Skenario b Blok 19 Angk 2013

20
Bayu Ardianto 4011181320006 A. ANALISIS MASALAH 1. Tn Amran, 38 tahun, seorang pekerja di pabrik Batubar, berobat ke poliklinik THT dengan keluhan utama gangguan pendengaran pada telinga kiri yang makin lama bertambah berat sejak 4 bulan yang lalu. a. Mengapa keluhan bertambah berat sejak 4 bulan yang lalu? Pengaruh bising dari pekerjan Tn Amran menyebabkan adanya gangguan di dalam koklea berupa kerusakan sel-sel sensorik dan penunjang, juga dapat menimbulkan efek pada sel-sel ganglion, saraf, membran tektoria, pembuluh darah dan stria vaskularis. Karena bapak Amran tidak memeriksakan segera kondisi pendengarannya dan tidak rutin menggunakan alat pelindung telinga saat bekerja kerusakan yang terjadi mengalami progresifitas sehingga keluhannya semakin berat. 2. Riwayat keluar cairan dari telinga (-) Riwayat trauma kepala dan telinga (-) Riwayat menderita darah tinggi disangkal Riwayat menderita kencing manis disangkal Riwayat bekerja di pabrik Batubara bagian mekanik sudah 9 tahun, dan tidak rutin menggunakan alat pelindung telinga di tempat bekerja

description

skenario

Transcript of Skenario b Blok 19 Angk 2013

Bayu Ardianto4011181320006

A. ANALISIS MASALAH

1. Tn Amran, 38 tahun, seorang pekerja di pabrik Batubar, berobat ke poliklinik THT dengan

keluhan utama gangguan pendengaran pada telinga kiri yang makin lama bertambah berat

sejak 4 bulan yang lalu.

a. Mengapa keluhan bertambah berat sejak 4 bulan yang lalu?

Pengaruh bising dari pekerjan Tn Amran menyebabkan adanya gangguan di dalam

koklea berupa kerusakan sel-sel sensorik dan penunjang, juga dapat menimbulkan efek

pada sel-sel ganglion, saraf, membran tektoria, pembuluh darah dan stria vaskularis.

Karena bapak Amran tidak memeriksakan segera kondisi pendengarannya dan tidak

rutin menggunakan alat pelindung telinga saat bekerja kerusakan yang terjadi

mengalami progresifitas sehingga keluhannya semakin berat.

2. Riwayat keluar cairan dari telinga (-)

Riwayat trauma kepala dan telinga (-)

Riwayat menderita darah tinggi disangkal

Riwayat menderita kencing manis disangkal

Riwayat bekerja di pabrik Batubara bagian mekanik sudah 9 tahun, dan tidak rutin

menggunakan alat pelindung telinga di tempat bekerja

a. Apa makna dari riwayat Riwayat keluar cairan dari telinga (-) dan trauma kepala dan

telinga (-)?

Riwayat keluar cairan dari telinga (-), Menghilangkan diagnosis penyeakit yang diderita

terjadi akibat infeksi atau gangguan pada tuba estachius

trauma kepala dan telinga (-), Menghilangkan diagnosis keluhan yang terjadi bukan lah

dari trauma benda tumpul.

Bayu Ardianto4011181320006

3. PemeriksaanPenala

Telinga kanan Telinga kiri

Rinne (+) (+)

Weber Lateralisasi

Schwabach Sama dengan pemeriksa Memendek

a. Apa interpretasi dari hasil pemeriksaan penala?

Telinga

kanan

Telinga kiri Normal Interpretasi

Rinne (+) (+) (+) Normal

Weber Lateralisasi ke telinga kanan Tidak ada

Lateralisasi

Penjalaran lebih ke telinga

kanan

Schwabach Sama dengan

pemeriksa

Memendek Sama dengan

pemeriksa

Telinga kiri mengalami

penurunan fungsi

pendengaran

b. Bagaimana cara pemeriksaan Rinne?

Merupakan tes kualitatif

Tujuan: membandingkan hantaran udara (AC) dan hantaran tulang (BC) penderita.

Cara pemeriksaan:

a. Penala digetarkan

b. Dasar penala diletakan pada prosesus mastoideus telinga yang akan diperiksa

c. Jika pasien tidak mendengar bunyi lagi, penala di pindahkan ke depan liang

telinga, ± 2,5 cm dari liang telinga.

Bayu Ardianto4011181320006

Bayu Ardianto4011181320006

4. Analisis masalah aspek klinis

a. Bagaimana tatalaksana untuk kasus ini?

Sesuai dengan penyebab ketulian, penderita sebaiknya dipindahkan kerjanya dari

lingkungan bising. Bila tidak mungkin dipindahkan dapat dipergunakan alat pelindung

telinga yaitu berupa sumbat telinga ( ear plugs ), tutup telinga ( ear muffs dan pelindung

kepala ( helmet ). Oleh karena tuli akibat bising adalah tuli saraf koklea yang bersifat

menetap ( irreversible ), bila gangguan pendengaran sudah mengakibatkan kesulitan

berkomunikasi dengan volume percakapan biasa, dapat dicoba pemasangan alat bantu

dengar ( ABD ). Apabila pendengarannya telah sedemikian buruk, sehingga dengan

memakai ABD pun tidak dapat berkomunikasi dengan adekuat, perlu dilakukan

psikoterapi supaya pasien dapat menerima keadaannya. Latihan pendengaran ( auditory

training ) juga dapat dilakukan agar pasien dapat menggunakan sisa pendengaran

dengan ABD secara efisien dibantu dengan membaca ucapan bibir ( lip reading ), mimik

dan gerakan anggota badan serta bahasa isyarat untuk dapat berkomunikasi.

Tutup telinga memberi proteksi lebih baik drpd sumbat telinga

Kombinasi sumbat dan tutup telinga à terbaik

Bayu Ardianto4011181320006

1. Anatomi dan Fisiologi THT

1. Anatomi dan Fisiologi Telinga

1.1. Anatomi telinga dibagi atas telinga luar, telinga tengah, telinga dalam :

Bayu Ardianto4011181320006

Gambar : Telinga luar, telinga tengah, telinga dalam. Potongan Frontal Telinga

1.1.a. Telinga Luar

Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran tympani. Telinga

luar atau pinna merupakan gabungan dari tulang rawan yang diliputi kulit. Daun telinga

terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga (meatus akustikus eksternus)

berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, di sepertiga

bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen (modifikasikelenjar

keringat = Kelenjar serumen) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit

liang telinga. Pada dua pertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen, dua

pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2,5 - 3 cm.

Meatus dibatasi oleh kulit dengan sejumlah rambut, kelenjar sebasea, dan sejenis kelenjar

keringat yang telah mengalami modifikasi menjadi kelenjar seruminosa, yaitu kelenjar

apokrin tubuler yang berkelok-kelok yang menghasilkan zat lemak setengah padat

berwarna kecoklat-coklatan yang dinamakan serumen (minyak telinga). Serumen

berfungsi menangkap debu dan mencegah infeksi.

1.1.b. Telinga Tengah

Telinga tengah berbentuk kubus dengan :

Batas luar : Membran timpani

Bayu Ardianto4011181320006

Batas depan : Tuba eustachius

Batas Bawah : Vena jugularis (bulbus jugularis)

Batas belakang : Aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis.

Batas atas : Tegmen timpani (meningen / otak )

Batas dalam : Berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis

horizontal, kanalis fasialis,tingkap lonjong (oval window), tingkap

bundar (round window) dan promontorium.

Didalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun dari luar

kedalam, yaitu maleus, inkus, dan stapes. Tulang pendengaran didalam telinga tengah

saling berhubungan. Prosesus longus maleus melekat pada membrane timpani, maleus

melekat pada inkus dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong

yang berhubungan dengan koklea. Hubungan antar tulang-tulang pendengaran merupakan

persendian.

Telinga tengah berhubungan dengan rongga faring melalui saluran eustachius (tuba

auditiva), yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan tekanan antara kedua sisi

membrane tympani. Tuba auditiva akan membuka ketika mulut menganga atau ketika

menelan makanan, ketika terjadi suara yang sangat keras, membuka mulut merupakan

usaha yang baik untuk mencegah pecahnya membran tympani, karena ketika mulut

terbuka, tuba auditiva membuka dan udara akan masuk melalui tuba auditiva ke telinga

tengah, sehingga menghasilkan tekanan yang sama antara permukaan dalam dan

permukaan luar membran tympani.

Bayu Ardianto4011181320006

1.1.c. Telinga Dalam

Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran dan

vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea

disebut holikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli.

Kanalis semi sirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk

lingkaran yang tidak lengkap.

Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala timpani sebelah

bawah dan skala media (duktus koklearis) diantaranya. Skala vestibuli dan skala timpani

berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Dasar skala vestibuli disebut

sebagai membrane vestibuli (Reissner’s membrane) sedangkan dasar skala media adalah

membrane basalis. Pada membran ini terletak organ corti.

Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran tektoria,

dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel

rambut luar dan kanalis corti, yang membentuk organ corti.

1.2. Fisiologi pendengaran

Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energy bunyi oleh daun telinga dalam

bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang kekoklea. Getaran tersebut

menggetarkan membran timpani diteruskan ketelinga tengah melalui rangkaian tulang

pendengaran yang akan mengimplikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran

dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang

telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong

sehingga perilimfa pada skala vestibule bergerak. Getaran diteruskan melalui membrane

Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relative antara

membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang

menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka

dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan

proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis

yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus

auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.

Bayu Ardianto4011181320006

Gambar : Fisiologi Pendengaran

2. Anatomi dan Fisiologi Hidung

2.1 Anatomi hidung

Gambar : Anatomi hidung

Bayu Ardianto4011181320006

Hidung merupakan organ penting yang seharusnya mendapat perhatian lebih dari

biasanya dan hidung merupakan salah satu organ pelindung tubuh terhadap lingkungan

yang tidak menguntungkan. Hidung terdiri atas hidung luar dan hidung dalam. Hidung

luar menonjol pada garis tengah diantara pipi dengan bibir atas, struktur hidung luar dapat

dibedakan atas tiga bagian yaitu: paling atas kubah tulang yang tak dapat digerakkan,

dibawahnya terdapat kubah kartilago yang sedikit dapat digerakkan dan yang paling

bawah adalah lobolus hidung yang mudah digerakkan.

Bagian puncak hidung biasanya disebut apeks. Agak keatas dan belakang dari apeks

disebut batang hidung (dorsum nasi), yang berlanjut sampai kepangkal hidung dan

menyatu dengan dahi. Yang disebut kolumela membranosa mulai dari apeks, yaitu

diposterior bagian tengah pinggir dan terletak sebelah distal dari kartilago septum. Titik

pertemuan kolumela dengan bibir atas dikenal sebagai dasar hidung. Disini bagian bibir

atas membentuk cekungan dangkal memanjang dari atas kebawah yang disebut filtrum.

Sebelah menyebelah kolumela adalah nares anterior atau nostril (Lubang hidung) kanan

dan kiri, sebelah latero-superior dibatasi oleh ala nasi dan sebelah inferior oleh dasar

hidung.

Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit,

jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau

menyempitkan lubang hidung. Bahagian hidung dalam terdiri atas struktur yang

membentang dari os internum disebelah anterior hingga koana di posterior, yang

memisahkan rongga hidung dari nasofaring. Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk

terowongan dari depan kebelakang, dipisahkan oleh septum nasi dibagian tengahnya

menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Pintu atau lubang masuk kavum nasi bagian depan

disebut nares anterior dan lubang belakang disebut nares posterior (koana)yang

menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring.

Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding yaitu dinding medial, lateral, inferior dan

superior. Dinding medial hidung ialah septum nasi. Septum nasi ini dibentuk oleh tulang

dan tulang rawan, dinding lateral terdapat konkha superior, konkha media dan konkha

inferior. Yang terbesar dan letaknya paling bawah ialah konkha inferior, kemudian yang

lebih kecil adalah konka media, yang lebih kecil lagi konka superior, sedangkan yang

terkecil ialah konka suprema dan konka suprema biasanya rudimenter. Konka inferior

merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maksila dan labirin etmoid, sedangkan

Bayu Ardianto4011181320006

konka media, superior dan suprema merupakan bagian dari labirin etmoid. Celah antara

konka inferior dengan dasar hidung dinamakan meatus inferior, berikutnya celah antara

konkha media dan inferior disebut meatus media dan sebelah atas konkha media disebut

meatus superior.

Meatus medius merupakan salah satu celah yang penting dan merupakan celah yang lebih

luas dibandingkan dengan meatus superior. Disini terdapat muara dari sinus maksilla,

sinus frontal dan bahagian anterior sinus etmoid. Dibalik bagian anterior konka media

yang letaknya menggantung, pada dinding lateral terdapat celah yang berbentuk bulat

sabit yang dikenal sebagai infundibulum. Ada suatu muara atau fisura yang berbentuk

bulan sabit menghubungkan meatus medius dengan infundibulum yang dinamakan hiatus

semilunaris. Dinding inferior dan medial infundibulum membentuk tonjolan yang

berbentuk seperti laci dan dikenal sebagai prosesus unsinatus.

Di bagian atap dan lateral dari rongga hidung terdapat sinus yang terdiri atas sinus

maksilla, etmoid, frontalis dan sphenoid. Dan sinus maksilla merupakan sinus paranasal

terbesar diantara lainnya, yang berbentuk pyramid iregular dengan dasarnya menghadap

ke fossa nasalis dan puncaknya kearah apek prosesus zigomatikus os maksilla.

Dasar cavum nasi dibentuk oleh os frontale da os palatinus sedangkan atap cavum nasi

adalah celah sempit yang dibentuk oleh os frontale dan os sphenoidale. Membrana

mukosa olfaktorius, pada bagian atap dan bagian cavum nasi yang berdekatan,

mengandung sel saraf khusus yang mendeteksi bau. Dari sel-sel ini serat saraf melewati

lamina cribriformis os frontale dan kedalam bulbus olfaktorius nervus cranialis I

olfaktorius.

2.2. Fisiologi hidung

Hidung berfungsi sebagai indra penghidu , menyiapkan udara inhalasi agar dapat

digunakan paru serta fungsi filtrasi. Sebagai fungsi penghidu, hidung memiliki epitel

olfaktorius berlapis semu yang berwarna kecoklatan yang mempunyai tiga macam sel-sel

syaraf yaitu sel penunjang, sel basal dan sel olfaktorius. Fungsi filtrasi, memanaskan dan

melembabkan udara inspirasi akan melindungi saluran napas dibawahnya dari kerusakan.

Partikel yang besarnya 5-6 mikrometer atau lebih, 85 % -90% disaring didalam hidung

dengan bantuan TMS. Fungsi hidung terbagi atas beberapa fungsi utama yaitu (1)Sebagai

Bayu Ardianto4011181320006

jalan nafas, (2) Alat pengatur kondisi udara, (3) Penyaring udara, (4) Sebagai indra

penghidu, (5) Untuk resonansi suara, (6) Turut membantuproses bicara, (7) Reflek nasal.

3. Anatomi dan Fisiologi Tenggorokan

3.1. Anatomi Tenggorokan

Tenggorokan merupakan bagian dari leher depan dan kolumna vertebra, terdiri dari faring

dan laring. Bagian terpenting dari tenggorokan adalah epiglottis, ini menutup jika ada

makanan dan minuman yang lewat dan menuju esophagus.

Rongga mulut dan faring dibagi menjadi beberapa bagian. Rongga mulut terletak di depan

batas bebas palatum mole, arkus faringeus anterior dan dasar lidah. Bibir dan pipi

terutama disusun oleh sebagian besar otot orbikularis oris yang dipersarafi oleh nervus

fasialis. Vermilion berwarna merah karena ditutupi lapisan sel skuamosa. Ruangan

diantara mukosa pipi bagian dalam dan gigi adalah vestibulum oris.

Palatum dibentuk oleh dua bagian: premaksila yang berisi gigi seri dan berasal

prosesusnasalis media, dan palatum posterior baik palatum durum dan palatum mole,

dibentuk olehgabungan dari prosesus palatum, oleh karena itu, celah palatum terdapat

garis tengah belakang tetapi dapat terjadi kearah maksila depan.

Lidah dibentuk dari beberapa tonjolan epitel didasar mulut. Lidah bagian depan

terutamaberasal dari daerah brankial pertama dan dipersarafi oleh nervus lingualis dengan

Bayu Ardianto4011181320006

cabang kordatimpani dari saraf fasialis yang mempersarafi cita rasa dan sekresi kelenjar

submandibula. Saraf glosofaringeus mempersarafi rasa dari sepertiga lidah bagian

belakang. Otot lidah berasal dari miotom posbrankial yang bermigrasi sepanjang duktus

tiroglosus ke leher. Kelenjar liur tumbuh sebagai kantong dari epitel mulut yang terletak

dekat sebelah depan saraf-saraf penting. Duktus sub mandibularis dilalui oleh saraf

lingualis. Saraf fasialis melekat pada kelenjar parotis.

Faring bagian dari leher dan tenggorokan bagian belakang mulut. Faring adalah suatu

kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti corong, yang besar di bagian atas dan

sempit dibagian bawah. Kantong ini mulai dari dasar tengkorak terus menyambung ke

esophagus setinggivertebra servikalis ke enam. Ke atas, faring berhubungan dengan

rongga hidung melalui koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut melalui

isthmus orofaring, sedangkan dengan laring dibawah berhubungan melalui aditus laring

dan kebawah berhubungan dengan esophagus. Panjang dinding posterior faring pada

orang dewasa kurang lebih empat belas centimeter; bagian ini merupakan bagian dinding

faring yang terpanjang. Dinding faring dibentuk oleh selaput lender, fasia faringobasiler,

pembungkus otot dan sebagian fasia bukofaringeal. Faring terbagi atas nasofaring,

orofaring, dan laringofaring (hipofaring).

Secara anatomi faring terdiri dari 3 bagian, yaitu :

1. Nasofaring

2. Orofaring

3. Laringofaring

3.1.a. Nasofaring

Disebut juga dengan epifaring, terletak antara basis sphenoid sebagai batas atas pinggir

bawah pallatum molle sebagai batas bawah, koana dan pallatum molle sebagai batas

depan dan vetebre cervical 1-2 serta basis sphenoid sebagai batas belakang.

Pada daerah dinding batas belakang dan atap terletak jaringan limfoid yaitu disebut

dengan tonsil faring atau adenoid. Pada dinding anterior bagian atas terdapat 2 buah

lubang sebagai muara cavum nasi ke nasofaring, yang disebut koana atau nares posterior.

Dibawah koana terdapat pallatum molle.

Bayu Ardianto4011181320006

Pada dinding lateral kiri dan kanan ditentukan cekungan yaitu muara tuba eustachius ke

nasofaring dan di belakang, muara tuba tersebut ditemui tonjolan yaitu disebut torus

tobarius. Dibelakang torus tobarius ditemukan pada suatu lekukan atau celah yang disebut

fossa Rosenmuller.

3.1.b. Orofaring

Disebut juga nasofaring dengan batas atasnya adalah pallatum molle, batas bawah adalah

tepi atas epiglottis, ke depan adalah rongga mulut, sedangkan ke belakang adalah vetebre

cervical.

Struktur yang terdapat dirongga orofaring adalah dinding posterior faring, tonsil palatina,

fossa tonsil,serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil lingual dan foramen

sekum.

3.1.c. Laringofaring

Batas laringofaring sebelah superior adalah tepi atas epiglottis, batas anterior adalah

laring, batas inferior adalah oesofagus serta batas posterior vertebra cervical. Didepan

epiglottis ditemukan dua buah celah yang disebut valleculla. Batas kedua celah ini

merupakan suatu ligament yang disebut ligament faringo epiglottica. Dibelakang

ligament-ligament tersebut terletak suatu celah yang disebut sinus piriformis.

3.2. FISIOLOGI

Secara fisiologi faring berfungsi untuk respirasi, pada waktu menelan, resonansi suara dan

untuk artikulasi.

Pada fungsi menelan terdapat 3 fase :

1. Fase oral, yaitu bolus makanan dari mulut menuju ke faring. Gerakan disini disengaja

( voluntary ).

2. Fase faringeal, yaitu pada waktu transport bolus makanan melalui faring. Gerakan

disini tidak disengaja ( involuntary ).

3. Fase esofagal, gerakan ini tidak disengaja yaitu pada waktu bolus makanan bergerak

secara peristaltic dioesofagus menuju lambung.

Bayu Ardianto4011181320006

Daftar Pustaka

http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/197511182005012-

RIKSMA_NURAHMI_RINALTI_A/TES__PENGUKURAN_PENDENGARANm.pdf diakses

pada 31 agustus 2015

http://library.usu.ac.id/download/fk/tht-andrina1.pdf diakses pada 31 agustus 2015

Bailey J. Byron, Coffey Amy, R. 1996. Atlas of Head & Neck Surgery-Otolaryngology.