Skenario 1 Blok 30

27
Kekerasan Benda Tajam Verawaty 102010051 Mahasiswi Fakultas Kedokteran Kristen Krida Wacana, Jalan Arjuna Utara 6 Jakarta Barat, E-mail: [email protected] Pendahuluan Ilmu Kedokteran Forensik, juga dikenal dengan nama Legal Medicine, adalah salah satu cabang spesialistik dari ilmu kedokteran yang mempelajari pemanfaatan ilmu kedokteran untuk kepentingan penegakan hukum serta keadilan. Forensik biasanya selalu dikaitkan dengan tindak pidana. Dalam penyidikan suatu kasus kejahatan, observasi terhadap bukti fisik dan interpretasi dari hasil analisis (pengujian) barang bukti merupakan alat utama dalam penyidikan tersebut. Dalam perkembangannya bidang kedokteran forensik tidak hanya berhadapan dengan mayat (atau bedah mayat), tetapi juga berhubungan dengan orang hidup. Dalam hal ini peran kedokteran forensik meliputi: a) melakukan otopsi medikolegal dalam pemeriksaan mengenai sebab-sebab kematian, apakah mati wajar atau tidak wajar, penyidikan ini juga bertujuan untuk mencari peristiwa apa sebenarnya yang telah terjadi b) identifikasi mayat 1

Transcript of Skenario 1 Blok 30

Page 1: Skenario 1 Blok 30

Kekerasan Benda Tajam Verawaty

102010051

Mahasiswi Fakultas Kedokteran Kristen Krida Wacana,

Jalan Arjuna Utara 6 Jakarta Barat,

E-mail: [email protected]

Pendahuluan

Ilmu Kedokteran Forensik, juga dikenal dengan nama Legal Medicine, adalah salah satu

cabang spesialistik dari ilmu kedokteran yang mempelajari pemanfaatan ilmu kedokteran

untuk kepentingan penegakan hukum serta keadilan. Forensik biasanya selalu dikaitkan

dengan tindak pidana. Dalam penyidikan suatu kasus kejahatan, observasi terhadap bukti

fisik dan interpretasi dari hasil analisis (pengujian) barang bukti merupakan alat utama dalam

penyidikan tersebut. Dalam perkembangannya bidang kedokteran forensik tidak hanya

berhadapan dengan mayat (atau bedah mayat), tetapi juga berhubungan dengan orang hidup.

Dalam hal ini peran kedokteran forensik meliputi:

a) melakukan otopsi medikolegal dalam pemeriksaan mengenai sebab-sebab kematian,

apakah mati wajar atau tidak wajar, penyidikan ini juga bertujuan untuk mencari peri-

stiwa apa sebenarnya yang telah terjadi

b) identifikasi mayat

c) meneliti waktu kapan kematian itu berlangsung ”time of death”

d) penyidikan pada tidak kekerasan seperti kekerasan seksual, kekerasan terhadap anak

dibawah umur, kekerasan dalam rumah tangga

e) pelayanan penelusuran keturunan

f) di negara maju kedokteran forensik juga menspesialisasikan dirinya pada bidang ke-

celakaan lalu lintas akibat pengaruh obat-obatan ”driving under drugs influence”.

Bidang ini di Jerman dikenal dengan ”Verkehrsmedizin”

1

Page 2: Skenario 1 Blok 30

Skenario 1

Seorang laki laki ditemukan disebuah sungai kering yang penuh batu- batuan dalam keadaan

mati tertelungkup. Ia mengenakan kaos dalam (oblong )dan celana panjang yang di bagian

bawahnya digulung hingga setengah tungkai bawahnya. Lehernya terikat lengan baju ( yang

kemudian diketahui sebagai baju milik nya sendiri ) dan ujung lengan baju lainnya terikat ke

sebuah dahan pohon perdu setinggi 60 cm. Posisi tubuh relatif mendatar, namun leher

memang terjerat oleh baju tersebut. Tubuh mayat tersebut telah membusuk, namun masih

dijumpai adanya satu luka terbuka didaerah ketiak kiri yang memperlihatkan pembuluh darah

ketiak yang putus, dan beberapa luka terbuka di daerah tungkai bawah kanan dan kiri yang

memiliki ciri-ciri yang sesuai dengan akibat kekerasan tajam.

Perlu diketahui bahwa rumah terdekat dari TKP adalah sekitar 2 km. TKP adalah suatu

daerah perbukitan yang berhutan cukup berat.

I. Identifikasi istilah

pohon perdu adalah suatu kategori tumbuhan berkayu yang dibedakan dengan pohon

karena cabangnya yang banyak dan tingginya yang lebih rendah, biasanya kurang dari 5-6

meter. Banyak tumbuhan dapat berupa pohon atau perdu tergantung kondisi

pertumbuhannya.

II. Rumusan masalah

Seorang laki laki ditemukan mati tertelungkup di sungai kering, penuh batu dan telah

membusuk

Lehernya terikat lengan baju miliknya dan ujung lengan baju lainya terikat ke dahan

pohon perdu setinggi 60 cm

Luka terbuka di ketiak kiri dan tungkai bawah kanan dan kiri yang sesuai dengan

akibat kekerasan benda tajam

2

Page 3: Skenario 1 Blok 30

III. Hipotesis

Seorang laki-laki ditemukan ditepi sungai mati terlungkup diduga mati akibat luka tusuk

lalu dijerat

PEMBAHASAN

Aspek hukum prosedur medikolegal

Prosedur medikolegal adalah tata cara atau prosedur penatalaksanaan dan berbagai aspek

yang berkaitan pelayanan kedokteran untuk kepentingan hukum. Secara garis besar prosedur

medikolegal mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, dan

pada beberapa bidang juga mengacu kepada sumpah dokter dan etika kedokteran.1

Ruang lingkup prosedur medikolegal adalah pengadaan visum et repertum, pemberian

keterangan ahli pada masa sebelum persidangan dan pemberian keterangan ahli di dalam

persidangan, kaitan visum et repertum dengan rahasia kedokteran, penerbitan surat kematian

dan surat keterangan medik, pemeriksaan kedokteran terhadap tersangka (psikiatri forensik),

dan kompetensi pasien untuk menghadapi pemeriksaan penyidik.1

Dasar Pengadaan Visum et Repertum

Pasal 133 KUHAP

1. Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka,

keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia

berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman

atau dokter dan atau ahli lainnya.

2. Permintaan keterangan ahli sebagai mana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara

tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau

pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.

3. Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit

harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan

3

Page 4: Skenario 1 Blok 30

diberi label yang memuat identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan yang

dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat. 2

Sanksi hukum bila menolak

Pasal 216 KUHP

Barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan

menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat

berdasarkan tugasnya, demikian pula yag diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak

pidana; demikian pula barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau

menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan, diancam dengan pidana penjara selama

empat bulan dua minggu atau denda paling banyak Sembilan Ribu Rupiah.2

Pemeriksaan mayat untuk peradilan

Pasal 222 KUHP

Barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan pemeriksaan

mayat untuk pengadilan, diancam dengan pidana penjara palling lama Sembilan bulan atau

pidana denda paling banyak Empat Ribu Lima Ratus Rupiah.2

Permintaan sebagai saksi ahli

Pasal 179 KUHAP

1. Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau

dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.

2. Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang mem-

berikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah atau

janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya menu-

rut pengetahuan dalam bidang keahliannya.

Pasal 224 KUHP

Barangsiapa dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru bahasa menurut undang-undang dengan

sengaja tidak memenuhi kewajiban berdasarkan undang-undang yang harus dipenuhinya,

diancam dalam perkara pidana dengan penjara paling lama Sembilan Bulan. 2

4

Page 5: Skenario 1 Blok 30

Keterangan ahli

Pasal 1 Butir 28 KUHAP

Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan seorang yang memiliki keahlian khusus

tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan

pemeriksaan. (pengertian keterangan ahli saecara umum) .2

Hak menolak menjadi saksi/ahli

Pasal 120 KUHAP

1. Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau orang

yang memiliki keahlian khusus.

2. Ahli tersebut mengangkat sumpah atau mengucapkan janji di muka penyidik bahwa ia

akan memberi keterangan menurut pengetahuannya yang sebaik-baiknya kecuali bila

disebabkan karena harkat serta martabat, pekerjaan atau jabatannya yang mewajibkan ia

menyimpan rahasia dapat menolak untuk memberikan keterangan yang diminta.2

Keterangan ahli diberikan secara lisan

Pasal  186: keterangan ahli adalah apa yang ahli nyatakan di sidang pengadilan.

Penjelasan Pasal 186

Keterangan ahli dapat juga sudah diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau

penuntut umum yang dituangkan dalam suatu bentuk laporan dan dibuat dengan mengingat

sumpah di waktu menerima jabatan atau pekerjaan (BAP saksi ahli).2

Keterangan ahli diberikan secara tertulis

Pasal 187 KUHAP

Surat sebagaimana tersebut pada pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau

dikuatkan dengan sumpah, adalah: (c) surat keterangan dari seorang ahli yang memuat

pendapat bedasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau suatu keadaan yang diminta

secara resmi daripadanya. 2

5

Page 6: Skenario 1 Blok 30

Alat bukti sah

Pasal 183 KUHAP

Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-

kurangnya dua alat bukti sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindakan pidana benar-

benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.

Pasal 184 KUHAP

Alat bukti yang sah adalah: (a) keterangan saksi, (b) keterangan ahli, (c) Surat, (d) petunjuk,

(e) keterangan terdakwa.2

Pembuatan Visum et Repertum bagi tersangka ( VeR Psikiatris)

Pasal 120 KUHAP

(1)   Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau orang

yang memiliki keahlian khusus.

Pasal 180 KUHAP

(1) Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang

pengadilan, hakim ketua sidang dapat minta keterangan saksi ahli dan dapat pula minta agar

diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.

Pasal 53 UU Kesehatan

(3) Tenaga kesehatan untuk kepentingan pembuktian dapat melakukan tindakan medis

terhadap seseorang dengan memperhatikan kesehatan dan keselamatan yang bersangkutan.2

Tanatologi

Dalam tanatologi dikenal beberapa istilah tentang mati, yaitu:

Mati somatis (mati klinis)

Terjadi akibat terhentinya fungsi ketiga sistem penunjang kehidupan, yaitu susunan

saraf pusat, sistem kardiovaskular, dan sistem pernapasan) yang menetap. Secara

klinis tidak ditemukan reflex-refleks, EEG mendatar, nadi tidak teraba, denyut

6

Page 7: Skenario 1 Blok 30

jantung tidak terdengar, tidak ada gerak pernapasan, dan suara napas tidak terdengar

pada auskultasi.

Mati suri (suspended animation / apparent death) adalah terhentinya ketiga sistem

kehidupan nila dideteksi dengan alat kedokteran sederhana. Namun bila dengan alat

kedokteran canggih, masih dapat dibuktikan bahwa ketiga sistem tersebut masih

berdungsi.

Mati seluler (mati molekuler)

Kematian organ atau jaringan yang timbul beberapa saat setelah kematian somatis.

Pengetahuan ini penting untuk transplantasi organ. Daya tahan setian jaringan dan

organ berbeda-beda.

Mati serebral

Kerusakan kedua hemisfer otak yang irreversible kecuali batang otak dan serebelum,

sedangkan kedua sistem lainnya yaitu sistem pernapasan dan kardiovaskular masih

berfungsi dengan bantuan alat.

Mati otak (mati batang otak)

Bila telah terjadi kerusakan seluruh isi neuronal intracranial yang irreversible, terma-

suk batang otak dan serebelum. Dengan diketahuinya mati otak, maka dapat

dikatakan seseorang secara keseluruhan tidak dapat dinyatakan hidup lagi, sehingga

alat bantu dapat dihentikan. 3

Tanda kematian:

1. Lebam mayat (Livor mortis)

Setelah kematian klinis, maka eritrosit akan menempati tempat terbawah akibat gaya

tarik bumi (gravitasi), mengisi vena dan venula, membentuk bercak warna merah

ungu (livide) pada bagian terbawah tubuh, kecuali pada bagian tubuh yang tertekan

alas keras. Biasanya mulai tampak 20-30 menit pasca mati, makin lama intensitasnya

bertambah dan menjadi lengkap dan menetap setelah 8-12 jam. Selain untuk tanda

pasti kematian, lebam mayat juga dapat digunakan untuk memperkirakan sebab

kematian, mengetahui perubahan posisi mayat yang dilakukan setelah terjadinya

lebam mayat yang menetap dan memperkirakan saat kematian. Lebam mayat yang

belum menetap atau masih hilang pada penekanan menunjukkan saat kematian kurang

dari 8-12 jam sebelum saat pemeriksaan.

7

Page 8: Skenario 1 Blok 30

2. Kaku mayat (Rigor Mortis)

Rigor mortis atau kaku jenazah terjadi akibat hilangnya ATP. ATP digunakan untuk

memisahkan ikatan aktin dan myosin sehingga terjadi relaksasi otot. Namun karena

pada saat kematian terjadi penurunan cadangan ATP maka ikatan antara aktin dan

myosin akan menetap (menggumpal) dan terjadilah kekakuan jenazah. Rigor mortis

akan mulai muncul 2 jam postmortem semakin bertambah hingga mencapai maksimal

pada 12 jam postmortem. Kemudian setelah itu akan berangsur-angsur menghilang

sesuai dengan kemunculannya. Pada 12 jam setelah kekakuan maksimal (24 jam

postmortem) kaku jenazah sudah tidak ada lagi. Faktor-faktor yang mempengaruhi

terjadinya kaku jenazah adalah suhu tubuh, volume otot dan suhu lingkungan. Makin

tinggi suhu tubuh makin cepat terjadi kaku jenazah. Rigor mortis diperiksa dengan

cara menggerakkan sendi fleksi dan antefleksi pada seluruh persendian tubuh.3

Hal-hal yang perlu dibedakan dengan rigor mortis atau kaku jenazah adalah:

a. Cadaveric Spasmus, yaitu kekakuan otot yang terjadi pada saat kematian dan

menetap sesudah kematian akibat hilangnya ATP lokal saat mati karena kelelahan

atau emosi yang hebat sesaat sebelum mati.

b. Heat stiffening, yaitu kekakuan otot akibat koagulasi protein karena panas

sehingga serabut otot memendek dan terjadi flexi sendi. Misalnya pada mayat

yang tersimpan dalam ruangan dengan pemanas ruangan dalam waktu yang lama.

c. Cold stiffening, yaitu kekakuan tubuh akibat lingkungan yang dingin sehingga

terjadi pembekuan cairan tubuh dan pemadatan jaringan lemak subkutan sampai

otot.

3. Penurunan suhu tubuh (algor mortis)

Pada saat sesudah mati, terjadi karena adanya proses pemindahan panas dari badan ke

benda-benda di sekitar yang lebih dingin secara radiasi, konduksi, evaporasi dan

konveksi. Penurunan suhu badan dipengaruhi oleh suhu lingkungan, konstitusi tubuh

dan pakaian. Bila suhu lingkugan rendah, badannya kurus dan pakaiannya tipis maka

suhu badan akan menurun lebih cepat. Lama kelamaan suhu tubuh akan sama dengan

suhu lingkungan. Perkiraan saat kematian dapat dihitung dari pengukuran suhu

8

Page 9: Skenario 1 Blok 30

jenazah perrektal (Rectal Temperature/RT). Saat kematian (dalam jam) dapat dihitung

rumus PMI (Post Mortem Interval) berikut.

4. Pembusukan (Decomposition, putrefaction)

Pembusukan jenazah terjadi akibat proses degradasi jaringan karena autolisis dan

kerja bakteri. Mulai muncul 24 jam postmortem, berupa warna kehijauan dimulai dari

daerah sekum menyebar ke seluruh dinding perut dan berbau busuk karena terbentuk

gas seperti HCN, H2S dan lainlain. Gas yang terjadi menyebabkan pembengkakan.

Akibat proses pembusukan rambut mudah dicabut, wajah membengkak, bola mata

melotot, kelopak mata membengkak dan lidah terjulur. Pembusukan lebih mudah

terjadi pada udara terbuka suhu lingkungan yang hangat/panas dan kelembaban tinggi.

Bila penyebab kematiannya adalah penyakit infeksi maka pembusukan berlangsung

lebih cepat.3

Proses-proses spesifik pada jenazah karena kondisi khusus

1. Mummifikasi

Mummifikasi terjadi pada suhu panas dan kering sehingga tubuh akan terdehidrasi

dengan cepat. Mummifikasi terjadi pada 12-14 minggu. Jaringan akan berubah

menjadi keras, kering, warna coklat gelap, berkeriput dan tidak membusuk.

2. Adiposera

Adiposera adalah proses terbentuknya bahan yang berwarna keputihan, lunak dan

berminyak yang terjadi di dalam jaringan lunak tubuh postmortem. Lemak akan

terhidrolisis menjadi asam lemak bebas karena kerja lipase endogen dan enzim

bakteri. Faktor yang mempermudah terbentuknya adipocere adalah kelembaban dan

suhu panas. Pembentukan adipocere membutuhkan waktu beberapa minggu sampai

beberap bulan. Adipocere relatif resisten terhadap pembusukan.3

Perkiraan saat kematian

9

Page 10: Skenario 1 Blok 30

1. Perubahan pada mata. Kekeruhan kornea terjadi lapis demi lapis. Kekeruhan yang

terjadi pada lapis terluar dapat dihilangkan dengan meneteskan air, tetapi kekeruhan

yang telah mencapai lapisan lebih dalam tidak dapat dihilangkan dengan tetesan air.

Kekeruhan yang menetap ini terjadi kira-kira 6 jam pasca kematian.

baik dalam keadaan mata tertutup maupun terbuka, kornea menjadi keruh kira-kira

10-12 jam pasca mati dan beberapa jam saja fundus tidak tampak jelas. Perubahan

pada retina dapat menunjukkan saat kematian hingga 15 jam pasca mati. Hingga 30

menit pasca mati tampak kekeruhan makula dan mulai memucatnya diskus optikus.

Kemudian hingga 1 jam pasca mati, makula labih pucat dan tepinya tidak tajam lagi.

Selama 2 jam pasca mati, retina pucat dan daerah sekitar diskus menjadi kuning.

Warna kuning juga tampak disekitar makula ang menjadi lebih gelap. Pada saat itu

pola vaskular koroid yang tampak sebagai berak-bercak dengan latar belakang merah

dengan pola segmentasi yang jelas, tetapi pada kira-kira 3 jam pasca mati menjadi

kabur dan setelah 5 jam menjadi homogen dan lebih pucat. Pada kira-kira 6 jam pasca

mati, batas diskus kabur dan hanya pembuluh-pembuluh besar yang mengalami

segmentasi yang dapat dilihat dengan latar belakang kuning kelabu.

Dalam waktu 7-10 jam pasca mati akan mencapai tepi retina dan batas diskus akan

sangat kabur. pada 12 jam pasca mati diskus hanya dapat dikenali dengan aanya

konvergensi beberapa segmen pembuluh darah yang tersisa. Pada 15 jam pasca mati

tidak ditemukan lagi gambaran pembuluh darah retina dan diskus, hanya makula saja

yang tampak berwarna coklat gelap

2. Perubahan dalam lambung. Kecepatan pengosongan lambung sangat bervariasi.

Adanya makanan tertentu dapat menyimpulkan korban memakan makanan tersebut

beberapa jam sebelum mati.

3. Perubahan rambut. Kecepatan tumbuh rambut rata-rata 0,4mm/hari, panjang rambut

kumis dan jenggot dapat dipergunakan untuk memperkirakan saat kematian.

4. Pertumbuhan kuku. Pertumbuhan kuku sekitar 0,1mm per hari dapat digunakan untuk

memperkirakan saat kematian bila dapat diketahui saat terakhir yang bersangkutan

memotong kuku.

5. Perubahan dalam cairan serebrospinal. Kadar nitrogen asam amino kurang dari 14mg

% menunjukkan kematian belum lewat 10 jam, kadar nitrogen non-protein kurang

10

Page 11: Skenario 1 Blok 30

dari 80mg% menunjukkan kematian belum 24 jam, kadar kreatin kurang dari 5mg%

dan 10mg% masing-masing menunjukkan kematian belum mencapai 10 dan 30 jam.

6. Dalam cairan vitreus terjadi peningkatan kadar Kalium yang cukup akurat untuk

memperkirakan saat kematian antara 24 hingga 100 jam pascamati.

7. Perubahan semua kadar komponen darah setelah kematian.

8. Reaksi supravital yaitu reaksi jaringan tubuh sesaat pasca mati klinis yang masih sama

seperti reaksi jaringan tubuh pada seseorang yang hidup.

Beberapa uji dapat dilakukan terhadap mayat yang masih segar, misalnya rangsang listrik

masih dapat menimbulkan kontraksi otot mayat hingga 90-120 menit pasca mati dan

mengakibatkan sekresi kelenjar keringat sampai 60-90 menit pasca mati, sedangkan

trauma masih dapat menimbulkan perdarahan bawah kulit sampai 1 jam pasca mati.2

Contoh Pembuatan Visum Et Repertum 4

Bagian Ilmu Kedokteran Forensik

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta 11510Telephone : (021) 5694-2061 Ext. 2217,2204,2205  Fax: (021) 563-1731

Jakarta,4 Desember 2013

PROJUSTITIA

VISUM ET REPERTUM

Nomor:..165……./……

Yang bertanda tangan dibawah ini, Samuel, dokter umum bagian ilmu forensik falkutas

kedokteran ukrida, menerangkan bahwa atas perminbtaan tertulis oleh kepolisian resort

tertanggal empat desember tahun dua ribu tiga belas pukul delapan pagi waktu indonesia

bagian barat telah melakukan pemeriksaan atas jenasah menurut surat permintaan tersebut

adalah:--------------------------------------------------------------------------------------------------------

11

Page 12: Skenario 1 Blok 30

Nama : X-----------------------------------------------------------------------------------------------------

Jenis kelamin : Laki-Laki----------------------------------------------------------------------------------

Kebangsaan : Indonesia------------------------------------------------------------------------------------

Agama : (-)--------------------------------------------------------------------------------------------------

Perkerjaan : (-)---------------------------------------------------------------------------------------------

Alamat : (-)--------------------------------------------------------------------------------------------------

Mayat telah diidentifikasi dengan sehelai label berwarna merah muda, dengan materai lak

merah, terikat pada ibu jari kaki kanan.

Hasil Pemeriksaan

1. Pemeriksaan luar

2. Pemeriksaan dalam

Kesimpulan

Pada mayat laki-laki ini ditemukan memar pada leher akibat jeratan kain lengan tangan

panjang baju dan terdapat luka terbuka pada pembuluh darah lengan atas kiri dan terdapat

luka pada kedua tungkai bawah yang sesuai dengan gambaran akibat kekerasan tajam---------

Sebab mati orang ini adalah kekrassan tajam pada pembuluh darah lengan atas yang

menyebabkan terjadinya pendarahan. -------------------------------------------------------------------

Demikian saya uraikan dengan sebenar-benarmnya berdasarkan keilmuan saya yang sebaik-

baiknya mengingat sumpah sesuai dengan KUHAP--------------------------------------------------

Hasil pemeriksaan

I. Pemeriksaan luar

12

Page 13: Skenario 1 Blok 30

1. mayat tidak terbungkus

2. mayat berpakaian sebagai berikut:

a. kaos dalam (kaos oblong)

b. celana panjang yang dibagian bawahnya digulung hingga setengah tungkai bawah

c. leher terikat lengan baju dan ujung lengan bajulainnya terikat kesebuah dahan

pohon perdu setnggi 60cm. Posisi tubuh relatif mendatar

d. tubuh mayat telah membusuk

e. pada ketiak kiri dijumpai satu luka terbuka, serta pembuluh darah putus

f. pada tungkai kanan dan kiri ditemukan beberapa luka terbuka

II. Pemeriksaan dalam

pemeriksaan dalam tidak dapat diidentifikasi karena keterabatasan informasi dalam

skenario

Sebab kematian, cara kematian dan mekanisme kematian

Sebab mati adalah penyakit atau cedera/luka yang bertanggungjawab atas terjadinya

kematian. Cara kematian adalah macam kejadian yang menimbulkan penyebab kematian.

Bila kematian terjadi sebagai akibat suatu penyakit semata-mata maka cara kematian adalah

wajar (natural death). Kematian tidak wajar (unnatural death) dapat terjadi sebagai akibat

kecelakaan, bunuh diri atau pembunuhan. Kadangkala pada akhir suatu penyidikan, penyidik

masih belum dapat menentukan cara kematian dari yang bersangkutan, maka dalam hal ini

kematian dinyatakan sebagai kematian dengan cara yang tidak ditentukan. Mekanisme

kematian adalah gangguan fisiologik dan atau biokimiawi yang ditimbulkan oleh penyebab

kematian sedemikian rupa sehingga seseorang tidak dapat terus hidup.5

Berdasarkan skenario diatas sebab kematian adalah karena luka akibat kekerasan tajam,

mekanisme kematiannya adalah karena pendarahan yag terjadi didaerah axilla sedangkan cara

kematiannya adalah tidak wajar.5

1. Luka akibat kekerasan tajam

13

Page 14: Skenario 1 Blok 30

Benda-benda yang dapat mengakibatkan luka dengan sifat luka seperti ini adalah benda

yang memiliki sisi tajam, baik berupa garis maupun runcing, yang berariasi dari alat-

alat seperti pisau, golok dan sebagainya hingga keping kaca, gelas, logam, sembilu

bahkan tepi kertas atau rumput. Gambaran umum luka yang diakibatkannya adalah tepi

dan dinding luka yang rata, berbentuk garis, tidak terdapat jembatan jaringan dan dasar

luka berbentuk garis atau titik.

Luka akibat kekerasan benda tajam dapat berupa luka iris atau sayat, luka tusuk dan

luka bacok. Selain gambaran umum luka tersebut diatas, lura iris atau sayat dan luka

bacok mempunyai kedua sudut luka lancip dan dalam luka tidak melebihi panjang luka.

Sudut luka yang lancip dapat terjadi dua kali pada tempat yang berdekatan akibat

pergeseran senjata sewaktu ditarik atau akibat bergeraknya korban. Bila dibarengi gerak

memutar, maka dapat menghasilkan luka yang tidak selalu berupa garis.

Pada luka tusuk, sudut luka dapat menunjukan perkiraan benda penyebabnya, apakah

berupa pisau bermata satu atau bermata dua. Bila saalah satu sudut luka lancip dan yang

lain tumpul, berarti benda penyebabnya adalah benda tajam bermata satu. Bila kedua

sudut luka bermata lancip, luka tersebut dapat diakibatkan oleh benda tajam bermata

dua. Benda tajam bermata satu dapat menimbulkan luka tusuk dengan kedua sudut

lancip apabila hanya bagian ujung benda saja yang menyentuh kulit, sehingga sudut

luka dibentik oleh ujung dan sisi tajamnya. Kulit disekitar luka akibat kekerasan benda

tajam biasanya tidak menunjukkan adanya luka lecet atau luka memar, kecuali bila

bagian gagang turut membentur. Pada luka tusuk, panjang luka biasanya tidak

mencerminkan lebar benda tajam penyebabnya, demikian pula panjang saluran luka

biasanya tidak menunjukkan panjang benda tajam tersebut. Hal ini disebabkan oleh

faktor elastisitas jaringan dan gerakan korban.3

Umumya luka akobat kekerasan benda tajam pada kasus pembunuhan, bunuh diri atau

kecelakaan memiliki ciri-ciri berikut:

Pembunuhan Bunuh diri Kecelakaan

Lokasi luka Sembarangan Terpilih Terpapar

Jumlah luka Banyak Banyak Tunggal/banyak

Pakaian Terkena Tidak terkena Terkena

14

Page 15: Skenario 1 Blok 30

Luka tangkis Ada Tidak ada Tidak ada

Luka percobaan Tidak ada Ada Tidak ada

Cedera sekunder Mungkin ada Tidak ada Mungkin ada

Ciri-ciri pembunuhan diatas dapat dijumpai pada kasus pembunuhan yang disertai

perkelahian. Tetapi bila tanpa perkelahian maka lokasi luka biasanya pada daerah fatal

dan dapat tunggal. Yang dimaksud dengna kecelakaan pada tabel diatas adalah

kekerasan tajam yang terjadi tanpa unsur kesengajaan misalnya kecelakaan industri,

kecelakaan pada kegiatan sehari-hari; sedangkan cedera sekunder adalah cedera yang

terjadi bukan akibat benda tajamnya penyebab, misalnya luka yang terjadi akibat

terjatuh.

2. Mati gantung (hanging)

Mekanisme kematian pada kasusu gantung:

a. Kerusakan pada batang otak dan medulla spinalis

b. Asfiksia

c. Iskemik otak

d. Refleks vagal.

Posisi korban pada kasus gantung diri:

a. Kedua kaki tidak menyentuh lantai

b. Duduk berlutut

c. Berbaring

Diketahui terdapat beberapa jenis gantung diri:

a. Typical hangng, terjadi bila titik gantung terletak diatas daerah oksiput dan tekanan

pada arteri karotis paling besar.

15

Page 16: Skenario 1 Blok 30

b. Atypical hanging, bila titik penggantungan terdapat disamping sehingga leher

dalam posisi sangat miring (fleksi lateral) yang akan mengakibatkan hambatan pada

arteri karotis dan arteri vetebralis. Saat arteri terhamabt, korban segera tidak sadar

c. Kasus dengan letak titik gantung didepan atau dagu.

Pada pemeriksaan jenazah, kelainan pada autopsi tergantung pada apakah arteri padaleher

tertutup atau tidak. Bila jerat kecil dan keras maka terjadi hambatan total arteri sehingga

muka akan tampak pucat dan tidak terdapat petekie [ada kulit maupun konjungtiva. Bila

terjerat lebar dan lunak maka hambatan hanya terjadi pada saluran pernapasan dan pada

aliran vena dari kepala ke leher, sehingga akan tampak perbendungan pada daerah sebelah

atas ikatan. Kadang-kadang perbendungan akan dialirkan melalui pleksus vena vetebralis

yang tidak begitu mudah tertekan seperti sistem vena jugularis, meskipun pengikatan tetap

atau tidak berubah. 3

Jejas jerat relatif terletak lebih tinggi pada leher dan tidak mendatar, melainakan lebih

meninggi dibagian simpul. Kulit mencekung ke dalam sesuai dengan bahan penjeratnya,

berwarna coklat, perabaan kaku dan akibat gesekan dengan kulit leher, maka pada tepi jejas

dapat ditemukn luka lecet. Kadang-kadang pada tepi jejas jerat akan terdapat sedikit

perdarahan, sedangkan pada jaringan bawah kulit dan otot-otot sebelh dalam terdapat memar

jaringan. Namun ini tidak selalu terjadi, untuk itu perlu dilakukan pemeriksaan mikroskopik

untuk melihat reaksi vital pada jaringan di bawah jejas untuk menentukan apakah jejas terjadi

pada waktu orang masih hidup atau setelah meninggal.

Distribusi lebam mayat pada kasus gantung , mengarah kebawah yaitu pada kaki, tangn dan

genitalia eksterna, bila korban tergantung cukup lama. Pada korban wanita, labium mmebesar

dan terdapat lebam, sedangkan pada korban laki-laki hal ini terjadi pada skrotum. Penis

dapat tampak seolah mengalami ereksi akibat kumpulan darah, sendangkan semen keluar

karena relaksasi otot sfingter post mortal.

Pada orang yang mengalami asfiksia akan timbul gejala yang dapat dibedakan dalam 4 fase.

Fase dispnea, fase konvulsi, fase apnea dan fase akhir.

Kelainan yang umum ditemukan pada pmebedahan jenasah korban mati akibat asfiksia

adalah:

1. Darah berwarna lebih gelap dan lebih encer

16

Page 17: Skenario 1 Blok 30

2. Busa halus didalam saluran nafas

3. Perbendungan sirkulasi

4. Petekie dapat ditemukan pada mukosa usus halur, epikardium pada bagian belakang

jantung daerah aurikulo ventrikular, subpleura viseralis paru terutama dilobus bawa pars

diafragmatika dan fisura interlobaris, kulit kepala sebelah dalam terutama daerah otot

temporal, mukosa epiglotis dan daerah subglotis.

5. Edema paru.3

Intepretasi hasil temuan

Dari hasil temuan jenasah dapat disimpulkan sebab kematin disebabkan oleh putusnya

pembuluh darah besar pada lengan tangan kiri atas yang menyebabkan kehilangan 1/10

volume darah tidak menyebabkan gangguan yang bermakna. Kehilangan ¼ volume darah

dapat menyebabkan pingsan meskipun dalam kondisi berbaring. Kehilangan ½ volume darah

dan mendadak dapat menyebabkan syok yang berakhir pada kematian. Kecepatan perdarahan

yang terjadi tergantung pada ukuran dari pembuluh darah yang terpotong dan jenis perlukaan

yang mengakibatkan terjadinya perdarahan. Pada arteri besar yang terpotong, akan terjadi

perdarahan banyak yang sulit dikontrol oleh tubuh sendiri.Apabila luka pada arteri besar

berupa sayatan, seperti luka yang disebabkan oleh pisau, perdarahan akan berlangsung lambat

dan mungkin intermiten. Luka pada arteri besar yang disebabkan oleh tembakan akan

mengakibatkan luka yang sulit untuk dihentikan oleh mekanisme penghentian darah dari

dinding pembuluh darah sendiri. Hal ini sesuai dengan prinsip yang telah diketahui, yaitu

perdarahan yang berasal dari arteri lebih berisiko dibandingkan perdarahan yang berasal dari

vena. Hipertensi dapat menyebabkan perdarahan yang banyak dan cepat apabila terjadi

perlukaan pada arteri. Adanya gangguan pembekuan darah juga dapat menyebabkan

perdarahan yang lama. Kondisi ini terdapat pada orang-orang dengan penyakit hemofili dan

gangguan pembekuan darah, serta orang-orang yang mendapat terapi antikoagulan. Pecandu

alcohol biasanya tidak memiliki mekanisme pembekuan darah yang normal, sehingga

cenderung memiliki perdarahan yang berisiko. Investigasi terhadap kematian yang

diakibatkan oleh perdarahan memerlukan pemeriksaan lengkap seluruh tubuh untuk mencari

17

Page 18: Skenario 1 Blok 30

penyakit atau kondisi lain yang turut berperan dalam menciptakan atau memperberat situasi

perdarahan.

Kematian dengan perdarahan masif akibat luka kekerasan benda tajam adalah kematian yang

tidak wajar. Dalam kasus ini, korban meninggal akibat kekerasan benda tajam, sehingga

dalam proses penyidikan, penyidik dapat menggunakan hasil pemeriksaan medis untuk

menemukan identitas korban dan perlu mencari barang bukti senjata pembunuh. Pemeriksaan

luar, pemeriksaan dalam dan laboratorium yang teliti dapat memberikan kejelasan yang baik

mengenai sebab kematian.Proses penyidikan kasus ini dapat berjalan lancar apabila ada

kerjasama yang baik antara penyidik dan dokter yang dapat saling berbagai informasi yang

berkenaan dengan kondisi jenazah korban.

Daftar Pustaka

1. Suryadi,Taufik. Pengantar Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Buku Penuntun

Kepaniteraan Klinik Kedokteran Forensik dan Medikolegal. Banda Aceh: FK Unsyiah/

RSUDZA,2009

2. Tim Forensik FKUI. Peraturan perundang-undangan bidang kedokteran. Edisi ke-1.

Jakarta:Bagian Kedokteran Forensik FKUI, 1994. H.11-6

3. Tim Forensik FKUI. Ilmu kedokteran forensik. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik

FKUI,1997.h.25-36,61-2

4. Safitry O. Mudah membuat visum et repertum kasus luka. Jakarta: Bagian Kedokteran

Forensik FKUI, 2013.h.6-13

5. Tim Forensik FKUI. Teknik autopsi forensik. Cetakan ke-4. Jakarta: Bagian Kedokteran

Forensik FKUI, 2000.h.7

18