SKENARIO 5

download SKENARIO 5

of 72

Transcript of SKENARIO 5

LAPORAN TUTORIALSkenario 5TRAGIS

Kelompok 6Disusun oleh:

Adelina Vilia Muhammad Yahya Sobirin Resti Fratiwi Fitri Anita Nur Charisma Billy Aditya Pratama Elisabeth Dian Y. V. S. Merry Dame Christy P. Ramayang Nastiti Estowo Yudha Adi Putra Suharto Anindia Putri Phatrozy Silaen

1018011002 1018011018 1018011021 1018011040 1018011046 1018011056 1018011074 1018011090 1018011105 1018011111 1018011125

Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 2012

Kata PengantarAssalammualaikum wr. wb. Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan anugerah-Nya sehingga kami dapat menyusun Laporan diskusi toturial ini. Laporan ini disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Blok Reproduksi. Kepada para dosen yang terlibat dalam mata kuliah dalam blok ini, kami mengucapkan terima kasih atas segala pengarahan yang telah diberikan sehingga kami dapat menyusun laporan ini dengan baik. Tiada gading yang tak retak. Kami menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam penulisan laporan ini, baik dari segi isi, bahasa, analisis, dan sebagainya. Oleh karena itu, kami mohon maaf atas segala kekurangan tersebut. Hal ini disebabkan karena masih terbatasnya pengetahuan, wawasan, dan keterampilan kami. Selain itu, kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan, guna kesempurnaan laporan ini dan perbaikan bagi kita semua. Semoga laporan ini dapat bermanfaat dan dapat menambah wawasan untuk kita semua.

Wassalammualaikum wr. wb.

Bandar Lampung, 1 Mei 2012

Penyusun

SKENARIO 5 Tragis... Ny. Ani, 22 tahun, G1P0A0, umur kehamilan 32 minggu datang diantar bidan dan keluarganya ke UGD RS tempat saudara bekerja dengan In Partu Kala II fase aktif dan KPD 12 jam sebelum masuk RS. Dari pemeriksaan luar dan dalam, akhirnya dilakukan Persalinan per-vaginam pada pasien. Bayi lahir 2 jam setelahnya, laki-laki, BBL 1800 g, PB 39 cm, bayi tidak langsung menangis, asfiksia, hipotermia, dan berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium didapat hipoglikemia. Akhirnya setelah dilakukan resusitasi neonatus, bayi dipindahkan ke ruang NICU dan dirawat. Pada Ct scan ditemukan ceerebral haermorrage. Saat umur 5 hari, bayi terlihat kuning terutama daerah mata, wajah, dan dada. Keluhan ini muncul mulai hari ke 3 dan dirasakan makin bertambah. Selain itu terdapat pula infeksi pada tali pusat bayi dan bayi mengalami conjunctivitis. Ditemukan pula gejala bakterimia dan septikimia pada bayi. Akhirnya pada hari ke 8 bayi kejang dan mengalami apnea attack.

STEP 1 1. Ketuban Pecah dini : keadaan pecahnya ketuban sebelum terjadinya persalian. Dapat juga disebut ketuban pecah dini prematur, jika ketuban pecah sebelum usia kehamilan 37 minggu. 2. Asfiksia : keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas scr spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir. 3. Hipotermia : suatu keadaan dimana suhu tubuh berada di bawah 35 derajat celcius disebabkan oleh berbagai keadaan. 4. Hipoglikemia : Keadaaan hasil glukosa darah kurang dari 45 mg/dl 5. Apnea attack : suatu keadaan bayi berhenti bernafas selama 20 detik atau lebih. Henti nafas juga bisa kurang dari 20 detik tapi disertai sianosis dan bradikkardia STEP 2 1. Apakah definisi, tanda, gejala, komplikasi, penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini ? 2. Jelaskan tentang BBLR ! 3. Apakah tanda, gejala, penatalaksanaan dari hipotermia ? 4. Apakah tanda, gejala, penatalaksanaan dari hipoglikemia ? 5. Apakah tanda, gejala, penatalaksanaan dari asfiksia ? 6. Apa yang terjadi dengan bayi ini? Mengapa dia terlihat kuning pada bagian mata, wajah, dan dada? 7. Apa saja yang berkaitan dengan Infeksi Tali Pusat bayi ? 8. Apa yang dimaksud dengan Apnea Attack ? Bagaimana mengatasinya ? 9. Jelaskan tentang Cerebral Hemorrage dan bagaimana penatalaksanaannya ? 10. Apa saja gejala dari bakterimia dan septikemia pada bayi tersebut? Bagaimana pula penatalaksanaannya ? STEP 3 1. Selaput ketuban yang membatasi rongga amnion terdiri dari atas amnion dan korion yang sangat erat kaitannya. Lapisan ini terdiri atas beberapa sel seperti sel epitel, sel mesenkim, dan sel trofoblas yang terikat erat dalam matriks kolagen. Selaput ketuban berfungsi menghasilkan air ketuban dan melindungi janin teradap infeksi.

Dalam keadaan normal, selaput ketuban pecah dalam proses persalinan. Ketuban Pecah Dini adalah keadaan pecahnya ketuban sebelum masa persalinan. Bila ketuban tersebut pecah terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu disebut Ketuban Pecah Dini Prematur. Dalam keadaan normal 8-10% perempuan hamil aterm akan mengalami Ketuban Pecah Dini.

Ada beberapa faktor resiko untuk terjadinya Ketuban Pecah Dini : Berkurangnya asam askorbik sebagai komponen kolagen Kekurangan tembaga dan asam askorbik yang berakibat pertumbuhan struktur abnormal akibat merokok Komplikasi juga bisa timbul akibat Ketuban Pecah Dini bergantung dari usia kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal ataupun neonatal, persalinan prematur, hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas janin, meningkatnya insiden seksio sesarea, atau gagalnya persalinan normal. Penanganannya Konservatif ( Rawat dirumah sakit, pemberian antibiotik ) Aktif ( Induksi oksitosin, persalinan diakhiri, seksio sesarea) 2. Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir yang berat badannya saat lahir kurang dari 2500 gram (sampai dengan 2499 gram). Berkaitan dengan penanganan dan harapan hidupnya BBLR dibedakan dalam : Bayi berat lahir rendah (BBLR) berat lahir 1500gr- 2500gr Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) berat lahir 37 minggu. Menurut Saifuddin (2002), Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir yang berat badanya saat lahir kurang dari 2500 gram (sampai dengan 2499 gram). Berkaitan dengan penanganan dan harapan hidupnya, bayi berat lahir rendah dibedakan dalam : Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) yaitu berat lahir 1500-2500 gram Berat Badan Lahir Sangat Rendah (BBLSR) yaitu berat lahir kurang dari 1500 gram Berat Badan Lahir Ekstrim Rendah (BBLER) yaitu berat lahir kurang dari 1000 gram Bayi kurang bulan, kurang dari 37 minggu (259 hari) atau preterm Bayi cukup bulan 37-42 minggu (259-293 hari) atau aterm Bayi lebih bulan, lebih dari 42 minggu (294 hari) atau postterm

BBLR mungkin prematur (kurang bulan), mungkin juga cukup bulan (dismatur).

Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang pada waktu lahir berat badannya kurang dari 2500 gram, yang dibedakan menjadi 2 yaitu premature (masa gestasi kurang dari 37 minggu) dan dismature (masa gestasi lebih dari 37 minggu) KLASIFIKASI Terdapat dua bentuk penyebab kelahiran bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) yaitu: Prematur: Kelahiran bayi yang terjadi sebelum usia kehamilan mencapai 37 minggu dengan berat badan yang sesuai dengan umur kehamilan Dismatur: Kelahiran dismatur adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 10 presentil untuk berat sebenarnya dengan umur kehamilanya Bayi dengan berat badan lahir rendah yang dapat bertahan hidup sampai kanak-kanak pada umumnya mempunyai daya tahan tumbuh lebih rendah daripada bayi yang lahir dengan berat badan normal. Mereka akan mengalami hambatan pada pertumbuhan fisik organ-organ seperti otak, gangguan fungsi psikomotor, anak-anak terlambat (Niluh, 2006). ETIOLOGI a. Etiologi kelahiran premature Faktor Ibu: Kelahiran prematur yang disebabkan faktor ibu meliputi : - Toksemia gravidarum yaitu pre-ekalmsi dan eklamsi. - Ibu yang menderita penyakit menahun, antara lain: hipertensi, jantung, gangguan pembuluh darah. - Usia ibu pada waktu hamil kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun. - Jarak hamil dan berasalin terlalu dekat. - Faktor pekerja yang terlalu berat. Faktor Janin: Kelahiran prematur yang disebabkan faktor janin meliputi kehamilan ganda, hidramnion, ketuban pecah dini, cacat bawaan, infeksi (misal rubella, sifilis, toksoplasmosis), insufisiensi plasenta, inkomtabilitas darah ibu dan janin Faktor Plasenta: Kelahiran prematur yang disebabkan oleh faktor plasenta meliputi: plasenta previa, dan solutio plasenta (Surasmi dkk, 2003).

b. Etiologi kelahiran dismatur Faktor Ibu: Faktor ibu yang menyebabkan kelahiran dismatur meliputi : Malnutrisi Penyakit-penyakit ibu: hipertensi, penyakit paru-paru, penyakit gula. Komplikasi hamil pre ekalmsi, eklamsi, perdarahan antepartum. Kebiasaan ibu: perokok, peminum.

Faktor Uterus dan Plasenta: Kelahiran dismatur yang disebabkan oleh faktor uterus dan plasenta meliputi gangguan pembuluh darah, gangguan insersi tali pusat, kelainan bentuk plasenta, perkapuran plasenta Faktor Janin: Kelahiran dismatur yang disebabkan oleh faktor janin meliputi: kelainan kromosom, hamil ganda, infeksi dalam, rahim, cacat bawaa. Sering penyebab tidak diketahui ataupun kalau diketahui faktor penyebabnya tidaklah berdiri sendiri, antara lain : Faktor genetik Infeksi Bahan toksik Insufisiensi atau disfungsi plasenta Faktor nutrisi FAKTOR RESIKO Menurut Berhman cit Anna Wijayanti (2000), berbagai factor resiko pada ibu hamil yang berhubungan dengan kejadian BBLR antara lain: Resiko demografi. Usia ibu hamil < 17 tahun atau > 35 tahun, ras, status sosial ekonomi rendah Resiko medis sebelum hamil, paritas >4, berat badan dan tinggi badan iu yang rendah, cacat bawaan, infeksi saluran kencing, DM, Hipertensi kronis, rubella, riwayat obstetric jelek (BBLR, abortus spontan, kelainan genetik) Resiko medis saat hamil, penambahan berat badan selama hamil, interval ehamilan yang pendek, hipotensi, hipertensi, preeklamsia, eklamsia, bakteriurea, infeksi TORCH, perdarahan trimester I, kelainan plasenta, hiperemesisi gravidarum, oligo hidramnion, anemia abnormal, ketuban pecah dini

Resiko perilaku lingkungan: Merokok, gizi kurang, alkohol, obat-obatan keras, terpapar bahan kimia toksik dan tempat tinggal di ketinggian. Faktor resiko lainnya. Pemeriksaan kehamilan in adekuat stress atau gangguan psikososial, uterus mudah berubah bentuk, kontraksi uterus tiba-tiba, defisiensi hormone progesterone MASALAH-MASALAH BBLR Asfiksia Gangguan nafas Hipotermi Hipoglikemi Masalah pemberian ASI Infeksi Ikterus Masalah perdarahan PENCEGAHAN Meningkatkan pemeriksaan kehamilan secara berkala minimal 4 kali selama kurun kehamilan dan dimulai sejak umur kehamilan muda. Ibu hamil yang diduga berisiko, terutama faktor risiko yang mengarah melahirkan bayi BBLR harus cepat dilaporkan, dipantau dan dirujuk pada institusi pelayanan kesehatan yang lebih mampu Meningkatkan gizi masyarakat sehingga dapat mencegah terjadinya persalinan dengan BBLR Tingkatkan penerimaan gerakan keluarga berencana Anjurkan lebih banyak istirahat bila kehamilan mendekati aterm atau istirahat baring jika terjadi keadaan yang menyimpang dari normal Tingkatkan kerjasama dengan dukun bayi yang masih mendapat kepercayaan masyarakat Penyuluhan kesehatan tentang pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim, tanda tanda bahaya selama kehamilan dan perawatan diri selama kehamilan agar mereka dapat menjaga kesehatannya dan janin yang dikandung dengan baik

Hendaknya ibu dapat merencanakan persalinannya pada kurun umur reproduksi sehat (20-34 tahun) Perlu dukungan sektor lain yang terkait untuk turut berperan dalam meningkatkan pendidikan ibu dan status ekonomi keluarga agar mereka dapat meningkatkan akses terhadap pemanfaatan pelayanan antenatal dan status gizi ibu selama hamil PENATALAKSANAAN Perawatan bayi dengan BBLR di rumah: Jaga agar tubuh bayi tetap hangat. BBLR mudah dan cepat mengalami hipotermi, oleh sebab itu suhu tubuhnya harus dipertahankan dengan ketat. Kehilangan panas disebabkan oleh permukaan tubuh bayi yang relative lebih luas dibandingkan dengan berat badan, kurangnya jaringan lemak di bawah kulit dan kekurangan lemak coklat (brown fat). Dengan demikian diharapkan beratnya segera normal, dan lebih kuat menghadapi kondisi di luar rahim. Caranya: Letakkan botol berisi air hangat di dekat bayi, sementara bayi dibungkus dengan kain bersih yang lembut dan kepalanya ditutup topi agar tetap hangat. Periksa popoknya secara rutin, dan segera ganti jika basah, agar tidak kedinginan. Pemeriksaan popok harus sering dilakukan, karena bayi dengan berat lahir rendah jarang menangis sekalipun popoknya basah, sementara pakaian luarnya mungkin masih tampak kering. Perawatan dengan metode kanguru (PMK)/ kangaroo care/ perawatan bayi lekat (ibu memeluk bayi setiap saat dengan kulit bayi terkena kulit ibu, lalu tubuh keduanya diselimuti dengan pakaian tebal dan lembut), merupakan salah satu cara yang sederhana dan terbukti efektif untuk memenuhi sebagian besar kebutuhan dasar bayi, antara lain kehangatan, ASI, perlindungan infeksi, dan stimulasi. Cara ini dilakukan agar panas tubuh ibu mengalir ke tubuh bayi. Penelitian membuktikan, cara ini efektif bukan saja untuk meningkatkan berat badan bayi, tetapi juga membantu tumbuh kembang bayi. Mengapa? Selain menghangatkan tubuh bayi, kegiatan ini memberikan sentuhan kasih sayang yang sangat membantu memulihkan kondisi bayi. Berikan ASI segera setelah bayi lahir: Umumnya BBLR refleks menghisap, menelan dan batuk belum sempurna, sehingga pemberian nutrisi harus dilakukan dengan cermat, kapasitas lambung masih kecil, daya enzim

pencernaan terutama lipase masih kurang, disamping itu kebutuhan protein 3-5 gram/hari dan tinggi kalori (110 kal/hari), agar berat badan bertambah sebaikbaiknya. Jumlah ini lebih tinggi dari yang diperlukan bayi cukup bulan. Pemberian minum 3 jam agar bayi tidak menderita hipoglikemi dan hiperbilirubinemia. Maka ASI diberikan sedikit-sedikit, tapi sesering mungkin, sesuai dengan kemampuan bayi. Jika bayi belum bisa mengisap, ASI dapat diperah dan diberikan sedikit sedikit dengan pipet atau sendok kecil. Sedangkan pada bayi small for date sebaliknya, kelihatan seperti orang kelaparan, rakus minum dan makan. Yang harus diperhatikan adalah terhadap kemungkinan terjadinya pneumonia aspirasi. Mencegah infeksi dengan ketat: BBLR sangat rentan akan infeksi, ini disebabkan oleh karena daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang, relative belum sanggup membenuk antibody dan daya fagositosis serta reaksi terhadap peradangan belum baik. Oleh karena itu, perhatikan prinsip-prinsip pencegahan infeksi termasuk mencuci tangan sebelum memegang bayi, membersihkan bekas luka tali pusat bayi dengan teliti dan teratur, agar tetap steril, menjauhkan bayi dari orang sakit, karena bayi mudah tertular penyakit. Kalaupun bundanya pilek, pakailah kain penutup hidung ketika menyusui, agar kesehatan bayi tetap terjaga. 3. Hipotermia adalah suatu keadaan dimana suhu tubuh berada di bawah 35 derajat celcius. Sedangkan Hipotermi menurut Rutter tahun 1999 adalah suhu inti tubuh dibawah 36 derajat celcius.

Penyebab Luas permukaan tubuh pada bayi baru lahir(terutama jika berat badannya rendah),relatif lebih besar dibandingkan dengan berat badannya sehingga panas tubuhnya cepat hilang. Pada cuaca dingin,suhu tubuhnys cenderung menurun.Panas tubuh juga bisa hilang melalui penguapan , yang bisa terjadi jika seorang bayi baru lahir dibanjiri oleh cairan ketuban. Faktor penyebab utama adalah Kurang pengetahuan akan pentingnya mengeringkan bayi. Resiko terjadinya hipotermia dapat terjadi bila : Perawatan yang kurang tepat setelah bayi lahir Bayi dipisahkan dari ibunya segera setelah lahir

Berat lahir bayi yang kurang dan kehamilan prematur Tempat melahirkan yang dingin Umur bayi belum cukup saat dipindahkan / dikirim untuk rujukan Suhu badan tidak terjaga selama perjalanan Rujukan Asfiksia,hipoksia atau penyakit-penyakit pada bayi

Tanda dan Gejala Tanda-tanda hipotermia sedang ( stress dingin) adalah : Gejala Gejala hipotermia bayi baru lahir : Bayi tidak mau minum atau menetek Bayi tampak lesu dan lemah atau mengantuk saja Kulitnya pucat dan tubuh bayi teraba dingin Bayi menggigil Dalam keadaan berat , denyut jantung bayi menurun dan kulit tubuh baayi yang mengeras ( sklerema) Kaki teraba dingin Kemampuan menghisap lemah Aktifitas berkurang (letargi) Tangisan lemah Kulit berwarna tidak rata ( cutis marmorata ) Jika hipotermia berlanjut akan timbul cedera dingin cold injury Suhu aksila 32 36 derajat celcius Tanda tanda hipotermia berat ( cedera dingin ) adalah Sama dengan hipotermia sedang Bibir dan kuku kebiruan Pernafasan lambat Pernaafasan tidak teratur Bunyi jantung lambat Suhu aksila < 32 derajat celcius Selanjutnya mungkin timbul hipoglikemia dan asidosis metaabolik

Penanganan hipotermi bayu baru lahir Bayi yang mengalami hipotermi biasanya mudah sekali meninggal.Tindakan yang harus dilakukan adalah segera menghangatkan bayi di dalam inkubator atau melalui penyinaran lampu. Cara lain yang sangat sederhana dan mudah dikerjakan oleh setiap orang adalah menghangatkan bayi melalu panas tubuh bayi. Bila tubuh bayi masih dingin masih dingin , gunakan selimut atau kain hangat yang disetrika terlebih dahulu yang digunakan untuk menutupi tubuh bayi dan ibu. Lakukanlah berulang kali sampai tubuh bayi hangat. Biasanya bayi hipotermi menderita hipoglikemia , sehingga bayi harus diberi ASI sedikit sedikit sesering mungkin . Bila bayi tidak menghisap , beri infuse glukosa / dektrose 10% sebanyak 60 80 ml /kg per hari. Komplikasi Hipoglikemia Asidosis metabolic Kematian

4. Hipoglikemi adalah keadaan hasil pengukuran kadar glukose darah kurang dari 45 mg/dL (2.6 mmol/L).

PATOFISIOLOGI Hipoglikemi sering terjadi pada BBLR, karena cadangan glukosa rendah Pada ibu DM terjadi transfer glukosa yang berlebihan pada janin sehingga respon insulin juga meningkat pada janin. Saat lahir di mana jalur plasenta terputus maka transfer glukosa berhenti sedangkan respon insulin masih tinggi (transient hiperinsulinism) sehingga terjadi hipoglikemi. Hipoglikemi adalah masalah serius pada bayi baru lahir, karena dapat menimbulkan kejang yang berakibat terjadinya hipoksi otak. Bila tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan kerusakan pada susunan saraf pusat bahkan sampai kematian.

Kejadian hipoglikemi lebih sering didapat pada bayi dari ibu dengan diabetes melitus. Glukosa merupakan sumber kalori yang penting untuk ketahanan hidup selama proses persalinan dan hari-hari pertama pasca lahir Setiap stress yang terjadi mengurangi cadangan glukosa yang ada karena meningkatkan penggunaan cadangan glukosa, misalnya pada asfiksia, hipotermi, hipertermi, gangguan pernapasan.

DIAGNOSIS Anamnesis Riwayat bayi menderita asfiksia, hipotermi, hipertermi, gangguan pernapasan Riwayat bayi prematur Riwayat bayi Besar untuk Masa Kehamilan (BMK) Riwayat bayi Kecil untuk Masa Kehamilan (KMK) Riwayat bayi dengan ibu Diabetes Mellitus Riwayat bayi dengan Penyakit Jantung Bawaan Bayi yang beresiko terkena hipoglikemia Bayi dari ibu diabetes (IDM) Bayi yang besar untuk masa kehamilan (LGA) Bayi yang kecil untuk masa kehamilan (SGA) Bayi prematur dan lewat bulan Bayi sakit atau stress (RDS, hipotermia) Bayi puasa Bayi dengan polisitemia Bayi dengan eritroblastosis Obat-obat yang dikonsumsi ibu, misalnya sterorid, beta-simpatomimetik dan beta blocker GEJALA KLINIS/Pemeriksaan fisik Gejala Hipoglikemi : tremor, jittery, keringat dingin, letargi, kejang, distress nafas Jitteriness Sianosis

Kejang atau tremor Letargi dan menyusui yang buruk Apnea Tangisan yang lemah atau bernada tinggi Hipotermia RDS DIAGNOSIS BANDING insufisiensi adrenal, kelainan jantung, gagal ginjal, penyakit SSP, sepsis, asfiksia, abnormalitas metabolik (hipokalsemia, hiponatremia, hipernatremia, hipomagnesemia, defisiensi piridoksin). Penyulit Hipoksia otak Kerusakan sistem saraf pusat TATALAKSANA a. Monitor Pada bayi yang beresiko (BBLR, BMK, bayi dengan ibu DM) perlu dimonitor dalam 3 hari pertama : Periksa kadar glukosa saat bayi datang/umur 3 jam Ulangi tiap 6 jam selama 24 jam atau sampai pemeriksaan glukosa normal dalam 2 kali pemeriksaan Kadar glukosa 45 mg/dl atau gejala positif tangani hipoglikemia Pemeriksaan kadar glukosa baik, pulangkan setelah 3 hari penanganan hipoglikemia selesai b. Penanganan hipoglikemia dengan gejala : Bolus glukosa 10% 2 ml/kg pelan-pelan dengan kecepatan 1 ml/menit Pasang jalur iv D10 sesuai kebutuhan (kebutuhan infus glukosa 6-8 mg/kg/menit). Contoh : BB 3 kg, kebutuhan glukosa 3 kg x 6 mg/kg/mnt = 18 mg/mnt = 25920 mg/hari. Bila dipakai D 10% artinya 10 g/100cc, bila perlu 25920

mg/hari atau 25,9 g/hari berarti perlu 25,9 g/ 10 g x 100 cc= 259 cc D 10% /hari.

Atau cara lain dengan GIR Konsentrasi glukosa tertinggi untuk infus perifer adalah 12,5%, bila lebih dari 12,5% digunakan vena sentral. Untuk mencari kecepatan Infus glukosa pada neonatus dinyatakan dengan GIR. Kecepatan Infus (GIR) = glucosa Infusion Rate GIR (mg/kg/min) = Kecepatan cairan (cc/jam) x konsentrasi Dextrose (%) 6 x berat (Kg) Contoh : Berat bayi 3 kg umur 1 hari Kebutuhan 80 cc/jam/hari = 80 x 3 = 240 cc/hari = 10 cc/jam GIR = 10 x 10 (Dextrose 10%) = 100 = 6 mg/kg/min 6x3 18

Periksa glukosa darah pada : 1 jam setelah bolus dan tiap 3 jam Bila kadar glukosa masih < 25 mg/dl, dengan atau tanpa gejala, ulangi seperti diatas Bila kadar 25-45 mg/dl, tanpa gejala klinis : Infus D10 diteruskan Periksa kadar glukosa tiap 3 jam ASI diberikan bila bayi dapat minum

Bila kadar glukosa 45 mg/dl dalam 2 kali pemeriksaan Ikuti petunjuk bila kadar glukosa sudah normal (lihat ad d) ASI diberikan bila bayi dapat minum dan jumlah infus diturunkan pelan pelan

-

Jangan menghentikan infus secara tiba-tiba

c. Kadar glukosa darah < 45 mg/dl tanpa GEJALA : ASI teruskan Pantau, bila ada gejala manajemen seperti diatas Periksa kadar glukosa tiap 3 jam atau sebelum minum, bila : Kadar < 25 mg/dl, dengan atau tanpa gejala tangani hipoglikemi (lihat ad b) Kadar 25-45 mg/dl naikkan frekwensi minum Kadar 45 mg/dl manajemen sebagai kadar glukosa normal

d. Kadar glukosa normal IV teruskan IV teruskan Periksa kadar glukosa tiap 12 jam Bila kadar glukosa turun, atasi seperti diatas Bila bayi sudah tidak mendapat IV, periksa kadar glukosa tiap 12 jam, bila 2 kali pemeriksaan dalam batas normal, pengukuran dihentikan.

e. Persisten hipoglikemia (hipoglikemia lebih dari 7 hari) konsultasi endokrin terapi : kortikosteroid hidrokortison 5 mg/kg/hari 2 x/hari iv atau prednison 2 mg/kg/hari per oral, mencari kausa hipoglikemia lebih dalam. bila masih hipoglikemia dapat ditambahkan obat lain : somatostatin, glukagon, diazoxide, human growth hormon, pembedahan. (jarang dilakukan)

5. Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan. Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas scr spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk

apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul.

Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang. Hipoksia bayi di dalam rahim ditunjukkan dengan gawat janin yang dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir.

Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir, diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat clan bayi berikut ini: Faktor ibu - Preeklampsia dan eklampsia - Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta) - Partus lama atau partus macet - Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV) - Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan) Faktor Tali Pusat - Lilitan tali pusat - Tali pusat pendek - Simpul tali pusat - Prolapsus tali pusat Faktor Bayi - Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan) - Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep) - Kelainan bawaan (kongenital) - Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan) - Penolong persalinan harus mengetahui faktor-faktor resiko yang berpotensi untuk menimbulkan asfiksia. Apabila ditemukan adanya faktor risiko tersebut maka hal itu harus dibicarakan dengan ibu dan keluarganya tentang kemungkinan perlunya tindakan resusitasi. Akan tetapi, adakalanya faktor risiko menjadi sulit dikenali atau (sepengetahuan penolong)

tidak dijumpai tetapi asfiksia tetap terjadi. Oleh karena itu, penolong harus selalu siap melakukan resusitasi bayi pada setiap pertolongan persalinan. Pernafasan spontan BBL tergantung pada kondisi janin pada masa kehamilan dan persalinan. Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan atau persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian asfiksia yang terjadi dimulai suatu periode apnu disertai dengan penurunan frekuensi. Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas tidak tampak dan bayi selanjutnya berada dalam periode apnue kedua. Pada tingkat ini terjadi bradikardi dan penurunan TD. Pada asfiksia terjadi pula gangguan metabolisme dan perubahan keseimbangan asambasa pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama hanya terjadi asidosis respioratorik. Bila berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi proses metabolisme an aerobic yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati akan berkurang. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskular yang disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya : Hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung. Terjadinya asidosis metabolik yang akan menimbulkan kelemahan otot jantung.

Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan mengakibatkan tetap tingginya resistensi pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan ke sistem sirkulasi tubuh lain akan mengalami gangguan. Gejala dan Tanda-tanda Asfiksia Tidak bernafas atau bernafas megap-megap Warna kulit kebiruan Kejang Penurunan kesadaran

Diagnosis Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia / hipoksia janin. Diagnosis anoksia / hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu mendapat perhatian yaitu : Denyut jantung janin Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi apabila frekuensi turun sampai ke bawah 100 kali per menit di luar his, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya Mekonium dalam air ketuban Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenisasi dan harus diwaspadai. Adanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah. Pemeriksaan pH darah janin Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai di bawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya gawat janin mungkin disertai asfiksia. Penilaian Asfiksia pada Bayi Baru Lahir Aspek yang sangat penting dari resusitasi bayi baru lahir adalah menilai bayi, menentukan tindakan yang akan dilakukan dan akhirnya melaksanakan tindakan resusitasi. Upaya resusitasi yang efesien clan efektif berlangsung melalui rangkaian tindakan yaitu menilai pengambilan keputusan dan tindakan lanjutan. Penilaian untuk melakukan resusitasi semata-mata ditentukan oleh tiga tanda penting, yaitu: Pernafasan Denyut jantung Warna kulit

Nilai apgar tidak dipakai untuk menentukan kapan memulai resusitasi atau membuat keputusan mengenai jalannya resusitasi. Apabila penilaian pernafasan menunjukkan bahwa bayi tidak bernafas atau pernafasan tidak kuat, harus segera ditentukan dasar pengambilan kesimpulan untuk tindakan vertilasi dengan tekanan positif (VTP). Persiapan Alat Resusitasi Sebelum menolong persalinan, selain persalinan, siapkan juga alat-alat resusitasi dalam keadaan siap pakai, yaitu : 2 helai kain / handuk. Bahan ganjal bahu bayi. Bahan ganjal dapat berupa kain, kaos, selendang, handuk kecil, digulung setinggi 5 cm dan mudah disesuaikan untuk mengatur posisi kepala bayi. Alat penghisap lendir de lee atau bola karet. Tabung dan sungkup atau balon dan sungkup neonatal Kotak alat resusitasi. Jam atau pencatat waktu.

Penanganan Asfiksia pada Bayi Baru Lahir Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal sebagai ABC resusitasi, yaitu : Memastikan saluran terbuka Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi bahu diganjal 2-3 cm. Menghisap mulut, hidung dan kadang trachea. Bila perlu masukkan pipa endo trachel (pipa ET) untuk memastikan saluran pernafasan terbuka. Memulai pernafasan Memakai rangsangan taksil untuk memulai pernafasan Memakai VTP bila perlu seperti : sungkup dan balon pipa ETdan balon atau mulut ke mulut (hindari paparan infeksi). Mempertahankan sirkulasi Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara Kompresi dada.

-

Pengobatan

Langkah-Langkah Resusitasi Letakkan bayi di lingkungan yang hangat kemudian keringkan tubuh bayi dan selimuti tubuh bayi untuk mengurangi evaporasi. Sisihkan kain yang basah kemudian tidurkan bayi terlentang pada alas yang datar. Ganjal bahu dengan kain setinggi 1 cm (snifing positor). Hisap lendir dengan penghisap lendir de lee dari mulut, apabila mulut sudah bersih kemudian lanjutkan ke hidung. Lakukan rangsangan taktil dengan cara menyentil telapak kaki bayi dan mengusap-usap punggung bayi. Nilai pernafasanJika nafas spontan lakukan penilaian denyut jantung selama 6 detik, hasil kalikan 10. Denyut jantung > 100 x / menit, nilai warna kulit jika merah / sinosis penfer lakukan observasi, apabila biru beri oksigen. Denyut jantung < 100 x / menit, lakukan ventilasi tekanan positif. Jika pernapasan sulit (megap-megap) lakukan ventilasi tekanan positif. Ventilasi tekanan positif / PPV dengan memberikan O2 100 % melalui ambubag atau masker, masker harus menutupi hidung dan mulut tetapi tidak menutupi mata, jika tidak ada ambubag beri bantuan dari mulur ke mulut, kecepatan PPV 40 60 x / menit. Setelah 30 detik lakukan penilaian denyut jantung selama 6 detik, hasil kalikan 10. 100 hentikan bantuan nafas, observasi nafas spontan. 60 100 ada peningkatan denyut jantung teruskan pemberian PPV. 60 100 dan tidak ada peningkatan denyut jantung, lakukan PPV, disertai kompresi jantung. < 10 x / menit, lakukan PPV disertai kompresi jantung. Kompresi jantung Perbandingan kompresi jantung dengan ventilasi adalah 3 : 1, ada 2 cara kompresi jantung :

-

Kedua ibu jari menekan stemun sedalam 1 cm dan tangan lain

mengelilingi tubuh bayi. Jari tengah dan telunjuk menekan sternum dan tangan lain menahan

belakang tubuh bayi. Lakukan penilaian denyut jantung setiap 30 detik setelah kompresi dada. Denyut jantung 80x./menit kompresi jantung dihentikan, lakukan PPV sampai denyut jantung > 100 x / menit dan bayi dapat nafas spontan. Jika denyut jantung 0 atau < 10 x / menit, lakukan pemberian obat epineprin 1 : 10.000 dosis 0,2 0,3 mL / kg BB secara IV. Lakukan penilaian denyut jantung janin, jika > 100 x / menit hentikan obat. Jika denyut jantung < 80 x / menit ulangi pemberian epineprin sesuai dosis diatas tiap 3 5 menit. Lakukan penilaian denyut jantung, jika denyut jantung tetap / tidak rewspon terhadap di atas dan tanpa ada hiporolemi beri bikarbonat dengan dosis 2 MEQ/kg BB secara IV selama 2 menit. Persiapan resusitasi Agar tindakan untuk resusitasi dapat dilaksanakan dengan cepat dan efektif, kedua faktor utama yang perlu dilakukan adalah : Mengantisipasi kebutuhan akan resusitasi lahirannya bayi dengan depresi dapat terjadi tanpa diduga, tetapi tidak jarang kelahiran bayi dengan depresi atau asfiksia dapat diantisipasi dengan meninjau riwayat antepartum dan intrapartum. Mempersiapkan alat dan tenaga kesehatan yang siap dan terampil. Persiapan minumum antara lain : Alat pemanas siap pakai Oksigen Alat pengisap Alat sungkup dan balon resusitasi Alat intubasi Obat-obatan

Prinsip-prinsip resusitasi yang efektif : Tenaga kesehatan yang slap pakai dan terlatih dalam resusitasi neonatal harus rnerupakan tim yang hadir pada setiap persalinan.

Tenaga kesehatan di kamar bersalin tidak hanya harus mengetahui apa yang harus dilakukan, tetapi juga harus melakukannya dengan efektif dan efesien Tenaga kesehatan yang terlibat dalam resusitasi bayi harus bekerjasama sebagai suatu tim yang terkoordinasi. Prosedur resusitasi harus dilaksanakan dengan segera dan tiap tahapan berikutnya ditentukan khusus atas dasar kebutuhan dan reaksi dari pasien. Segera seorang bayi memerlukan alat-alat dan resusitasi harus tersedia clan siap pakai.

6. Ikterus adalah perubahan warna kulit / sclera mata (normal beerwarna putih) menjadi kuning karena peningkatan kadar bilirubin dalam darah. Ikterus pada bayi yang baru lahir dapat merupakan suatu hal yang fisiologis (normal), terdapat pada 25% 50% pada bayi yang lahir cukup bulan. Tapi juga bisa merupakan hal yang patologis (tidak normal) misalnya akibat berlawanannya Rhesus darah bayi dan ibunya, sepsis (infeksi berat), penyumbatan saluran empedu, dan lain-lain. Bilirubin adalah zat yang terbentuk sebagai akibat dari proses pemecahan Hemoglobin (zat merah darah) pada system RES dalam tubuh. Selanjutnya mengalami proses konjugasi di liver, dan akhirnya diekskresi (dikeluarkan) oleh liver ke empedu, kemudian ke usus.

Ikterus fisiologis timbul pada hari ke-2 dan ke-3, dan tidak disebabkan oleh kelainan apapun, kadar bilirubin darah tidak lebih dari kadar yang membahayakan, dan tidak mempunyai potensi menimbulkan kecacatan pada bayi. Sedangkan pada ikterus yang patologis, kadar bilirubin darahnya melebihi batas, dan disebut sebagai hiperbilirubinemia.

Penelitian

di

RSCM

Jakarta

menunjukkan

bahwa

dianggap

hiperbilirubinemia bila: Ikterus terjadi pada 24 jam pertama Peningkatan konsentrasi bilirubin darah lebih dari 5 mg% atau lebih setiap 24 jam Konsentrasi bilirubin darah 10 mg% pada neonatus (bayi baru lahir) kurang bulan, dan 12,5 mg% pada neonatus cukup bulan

Ikterus yang disertai proses hemolisis (pemecahan darah yang berlebihan) pada inkompatibilitas darah (darah ibu berlawanan rhesus dengan bayinya), kekurangan enzim G-6-PD, dan sepsis)

Ikterus yang disertai dengan keadaan-keadaan sebagai berikut: Berat lahir kurang dari 2 kg Masa kehamilan kurang dari 36 minggu Asfiksia, hipoksia (kekurangan oksigen), sindrom gangguan pernafasan Infeksi Trauma lahir pada kepala Hipoglikemi (kadar gula terlalu rendah), hipercarbia (kelebihan carbondioksida)

Yang sangat berbahaya pada ikterus ini adalah keadaan yang disebut Kernikterus. Kernikterus adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak. Gejalanya antara lain: mata yang berputar, kesadaran menurun, tak mau minum atau menghisap, ketegangan otot, leher kaku, dan akhirnya kejang, Pada umur yang lebih lanjut, bila bayi ini bertahan hidup dapat terjadi spasme (kekakuan) otot, kejang, tuli, gangguan bicara dan keterbelakangan mental. Pengamatan ikterus kadang-kadang agak sulit apalagi dengan cahaya buatan. Paling baik pengamatan dilakukan dengan cahaya matahari dengan cara menekan sedikit kulit yang akan diamati untuk menghilangkan warna karena pengaruh sirkulasi. Jika warna kulit tetap kuning, berarti kemungkinan bayi kita telah mengalami ikterus, dan kadar bilirubinnya tinggi. Ikterus pada bayi baru lahir baru terlihat kalau kadar bilirubin mencapai 5 mg%. Pengamatan di RSCM menunjukkan ikterus baru terlihat jelas saat kadar bilirubin mencapai 6 %. Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: Produksi yang berlebihan, misalnya pada pemecahan darah (hemolisis) yang berlebihan pada incompatibilitas (ketidaksesuaian) darah bayi dengan ibunya. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi akibat dari gangguan fungsi liver.

Gangguan transportasi karena kurangnya albumin yang mengikat bilirubin. Gangguan ekskresi yang terjadi akibat sumbatan dalam liver (karena infeksi atau kerusakan sel liver).

Bawa segera ke tenaga kesehatan untuk memastikan kondisi ikterus pada bayi kita masih dalam batas normal (fisiologis) ataukah sudah patologis. Dokter akan memberikan pengobatan sesuai dengan analisa penyebab yang mungkin. Bila diduga kadar bilirubin bayi sangat tinggi atau tampak tanda-tanda bahaya, dokter akan merujuk ke RS agar bayi mendapatkan pemeriksaan dan perawatan yang memadai. Di rumah sakit, bila diperlukan akan dilakukan pengobatan dengan pemberian albumin, fototerapi (terapi sinar), atau tranfusi tukar pada kasus yang lebih berat. Terapi sinar pada ikterus bayi baru lahir: Pengaruh sinar terhadap ikterus pertama-tama diperhatikan oleh salah seorang perawat di salah satu rumah sakit di Inggris. Perawat tersebut melihat bahwa bayi yang mendapatkan sinar matahari di bangsalnya ternyata ikterusnya lebih cepat menghilang dibandingkan dengan bayi lainnya. Cremer (1958) yang mendapatkan laporan tersebut mulai melakukan penelitian mengenai pengaruh sinar terhadap hiperbilirubinemia ini. Dari penelitiannya terbukti bahwa disamping sinar matahari, sinar lampui tertentu juga mempunyai pengaruh dalam menurunkan kadar bilirubin pada bayi prematur yang diselidikinya. Terapi sinar tidak hanya bermanfaat untuk bayi kurang bulan tetapi juga efektif terhadap hiperbilirubinemia oleh sebab lain. Pengobatan cara ini menunjukkan efek samping yang minimal, dan belum pernah dilaporkan efek jangka panjang yang berbahaya. TATA CARA/PERAWATAN BAYI DENGAN TERAPI SINAR Bila bayi kita terpaksa dirawat di RS untuk mendapatkan terapi sinar, sebagai ibu kita perlu benar-benar memahami dan mengerti tata cara terapi sinar ini agar hasilnya bisa optimal, dan yang lebih penting lagi mengantisipasi semua efek samping yang mungkin muncul.

Dalam perawatan bayi dengan terapi sinar, yang perlu diperhatikan: Diusahakan bagian tubuh bayi yang terkena sinar dapat seluas mungkin dengan membuka pakaian bayi. Kedua mata dan kemaluan harus ditutup dengan penutup yang dapat memantulkan cahaya agar tidak membahayakan retina mata dan sel reproduksi bayi. Bayi diletakkan 8 inci di bawah sinar lampu. Jarak ini dianggap jarak yang terbaik untuk mendapatkan energi yang optimal. Posisi bayi sebaiknya diubah-ubah setiap 18 jam agar bagian tubuh bayi yang terkena cahaya dapat menyeluruh. Suhu bayi diukur secara berkala setiap 4-6 jam. Kadar bilirubin bayi diukur sekurang-kurangnya tiap 24 jam. Hemoglobin harus diperiksa secara berkala terutama pada bayi dengan hemolisis. Perhatikan kecukupan cairan tubuh bayi. Bila perlu konsumsi cairan bayi dinaikkan. Bila dievaluasi ternyata tidak banyak perubahan pada kadar bilirubin, perlu diperhatikan kemungkinan lampu yang kkurang efektif, atau ada komplikasi pada bayi seperti dehidrasi, hipoksia (kekurangan oksigen), infeksi, gangguan metabolisme, dan lain-lain. KOMPLIKASI APA SAJA YANG DITIMBULKAN OLEH TERAPI SINAR? Setiap pengobatan selalu akan menimbulkan efek samping. Dlam penelitian yang dilakukan selama ini, tidak ditemukan pengaruh negatif terapi sinar terhadap tumbuh kembang bayi. Efek samping hanya bersifat sementara, dan dapat dicegah/diperbaiki dengan memperhatikan tata cara penggunaan terapi sinar. Kelainan yang mungkin timbul karena terapi sinar antara lain: Peningkatan kehilangan cairan tubuh bayi. Karena itu pemberian cairan harus diperhatikan dengan sebaik-baiknya. Bila bayi bisa minum ASI, sesering mungkin berikan ASI. Frekwensi buang air besar meningkat karena hiperperistaltik (gerakan usus yang meningkat).

Timbul kelainan kulit yang bersifat sementara pada muka, badan, dan alat gerak. Kenaikan suhu tubuh. Kadang pada beberapa bayi ditemukan gangguan minum, rewel, yang hanya bersifat sementara. Komplikasi biasanya bersifat ringan dan tidak sebanding dengan manfaat penggunaannya. Karena itu terapi sinar masih merupaka pilihan dalam mengatasi hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir.

Ikterus dapat dicegah sejak masa kehamilan, dengan cara pengawasan kehamilan dengan baik dan teratur, untuk mencegah sedini mungkin infeksi pada janin, dan hipoksia(kekurangan oksigen) pada janin di dalam rahim. Pada masa persalinan, jika terjadi hipoksia, misalnya karena kesulitan lahir, lilitan tali pusat, dan lain-lain, segera diatasi dengan cepat dan tepat. Sebaiknya, sejak lahir, biasakan anak dijemur dibawah sinar matahari pagi sekitar jam 7 jam 8 pagi setiap hari selama 15 menit dengan membuka pakaiannya. 7. Tali pusat merupakan bagian yang penting untuk diperhatikan pada bayi yang baru lahir. Bayi yang baru lahir kurang lebih dua menit akan segera di potong tali pusatnya kira-kira dua sampai tiga sentimeter yang hanya tinggal pada pangkal pusat (umbilicus), dan sisa potongan inilah yang sering terinfeksi Staphylococcus aereus pada ujung tali pusat akan mengeluarkan nanah dan pada sekitar

pangkal tali pusat akan memerah dan disertai edema. Pada keadaan infeksi berat, infeksi dapat menjalar hingga ke hati (hepar) melalui ligamentum (falsiforme) dan menyebabkan abses yang berlipat ganda. Pada keadaan

menahun dapat terjadi granuloma pada umbilikus.

Infeksi tali pusat adalah suatu penyakit toksemik akut yang disebabkan oleh clostridium tetani dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa disertai gangguan kesadaran. Faktor-faktor Penyebab Infeksi Tali Pusat Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya infeksi tali pusat pada bayi baru lahir adalah sebagai berikut : Faktor kuman

Staphylococcus aereus ada dimana-mana dan didapat pada masa awal kehidupan hampir semua bayi, saat lahir atau selama masa perawatan. Biasanya Staphylococcus aereus sering dijumpai pada kulit, saluran

pernafasan, dan saluran cerna terkolonisasi. Untuk pencegahan terjadinya infeksi tali pusat sebaiknya tali pusat tetap dijaga kebersihannya, upayakan tali pusat agar tetap kering dan bersih, pada saat memandikan di minggu pertama sebaiknya jangan merendam bayi langsung ke dalam air mandinya karena akan menyebabkan basahnya tali pusat dan

memperlambat proses pengeringan tali pusat. Dan masih banyak penyebab lain yang dapat memperbesar peluang terjadinya infeksi pada tali pusat seperti penolong persalinan yang kurang menjaga kebersihan terutama pada alat-alat yang digunakan pada saat menolong persalinan dan

khususnya pada saat pemotongan tali pusat. Biasakan mencuci tangan untuk pencegahan terjadinya infeksi.

-

Proses persalinan Persalinan yang tidak sehat atau yang dibantu oleh tenaga non medis. Kematian bayi yang diakibatkan oleh tetanus ini terjadi saat pertolongan persalinan oleh dukun pandai, terjadi pada saat memotong tali pusat

menggunakan alat yang tidak steril dan tidak diberikan obat antiseptik.

-

Faktor tradisi Untuk perawatan tali pusat juga tidak lepas dari masih adanya tradisi yang berlaku di sebagian masyarakat misalnya dengan memberikan

berbagai ramuan-ramuan atau serbuk-serbuk yang dipercaya bisa membantu mempercepat kering dan lepasnya potongan tali pusat.

Ada yang mengatakan tali pusat bayi itu harus diberi abu-abu pandangan seperti inilah yang seharusnya tidak boleh dilakukan karena justru dengan diberikannya berbagai ramuan tersebut kemungkinan terjangkitnya cepat

tetanus lebih besar biasanya penyakit

tetanus

neonatorum ini

menyerang bayi, pada keadaan infeksi berat hanya beberapa hari setelah persalinan jika tidak ditangani biasa mengakibatkan meninggal dunia.

Tanda dan Gejala Infeksi Tali Pusat Tanda-tanda yang perlu dicur igai oleh orang tua baru adalah apabila timbul bau menyengat dan terdapat cairan berwarna merah darah atau bisa juga berbentuk nanah di sisa tali pusat bayi. Hal tersebut menandakan sisa tali pusat mengalami infeksi, lekas bawa bayi karena apabila ke klinik atau rumah sakit,

infeksi telah merambat ke perut bayi, akan menimbulkan

gangguan serius pada bayi. Manifestasi kebanyakan infeksi staphylococcus pada neonatus adalah tidak spesifik, bakteremia tanpa kerusakan jaringan setempat dikaitkan dengan

berbagai tanda, berkisar dari yang ringan sampai dengan keadaan yang berat. Distress pernafasan, apnea, bradikardia, abnormalitas saluran cerna, masalah

termoregulasi, adanya perfusi yang buruk, dan disfungsi serebral merupakan hal umum. Infeksi spesifik yang disebabkan oleh staphylococcus aereus meliputi pneumonia, efusi pleural, osteomielitis. Bayi yang terinfeksi tali pusatnya, pada tempat tersebut biasanya akan mengeluarkan nanah dan pada bagian sekitar pangkal tali pusat akan terlihat merah dan dapat disertai dengan edema. Pada keadaan yang berat infeksi dapat menjalar ke hati (hepar) melalui ligamentum falsiforme dan menyebabkan abses yang berlipat ganda. Pada keadaan menahun dapat umbilikus. Jika tali pusat bayi bernanah atau bertambah bau, berwarna merah, panas, bengkak, dan ada area lembut di sekitar dasar tali pusat seukuran uang logam seratus rupiah, ini merupakan tanda infeksi tali pusat. Pencegahan dan Penanganan Infeksi Tali Pusat Pencegahan Untuk pencegahan awal tetanus dapat diberikan pada calon pengantin dengan harapan bila setelah menikah dan hamil tubuhnya sudah punya antitoksin tetanus yang akan ditransfer ke janin melalui plasenta. Seorang wanita yang sudah diimunisasi tetanus 2 kali dengan interval 4-6 terjadi granuloma pada meningitis, endokarditis, omfalitis, abses, dan

minggu diharapkan mempunyai kekebalan terhadap tetanus selama tiga

tahun imunisasi TT diberikan juga pada ibu hamil, diberikan 2 kali pada trimester kedua dengan interval waktu 4-6 minggu diharapkan dapat memberikan kekebalan selama tiga tahun sehingga jika si ibu hamil kurun waktu tiga tahun itu tidak diberikan imunisasi TT atau satu kali saja imunisasi sudah cukup.

Agar tali pusat tidak terinfeksi, perlu dilakukan inspeksi tali pusat, klem dilepas, dan tali pusat diikat dan dipotong dekat umbilikus kurang dari 24 jam setelah bayi lahir. Ujung dari potongan diberikan krim

klorheksidin untuk mencegah infeksi pada tali pusat, dan tidak perlu dibalut dengan kasa dan dapat hanya diberi pengikat tali pusat penjepit tali pusat yang terbuat dari plastik. atau

Dalam keadaan normal, tali pusat akan

lepas dengan sendirinya dalam

waktu lima sampai tujuh hari. Tapi dalam beberapa kasus bisa sampai dua minggu bahkan lebih lama. Selama belum pupus, tali pusat harus dirawat dengan baik. Agar tali pusat tidak infeksi, basah, bernanah, dan berbau. Bersihkan tali pusat bayi dengan sabun saat memandikan bayi. Keringkan dengan handuk lembut. Olesi dengan alkohol 70%.

Jangan pakai betadine, karena yodium yang dikandung betadine dapat masuk ke peredaran pertumbuhan kelenjar darah bayi dan menyebabkan gangguan

gondok. Biarkan terbuka hingga kering, dapat

dibungkus dengan kasa steril. Jangan mengolesi tali pusat dengan ramuan atau menaburi bedak, karena dapat menjadi media yang baik bagi

tumbuhnya kuman, termasuk kuman tetanus.

Untuk penggantian popok, sebaiknya popok yang telah basah segera diganti untuk menghindari iritasi tali pusat, area tali pusat jangan

ditutup dengan popok atau celana plastik dan bila bayi menggunakan popok langsung pakai saja.

Pencegahan pada infeksi tali pusat dapat dilakukan dengan perawatan tali pusat yang baik. Jika di tempat perawatan bayi banyak penyebab

infeksi dengan staphylococcus aereus maka perawatan tali pusat dapat dilakukan sebagai berikut: - Setelah tali pusat dipotong, ujung tali pusat diolesi dengan tincture jodii. - Tangkai tali pusat / pangkal tali pusat dan kulit di sekeliling tali pusat dapat diolesi dengan triple-dye (triple dye ini adalah campuran

brilliant green 2,29 g, prylapine bemisulfate 1,14 g, dan crystal violet 2,29 g yang dilarutkan dalam satu liter air), jika obat-obat tidak ada ini

dapat pula digantikan dengan merkurokrom.

- Atau tali pusat cukup ditutupi dengan kasa steril dan diganti setiap hari. Penanganan Infeksi pada bayi dapat merupakan penyakit yang berat dan sangat diobati. sulit

Jika tali pusat bayi terinfeksi oleh Staphylococcus aereus,

sebagai pengobatan lokal dapat diberikan salep yang mengandung neomisin dan basitrasin. Selain itu juga dapat diberikan salep gentamisin. Jika terdapat granuloma, dapat pula dioleskan dengan larutan nitras argenti 3%.

Infeksi tali pusat lokal atau terbatas Jika tali pusat bengkak, mengeluarkan nanah, atau berbau busuk, dan di sekitar tali pusat kemerahan dan pembengkakan terbatas pada daerah 1 cm di sekitar pangkal tali pusat lokal atau terbatas. Cara penanganannya : Biasakan untuk selalu mencuci tangan sebelum memegang atau membersihkan tali pusat, untuk mencegah berpindahnya kuman dari tangan. Bersihkan tali pusat menggunakan larutan antiseptik

(misalnya klorheksidin atau iodium povidon 2,5%) dengan kain kassa yang bersih. Olesi tali pusat pada daerah sekitarnya dengan larutan

antiseptik (misalnya gentian violet 0,5% atau iodium povidon 2,5%) delapan kali sehari sampai tidak ada nanah lagi pada tali pusat. Anjurkan bayi melakukan ini kapan saja bila memungkinkan.

Jika kemerahan atau bengkak pada tali pusat meluas melebihi area 1 cm, obati seperti infeksi tali pusat berat atau meluas.

Infeksi tali pusat berat atau meluas Jika kulit di sekitar tali pusat merah dan mengeras atau bayi

mengalami distensi abdomen, obati sebagai tali pusat berat atau meluas. Cara penanganannya : Ambil sampel darah dan kirim ke pemeriksaan kultur dan sensivitasi. Beri kloksasilin per oral selama 5 hari. Jika terdapat pustule / lepuh kulit dan selaput lendir. d) Cari tandatanda sepsis. Lakukan perawatan umum seperti dijelaskan untuk infeksi tali pusat lokal atau terbatas. 8. LO 9. LO 10. LO laboratorium untuk

STEP 5 LEARNING OBJECTIVE 1. Jelaskan Penatalaksanaan dari Hipoglikemia ! 2. Jelaskan Penatalaksanaan dari Hipotermia ! 3. Jelaskan tentang Cerebral Hemorrage serta Penatalaksanaannya ! 4. Jelaskan tentang tanda, gejala, penegakkan diagnosis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, serta penatalaksanaan dari IKTERUS ! 5. Jelaskan tentang tanda, gejala, penegakkan diagnosis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, serta penatalaksanaan dari Apnea Attack dan Kejang ! 6. Jelaskan tentang tanda, gejala, penegakkan diagnosis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, serta penatalaksanaan dari Bakterimia dan Septikemia ! 7. Jelaskan tentang tanda, gejala, penegakkan diagnosis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, serta penatalaksanaan dari BBLR ! 8. Jelaskan tentang tanda, gejala, penegakkan diagnosis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, serta penatalaksanaan dari infeksi tali pusat dan konjungtivitis ! STEP 6 BELAJAR DIRUMAH

STEP 71. Jelaskan Penatalaksanaan dari Hipoglikemia !

Hipoglikemi adalah keadaan hasil pengukuran kadar glukose darah kurang dari 45 mg/dL (2.6 mmol/L). PATOFISIOLOGI Hipoglikemi sering terjadi pada BBLR, karena cadangan glukosa rendah. Pada ibu DM terjadi transfer glukosa yang berlebihan pada janin sehingga respon insulin juga meningkat pada janin. Saat lahir di mana jalur plasenta terputus maka transfer glukosa berhenti sedangkan respon insulin masih tinggi (transient hiperinsulinism) sehingga terjadi hipoglikemi. Hipoglikemi adalah masalah serius pada bayi baru lahir, karena dapat menimbulkan kejang yang berakibat terjadinya hipoksi otak. Bila tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan kerusakan pada susunan saraf pusat bahkan sampai kematian. Kejadian hipoglikemi lebih sering didapat pada bayi dari ibu dengan diabetes melitus. Glukosa merupakan sumber kalori yang penting untuk ketahanan hidup selama proses persalinan dan hari-hari pertama pasca lahir. Setiap stress yang terjadi mengurangi cadangan glukosa yang ada karena meningkatkan penggunaan cadangan glukosa, misalnya pada asfiksia, hipotermi, hipertermi, gangguan pernapasan. DIAGNOSIS Anamnesis Riwayatbayi menderitaasfiksia, hipotermi, hipertermi, gangguanpernapasan Riwayat bayi prematur Riwayat bayi Besar untuk Masa Kehamilan (BMK) Riwayat bayi Kecil untuk Masa Kehamilan (KMK)

Riwayat bayi dengan ibu Diabetes Mellitus Riwayat bayi dengan Penyakit Jantung Bawaan Bayi yang beresiko terkena hipoglikemia Bayi dari ibu diabetes (IDM) Bayi yang besar untuk masa kehamilan (LGA) Bayi yang kecil untuk masa kehamilan (SGA) Bayi prematur dan lewat bulan Bayi sakit atau stress (RDS, hipotermia) Bayi puasa Bayi dengan polisitemia Bayi dengan eritroblastosis Obat-obat yang dikonsumsi ibu, misalnya sterorid, beta-simpatomimetik dan beta blocker

GEJALA KLINIS/Pemeriksaan fisik Gejala Hipoglikemi : tremor, jittery, keringat dingin, letargi, kejang, distress nafas Jitteriness Sianosis Kejang atau tremor Letargi dan menyusui yang buruk Apnea Tangisan yang lemah atau bernada tinggi Hipotermia RDS

DIAGNOSIS BANDING insufisiensi adrenal, kelainan jantung, gagal ginjal, penyakit SSP, sepsis, asfiksia, abnormalitas metabolik (hipokalsemia, hiponatremia, hipernatremia, hipomagnesemia, defisiensi piridoksin). Penyulit - Hipoksia otak - Kerusakan sistem saraf pusat TATALAKSANA a. Monitor Pada bayi yang beresiko (BBLR, BMK, bayi dengan ibu DM) perlu dimonitor dalam 3 hari pertama : o o Periksa kadar glukosa saat bayi datang/umur 3 jam Ulangi tiap 6 jam selama 24 jam atau sampai pemeriksaan glukosa normal dalam 2 kali pemeriksaan

Kadar glukosa 45 mg/dl atau gejala positif tangani hipoglikemia o Pemeriksaan kadar glukosa baik, pulangkan setelah 3 hari penanganan hipoglikemia selesai

b. Penanganan hipoglikemia dengan gejala : Bolus glukosa 10% 2 ml/kg pelan-pelan dengan kecepatan 1 ml/menit Pasang jalur iv D10 sesuai kebutuhan (kebutuhan infus glukosa 6-8 mg/kg/menit). Contoh : BB 3 kg, kebutuhan glukosa 3 kg x 6 mg/kg/mnt = 18 mg/mnt = 25920 mg/hari. Bila dipakai D 10% artinya 10 g/100cc, bila perlu 25920 mg/hari atau 25,9 g/hari berarti perlu 25,9 g/ 10 g x 100 cc= 259 cc D 10% /hari. Atau cara lain dengan GIR Konsentrasi glukosa tertinggi untuk infus perifer adalah 12,5%, bila lebih dari 12,5% digunakan vena sentral. Untuk mencari kecepatan Infus glukosa pada neonatus dinyatakan dengan GIR. Kecepatan Infus (GIR) = glucosa Infusion Rate

GIR (mg/kg/min) = Kecepatan cairan (cc/jam) x konsentrasi Dextrose (%) 6 x berat (Kg) Contoh : Berat bayi 3 kg umur 1 hari Kebutuhan 80 cc/jam/hari = 80 x 3 = 240 cc/hari = 10 cc/jam GIR = 10 x 10 (Dextrose 10%) = 100 = 6 mg/kg/min 6x3 18

Periksa glukosa darah pada : 1 jam setelah bolus dan tiap 3 jam Bila kadar glukosa masih < 25 mg/dl, dengan atau tanpa gejala, ulangi seperti diatas Bila kadar 25-45 mg/dl, tanpa gejala klinis : Infus D10 diteruskan Periksa kadar glukosa tiap 3 jam ASI diberikan bila bayi dapat minum

Bila kadar glukosa 45 mg/dl dalam 2 kali pemeriksaan Ikuti petunjuk bila kadar glukosa sudah normal (lihat ad d) ASI diberikan bila bayi dapat minum dan jumlah infus diturunkan pelan-pelan Jangan menghentikan infus secara tiba-tiba

c. Kadar glukosa darah < 45 mg/dl tanpa GEJALA : ASI teruskan Pantau, bila ada gejala manajemen seperti diatas Periksa kadar glukosa tiap 3 jam atau sebelum minum, bila : - Kadar < 25 mg/dl, dengan atau tanpa gejala tangani hipoglikemi (lihat ad b) - Kadar 25-45 mg/dl naikkan frekwensi minum - Kadar 45 mg/dl manajemen sebagai kadar glukosa normal d. Kadar glukosa normal IV teruskan IV teruskan

Periksa kadar glukosa tiap 12 jam Bila kadar glukosa turun, atasi seperti diatas Bila bayi sudah tidak mendapat IV, periksa kadar glukosa tiap 12 jam, bila 2 kali pemeriksaan dalam batas normal, pengukuran dihentikan. e. Persisten hipoglikemia (hipoglikemia lebih dari 7 hari) konsultasi endokrin terapi : kortikosteroid hidrokortison 5 mg/kg/hari 2 x/hari iv atau prednison 2 mg/kg/hari per oral, mencari kausa hipoglikemia lebih dalam. bila masih hipoglikemia dapat ditambahkan obat lain : somatostatin, glukagon, diazoxide, human growth hormon, pembedahan. (jarang dilakukan)2. Jelaskan Penatalaksanaan dari Hipotermia !

Hipotermia adalah suatu keadaan dimana suhu tubuh berada di bawah 35 derajat celcius. Sedangkan Hipotermi menurut Rutter tahun 1999 adalah suhu inti tubuh dibawah 36 derajat celcius Penyebab Luas permukaan tubuh pada bayi baru lahir(terutama jika berat badannya rendah),relatif lebih besar dibandingkan dengan berat badannya sehingga panas tubuhnya cepat hilang. Pada cuaca dingin,suhu tubuhnys cenderung menurun.Panas tubuh juga bisa hilang melalui penguapan , yang bisa terjadi jika seorang bayi baru lahir dibanjiri oleh cairan ketuban. Faktor penyebab utama adalah Kurang pengetahuan akan pentingnya mengeringkan bayi. Resiko terjadinya hipotermia dapat terjadi bila : Perawatan yang kurang tepat setelah bayi lahir Bayi dipisahkan dari ibunya segera setelah lahir Berat lahir bayi yang kurang dan kehamilan prematur Tempat melahirkan yang dingin Umur bayi belum cukup saat dipindahkan / dikirim untuk rujukan Suhu badan tidak terjaga selama perjalanan Rujukan Asfiksia,hipoksia atau penyakit-penyakit pada bayi

Tanda dan Gejala Tanda-tanda hipotermia sedang ( stress dingin) adalah : Gejala Gejala hipotermia bayi baru lahir : Bayi tidak mau minum atau menetek Bayi tampak lesu dan lemah atau mengantuk saja Kulitnya pucat dan tubuh bayi teraba dingin Bayi menggigil Dalam keadaan berat , denyut jantung bayi menurun dan kulit tubuh baayi yang mengeras ( sklerema) Penanganan hipotermi bayu baru lahir Bayi yang mengalami hipotermi biasanya mudah sekali meninggal.Tindakan yang harus dilakukan adalah segera menghangatkan bayi di dalam inkubator atau melalui penyinaran lampu. Kaki teraba dingin Kemampuan menghisap lemah Aktifitas berkurang (letargi) Tangisan lemah Kulit berwarna tidak rata ( cutis marmorata ) Jika hipotermia berlanjut akan timbul cedera dingin cold injury Suhu aksila 32 36 derajat celcius Tanda tanda hipotermia berat ( cedera dingin ) adalah Sama dengan hipotermia sedang Bibir dan kuku kebiruan Pernafasan lambat Pernaafasan tidak teratur Bunyi jantung lambat Suhu aksila < 32 derajat celcius Selanjutnya mungkin timbul hipoglikemia dan asidosis metaabolik

Cara lain yang sangat sederhana dan mudah dikerjakan oleh setiap orang adalah menghangatkan bayi melalu panas tubuh bayi. Bila tubuh bayi masih dingin masih dingin , gunakan selimut atau kain hangat yang disetrika terlebih dahulu yang digunakan untuk menutupi tubuh bayi dan ibu. Lakukanlah berulang kali sampai tubuh bayi hangat. Biasanya bayi hipotermi menderita hipoglikemia , sehingga bayi harus diberi ASI sedikit sedikit sesering mungkin . Bila bayi tidak menghisap , beri infuse glukosa / dektrose 10% sebanyak 60 80 ml /kg per hari. Komplikasi Hipoglikemia Asidosis metabolic Kematian

3. Jelaskan tentang Cerebral Hemorrage serta Penatalaksanaannya !

Perdarahan Intrakranial Pada Neonatus (Neonatus Intracranial Bleeding/Haemorragic) A. Konsep Dasar Penyakit 1. Definisi Intracranial Bleeding/haemorragic (ICB) ialah perdarahan patologis dalam rongga kranium dan isinya pada bayi sejak lahir sampai umur 4 minggu dimana sering ICB tak dikenal/dipikirkan karena gejala-gejalanya yang tidak khas. ICB meliputi perdarahan epidural, subdural, subaraknoid, intraserebral/parenkim dan

intraventrikuler.

2. Klasifikasi Berdasarkan lokasi pendarahan yang terjadi di daerah otak, perdarahan intrakranial pada neonatus dibagi dalam empat daerah yaitu : a. Epidural Hemorrhage, terjadi karena rupturnya cabang-cabang arteri atau vena meningia media di antara tulang kepala dan durameter. Pengumpulan darah di dalam ruangan durameter disebut hematoma epidural. Perdarahan ini sering berlokasi di daerah parietal dan oksipital. Perdarahan epidural biasanya disertai fraktur linier tulang kepala dan tanda shock hipovolemik. Gangguan fungsi otak

bergantung pada luas dan banyaknya perdarahan. Bila perdarahan sedikit, tidak dijumpai tanda-tanda gangguan fungsi otak. Jika perdarahan banyak, dalam beberapa jam setelah lahir akan tampak tanda-tanda dan gejala peninggian tekanan intrakranial seperti iritabel, menangis melengking (cephalic cry), ubun-ubun tegang dan menonjol, deviasi mata, sutura melebar, kejang, hemiparase, atau tanda-tanda herniasi unkal seperti dilatasi pupil homolateral. b. Subdural Hemorrhage dengan laserasi tentorium disebabkan oleh rupturnya vena galen, sinus strait, dan kadang-kadang sinus transversal. Perdarahan ini sering di infratentorial. Bila perdarahan banyak, dapat meluas ke fossa posterior dan menyebabkan kompresi batang otak (brain stemp). Kadang-kadang, perdarahan ini dapat meluas ke permukaan superior atau posterior dari serebellum. Perdarahan subdural dengan laserasi falks serebri terjadi karena rupturnya sinus sagitalis inferior. Perdarahan biasa terjadi di tempat pertemuan falks serebri dan tenterium. Perdarahan ini kurang sering bila dibandingkan dengan laserasi tenterium. Lokasi perdarahan di dalam fisura serebri longitudinal berada di atas korpus kollosum. Rupturnya vena superfisial serebri (bridging vein),

mengakibatkan perdarahan subdural pada permukaan hemisfer serebri. Perdarahan ini sering unilateral dan biasanya diikuti perdarahan subaraknoid. c. Subarachnoid Hemorrhage, perdarahan dalam rongga araknoid akibat rupturnya vena-vena dalam rongga araknoid (bridging veins), rupturnya pembuluh darah kecil di daerah leptomeningen, atau perluasan perdarahan. Timbunan darah biasanya berkumpul di lekukan serebral bagian posterior dan di fossi posterior.Hal yang ditakutkan adalah terjadi hidrosefalus karena penyumbatan trabekula araknoid oleh darah dan menyebabkan peninggian tekanan intrakranial. d. Intraventricular hemorrhage adalah pendarahan yang terjadi di bagian lateral ventrikel ketiga dan keempat. Terjadi perdarahan flexus choroid dan pemanjangan dari matriks subependymal atau thalamus. e. Intraparenchymal hemorrhage adalah pendarahan yang terjadi diantara jaringan parenkim otak. Biasanya terjadi edema vasogenik dalam jumlah yang besar.

3. Etiologi a. Trauma kelahiran partus biasa o pemutaran/penarikan kepala yang berlebihan

o disproporsi antara kepala anak dan jalan lahir sehingga terjadi mulase b. partus buatan (ekstraksi vakum, cunam) c. partus presipitatus o Bukan trauma kelahiran, umumnya ditemukan pada bayi kurang bulan (prematur). Faktor dasar ialah prematuritas dan yang lain merupakan faktor pencetus ICB seperti hipoksia dan iskemia otak yang dapat timbul pada syok, infeksi intrauterin, asfiksia, dan kejang-kejang, kelainan jantung bawaan, hipotermi, juga hiperosmolaritas/hipernatremia o Ada pula ICB yang disebabkan oleh penyakit perdarahan/gangguan pembekuan darah. o 4. Patofisiologi Pada trauma kelahiran, perdarahan terjadi oleh kerusakan/robekan pembuluh darah intrakranial secara langsung. Pada perdarahan yang bukan karena trauma kelahiran, faktor dasar ialah prematuritas. Pada bayi-bayi tersebut, pembuluh darah otak masih embrional dengan dinding tipis, jaringan penunjang sangat kurang dan pada beberapa tempat tertentu jalannya berkelok-kelok, kadang-kadang membentuk huruf U sehingga mudah sekali terjadi kerusakan bila ada faktor pencetus (hipoksia/iskemia). Keadaan ini terutama terjadi pada perdarahan

intraventrikuler/periventrikuler. Perdarahan epidural/ ekstradural terjadi oleh robekan arteri atau vena meningika media antara tulang tengkorak dan duramater. Keadaan ini jarang ditemukan pada neonatus. Tetapi perdarahan subdural merupakan jenis ICB yang banyak dijumpai pada BCB. Di sini perdarahan terjadi akibat pecahnya vena-vena kortikal yang menghubungkan rongga subdural dengan sinus-sinus pada duramater. Perdarahan subdural lebih sering pada bayi yang lahir cukup umur daripada bayi yang prematur sebab pada bayi prematur vena-vena superfisial belum berkembang baik dan mulase tulang tengkorak sangat jarang terjadi. Perdarahan dapat berlangsung perlahan-lahan dan membentuk hematoma subdural. Pada robekan tentorium serebeli atau vena galena dapat terjadi hematoma retroserebeler. Gejalagejala dapat timbul segera dapat sampai berminggu-minggu, memberikan gejala kenaikan tekanan intrakranial. Dengan kemajuan dalam bidang obstetri, insidensi perdarahan subdural sudah sangat menurun.

Pada perdarahan subaraknoid, perdarahan terjadi di rongga subaraknoid yang biasanya ditemukan pada persalinan sulit. Adanya perdarahan subaraknoid dapat dibuktikan dengan fungsi likuor. Pada perdarahan intraserebral/intraserebeler, perdarahan terjadi dalam parenkim otak, jarang pada neonatus karena hanya terdapat pada trauma kepala yang sangat hebat (kecelakaan). Perdarahan intraventrikuler dalam kepustakaan ada yang gabungkan bersama perdarahan intraserebral yang disebut perdarahan periventrikuler. Dari semua jenis ICB, perdarahan periventrikuler memegang peranan penting, karena frekuensi dan mortalitasnya tinggi pada bayi prematur. Sekitar 75--90% perdarahan periventrikuler berasal dari jaringan subependimal germinal matriks/jaringan embrional di sekitar ventrikel lateral. Pada perdarahan intraventrikuler, yang berperanan penting ialah hipoksia yang menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah otak dan kongesti vena. Bertambahnya aliran darah ini, meninggikan tekanan pembuluh darah otak yang diteruskan ke daerah anyaman kapiler sehingga mudah ruptur. Selain hipoksia, hiperosmolaritas pula dapat menyebabkan perdarahan intraventrikuler. Hiperosmolaritas antara lain terjadi karena hipernatremia akibat pemberian natrium bikarbonat yang berlebihan/plasma ekspander. Keadaan ini dapat meninggikan tekanan darah otak yang diteruskan ke kapiler sehingga dapat pecah.

5. Gambaran Klinik Gejala-gejala ICB tidak khas, dan umumnya sukar didiagnosis jika tidak didukung oleh riwayat persalinan yang jelas.Gejala-gejala berikut dapat ditemukan : Fontanel tegang dan menonjol oleh kenaikan tekanan intrakranial, misalnya pada perdarahan subaraknoid. Iritasi korteks serebri berupa kejang-kejang, irritable, twitching, opistotonus. Gejala-gejala ini baru timbul beberapa jam setelah lahir dan menunjukkan adanya perdarahan subdural , kadang-kadang juga perdarahan subaraknoid oleh robekan tentorium yang luas. Mata terbuka dan hanya memandang ke satu arah tanpa reaksi. Pupil melebar, refleks cahaya lambat sampai negatif.Kadang-kadang ada perdarahan retina, nistagmus dan eksoftalmus.

Apnea: berat dan lamanya apnea bergantung pada derajat perdarahan dan kerusakan susunan saraf pusat. Apnea dapat berupa serangan diselingi pernapasan normal/takipnea dan sianosis intermiten.

Cephalic cry (menangis merintih). Gejala gerakan lidah yang menjulur ke luar di sekitar bibir seperti lidah ular (snake like flicking of the tongue) menunjukkan perdarahan yang luas dengan kerusakan pada korteks.

Tonus otot lemah atau spastis umum. Hipotonia dapat berakhir dengan kematian bila perdarahan hebat dan luas. Jika perdarahan dan asfiksia tidak berlangsung lama, tonus otot akan segera pulih kembali. Tetapi bila perdarahan berlangsung lebih lama, flaksiditas akan berubah menjadi spastis yang menetap. Kelumpuhan lokal dapat terjadi misalnya kelumpuhan otot-otot pergerakan mata, otot-otot muka/anggota gerak (monoplegi/hemiplegi) menunjukkan perdarahan subdural/ parenkim.

Gejala-gejala lain yang dapat ditemukan ialah gangguan kesadaran (apati, somnolen, sopor atau koma), tidak mau minum, menangis lemah, nadi lambat/cepat, kadang-kadang ada hipotermi yang menetap. Apabila gejalagejala tersebut di atas ditemukan pada bayi prematur yang 24--48 jam sebelumnya menderita asfiksia, maka PI dapat dipikirkan. Berdasarkan perjalanan klinik, ICB dapat dibedakan 2 sindrom yaitu : a. Saltatory syndrome: gejala klinik dapat berlangsung berjam-jam/berharihari yang kemudian berangsur-angsur menjadi baik. Dapat serabuh sempurna tetapi biasanya dengan gejala sisa. b. catastrophic syndrome. gejala klinik makin lama makin berat, berlangsung beberapa menit sampai berjam-jam dan akhirnya meninggal.

6. Pemeriksaan Penunjang pemeriksaan likuor terutama untuk perdarahan subaraknoid dan

intraventrikuler/periventrikuler. Tujuan fungsi lumbal pada ICB untuk diagnostik, sebagai pengobatan (mengurangi tekanan intrakranial) dan untuk mencegah komplikasi hidrosefalus (fungsi lumbal berulang-ulang). Pada pemeriksaan likuor dapat dijumpai tekanan yang meninggi, warna

merah/santokrom, kadar protein meninggi, kadar glukose menurun. Bila cairan

likuor berdarah, dianjurkan CT Scan untuk mengetahui lokalisasi dan luasnya perdarahan. pada pemeriksaan darah dapat ditemukan: o o tanda-tanda anemi posthemoragik analisa gas darah (02 dan CO2 apakah terjadi gangguan keseimbangan pertukaran gas) gangguan pembekuan darah terutama pada ICB yang non-traumatik. Mc Donald dkk mendapat kadar rendah fibrinogen, trombosit, antitrombin III faktor VIII. Faktor-faktor ini menjadi normal bila keadaan bayi membaik. foto kepala tidak dapat menunjukkan adanya perdarahan, hanya fraktur yang sukar dibedakan dengan sutura, lipatan-lipatan kulit kepala dan mulase. Pemeriksaan ultrasonografi banyak digunakan. Berdasarkan USG, Burstein dkk menentukan derajat perdarahan intraventrikuler sebagai berikut : o o o o o derajat 0 : tidak ada perdarahan intrakranial. derajat I : perdarahan hanya terbatas pada daerah subependimal. derajat II : perdarahan intraventrikuler derajat III : perdarahan intraventrikuler + dilatasi ventrikel. derajat IV : perdarahan intraventrikuler + dilatasi ventrikel dengan perluasan ke parenkim otak. Derajat I dan II umumnya ringan, pada pemeriksaan ulangan 3--4 minggu kemudian biasanya tidak ditemukan kelainan lagi. Derajat III dan IV umumnya berprognosis buruk, bila tidak meninggal akan disertai komplikasi berat seperti hidrosefalus. dengan computerized tomography (CT Scan) semua jenis ICB dapat diketahui. Cara ini tidak secara rutin karena biayanya sangat mahal.

7. Diagnosis Diagnosis ICB ditegakkan berdasarkan : anamnesis: riwayat kehamilan, persalinan, prematuritas, keadaan bayi sesudah lahir dan gejala yang mencurigakan. pemeriksaan fisik: adanya tanda-tanda seperti gejala neurologik, fraktur tulang kepala dan tanda-tanda peninggian tekanan intrakranial. pemeriksaan laboratorium: likuor dan darah.

pemeriksaan penunjang: CT Scan, USG dan foto kepala.

8. Diagnosis Banding Diagnosis ICB sangat sukar, terutama bila tidak ada hubungan dengan trauma kelahiran karena gejala-gejalanya tidak khas. Khusus pada neonatus, sekitar 20% kasus dengan gejala-gejala yang diduga ICB, ternyata bukan. Oleh karena itu, ICB harus didiagnosis banding dengan beberapa penyakit pada neonatus yang memberikan gejala-gejala yang hampir sama, misalnya : Infeksi pada bayi baru lahir/neonatus yang dapat memberikan gejala kesukaran bernapas (apnea, takipnea, sianosis), lemah (letargi), kejang-kejang, muntah dan lain-lain.Untuk membedakan dengan ICB yaitu riwayat persalinan seperti ketuban pecah dini, infeksi perinatal pada ibu, ketuban keruh/berbau. Yang agak khas pada infeksi ialah hepato-splenomegali, ikterus, pneumonia dan lekositosis. Tetanus neonatorum dengan kejang dibedakan dengan ICB karena partus tetanus neonatorum umumnya oleh dukun. TN hampir selalu terjadi pada akhir minggu pertama, bayi mula-mula minum baik dan tiba-tiba sukar minum karena trismus dan gejala lain. Penyakit metabolisme (hipoglikemi) yang dapat memberikan kejang letargi. Ibunya penderita DM dan perlu pemerik saan kadar glukosa darah bayi. Kecanduan obat dari ibu, antara lain bayi kejang akibat ketergantungan vitamin B karena ibunya sebelumnya mendapat pengobatan vitamin B dosis tinggi. Dibedakan dengan ICB berdasarkan anamnesis dan pengobatan exjuvantibus pada bayi. Kelainan kongetinal saraf pusat memberikan gejala kejang dan letargi. Biasanya disertai kelainan kongenital lain, fungsi lumbal pada ICB kadangkadang ada perdarahan. Respiratory distress of the newborn dengan apnea, sianosis, retraksi sternum dan kosta, merintih (expiratory grunting),bradikardi, hipotermi, kejang, dan hipotoni. Dibedakan dengan ICB yaitu gejala gangguan pernapasan dan riwayat persalinan (ibu toksemia, seksio sesar, perdarahan antepartum dan lain-lain).

9. Penatalaksanaan Diusahakan tindakan untuk mencegah terjadinya kerusakan/kelainan yang lebih parah pada bayi dengan dirawat secara intensif diruang NICU (Neonatal Intensive Care Unit) yaitu dengan : a. Bayi dirawat dalam inkubator yang memudahkan observasi kontinu dan pemberian O2 b. Perlu diobservasi secara cermat: suhu tubuh, derajat kesadaran, besarnya dan reaksi pupil, aktivitas motorik, frekuensi pernapasan, frekuensi jantung

(bradikardi/takikardi), denyut nadi dan diuresis. Diuresis kurang dari 1 ml/kgBB/jam berarti perfusi ke ginjal berkurang, diuresis lebih dari 1 ml/kgBB/jam menunjukkan fungsi ginjal baik. c. Menjaga jalan napas tetap bebas, apalagi kalau penderita dalam koma diberikan 02. d. Bayi letak dalam posisi miring untuk mencegah aspirasi serta penyumbatan larings oleh lidah dan kepala agak ditinggikan untuk mengurangi tekanan vena serebral. e. Pemberian vitamin K serta transfusi darah dapat dipertimbangkan. f. Infus untuk pemberian elektrolit dan nutrisi yang adekuat berupa larutan glukosa (510%) dan NaCl 0,9% dengan perbandingan 4:1 atau glukosa 5--10% dan Nabik 1,5% dengan perbandingan 4:1. g. Pemberian obat-obatan : valium/luminal bila ada kejang. Dosis valium 0,3--0,5 mg/kgBB, tunggu 15 menit, jika belum berhenti diulangi dosis yang sama. Bila berhenti diberikan luminal 10 mg/kgBB (neonatus 30 mg), 4 jam kemudian luminal per os 8 mg/kgBB dibagi dalam 2 dosis selama 2 hari, selanjutnya 4 mg/kgBB dibagi dalam 2 dosis sambil perhatikan keadaan umum seterusnya. kortikosteroid berupa deksametason 0,5--1 mg/kgBB/24 jam yang mempunyai efek baik terhadap hipoksia dan edema otak. antibiotika dapat diberikan untuk mencegah infeksi sekunder, terutama bila ada manipulasi yang berlebihan. Fungsi lumbal untuk menurunkan tekanan intrakranial, mengeluarkan darah, mencegah terjadinya obstruksi aliran likuor dan mengurangi efek iritasi pada permukaan korteks. h. Tindakan bedah darurat bila terjadi perdarahan/hematoma epidural walaupun jarang dilakukan explorative burrhole dan bila positif dilanjutkan dengan kraniotomi,

evakuasi hematoma dan hemostasis yang cermat. Pada perdarahan/hematoma subdural, tindakan explorative burrhole dilanjutkan dengan kraniotomi, pembukaan duramater, evakuasi hematoma dengan irigasi menggunakan cairan garam fisiologik. Pada perdarahan intraventrikuler karena sering terdapat obstruksi aliran likuor, dilakukan shunt antara ventrikel lateral dan atrium kanan.

10. Prognosis Karena kemajuan obstetri, ICB oleh trauma kelahiran sudah sangat berkurang. Mortalitas ICB non traumatik 50-70%. Prognosis ICB bergantung pada lokasi dan luasnya perdarahan, umur kehamilan, cepatnya didiagnosis dan pertolongan. Pada perdarahan epidural terjadi penekanan pada jaringan otak ke arah sisi yang berlawanan, dapat terjadi herniasi unkus dan kerusakan batang otak. Keadaan ini dapat fatal bila tidak mendapat pertolongan segera. Pada penderita yang tidak meninggal, dapat disertai spastisitas, gangguan bicara atau strabismus. Kalau ada gangguan serebelum dapat terjadi ataksi serebeler. Perdarahan yang meliputi batang otak pada bagian formasi retikuler, memberikan sindrom hiperaktivitet. Pada perdarahan subdural akibat trauma, hanya 40% dapat sembuh sempurna setelah dilakukan fungsi subdural berulang-ulang atau tindakan bedah. Perdarahan subdural dengan hilangnya kesadaran yang lama, nadi cepat, pernapasan tidak teratur dan demam tinggi, mempunyai prognosis jelek. Pada perdarahan intraventrikuler, mortalitas bergantung pada derajat perdarahan. Pada derajat 1-2 (ringan-sedang), angka kematian 10-25%, sebagian besar sembuh sempurna, sebagian kecil dengan sekuele ringan. Pada derajat 3--4 (sedangberat), mortalitas 50--70% dan sekitar 30% sembuh dengan sekuele berat. Sekuele dapat berupa cerebral palsy, gangguan bicara, epilepsi, retardasi mental dan hidrosefalus. Hidrosefalus merupakan komplikasi paling sering (44%) dari perdarahan periventrikuler.4. Jelaskan tentang tanda, gejala, penegakkan diagnosis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan

penunjang, serta penatalaksanaan dari IKTERUS ! Ikterus adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva dan selaput akibat penumpukan bilirubin. Sedangkan hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang menjurus ke arah terjadinya kernikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin yang tidak dikendalikan. Ada beberapa keadaan ikterus yang cenderung menjadi patologik:

1.Ikterus klinis terjadi pada 24 jam pertama kehidupan 2.Peningkatan kadar bilirubin serum sebanyak 5mg/dL atau lebih setiap 24 jam 3. Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatabilitas darah, defisiensi G6PD, atau sepsis) 4. Ikterus yang disertai oleh: Berat lahir 8 hari (pada NCB) atau >14 hari (pada NKB)

Gejala dan tanda klinis Gejala utamanya adalah kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa. Disamping itu dapat pula disertai dengan gejala-gejala: 1. Dehidrasi Asupan kalori tidak adekuat (misalnya: kurang minum, muntah-muntah) 2. Pucat Sering berkaitan dengan anemia hemolitik (mis. Ketidakcocokan golongan darah ABO, rhesus, defisiensi G6PD) atau kehilangan darah ekstravaskular. 3. Trauma lahir Bruising, sefalhematom (peradarahn kepala), perdarahan tertutup lainnya. 4. Pletorik (penumpukan darah) Polisitemia, yang dapat disebabkan oleh keterlambatan memotong tali pusat, bayi KMK 5. Letargik dan gejala sepsis lainnya 6. Petekiae (bintik merah di kulit) Sering dikaitkan dengan infeksi congenital, sepsis atau eritroblastosis 7. Mikrosefali (ukuran kepala lebih kecil dari normal) Sering berkaitan dengan anemia hemolitik, infeksi kongenital, penyakit hati

8. Hepatosplenomegali (pembesaran hati dan limpa) 9. Omfalitis (peradangan umbilikus) 10. Hipotiroidisme (defisiensi aktivitas tiroid) 11. Massa abdominal kanan (sering berkaitan dengan duktus koledokus) 12. Feses dempul disertai urin warna coklat Pikirkan ke arah ikterus obstruktif, selanjutnya konsultasikan ke bagian hepatologi Pemeriksaan penunjang 1. Kadar bilirubin serum (total) 2. Darah tepi lengkap dan gambaran apusan darah tepi 3. Penentuan golongan darah dan Rh dari ibu dan bayi 4. Pemeriksaan kadar enzim G6PD 5. Pada ikterus yang lama, lakukan uji fungsi hati, uji fungsi tiroid, uji urin terhadap galaktosemia. 6. Bila secara klinis dicurigai sepsis, lakukan pemeriksaan kultur darah, urin, IT rasio dan pemeriksaan C reaktif protein (CRP). Penatalaksanaan 1. Pertimbangkan terapi sinar pada: NCB (neonatus cukup bulan) SMK (sesuai masa kehamilan) sehat : kadar bilirubin total > 12 mg/dL NKB (neonatus kurang bulan) sehat : kadar bilirubin total > 10 mg/dL 2. Pertimbangkan tranfusi tukar bila kadar bilirubin indirek > 20 mg/dL 3. Terapi sinar intensif Terapi sinar intensif dianggap berhasil, bila setelah ujian penyinaran kadar bilirubin minimal turun 1 mg/dL.5. Jelaskan tentang tanda, gejala, penegakkan diagnosis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan

penunjang, serta penatalaksanaan dari Apnea Attack dan Kejang ! BATASAN Gangguan sementara fungsi otak dengan manifestasi gangguan kesadaran episodik disertai abnormalitas sistem motorik atau otonomik.

PATOFISIOLOGI Terjadi akibat pelepasan muatan listrik yang berlebihan terus-menerus (depolarisasi neuron). Etiologi Hipoksik-iskemik ensefalopati a. b. general (asfiksia neonatorum) fokal (infark karena kelainan arteri atau vena)

Perdarahan intrakranial (intraventrikular, subdural, trauma) Infeksi SSP (TORCH, meningitis, sepsis) Gangguan metabolik : o o transient (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia) kelainan metabolisme bawaan (a.l.: defisiensi piridoxin)

Kelainan kongenital SSP (hidrosefalus, hidransefali, porensefali, kelainan pembuluh darah otak)

Ensefalopati bilirubin (kern ikterus) Maternal drug withdrawal (heroin, barbiturates, methadone, cocaine, morfin) Idiopatik

GEJALA KLINIS Subtle (samar) : kedipan mata, gerakan seperti mengayuh, apnea lebih dari 20 detik dengan detak jantung normal, tangisan melengking, mulut seperti mengunyah/ menghisap Tonik (fokal dan general) : gerakan tonik seluruh ekstremitas, fleksi ekstremitas atas disertai ekstensi ekstremitas bawah Klonik (fokal dan multifokal) Fokal : gerakan ritmis, pelan, menghentak klonik. Multifokal : gerakan klonik beralih dari ekstremitas yang satu ke ekstremits yang lain tanpa pola spesifik. Mioklonik (fokal, multifokal, general) : gerakan menghentak multipel dari ekstremitas atas dan bawah. DIAGNOSIS Anamnesis : riwayat penyakit keluarga, penyakit ibu dan obat yang dipakai selama kehamilan, problem persalinan (asfiksia, trauma, infeksi persalinan) Pemeriksaan fisik : bentuk kejang, iritabel, hipotoni, high pitch cry, gangguan pola nafas, perdarahan kulit, sianosis, ikterus, ubun-ubun besar cembung

Pemeriksaan laboratorium : darah rutin, gula darah, elektrolit, analisa gas darah, punksi lumbal, kultur darah, bilirubin direk dan total, pemeriksaan urine

Pemeriksaan radiologi : USG dan CT Scan kepala Pemeriksaan EEG

Penyulit kejang berulang retardasi mental palsi cerebralis

PENATALAKSANAAN Pertahankan homeostasis sistemik (pertahankan jalan nafas, usaha nafas dan sirkulasi) Terapi etiologi spesifik : o o Dekstrose 10% 2 ml/kg BB intravena bolus pelan dalam 5 menit Kalsium glukonas 10 % 200 mg/kg BB intravena (2 ml/kg BB) diencerkan aquades sama banyak diberikan secara intra vena dalam 5 menit (bila diduga hipokalsemia) o o Antibiotika bila dicurigai sepsis atau meningitis Piridoksin 50 mg IV sebagai terapeutik trial pada defisiensi piridoksin, kejang akan berhenti dalam beberapa menit Terapi anti kejang : o Fenobarbital : Loading dose 10-20 mg/kg BB intramuskuler dalam 5 menit, jika tidak berhenti dapat diulang dengan dosis 10 mg/kgBB sebanyak 2 kali dengan selang waktu 30 menit. o Bila kejang berlanjut diberikan fenitoin: loading dose 15-20 mg/kg BB intra vena dalam 30 menit. o Rumatan fenobarbital dosis 3-5 mg/kgBB/hari dapat diberikan secara intramuskuler atau peroral dalam dosis terbagi tiap 12 jam, dimulai 12 jam setelah loading dose. o Rumatan fenitoin dosis 4-8 mg/kgBB/hari intravena atau peroral dalam dosis terbagi tiap 12 jam. Penghentian obat anti kejang dapat dilakukan 2 minggu setelah bebas kejang dan penghentian obat anti kejang sebaiknya dilakukan sebelum pulang kecuali didapatkan lesi otak bermakna pada USG atau CT Scan kepala atau adanya tanda neurologi abnormal saat akan pulang.

Diazepam (lihat Bab Tetanus)

6. Jelaskan tentang tanda, gejala, penegakkan diagnosis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan

penunjang, serta penatalaksanaan dari Bakterimia dan Septikemia ! Bakteremia ialah suatu keadaan dimana terdapat bakteri dalam darah. Keadaan ini mengindikasikan adanya infeksi yang telah menyebar d31313131ari tempat asalnya seperti contohnya dari paru-paru (pneumonia). Bakteremia hanya merupakan kondisi awal dari adanya bakteri dalam darah. Keadaan yang lebih berbahaya jika bakteremia berlanjut menjadi sepsis, septik shok, atau sepsis berat.

Bakteremia dan sindroma sepsis lebih banyak terdapat pada pasien lanjut usia dibandingkan dengan pasien kelompok usia yang lainnya. Kondisi pasien lanjut usia dengan sindroma ini kadang tampak ringan dan pengobatannya kadang sangat sulit. Penderita sepsis di usia lanjut mempunyai angka kematian yang lebih tinggi di bandingkan dengan usia lainnya, yaitu berkisar antara 20 sampai 50 persen.

Faktor-faktor resiko untuk terjadinya bakteremia yaitu: Diabetes mellitus Penyakit limfoproliferatif Sirosis hepatis Luka bakar Infeksi saluran kemih Infeksi saluran pernafasan Tindakan invasif (kateter, infus, respirator, dll) Penggunaan obat yang menurunkan sistem imun (glokokortokoid, imunosupresan)

Klasifikasi bakteri streptococcus dari sisi kepentingan medis yaitu sebagai berikut: b.1. Streptococcus pyogenes: Kebanyakan bakteri streptococcus yang termasuk dalam antigen grup A adalah S. pyogenes. Bakteri ini bersifat hemolitik-. S. pyogenes adalah bakteri pathogen utama pada manusia dikaitkan dengan invasi lokal atau sistemik dan gangguan immunologi pasca infeksi oleh streptococcus. b.2. Streptococcus agalactiae: Termasuk dalam streptococcus group B. Mereka adalah anggota dari flora normal pada saluran organ wanita serta penyebab penting dari sepsis

neonatal dan meningitis. Dan mereka menunjukkan jenis hemolitik dan menghasilkan daerah hemolisis yang sedikit lebih luas daripada koloninya (berdiameter 1-2 meter). Bakteri streptococcus group B dapat menghemolisis natrium hippurate dan memberi respon positif terhadap tes CAMP (Christie, Atkins, Munch-Peterson). b.3. Grup C dan G: Bakteri streptococcus ini kadang terdapat di dalam nasofaring dan menimbulkan sinusitis, bakteremia atau endokarditis. Sering kelihatan seperti S. pyogenes grup A pada medium darah agar dan bersifat hemolitik . Dapat diidentifikasi menggunakan reaksi dengan antiserum spesifik untuk grup C atau G. b.4. Enterococcus faecalis (E. faecium, E. durans): Bakteri enterokokus dapat bereaksi dengan antiserum grup D. Enterokokus ini merupakan bagian dari flora normal enterik. Mereka biasanya bersifat nonhemolitik tapi suatu saat dapat bersifat hemolitik-. b.5. Sterptococcus bovis: Bakteri ini termasuk dalam streptococcus group D

nonenterococcus. Mereka sebagian merupakan flora enterik dan kadangkala dapat mengakibatkan endokarditis, dan juga dapat mengakibatkan bakteremia pada pasien dengan carcinoma colon. Bakteri bersifat nonhemolitik.

b.6. Streptococcus anginosus: Bakteri streptococcus ini merupakan bagian dari flora normal. Bisa bersifat , , atau nonhemolitik. S. anginosus meliputi bakteri streptococcus hemolitik yang membentuk koloni kecil (berdiameter < 0,5 mm) dan bereaksi dengan antiserum grup A, C, atau G; dan terhadap semua hemolitik grup F. b.7. Streptococcus Grup N: Mereka jarang menimbulkan penyakit pada manusia namun dapat menyebabkan penggumpalan normal pada susu. b.8. Streptococcus Grup E, F, G, H, dan K-U: Bakteri streptococcus ini terdapat terutama pada hewan dan terkadang juga pada manusia. b.9. Streptococcus pneumoniae: Bakteri pneumokokus bersifat hemolitik-. b.10. Streptococcus viridians: Secara tipikal, biasanya bersifat hemolitik-, tapi kemungkinan lain mereka bersifat nonhemolitik. Bakteri streptococcus viridians merupakan bakteri yang paling umum sebagai flora normal pada saluran pernafasan atas dan berperan penting untuk menjaga kesehatan membran mukosa yang terdapat disana.

Septikemia adalah suatu keadaan dimana terdapatnya multiplikasi bakteri dalam darah (bakteremia). Istilah lain untuk septikemia adalah Blood poisoning atau Bakteremia dengan sepsis. Sepsis adalah istilah klinis yang dipakai untuk suatu bakterimia yang bergejala. Septikemia merupakan suatu kondisi infeksi serius yang mengancam jiwa, dan cepat memburuk. Sumber infeksinya berasal dari paru-paru, saluran kencing, tulang radang otak dll. Gejalanya dimulai dengan demam tinggi, menggigil, nafas cepat dan denyut jantung cepat. Penderita kelihatan sangat sakit. Gejala berkembang menjadi syok, dengan penurunan suhu (hypothermia), penurunan tekanan darah, perubahan mental (bengong), dan gangguan bekuan darah sehingga timbul bercak perdarahan di kulit (petechiae dan ecchymosis). Bisa ditemukan penurunan jumlah urin. Penderita biasanya diinfus guna menjaga cairan tubuh/tekanan darah, oksigen dan antibitika diberikan. Perlu diberikan produk darah untuk mengoreksi gangguan bekuan darah. Angka kematiannya cukup tinggi, outcome tergantung organisme penyebab dan seberapa cepat mendapatkan perawatan RS. Kematian biasanya disebabkan septik syok atau ARDS (Adult Respiratory Distress Syndrome)7. Jelaskan tentang tanda, gejala, penegakkan diagnosis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan

penunjang, serta penatalaksanaan dari BBLR !

Penatalaksanaan pada bayi lahir dengan BBLRPenanganan Lahir rendah dan dapat perawatan dilakukan pada tindakan bayi dengan berikut berat : badan. (10,15,17)

sebagai

1) Mempertahankan suhu tubuh bayi Bayi prematuritas akan cepat kehilangan panas badan dan menjadi hipotermia, karena pusat pengaturan panas badan belum berfungsi dengan baik, metabolismenya rendah, dan permukaan badan relatif luas. Oleh karena itu, bayi prematuritas harus dirawat di dalam inkubator sehingga panas badannya mendekati dalam rahim. Bila belum memiliki inkubator,

bayi prematuritas dapat dibungkus dengan kain dan disampingnya ditaruh botol yang berisi air panas atau menggunakan metode kangguru yaitu perawatan bayi baru lahir seperti bayi kanguru dalam kantung ibunya. Caranya: Bayi diletakkan dalam dekapan ibu dengan kulit menyentuh kulit, posisi bayi tegak, kepala miring ke kiri atau ke kanan. Cara cara diatas dilakukan agar panas badan bayi dapat dipertahankan. 2) Pengawasan Nutrisi atau ASI Alat pencer