Case Status Epileptikus

30
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU BAGIAN SARAF Sekretariat : Gedung Kelas 03, RSUD Arifin Achmad Lantai 04 Jl. Mustika, Telp. 0761-7894000 E-mail : [email protected] STATUS Nama Koass : Indra Fakhreza N I M : 1408465673 Pembimbing : dr. Yossi Maryanti, Sp.S, M.Biomed I. IDENTITAS PASIEN Nama Ny.WB Umur 64 tahun Jenis kelamin Perempuan Alamat Jl. Jati, Gg. Jati, No. 9, Kec. Bukit Raya, Pekanbaru Agama Islam Status perkawinan Kawin Pekerjaan IRT Tanggal Masuk RS 9 Februari 2016 Tanggal Pemeriksaan 9 Februari 2016

description

Case report status epileptikus

Transcript of Case Status Epileptikus

Page 1: Case Status Epileptikus

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU

BAGIAN SARAFSekretariat : Gedung Kelas 03, RSUD Arifin Achmad Lantai 04

Jl. Mustika, Telp. 0761-7894000 E-mail : [email protected]

STATUS

Nama Koass : Indra Fakhreza

N I M : 1408465673

Pembimbing : dr. Yossi Maryanti, Sp.S, M.Biomed

I. IDENTITAS PASIEN

Nama Ny.WB

Umur 64 tahun

Jenis kelamin Perempuan

Alamat Jl. Jati, Gg. Jati, No. 9, Kec. Bukit Raya, Pekanbaru

Agama Islam

Status perkawinan Kawin

Pekerjaan IRT

Tanggal Masuk RS 9 Februari 2016

Tanggal Pemeriksaan 9 Februari 2016

Medical Record 00 55 25 54

II. ANAMNESIS (autoanamnesis dan alloanamnesis dari : anak pasien

Keluhan Utama

Kejang sejak 1 jam SMRS

Page 2: Case Status Epileptikus

Riwayat Penyakit Sekarang

1 jam SMRS rumah sakit pasien mengalami kejang yang terjadi mendadak. Kejang

tidak disertai demam. Sebelum kejang pasien mengalami nyeri kepala dan muntah sebanyak

1x, namun muntah tidak menyemprot. Kejang terjadi seluruh tubuh, pandangan mata melihat-

lihat keatas, kejang terjadi selama lebih dari 30 menit. Pasien langsung dibawa ke IGD RSUD

Arifin Achmad dan sesampainya di rumah sakit kejang masih terjadi. Pasien diberi obat

melalui infus, kejang lalu berhenti, setelah kejang pasien tidak sadarkan diri. Dan kemudian

pasien dirawat. Anak pasien mengaku jika ibu nya rutin minum obat yang diberikan dari

rumah sakit, yaitu fenitoin, namun jika obat tersebut habis, mereka melanjutkan obat dari

puskesmas, namun obatnya berbeda dari yang diberikan oleh rumah sakit.

Riwayat Penyakit Dahulu

- Kejang pertama kali terjadi sekitar 1 tahun yang lalu, pasien dibawa berobat ke RSUD

AA, pada saat pengobatan juga diketahui bahwa pasien menderita hipertensi dan

pecah pembuluh darah pada bagian kepala.

- Pasien mengaku tidak pernah mengalami kejang sebelum 1 tahun yang lalu.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang mengeluhkan hal yang sama.

Riwayat kejang demam keluarga tidak ada

Riwayat epilepsy keluarga tidak ada

RESUME ANAMNESIS

Ny. WB, perempuan, 64 tahun. Datang ke RSUD Arifin Achmad dengan keluhan

kejang. Kejang terjadi secara mendadak. Sebelum kejang pasien mengeluhkan

pusing kepala dan muntah tidak menyemprot. Kejang berupa gerakan yang terjadi pada

lengan dan tungkai sebelah kiri, pandangan mata melihat-lihat keatas, kejang terjadi selama

lebih dari 30 menit. Saat sampai di IGD RSUD AA, pasien diberi obat dengan cara bolus

melalui infus, kejang lalu berhenti, setelah kejang pasien tidak sadarkan diri. Dan kemudian

pasien dirawat. Anak pasien mengaku jika ibu nya rutin minum obat yang diberikan dari

rumah sakit, namun jika obat tersebut habis, mereka melanjutkan obat dari puskesmas, yaitu

amitriptiline.

Page 3: Case Status Epileptikus

III. PEMERIKSAAN

KEADAAN UMUM

Tekanan darah: 180/100 mmHg,

Denyut nadi : 80x/mnt,

Paru : Respirasi: 20x /mnt

Suhu : 36,7oC

STATUS NEUROLOGIK

KESADARAN : Komposmentis GCS 15: E4 V5 M6

FUNGSI LUHUR : Normal

KAKU KUDUK : Tidak ada

SARAF KRANIAL :

N. I (Olfactorius )

Kanan Kiri KeteranganDaya pembau DBN DBN Dalam Batas Normal

N.II (Opticus)

Kanan Kiri KeteranganDaya penglihatanLapang pandangPengenalan warna

DBNDBNDBN

DBNDBNDBN

Dalam Batas Normal

N.III (Oculomotorius)

Kanan Kiri KeteranganPtosisPupil Bentuk UkuranGerak bola mataRefleks pupil Langsung Tidak langsung

(-)

Bulat2 mmDBN

(+)(+)

(-)

Bulat2 mmDBN

(+)(+)

Normal

NormalNormalNormal

NormalNormal

Page 4: Case Status Epileptikus

N. IV (Trokhlearis)

Kanan Kiri KeteranganGerak bola mata DBN DBN Dalam Batas Normal

N. V (Trigeminus)

Kanan Kiri KeteranganMotorikSensibilitasRefleks kornea

DBN(+)(+)

DBN(+)(+)

Dalam Batas Normal

N. VI (Abduscens)

Kanan Kiri KeteranganGerak bola mataStrabismusDeviasi

DBN(-)(-)

DBN(-)(-)

Dalam Batas Normal

N. VII (Facialis)

Kanan Kiri KeteranganTicMotorik: -sudut mulut -menutup mata -mengerutkan dahi -mengangkat alis -lipatan nasolabial -meringis

-menggembungkan pipiDaya perasaTanda chvostek

(-)

Normal(+)(+)(+)NormalNormal

NormalNormal(-)

(-)

Normal(+)(+)(+)NormalNormal

NormalNormal(-)

Dalam Batas Normal

N. VIII (Vestibulo-Kokhlearis)

Kanan Kiri KeteranganPendengaran DBN DBN Dalam Batas Normal

N. IX (Glossofaringeus)

Kanan Kiri KeteranganArkus farings DBN DBN Dalam Batas Normal

Page 5: Case Status Epileptikus

Daya perasaRefleks muntah

DBN (+)

DBN(+)

N. X (Vagus)

Kanan Kiri KeteranganArkus faringsDysfonia

DBN(-)

DBN(-)

Dalam batas normal

N. XI (Assesorius)

Kanan Kiri KeteranganMotorik -Menengok -Mengangkat bahuTrofi

DBNDBNEutrofi

DBNDBNEutrofi

Dalam Batas Normal

N. XII (Hipoglossus)

Kanan Kiri Keterangan

MotorikTrofiTremorDisartri

DBNEutrofi--

DBNEutrofi--

Dalam Batas Normal

IV. SISTEM MOTORIK

Kanan Kiri Keterangan

Ekstremitas atas

Kekuatan

Distal

Proksimal

Tonus

Trofi

Ger.involunter

5

Kesan:

5

5

Eutrofi

(-)

5

Kesan:

5

5

Eutrofi

(-)

Normal

Normal

Ekstremitas bawah

Kekuatan

Distal

Proksimal

Tonus

5

Kesan:

5

5

5

Kesan:

5

5

Page 6: Case Status Epileptikus

Trofi

Ger.involunter

Eutrofi

(-)

Eutrofi

(-)

Badan

Trofi

Ger. Involunter

Ref.dinding perut

(-)

(-)

(+)

(-)

(-)

(+)

Normal

Normal

Normal

V. SISTEM SENSORIK

Sensasi Kanan Kiri Keterangan

Raba

Nyeri

Suhu

Propioseptif

Tekan

Getar

Posisi

Diskriminasi dua titik

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

Dalam Batas Normal

VI. REFLEKS

Refleks Kanan Kiri Keterangan

Fisiologis

Biseps

Triseps

KPR

APR

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

Refleks fisiologis (+) Normal

Patologis

Babinski

Chaddock

Hoffman Tromer

Reflek primitif :

Palmomental

Snout

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

Refleks patologis (-)

Page 7: Case Status Epileptikus

VII. FUNGSI KORDINASI

Pemeriksaan Kanan Kiri Keterangan

Test telunjuk hidung

Test tumit lutut

Gait

Tandem

Romberg

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

Dalam Batas Normal

VIII. SISTEM OTONOM

Miksi : retensio urin (-)

Defekasi : konstipasi (-)

IX. PEMERIKSAAN KHUSUS/LAIN

Laseque : Tidak terbatas

Kernig : Tidak terbatas

Patrick : (-)/(-)

Kontrapatrick : (-)/(-)

Valsava test : (-)

Brudzinski : (-)/(-)

X. RESUME PEMERIKSAAN

Kesadaran : komposmentis , GCS : E4 M6 V5

Tekanan darah : 180/100 mmHg

Denyut nadi : 80 x/mnt,teratur

Pernafasan : 20 kali permenit

Fungsi luhur : Dalam Batas Normal

Rangsang meningeal : (-)

Saraf kranial : DBN

Motorik : 5/5

5/5

Sensorik : +/+ dalam batas normal

Kordinasi : dalam batas normal

Page 8: Case Status Epileptikus

Otonom : dalam batas normal

Refleks Fisiologis : dalam batas normal

Patologis : (-)

D. DIAGNOSIS KERJA

DIAGNOSA KLINIS : Status Epileptikus

DIAGNOSA TOPIK : Intrakranial

DIAGNOSA ETIOLOGIK : Simptomatik

DIAGNOSA BANDING : Space Occupaying Lession

E. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan MRI Kepala

CT Scan Kepala Kontras

Pemeriksaan EEG

F. PENATALAKSANAAN

a. Umum

Pasien di rawat inap

Kontrol vital sign

b. Khusus

- O2 2-3 L/menit

- IVFD Ringer laktat 12 tpm

- Phenitoin tab 3x100 mg

- Asam folat tab 1x1

- Diazepam injeksi 10 mg (up bila kejang)

G. HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Darah Rutin (9 Februari 2016)

Hb : 13,7 mg/dL

Hct : 39,1%

Leukosit : 14.600/µL

Trombosit : 362.000/µL

Nilai Normal(12 – 16)

(27-47)

(4.800 – 10.800)

(130.000 - 400.000)

Page 9: Case Status Epileptikus

2. Kimia Darah (9 Februari 2016)

Nilai normal

GLU : 173 mg/dL (<100)

URE : 33,5 mg/dL (40-60)

CRE : 1,16 mg/dL (0,7-1)

AST : 31 IU/L (14-50)

ALT : 30 U/L (11-60)

H. FOLLOW UP

10 Februari 2016

S : Pasien mengeluhkan nyeri kepala, demam (-), kejang (-)

O: Keadaan umum Tampak sakit ringan

Kesadaran : komposmentis, GCS: E4 V5 M6

Vital sign :TD : 160/100 mmHg

Nadi : 80 x/menit

RR : 20 x/menit

T : 36,70c

Motorik :

Kekuatan otot (kesan)

Reflex : Fisiologis : +/+

Patologis : -/-

Otonom : Terpasang kateter

A : Status Epileptikus

P : IVFD RL 20 tpm

Fenitoin tab 3x100 mg

Diazepam 10 mg IV (K/P Bila kejang bolus pelan)

11 Juli 2016

5 5

5 5

Page 10: Case Status Epileptikus

S : Pasien tidak ada keluhan.

O: Keadaan umum baik

Kesadaran : komposmentis, GCS: E4 V5 M6

Vital sign :TD : 160/100 mmHg

Nadi : 80x/menit

RR : 20x/menit

T : 36,70c

Kekuatan otot (kesan)

Reflex : Fisiologis : +/+

Patologis : -/-

Otonom : Normal

A : Status Epileptikus

P : IVFD RL 20 tpm

Fenitoin tab 3x100 mg

Asam folat 1x1 mg

Amlodipin 1x10 mg

Diazepam 10 mg IV (K/P Bila kejang bolus pelan)

Pasien dipulangkan

5 5

5 5

Page 11: Case Status Epileptikus

BAB I

PENDAHULUAN

Epilepsi merupakan salah satu penyakit neurologi yang ditemukan pada semua umur

dan dapat menyebabkan hendaya serta mortalitas. Diduga terdapat sekitar 50 juta orang

dengan epilepsi didunia.1 Para peneliti umumnya mendapatkan insiden 20-70 per 100.000 per

tahun dan prevalensi sekitar 0,5-2 per 100.000 pada populasi umum. Sedangkan pada

populasi anak diperkirakan 0,3 - 0,4 % di antaranya menderita epilepsi. Penderita laki-laki

umumnya sedikit lebih banyak dibandingkan dengan perempuan. Epilepsi merupakan

masalah pediatrik yang besar dan lebih sering terjadi pada usia dini dibandingkan usia

selanjutnya.1

Di Indonesia, diperkirakan, jumlah penderita epilepsi sekitar 1-4 juta jiwa. Di Rumah

Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta didapatkan sekitar 175-200 pasien baru per tahun, dan

yang terbanyak pada kelompok usia 5-12 tahun masing-masing 43,6% dan 48,6%. Banyak

faktor yang dapat mencederai sel-sel saraf otak atau lintasan komunikasi antar sel otak. Lebih

kurang 65% dari seluruh kasus epilepsi tidak diketahui faktor penyebabnya. Beberapa faktor

risiko yang sudah diketahui antara lain trauma kepala, demam tinggi, stroke, intoksikasi

(termasuk obat-obatan tertentu ), tumor otak, masalah kardiovaskuler tertentu, gangguan

keseimbangan elektrolit dan infeksi (ensefalitis, meningitis).2

Status epileptikus didefinisikan oleh International Classification sebagai kejang

berulang yang terjadi sedemikian sering sehingga terjadi kondisi epileptik yang menetap dan

berlanjut. Walaupun keadaan ini paling sering dijumpai pada pasien epilepsi yang tidak

meminum obat, tapi status epileptikus bisa menjadi suatu manifestasi yang pertama yaitu

suatu epilepsi idiopatik.3 Status epileptikus merupakan suatu keadaan darurat, serangan

muncul sangat sering sehingga pasien tidak sadar. Status epileptikus bukan bagian dari

epilepsi namun suatu komplikasi dari perubahan dalam pengobatan, akibat infeksi atau

pembedahan otak. Tindakan yang terpenting dari status epileptikus adalah mempertahankan

fungsi vital, memberikan obat anti epilepsi untuk mengatasi kejang, mencari penyebab dan

mencegah timbulnya kejang berulang.4

BAB II

Page 12: Case Status Epileptikus

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Epilepsi didefinisikan sebagai gangguan kronis yang ditandai adanya bangkitan

epileptik berulang akibat gangguan fungsi otak secara intermiten yang terjadi oleh karena

lepas muatan listrik abnormal neuron-neuron secara paroksismal akibat berbagai etiologi.

Bangkitan epilepsi adalah manifestasi klinis dari bangkitan serupa (stereotipik) yang

berlebihan dan abnormal, berlangsung secara mendadak dan sementara, dengan atau tanpa

perubahan kesadaran, disebabkan oleh hiperaktifitas listrik sekelompok sel saraf di otak yang

bukan disebabkan oleh suatu penyakit otak akut (unprovoked).2

Status epileptikus (SE) didefinisikan sebagai keadaan dimana terjadinya dua atau

lebih rangkaian kejang tanpa adanya pemulihan kesadaran diantara kejang, atau serangan

yang berlangsung terus menerus selama 30 menit atau lebih. Serangan yang berlangsung

terus menerus lebih dari 5 menit atau yang kesadarannya belum pulih setelah 5 menit harus

dipertimbangkan sebagai SE.5

2.2 Klasifikasi

Klasifikasi status epileptikus penting untuk penanganan yang tepat, karena

penanganan yang efektif tergantung pada tipe dari status epileptikus. Pada umumnya status

epileptikus dikarakteristikkan menurut lokasi awal bangkitan- area tertentu dari korteks

(Partial onset) atau dari kedua hemisfer otak (Generalized onset)- kategori utama lainnya

bergantung pada pengamatan klinis yaitu, apakah konvulsi atau non-konvulsi.6

Status epileptikus konvulsi ditetapkan sebagai kejang yang berhubungan dengan

sentakan ekstremitas yang berirama. Temuan karakteristik umum status epileptikus konvulsi

yaitu gerakan tonik-klonik umum dari kaki dan tangan, gangguan status mental (koma, lesu,

kebingungan), memiliki defisit neurologis fokal setelah periode iktal (misalnya, Todd

paralisis, yaitu defisit neurologis sementara yang berlangsung beberaapa jam hingga hari

berikutnya setelah kejang). Status epileptikus motorik fokal dan epilepsi parsial kontinu tidak

termasuk dalam definisi ini. Status epileptikus non konvulsi didefinisikan sebagai aktivitas

kejang yang terlihat pada electroencephalogram (EEG) tanpa temuan klinis yang terkait

dengan status epileptikus konvulsi umum. Pasien akan tampak seperti kebingungan atau

gejala perubahan status mental yang lama diakibatkan aktifitas bangkitan yang sedang

berlangsung. Status epilepsi nonkonvulsi tidak terdiagnosa, seringkali dianggap sebagai gangguan

Page 13: Case Status Epileptikus

psikiatri. pasien yang sakit akut dengan status mental sangat terganggu, dengan atau tanpa

gerakan motorik yang halus (misalnya, kedutan otot berirama atau deviasi mata tonik yang

sering terjadi pada cedera otak akut). Istilah ini memiliki juga disebut sebagai subtle status.7,8

Banyak pendekatan klinis diterapkan untuk mengklasifikasikan status epileptikus.

Satu versi mengkategorikan status epileptikus berdasarkan status epileptikus umum (tonik-

klonik, mioklonik, absens, atonik, akinetik) dan status epileptikus parsial (sederhana atau

kompleks). Versi lain membagi berdasarkan status epileptikus umum (overt atau subtle) dan

status epileptikus non-konvulsi (parsial sederhana, parsial kompleks, absens). Versi ketiga

dengan pendekatan berbeda berdasarkan tahap kehidupan (batas pada periode neonatus,

infant dan anak-anak, anak-anak dan dewasa, hanya dewasa).6

2.3 Etiologi

Secara umum penyebab kejang dapat diklasifikasikan menjadi 3 yaitu2:

1. Idiopatik: Penyebabnya tidak diketahui, umumnya mempunyai predisposisi genetik

2. Kriptogenik : Dianggap simptomatik tatapi penyebabnya belum diketahui, termasuk

disini sindrom west, sindrom lennox-gastaut, dan epilepsi mioklonik, gambaran klinik

sesuai dengan ensefalopati difus

3. Simptomatik: Disebabkan oleh kelainan atau lesi pada susunan saraf pusat misalnya

trauma kepala, infeksi susunan saraf (SSP), kelainan kongenital, lesi desak ruang,

gangguan peredaran darah otak, toksik (alkohol, obat), metabolik, kelainan

neurodegeneratif.

Adapun faktor pencetus status epileptikus adalah2:1. Penderita epilepsi tanpa pengobatan atau dosis pengobatan yang tidak memadai

2. Pengobatan yang tiba-tiba dihentikan atau gangguan penyerapan GIT

3. Keadaan umum yang menurun akibat kurang tidur, stres psikis, atau stres fisik.

4. Pengunaan atau withdrawal alkohol, drug abuse, atau obat-obat anti depresi

2.4 Patofisiologi

Sel saraf di otak berkomunikasi melalui transmisi listrik dan kimia. Ada

keseimbangan yang teratur antara faktor yang menyebabkan eksistasi dan inhibisi aktifitas

listrik otak. Untuk dapat mempresentasikan sinyal listrik diotak menjadi perilaku, banyak sel

saraf yang terlibat. Dalam kebanyakan kasus kejang, sejumlah kecil kumpulan sel saraf yang

abnormal menyebabkan perubahan pada sel didekatnya atau pada sel yang memiliki

Page 14: Case Status Epileptikus

hubungan erat dengannya. Pada kejang, sejumlah besar kumpulan sel saraf tereksitasi

bersamaan (hipersinkroni), sehingga menyebabkan aktfitas tubuh berlebihan.2

Penyebab kelainan yang utama adalah hilangnya sel saraf yang menginhibisi sel

eksitasi dan membatasi penyebaran listrik otak atau mungkin dikarenakan produksi

berlebihan rangsangan kimia otak yang menyebabkan sel mengeluarkan sinyal listrik yang

abnormal. Neurotransmitter eksitasi juga dilepaskan berlebihan dan mengganggu bendungan

listrik sel saraf yang normalnya membatasi penyebaran sinyal listrik yang abnormal. Diantara

neurotansmitter-neurotransmitter eksitasi dapat disebut glutamat, aspartat, norepinefrin, dan

asetilkolin, sedangkan nerutransmitter inhibisi yang terkenal ialah gamma amino butyric acid

(GABA).2

Mekanisme dasar terjadinya kejang adalah peningkatan aktifitas listrik yang

berlebihan pada neuron-neuron dan mampu secara berurutan merangsang sel

neuron lain secara bersama-sama melepaskan muatan listriknya. Hal tersebut diduga

disebabkan oleh kemampuan membran sel sebagai pacemaker neuro untuk melepaskan

muatan listrik yang berlebihan, berkurangnya inhibisi neurotransmitter asam amino gama

butirat (GABA) atau meningkatnya eksitasi sinaptik oleh transmiter asam glutamat dan

aspartat melalui jalur eksitasi yang berulang.2

Secara klinis dan berdasarkan EEG, status epileptikus dibagi menjadi lima fase. Fase

pertama terjadi mekanisme kompensasi, seperti peningkatan aliran darah otak dan cardiac

output, peningkatan oksigenasi jaringan otak, peningkatan tekanan darah, peningkatan laktat

serum, peningkatan glukosa serum dan penurunan pH yang diakibatkan asidosis laktat.

Perubahan saraf reversibel pada tahap ini. Setelah 30 menit, ada perubahan ke fase kedua,

kemampuan tubuh dalam beradaptasi berkurang dimana tekanan darah, pH dan glukosa

serum kembali normal. Kerusakan saraf irreversibel pada tahap ini. Pada fase ketiga aktivitas

kejang berlanjut mengarah pada terjadinya hipertermia (suhu meningkat), perburukan

pernafasan dan peningkatan kerusakan saraf yang irreversibel.2

Aktivitas kejang yang berlanjut diikuti oleh mioklonus selama tahap keempat, ketika

peningkatan pernafasan yang buruk memerlukan mekanisme ventilasi. Keadaan ini diikuti

oleh penghentian dari seluruh klinis aktivitas kejang pada tahap kelima, tetapi kehilangan

saraf dan kehilangan sel otak berlanjut. Kerusakan dan kematian saraf tidak seragam pada

status epileptikus, tetapi maksimal pada lima area dari otak (lapisan ketiga, kelima, dan

keenam dari korteks serebri, serebellum, hipokampus, nukleus thalamikus dan amigdala).

Hipokampus mungkin paling sensitif akibat efek dari status epileptikus, dengan kehilangan

saraf maksimal dalam zona Summer.2

Page 15: Case Status Epileptikus

Mekanisme yang tetap dari kerusakan atau kehilangan saraf begitu kompleks dan

melibatkan penurunan inhibisi aktivitas saraf melalui reseptor GABA dan meningkatkan

pelepasan dari glutamat dan merangsang reseptor glutamat dengan masuknya ion natrium dan

kalsium dan kerusakan sel yang diperantarai kalsium.

Status epileptikus terjadi karena eksitasi yang berlebihan dan berlangsung terus-

menerus ataupun akibat proses inhibisi yang tidak sempurna. Melalui mediasi ion Na+ dan

Ca+ saat berlangsungnya aktivasi, terutama oleh depolarisasi yang kuat atau berkelanjutan

(umpamanya pada saat serangan berlangsung), yang menyebabkan cetusan berulang.

Tambahan lagi terhadap faktor-faktor sinaptik, mekanisme non sinaptik mungkin memegang

faktor penting dalam berlanjutnya aktifitas epilepsi. Pengaliran ion-ion ada hubungan

terhadap aktifitas dari keterlibatan neuron-neuron yang mencetuskan bangkitan yang tersebar

dalam ruang ekstra seluler, menginduksi eksitabilitas dari membran neuron sekitarnya

melalui efek lapangan medan elektrik. Lebih lanjut lagi aktifitas neuronal yang kuat

menghasilkan fluktuasi ion-ion ektra seluler terutama ion K+ yang juga cenderung

mengimbas neuron berdekatan. Aktifitas epilepsi sudah diketahui dapat menginduksi suatu

kaskade fisiologik dari neuron-neuron instrinsik dan mekanisme sinaps yang cenderung dapat

meredakan aktifitas, sebagai hasilnya banyak serangan epilepsi yang dapat membaik dengan

sendirinya. Kelumpuhan dari mekanisme penghentian serangan inilah yang mencetuskan

perpanjangan bangkitan yang akhirnya menjadi status epileptikus.8

2.5 Manifestasi Klinis dan Diagnosis

Pengenalan terhadap status epileptikus penting pada awal stadium untuk mencegah

keterlambatan penanganan. Status tonik-klonik umum (Generalized Tonic-Clonic)

merupakan bentuk status epileptikus yang paling sering dijumpai, hasil dari survei ditemukan

kira-kira 44-74%, tetapi bentuk yang lain dapat juga terjadi.6

1. Status Epileptikus Tonik-Klonik Umum (Generalized tonic-clonic Status Epileptikus)

Ini merupakan bentuk dari Status Epileptikus yang paling sering dihadapi dan

potensial dalam mengakibatkan kerusakan. Kejang didahului dengan tonik-klonik umum atau

kejang parsial yang cepat berubah menjadi tonik klonik umum. Pada status tonik-klonik

umum, serangan berawal dengan serial kejang tonik-klonik umum tanpa pemulihan

kesadaran diantara serangan dan peningkatan frekuensi.

Setiap kejang berlangsung dua sampai tiga menit, dengan fase tonik yang melibatkan

otot-otot aksial dan pergerakan pernafasan yang terputus-putus. Pasien menjadi sianosis

selama fase ini, diikuti oleh hyperpnea retensi CO2. Adanya takikardi dan peningkatan

Page 16: Case Status Epileptikus

tekanan darah, hyperpireksia mungkin berkembang. Hiperglikemia dan peningkatan laktat

serum terjadi yang mengakibatkan penurunan pH serum dan asidosis respiratorik dan

metabolik. Aktivitas kejang sampai lima kali pada jam pertama pada kasus yang tidak

tertangani.

2. Status Epileptikus Klonik-Tonik-Klonik (Clonic-Tonic-Clonic Status Epileptikus)

Adakalanya status epileptikus dijumpai dengan aktivitas klonik umum mendahului

fase tonik dan diikuti oleh aktivitas klonik pada periode kedua.

3. Status Epileptikus Tonik (Tonic Status Epileptikus)

Status epilepsi tonik terjadi pada anak-anak dan remaja dengan kehilangan kesadaran

tanpa diikuti fase klonik. Tipe ini terjadi pada ensefalopati kronik dan merupakan gambaran

dari Lenox-Gestaut Syndrome.

4. Status Epileptikus Mioklonik

Biasanya terlihat pada pasien yang mengalami enselofati. Sentakan mioklonus adalah

menyeluruh tetapi sering asimetris dan semakin memburuknya tingkat kesadaran. Tipe dari

status epileptikus tidak biasanya pada enselofati anoksia berat dengan prognosa yang buruk,

tetapi dapat terjadi pada keadaan toksisitas, metabolik, infeksi atau kondisi degeneratif.

5. Status Epileptikus Absens

Bentuk status epileptikus yang jarang dan biasanya dijumpai pada usia pubertas atau

dewasa. Adanya perubahan dalam tingkat kesadaran dan status presen sebagai suatu keadaan

mimpi (dreamy state) dengan respon yang lambat seperti menyerupai “slow motion movie”

dan mungkin bertahan dalam waktu periode yang lama. Mungkin ada riwayat kejang umum

primer atau kejang absens pada masa anak-anak.

6. Status Epileptikus Non Konvulsif

Kondisi ini sulit dibedakan secara klinis dengan status absens atau parsial kompleks,

karena gejalanya dapat sama. Pasien dengan status epileptikus non-konvulsif ditandai dengan

stupor atau biasanya koma. Aktifitas motorik biasanya normal pada sebagian besar kasus,

kadang ditemukan kekakuan (clumsiness), apraksia, jerking fokal, twiching pada otot wajah

(kedip-kedip mata) mengunyah atau mengecap-ngecap makanan, gerakan automatisme dalam

bentuk gerak yang nyata sangat jarang seperti flexi, ekstensi dari ekstermitas, deviasi

kepala.8

Page 17: Case Status Epileptikus

Ketika sadar, dijumpai perubahan kepribadian dengan paranoid, delusional, cepat

marah, halusinasi, tingkah laku impulsif (impulsive behavior), retardasi psikomotor dan pada

beberapa kasus dijumpai psikosis.

7. Status Epileptikus Parsial Sederhana

a. Status Somatomotorik

Kejang diawali dengan kedutan mioklonik dari sudut mulut, ibu jari dan jari-jari pada

satu tangan atau melibatkan jari-jari kaki dan kaki pada satu sisi dan berkembang menjadi

jacksonian march pada satu sisi dari tubuh. Kejang mungkin menetap secara unilateral dan

kesadaran tidak terganggu. Pada EEG sering tetapi tidak selalu menunjukkan periodic

lateralized epileptiform discharges pada hemisfer yang berlawanan (PLED), dimana sering

berhubungan dengan proses destruktif yang pokok dalam otak. Variasi dari status

somatomotorik ditandai dengan adanya afasia yang intermitten atau gangguan berbahasa

(status afasik).

b. Status Somatosensorik

Jarang ditemui tetapi menyerupai status somatomotorik dengan gejala sensorik

unilateral yang berkepanjangan atau suatu sensory jacksonian march.

8. Status Epileptikus Parsial Kompleks

Dapat dianggap sebagai serial dari kejang kompleks parsial dari frekuensi yang cukup

untuk mencegah pemulihan diantara episode. Dapat terjadi otomatisme, gangguan berbicara,

dan keadaan kebingungan yang berkepanjangan. Pada EEG terlihat aktivitas fokal pada lobus

temporalis atau frontalis di satu sisi, tetapi bangkitan epilepsi sering menyeluruh. Kondisi ini

dapat dibedakan dari status absens dengan EEG, tetapi mungkin sulit memisahkan status

epileptikus parsial kompleks dan status epileptikus non-konvulsif pada beberapa kasus.6

5. Penatalaksanaan Status Epileptikus Epilepsi

1. Protokol penanganan status epileptikus konvulsivus.9

Stadium PenatalaksanaanStadium I (0-10 menit) Memperbaiki fungsi kardiorespirasi : ABCStadium II (10- 60 menit) Pemeriksaan fisik umum dan

neurologist EKG Pemasangan infuse Melakukan pemeriksaan lab darah

Page 18: Case Status Epileptikus

Menghentikan kejang dengan segera : diazepam 10-20 mg IV dengan kecepatan <2-5 mg/menit atau rectal. Dapat diulang 15 menit kemudian.

Pemberian 50 cc dextrose 50% dengan atau tanpa thiamin 250 mg IV

Stadium III ( 0-60 / 90 menit) Menentukan etiologi Bila kejang berlangsung setelah

pemberian kejang demam pertama, beri fenitoin IV 15-18 mg/kgBB dengan kecepatan 50 mg/menit

Stadium IV (30-90 menit) Bila kejang tidak teratasi dalam 30-60 menit, rawat di ICU untuk pemberian propofol atau thiopentone (konsul dr. Sp.An atau dokter intensive care)

Monitoring bangkitan dan EEG serta mulai dengan OAE dosis rumatan.

Protokol penanganan status epilepticus non konvulsivus

Tipe Terapi pilihan Terapi lainSE lena Benzodiazepine IV/oral Valproate IVSE parsial kompleks Clobazam oral Lorazepam / fenitoin / fenobarbital IVSE lena atipikal Valproate oral Benzodiazepine, lamotrigine,

topiramate, metylphenidate, steroid oral

SE tonik Lamotrigine oral Metylphenidate, steroidSE non konvulsivus pada pasien koma

Phenytoin IV atau Phenobarbital

Anestesia dengan thiopentone, pentobarbital, propofol, atau midazolam.

.

DASAR DIAGNOSIS

Dasar Diagnosis Klinis : Status Epileptikus

Dari anamnensis didapatkan pasien mengalami kejang. Kejang berlangsung lebih dari 30 menit. Kejang terjadi pada seluruh tubuh, pandangan

mata melihat-lihat keatas. Setelah kejang pasien tidak sadarkan diri. Hal ini sesuai dengan status epileptikus didefinisikan sebagai keadaan dimana terjadinya

dua atau lebih rangkaian kejang tanpa adanya pemulihan kesadaran diantara kejang, atau

serangan yang berlangsung terus menerus selama 30 menit atau lebih. Serangan yang

berlangsung terus menerus lebih dari 5 menit atau yang kesadarannya belum pulih setelah

5 menit harus dipertimbangkan sebagai SE.5

Page 19: Case Status Epileptikus

Dasar Diagnosis Topis : Intrakranial

Dari anamnesis didapatkan pasien mengalami kejang bersifat umum, ditandai adanya

bangkitan epileptik berulang akibat gangguan fungsi otak secara intermiten yang terjadi

oleh karena lepas muatan listrik abnormal neuron-neuron secara paroksismal akibat

berbagai etiologi.

Dasar Diagnosis Etiologis : Simptomatik

Simptomatik, disebabkan oleh kelainan/lesi pada susunan saraf pusat (SSP), misalnya

trauma kepala, infeksi SSP, kelainan kongenital, lesi desak ruang, gangguan peredaran

darah otak, toksik (alkohol, obat), metabolik, kelainan neurodegeneratif.

Diagnosis Banding : SOLDari anamnensis didapatkan pasien mengalami kejang, kejang berlangsung lebih dari 30 menit. Kejang terjadi pada seluruh tubuh, pandangan

mata melihat-lihat keatas. Setelah kejang pasien tidak sadarkan diri. Pada riwayat penyakit dahulu didapatkan pasien pernah pecah pembuluh darah pada bagian kepala dan kejang setelahnya.

Diagnosis akhir

Diagnosis akhir pasien ini adalah status epilepticus e.c susp. post stroke.

Page 20: Case Status Epileptikus

DAFTAR PUSTAKA

1. Kusumastuti K., Gunadharma S., Kustiowati E. Pedoman tatalaksana epilepsy. Kelompok

studi epilepsy Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf (PERDOSSI) 2014. Airlangga

University Press Surabaya; 2014: 10-12.

2. Rahardjo TB. Faktor-faktor risiko epilepsi pada anak dibawah usia 6 tahun. Departemen

Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang; 2007.

3. Nordli DR, Pedley TA, Vivo DCD. Gangguan kejang pada bayi dan anak. In: Buku ajar

pediatric Rudolph, Ed 20, Vol 3. Hartanto H, Mahanani DA, Susi N, etc., eds. Penerbit

Buku Kedokteran EGC Jakarta; 2007: 2134-2150.

4. Lumbantobing SM. Etiologi dan faal sakitan epilepsy. In: Buku ajar neurologi anak.

Soetomenggolo TS, Ismael S, eds. BP IDAI Jakarta; 2000: 197-203.

5. Haslam RHA. Kejang-kejang pada masa anak. Pada: Behrman, Kliegman, Arvin, ed.

Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Ed 15, vol 3. Penerbit buku kedokteran EGC Jakarta; 2000:

2053-2064.

6. Harsono. Epilepsi, Ed 2. Gadjah Mada University Press Yogyakarta; 2007.

7. Brophy GM, Bell R, Claassen J, Alldredge B, Bleck TP, Glauser T, etc. Guidelines for

the evaluation and management of status epilepticus. Neurocritical Care Society USA;

2012.

8. Frida M, Basjiruddin A. Status epileptikus non konvulsi. Bagian Saraf Fakultas

Kedokteran Universitas Andalas; 2008.

9. Harsono, Endang Kustiowati, Suryani Gunadharma. 2007. Pedoman Tatalaksana

Epilepsi. Jakarta : PERDOSSI.