Status Epileptikus

26
BAB III TINJAUAN PUSTAKA 1.1 DEFINISI Epilepsi merupakan suatu gangguan kronik yang ditandai dengan adanya bangkitan epileptik berulang akibat gangguan fungsi otak secara intermiten. Epilepsi terjadi karena lepasnya muatan listrik abnormal di neuron-neuron secara paroksismal, disebabkan oleh berbagai etiologi. 4 Pada konvensi Epilepsy Foundation of America (EFA), status epileptikus didefenisikan sebagai keadaan dimana terjadinya dua atau lebih rangkaian kejang tanpa adanya pemulihan kesadaran diantara kejang atau aktivitas kejang yang berlangsung lebih dari 30 menit. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa jika seseorang mengalami kejang persisten atau seseorang yang tidak sadar kembali selama lima menit atau lebih harus dipertimbangkan sebagai status epileptikus. 5 1.2 EPIDEMIOLOGI Insiden SE telah diperkirakan pada 10 sampai 41 kasus per 100.000 orang per tahun, terhitung sekitar 100.000 menjadi 160.000 orang per tahun di Amerika Serikat,yang kebanyakan adalah pasien dengan epilepsi. Sekitar 5% dari orang dewasa dan 10% sampai 25% anak-anak dengan epilepsi 11

description

neurologi

Transcript of Status Epileptikus

BAB IIITINJAUAN PUSTAKA

1.1 DEFINISIEpilepsi merupakan suatu gangguan kronik yang ditandai dengan adanya bangkitan epileptik berulang akibat gangguan fungsi otak secara intermiten. Epilepsi terjadi karena lepasnya muatan listrik abnormal di neuron-neuron secara paroksismal, disebabkan oleh berbagai etiologi.4Pada konvensi Epilepsy Foundation of America (EFA), status epileptikus didefenisikan sebagai keadaan dimana terjadinya dua atau lebih rangkaian kejang tanpa adanya pemulihan kesadaran diantara kejang atau aktivitas kejang yang berlangsung lebih dari 30 menit. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa jika seseorang mengalami kejang persisten atau seseorang yang tidak sadar kembali selama lima menit atau lebih harus dipertimbangkan sebagai status epileptikus.51.2EPIDEMIOLOGIInsiden SE telah diperkirakan pada 10 sampai 41 kasus per 100.000 orang per tahun, terhitung sekitar 100.000 menjadi 160.000 orang per tahun di Amerika Serikat,yang kebanyakan adalah pasien dengan epilepsi. Sekitar 5% dari orang dewasa dan 10% sampai 25% anak-anak dengan epilepsi akan memiliki setidaknya satu episode SE, sedangkan 13% dari semua pasien dengan SE akan memiliki rekurensi Angka kematian keseluruhan dari SE adalah sekitar 20%, tetapi bervariasi luas, terutama berdasarkan usia, etiologi, dan durasi dari SE. Mortalitas lebih tinggi pada pasien lanjut usia atau ketika SE sekunder merupakan insult akut (yaitu, stroke akut, anoksia, trauma, infeksi, gangguan metabolisme). Status epileptikus stroke sekunder dengan sebelumnya, alkohol atau antikonvulsan penarikan, tumor, atau epilepsi memiliki lebih baik prognosisnya.11.3ETIOLOGIPenyebab status epileptikus bervariasi bergantung dengan usia. Pada pasien yang lebih muda dari 16 tahun, penyebab paling umum adalah demam dan / atau infeksi (36%). Sebaliknya, ini hanya 5% terjadi pada orang dewasa. Pada orang dewasa, penyebab yang paling umum adalah penyakit serebrovaskular (25%), sedangkan faktor ini menyebabkan hanya 3% dari kasus pediatrik.3Status epileptikus tonik-klonik, banyak berasal dari insult akut pada otak dengan suatu fokus serangan. Penyebab status epileptikus yang banyak diketahui adalah, infark otak mendadak, anoksia otak, bermacam-macam gangguan metabolisme, tumor otak, menghentikan kebiasaan minuman keras secara mendadak, atau berhenti makan obat anti kejang. Jarang status epileptikus disebabkan oleh penyakit degenerasi sel-sel otak, menghentikan penggunaan penenang dengan mendadak, pasca anestesi dan cedera perinatal. Penderita yang sebelumnya tidak mempunyai riwayat epilepsi, mungkin mempunyai riwayat trauma kepala, radang otak, tumor, penyakit pembuluh darah otak. Kelainan-kelainan ini terutama yang terdapat pada lobus frontalis, lebih sering menimbulkan status epileptikus, dibandingkan dengan lokasi lain pada otak. Penderita yang mempunyai riwayat epilepsi, dcngan sendirinya mempunyai faktor pencetus tertentu. Umumnya karena tidak teratur makan obat atau menghentikan obat sekehendak hatinya. Faktor pencetus lain yang harus diperhatikan adalah alkohol, keracunan kehamilan, uremia dan lain-lain.31.4KLASIFIKASI STATUS EPILEPTIKUSDikenal dua tipe status epileptikus yaitu :21. Status Epileptikus Konvulsif Status epileptikus konvulsif adalah bangkitan dengan durasi lebih dari 5 menit, atau bangkitan berulang 2 kali atau lebih tanpa pulihnya kesadaran diantara bangkitan. 2. Status Epileptikus Nonkonvulsif Status epileptikus nonkonvulsif adalah sejumlah kondisi saat aktivitas bangkitan elektrografik memanjang (EEG status) dan memberikan gejala klinis nonmotorik termasuk perubahan perilaku atau awareness.

Klasifikasi status epileptikus adalah sebagai berikut:41. Status epilepticus confined to early childhoodNeonatal status epilepticusStatus epilepticus in specific neonatal epilepsy syndromesInfantile spasms2. Status epilepticus confined to later childhood and adult lifeFebrile status epilepticusStatus inchildhood partial epilepsy syndromesStatus epilepticus in myoclonic-astatic epilepsyElectrical status epilepticus during slow wave sleepLandau-kleffner syndrome3. Status epilepticus occuring in childhood and adult lifeTonic-clonic status epilepticusAbsence status epilepticusEpilepsia partialis continuaStatus epilepticus in comaSpecific forms of status epilepticus in learning difficultySyndromes of myoclonic status epilepticusSimple partial status epilepticus Complex partial status epilepticus4. Status epilepticus confined to adult lifeDe novo absence status and late onset

1.5PATOFISIOLOGIPada status epileptikus terjadi kegagalan mekanisme normal untuk mencegah kejang. Kegagalan ini terjadi bila rangsangan bangkitan kejang (Neurotransmiter eksitatori: glutamat, aspartat dan acetylcholine) melebihi kemampuan hambatan intrinsik (GABA) atau mekanisme hambatan intrinsik tidak efektif.1Status epileptikus dibagi menjadi 2 fase, yaitu:11. Fase I (0-30 menit) - mekanisme terkompensasi. Pada fase ini terjadi: Pelepasan adrenalin dan noradrenalin Peningkatan cerebral blood flow dan metabolisme Hipertensi, hiperpireksia Hiperventilasi, takikardi, asidosis laktat2. Fase II (> 30 menit) - mekanisme tidak terkompensasi. Pada fase ini terjadi: Kegagalan autoregulasi serebral/edema otak Depresi pernafasan Disritmia jantung, hipotensi Hipoglikemia, hiponatremia Gagal ginjal, rhabdomyolisis, hipertermia dan DIC1.6GEJALA KLINISPengenalan terhadap status epileptikus penting pada awal stadium untuk mencegah keterlambatan penanganan. Status tonik-klonik umum (Generalized Tonic-Clonic) merupakan bentuk status epileptikus yang paling sering dijumpai, hasil dari survei ditemukan kira-kira 44 sampai 74 persen, tetapi bentuk yang lain dapat juga terjadi.6A. Status Epileptikus Tonik-Klonik Umum (Generalized tonic-clonic Status Epileptikus)Ini merupakan bentuk dari Status Epileptikus yang paling sering dihadapi dan potensial dalam mengakibatkan kerusakan. Kejang didahului dengan tonik-klonik umum atau kejang parsial yang cepat berubah menjadi tonik klonik umum. Pada status tonik-klonik umum, serangan berawal dengan serial kejang tonik-klonik umum tanpa pemulihan kesadaran diantara serangan dan peningkatan frekuensi.6Setiap kejang berlangsung dua sampai tiga menit, dengan fase tonik yang melibatkan otot-otot aksial dan pergerakan pernafasan yang terputus-putus. Pasien menjadi sianosis selama fase ini, diikuti oleh hyperpnea retensi CO2. Adanya takikardi dan peningkatan tekanan darah, hyperpireksia mungkin berkembang. Hiperglikemia dan peningkatan laktat serum terjadi yang mengakibatkan penurunan pH serum dan asidosis respiratorik dan metabolik. Aktivitas kejang sampai lima kali pada jam pertama pada kasus yang tidak tertangani.6B. Status Epileptikus Klonik-Tonik-Klonik (Clonic-Tonic-Clonic Status Epileptikus)Adakalanya status epileptikus dijumpai dengan aktivitas klonik umum mendahului fase tonik dan diikuti oleh aktivitas klonik pada periode kedua.6C. Status Epileptikus Tonik (Tonic Status Epileptikus)Status epilepsi tonik terjadi pada anak-anak dan remaja dengan kehilangan kesadaran tanpa diikuti fase klonik. Tipe ini terjai pada ensefalopati kronik dan merupakan gambaran dari Lenox-Gestaut Syndrome.6D. Status Epileptikus MioklonikBiasanya terlihat pada pasien yang mengalami enselofati. Sentakan mioklonus adalah menyeluruh tetapi sering asimetris dan semakin memburuknya tingkat kesadaran. Tipe dari status epileptikus tidak biasanya pada enselofati anoksia berat dengan prognosa yang buruk, tetapi dapat terjadi pada keadaan toksisitas, metabolik, infeksi atau kondisi degeneratif.6E. Status Epileptikus AbsensBentuk status epileptikus yang jarang dan biasanya dijumpai pada usia pubertas atau dewasa. Adanya perubahan dalam tingkat kesadaran dan status presen sebagai suatu keadaan mimpi (dreamy state) dengan respon yang lambat seperti menyerupai slow motion movie dan mungkin bertahan dalam waktu periode yang lama. Mungkin ada riwayat kejang umum primer atau kejang absens pada masa anak-anak. Pada EEG terlihat aktivitas puncak 3 Hz monotonus (monotonous 3 Hz spike) pada semua tempat. Respon terhadap status epileptikus Benzodiazepin intravena didapati. 6F. Status Epileptikus Non KonvulsifKondisi ini sulit dibedakan secara klinis dengan status absens atau parsial kompleks, karena gejalanya dapat sama. Pasien dengan status epileptikus non-konvulsif ditandai dengan stupor atau biasanya koma. Ketika sadar, dijumpai perubahan kepribadian dengan paranoia, delusional, cepat marah, halusinasi, tingkah laku impulsif (impulsive behavior), retardasi psikomotor dan pada beberapa kasus dijumpai psikosis. Pada EEG menunjukkan generalized spike wave discharges, tidak seperti 3 Hz spike wave discharges dari status absens.6G. Status Epileptikus Parsial Sederhanaa. Status SomatomotorikKejang diawali dengan kedutan mioklonik dari sudut mulut, ibu jari dan jari-jari pada satu tangan atau melibatkan jari-jari kaki dan kaki pada satu sisi dan berkembang menjadi jacksonian march pada satu sisi dari tubuh. Kejang mungkin menetap secara unilateral dan kesadaran tidak terganggu. Pada EEG sering tetapi tidak selalu menunjukkan periodic lateralized epileptiform discharges pada hemisfer yang berlawanan (PLED), dimana sering berhubungan dengan proses destruktif yang pokok dalam otak. Variasi dari status somatomotorik ditandai dengan adanya afasia yang intermitten atau gangguan berbahasa (status afasik).6b.Status SomatosensorikJarang ditemui tetapi menyerupai status somatomotorik dengan gejala sensorik unilateral yang berkepanjangan atau suatu sensory jacksonian march.6H. Status Epileptikus Parsial KompleksDapat dianggap sebagai serial dari kejang kompleks parsial dari frekuensi yang cukup untuk mencegah pemulihan diantara episode. Dapat terjadi otomatisme, gangguan berbicara, dan keadaan kebingungan yang berkepanjangan. Pada EEG terlihat aktivitas fokal pada lobus temporalis atau frontalis di satu sisi, tetapi bangkitan epilepsi sering menyeluruh. Kondisi ini dapat dibedakan dari status absens dengan EEG, tetapi mungkin sulit memisahkan status epileptikus parsial kompleks dan status epileptikus non-konvulsif pada beberapa kasus.6

1.7PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSISDalam praktik klinis, langkah-langkah dalam penegakkan diagnosis status epileptikus adalah sebagai berikut:21.Anamnesis: auto dan allo-anamnesis dari orang tua atau saksi mata mengenai hal-hal terkait dibawah ini:a. Gejala dan tanda sebelum, salam, dan pascabangkitan: Sebelum bangkitan/ gajala prodomal Kondisi fisik dan psikis yang mengindikasikan akan terjadinya bangkitan, misalnya perubahan prilaku, perasaan lapar, berkeringat, hipotermi, mengantuk, menjadi sensitive, dan lain-lain. Selama bangkitan/ iktal: Apakah terdapat aura, gejala yang dirasakan pada awal bangkitan? Bagaimana pola/ bentuk bangkitan, mulai dari deviasi mata, gerakan kepala, gerakan tubuh , vokalisasi, aumatisasi, gerakan pada salah satu atau kedua lengan dan tungkai, bangkitan tonik/klonik, inkontinensia, lidah tergigit, pucat, berkeringat, dan lain-lain. ( Akan lebih baik bila keluarga dapat diminta menirukan gerakan bangkitan atau merekam video saat bangkitan) Apakah terdapat lebih dari satu pola bangkitan? Apakah terdapat perubahan pola dari bangkitan sebelumnya Aktivitas penyandang saat terjadi bangkitan, misalnya saat tidur, saat terjaga, bermain video game, berkemih, dan lain-lain. Pasca bangkitan/ post- iktal: Bingung, langsung sadar, nyeri kepala, tidur, gaduh gelisah, Todds paresis. b. Faktor pencetus: kelelahan, kurang tidur, hormonal, stress psikologis, alkohol. c.Usia awitan, durasi bangkitan, frekuensi bangkitan, interval terpanjang antara bangkitan, kesadaran antara bangkitan. d. Terapi epilepsi sebelumnya dan respon terhadap OAE sebelumnya Jenis obat antiepilepsi Dosis OAE Jadwal minumOAE Kepatuhan minum OAE Kadar OAE dalam plasma Kombinasi terapi OAE e. Penyakit yang diderita sekarang, riwayat penyakit neurologis psikiatrik maupun sistemik yang mungkin menjadi penyebab maupun komorbiditas. f. Riwayat epilepsi dan penyakit lain dalam keluarga g. Riwayat saat berada dalam kandungan, kelahiran, dan tumbuh kembang h. Riwayat bangkitan neonatal/ kejang demam i. Riwayat trauma kepala, stroke, infeksi susunan saraf pusat (SSP), dll.

2. Pemeriksaan fisik umum dan neurologisa.Pemeriksaan fisik umum Untuk mencari tanda-tanda gangguan yang berkaitan dengan epilepsi, misalnya: Trauma kepala Tanda-tanda infeksi Kelainan congenital Kecanduan alcohol atau napza Kelainan pada kulit (neurofakomatosis) Tanda-tanda keganasan. b.Pemeriksaan neurologisUntuk mencari tanda-tanda defisit neurologis fokal atau difus yang dapat berhubungan dengan epilepsi. Jika dilakukan dalam beberapa menit setelah bangkitan, maka akan tampak pasca bangkitan terutama tanda fokal yang tidak jarang dapat menjadi petunjuk lokalisasi, seperti: Paresis Todd Gangguan kesadaran pascaiktal Afasia pascaiktal

3. Pemeriksaan penunjang a. Pemeriksaan elektro-ensefalografi (EEG) Rekaman EEG merupakan pemeriksaan yang paling berguna pada dugaan suatu bangkitan untuk: Membantu menunjang diagnosis Membantu penentuan jenis bangkitan maupun sintrom epilepsi. Membatu menentukanmenentukan prognosis Membantu penentuan perlu/ tidaknya pemberian OAE. b. Pemeriksaan pencitraan otak Berguna untuk mendeteksi lesi epileptogenik diotak. MRI beresolusi tinggi ( minimal 1,5 Tesla) dapat mendiagnosis secara non-invasif berbagai macam lesi patologik misalnya mesial temporal sclerosis, glioma, ganglioma, malformasi kavernosus, DNET ( dysembryoplastic neuroepithelial tumor ), tuberous sclerosiss.4 Fuctional brain imaging seperti Positron Emission Tomography (PET), Singel Photon Emission Computed Tomography (SPECT) dan Magnetic Resonance Spectroscopy (MRS) bermanfaat dalam memberikan informasi tambahan mengenai dampak perubahan metabolik dan perubahan aliran darah regional di otak berkaitan dengan bangkitan.Indikasi pemeriksaan neuroimaging (CT scan kepala atau MRI kepala) pada kasus kejang adalah bila muncul kejang unprovoked pertama kali pada usia dewasa. Tujuan pemeriksaan neuroimaging pada kondisi ini adalah untuk mencari adanya lesi structural penyebab kejang. CT scan kepala lebih ditujukan untuk kasus kegawatdaruratan, karena teknik pemeriksaannya lebih cepat. Di lain pihak MRI kepala diutamakan untuk kasus elektif. Bila ditinjau dari segi sensitivitas dalam menentukan lesi kasus elektif. Bila ditinjau dari segi sensitivitas dalam menentukan lesi structural, maka MRI lebih sensitive dibandingkan CT scan kepala.c. Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan hematologis Pemeriksaan ini mencakup hemoglobin, leukosit dan hitung jenis, hematokrit, trombosit, apusan darah tepi, elektrolit (natrium, kalium, kalsium, magnesium), kadar gula darah sewaktu, fungsi hati (SGOT/SGPT), ureum, kreatinin dan albumin. Pemeriksaan kadar OAE Pemeriksaan ini idealnya untuk melihat kadar OAE dalam plasma saat bangkitan belum terkontrol, meskipun sudah mencapai dosis terapi maksimal atau untuk memonitorkepatuhan pasien.d. Pemeriksaan penunjang lainnya

Dilakukan sesuai dengan indikasi misalnya: Punksi lumbal EKG1.8DIAGNOSIS BANDING 3 Encephalitis Heatstroke Hypernatremia in Emergency Medicine Hyperosmolar Hyperglycemic Nonketotic Coma Hypocalcemia in Emergency Medicine Hypoglycemia Hyponatremia Medication-Induced Dystonic Reactions Neuroleptic Malignant Syndrome Uremic Encephalopathy Withdrawal Syndromes

1.9 PENATALAKSANAAN DAN PENGOBATAN1. Pengelolaan sebelum sampai di Rumah Sakit Pemberian benzodiazepine rectal/midazolam buccal merupakan terapi yang utama selama diperjalanan menuju rumah sakit. Segera panggil ambulans pada kondisi berikut:

Bangkitan berlanjut 5 menit setelah obat emergensi diberikan Penderita memiliki riwayat sering mengalami bangkitan serial/bangkitan konvulsivus. Terdapat kesulitan monitor jalan napas, pernapasan, sirkulasi, atau tanda vital lain. Terapi OAE harus diberikan bersama sama dengan terapi emergensi. Pilihan obat tergantung dari terapi sebelumnya, tipe epilepsi, dan klinis. Apapun OAE yang digunakan sebelumnya, harus dilanjutkan dengan dosis penuh. Bila phenitoin atau Phenobarbital telah diberikan pada terapi emergensi, dosis rumatan dapat diberikan secara oral atau intravena dengan monitor kadar obat dalam serum. OAE rumatan lain dapat diberikan dengan dosis loading peroral. Bila pasien sudah bebas bangkitan selala 12-24 jam dan terbukti kadar obat dalam plasma adekuat, maka obat anestesi dapat diturunkan perlahan.2. Penanganan Status Epileptikus Konvulsif

Stadium 1 (0-10 menit) SE Dini Pertahankan patensi jalan napas dan resusitasi Berikan oksigen Periksa fungsi kardiorespirasi Pasang infuse Stadium 2 (0-30 menit) Monitor pasien Pertimbangkan kemungkinan kondisi non epileptic Terapi antiepilepsi emergensi Pemeriksaan emergensi (lihat di bawah) Berika glukosa (D50% 50 ml) dan/atau thiamine 250 mg i.v bila ada kecurigaan penyalahgunaan alkohol atau defisiensi nutrisi Terapi asidosis bila terdapat asidosis berat

Stadium 3(0-60 menit) SE Menetap Pastikan etiologi Siapkan untuk rujuk ke ICU Identifikasi dan terapi komplikasi medis yang terjadi Vasopressor bila diperlukan Stadium 4 (30-90 menit) Pindah ke ICU Perawatan intensif dan monitor EEG Monitor tekanan intrakranial bila dibutuhkan Berikan antiepilepsi rumatan jangka panjang

Pemeriksaan emergensi Pemeriksaan gas darah, glukosa, fungsi liver, fungsi ginjal, kalsium, magnesium, darah lengkap, faal hemostasis, kadar obat antiepilepsi. Bila diperlukan pemeriksaan toksikologi bila penyebab status epileptikus tidak jelas. Foto toraks diperlukan untuk evaluasi kemungkinan aspirasi. Pemeriksaan lain tergantung kondisi klinis, bisa meliputi pencitraan otak dan dan pungsi lumbal Pengawasan Observasi status neurologis, tanda vital, ECG, biokimia, gas darah, pembekuan darah, dan kadar OAE. Pasien memerlukan fasilitas ICU penuh dan dirawat oleh ahli anestesi bersama ahli neurologi. Monitor EEG perlu pada status epileptikus refrakter. Pertimbangkan kemungkinankan status epilepsi nonkonvulsif. Pada status epileptikus konvulsif refrakter, tujuan utama adalah supresi aktivitas epileptik pada EEG, dengan tujuan sekunder adalah munculnya pola burst suppression.

OAE untuk status epileptikus konvulsifStadium premonitor (sebelum ke rumah sakit) Diazepam 10-20 mg per rektal, dapat diulangi 15 menit kemudian bila kejang masih berlanjut, atau midazolam 10 mg diberikan intrabuccal( belum tersedia di Indonesia.SE Dini Bila bangkitan berlanjut, terapi sebagai berikut. Lorazepam (intravena) 0,1 mg/kgBB( dapat diberikan 4 mg bolus, diulang satu kali setelah 10-20 menit). Berikan OAE yang biasa digunakan bila pasien sudah pernah mendapat terapi OAE Bila bangkitan masih berlanjut terapi sebagai berikut dibawah ini. SE MenetapPhenytoin i.v dosis of 15-18 mg/kg dengan kecepatan pemberian 50 mg/menit dan/atau bolus Phenobarbital 10-15 mg/kg i.v dengan kecepatan pemberian 100 mg/menit. SE RefrakterAnestesi umum dengan salah satu obat dibawah ini: Propofol 1-2 mg/KgBB bolus, dilanjutkan 2-10 mg/kg/jam dititrasi naik sampai SE terkontrol Midazolam 0,1-0,2 mg/kg bolus, dilanjutkan 0,05-0,5 mg/kg/jam dititrasi naik sampai SE terkontrol Thiopental sodium 3-5 mg/kg bolus , dilanjut 3-5 mg/kg/jam dititrasi naik sampai terkontrol Setelah penggunaan 2-3 hari kecepatan harus diturunkan karena saturasi pada lemak. Anastesi dilanjutkan sampai 12-24 jam setelah bangkitan klinis atau ektrografis terakhir, kemudian dosis diturunkan perlahan

3. Penanganan Status Epileptikus Non KonvulsifTipeTerapi pilihanTerapi lain

SE Lena SE Parsial kompleks

SE Lena atipikal

SE Tonik SE nonkonvulsivus pada penyandang koma Benzodiazepin I.V./ oral Clobazam oral

Valproate oral

Lamotrigine oral Phenytoin i.v. atau Phenobarbital Valproate i.v Lorazepam/Phenytoin/ Phenobarbital i.v.

Benzodiazepine Lamotrigine, topiramate, methylphenidate, steroid oral Methylphenidate, steroid Anestesia dengan thiopentone, Phenobarbital, propofol atau midazolam

1.10 KOMPLIKASI Komplikasi dari status epileptikus sebagai berikut:3 Hipertermia Asidosis Hipotensi Gagal nafas Rhabdomyolisis Aspirasi1.11PROGNOSIS Prognosis sangat berhubungan dengan proses yang mendasari penyebab status epileptikus. Pasien status epileptikus dengan kejang yang berhubungan dengan alkohol umumnya memiliki prognosis yang baik jika pengobatan dimulai dengan cepat dan komplikasi dapat dicegah.3Koma dan SE disebabkan oleh anoksia / hipoksia sebagai indikator prognosis yang buruk. Semakin maju tahap SE, kurang menguntungkan respon terhadap pengobatan. 56% dari pasien yang pertama kali kejang SE dapat menanggapi pengobatan awal. Mengobati nonconvulsive SE mendesak karena durasi yang lebih lama dari kondisi ini berkorelasi dengan prognosis yang lebih buruk.3Tingkat kematian yang terkait dengan SE telah menurun selama 60 tahun terakhir, mungkin dalam kaitannya dengan diagnosis cepat dan pengobatan yang lebih agresif. Probabilitas kematian erat berkorelasi dengan usia. Dalam studi berbasis populasi prospektif, tingkat kematian dari 13% untuk orang dewasa muda, 38% untuk orang tua, dan > 50% bagi mereka yang lebih tua dari 80 tahun.3Dari 239 anak dengan kejang umum SE yang berlangsung lebih dari satu jam; 26 tewas, dan 88 mengalami kerusakan neurologis permanen (47 di antaranya telah neurologis utuh sebelum episode). Kematian paling sering berhubungan dengan penyebab yang mendasari cedera otak.3 Dalam sebuah studi prospektif dari 24 pasien yang meninggal SE, 10 mengalami penurunan bertahap dalam tekanan arteri rata-rata dan / atau denyut jantung. Sisanya 14 tidak memiliki perubahan jantung sampai saat kematian. Sekitar 90% pasien dengan dekompensasi jantung memiliki sejarah banyak faktor risiko untuk penyakit kardiovaskular aterosklerotik, sedangkan hanya 30% dari mereka yang tidak dekompensasi jantung akut memiliki faktor risiko yang signifikan secara klinis.3 Model epilepsi parsial telah menunjukkan perubahan neurologis yang mendalam dan tahan lama setelah eksperimen SE. Dalam penelitian manusia, terkadang pasien dilaporkan memiliki memori yang mendalam dan perubahan perilaku setelah episode parsial SE kompleks. Dalam beberapa laporan, durasi status itu terkait dengan ini defisit memori abadi. Namun, sebagian besar kohort pasien dengan nonconvulsive tidak mengalami prestatus dan poststatus pengujian neuropsikologi untuk mengizinkan perbandingan langsung.3Data dari studi yang tersedia menunjukkan bahwa nonconvulsive SE sendiri biasanya tidak menyebabkan cedera neurologis ireversibel, meskipun kasus yang jarang dapat terjadi. Namun, nonconvulsive SE sering muncul di kelompok neurologis yang serius atau cedera medis yang morbiditas dan mortalitas secara klinis yang umum.3Pasien dengan SE focal motor (yaitu, epilepsi partialis continua) memiliki prognosis yang sangat buruk jika mereka tidak diobati dalam pengaturan Rasmussen ensefalitis. Pasien dengan kasus baru neurologis (misalnya, stroke akut) atau mereka yang SE terjadi pasca operasi memiliki angka kematian 67%.3

.

BAB IVKESIMPULANStatus epileptikus merupakan keadaan dimana terjadinya dua atau lebih rangkaian kejang tanpa adanya pemulihan kesadaran diantara kejang atau aktivitas kejang yang berlangsung lebih dari 30 menit. Penyebab status epileptikus bervariasi bergantung dengan usia. Pada pasien yang lebih muda dari 16 tahun, penyebab paling umum adalah demam dan/atau infeksi. Pada orang dewasa, penyebab yang paling umum adalah penyakit serebrovaskula. Status epileptikus terbagi menjadi dua tipe yaitu status epileptikus konvulsif (terdapat bangkitan motorik) dan status epileptikus non-konvulsif (tidak terdapat bangkitan motorik). Gejala klinis dari status epileptikus tergantung pada klasifikasi epileptikus, begitu juga dengan penatalaksanaannya.Status epileptikus dapat menimbulkan beberapa komplikasi seperti hipertermia, asidosis, hipotensi, gagal nafas, rhabdomyolisis, dan aspirasi. Prognosis dari penyakit ini saat berhubungan dengan proses yang mendasari penyakit.

DAFTAR PUSTAKA

1. Manno M.E. New Management Strategies in the Treatment of Status Epilepticus. In.Symposium on Seizures: Mayo Foundation for Medical Education and Research:2003.p.508-518 2. Kusumastuti, K., Gunadharma, S., Kustiowati, E. Pedoman Tatalaksana Epilepsi (Kelompok Studi Epilepsi PERDOSSI). Airlangga University Press. 20143. Roth, JL. Status Epilepticus. 2014 http://emedicine.medscape.com/article/1164462-overview#a01014. PERDOSSI. Pedoman Tatalaksana Epilepsi (Kelompok Studi Epilepsi PERDOSSI). 20065. Franzon D.Status Epileptikus [online] [cited on 31st Oktober 2011] Available from : peds.stanford.edu/8_status_epilepticus.pdf6. Omkar N. Pearls,Perils and Pitfalls: EEG in Status Epilepticus [online]2010 [cited on 31st Oktober 2011] Available from ;http://www.medscape.com/viewarticle/458594_8

27