mana

menyebabkan manifestasi klinisnya pun muncul

sewaktu-waktu.

Bila asetilkolin sudah cukup tertimbun di

permukaan otak, maka pelepasan muatan listrik sel-

sel saraf kortikal dipermudah. Asetilkolin diproduksi

oleh sel-sel saraf kolinergik dan merembes keluar

dari permukaan otak. Asetilkolin yang merembes

keluar dari permukaan otak pada kesadaran awas-

waspada adalah lebih banyak jika dibandingkan

dengan pada saat tidur. Asetilkolin lebih banyak

pada jejas otak jika dibandingkan dengan dalam otak

yang sehat. Pada tumor serebri atau pada adanya

sikatriks setempat pada permukaan otak sebagai

gejala sisa dari meningitis, ensefalitis, kontusio

serebri, atau trauma lahir, dapat terjadi penimbunan

setempat dari asetilkolin. Oleh karena itu, pada

tempat tersebut akan terjadi lepas muatan listrik sel-

sel saraf. Penimbunan setempat asetilkolin harus

mencapai konsentrasi tertentu untuk dapat

merendahkan potensial membran sehingga lepas

muatan listrik dapat terjadi. Hal ini merupakan

mekanisme terjadinya epilepsi fokal yang biasanya

simptomatik.

Pada epilepsi idiopatik, tipe grand mal, secara

primer muatan listrik dilepaskan oleh nuklei

intralaminares talami yang dikenal juga sebagai inti

centrecephalic. Inti ini merupakan terminal dari

Page 13: Status epileptikus konvulsifus umum diinduksi infeksi SSP.doc

lintasan asenden aspesifik atau lintasan asenden

ekstralemniskal. Input dari korteks serebri melaui

lintasan aferen aspesifik itu menentukan derajat

kesadaran. Bilamana samasekali tidak ada input

maka timbullah koma.

Pada epilepsi grand mal, oleh karena sebab

yang belum dapat dipastikan, terjadilah lepas

muatan listrik dari inti-inti intralaminar talamik

secara berlebihan. Peraqngsangan talamokortikal

yang berlebihan ini menghasilkan kejang seluruh

tubuh dan sekaligus menghalangi sel-sel saraf yang

memelihara kesadaranmenerima impuls aferen dari

dunia luar sehingga kesadaran hilang.

Penelitian menunjukkan bahwa bagian dari

substansia retikularis di bagian rostral mesensefalon

yang dapat melakukan blokade sejenak terhadap inti-

inti intralaminar talamik sehingga kesadaran hilang

sejenak tanpa disertai kejang-kejang pada otot

skeletal, yang dikenal sebagai epilepsi petit mal.

Manifestasi klinis

Klasifikasi Epilepsi menurut Commission of

Classification and Terminology of the International

League against Epilepsi (ILAE) tahun 1981 adalah

sebagai berikut :

Sawan Parsial ( Sawan Fokal atau Sawan

Lokal )

A. Sawan Parsial Sederhana, sawan dengan

kesadaran tetap normal

1. Dengan gejala motorik

a. Fokal motorik tidak menjalar

Page 14: Status epileptikus konvulsifus umum diinduksi infeksi SSP.doc

Sawan terbatas pada satu bagian

tubuh saja

b. Fokal motorik menjalar

Sawan dimulai dari satu bagian tubuh

dan menjalar meluas ke bagian lain.

Disebut juga sebagai Epilepsi Jackson.

c. Versif

Sawan disertai gerakan memutar

kepala, mata, tubuh

d. Postural

Sawan disertai dengan lengan atau

tungkai kaku dalam sikap tertentu

e. Disertai gangguan fonasi

Sawan disertai arus bicara yang

terhenti atau mengeluarkan bunyi-bunyi

tertentu

2. Dengan gejala somatosensoris atau

sensoris spesial

Sawan disertai halusinasi sederhana

yang mengenai kelima panca indera dan

bangkitan yang disertai vertigo

a. Somatosensoris

b. Visual

c. Auditoris

d. Olfaktoris

e. Gustatoris

f. Disertai Vertigo

3. Dengan gejala atau tanda gangguan saraf

otonom

Page 15: Status epileptikus konvulsifus umum diinduksi infeksi SSP.doc

Seperti sensasi epigastrium, pucat,

berkeringat, memberat, piloereksi, dilatasi

pupil

4. Dengan gejala psikis ( gangguan fungsi

luhur )

a. Disfasia

b. Disnemsia

c. Kognitif

d. Afektif

e. Ilusi

f. Halusinasi kompleks ( berstruktur )

B. Sawan Parsial Kompleks ( disertai

gangguan kesadaran )

1. Serangan parsial sederhana disertai

gangguan kesadaran, kesadaran mula-mula

baik baru kemudian menurun

a. Dengan gejala parsial sederhana A1-A4

b. Dengan automatisme

2. Dengan penurunan kesadaran sejak

serangan, kesadaran menurun sejak

permulaan serangan

a. Hanya dengan penurunan kesadaran

b. Dengan automatisme

C. Sawan parsial yang berkembang menjadi

bangkitan umum (tonik-klonik, tonik,

klonik)

Page 16: Status epileptikus konvulsifus umum diinduksi infeksi SSP.doc

1. Sawan parsial sederhana yang berkembang

menjadi bangkitan umum

2. Sawan parsial kompleks yang berkembang

menjadi bangkitan umum

3. Sawan parsial sederhana yang menjadi

bangkitan parsial kompleks lalu

berkembang menjadi bangkitan umum

II. Sawan Umum ( konvulsif atau non-

konvulsif )

A. 1. Sawan Lena (Absance)

a. Hanya penurunan kesadaran

b. Dengan komponen klonik ringan

c. Dengan konponen atonik

d. Dengan komponen tonik

e. Dengan automatisme

f. Dengan komponen autonom

2. Lena Tak Khas ( Atypical Absence )

Dapat disertai :

a. Gangguan tonus yang lebih jelas

b. Permulaan dan berakhirnya bangkitan

tidak mendadak

B. Sawan Mioklonik

C. Sawan Klonik

D. Sawan Tonik

E. Sawan Tonik-Klonik

F. Sawan Atonik

III. Sawan Tak Tergolongkan

Termasuk golongan ini ialahbangkitan pada

bayi berupa gerakan bola mata yang

Page 17: Status epileptikus konvulsifus umum diinduksi infeksi SSP.doc

ritmik, mengunyah-ngunyah, gerakan seperti

berenang, menggigil, atau pernapasan

yang mendadak berhenti sementara

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan

untuk menentukan penyebab kejadian kejang atau

serangan yang baru pertama kali terjadi /

terdiagnosa antara lain adalah pemeriksaan

elektrolit, kadar gula darah, kadar ureum darah,

maupun fungsi hati. Pemeriksaan ini dilakukan untuk

menyingkirkan penyebab utama kelainan metabolik

yang mendasari kejang, sebelum mendiagnosa sustu

epilepsi. Tes skrining untuk zat toksik dilakukan

pada kecurigaan adanya intoksikasi atau reaksi

withdrawal terhadap obat.

Pemeriksaan cairan serebrospinal juga perlu

dilakukan pada pasien dengan kecurigaan kejadian

kejang karena adanya meningitis atau encephalitis.

Pemeriksaan neuroradiologi juga merupakan

pemeriksaan yang rutin dilakukan untuk menentukan

adanya lesi structural sebagai penyebab terjadinya

kejang. Hal ini lebih mendukung apabila kejang yang

terjadi adalah kejang yang bersifat fokal. Modalitas

radiologi yang bisa dipakai antara lain CT-scan

kepala atau MRI. Kelebihan menggunakan MRI

sebagai metode pencitraan adalah alat ini bisa

menggambakan lesi yang sangat kecil/subtle,

misalnya pada tumor atau mesial temporal sclerosis.

Indikasi lain melakukan pencitraan neurologi

pada pasien dengan kejang yang pertama kali

adalah, defisit neurologis fokal yang baru, perubahan

Page 18: Status epileptikus konvulsifus umum diinduksi infeksi SSP.doc

status mental yang persisten, demam, trauma, sakit

kepala persisten, atau riwayat terapi kanker atau

antikoagulan, dan juga pasien yang mempunyai

sindrom immunodefisiensi.

Elektroensefalografi ( EEG ) merupakan

pemeriksaan penunjang yang informatif yang dapat

memastikan diagnosis epilepsi bila ditemukan pola

EEG yang bersifat khas epileptik, baik yang terekam

saat serangan maupun di luar serangan berupa

gelombang runcing, gelombang paku, runcing

lambat, atau paku lambat.

Video EEG dapat dilakukan untuk menegakkan

diagnosis pasti dari sebuah serangan dengan

kesadaran yang terganggu. Video EEG juga dapat

dilakukan untuk menggolongkan jenis kejang yang

terjadi ataupun sindrom epilepsi yang ada dengan

tujuan untuk mengoptimalkan pengobatan ataupun

untuk mempersiapkan suatu operasi dalam rangka

penatalaksanaan kejang.

Diagnosis diferensial

1. Sinkop

2. Gangguan Jantung

3. Gangguan sepintas peredaran darah otak

4. Hipoglikemia

5. Keracunan

6. Histeria

7. Narkolepsi

8. Paralisis Tidur

10. Migren

Page 19: Status epileptikus konvulsifus umum diinduksi infeksi SSP.doc

Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan adalah mencegah

timbulnya sawan tanpa mengganggu kapasitas fisik

dan intelek penderita. Pengobatan epilepsi meliputi

pengobatan medikamentosa dan pengobatan

psikososial.

A. Pengobatan Medikamentosa

Prinsip-prinsip dasar dalam pengobatan

medikamentosa pada epilepsi antara lain :

1. Pada sawan yang sangat jarang dan dapat

dihilangkan faktor pencetusnya, pemberian obat

harus dipertimbangkan.

2. Pemberian diberikan setelah diagnosis

ditegakkan.

3. Obat yang diberikan sesuai dengan jenis sawan.

4. Sebaiknya menggunakan monoterapi karena :

a. toksisitas akan berkurang

b. mempermudah pemantauan

c. menghindari interaksi obat

5. Dosis obat disesuaikan secara individual

6. Evaluasi hasil pengobatan

Bila gagal, cari penyebabnya :

- salah etiologi

- pemberian obat anti epilepsi yang kurang

tepat

- kurang penerangan (edukasi)

- faktor emosional sebagai pencetus

- termasuk intractable epilepsi

Page 20: Status epileptikus konvulsifus umum diinduksi infeksi SSP.doc

7. Pengobatan dihentikan setelah sawan hilang

selama minimal 2 sampai 3 tahun.

Pengobatan dihentikan secara berangsur

dengan menurunkan dosisnya.

Obat Pilihan Berdasarkan Jenis Sawan :

1. Bangkitan Fokal / Parsial

a. Sederhana

Karbamazepin, Fenobarbital, Fenitoin

b. Kompleks

Karbamazepin, Fenobarbital, Fenitoin, Asam

Valproat

c. Tonik-Klonik Umum Sekarang

Karbamazepin, Fenobarbital, Fenitoin, Asam

Valproat

2. Bangkitan Umum

a. Tonik-Klonik

Karbamazepin, Fenobarbital, Fenitoin, Asam

Valproat

b. Mioklonik

Klonazepam, Asam Valproat

c. Absens / Petit Mal

Klonazepam, Asam Valproat

Dosis Obat Anti-Epilepsi

Page 21: Status epileptikus konvulsifus umum diinduksi infeksi SSP.doc

B. Pengobatan non-medikamentosa

Diet

Diet ketogenik memiliki peranan dalam penanganan

kasus epilepsi yang berat pada anak-anak. Diet ini

terbukti efektif pada kasus epilepsi yang refrakter,

Page 22: Status epileptikus konvulsifus umum diinduksi infeksi SSP.doc

tetapi diet ini tidak direkomendasikan pada remaja

atau atau dewasa kecuali jika semua intake

makanan dilakukan melalui pipa nasogastrik.

Masaah lain yang menghambat panggunaan diet ini

adalah bahannya sendiri yang sulit dibeli.

Stimulasi Nervus Vagal

Stimulasi nervus vagal merupakan sebuah alat yang

dibuat untuk mengatasi epilepsi onset parsial yang

refrakter. Beberapa penelitan menyebutkan bahwa

metode ini juga terbukti dapat mengatasi epilepsi

umum. Alat ini mempunyai tingkat keberhasilan 40-

50% pada pemakaian selama 18 bulan, tingkat

keberhasilannya diukur dari berkurangnya gejala

serangan sebnyak 50% atau lebih. Banyak pasien

yang melaporkan perbaikan dalam intensitas kejang

dan juga perbaikan mood. Tetapi keadaan bebas

kejang sama sekali hanya dilaporkan pada < 10%

kasus

Terapi Bedah

Ada 2 macam terapi bedah dalam penanganan

epilepsi, yang pertama adalah paliatif dan potensial-

kuratif. Beberapa tahun yang lalu, terapi bedah

bertujuan paliatif yang paling umum dilakukan

adalah kallostomi anterior. Terapi ini diindikasikan

pada pasien dengan kejang atonik yang tidak bisa

diatasi dengan pengobatan, yang seringkali terkena

luka akibat terbentur banyak benda ketika jatuh.

Sekarang ini terapi seperti ini telah jarang

dilakukan. Penggunaan alat stimulasi nervus vagal

pada keadaan pasien yang sama telah mengantikan

kegunaan metode bedah ini.

Page 23: Status epileptikus konvulsifus umum diinduksi infeksi SSP.doc

Beberapa terapi bedah yang bertujuan kuratif

antara lain lobectomy atau, lesionectmy. Secara

umum, area epileptogenic harus dipetakan

menggunakan video EEG kecuali jika pasien dapat

dipastikan memiliki area epileptogenic unilateral di

lobus temporal.

Hasil akhir pada pasien yang memiliki epilepsi

lobus temporal yang menjalani terapi bedah akan

lebih baik, daripada area onset di tempat lain.

C. Pengobatan Psikososial

Edukasi pada pasien dan keluarganya bahwa

dengan pengobatan yang optimal sebagian besar

akan terbebas dari sawan. Pasien harus patuh

dalam menjalani pengobatannya sehingga dapat

bebas dari sawan dan dapat belajar, bekerja, dan

bermasyarakat secara normal.

Prognosis

Pasien epilepsi yang berobat teratur, 1/3 akan

bebas serangan paling sedikit 2 tahun, dan bila

lebih dari 5 tahun sesudah serangan terakhir obat

dihentikan pasien tidak mengalami sawan lagi,

maka dikatakan pasien telah mengalami

remisi.Diperkirakan 30% pasien tidak akan

mengalami remisi meskipun minum obat dengan

teratur.

Sesudah remisi, kemungkinan munculnya

serangan ulang paling sering didapat pada sawan

tonik-klonik dan sawan parsial kompleks. Usia muda

lebih mudah mengalami relaps sesudah remisi.

Banyak ahli menggunakan penilaian faktor

resiko untuk memprediksi rekurensi setelah

Page 24: Status epileptikus konvulsifus umum diinduksi infeksi SSP.doc

penghentian terapi anti konnvulsan. Gambaran

normal pada sleep-deprived EEG dan gambaran

normal pad MRI akan menurunkan resiko relaps

pada penghentian obat.

Faktor lain yang dihubungkan dengan

peningkatan resiko terjadinya rekurensi setelah

penghentian obat:

EEG abnormal (perburukan gelombang

epileptiform atau adanya abnormalitas yang

fokal)

MRI yang abnormal (terutama pada lesi di

korteks atau area limbik)

Danya beberapa tipe kejang pada satu

kesempatan (lebih parah jika ada kejang

tonik atau atonik)

Tingginya jumlah serangan

Lamanya durasi penyakit sebelum akhirnya

dikontrol dengan obat

Sekitar 75% relaps setelah penghentian obat

terjadi pada tahun pertama.

Penghentian anti konvulsan sebaiknya dilakukan

dengan tapering off selama 6 sampai 10 minggu ini

berlaku terhadap semua jenis anti konvulsan,kecuali

primidon, fenobarbital dan benzodiazepine yang

harus di tapering off selama 10 sampai 16 minggu.

Status epileptikus

Status epileptikus adalah bangkitan yang

berlangsung lebih dari 30 menit, atau adanya dua

bangkitan atau lebih di mana antara bangkitan–

bangkitan tadi tidak terdapat pemulihan

kesadaran.

Page 25: Status epileptikus konvulsifus umum diinduksi infeksi SSP.doc

Klasifikasi status epileptikus berdasarkan

Treiman4

SE konvulsif umum (bangkitan umum tonik

klonik)

SE subtle

SE nonkonvulsif (bangkitan bukan umum

tonik–klonik, dibagi menjadi SE absence dan

SE parsial kompleks)

SE parsial sederhana

Gambaran klinis

Epilepsi fokal dengan manifestasi kejang otot lokal

sampai separuh tubuh, gerakan adversif mata dan

kepala, sering merupakan awal dari status

epileptikus. Keluarga penderita yang melihat

kejadian ini akan dapat menceritakannya kembali

dengan jelas. Enampuluh sampai delapanpuluh

persen status epileptikus dimulai dengan gejala-

gejala fokal. Kejang menjadi bilateral dan umum

akibat penyebaran lepas muatan listrik yang

terus menerus dari fokus pada suatu hemisfer ke

hemisfer lain. Kejang tonik akan diikuti oleh

sentakan otot atau kejang klonik. Proses ini

berlangsung terus, sambung-menyambung tanpa di-

selingi oleh fase sadar. Dalam bentuk klinis seperti

ini penderita berada dalam ke- adaan status

epileptikus.

Etiologi

Status epileptikus tonik-klonik, banyak berasal dari

insult akut pada otak dengan suatu fokus serangan.

Penyebab status epileptikus yang banyak diketahui

adalah, in fark otak mendadak, anoksia otak,

Page 26: Status epileptikus konvulsifus umum diinduksi infeksi SSP.doc

bermacam-macam gangguan metabolisme, tumor

otak, menghentikan kebiasaan minuman keras

secara mendadak, atau berhenti makan obat anti

kejang. Jarang status epileptikus disebabkan oleh

penyakit degenerasi sel-sel otak, menghentikan

penggunaan penenang dengan men- dadak, pasca

anestesi dan cedera perinatal. Penderita yang

sebelumnya tidak mempunyai riwayat epilepsi,

mungkin mempunyai riwayat trauma kepala, radang

otak, tumor, penyakit pembuluh darah otak.

Kelainan-kelainan ini terutama yang terdapat pada

lobus frontalis, lebih sering menimbulkan status

epileptikus, dibandingkan dcngan lokasi lain pada

otak.

Penderita yang mempunyai riwayat epilepsi, dcngan

sen- dirinya mempunyai faktor pcncctus tertentu.

Umumnya karena tidak teratur makan obat atau

menghentikan obat sekehendak hatinya. Faktor

pencetus lain yang harus diperhatikan adalah

alkohol, keracunan kehamilan, uremia dan lain-lain.

Patofisiologi

Suatu lepas muatan simpatis akan menyebabkan

naiknya tekanan darah dan bertambahnya denyut

jantung. Autoregulasi peredaran darah otak hilang,

mengakibatkan turunnya resistensi serebrovaskuler.

Aliran darah ke otak sangat bertambah didorong

oleh tingginya tekanan darah dan tidak adanya

mekanisme autoregulasi. Sebaliknya tekanan darah

sistemik akan turun, bila kejang berlangsung terus

dan mengakibatkan turunnya tekanan perfusi, yang

selanjutnya menyebabkan iskemi otak. Hal ini dan

Page 27: Status epileptikus konvulsifus umum diinduksi infeksi SSP.doc

berbagai faktor lain akan menyebabkan hipoksi sel-

sel otak.

Kejang otot yang luas dan melibatkan otot

pernafasan, selain mengganggu pernafasan secara

mekanis juga menyebabkan inhibisi pada pusat

pernafasan di medulla oblongata. Di samping itu

kegiatan lepas muatan saraf otonom menyebabkan

sekresi bronkus berlebihan dan aspirasi,

mengakibatkan ganggu- an difusi oksigen melalui

dinding alveolus.

Perubahan fisiologis lain yang paling penting ialah

adanya penggunaan enersi yang sangat banyak.

Neuron yang terus menerus terpacu menyebabkan

bertambahnya metabolisme otak secara berlebihan,

sehingga persediaan senyawa fosfat enersi tinggi

terkuras. Hipotensi dan hipoksi akan memperburuk

keada- an, yang berakhir dengan kematian sel-sel

neuron. Selanjutnya hal ini dapat mengakibatkan

aritmi jantung, hipoksi otak yang berat dan

kematian. Kejang otot dan gangguan otoregulasi

lain, juga menimbulkan komplikasi kerusakan otot,

edema paru dan nekrosis tubuler mendadak. Status

epileptikus yang berlangsung lama menimbulkan

kelainan yang sama dengan apa yang terjadi pada

hipoglikemia berat atau hipoksi. Sel-sel neuron yang

mengalami iskemi selalu terdapat di daerah sektor

Sommer hipokampus, lapisan 3, 4 dan 6 korteks

serebri, kornu Ammon, amigdala, talamus dan sel-

sel Purkinje.

Penatalaksanaan dan pengobatan

Status epileptikus tipe grandmal ini merupakan

gawat darurat neurologi. Harus diatasi secepat

Page 28: Status epileptikus konvulsifus umum diinduksi infeksi SSP.doc

mungkin untuk meng- hindarkan kematian atau

cedera saraf permanen.

Biasanya dilakukan 3 tahap tindakan :

1. Stabilisasi penderita.

2. Menghentikan kejang.

3. Menegakkan diagnosis.

Stabilisasi penderita

Tahap ini meliputi usaha-usaha mempertahankan

dan memperbaiki fungsi vital yang mungkin

terganggu; member- sihkan udara dan jalan

pernafasan, serta memberikan oksigen. Dalam

keadaan tcrtcntu, tcrutama bila kejang sudah lama

atau ada hambatan saluran pemafasan, harus

dilakukan intubasi.

Tekanan darah dipertahankan, diberikan

garam fisiologis dan bila perlu diberi vasopressor.

Darah diambil untuk pemeriksaan darah lengkap,

gula darah, elektrolit, ureum, kreatinin dan bagi

penderita epilepsi di- periksa kadar obat dalam

scrum darahnya.

Harus diperiksa gas-gas darah arteri, untuk

melacak adanya asidosis metabolik dan kemampuan

oksigenasi darah. Asidosis dikoreksi dengan

bikarbonat intravena. Segera diberi 50 ml glukosa

50% intravena, diikuti pemberian tiamin 100

milligram intramuskular.

Berikut ini langkah stabilisasi penderita status

epileptikus dalam tatanan gawat darurat.5

Page 29: Status epileptikus konvulsifus umum diinduksi infeksi SSP.doc

Gambar1. Algoritma stabilisasi penderita status

epileptikus dalam tatanan gawat darurat, dikutip

dari Lowenstein Daniel H, Alldredge Brian K. Status

epilepticus [curent concept]. N Engl J Med

1998;14:972.

Menghentikan kejang

Usaha mengakhiri kejang dilakukan segera sesudah

tahap stabilisasi selesai. Tindakan ini dimulai dengan

pemberian bolus diazepam, 2 mg/menit, masing-

masing 10 mg. Pemberian bolus diazepam

dilanjutkan sampai jumlah 50 mg, sementara itu

Page 30: Status epileptikus konvulsifus umum diinduksi infeksi SSP.doc

pernafasan dimonitor terus. Biasanya kejang sudah

dapat diatasi.

Bila pemberian diazepam yang waktu

paruhnya hanya se- kitar 15 menit belum berhasil,

diberikan fenitoin yang bekerja lebih lama,

mempunyai waktu paruh selama 24 jam. Fenitoin

diberikan secara intravena, dilarutkan dalam garam

fisiologis, dengan dosis 18 mg/kg berat badan,

dengan kecepatan kurang dari 50 mg/menit. Efek

samping aritmi jantung sering timbul pada

pemberian fenitoin yang terlalu cepat atau lebih dari

50 mg/ menit, bukan karena jumlah fenitoin yang

diberikan.

Diazepam dan fenitoin dapat menekan

pernafasan, terutama bila pemberian terlalu cepat.

Oleh karena itu selama pemberian obat ini harus

dilakukan monitoring ECG dan pernafasan. Bila

kejang masih terus berlangsung sesudah 20 menit

pemberian fenitoin, intubasi harus dilakukan.

Selanjutnya diberi fenobarbital sampai kejang

berhenti atau dosis seluruhnya men- capai 20 mg/kg

berat badan. Fenobarbital juga diberikan per infus

dengan kecepatan maksimum 100 mg/menit. Selama

pemberian fenobarbital harus diperhatikan

kemungkinan gangguan pernafasan dan turunnya

tekanan darah.

Apabila tahap pemberian fenobarbital belum

berhasil meng- hentikan kejang, maka ahli saraf

harus memikirkan tindakan resusitasi otak melalui

anestesi dengan pemberian pentobarbital atau

amobarbital. Takaran obat yang diberikan

disesuaikan sampai tercapai aktivitas otak yang

dikenal dengan outburst suppression pattern pada

Page 31: Status epileptikus konvulsifus umum diinduksi infeksi SSP.doc

rekaman EEG. Dosis ini dipertahankan selama tiga

jam, agar otak mempunyai waktu yang cukup untuk

embangkitkan homeostasis dan melawan kejang

berkelan-jutan.

Di tempat-tempat yang tidak mempunyai

sarana pemberian oat secara intravena atau tidak

ada fasilitas resusitasi, dapat iberikan pertolongan

pertama dengan pemberian paraldehid ke dalam otot

atau rektum. Suntikan paraldehid masing-masing 5

mg ke dalam kedua otot bokong setiap 3 jam, atau

paraldehid 10% dalam larutan garam fisiologis,

sebanyak 5 ml melalui rektum.

Berikut ini diagram tata laksana status

epileptikus dalam tatanan gawat darurat.5

Page 32: Status epileptikus konvulsifus umum diinduksi infeksi SSP.doc

Gambar2. Alur tata laksana status epileptikus

dalam tatanan gawat darurat, dikutip dari

Lowenstein Daniel H, Alldredge Brian K. Status

epilepticus [curent concept]. N Engl J Med

1998;14:973.

Menegakkan diagnosis

Dalam tahap ini bukan diagnosis epilepsi yang dicari,

melainkan upaya untuk mencari apa yang menjadi

latar belakang timbulnya status epileptikus. Tahap

ini sedikit banyak tumpang tindih dengan tahap

stabilisasi penderita. Selama dilakukan usaha untuk

Page 33: Status epileptikus konvulsifus umum diinduksi infeksi SSP.doc

mempertahankan dan memperbaiki fungsi vital,

alloanamnesis dilakukan untuk memperoleh

keterangan mengenai riwayat penyakit sebelumnya.

Adanya kemungkinan riwayat epilepsi, penggunaan

alkohol, obat penenang, trauma, radang otak dan

penyakit lain yang ada kaitannya dengan status

epileptikus. Tahap ini sangat penting untuk

menentukan prognosis di samping keberhasilan

tahap sebelumnya.

Protokol penanganan SE

Stadium Penatalaksanaan

Stadium I (0-10

menit)

Stadium II(1-90 mnt)

Stadium III(0-60/90

mnnt)

Memperbaiki fungsi kardio-respirasi

Memperbaiki jalan nafas , pemberian oksigen,

resusitasi

Pemeriksaan status neurologis

Pengukuran tekanan darah, ndai , suhu

Ekg

Memasang infus pada pembuluh darah besar

Mengambil 50-100 cc darah untuk pemeriksaan

lab

Pemberian OAE emergens: Diasepam 10- 20 mg

iv ( kecepatran pemberian < 2-5 mg / ment atau

rektal dapat diulangi 15 mnt kemudian )

Memasukan 50 cc glukosa 50 % dengan atau

tanpa thiamin 250 mg iv

Menangani asidosis

Menentukan etiologi

Bila kejang berlangsung terus selama 30 mnt

setelah pemberian diazepam I beri phenytoin iv

Page 34: Status epileptikus konvulsifus umum diinduksi infeksi SSP.doc

stadium IV(30-90

menit)

15-18 mg / kg dengan kecepatan 50 mg / mnt

memulai terapi dengan vasopressor bila

diperlukan

mengoreksi komplikasi

bila kejang tetap tidak teratasi selama 30-60

mnt, transfer pasien ke ICU, beri propofol

( 2mg/kgbb bolus iv diulang bila perlu) atau

thiopentone ( 100-250 mg bolus iv pemberian

dalam 20 menit, dilanjutkan dengan bolus 50 mg

setiap 2-3 menit ) dilanjutkan sampai 12-24 jam

setelah bangkitan klinis atau bangkitan EEG

terakhir lalu dilakukan tapering off

memantau bangkitan dan EEG , tekanan

intrakranial , memulai pemberian OAE dosis

rumatan

Status epileptikus refrakter

Pada umumnya sekitar 80 % pasien dengan SE

konvulsius dapat terkontrol dengan pemberian

benzodiazepin atau phenitoin. Bila bangkitan

masih berlangsung, yang kita sebagai status

epileptikus refrakter maka diperlukan

penanganan di ICU untuk dulakukan tindakan

anestesi.

Obat Dosis

Midazolam

Thiopenthone

001-0.1 mg/kgbb dengan

kecepatan pemberian 4 mg /

mnt dilanjutkan dwengan

pemberian 0.05-0.4

mg/kgbb/jam lewat infus

Page 35: Status epileptikus konvulsifus umum diinduksi infeksi SSP.doc

Pentobarbital

propofol

100-250 mg bolus diberikan

dalam 20 detik kemudian

dilanjutkan dengan bolus 50

mg setiap 2-3 menit sampai

bangkitan teratasi. Kemudian

dilanjutkan dengan pemberian

dalam infus 3-5 mg/kgbb/jam

10-20 mg / kgbb dengan

kecepatan 25 mg/menit

kemudian 0.5-1 mg/kgbb/jam

20mg/kgbb kemudian

ditingkatkan menjadi 5-10

mg/kgbb/jam

Meningitis sebagai infeksi SSP

Istilah "meningitis" menunjukkan reaksi keradangan

yang mengenai satu atau semua lapisan selaput otak

yang membung-kus jaringan otak dan sumsum

tulang. Dalam arti yang terbatasmenunjukkan infeksi

difus yang mengenai lapisan pia dan araknoid (lepto

meningitis).Pada umumnya infeksi tidak hanya

terbatas pada selaput otak namun juga mengenai

jaringan otak (ensefalitis) dan pembuluh darah

(vaskulitis).

Pembagian klinis :

1. Meningitis bakteri akut

2. Meningitis subakut dan kronis.

Meningitis bakteri akut

Patogenesis :

Page 36: Status epileptikus konvulsifus umum diinduksi infeksi SSP.doc

infeksi mencapai selaput otak melalui :

-- Implantasi langsung setelah luka terbuka kepala

-- Perluasan langsung dari infeksi telinga tengah,

sinus para- nasalis dan wajah

-- Lewat aliran darah (bakteriemia atau sepsis)

-- Perluasan dari tromboflebitis kortikal dan abses

otak

-- Melalui lamina kribrosa pada rinore CSS yang

kronis atau rekuren.

Etiologi :

Meningitis adalah kasus darurat yang memerlukan

pengobatan segera tanpa menunggu hasil pembiakan

kuman, sehingga perlu diketahui jenis organisme

yang sering ditemukan

berdasarkan usia penderita.

-- Neonatus (sampai 30 hari) : Gram negatip

enterobaccili, Streptococcus grup B, Listeria

monocytogenes

-- Bayi (30 - 60 hari) : Streptococcus grup B,

Haemophilus influenzae, Neisseria meningitidis.

-- Anak (2 - 4 tahun) : Haemophilus influenzae,

Neisseria meningitidis, Streptococcus pneumonia.

-- Anak (lebih 4 tahun) dan dewasa: Streptococcus

pneumonia. Neisseria meningitidis, Staphylococcus

aureus, Haemophilus influenzae.

Manifestasi klinis :

Secara klinis meningitis purulenta pada dewasa ada

3 kelompok :

Page 37: Status epileptikus konvulsifus umum diinduksi infeksi SSP.doc

-- Kelompok I : dengan panas, nyeri kepala dan kaku

tengkuk mendadak diikuti kesadaran yang menurun.

-- Kelompok II : dengan panas, nyeri kepala dan kaku

tengkuk yang berjalan antara 1 - 7 hari, dengan

tanda-tanda infeksi saluran napas bagian atas;

penderita hanya mengantuk tanpa penurunan

kesadaran yang jelas.

-- Kelompok III :panas dan nyeri kepala mendadak

diikuti keadaan syok dengan hipotensi dan takikardia

oleh karena sepsis.

Pemeriksaan neurologis seringkali dijumpai tanda

rangsangan selaput otak (seperti kaku tengkuk,

tanda Kernig dan Brudzinki) , kelumpuhan saraf

kranial (strabismus, gerakan bola mata terganggu)

dan tanda fokal lain. Pada bayi dan anak sering

dijumpai kejang dan kesadaran yang menurun

sampai koma.

Faktor predisposisi:

Beberapa faktor predisposisi perlu dipikirkan seperti

otitis media dan mastoiditis, pneumonia, diabetes

mellitus, trauma kepala, abses otak, furunkulosis dan

selulitis. Meningitis dapat juga merupakan

komplikasi dari leukemia dan penyakit Hodgkin.

Diagnosis :

Pemeriksaan CSS menunjukkan tekanan meningkat

dengan warna keruh sampai purulen, dan

peningkatan jumlah lekosit (500 - 35000/cmm) yang

terutama terdiri sel PMN (stadium awal). Kadar

protein meningkat dan kadar glukosa menurun.

Hendaknya dilakukan pengecatan CSS (Gram)

Page 38: Status epileptikus konvulsifus umum diinduksi infeksi SSP.doc

disamping pembiakkan kuman. Pemeriksaan lain

seperti X-foto tengkorak, sinus paranasalis mastoid,

toraks dan EEG.

Pengobatan :

-- Pengobatan kausal dengan antibiotika dosis tinggi

sesuai dengan usia penderita dan kuman penyebab.

Dosis dewasa yang biasanya diberikan adalah :

Ampisilin : 300 - 400 mg per kg (6 dosis) i.v

Kloramfenikol :4 - 6 g/hari (4 dosis) i.v.

Gentamisin : 3 - 5 mg per kg (3 dosis) i.v

Oksasilin : 10 - 12 gram (6 dosis)

-- Pengobatan suportip dan simtomatik (cairan,

elektrolit, kejang, edema otak, febris).

Meningitis tuberkulosis

Penyakit ini merupakan meningitis yang sifatnya

subakut atau kronis dengan angka kematian dan

kecacadan yang cukup tinggi.

Manifestasi klinis :

Adanya panas (94%), nyeri kepala (92%), muntah

muntah, kejang dan pemeriksaan neurologik

menunjukkan adanya kaku tengkuk, kelumpuhan

saraf kranial (terutama N III, IV, VI, VII) (30%),

edema papil dan kelumpuhan ekstremitas (20%)

serta gangguan kesadaran.

Diagnosis :

Page 39: Status epileptikus konvulsifus umum diinduksi infeksi SSP.doc

Diagnosis Meningitis tuberkulosis ditegakkan atas

dasar :

1. Adanya gejala rangsangan selaput otak seperti

kaku tengkuk, tanda Kernig dan brudzinski.

2. Pemeriksaan CSS menunjukkan :

-- peningkatan sel darah putih terutama limfosit

-- peningkatan kadar protein

-- penurunan kadar glukosa

3. Ditambah 2 atau 3 dari kriteria dibawah ini :

-- ditemukannya kuman tuberkulosis pada

pengecatan dan pembiakan CSS

-- kelainan foto toraks yang sesuai dengan

tuberkulosis

-- Pada anamnesis kontak dengan penderita

tuberkulosis aktif

Stadium :

Pembagian klinis ke dalam 3 stadium :

-- Stadium I : kesadaran penderita baik disertai

rangsangan selaput otak tanpa tanda neurologik

fokal atau tanda hidrosefalus.

-- Stadium II : didapatkan kebingungan dengan atau

tanpa disertai tanda neurologis fokal misalnya

kelumpuhan otot mata bagian luar atau adanya

hemiparesis.

-- Stadium III : penderita dengan stupor atau

delirium dengan hemiparesis/ paraparesis.

Pengobatan :

Beberapa kombinasi obat pernah diberikan untuk

menanggulangi penyakit ini namun pada dasarnya

Page 40: Status epileptikus konvulsifus umum diinduksi infeksi SSP.doc

obat tersebut harus dapat menembus sawar darah

otak, berada dalam CSS dengan kadar yang cukup

efektif dan aktivitas anti tuberkulosis tinggi,

resistensi dan kerja samping obat yang minimal.

-- Streptomisin 20 - 30 mg/kg/hari selama 2 minggu

kemudian dijarangkan 3 kali/minggu hingga klinis

dan laboratorium baik (perlu waktu kira-kira 6

minggu).

-- INH 20 - 25 mg/kg/hari pada anak anak atau 400

mg/hari pada dewasa selama 18 bulan.

-- Etambutol 25 mg/kg/hari sampai sel cairan

serebrospinal normal, kemudian diturunkan 15

mg/kg/hari selama 18 bulan.

-- Rifampisin 15 mg/kg/hari selama 6 - 8 minggu.

Kortikosteroid hanya dianjurkan bila ditemukan

tanda edema otak.

Abses otak

Sumber infeksi :

-- Penyebaran langsung dari otitits media,

mastoiditis atau sinusitis frontalis, etmoidalis,

sfenoidalis dan maksilaris.

-- Tromboflebitis kortikal, osteomielitis tulang

tengkorak.

-- Luka tembus pada tulang tengkorak.

-- Emboli septik yang berasal dari paru

(bronkiektasis, empiema, abses paru), dan jantung

(SBE, penyakit jantung kongenital).

Lokalisasi :

Page 41: Status epileptikus konvulsifus umum diinduksi infeksi SSP.doc

Sering daerah lobus frontalis dan parietalis, juga

ditemukan pada lobus temporalis dan serebelum

(otitis, media dan mastoiditis) serta abses yang

multiple.

Manifestasi klinis :

-- Gejala sistemik : panas, malaise, menggigil,

bradikardia.

-- Gejala SSP non fokal : akibat kenaikan tekanan

intrakranial (nyeri kepala, muntah, gangguan

kesadaran).

-- Gejala fokal SSP : tergantung lokalisasi abses

(gangguan motorik, mental, sensorik,

kejang,ataksia).

Diagnosis :

-- Darah : sel lekosit dan laju endap darah

meningkat.

-- X-foto tengkorak, mastoiditis, sinusitis, pergeseran

kelenjar pineal.

-- CT scan : sangat membantu diagnosis dini maupun

follow-up pasca pengobatan/bedah. Demikian pula

CT scan sangat membantu pada penderita dengan

gejala meningitis yang disertai tanda lateralisasi

neurologi sebelum dilakukan punksi lumbal

-- EEG dan arteriogram.

Pengobatan :

-- Pemberian antibiotika yang adekuat terutama

stadium serebritis baik terhadap kuman aerob

maupun anaerob (Penisilin G, Kloramfenikol,

Metronidazole).

Page 42: Status epileptikus konvulsifus umum diinduksi infeksi SSP.doc

-- Tindakan pembedahan.

-- Pengobatan suportif dan simtomatik.

Manifestasi neurologis syok sepsis

Kondisi ini umumnya terjadi dirumah sakit sebagai

komplikasi serius dari penyakit yang sudah ada pada

pasen tersebut. Syok sepsis mempunyai angka

mortalitas yang tinggi yaitu antara 40-90% Sepsis

sebagai komplikasi dari penyakit lain yang berat

yaitu keganasan,sirhosis hati, diabetes, payah ginjal,

pasen tirah baring lama, pasen yang mendapatkan

pengobatan sitotoksik, serta pasen yang memakai

kateterdan nasogastric tube. Infeksi nasokomial ini

adalah penyebab tingginya kejadian sepsis.

Penyebab tersering dari syok sepsis ini adalah

infeksi gram negatif 30-80%, infeksi gram positif 6-

24%, sedangkan penyebab lain adalah virus dan

jamur (Glauser, 1991). Infeksi gram negatif biasanya

berasal dari infeksi traktus urinarius, traktus biliaris,

traktus digestivus, dari paru dan dapat juga dari

infeksi kulit, tulang dan sendi tapi kurang sering.

Sepsis akibat bakteri gram positif biasanya berasal

dari infeksi kulit, traktus respiratorius, dapat juga

berasal dari abses metastase. Sepsis karena jamur

oportunistik sering terdapat pada pasen yang

mendapatkan pengobatan imunosupresan dan pasen

pasca operasi (Root, 1991).

Epidemiologi

Dalam kurun waktu 23 tahun yang lalu bakterimia

karena infeksi bakteri gram negatif di AS yaitu

antara 100.000-300.000 kasus pertahun, tetapi

Page 43: Status epileptikus konvulsifus umum diinduksi infeksi SSP.doc

sekarang insiden ini meningkat antara 300.000-

500.000 kasus pertahun (Bone 1987, Root 1991).

Syok akibat sepsis terjadi karena adanya respon

sistemik pada infeksi yang seirus. Walaupun insiden

syok sepsis ini tak diketahui namun dlambeberapa

tahun terakhir ini cukup tinggi Hal ini disebabkan

cukup banyak faktor predisposisi untuk terjadinya

sepsis antara lain diabetes melitus, sirhosis hati,

alkoholismus, leukemia, limfoma, keganasan, obat

sitotoksis dan imunosupresan, nutrisiparenteral dan

sonde, infeksi traktus urinarius dan gastrointestinal.

Di AS syok sepsis adalah penyebab kematian yang

sering di ruang ICU.

Definisi

Syok sepsis adalah suatu sindroma klinik akibat

adanya invasi akut kedalam oleh organisme tertentu

atau produk toksiknya (Root 1991; Reynart 1991).

Menurut Dobb 91991), syok sepsis adalah suatu

sindroma sepsis yang disertai menurunnya tekanan

darah lebih dari 40 mmHg dari baseline, dan

memberikan respon terhadap pemberian cairan infus

dan obat.

Perbedaan sindroma sepsis dan syok sepsis

Sindroma sepsis Syok sepsis

Takipneu, respirasi 20x/m

Takikardi 90x/m

Hipertermi 38 C

Hipotermi 35,6 C

Hipoksemia

Sindroma sepsis ditambah dengan

gejala:

Hipotensi 90 mmHg

Tensi menurun sampai 40 mmHg

dari

Page 44: Status epileptikus konvulsifus umum diinduksi infeksi SSP.doc

Peningkatan laktat plasma

Oliguria, Urin 0,5 cc/kgBB dalam 1

jam

baseline dalam waktu 1 jam

Membaik dengan pemberian cairan

emergensi

Penyakit syok hipovolemik, infark

miokard dan emboli pulmonal sudah

disingkirkan

Bakteremia adalah suatu keadaan ditemukannya

bakteri dalam kultur darah. Sepsis adalah suatu

kejadian infeksi yang disertai meningkatnya

frekwensi nafas lebih dari 20x/m atau 10 l/m, denyut

jantung lebih dari 90x/m dan suhu rektal diluar

range 35,5 C-38,5 C.

Etiologi

Syok sepsis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri

gram negatif 70%

(pseudomonas auriginosa, klebsiella, enterobakter,

echoli, proteus). Infeksi bakteri gram positif 20-40%

(stafilokokus aureus, stretokokus, pneumokokus),

infeksi jamur dan virus 2-3% (dengue hemorrhagic

fever, herpes viruses), protozoa (malaria falciparum).

Sedangkan pada kultur yang sering ditemukan

adalah pseudomonas, disusul oleh stafilokokus dan

pneumokokus. Syok sepsis yang terjadi karena

infeksi gram negatif adalah 40% dari kasus,

sedangkan gram positif adalah 5-15% dari kasus

Patogenesis

Terjadinya syok sepsis dapat melalui dua cara yaitu

aktivasi lintasan humoral dan aktivasi cytokines.

Page 45: Status epileptikus konvulsifus umum diinduksi infeksi SSP.doc

Lipopolisakarida (LPS) yang terdapat pada dinding

bakteri gram negatif dan endotoksinnya serta

komponen dinding sel bakteri gram positif dapat

mengaktifkan:

• Sistim komplemen

• Membentunk kompleks LPS dan protein yang

menempel pada sel monosit

• Faktor XII (Hageman faktor)

Sistim komplemen yang sudah diaktifkan akan

merangsang netrofil untuk saling mengikat dan

dapat menempel ke endotel vaskuler, akhirnya

dilepaskan derivat asam arakhidonat, enzim lisosom

superoksida radikal, sehingga memberikan efek

vasoaktif lokal pada mikrovaskuler yang

mengakibatkan terjadi kebocoran vaskuler.

Disamping itu sistim komplemen yang sudah aktif

dapat secara langsung menimbulkan meningkatnya

efek kemotaksis, superoksida radikal, ensim lisosom.

LBP-LPS monosit kompleks dapat mengaktifkan

cytokines, kemudian cytokines akan merangsang

neutrofil atau sel endotel, sel endotel akan

mengaktifkan faktor jaringan PARASIT-INH-1.

Sehingga dapat mengakibatkan vasodilatasi

pembuluh darah dan DIC. Cytokines dapat secara

langsung menimbulkan demam, perobahan-

perobahan metabolik dan perobahan hormonal.

Faktor XII (Hageman factor) akan diaktivasi oleh

peptidoglikan dan asam teikot yang terdapat pada

dinding bakteri gram positif. Faktor XII yang sudah

aktif akan meningkatkan pemakaian faktor koagulasi

sehingga terjadi disseminated intravascular

coagulation (DIC). Faktor XII yang sudah aktif akan

Page 46: Status epileptikus konvulsifus umum diinduksi infeksi SSP.doc

merobah prekallikrein menjadi kalikrein, kalikrein

merobah kininogen sehingga terjadi pelepasan

hipotensive agent yang potensial bradikinin,

bradikinin akan menyebabkan vasodiltasi pembuluh

darah.

Terjadinya kebocoran kapiler, akumulasi netrofil dan

perobahan-perobahan metabolik, perubahan

hormonal, vasodilatasi, DIC akan menimbulkan

sindroma sepsis, hipotensi, respiratory distress

syndrome, multiple organ failure, akhirnya kematian.

Manifestasi Klinik

Syok sepsis sering didefenisikan terjadi akibat tidak

adekuatnya perfusi jaringan. Tetapi menurut Bone

(1992) sebenarnya syok sepsis lebih cocok terjadi

akibat hipotensi sehingga berkurangnya perfusi

jaringan, yang akhirnya menyebabkan disfungsi

organ (multiple organ failure). Pada keadaan

multiple organ failure terjadi koagulasi, respiratory

distress syndrome, payah ginjal akut, disfungsi

hepatobiller, dan disfungsi susunan saraf pusat

seperti terlihat pada tabel berikut

Multiple Organ Failure

DIC

Respiratory Distress Syndrome

Acute Renal Failure

FDP≥ 1:40 atau D-dimers ≥2,0

dengan rendahnya platelet,

memanjangnya waktu:

- protrombin

- partial thromboplastin

- perdarahan

Hipoksemia

Kreatinin > 2,0 ug/dl

Page 47: Status epileptikus konvulsifus umum diinduksi infeksi SSP.doc

Hepatobilier dysfunction

Central Nervous System

dysfunction

Na. Urin 40 mmol/L

Kelainan prerenal sudah disingkirkan

Bil.>34 umol/L (2,0 mg/dL)

Nilai alk. Fosfatase, SGOT, SGPT dua

kali nilai normal

GCS < 15

Pada penelitian para ahli didapatkan bahwa tambah

banyak disfungsi organ akan meningkatkan angka

mortalitas akibat sepsis. Pada susunan saraf pusat

karena terganggunya permeabelitas kapiler

menyebabkan terjadinya odem otak peninggian

tekanan intrakranial akan menyebabkan terjadinya

destruksi seluler atau nekrosis jaringan otak . Tetapi

defisit neurologik fokal dapat terjadi akibat

meningkatnya aggregasi platelet dan eritrosit

sehingga menyumbat aliran darah serebral.

Sedangkan DIC dapat mengakibatkan terjadinya

perdarahan intra serebral.

Gangguan neurologis akibat syok sepsis dapat

diketahui dengan adanya:

- deman akut

- nyeri kepala

- mual, muntah

- kesadaran dapat menurun mulai dari somnolent

sampai koma

- defisit neurologik fokal biasanya jarang terjadi

Page 48: Status epileptikus konvulsifus umum diinduksi infeksi SSP.doc

- pada keadaan yang berat dapat ditemukan

gangguan gerakan okuler, gangguan refleks pupil,

nafas cheynestoke

Pengobatan

Untuk penanganan dan pengobatan sepsis dan syok

sepsis diperlukan tindakan yang agresif terhadap

penyebab infeksi, hemodinamik, fungsi respirasi.

Untuk memperbaiki perfusi dan oksigenasi organ

vital. Jika perlu dipasang CVP untuk mengukur

secara akurat volume cairan, cardiac output, dan

resistensi perifer sehingga dapat dimonitor

pemberian cairan dan tekanan darah Perbaikan

sepsis tergantung pada seberapa berat penyakit

penyebab. Pasen yang dapat imunosupresan,

perbaikan baru terlihat bila dosis imunosypresan

diturunkan atau dihentikan. Pada pasen dengan

netropeni atau disfungsi netropil mungkin

memerlukan transfusi granulosit. Perlu juga

diperhatikan adalah penggantian kateter intra vena,

kateter Folley. Sedangkan untuk fungsi respirasi

perlu dimonitor saturasi oksigen arteri tetap 95%

dan jika terjadi respiratory failure perlu dipasang

intubasi. Untuk pengobatan syok sepsis perlu

diperhatikan obat yang esensial

(hemodinamik, antibiotik, vasopressor), kontroversial

(kortikosteroid, heparin dan opiat antagonis), masa

mendatang (antibodi monoklonal).

Perbaikan hemodinamik

Banyak pasen syok sepsis terjadi penurunan volume

intravaskuler, sebagai respon pertama harus

diberikan cairan jika terjadi penurunan tekanan

darah. Cairan koloid dan kristaloid tak diberikan.

Page 49: Status epileptikus konvulsifus umum diinduksi infeksi SSP.doc

Jika disertai anemia berat perlu transfusi darah dan

CVP dipelihara antara 10-12 mmH 0.

Untuk mencapai cairan yang adekuat pemberian

pertama 1 L-1,5 L dalam waktu 1-2 jam. Jika tekanan

darah tidak membaik dengan pemberian cairan maka

perlu dipertimbangkan pemberian vasopressor

seperti dopamin dengan dosis 5-10 ug/kgBB/menit

Pemakaian Antibiotik

Setelah diagnosis sepsis ditegakkan, antibiotik harus

segera diberikan, di mana sebelumnya harus

dilakukan kultur darah, cairan tubuh, dan eksudat.

Pemberian antibiotik tak perlu menunggu hasil

kultur. Untuk pemilihan antibiotik diperhatikan dari

mana kuman masuk dan dimana lokasi infeksi, dan

diberikan terapi kombinasi untuk gram positif dan

gram negatif.

Indikasi terapi kombinasi yaitu:

1. Sebagai terapi pertama sebelum hasil kultur

diketahui

2. Pasen yang dapat imunosupresan, khususnya

dengan neutropeni

3. Dibutuhkan efek sinergi obat untuk kuman yang

sangat patogen

(pseudomonas aureginosa, enterokokus)

Pemberian kortikosteroid pada binatang percobaan

yang dibuat sepsis dapat menurunkan angka

mortalitas. Pada suatu studi prospektif pada manusia

pemberian dosis tinggi 30 mg metil

prednisolon/kgBB dan diikuti 5 mg/kgBB/jam sampai

9 jam pada ke dua studi ini tidak didapatkan perikan

angka mortalitas.

Page 50: Status epileptikus konvulsifus umum diinduksi infeksi SSP.doc

Pada penelitian yang lain juga didapatkan hasil yang

sama dan hanya dan memperbaiki keadaan syok

tetapi tidak memperbaiki angka mortalitas.

Nalokson suatu opiat antagonis diberikan pada

binatang percobaan untuk mencegah syok karena

diinduksi oleh endotoksin . Pada manusia dilakukan

suatu studi prospektif dan didapatkan hasil yaitu

naloksan tidak menaikkan tekanan darah tetapi

dapat mengurangi penggunaan vasopressor .

DIC asimptomatik tidak membutuhkan terapi

spesifik, jika terjadi perdarahan berat diperlukan

penggantian faktor pembekuan dan platelet,

penggunaan heparin, dan fibrinolitik lainnya masih

kontraversial.

Untuk masa mendatang pengobatan dengan antibodi

monoklonal merupakan harapan dan diharapkan

dapat menurunkan biaya pengobatan dan dapat

meningkatkan efektifitas.

Prognosis

Perbaikan sepsis lebih tergantung kepada faktor host

dari pada virulensi organisme. Angka mortalitas

lebih dipengaruhi oleh underlying disease, misal

pasen sepsis dengan leukemia akut lebih tinggi

angka mortalitasnya dari pada pasen sepsis lainnya.

Page 51: Status epileptikus konvulsifus umum diinduksi infeksi SSP.doc

Diskusi kasus

Gawat darurat: status epileptikus

Seorang laki-laki 33 tahun datang ke IGD RSCM

dengan riwayat kejang berulang total sekitar

delapan kali kejang dengan durasi masing-masing

15-20 menit. Data ringkas ini sudah mengarah pada

kondisi gawat darurat neurologi tersering; status

epileptikus.1 Penanganan terdini untuk

menyelamatkan nyawa pasien ini ialah prosedur ABC

(Airway, Breathing, Circulation) diikuti monitor

fungsi jantung sambil memeriksa kandungan gula

darah sewaktu (GDS) untuk menyingkirkan diagnosis

diferensial status epileptikus paling sering, yakni

sinkop dan gagal jantung.10,11Dilanjutkan dengan

akses intravena dan pemberian obat-obatan penurun

kejang hingga dicapai kondisi pasien yang stabil.5

Setelah itu baru dilakukan anamnesis dan

pemeriksaan darah lain yang rutin dikerjakan untuk

kasus status epileptikus, yakni DPL, elektrolit, AGD,

fungsi hati, fungsi ginjal, dan jika memungkinkan

dapat diperiksa toksikologi serta kadar obat

antiepilepsi dalam serum.5

Dilakukan anamnesis yang mengarah pada

etiologi kejang dan diperoleh data bahwa tidak ada

riwayat penggunaan alkohol dan obat tertentu,

sehingga intoksikasi zat dapat disingkirkan secara

subyektif. Gejala defisit neurologis fokal dan

peningkatan tekanan intrakranial tidak ditemukan

sehingga etiologi stroke dapat disingkirkan. Trauma

kepala tidak ditemukan pada pasien ini. Pasien juga

cukup tidur dalam beberapa hari ini. Tidak

Page 52: Status epileptikus konvulsifus umum diinduksi infeksi SSP.doc

ditemukan demam, sakit kepala, dan penurunan

kesadaran (tanda khas infeksi SSP), namun semua

data ini belum bisa dipercaya karena pada saat

kejadian tidak ada orang yang menemani pasien,

termasuk istrinya. Para keluarga hanya menyatakan

bahwa mereka sudah paham keadaan jika pasien

akan kejang, yakni bibirnya mengecap-ngecap atau

matanya berkedip-kedip, dua tanda aura khas

epilepsi terutama dengan lesi jaringan di daerah

oksipital.9

Telah diketahui sebelumnya bahwa pasien

merupakan pengidap epilepsi sejak remaja (usia 15

tahun) dengan serangan sekitar dua hingga tiga kali

sebulan. Data ini mengarah pada kemungkinan

adanya juvenile myoclonic epilepsy berupa sindrom

serangan mioklonik dan tonik klonik yang muncul

pada usia remaja (12-18 tahun) dengan gambaran

EEG spesifik, prognosis baik, namun risiko kambuh

90% jika pengobatan dihentikan.10 Sayangnya, pasien

ini termasuk yang tidak teratur minum obat,

meskipun terdapat persediaan obat di rumahnya.

Menurut keluarga, pasien hanya minum obat

Panadol (Paracetamol) jika merasa sakit kepala.

Saat ini merupakan kali pertama pasien

mengalami serangan kejang dalam waktu lama dan

terus-menerus. Kejang kaku dan kelojotan di kedua

lengan sampai ke seluruh tubuh (tonik-klonik). Saat

kejang pasien sempat terbentur-bentur dinding dan

lantai hingga menimbulkan luka. Setelah kejang

pasien menjadi tidak sadar dan mengompol, tanda

telah terjadi gangguan otonom. Data-data tersebut

Status epileptikus konvulsifus umum diinduksi infeksi SSP

Departemen Neurologi FKUI-RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo52

Page 53: Status epileptikus konvulsifus umum diinduksi infeksi SSP.doc

telah mampu menegakkan diagnosis status

epileptikus konvulsius umum pada pasien ini.

Etiologi epilepsi

Di IGD pasien masih sempat kejang dan terus-

menerus mengerang. Tanda erangan ini masih

mungkin merupakan tanda bahwa pasien sebenarnya

sedang merasa sakit kepala yang hebat. Dari

pemeriksaan fisis ditemukan tanda vital yang jelek,

yakni tekanan darah 90/70 mmHg dengan nadi 124

x/menit dan laju napas 36 x/menit, sebuah keadaan

syok neurogenik. Syok ini bisa juga terjadi akibat

proses septik setelah evaluasi hasil lab yang

menunjukkan leukositosis 29.000/cc dan foto toraks

di IGD yang menunjukkan adanya infiltrat dengan

kecurigaan ke arah tuberkulosis. Keadaan di atas

menunjukkan telah terjadinya systematic

inflammatory response syndrome (SIRS) karena

telah terdapat lebih dari satu gejala takipnoe

>20x/menit atau hiperventilasi pCO2 <32mmHg,

denyut nadi meningkat >90x/menit, suhu >380C atau

<360C.15,16

Diagnosis ini juga berdasarkan data adanya

gagal ginjal akut (Ur= 40 Cr=2.1) sebagai petanda

dimulainya kegagalan multiorgan. Begitu pula

berdasarkan hasil EKG ditemukan iskemia

anterolateral dengan sinus takikardi. Meskipun

belum termasuk gagal jantung, namun pada pasien

usia muda (33 tahun) dengan faktor risiko merokok

tidak lazim terjadi penyakit jantung koroner di

daerah anterolateral. Tanda ini menjadi petunjuk

adanya perburukan di organ tersebut. Tidak

Status epileptikus konvulsifus umum diinduksi infeksi SSP

Departemen Neurologi FKUI-RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo53

Page 54: Status epileptikus konvulsifus umum diinduksi infeksi SSP.doc

ditemukan kelainan elektrolit pada pasien ini

sehngga etiologi metabolik dapat disingkirkan.

Meningitis merupakan penyebab status

epileptikus tipe konvulsifus yang paling sering.19

Namun meningitis tipe mana yang diderita pasien?

Kemungkinan besar sebelum sampai ke IGD pasien

sudah mengalami infeksi. Kalaupun pasien masih

bisa berjalan dan beraktivitas tidak seperti orang

sakit, bisa jadi infeksi yang dideritanya bersifat

subklinis. Keadaan ini bisa terjadi pada pasien

dengan perjalanan penyakit yang kronis, misalnya

tuberkulosis. Dengan data adanya defisit neurologis

(kejang) yang bersifat umum, tidak ada lateralisasi

lesi, serta adanya bukti proses spesifik di paru,

diagnosis lebih mengarah pada tuberkulosis sebagai

penyakit infeksi yang sering terjadi di Indonesia.

Namun demikian keduanya sama-sama terjadi

pada pasien yang umumnya imunokompromais dan

pasien masih dalam keadaan tidak sadar untuk

anamnesis lebih dalam. Sebanyak 15.3% pasien

dengan status epileptikus akan terdeteksi positif

Toxoplasma di serumnya (pemeriksaan IHA).18

Karenanya masih perlu dilaksanakan CT-Scan kepala

dengan pemberian kontras. Sayangnya, tidak bisa

dilakukan pada pasien ini mengingat adanya iskemia

di pembuluh darah koroner yang memperdarahi

bagian anterolateral jantung sehingga dikhawatirkan

akan menyebabkan trombus atau embolus. Prosedur

neovaskular terbukti dapat meningkatkan angka

kejadian trombus atau embolus, bahkan penggunaan

r-tPA sudah disarankan untuk mencegah kejadian

tersebut.17 Hal tersebut bisa terjadi karena adanya

Status epileptikus konvulsifus umum diinduksi infeksi SSP

Departemen Neurologi FKUI-RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo54

Page 55: Status epileptikus konvulsifus umum diinduksi infeksi SSP.doc

kerusakan arteri dan karakteristik trombogenik dari

kateter, media kontras, atau media implan (coil,

stent, dll.).

Tata laksana dan prognosis

Urutan tata laksana sudah sesuai dengan prosedur,

yakni menghilangkan kejang, stabilisasi keadaan,

dan menegakkan diagnosis etiologi. Dalam

menghilangkan kejang telah diberikan regimen awal

diazepam bolus 5mg pada sepuluh menit pertama

dilanjutkan dengan fenitoin 625 mg namun masih

terdapat kejang hingga direncanakan untuk masuk

ICU guna memberi regimen anestesi dan intubasi

untuk napas buatan.

Keadaan klinis yang demikian dapat

dikategorikan sebagai status epileptikus refrakter

sehingga membutuhkan regimen anestesi, dalam hal

ini direncanakan pemberian Pentobarbital.

Sayangnya kamar ICU di RSCM penuh sehingga

untuk sementara pasien dirawat di Intermediate

Ward (IW) hingga akhirnya nyawanya tidak bisa

diselamatkan sampai hari kelima perawatan.

Penatalaksanaan pasien ini meliputi

pemberian oksigen 100% sebanyak 4l/menit dalam

sungkup rebreathing untuk mengatasi napas cepat.

Kateter urin senantiasa dipakai karena adanya

inkontinensia uri. Selang nasogastrik dipasang untuk

memasukkan obat dan sebisa mungkin nutrisi

enteral diberikan meski keadaannya tidak sadar.

Terapi definitif pasien ini ialah mengatasi

sepsis dengan antibiotik golongan penisilin

nonbetalaktam generasi ketiga dan keempat. Di

Status epileptikus konvulsifus umum diinduksi infeksi SSP

Departemen Neurologi FKUI-RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo55

Page 56: Status epileptikus konvulsifus umum diinduksi infeksi SSP.doc

RSCM regimen yang digunakan (berdasarkan

standar pola kuman) ialah Levofloxacine 500mg dan

Ceftriaxone 2x2 g, meskipun dipertanyakan karena

penggunaannya yang sangat luas di berbagai

departemen. Untuk regimen standar di ICU dalam

mengatasi sepsis diberikan golongan

Imipenem/Meropenem atau Tazobactam. Namun

mengingat harganya yang relatif mahal (Rp.

650.000/vial) maka jenis Levofloxacine, Ceftriaxone,

Cefpirome, atau Cefixime masih digunakan.

Terapi definitif untuk kecurigaan TB

ekstraparu dengan hasil positif pada foto toraks,

walaupun belum dilakukan pemeriksaan sputum,

tetap membutuhkan regimen OAT dalam dosis yang

disamakan dengan kasus baru (setara KombiPak

WHO tipe I). Dengan berat badannya yang sekitar

50-60 kg, diberikan Rifampisin (15mg/kgBB 6-8

minggu), Isoniazid (20-25 mg/kgBB/hari selama 18

bulan), Pirazinamid, dan Ethambuthol (keduanya 25

mg/kgBB/hari selama 18 bulan) dalam dosis

berturut-turut 450-300-1500-1500. Pemberian OAT

khususnya pada pasien dengan sepsis kerusakan

multiorgan seperti ini harus dengan pemantauan

fungsi hati yang ketat karena regimen OAT, terutama

Pirazinamid, sangat mudah menimbulkan Drug-

induced Hepatitis (DIH).

Selebihnya kortikosteroid diberikan –meskipun

untuk pasien imunokompromais- untuk mendapatkan

dua efek. Pertama antiinflamasi poten yang dapat

menurunkan gejala inflamasi di SSP. Kedua, steroid

dapat mempermudah penetrasi OAT melalui sawar

darah otak sehingga membantu membunuh basil TB

Status epileptikus konvulsifus umum diinduksi infeksi SSP

Departemen Neurologi FKUI-RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo56

Page 57: Status epileptikus konvulsifus umum diinduksi infeksi SSP.doc

yang umumnya melekat kuat di meningens hingga ke

tengkorak, terutama di daerah basis kranii.

Adjuvan H2-RA dengan dosis normal 20-40 mg

perhari diberikan untuk mencegah produksi asam

lambung berlebih akibat proses inflamasi SSP.

Vitamin neurotropik diberikan untuk memperbaiki

jaringan otak yang rusak akibat proses kejang yang

lama dan berulang-ulang. Antipiretik asetaminofen

tetap diberikan jika pasien demam dan mengingat

pasien dalam kondisi tidak sadar serta terdapat

kerusakan ginjal dan –diduga- hepar sehingga

memudahkan terjadi ensefalopati metabolik.

Diberikan regimen nutrisi parenteral asam-asam

amino yang tidak dimetabolisme menjadi ureum

berupa Aminovel atau Aminoleban.

Prognosis pasien ini seluruhnya ialah malam.

Kemungkinan hidup pasien dengan status epileptikus

refrakter ditambah sepsis dengan kegagalan

multiorgan merupakan penyebab tersering kematian

di ruang rawat intensif.20 Selain itu fungsi otak

pasien tentu sudah jauh berkurang dan dapat

dipastikan terjadi lesi di mana-mana, terutama

kecurigaan di daerah oksipital mengingat adanya

riwayat aura yang melibatkan area tersebut.

Kalaupun pasien hidup, kemungkinan bisa terjadi

gliosis (fibrosis otak) dan menyebabkan keadaan

yang lebih buruk di kemudian hari. Mengingat

pasien sudah memiliki penyakit epilepsi sebelumnya,

maka dalam keadaan apapun akan tetap mungkin

berulangnya serangan, apalagi compliance pasien

untuk minum obat sangat rendah. Jika pasien bisa

selamat, di kemudian hari risiko untuk terjadinya

Status epileptikus konvulsifus umum diinduksi infeksi SSP

Departemen Neurologi FKUI-RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo57

Page 58: Status epileptikus konvulsifus umum diinduksi infeksi SSP.doc

status epileptikus akan tetap ada, dipicu oleh

keadaan tertentu.5

Referensi

1. Scott Rod C, Surtees Robert AH, dan Neville

Brian GR. Status epilepticus:

pathophysiology, epidemiology, and

outcomes. Arch Dis Child 1998;79:73-77.

2. Sung C-Y, Chu N-S. Status epilepticus in the

elderly: etiology, seizure type and outcome.

Acta Neurol Scand 1989;80:51-6.

3. Hauser WA. Status epilepticus: epidemiologic

considerations. Neurology 1990;40:Suplemen

2:9-13.

4. Spitz Mark. Status epilepticus [artikel

online]. eMedicine WebMD [diupdate 8 Maret

2007; diakses 3 Oktober 2007]. Tersedia dari

http://www.emedicine.com/neuro/topic417.ht

m

5. Lowenstein Daniel H, Alldredge Brian K.

Status epilepticus [curent concept]. N Engl J

Med 1998;14:970-6.

6. Aminoff MJ, Simon RP. Status epilepticus:

causes, clinical features and consequences in

98 patients. Am J Med 1980;69:657-66.

7. Simon RP. Physiologic consequences of status

epilepticus. Epilepsia 1985;26: Suplemen

1:858-66.

8. Shorvon Simon, Perucca Emilia, Fish David,

Dodson Edwin. The treatment of epilepsy 2nd

ed. Blackwell Science;2004:50-62. Status epileptikus konvulsifus umum diinduksi infeksi SSP

Departemen Neurologi FKUI-RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo58

Page 59: Status epileptikus konvulsifus umum diinduksi infeksi SSP.doc

9. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis

Dasar. Edisi ke-6. Jakarta: Dian Rakyat,

1996 ; 439-47.

10.Syeban Z, Markam S, Harahap T. Epilepsi.

Dalam : Markam S, ed. Penuntun Neurologi.

Jakarta : Binarupa Aksara, 1992 ; 107-10.

11.Markam S, Gunawan S, Indrayana, Lazuardi

S. Diagnostik Epilepsi. Dalam : Markam S,

ed. Jakarta : Binarupa Aksara, 1992 ; 111-5.

12.Tjahjadi P, Dikot Y, Gunawan D. Gambaran

Umum Mengenai Epilepsi. Dalam :Harsono,

ed. Kapita Selekta Neurologi. Edisi ke-2.

Yogyakarta, 1996 ; 119-3.

13.Browne TR, Holmes GL. Primary care:

epilepsi dalam N Engl J Med 2001;

344:1145-1151, Apr 12, 2001. Review

Articles

14.Cavazos, JE - Seizures and epilepsi: overview

and classification –URL:

http://www.emedicine.com/neuro/topic415.ht

m

15.Bone RC. Toward an epidemiology and

natural history of SIRS (systemic

inflammatory response syndrome). JAMA.

1992;268(24):3452-3455.

16.Bernard GR, Vincent JL, Laterre PF, et al.

Efficacy and safety of recombinant human

activated protein C for severe sepsis. N Engl J

Med. 2001;344(10):699-709.

Status epileptikus konvulsifus umum diinduksi infeksi SSP

Departemen Neurologi FKUI-RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo59

Page 60: Status epileptikus konvulsifus umum diinduksi infeksi SSP.doc

17.Haehnel Stefan et.al. Local intraarterial

Fibrinolysis of Thromboemboli Occuring

During Neoendovascular Procedures with

Recombinant Tissue Plasminogen Activator.

Stroke;2003:34: 1723-9.

18.Mirdha Ranjan Bijay. Status of Toxoplasma

gondii infection in the etiology of epilepsy. J

Pediatr Neurol;2003:1(2):95-98.

19.Chin RFM, Neville BG, Scott RC. Meningitis

is a common cause of convulsive status

epilepticus with fever. Arch Dis Child

2005;90:66–9.

20.Beal AL, Cerra FB. Multiple organ failure

syndrome in the 1990s. Systemic

inflammatory response and organ

dysfunction. JAMA. 1994;271(3):226-233.

Status epileptikus konvulsifus umum diinduksi infeksi SSP

Departemen Neurologi FKUI-RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo60