LAPORAN KASUS Status Epileptikus Budi

30
STATUS EPILEPTIKUS Defenisi Status epileptikus didefenisikan sebagai keadaan dimana terjadinya dua atau lebih rangkaian kejang tanpa adanya pemulihan kesadaran diantara kejang atau aktivitas kejang yang berlangsung lebih dari 30 menit. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa jika seseorang mengalami kejang persisten atau seseorang yang tidak sadar kembali selama lima menit atau lebih harus dipertimbangkan sebagai status epileptikus. Status epileptikus adalah gawat darurat medik yang memerlukan pendekatan terorganisasi dan terampil agar meminimalkan mortalitas dan morbiditas yang menyertai. 1,2 Klasifikasi Klasifikasi status epileptikus penting untuk penanganan yang tepat, karena penanganan yang efektif tergantung pada tipe dari status epileptikus. Pada umumnya status epileptikus dikarakteristikkan menurut lokasi awal bangkitan yaitu area tertentu dari korteks (Partial onset) atau dari kedua hemisfer otak (Generalized onset). Kategori utama lainnya bergantung pada pengamatan klinis yaitu, apakah konvulsi atau non-konvulsi. 3 Banyak pendekatan klinis diterapkan untuk mengklasifikasikan status epileptikus. Satu versi mengkategorikan status epileptikus berdasarkan status 1

description

LAPORAN KASUS Status Epileptikus

Transcript of LAPORAN KASUS Status Epileptikus Budi

STATUS EPILEPTIKUS

Defenisi

Status epileptikus didefenisikan sebagai keadaan dimana terjadinya dua atau lebih

rangkaian kejang tanpa adanya pemulihan kesadaran diantara kejang atau aktivitas kejang

yang berlangsung lebih dari 30 menit. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa jika

seseorang mengalami kejang persisten atau seseorang yang tidak sadar kembali selama lima

menit atau lebih harus dipertimbangkan sebagai status epileptikus. Status epileptikus adalah

gawat darurat medik yang memerlukan pendekatan terorganisasi dan terampil agar

meminimalkan mortalitas dan morbiditas yang menyertai.1,2

Klasifikasi

Klasifikasi status epileptikus penting untuk penanganan yang tepat, karena

penanganan yang efektif tergantung pada tipe dari status epileptikus. Pada umumnya status

epileptikus dikarakteristikkan menurut lokasi awal bangkitan yaitu area tertentu dari

korteks (Partial onset) atau dari kedua hemisfer otak (Generalized onset). Kategori utama

lainnya bergantung pada pengamatan klinis yaitu, apakah konvulsi atau non-konvulsi.3

Banyak pendekatan klinis diterapkan untuk mengklasifikasikan status epileptikus.

Satu versi mengkategorikan status epileptikus berdasarkan status epileptikus umum (tonik-

klonik, mioklonik, absens, atonik, akinetik) dan status epileptikus parsial (sederhana atau

kompleks). Versi lain membagi berdasarkan status epileptikus umum (overt atau subtle)

dan status epileptikus non-konvulsi (parsial sederhana, parsial kompleks, absens). Versi

ketiga dengan pendekatan berbeda berdasarkan tahap kehidupan (batas pada periode

neonatus, infan dan anak-anak, anak-anak dan dewasa, hanya dewasa).3,4

Epidemiologi

Status epileptikus merupakan suatu masalah yang umum terjadi dengan angka

kejadian kira-kira 60.000 – 160.000 kasus dari status epileptikus tonik-klonik umum yang

terjadi di Amerika Serikat setiap tahunnya. Pada sepertiga kasus, status epileptikus

merupakan gejala yang timbul pada pasien yang mengalami epilepsi berulang. Sepertiga

1

kasus terjadi pada pasien yang didiagnosa epilepsi, biasanya karena ketidakteraturan dalam

memakan obat antikonvulsan. Mortalitas yang berhubungan dengan aktivitas kejang sekitar

1-2 persen, tetapi mortalitas yang berhubungan dengan penyakit yang menyebabkan status

epileptikus kira-kira 10 persen. Pada kejadian tahunan menunjukkan suatu distribusi

bimodal dengan puncak pada neonatus, anak-anak dan usia tua.1

Dari data epidemiologi menunjukkan bahwa etiologi dari status epileptikus dapat

dikategorikan pada proses akut dan kronik. Pada usia tua status epileptikus kebanyakan

sekunder karena adanya penyakit serebrovaskuler, disfungsi jantung, dementia. Pada negara

miskin, epilepsi merupakan kejadian yang tak tertangani dan merupakan angka kejadian

yang paling tinggi.4

Etiologi dan Patofisiologi

Status epileptikus dapat disebabkan oleh berbagai hal. Ada tiga subtipe utama status

epileptikus pada anak: kejang demam lama, status epileptikus idiopatik dimana kejang

berkembang pada ada atau tidaknya lesi atau serangan sistem saraf pusat yang mendasari,

dan status epileptikus bergejala bila kejang terjadi bersama dengan gangguan neurologis

atau kelainan metabolik yang lama.2

Kejang demam yang berlangsung selama lebih dari 30 menit, terutama pada anak yang

berumur kurang dari 3 bulan, merupakan penyebab status epileptikus yang paling lazim.

Kelompok idiopatik termasuk penderita epilepsi yang mengalami penghentian

antikonvulsan mendadak (terutama benzodiazepin dan barbiturate) yang disertai dengan

status epileptikus. Anak epilepsi yang diberi antikonvulsan yang tidak teratur atau yang

tidak taat adalah lebih mungkin berkembang status epileptikus. Kurang tidur dan infeksi

yang menyertai cenderung menjadikan penderita epilepsi lebih rentan terhadap status

epileptikus. Mortalitas dan morbiditas pada penderita dengan kejang lama dan status

epileptikus adalah rendah. Status epileptikus karena penyebab lain mempunyai mortalitas

yang jauh lebih tinggi dan penyebab kematian biasanya secara langsung dapat dianggap

berasal dari kelainan yang mendasari. Ensefalopati anoksik berat datang dengan kejang

selama umur beberapa hari, dan prognosis akhir sebagian berkaitan dengan pengurangan

dalam pengendalian kejang. Kelainan elektrolit, hipokalsemia, hipoglikemia, intoksikasi

2

obat, intoksikasi timah hitam, hiperpireksia ekstrem, dan tumor otak terutama pada

frontalis, merupakan penyebab tambahan status epileptikus.2

Secara klinis dan berdasarkan EEG, status epileptikus dibagi menjadi lima fase. Fase

pertama terjadi mekanisme kompensasi, seperti peningkatan aliran darah otak dan cardiac

output, peningkatan oksigenase jaringan otak, peningkatan tekanan darah, peningkatan

laktat serum, peningkatan glukosa serum dan penurunan pH yang diakibatkan asidosis

laktat. Perubahan syaraf reversibel pada tahap ini. Setelah 30 menit, ada perubahan ke fase

kedua, kemampuan tubuh beradaptasi berkurang dimana tekanan darah, pH dan glukosa

serum kembali normal. Kerusakan syaraf irreversibel pada tahap ini. Pada fase ketiga

aktivitas kejang berlanjut mengarah pada terjadinya hipertermia (suhu meningkat),

perburukan pernafasan dan peningkatan kerusakan syaraf yang irreversibel.1,5

Aktivitas kejang yang berlanjut diikuti oleh mioklonus selama tahap keempat, ketika

peningkatan pernafasan yang buruk memerlukan mekanisme ventilasi. Keadaan ini diikuti

oleh penghentian dari seluruh klinis aktivitas kejang pada tahap kelima, tetapi kehilangan

syaraf dan kehilangan otak berlanjut.6

Kerusakan dan kematian syaraf tidak seragam pada status epileptikus, tetapi maksimal

pada lima area dari otak (lapisan ketiga, kelima, dan keenam dari korteks serebri,

serebellum, hipokampus, nukleus thalamikus dan amigdala). Hipokampus mungkin paling

sensitif akibat efek dari status epileptikus, dengan kehilangan syaraf maksimal dalam zona

Summer. 1,5

Mekanisme yang tetap dari kerusakan atau kehilangan syaraf begitu kompleks dan

melibatkan penurunan inhibisi aktivitas syaraf melalui reseptor GABA dan meningkatkan

pelepasan dari glutamat dan merangsang reseptor glutamat dengan masuknya ion natrium

dan kalsium dan kerusakan sel yang diperantarai kalsium.1

Etiologi status epileptikus antara lain alkohol, anoksia, antikonvulsan-withdrawal,

penyakit cerebrovaskular, epilepsi kronik, infeksi SSP, toksisitas obat-obatan, metabolik,

trauma, tumor.1,2

Komplikasi status epileptikus, yaitu :1,2

Otak : Peningkatan Tekanan Intra Kranial, Oedema serebri, Trombosis arteri dan

vena otak, Disfungsi kognitif

3

Gagal Ginjal : Myoglobinuria, rhabdomiolisis

Gagal Nafas : Apnoe, Pneumonia, Hipoksia, Hiperkapni, Gagal nafas

Pelepasan Katekolamin : Hipertensi, Oedema paru, Aritmia, Glikosuria, dilatasi

pupil, Hipersekresi, hiperpireksia

Jantung : Hipotensi, gagal jantung, tromboembolisme

Metabolik dan Sistemik : Dehidrasi, Asidosis, Hiper/hipoglikemia, Hiperkalemia,

Hiponatremia, Kegagalan multiorgan

Idiopatik : Fraktur, tromboplebitis, DIC

Gambaran klinik1,3

Pengenalan terhadap status epileptikus penting pada awal stadium untuk mencegah

keterlambatan penanganan. Status tonik-klonik umum (Generalized Tonic-Clonic)

merupakan bentuk status epileptikus yang paling sering dijumpai, hasil dari survei

ditemukan kira-kira 44 sampai 74 persen, tetapi bentuk yang lain dapat juga terjadi.

A. Status Epileptikus Tonik-Klonik Umum (Generalized tonic-clonic Status Epileptikus)

Ini merupakan bentuk dari Status Epileptikus yang paling sering dihadapi dan potensial

dalam mengakibatkan kerusakan. Kejang didahului dengan tonik-klonik umum atau

kejang parsial yang cepat berubah menjadi tonik klonik umum. Pada status tonik-klonik

umum, serangan berawal dengan serial kejang tonik-klonik umum tanpa pemulihan

kesadaran diantara serangan dan peningkatan frekuensi.

Setiap kejang berlangsung dua sampai tiga menit, dengan fase tonik yang melibatkan

otot-otot aksial dan pergerakan pernafasan yang terputus-putus. Pasien menjadi sianosis

selama fase ini, diikuti oleh hyperpnea retensi CO2. Adanya takikardi dan peningkatan

tekanan darah, hyperpireksia mungkin berkembang. Hiperglikemia dan peningkatan

laktat serum terjadi yang mengakibatkan penurunan pH serum dan asidosis respiratorik

dan metabolik. Aktivitas kejang sampai lima kali pada jam pertama pada kasus yang

tidak tertangani.

B. Status Epileptikus Klonik-Tonik-Klonik (Clonic-Tonic-Clonic Status Epileptikus)

4

Adakalanya status epileptikus dijumpai dengan aktivitas klonik umum mendahului fase

tonik dan diikuti oleh aktivitas klonik pada periode kedua.

C. Status Epileptikus Tonik (Tonic Status Epileptikus)

Status epilepsi tonik terjadi pada anak-anak dan remaja dengan kehilangan kesadaran

tanpa diikuti fase klonik. Tipe ini terjai pada ensefalopati kronik dan merupakan

gambaran dari Lenox-Gestaut Syndrome.

D. Status Epileptikus Mioklonik

Biasanya terlihat pada pasien yang mengalami enselofati. Sentakan mioklonus adalah

menyeluruh tetapi sering asimetris dan semakin memburuknya tingkat kesadaran. Tipe

dari status epileptikus tidak biasanya pada enselofati anoksia berat dengan prognosa

yang buruk, tetapi dapat terjadi pada keadaan toksisitas, metabolik, infeksi atau kondisi

degeneratif.

E. Status Epileptikus Absens

Bentuk status epileptikus yang jarang dan biasanya dijumpai pada usia pubertas atau

dewasa. Adanya perubahan dalam tingkat kesadaran dan status presen sebagai suatu

keadaan mimpi (dreamy state) dengan respon yang lambat seperti menyerupai “slow

motion movie” dan mungkin bertahan dalam waktu periode yang lama. Mungkin ada

riwayat kejang umum primer atau kejang absens pada masa anak-anak. Pada EEG

terlihat aktivitas puncak 3 Hz monotonus (monotonous 3 Hz spike) pada semua tempat.

Respon terhadap status epileptikus Benzodiazepin intravena didapati.

F. Status Epileptikus Non Konvulsif

Kondisi ini sulit dibedakan secara klinis dengan status absens atau parsial kompleks,

karena gejalanya dapat sama. Pasien dengan status epileptikus non-konvulsif ditandai

dengan stupor atau biasanya koma.

Ketika sadar, dijumpai perubahan kepribadian dengan paranoia, delusional, cepat marah,

halusinasi, tingkah laku impulsif (impulsive behavior), retardasi psikomotor dan pada

beberapa kasus dijumpai psikosis. Pada EEG menunjukkan generalized spike wave

discharges, tidak seperti 3 Hz spike wave discharges dari status absens.

G. Status Epileptikus Parsial Sederhana

a. Status Somatomotorik

5

Kejang diawali dengan kedutan mioklonik dari sudut mulut, ibu jari dan jari-jari pada

satu tangan atau melibatkan jari-jari kaki dan kaki pada satu sisi dan berkembang

menjadi jacksonian march pada satu sisi dari tubuh. Kejang mungkin menetap secara

unilateral dan kesadaran tidak terganggu. Pada EEG sering tetapi tidak selalu

menunjukkan periodic lateralized epileptiform discharges pada hemisfer yang

berlawanan (PLED), dimana sering berhubungan dengan proses destruktif yang

pokok dalam otak. Variasi dari status somatomotorik ditandai dengan adanya afasia

yang intermitten atau gangguan berbahasa (status afasik).

b. Status Somatosensorik

Jarang ditemui tetapi menyerupai status somatomotorik dengan gejala sensorik

unilateral yang berkepanjangan atau suatu sensory jacksonian march.

H. Status Epileptikus Parsial Kompleks

Dapat dianggap sebagai serial dari kejang kompleks parsial dari frekuensi yang cukup

untuk mencegah pemulihan diantara episode. Dapat terjadi otomatisme, gangguan

berbicara, dan keadaan kebingungan yang berkepanjangan. Pada EEG terlihat aktivitas

fokal pada lobus temporalis atau frontalis di satu sisi, tetapi bangkitan epilepsi sering

menyeluruh. Kondisi ini dapat dibedakan dari status absens dengan EEG, tetapi

mungkin sulit memisahkan status epileptikus parsial kompleks dan status epileptikus

non-konvulsif pada beberapa kasus.

Penatalaksanaan

Status epileptikus merupakan salah satu kondisi neurologis yang membutuhkan

anamnesa yang akurat, pemeriksaan fisik, prosedur diagnostik, dan penanganan segera

mungkin dan harus dirawat pada ruang intensif (ICU). Lini pertama dalam penanganan

status epileptikus menggunakan Benzodiazepin. Benzodiazepin yang paling sering

digunakan adalah Diazepam (Valium), Lorazepam (Ativan), dan Midazolam (Versed).

Ketiga obat ini bekerja dengan peningkatan inhibisi dari g-aminobutyric acid (GABA) oleh

ikatan pada Benzodiazepin-GABA dan kompleks Reseptor-Barbiturat.2

Lorazepam memiliki volume distribusi yang rendah dibandingkan dengan

Diazepam dan karenanya memiliki masa kerja yang panjang. Diazepam sangat larut dalam

6

lemak dan akan terdistribusi pada depot lemak tubuh. Pada 25 menit setelah dosis awal,

konsentrasi Diazepam plasma jatuh ke 20 persen dari konsentrasi maksimal. Mula kerja dan

kecepatan depresi pernafasan dan kardiovaskuler (sekitar 10 %) dari Lorazepam adalah

sama.7

Pemberian antikonvulsan masa kerja lama seharusnya dengan menggunakan

Benzodiazepin. Fenitoin diberikan dengan 18 sampai 20 mg/kg dengan kecepatan tidak

lebih dari 50 mg dengan infus atau bolus. Dosis selanjutnya 5-10 mg/kg jika kejang

berulang. Efek samping termasuk hipotensi (28-50 %), aritmia jantung (2%). Fenitoin

parenteral berisi Propilen glikol, Alkohol dan Natrium hidroksida dan penyuntikan harus

menggunakan jarum suntik yang besar diikuti dengan NaCl 0,9 % untuk mencegah lokal

iritasi : tromboplebitis dan “purple glove syndrome”. Larutan dekstrosa tidak digunakan

untuk mengencerkan fenitoin, karena akan terjadi presipitasi yang mengakibatkan

terbentuknya mikrokristal.7,8

Status Epileptikus Refrakter

Pasien dengan kejang yang rekuren, atau berlanjut selama lebih dari 60 menit.

Walaupun dengan obat lini pertama pada 9-40 % kasus. Kejang berlanjut dengan alasan

yang cukup banyak seperti, dosisnya di bawah kadar terapi, hipoglikemia rekuren, atau

hipokalsemia persisten. Kesalahan diagnosis kemungkinan lain: tremor, rigor dan serangan

psikogenik dapat meniru kejang epileptik. Mortalitas pada status epileptikus refrakter

sangat tinggi dibandingkan dengan yang berespon terhadap terapi lini pertama.1,3

Dalam mengatasi status epileptikus refrakter, beberapa ahli menyarankan

menggunakan Valproat atau Phenobarbitone secara intravena. Sementara yang lain akan

memberikan medikasi dengan kandungan anestetik seperti Midazolam, Propofol, atau

Tiofenton. Penggunaan ini dimonitor oleh EEG, dan jika tidak ada kativitas kejang, maka

dapat ditapering. Dan jika berlanjut akan diulang dengan dosis awal.8

Protokol Penatalaksanaan Status Epileptikus (EFA, 1993)7,8

Pada : awal menit

1. Bersihkan jalan nafas, jika ada sekresi berlebihan segera bersihkan (bila perlu intubasi)

7

a. Periksa tekanan darah

b. Mulai pemberian Oksigen

c. Monitoring EKG dan pernafasan

d. Periksa secara teratur suhu tubuh

e. Anamnesa dan pemeriksaan neurologis

2. Kirim sampel serum untuk evaluasi elektrolit, Blood Urea Nitrogen, kadar glukosa,

hitung darah lengkap, toksisitas obat-obatan dan kadar antikonvulsan darah; periksa

AGDA (Analisa Gas Darah Arteri)

3. Infus NaCl 0,9% dengan tetesan lambat

4. Berikan 50 mL Glukosa IV jika didapatkan adanya hipoglikemia, dan Tiamin 100 mg IV

atau IM untuk mengurangi kemungkinan terjadinya wernicke’s encephalophaty

5. Lakukan rekaman EEG (bila ada)

6. Berikan Lorazepam (Ativan) 0,1 sampai 0,15 mg per kg (4 sampai 8 mg) intravena

dengan kecepatan 2 mg per menit atau Diazepam 0,2 mg/kg (5 sampai 10 mg). Jika

kejang tetap terjadi berikan Fosfenitoin (Cerebyx) 18 mg per kg intravena dengan

kecepatan 150 mg per menit, dengan tambahan 7 mg per kg jika kejang berlanjut. Jika

kejang berhenti, berikan Fosfenitoin secara intravena atau intramuskular dengan 7 mg

per kg per 12 jam. Dapat diberikan melalui oral atau NGT jika pasien sadar dan dapat

menelan.

Pada : 20 sampai 30 menit, jka kejang tetap berlangsung

1. Intubasi, masukkan kateter, periksa temperatur

2. Berikan Fenobarbital dengan dosis awal 20 mg per kg intravena dengan kecepatan 100

mg per menit

Pada : 40 sampai 60 menit, jika kejang tetap berlangsung

Mulai infus Fenobarbital 5 mg per kg intravena (dosis inisial), kemudian bolus intravena

hingga kejang berhenti, monitoring EEG; lanjutkan infus Pentobarbital 1 mg per kg per

jam; kecepatan infus lambat setiap 4 sampai 6 jam untuk menetukan apakah kejang telah

berhenti. Pertahankan tekanan darah stabil.

atau

8

Berikan Midazolam (Versed) 0,2 mg per kg, kemudian pada dosis 0,75 sampai 10 mg per

kg per menit, titrasi dengan bantuan EEG.

atau

Berikan Propofol (Diprivan) 1 sampai 2 mg per kg per jam. Berikan dosis pemeliharaan

berdasarkan gambaran EEG.

Prognosis

Hasil neurologis pasca status epileptikus telah membaik secara bermakna sejak

penemuan unit perawatan intensif modern dan manajemen agresif kejang yang lama. Angka

mortalitas status epileptikus adalah sekitar 5% pada kebanyakan seri. Kebanyakan kematian

terjadi pada kelompok bergejala, kebanyakan darinya mempunyai kelainan SSS serius dan

mengancam jiwa sebelum mulainya status epileptikus. Bila tidak ada serangan neurologis

progresif atau gangguan metabolic, morbiditas status epileptikus adalah rendah.2

9

DAFTAR PUSTAKA

1. Huff JS. Status Epilepticus. http://emedicine.medscape.com/article/793708 [diakses tanggal 06 Oktober 2013]

2. Haslam HA. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15. Vol 3. Dalam: editor Behrman, Kliegman, Arvin. Status Epileptikus. Jakarta : EGC; 2000. pp 2067-68

3. Christian M. Korff   Douglas R. Nordli Jr. Current Pediatric Therapy, 18th ed. In: Burg DF, editor. Status Epilepticus. USA: Saunders; 2006.

4. Cavazos JE, Spitz M. Status Epilepticus. http://emedicine.medscape.com/article/1164462 [diakses tanggal 07 Oktober 2013]

5. Lazuardi S. Buku Ajar. Neurologi Anak. Dalam: editor Soetomenggolo T, Ismael S. Pengobatan Epilepsi. Jakarta: BP IDAI; 2000.pp 237-38

6. Hassan R, Alatas H. Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 2. Epilepsi. Jakarta: FKUI;2005.pp 855-59

7. Ilae. Status Epilepticus. http://www.ilae-epilepsy.org/visitors/Documents/10-statusepilepticus.pdf [ diakses tanggal 08 Oktober 2013]

8. Heafield MT. Managing Status Epilepticus. BMJ. Edisi 8 April 2000. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1117894/ [diakses tanggal 08 Oktober 2013]

9. Lee J, et al. Guideline for the management of convulsive status epilepticus in infants and children. Issue: BCMJ, Vol. 53, No. 6, July, August 2011, page(s) 279-285

10. Gretchen MB, et al. Guidelines for the Evaluation and Management of Status Epilepticus. Neurocrit Care 2012 DOI 10.1007/s12028-012-9695-z

10

ILUSTRASI KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama / No.MR : Nazwa Nabila Zahra/ 801795

Umur : 11 bulan 22 hari

Ayah / Ibu : Syahrial / Nursamsi

Suku : Minang

Alamat : Jl. Cik Ditiro Gg. Ampera Pekanbaru

Tanggal Masuk : 25 September 2013

ANAMNESIS : alloanamnesis

Diberikan oleh : Ibu kandung

Keluhan utama : Kejang sejak 1/2 jam SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang :

Sejak 1/2 jam SMRS pasien kejang, kejang awalnya hanya mengenai tubuh bagian kanan

berupa hentakan kaki dan tangan, kemudian berselang beberapa menit kejang pada seluruh

tubuhnya tangan dan kaki kelonjotan, mata tertutup, pasien tidak sadarkan diri. Sebelumnya

pasien demam, batuk (+), pilek (+), sesak (+), sebelum kejang pasien sedang sadar tampak

seperti biasanya. Kejang pasien tidak berhenti selama ½ jam, lalu pasien dibawa berobat ke

bidan dan diberikan obat yang dimasukkan lewat dubur, namun kejang tidak berhenti.

11

Kemudian pasien dibawa ke RSUD AA, di IGD RSUD AA pasien pasien datang dalam

keadaan kejang, mulut membiru dan napas sesak. Pasien lalu dilakukan tindakan

pemasangan oksigen dan pemberian obat melalui anus. Tetapi kejang tetap tidak berhenti.

Kemudian pasien dilakukan pemasangan infus dan diberikan obat melalui infus tetapi

kejang tidak berhenti, pasien tetap kejang lebih kurang setengah jam, kemudian kejang

berhenti dan pasien sadar. Pasien rutin meminum obat anti epilepsi, tetapi pasien putus

meminum obat anti epilepsi pada malam harinya. Pada waktu pagi hari timbul lah kejang.

Pasien batuk pilek sejak 3 hari SMRS, batuk (+), pilek (+), demam (-). Keluar cairan dari

telinga (-), BAK dan BAB biasa, mual muntah (-), mencret (-).

Riwayat Penyakit Dahulu

Kejang pertama terjadi pada usia 4 bulan yang awalnya didahului oleh demam dan hanya

sebentar ± 5 menit, kemudian kejang muncul tanpa didahului oleh demam di seluruh tubuh.

Kejang seperti kelonjotan dan lama kejang hanya selama 5 menit. Kejang sudah

berlangsung sebanyak 10 kali selama ini. 5 bulan sebelumnya pasien juga mengeluhkan

kejang yang berlangsung selama 45 menit, kejang seluruh tubuh, sebelum dan sesudah

kejang pasien sadar, kejang tidak didahului demam. Pasien dirawat di bangsal anak RSUD

AA. Lamanya pasien lupa.Pasien rutin mengkonsumsi obat kejang selama 3 bulan. Pasien

telah diperiksa EEG, ditegakkan diagnosis epilepsi sebelumnya.

Riwayat trauma kepala (-)

Riwayat Penyakit Keluarga

Anak dari kakak kandung pasien juga menglami kejang dan menjalani pengobatan selama 2

tahun dan bebas kejang

Riwayat Orang Tua

Ayah pasien : Pekerjaan swasta, pendidikan tamat SLTA

Ibu pasien : Pekerjaan ibu rumah tangga, pendidikan tamat SMP

Riwayat Kehamilan

Pasien merupakan anak keempat dari empat bersaudara.

12

Lahir cukup bulan dengan berat badan lahir 3100 gram panjang badan 52 cm, langsung

menangis, tidak biru, tidak biru, tidak sesak dan kesadaran alert.

Persalinan normal ditolong bidan dan memeriksakan kehamilan ke bidan secara teratur.

Selama kehamilan, ibu pasien tidak pernah menderita penyakit tertentu, tidak pernah

merokok, minum jamu maupun minum-minuman keras.

Riwayat makan dan minum

ASI (+) sejak lahir sampai saat ini

Asi + MP Asi 7-9 bulan

Bubur lembek 9 bulan sampai sat ini

Riwayat Imunisasi

Tidak lengkap, hanya DPT (+) pada usia 2 bulan

Riwayat Tumbuh Kembang

Tersenyum : 3 bulan

Mengangkat kepala : 3 bulan

Duduk sebentar : 6 bulan

Berdiri : 9 bulan

KEADAAN PERUMAHAN DAN TEMPAT TINGGAL

Tinggal di rumah sendiri, permanen, ventilasi baik, sumber air minum dari sumur

dengan jarak antara sumur dengan septic tank ± 10m. Membuang sampah di tempat

pembuangan sampah.

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Komposmentis

Vital Sign : HR=98 ×/i, RR = 62 ×/i, T =36,7 °C

13

Status Gizi : TB : 77 cm BB : 10.2 kg

CDC : BB ideal 9.8 kg

Status Gizi : .10.2/9.8 x 100% : 104 % (Normal)

Lingkar Kepala : 45.2 cm (Normal)

Kepala

Rambut : hitam, tidak mudah dicabut

Mata kiri dan kanan : Palpebra : edema (-/-)

Konjungtiva : tidak anemis

Sklera : tidak ikterik

Pupil : sulit dinilai

Telinga : Tidak ada kelainan bawaan, serumen (-), nyeri tekan

aurikuler (-)

Hidung : Bentuk simetris, sekret (-)

Mulut : Bibir tidak kering, lidah tidak kotor, tidak hiperemis

Palatum tidak terbelah.

Leher : Tidak terdapat pembesaran kelenjar, kaku kuduk (-)

Paru-paru

Inspeksi : bentuk dada normal, gerak nafas simetris, retraksi iga (+)

Palpasi : Fremitus kiri = kanan

Perkusi : Sonor

Auskultasi : Suara nafas vesikuler, rh +/+, wh -/-

Jantung

Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : Iktus kordis teraba pada linea midklavikula sinistra RIC V

Perkusi : Batas jantung dalam batas normal

Auskultasi : Bunyi jantung I dan II normal, reguler, bising jantung (-)

Abdomen

Inspeksi : Perut datar, venektasi (-)

Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)

14

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Genitourinarius: dalam batas normal

Ekstremitas : Akral hangat, refilling kapiler < 2 ”

Refleks : Refleks fisiologis : Patella (+/+)

Bisep (+/+)

Refleks patologis : Babinsky (-/-)

Pemeriksaan rangsang meningeal :

o Kaku kuduk : (-)

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pemeriksaan darah

Tanggal 25 September 2013

Hb : 12 gr%

Ht : 37,6 vol%

Leukosit : 32.500/mm3

Trombosit : 416.000 /mm3

GDS : 138 mg/dl

Elektrolit :

Na+ : 139,4 umol/l

K+ : 4,8 umol/l

Cl- :111.0 mmol/l

HAL-HAL YANG PENTING DARI ANAMNESIS

Sejak 1 jam SMRS pasien kejang, kejang bersifat partial ke umum

Sebelumnya pasien tidak demam, batuk (+), pilek (+)

Kejang pasien tidak berhenti selama ½ jam

Pemberian obat melalui anus oleh bidan, kejang tidak berhenti.

Selama kejang pasien sesak dan badan membiru

15

Pemberian obat melalui infuse di IGD RSUD AA kejang tidak berhenti dan pasien tetap

kejang lebih kurang setengah jam

Pasien rutin meminum obat anti epilepsi tetapi pasien putus meminum obat anti epilepsi

pada malam harinya. Pada waktu pagi hari timbul lah kejang.

Pasien awalnya kejang lamanya hanya 5 menit, kejang bersifat umum. Kemudian timbul

kejang tanpa demam sebanyak 10 kali, setiap kejang berlangsung selama 5 menit. 5 bulan

sebelumnya pasien kejang dan berlangung selama 45 menit. Pasien rutin mengkonsumsi

obat kejang selama 3 bulan. Pasien telah diperiksa EEG, ditegakkan diagnosis epilepsi

sebelumnya. Riwayat trauma kepala (-)

Anak dari kakak kandung pasien juga menglami kejang dan menjalani pengobatan selama 2

tahun.

Riwayat kehamilan dan persalinan normal

Riwayat perkembangan pasien normal

HAL-HAL PENTING DARI PEMERIKSAAN FISIK

Kesadaran : komposmentis (GCS 15)

Suhu : 36.7 °C

Status Gizi : Normal

Refleks : Refleks fisiologis : Patella (+/+)

Bisep (+/+)

Refleks patologis : Babinsky (-/-)

RR : 62 x/i

Auskultasi paru : Ronkhi (+/+)

Pemeriksaan rangsang meningeal :

o Kaku kuduk : (-)

o Brudzinky I : (-)

o Brudzinky II : (-)

o Kernig Sign : (-)

HAL-HAL YANG PENTING DARI PENUNJANG

16

Leukosit : 32500 / mm3

DIAGNOSIS KERJA

Status epileptikus ec withdrawal anti epileptic drug + Bronkopneumoni

PEMERIKSAAN ANJURAN

CT Scan

EEG

TERAPI

MEDIKAMENTOSA : IVFD D5 ½ NS + Kcl 5 meq 15 gtt/I (mikro)

Ceftriaxone 2 x 500 mg

Kalpicilin 2 x 300 mg

OMZ 1x 10 mg

Ventolin ½ + Pulmicort ½ nebulizer tiap 8 jam

Jika kejang : Fenitoin 220 mg dalam NaCl 50 cc dihabiskan dalam

waktu 12 jam kemudian dilanjutkan 40 mg dalam Nacl 50 cc

Kebutuhan Energi : BBI x RDA = 9.8 x 100 = 980 kkal

Diit : Makanan Biasa

PROGNOSIS

QUO AD VITAM : Bonam

QUO AD FUNGSIONAM : Dubia ad malam

FOLLOW UP

Hari/Tgl Subjektif Objektif Assesment TerapiKamis Kejang (-), Komposmentis, Epilepsi + Lanjutkan

17

26 Septmber 2013

Demam (-), Muntah (-)

T : 36,50C, HR : 90x/I, RR: 28x/iKaku kuduk (-)Reflex patologis (-)Konjuntiva anemis (-/-)Sklera ikterik (-/-)

Bronkopneumonia

Jumat27 September 2013

Kejang (-), Demam (-), Muntah (-)

Komposmentis, T : 36,80C, HR : 98x/I, RR: 28x/iKaku kuduk (-)Reflex patologis (-)

Epilepsi + Bronkopneumonia

Pasien boleh pulang

lanjutkan

18

PEMBAHASAN

Status epileptikus (SE) didefenisikan sebagai keadaan dimana terjadinya dua atau

lebih rangkaian kejang tanpa adanya pemulihan kesadaran diantara kejang atau aktivitas

kejang yang berlangsung lebih dari 30 menit.1 Terdapat banyak defenisi tentang status

epileptikus, menurut journal BCMJ 2011 peneliti James Lee et al, SE adalah kejang yang

kontinu dalam waktu 30 menit atau kejang berulang dalam 30 menit tanpa ada fase sadar

diantaranya.9 Sedangkan Neurocritical Care Society menyebutkan kejang lebih dari 5 menit

atau berulang lebih dari 5 menit tanpa ada fase sadar.21 Kejang yang lebih dari 7 menit akan

berlanjut terus sedikitnya selama 30 menit.10 Pada kasus, pasien kejang lebih kurang 30

menit terus menerus dan tidak sadar, sehingga diagnosis status epileptikus pada pasien

sudah tepat dan pasien juga telah ditegakkan diagnosis epilepsy sejak usia 4 bulan.

Status epileptikus dapat disebabkan kelainan elektrolit, hipokalsemia, hipoglikemia,

intoksikasi obat, intoksikasi timah hitam, hiperpireksia ekstrem, dan tumor otak terutama

pada frontalis.2 Kejang demam yang berlangsung selama lebih dari 30 menit, terutama pada

anak yang berumur kurang dari 3 bulan, merupakan penyebab status epileptikus yang

paling lazim. Kelompok idiopatik termasuk penderita epilepsi yang mengalami penghentian

antikonvulsan mendadak (terutama benzodiazepin dan barbiturate) yang disertai dengan

status epileptikus. Anak epilepsi yang diberi antikonvulsan yang tidak teratur atau yang

tidak taat adalah lebih mungkin berkembang status epileptikus. Kurang tidur dan infeksi

yang menyertai cenderung menjadikan penderita epilepsi lebih rentan terhadap status

epileptikus.2 Kejang pada pasien dapat disebabkan oleh faktor, pertama ialah putus minum

obat anti epilepsy, dan kedua ialah adanya pencetus infeksi, atau keduanya berhubungan,

dimana pada saat adanya keadaan putus obat, maka kerentanan pasien untuk kejang

menjadi lebih besar. Pasien mengalami demam batuk pilek dan sesak napas sejak 3 hari,

pada pemeriksaan fisik ditemukan retraksi iga dan ronkhi pada kedua paru. Pada

pemeriksaan labor ditemukan peningkatan leukosit menjadi 32.500/ul. Hal tersebut jelas

menggambarkan adanya proses infeksi, yaitu pasien mengalami pneumonia. Dengan

keadaan datang ke IGD mulut membiru, napas sesak, dengan peningkatan leukosit

32.500/ul (normal leukosit anak umur 11 bulan ialah maksimal 17.500/ul) dapat

19

diasumsikan anak tersebut mengalami sepsis, dimana sepsis juga merupakan penyebab dari

SE.10

BUD, buat aja pasien ini demam pada anamnesisnya, Karena dia kena BP dan

leukosit tinggi masa ga demam.

Terus lanjutkan pembahasan mengenai terapi, apakah terapi udh pas?

Terus bahas aja, apakah pasien ini sudah termasuk ke refrakter SE?

Sorry bud, aku saat ini sanggup Cuma bahas ampe sana,

Ini aku kirim juga bahan jurnalnya

Ini link jurnal kepustakaan no 9

http://www.bcmj.org/articles/guideline-management-convulsive-status-epilepticus-

infants-and-children

20