Skizofrenia Paranoid

67
LAPORAN KASUS SKIZOFRENIA PARANOID Disusun oleh: Bunga Nur Annisa Pembimbing: Dr. Rusdi Effendi, Sp.KJ 0

description

aa

Transcript of Skizofrenia Paranoid

LAPORAN KASUSSKIZOFRENIA PARANOID

Disusun oleh:Bunga Nur Annisa

Pembimbing:Dr. Rusdi Effendi, Sp.KJ

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWARUMAH SAKIT JIWA ISLAM JAKARTAJANUARI 2015KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT karena hanya dengan kekuasaan dan kehendak-Nya tugas laporan kasus ini dapat terlaksana dan terselesaikan pada waktunya. Shalawat serta salam juga penulis haturkan ke junjungan besar Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umat manusia dari zaman Jahilliyah menuju zaman yang penuh cahaya bagi umat yang bertaqwa kepada-Nya.Tugas Presentasi kasus yang berjudul Skizofrenia Paranoid ini saya buat dengan tujuan untuk memenuhi tugas kepaniteraan di stase Psikiatri di RS Jiwa Klender. Dan juga agar dapat secara utuh tercipta hubungan yang harmonis antara antara ilmu teoritis yang saya dapat dengan aplikasi nyata dalam praktek klinis kehidupan sehari-hari.Rasa terima kasih yang begitu dalam ingin saya sampaikan kepada pembimbing kami, dr. Rusdi Effendi Sp.KJ, yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan selama kami bertugas di RSIJ Klender. Selain itu, karena telah memberikan tauladan serta nasehat moral yang begitu berharga kepada kami selama ini.Saya menyadari ketidaksempurnaan Tugas Laporan kasus ini.. Untuk itu saya sangat mengharapkan saran, kritik, dan koreksi untuk perbaikan. Semoga Laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Jakarta, Januari 2015

Penulis1

BAB ISTATUS PSIKIATRI

I. IDENTITAS PASIEN Nama: Ny. C Jenis Kelamin: Perempuan Usia: 34 tahun Agama : Islam Alamat: Bekasi Timur Suku Bangsa: Aceh Pendidikan : S1 Status pernikahan: Menikah Pekerjaan: Guru PNS SD Tanggal masuk RSIJ: 27 Desember 2014 Riwayat Perawatan : 26 Juli 2003 Pertama kali di rawat inap Rumah Sakit Jiwa Islam Klender ( RSJI Klender) 16 Maret 2010 rawatan kedua di RSJI Klender:II. RIWAYAT PSIKIATRIBerdasarkanAutoanamnesis: diambil tanggal 8 Januari 2015Alloanamnesis: diambil tanggal 9 Januari 2015 (dengan Suami)

1. Keluhan Utama : Pasien dibawa oleh keluarganya ke Rumah Sakit Jiwa Islam Klender karena terlihat gelisah dan tidak bisa tidur 4 hari sebelum masuk rumah sakit.2. Keluhan Tambahan : Pasien terlihat ketakutan, sering gelisah, takut kegelapan, merasa mencium bau kucing dan melihat kucing hitam yang melototinya yang membuat pasien sangat takut, mendengar suara lain seperti suara dirinya namuan tidak jelas kata-kata yang didengar saat berada dikamar mandi.3. Riwayat Gangguan SekarangPasien adalah seorang perempuan berusia 34 tahun, menikah, diantar oleh keluarganya ke RS. Jiwa Islam Klender pada tanggal 27 Desember 2014 dan pasien merupakan pasien rawat jalan RS. Jiwa Islam Klender. Sudah lebih dari 1 tahun pasien tidak mau minum obat dikarenakan pasien sudah merasa sembuh dan dapat beraktivitas seperti biasa. Keluarga pasien juga merasa baik baik saja dengan keadaan pasien.1 bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien melahirkan di dokter dan 4 hari SMRS pasien terlihat gelisah, ketakutan akan selalu melihat kucing hitam dan mencium bau kucing. Dikamar mandi pasien sering mendengar suara bisikan namun tidak orang lain hal ini membuat pasien merasa takut kekamar mandi sendirian. 3 hari sebelum masuk rumah sakit pasien mulai merasa tidak bisa menggunakan kedua tangannya untuk mengangkat atau meraih benda karena tangannya dirasakan sakit, keluhan gelisah dan tidak bisa tidur semakin dirasakan suami pasien. Pasien mulai terlihat bersideih sesekali. Pasien menja untuk melakukan suatu hal, dan ketakutan pasien bertambah hebat.1 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien menjadi lebih gelisah dan tidak bisa tidur. Menurut keluarga, pasien sudah mulai terlihat kambuh penyakitnya, akan tetapi pasien menyangkal dirinya sakit dan menolak untuk dibawa ke rumah sakit. 4. Riwayat Gangguan Sebelumnyaa. Riwayat PsikiatriSaat kuliah semester 5, pasien mengikuti HMI tetapi pasien merasa sangat ketakutan karena takut dibentak-bentak, dan saat itu pasien mengalami kesurupan sebelumnya melihat perempuan berbaju putih tinggi besar melihatinya, takut mendengar suara dikamar mandi kosan, takut dimarahi ibu saat tidak pakai jilbab, takut ajaran agama sesat.Pada tahun 2003 saat melahirkan anak pertama pasien merasakan ketakutan saat akan ke kamar mandi, mencium bau kucing, mendengar suara-suara saat dikamar mandi.Pernikahan ke 2. suami sangat kasar sering memukuli pasien, pasien merasa sedih dan marah pada suami.Tahun 2010 setelah melahirkan anak ke 2, pasien mengalami keluhan seperti anak pertamab. Gangguan MedikPasien tidak memiliki gangguan bawaan sejak lahir, tidak pernah mempunyai riwayat kejang sebelumnya, tidak pernah menderita sakit berat hingga membutuhkan perawatan Rumah Sakit, dan tidak ada riwayat trauma kepala sebelumnya.. c. Gangguan Zat PsikoaktifPasien menyangkal mengggunakan rokok, ganja, dan obat-obatan terlarang lainnya seperti shabu, heroin, ataupun ekstasi.

5. Riwayat Pribadi Sebelum Sakita. Riwayat PrenatalMenurut ibu pasien, selama kehamilan ibu pasien dalam sehat, tidak pernah mengalami gangguan kesehatan baik fisik maupun psikis. Pasien di lahirkan dibantu oleh dukun di dekat rumah. Pasien merupakan anak yang dikehendaki orangtuanya. Tidak pernah ada sakit kejang atau penyakit lainnya yang bermakna. Tidak ada kecelakaan yang bermakna, riwayat operasi tidak ada.b. Masa Kanak kanak dini / awal (0 - 3 tahun)Pasien diasuh oleh ibu kandungnya dan diberikan ASI hingga usia 1 tahun. Mendapat perhatian penuh dari ibunya yang merawat dirinya. selama bayi pasien tidak mengalami sakit yang serius ataupun trauma. c. Masa kanak kanak Pertengahan ( 3 7 tahun )Pasien mudah bergaul dengan teman disekitar rumahnya, pasien senang bermain dan penurut terhadap pperintah dari orang tuanya. Pasien tumbuh dan kembang sesuai dengan anak seusianya. Perkembangan fisik pasien sama dengan anak sebayanya. Pasien bersekolah langsung di Sekolah Dasar (SD) tanpa melewati Sekolah Taman Kanak-kanak.d. Masa Kanak Akhir ( 7 11 tahun ) Pada saat duduk di bangku sekolah dasar pasien mengaku prestasinya biasa saja. Namun pasien tidak pernah tinggal kelas. Pasien juga mempunyai banyak teman saat bersekolah. Saat SD pasien gemar bermain bersama teman temannya, namun pasien bukan termasuk pemimpin dikelompok temannya. Pasien termasuk anak yang rajin beribadah saat itu.e. Masa Remaja ( 11 17 tahun ) Hubungan SosialSetelah itu pasien meneruskan ketingkat sekolah menengah pertama. Kemudian setelah lulus SMP pasien melanjutkan ke SMA. Keluarga pasien mengaku pasien melanjutkan ke SMA. Setelah lulus dari SMA, pasien melanjutkan kuliah keguruan dibandung. Pasien termasuk anak yang memiliki banyak teman dan mudah bergaul.Hubungan dengan keluarga baik. Pasien tidak terlalu terbuka atas setiap permasalahan yang terjadi dengan dirinya. Biasanya pasien jika memiliki masalah menjadi penyendiri dan diam saja.

Perkembangan motorik dan kognitifDalam perkembangan fisik, pasien terlihat sesuai dengan usianya, tidak tampak adanya gangguan dalam perkembangannya. Dan dalam perkembangan kognitifnya tidak terlihat adanya gangguan, pasien tidak mengalami kesulitan dalam belajar. f. Gangguan emosi dan fisikPasien termasuk orang yang mudah terpancing emosinya. Pasien sering merasa takut saat melihat kucing hitam dan suara di telinganya. g. Riwayat psikoseksualPasien tidak pernah mengalami penyiksaan seksual, pasien mengetahui tentang seks dengan cara mencari tahu sendiri, keluarga tidak memberikan pengetahuan tentang seks. h. Riwayat PekerjaanMenurut pasien dan suaminya, pasien pertama kali berkerja sebagai guru honor di SD lalu pada tahun 2008 pasien diangkat sebagai PNS.i. Riwayat KeluargaPasien adalah anak ketiga dari tiga bersaudara. Ayah sudah meninggal dan ibu kandung masih hidup. Kedua orang tuanya berasal dari kultur yang sama yaitu suku aceh. Pasien tidak begitu dekat dengan kedua orang tuanya, akan tetapi pasien lebih merasa dekat dengan ibu kandungnya. Dalam keluarga kakak kandung pasien tidak memiliki gejala yang sama dengan pasien.

j. Riwayat kehidupan sekarang Pasien saat ini tinggal bersama dengan suami dan ketiga anaknya. Saat ini pasien bekerja. Pasien seorang guru SD . Pasien bergaul dengan cukup baik dengan tetangga disekitar rumahnya.

SKEMA KELUARGA

BAB IISTATUS MENTAL1. Deskripsi Umuma. Penampilan UmumPasien perempuan 34 tahun, tinggi 164 cm, bentuk tubuh gemuk dengan taksiran berat 89 kg, kulit sawo matang, memakai kerudung, merawat diri dengan baik selama di rawat. Pasien berpenampilan tampak seperti usianya, saat diwawancara pasien menggunakan pakaian celana panjang pink serbaju kaos tangan pendek warna pink dan c kaos berwaa kerudung warna orange bercorak. Pasien tampak tenang, pasien tampak sehat.b. Aktivitas dan Perilaku PsikomotorSelama wawancara, pasien duduk berhadapan dengan pemeriksa dengan tenang, pasien bersikap ramah dan kooperatif saat diajak wawancara serta menjawab semua pertanyaan dokter muda dengan volume suara sedang, kontak mata antara pasien dan pemeriksa baik. c. Pembicaraan Volume: Sedang Irama: Teratur Kelancaran: Artikulasi & Intonasi jelas Kecepatan: Sedangd. Sikap Terhadap PemeriksaKooperatif, sopan, menjawab pertanyaan dengan baik, kontak mata ke arah pemeriksa, perhatian cukup dan bersahabat.

2. Keadaan Afektif Mood : Hipotimia Afek : Menyempit Keserasian: Serasi3. Gangguan Persepsi a. Halusinasi : Auditorik : Ada (Pasien sering mendengar suara-suara bisikan yang menurut pasien bisikan tersebut merupakan dirinya sendiri namun suara tidak jelas) Visual: melihat kucing warna hitam Taktil: Tidak ada Olfaktorik: mencium bau kucing Gustatorik: Tidak adab. Ilusi: Tidak Adac. Derealisasi: Tidak ada d. Depersonalisasi: Tidak Ada

4. Gangguan Pikiran1) Proses Pikira. Produktivitas: Cukup ideb. Kontinuitas Blocking: Tidak Ada Asosiasi Longgar: Tidak Ada Inkoherensi: Tidak Ada Neologisme: Tidak Ada2) Isi Pikira. Preokupasi: Tidak ada b. Gangguan Isi pikir Waham Bizarre: Tidak ada Waham Somatik: Tidak ada Waham Paranoid Waham Kebesaran: Tidak Ada Waham Kejaran: Tidak Ada Waham rujukan: Tidak Ada Waham dikendalikan: Thought of insertion: Tidak Ada Thought of broadcasting: Tidak Ada Thought of withdrawal: Tidak Ada Thought of control: Tidak Ada Waham cemburu: Tidak Ada

5. Fungsi Kognitif dan Penginderaana. Kesadaran : Compos Mentisb. Orientasi Waktu : Baik (Pasien mengetahui waktu,hari, tanggal, bulan dan tahun sekarang) Tempat: Baik (pasien dapat mengetahui di mana ia berada saat ini) Orang : Baik (Pasien dapat mengenali teman-temannya di RS. Jiwa Islam Klenedr, dan dapat mengenali pemeriksa)c. Konsentrasi: Baik, pasien dapat dengan baik melakukan pengurangan yang diberikan pemeriksa (seven serial test.)d. Daya Ingat Jangka panjang: Baik (mampu menceritakan kembali masa-masa sekolah saat SD - SMP ) Jangka pendek : Baik (Mampu mengingat menu makan paginya) Segera: Baik (mampu mengingat nama 3 benda yang baru saja disebutkan)e. Intelegensi & Pengetahuan Umum : Baik (Pasien mengetahui nama presiden RI sekarang)f. Visuospasial berbentuk : Baik (pasien dapat menggambar dua bangunan dua dimensi yang berhimpit)g. Pemikiran abstrak : Kurang (pasien tidak dapat memberikan arti dari ada udang dibalik batu.)

6. Daya Nilai: Penilaian Sosial : Baik (selama dirawat, pasien mudah berteman dengan pasien lain). Uji Daya Nilai: Baik (Jika pasien melihat dompet yang jatuh di jalan maka pasien akan mengembalikannya).7. Reality Test Ability (RTA): Terganggu, karena adanya waham8. Tilikan : Derajat IV (menyadari dirinya sakit dan butuh bantuan namun tidak memahami penyebab sakitnya)9. Taraf Dapat Dipercaya : Dapat dipercaya

III. STATUS FISIK1. Status Generalis Keadaan umum: Baik Kesadaran: Compos mentis Tanda Vital Tekanan darah: 110/80 mmHg Suhu: 360 C. Nadi : 84 x/menit regular Pernapasan: 20 x/menit2. Status Neurologi1. Gangguan rangsangan meningeal: Tidak ada2. Mata Gerakan : Baik ke segala arah Bentuk pupil: Isokor Refleks cahaya: +/+3. Motorik Tonus : Baik Turgor: Baik Kekuatan: Baik Koordinasi: Baik Refleks: Baik

IV. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNARiwayat Psikiatri:a. Pasien merasa takut.b. Pasien merasa gelisah c. Pasien mendengar suara bisikan dirinya namun tidak jelas kata-katanya. d. Pasien mencium bau kucinge. Pasien melihat kucing hitam yang menglihati dirinyaf. Pasien sudah satu tahun lebih tidak meminum obat, dikarenakan pasien merasa sudah sembuh. 3. Status Mental: Kesadaran: Compos mentis Mood: Hipotimia Afek: Terbatas Keserasian: Serasi Gangguan persepsi: Halusinasi auditorik, visual, olfaktori Gangguan isi pikir: Waham Paranoid RTA (Reality testing ability): Terganggu Tilikan: Derajat IV Taraf dapat dipercaya: Dapat dipercaya

V. FORMULA DIAGNOSIS1. Aksis I: Pada pasien ini ditemukan : Halusinasi Auditorik : Pasien sering mendengar suara-suara bisikan yang tidak jelas kata-katanya. Halusinasi Visual : pasien sering melihat kucing hitam yang melotot kepadanya. Halusinasi olfaktorius : pasien sering mencium bau kucing. Periode sekarang gejala yang lebih menonjol adalah : Halusinasi Auditorik Halusinasi visual Kegelisahan Berdasarkan ikhtisar penemuan bermakna tersebut maka kasus ini digolongkan ke dalam Gangguan Jiwa. Gangguan kejiwaan ini di kelompokkan sebagai Gangguan Mental dan Perilaku. Maka menurut PPDGJ III, Gangguan Mental dan Perilaku ini dapat digolongkan Gangguan Schizofrenia Paranoid sesuai dengan tabel kriteria diagnosis sebagai berikut:

Kriteria DiagnosisHasil

1. Harus ada satu gejala berikut yang amat jelas:a.Thought echo, thought insertion or thought withdrawal, thought broadcasting.b.Delusion of control, delusion of influence, delusion of pasivity, delusional perseption.c.Halusinasi auditorikd.Waham-waham menetap jenis lain yang dianggap penduduk setempat dianggap tidak wajar atau mustahil.

Tidak ada

Tidak ada

AdaTidak Ada

2.) Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas: Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja. Arus pikir yang terputus atau mengalami sisipan yang berakibat inkoherensi atau neologisme. Perilaku katatonik Gejala-gejala negatif.

3.) Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih.

4.) Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan dari beberapa aspek perilaku pribadi.

AdaTidak Ada

Tidak AdaAda

Terpenuhi

Ada

Kriteria Diagnosis Schizofrenia ParanoidKriteria DiagnosisHasil

1.) Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia

2.) Sebagai tambahan :A. Halusinasi dan/atau waham harus menonjol.a.Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa pluit, mendengung, atau bunyi tawa.Terpenuhi

Ada

b.Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-lain perasaan tubuh; halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol;c.Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling khas.B.Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik secara relatif tidak nyata/tidak menonjol.Ada

Tidak Ada

Tidak Terpenuhi

2. Aksis II: Ada3. Aksis III: Tidak ada4. Aksis IV: Tidak meminum obat, melahirkan5. Aksis V: GAF 70 - 61 Merawat Diri : Pasien dapat mengurus dirinya dan menjaga kebersihan dirinya . Pekerjaan : Dalam pekerjaan, pasien dapat melaksanakan tugasnya dengan baik Sosial : Pasien berinteraksi baik dengan pasien lain, ramah kepada perawat dan dokter. Memanfaatkan waktu luang : waktu luang dimanfaatkan hanya tidur.

VI. EVALUASI MULTIAKSIS Aksis I: Skizofrenia Paranoid. Aksis II: Ada Aksis III: Tidak ada Aksis IV: tidak meminum obat dan melahirkan Aksis V: GAF 70 61 (beberapa gejala ringan dan menetap, diabilitas ringan dalam fungsi, secara umum masih baik.)VII. DIAGNOSA KERJA Skizofrenia Paranoid.VIII. DAFTAR PROBLEM1. Problem organobiologik: Tidak ada2. Problem psikologik dan perilaku: Halusinasi auditorik Halusinasi visual Halusinasi olfaktorius Waham paranoid3. Problem Keluarga: adaIX. PROGNOSIS Ad vitam: ad bonam Ad functionam: ad bonam Ad sanationam: dubia ad malam

A. Faktor yang Memperingan Pasien memiliki kognitif yang baik Pasien masih ada keinginan untuk mencari pekerjaan baru Pasien taat dalam hal beragama dan sangat memegang teguh ajaran agamanya.

A. Faktor yang memperberat Pasien tidak taat minum obat Keluarga pasien mendukung kesembuhan pasien.

X. RENCANA TERAPI Farmakoterapi Risperidon 2 x 2mg THP 3 x 2mg1. Psikoterapia. Terapi Kognitif Menerangkan kepada pasien mengenai penyakitnya dan tanda-tanda kekambuhan. Menerangkan yang akan memperberat dan memperingan gangguannya. Menjelaskan manfaat terapi yang akan diberikan.b. Terapi Supportif Memberi dukungan dan perhatian kepada pasien dalam menghadapi masalah serta memberikan dorongan agar pasien lebih terbuka bila mempunyai masalah dan jangan memperberat pikiran dengan menanggapi sebuah masalah terlalu berlebihan. Memberi dukungan pada pasien untuk meminum obat secara teratur. c. Edukasi Keluarga Memberi penjelasan kepada keluarga untuk bersama-sama membantu dan mendukung kesembuhan baik mental, jiwa, emosi, dan rohani pasien dalam kesinambungan dengan pemulihan

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. DefinisiSkizofrenia adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu gangguan psikiatrik mayor yang ditandai dengan adanya perubahan pada persepsi, pikiran, afek, dan perilaku seseorang. Kesadaran yang jernih dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun defisit kognitif tertentu dapat berkembang kemudian (Sadock,dkk., 2003).Gejala skizofrenia secara garis besar dapat di bagi dalam dua kelompok, yaitu gejala positif dan gejala negatif. Gejala positif berupa isi pikiran tidak wajar (waham), gangguan asosiasi pikiran (inkoherensi), gangguan persepsi (halusinasi), gangguan perasaan, perilaku aneh atau tak terkendali (disorganized). Gejala negatif adalah alam perasaan (afek) tumpul atau mendatar, menarik diri atau isolasi diri dari pergaulan, miskin kontak emosional (pendiam, sulit diajak bicara), pasif, apatis atau acuh tak acuh, sulit berpikir abstrak dan kehilangan dorongan kehendak atau inisiatif (Maharatih, 2010).

B. Fase atau Perjalanan PenyakitPerjalanan penyakit skizofrenia sangat bervariasi pada tiap-tiap individu. Perjalanan klinis skizofrenia berlangsung secara perlahan-lahan, meliputi beberapa fase yang dimulai dari prodromal, fase aktif dan keadaan residual (Sadock, 2003; Buchanan, 2005). Tanda dan gejala prodromal skizofrenia dapat berupa cemas, gundah (gelisah), merasa diteror atau depresi. Penelitian retrospektif terhadap pasien dengan skizofrenia menyatakan bahwa sebagian penderita mengeluhkan gejala somatik, seperti nyeri kepala, nyeri punggung dan otot, kelemahan dan masalah pencernaan Perkembangan gejala prodromal yang berlangsung beberapa hari sampai beberapa bulan (Sadock,dkk., 2003). Fase aktif skizofrenia ditandai dengan gangguan jiwa yang nyata secara klinis, yaitu adanya kekacauan dalam pikiran, perasaan dan perilaku. Penilaian pasien skizofrenia terhadap realita terganggu dan pemahaman diri (tilikan) buruk sampai tidak ada (Buchanan, 2005). Fase residual ditandai dengan menghilangnya beberapa gejala klinis skizofrenia. Yang tinggal hanya satu atau dua gejala sisa atau gejala negatif yang tidak terlalu nyata secara klinis, yaitu dapat berupa penarikan diri (withdrawal) dan perilaku aneh (Buchanan, 2005).

C. EtiologiSampai saat ini penyebab dari gangguan skizofrenia masih belum diketahui secara pasti. Namun, terdapat beberapa pendekatan yang dominan dalam menganalisa penyebab skizofrenia, antara lain : 1. Faktor Genetik Menurut Maramis (2006) faktor keturunan juga menentukan timbulnya skizofrenia. Hal ini telah dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga-keluarga penderita skizofrenia terutama anak-anak kembar satu telur. Angka kesakitan bagi saudara tiri ialah 0,9 - 1,8%; bagi saudara kandung 7 15%; bagi anak dengan salah satu orangtua yang menderita skizofrenia 7 16%; bila kedua orangtua menderita skizofrenia 40 68%; bagi kembar dua telur (heterozigot) 2 -15%; bagi kembar satu telur (monozigot) 61 86%. Skizofrenia melibatkan lebih dari satu gen, sebuah fenomena yang disebut quantitative trait loci. Skizofrenia yang paling sering kita lihat mungkin disebabkan oleh beberapa gen yang berlokasi di tempat-tempat yang berbeda di seluruh kromosom. Ini juga mengklarifikasikan mengapa ada gradasi tingkat keparahan pada orang-orang yang mengalami gangguan ini (dari ringan sampai berat) dan mengapa risiko untuk mengalami skizofrenia semakin tinggi dengan semakin banyaknya jumlah anggota keluarga yang memiliki penyakit ini (Durand & Barlow, 2007).

2. Faktor Biokimia Skizofrenia mungkin berasal dari ketidakseimbangan kimiawi otak yang disebut neurotransmitter, yaitu kimiawi otak yang memungkinkan neuron-neuron berkomunikasi satu sama lain. Beberapa ahli mengatakan bahwa skizofrenia berasal dari aktivitas neurotransmitter dopamine yang berlebihan di bagian-bagian tertentu otak atau dikarenakan sensitivitas yang abnormal terhadap dopamine. Banyak ahli yang berpendapat bahwa aktivitas dopamine yang berlebihan saja tidak cukup untuk skizofrenia. Beberapa neurotransmitter lain seperti serotonin dan norepinephrine tampaknya juga memainkan peranan (Durand & Barlow, 2007). 3. Faktor Psikologis dan Sosial Faktor psikososial meliputi adanya kerawanan herediter yang semakin lama semakin kuat, adanya trauma yang bersifat kejiwaan, adanya hubungan orang tua-anak yang patogenik, serta interaksi yang patogenik dalam keluarga (Wiraminaradja & Sutardjo, 2005).Banyak penelitian yang mempelajari bagaimana interaksi dalam keluarga mempengaruhi penderita skizofrenia. Sebagai contoh, istilah schizophregenic mother kadang-kadang digunakan untuk mendeskripsikan tentang ibu yang memiliki sifat dingin, dominan, dan penolak, yang diperkirakan menjadi penyebab skizofrenia pada anak-anaknya. Keluarga pada masa kanak-kanak memegang peranan penting dalam pembentukan kepribadian. Orangtua terkadang bertindak terlalu banyak untuk anak dan tidak memberi kesempatan anak untuk berkembang, ada kalanya orangtua bertindak terlalu sedikit dan tidak merangsang anak, atau tidak memberi bimbingan dan anjuran yang dibutuhkannya (Durand & Barlow, 2007).

D. Patogenesis1. Skizofrenia dan DopaminSemua jenis obat antipsikotik yang tersedia dapat mengurangi gejala skizofrenia dengan menurunkan neurotransmiter dopaminergik. Turunnya neurotransmiter dopaminergic mengurangi gejala dari pasien dengan skizofrenia dan meningkatkan kemampuan persepsi mereka. Pasien yang diterapi dengan obat-obat tersebut secara terus menerus menunjukkan penurunan munculnya halusinasi dan waham, pasien juga lebih baik dalam mengatur kebiasaannya.Teori dopamin pada skizofrenia masih mempunyai beberapa kekurangan. Pertama Blokade pada neurotransmitter dopaminergik tidak sepenuhnya mengurangi gejala skizofrenia. Kedua, meskipun gejala positif skizofrenia berkurang ketika neurotransmitter dopaminergic diturunkan dengan obat antipsikotik, level metabolit dopamin dan receptor dopamin ketika diukur sebelum dan setelah pengobatan masih dalam batas harga normal. Ketiga, peranan dopamin bagi otak lebih komplek daripada pergantian secara sederhana dari gejala psikotik. Selama periode psikotik akut, banyak orang yang menderita skizofrenia nampak menunjukkan perangsangan reseptor dopamin yang berlebihan di ganglia basalis, yang diukur dengan penggunaan ligan radioaktif dari single-photon-emission yang tertomografi. Bagaimanapun juga, penurunan aktivitas dopaminergik pada korteks serebral pada lobus frontal dapat menjadi satu faktor konstribusi dalam penanganan gangguan kognitif yang sering ditemukan pada pasien yang menderita skizofrenia. Oleh karena itu, investigasi pada patofisiologi skizofrenia mengembangkan lebih jauh lagi mengenai dopamin, para peniliti menggali lebih dalam mengenai pengobatan farmakologi dari skizofrenia, yang tidak mengabaikan dopamin sebagai target, telah memperluas bidang penyelidikan mereka termasuk neurotransmiter yang lain.Tidak ada lesi tunggal yang dapat menyebabkan skizofrenia. Tapi, adanya peran dari faktor genetik dan lingkungan yang mempengaruhi fungsi dan perkembangan dari otak hal tersebut juga yang dapat menyebabkan skizofrenia. Penghambatan interneuron biasanya terjadi, hal ini dapat ditunjukan dengan adanya penurunan jumlah dari mereka, pengeluaran enzim yang mensintesis penghambat neurotransmitter -asam aminobutrat yang menurun, penurunan pengeluaran dari neuropeptide seperti kolesistokinin dan somatostatin yang dilepaskan selama neurotransmisi, dan pengurangan migrasi neuron ke korteks dari lapisan putih otak. Sebagai tambahan pada perubahan spesifik pada interneuron, terdapat pengurangan secara umum dari neuropil kortikal, seperti dendrit dan akson yang mengubungkan neuron, menggambarkan proses kerusakan pada pyramidal maupun penghambat neuron menjadi bentuk penghubung sinapsis. Pada beberapa area dalam otak, terjadi berkurangnya jumlah total neuron secara nyata. 2. Penemuan NeuropatologiPada penemuan secara neuropatologi, Magnetic Resonance Imaging (MRI) menunjukan adanya pembesaran ventrikel dan penurunan volume dari beberapa bagian otak, termasuk didalamnya hipokampus dan korteks temporosuperior. Dengan menganalisis hasil dari MRI dapat dikatakan bahwa terjadi penurunan bagian neuronal baik pada hipokampus maupun pada korteks prefrontal, yang diindikasikan dengan level dari neuronal asam amino N-asetilaspartat. Meskipun terjadi penurunan dari jaringan otak, pencitraan otak secara fungsional dengan tomografi emisi-positron dan MRI fungsional menunjukan adanya hiperaktivitas pada hipokampus dan korteks prefrontal lateral dorsal, mungkin terus menerus dikuti dengan kehilangan penghambat fungsi neuron. 3. Temuan genetika pada skizofreniaPerbedaan temuan neurobiologi pada skizofrenia terbayang dengan adanya keberagaman dari temuan genetik. Temuan genetik secara epidemiologi, seperti adanya indeks besar yang berkaitan dengan skizofrenia antara kembar monozigot dan kembar dizigot dan insidensi tinggi dari penyakit pada anak yang diadopsi yang mana ibu biologisnya mengidap skizofrenia, terdapat resiko sebesar 70%. Walaupun demikian, skizofrenia tidak terlihat sebagai monogen, dan terdapat sejumlah kromosom locus yang nantinya akan bekaitan terhadap penyakit yang telah bereplikasi. Polimorfim nukleotid tunggal berhubungan dengan skizofrenia, yang beberapa telah menunjukan adanya penurunan fungsi neural, telah ditemukan dalam gen dengan locus ini, termasuk regulator Protein G pada kromosom 1, protein pada kromosom 6 yang berhubungan dengan struktur sinaps, faktor pertumbuhan pada kromosom 8 yang berhubungan dengan pertumbungan sinapsis, respon modulator pada kromosom 13 yang mempengaruhi N-metil D-aspartat glutamate, sebuah reseptor pada kromosom 15 untuk asetilkolin dan enzim pada kromosom 22 yang mempengaruhi metabolisme dopamin. Mekanisme neuronal glutamatergik, kolinergik, dan dopaminergic dipengaruhi oleh faktor genetik ini dan dikaitkan dengan berbagai macam aspek pada disfungsi kognitif termasuk ketidakmampuan dalam perasaan dan pengingat. Sebagai tambahan untuk faktor genetik, komponen lingkungan dari patogenesis pada skizofrenia, mempunyai resiko sebanyak 30%, termasuk kerusakan otak ketika perinatal dan masa anak-anak dan stres psikososial selama masa kehidupan seperti terpisah dari keluarga (Freedman, 2003).

E. Pedoman Diagnostik Menurut PPDGJ-III1. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang jelas atau kurang tajam) :a. Isi Pikiran1) thought eco = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda.2) thought insertion or withdrawl = isi pikiran yang asing dari luar masukke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawl)3) thought broadcasting = isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya.b. Waham1) delusion of control = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dari luar2) delusion of passivity = waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar3) delusion of influence = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu dari luar4) delusion perception = pengalaman inderawi yang tak wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat.c. halusinasi auditorik1) Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku pasien 2) Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang berbicara)3) Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh. d. waham-waham menetap jenis lainnya yang menurut budaya setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, mislanya perihal keyakinan agama atau politik tertentu atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca atau berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain)2. Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas:a. Halusinasi yang menetap dari panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh waham yang mengembang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan yang menetap atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus.b. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah, posisi tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stuporc. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation) yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan atau neologisme.d. Gejala gejala negatif seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan response emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika.3. Adanya gejala gejala khas tersebut di atas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal)4. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, sikap larut dalam diri sendiri, tidak berbuat sesuatu, dan penarikan diri secara sosial. (Maslim, 2002)

F. Klasifikasi1. Skizofrenia Paranoid (F 20.0)Pedoman Diagnostika. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia. b. Sebagai tambahan:1) Halusinasi dan/atau waham harus menonjola) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit (whistling), mendengung (humming), atau bunyi tawa (laughing)b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-lain perasaan tubuh. Halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjolc) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of influence), atau passivity (delussion of passivity), dan keyakinan dikejar-kejar beraneka ragam, adalah yang paling khas2) Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik secara relatif nyata/ tidak menonjol. 2. Skizofrenia Hebefrenik (F 20.1)Pedoman Diagnostika. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia. b. Diagnosis hebefrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja atau dewasa muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun). c. Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas : pemalu dan senang menyendiri (solitary), namun tidak harus demikian untuk menentukan diagnosis.d. Untuk diagnosis hebefrenia yang menyakinkan umumnya diperlukan pengamatan kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa gambaran yang khas berikut ini memang benar bertahan :1) Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, serta mannerisme; ada kecenderungan untuk selalu menyendiri (solitary), dan perilaku menunjukkan hampa tujuan dan hampa perasaan2) Afek pasien dangkal dan tidak wajar, sering disertai oleh cekikikan atau perasaan puas diri, senyum sendiri, atau oleh sikap, tinggi hati, tertawa menyeringai, mannerisme, mengibuli secara bersenda gurau, keluhan hipokondrial, dan ungkapan kata yang diulang-ulang3) Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu serta inkoheren.e. Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir umumnya menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi biasanya tidak menonjol. Dorongan kehendak dan yang bertujuan (determination) hilang serta sasaran ditinggalkan, sehingga perilaku penderita memperlihatkan ciri khas, yaitu perilaku tanpa tujuan dan tanpa maksud. Adanya suatu preokupasi yang dangkal dan bersifat dibuat-buat terhadap agama, filsafat dan tema abstrak lainnya, makin mempersukar orang memahami jalan pikiran pasien.3. Skizofrenia Katatonik (F 20.2)Pedoman Diagnostika. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia. b. Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendomaninasi gambaran klinisnya:1) Stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan dan dalam gerakan serta aktivitas spontan) atau mutisme (tidak berbicara)2) Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang bertujuan, yang tidak dipengaruhi oleh stimuli eksternal)3) Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan mempertahankan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh)4) Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap semua perintah atau upaya untuk menggerakkan, atau pergerakkan ke arah berlawanan)5) Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan upaya menggerakkan diri)6) Flexibilitas cerea (mempertahankan anggora gerak dan tubuh dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar)7) Gejala-gejala lain seperti komen, automatism (kepatuhan secara otomatis terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata serta kalimat-kalimatc. Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari gangguan katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai diperoleh bukti yang memadai tentang adanya gejala-gejala lain. Penting untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik bukan petunjuk diagnostik untuk skizofrenia. Gejala katatonik dapat dicetuskan oleh penyakit otak, gangguan metabolik, atau alkohol dan obat-obatan, serta dapat juga terjadi pada gangguan afektif4. Skizofrenia Tak Terinci (Undifferentiated) (F 20.3)Pedoman Diagnostika. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia. b. Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik, atau katatonikc. Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca skizofrenia5. Depresi Pasca-skizofrenia (F 20.4)Pedoman Diagnostika. Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau:1) Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria umum skizofrenia) selama 12 bulan terakhir ini2) Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi mendominasi gambaran klinisnya), dan3) Gejala-gejala depresif menonjol dan mengganggu, memenuhi paling sedikit kriteria untuk episode depresif dan telah ada dalam kurun waktu paling sedikit 2 minggub. Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia, diagnosis menjadi Episode Depresif. Bila gejala skizofrenia masih jelas dan menonjol, diagnosis harus tetap salah satu dari subtipe skizofrenia yang sesuai (F 20.0 F 20.3) 6. Skizofrenia Residual ( F 20.5)Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus dipenuhi semua:a. Gejala negatif dari skizofrenia yang menonjol misalnya perlambatan psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi nonverbal yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial yang burukb. Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas dimana masa lampau yang memenuhi kriteria untuk diagnostik skizofreniac. Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom negatif dari skizofreniad. Tidak terdapat dementia atau penyakit / gangguan otak organik lain, depresi kronis atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas negatif tersebut.7. Skizofrenia Simpleks (F. 20.6)a. Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena tergantung pada pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan progresif dari:1. Gejala negatif yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului riwayat halusinasi, waham, atau manifestasi lain dari episode psikotik.2. Disertai dengan perubahan perilaku pribadi yang bermakna bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, dan penarikan diri secara sosialb. Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan subtipe skizofrenia lainnya 8. Skizofrenia lainnya (F20.8) dan Skizofrenia YTT (F20.9) (Maslim, 2002)

G. Penatalaksanaan 1. Terapi MedikamentosaObat pertama yang efektif untuk terapi skizofrenia dikembangkan selama tahun 1950an. Obat ini disebut sebagai antipsikotik konvensional atau generasi pertama.Ada berbagai obat antipsikotik konvensional, seperti haloperidol chlorpromazine, fluphenazine, droperidol, pimozine, sulpiride, perphenazine, flupenthixol, zuclopenthixol, dan trifluoperazine (APA, 2004). Kelebihan utama obat ini adalah mengobati gejala positif skizofrenia (APA, 2004; Keith et al, 2004). Namun, obat ini kurang efektif terhadap gejala negatif skizofrenia. Obat ini tersedia dalam bentuk tablet, cairan, suntikan jangka pendek dan jangka panjang.Sejumlah obat baru untuk skizofrenia dengan efikasi yang lebih luas untuk berbagai gejala skizofrenia dan dapat memperbaiki kemampuan berfungsi pasien telah tersedia sejak 20 tahun terakhir atau lebih. Obat antipsikotik baru ini dikenal sebagai antipsikotik atipikal atau antipsikotik generasi kedua. Obat baru ini meliputi aripiprazole, clozapine, olanzapine, paliperidone, quetiapin, dan risperidone (Lieberman et al, 2008). Obat ini tampaknya memiliki lingkup efek yang lebih luas untuk gejala skizofrenia (Tandon et al, 2003). Obat ini efektif untuk mengobati gejala positif seperti halusinasi dan delusi serta dapat juga membantu dalam mengobati gejala negatif. Obat ini juga tersedia dalam bentuk tablet, cairan dan suntikan jangka pendek dan jangka panjang (APA, 2004).Cara pemberian obat antipsikotik adalah pemberian dimulai dengan dosis awal sesuai dosis anjuran, kemudian dinaikkan setiap 2-3 hari sampai mencapai dosis efektif (mulai timbul peredaan sindrom psikosis), dosis dievaluasi setiap 2 minggu dan bila perlu dinaikkan, dosis optimal dipertahankan sekitar 8-12 minggu (stabilisasi), kemudian dosis diturunkan setiap 2 minggu sampai ke dosis maintenance, dosis dipertahankan selama 6 buulan sampai 2 tahun (diselingi drug holiday 1-2 hari/minggu), selanjutnya dilakukan tappering off (dosis diturunkan tiap 2-4 minggu) sampai dapat dihentikan (Maharatih, dkk., 2010).Karena penderita Skizofrenia memakan obat dalam jangka waktu yang lama, sangat penting untuk menghindari dan mengatur efek samping yang timbul. Mungkin masalah terbesar dan tersering bagi penderita yang menggunakan antipsikotik konvensional gangguan (kekakuan) pergerakan otot-otot yang disebut juga Efek samping Ekstra Piramidal (EEP). Dalam hal ini pergerakan menjadi lebih lambat dan kaku, sehingga agar tidak kaku penderita harus bergerak (berjalan) setiap waktu, dan akhirnya mereka tidak dapat beristirahat. Efek samping lain yang dapat timbul adalah tremor pada tangan dan kaki. Kadang-kadang dokter dapat memberikan obat antikolinergik (biasanya benztropine) bersamaan dengan obat antipsikotik untuk mencegah atau mengobati efek samping ini. Efek samping lain yang dapat timbul adalah tardive dyskinesia dimana terjadi pergerakan mulut yang tidak dapat dikontrol, protruding tongue, dan facial grimace. Kemungkinan terjadinya efek samping ini dapat dikurangi dengan menggunakan dosis efektif terendah dari obat antipsikotik. Apabila penderita yang menggunakan antipsikotik konvensional mengalami tardive dyskinesia, dokter biasanya akan mengganti antipsikotik konvensional dengan antipsikotik atipikal. Peningkatan berat badan juga sering terjadi pada penderita Sikzofrenia yang memakan obat. Hal ini sering terjadi pada penderita yang menggunakan antipsikotik atipikal. Diet dan olah raga dapat membantu mengatasi masalah ini (Sadock, dkk.,2003; Maramis, 2009)2. Terapi Psikososiala. Terapi perilakuTeknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan ketrampilan sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan praktis, dan komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif adalah didorong dengan pujian atau hadiah yang dapat ditebus untuk hal-hal yang diharapkan, seperti hak istimewa dan pas jalan di rumah sakit. Dengan demikian, frekuensi perilaku maladaptif atau menyimpang seperti berbicara lantang, berbicara sendirian di masyarakat, dan postur tubuh aneh dapat diturunkan (Sadock dkk, 2003).b. Terapi berorientasi keluargaTerapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia seringkali dipulangkan dalam keadaan remisi parsial, keluarga dimana pasien skizofrenia kembali seringkali mendapatkan manfaat dari terapi keluarga yang singkat namun intensif (setiap hari). Setelah periode pemulangan segera, topik penting yang dibahas didalam terapi keluarga adalah proses pemulihan, khususnya lama dan kecepatannya. Seringkali, anggota keluarga, didalam cara yang jelas mendorong sanak saudaranya yang terkena skizofrenia untuk melakukan aktivitas teratur terlalu cepat. Rencana yang terlalu optimistik tersebut berasal dari ketidaktahuan tentang sifat skizofrenia dan dari penyangkalan tentang keparahan penyakitnya. Ahli terapi harus membantu keluarga dan pasien mengerti skizofrenia tanpa menjadi terlalu mengecilkan hati (Sadock,dkk., 2003).

c. Terapi kelompokTerapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana, masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin terorientasi secara perilaku, terorientasi secara psikodinamika atau tilikan, atau suportif. Terapi kelompok efektif dalam menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan, dan meningkatkan tes realitas bagi pasien skizofrenia. Kelompok yang memimpin dengan cara suportif, bukannya dalam cara interpretatif, tampaknya paling membantu bagi pasien skizofrenia (Sadock dkk, 2003).d. Psikoterapi individualHubungan antara dokter dan pasien adalah berbeda dari yang ditemukan di dalam pengobatan pasien non-psikotik. Menegakkan hubungan seringkali sulit dilakukan; pasien skizofrenia seringkali kesepian dan menolak terhadap keakraban dan kepercayaan dan kemungkinan sikap curiga, cemas, bermusuhan, atau teregresi jika seseorang mendekati. Pengamatan yang cermat dari jauh dan rahasia, perintah sederhana, kesabaran, ketulusan hati, dan kepekaan terhadap kaidah sosial adalah lebih disukai daripada informalitas yang prematur dan penggunaan nama pertama yang merendahkan diri. Kehangatan atau profesi persahabatan yang berlebihan adalah tidak tepat dan kemungkinan dirasakan sebagai usaha untuk suapan, manipulasi, atau eksploitasi (Sadock dkk, 2003)e. Perawatan di Rumah SakitIndikasi utama perawatan rumah sakit adalah untuk tujuan diagnostik, menstabilkan medikasi, keamanan pasien karena gagasan bunuh diri atau membunuh, prilaku yang sangat kacau termasuk ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar.Tujuan utama perawatan dirumah sakit yang harus ditegakkan adalah ikatan efektif antara pasien dan sistem pendukung masyarakat. Rehabilitasi dan penyesuaian yang dilakukan pada perawatan rumahsakit harus direncanakan. Dokter harus juga mengajarkan pasien dan pengasuh serta keluarga pasien tentang skizofrenia. Perawatan di rumah sakit menurunkan stres pada pasien dan membantu mereka menyusun aktivitas harian mereka. Lamanya perawatan rumah sakit tergantung dari keparahan penyakit pasien dan tersedianya fasilitas pengobatan rawat jalan. Rencana pengobatan di rumah sakit harus memiliki orientasi praktis ke arah masalah kehidupan, perawatan diri, kualitas hidup, pekerjaan, dan hubungan sosial. Perawatan di rumah sakit harus diarahkan untuk mengikat pasien dengan fasilitas perawatan termasuk keluarga pasien. Pusat perawatan dan kunjungan keluarga pasien kadang membantu pasien dalam memperbaiki kualitas hidup. (Sadock,dkk., 2003)

H. PrognosisWalaupun remisi penuh atau sembuh pada skizofrenia itu ada, kebanyakan masih memiliki gejala sisa dengan tingkat keparahan yang bervariasi. Sampai saat ini belum ada metode yang dapat memprediksi siapa yang menjadi sembuh siapa yang tidak, tetapi ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhinya seperti usia tua, faktor pencetus yang jelas, onset akut, riwayat sosial yang baik, menikah, riwayat sosial/pekerjaan pramorbid baik, gejala depresi, menikah, riwayat keluarga gangguan mood sistem pendukung baik, dan gejala positif ini akan memberikan prognosis yang baik.Sedangkan onset muda, tidak ada faktor pencetus, onset tidak jelas, riwayat sosial buruk, autistik, tidak menikah/janda/duda, riwayat keluarga skizofrenia, system pendukung buruk, gejala negatif, riwayat trauma prenatal, sering relaps dan riwayat agresif akan memberikan prognosis yang buruk (Maramis, 2006).

DAFTAR PUSTAKA

APA Clinical Guidelines. American Psychiatric Association. 2004. Practice Guidelines for the treatment of patients with schizophrenia. Brannon GE, MD. 2012. Schizoaffective Disorder. http://emedicine.medscape.com/article/294763-overview#aw2aab6b2b5aa Diakses pada tanggal 06 Januari 2015 jam 08.26.Buchanan RW, Carpenter TW. 2005. Schizophrenia: Introduction and overview. Kaplan & Sadocks comprehensive textbook of psychiatry (7th ed.). Philadelphia: Lippincott, Williams & Wilkins, Inc.Durland VM, and Barlow DH. 2007. Essentials of Abnormal Psychology. 3rd edition Pacific Grove, CA: WadsworthFreedman R. 2003. Schizophrenia. The New England Journal of Medicine. Colorado: University of Colorado Health Sciences CenterLieberman et al. 2003. Pharmacol Rev, 60: 358-403Maharatih GA, Nuhriawangsa I, dan Sudiyanto A. 2010. Psikiatri Komprehensif. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.Mansjoer Arief, et al. (editor). 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 1. Jakarta: Media Aesculapis.Maramis WF. 2006. Catatan Kuliah Kedokteran Jiwa. Cetalan ketujuh. Surabaya: Penerbit Airlangga University Press.Maslim R. (editor). 2002. Diagnosis Gangguan Jiwa : Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika AtmajayaSadock BJ, Kaplan HI, Grebb JA. 2003. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Prilaku Psikiatri Klinis Jilid 1. Jakarta: Binarupa Aksara.Tandon et al. 2008. Psyconeuroendocrinology.; 28 (suppl 1): 9-26Wiraminaradja dan Sutardjo. 2005. Pengantar Psikologi Abnormal. Bandung: Refika Aditama

14