LAPORAN SKENARIO 5 Farmakologi

73
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara bahasa, Farmakologi berasal dari bahasa Yunani, (Pharmakon:obat ; logos:ilmu). Farmakologi ialah ilmu yang mempelajari tentang obat-obatan sertainteraksi obat tersebut di dalam tubuh. Sedangkan obat itu sendiri ialah zat bioaktif yang mampu mempengaruhi serta menimbulkan efek pada organisme hidup. Perkembangan obat itu sendiri sudah ada sejak zaman Yunani Kuno dan mengalami perkembangan terus-menerus hingga saat ini. Farmakologi sebagai ilmu, berfokus pada 2 sub ilmu, yaitu Farmakokinetika ( ilmu yang mempelajari keadaan obat dalam tubuh dengan proses absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi ) dan Farmakodinamika ( ilmu yang mempelajari tentang pengaruh obat terhadap jaringan tubuh ). Farmakologi sangat erat hubungannya dalam kehidupan sehari-hari, mengingat kita hidup di dunia bukan tanpa penyakit. Ketika kita mengalami sakit gigi, kita akan pergi ke dokter dan pada akhirnya kita akan diberikan obat-obatan. Dari peristiwa tersebut kita tahu bahwa farmakologi sangat penting peranannya bagi kehidupan kita. 1

description

Sistem Tubuh 3

Transcript of LAPORAN SKENARIO 5 Farmakologi

Page 1: LAPORAN SKENARIO 5 Farmakologi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Secara bahasa, Farmakologi berasal dari bahasa Yunani, (Pharmakon:obat ;

logos:ilmu). Farmakologi ialah ilmu yang mempelajari tentang obat-obatan

sertainteraksi obat tersebut di dalam tubuh. Sedangkan obat itu sendiri ialah zat

bioaktif yang mampu mempengaruhi serta menimbulkan efek pada organisme

hidup.

Perkembangan obat itu sendiri sudah ada sejak zaman Yunani Kuno dan

mengalami perkembangan terus-menerus hingga saat ini. Farmakologi sebagai

ilmu, berfokus pada 2 sub ilmu, yaitu Farmakokinetika ( ilmu yang mempelajari

keadaan obat dalam tubuh dengan proses absorpsi, distribusi, metabolisme, dan

ekskresi ) dan Farmakodinamika ( ilmu yang mempelajari tentang pengaruh obat

terhadap jaringan tubuh ).

Farmakologi sangat erat hubungannya dalam kehidupan sehari-hari,

mengingat kita hidup di dunia bukan tanpa penyakit. Ketika kita mengalami sakit

gigi, kita akan pergi ke dokter dan pada akhirnya kita akan diberikan obat-obatan.

Dari peristiwa tersebut kita tahu bahwa farmakologi sangat penting peranannya

bagi kehidupan kita.

Dalam farmakologi kita mengenal berbagai macam obat yang digunakan

dalam masalah yang sangat umum terjadi pada kehidupan kita. Misalnya,

antibiotic, yakni zat yang digunakan untuk menghambat atau membunuh

mikroorganisme hidup yang ada dalam tubuh kita. Analgesik, yakni obat yang

digunakan untuk mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri dan akhirnya

memberikan rasa nyaman bagi penderita. Dalam farmakologi, kita juga akan

mengenal istilah anastesi, yakni suatu tindakan yang dilakukan untuk

menghilangkan rasa atau sensasi di beberapa bagian tubuh karena blokade impuls

secara mekanis atau pemakaian obat, istilah ini sering kita jumpai ketika kita pergi

ke dokter gigi untuk pencabutan gigi. Setelah pencabutan gigi kita akan mengenal

1

Page 2: LAPORAN SKENARIO 5 Farmakologi

obat anti-inflamasi, yakni obat yang digunakan untuk mengurangi atau

menghilangkan rasa nyeri bukan karena mikroorganisme.

1.2 Skenario

Om Tukul yang biasanya ceria dan melucu, beberapa hari ini terlihat lesu

dan menutupi pipi kanannya, sambil sesekali mengerang kesakitan. Om Tukul

mengeluh pusing agak sesak napas dan sakit gigi (pipi kanannya bengkak).

Setelah diperiksakan ke dokter, tekanan darahnya 200/100, gigi geraham kanan

bawah lubang besar disertai pembengkakan gusi disekitarnya, terdapat riwayat

asma serta alergi penicillin. Kemudian oleh dokter, Om Tukul diberi resep

antibiotic, analgesic, anti-inflamasi selama 5 hari dan disarankan untuk mencabut

giginya setelah sakit dan bengkaknya mereda. 3 hari kemudian Om Tukul datang

ke dokter gigi untuk mencabutkan giginya. Sebelum pencabutan, Om Tukul diberi

anestesi local yang disesuaikan dengan riwayat medisnya.

1.3 Rumusan Masalah

Dari latar belakang dan skenario diatas, dapat dirumuskan beberapa

masalah, antara lain sebagai berikut:

1. Bagaimana farmakodinamik, farmakokinetik, dan efek samping dari

antibiotik?

2. Bagaimana farmakodinamik, farmakokinetik, dan efek samping dari

analgesic-antiinflamasi?

3. Bagaimana farmakodinamik, farmakokinetik, dan efek samping dari

anestesi lokal?

1.4 Tujuan Pembelajaran

Dari beberapa hal diatas, tujuan pembelajaran yang ingin kami capai, antara

lain sebagai berikut:

1. Menjelaskan macam-macam obat, farmakodinamik, farmakokinetik, serta

efek samping

a. Antibiotik

2

Page 3: LAPORAN SKENARIO 5 Farmakologi

b. Analgesic-Anti-inflamasi

c. Anestesi Lokal

3

Page 4: LAPORAN SKENARIO 5 Farmakologi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Farmakologi berasal dari kata pharmacon (obat) dan logos (ilmu

pengetahuan). Farmakologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari obat dan

cara kerjanya pada system biologis.

Farmakognosi adalah ilmu yang mempelajari tentang bagian-bagian

tanaman atau hewan yang dapat digunakan sebagai obat.

Farmasi adalah bidang profesional kesehatan yang merupakan kombinasi

dari ilmu kesehatan dan ilmu kimia, yang mempunyai tanggung-jawab

memastikan efektivitas dan keamanan penggunaan obat. Profesional bidang

farmasis disebut farmasis atau apoteker.

Farmakologi Klinik adalah ilmu farmakologi yang mempelajari pengaruh

kondisi klinis pasien terhadap efikasi obat, misalkan kondisi hamil dan menyusui,

neonates dan anak, geriatric, inefisiensi ginjal dan hepar.

Farmakologi Terapi atau sering disebut farmakoterapi adalah ilmu yang

mempelajari pemanfaatan obat untuk tujuan terapi.

Toksikologi adalah pemahaman mengenai pengaruh-pengaruh bahan kimia

yang merugikan bagi organisme hidup.

Pada zaman dahulu setelah ditemukannya obat,obat yang pertama

digunakan ialah obat yang berasal dari tanaman yang lebih dikenal dengan

sebutan obat tradisional (jamu). Obat nabati ini digunakan sebagai rebusan atau

ekstrak dengan aktivitas yang seringkali berbeda-beda tergantung dari asal

tanaman dan cara pembuatannya.

Perkembangan sintetis obat baru dimulai pada abad XX dengan dibuatnya

sintetis-sintetis seperti:asetosal disusul kemudian dengan sejumlah zat-zat

lainnya.pendrobakan sejati baru dicapai dengan penemuan dan penggunaan obat-

obat kemoterapetik sulfanilamide(1935) dan penisilin(1940).sejak tahun 1945

ilmu kimia,fisika dan kedokteran berkembang dengan pesat dan hal ini

menguntungkan sekali bagi penyelidikan yang sistematis dari obat-obat

baru.penemuan-penemuan baru menghasilkan lebih 500 macam obat setiap

4

Page 5: LAPORAN SKENARIO 5 Farmakologi

tahunnya,sehingga obat-obat kuno makin terdesak oleh obat-obat baru,

kebanyakan obat-obat yang digunakan ditemukan sekitar 20 tahun yang

lalu,sedangkan obat-obat kuno ditinggalkan dan diganti dengan obat modern

tersebut.

5

Page 6: LAPORAN SKENARIO 5 Farmakologi

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Mapping

3.2 Antibiotik

Antibiotik adalah senyawa hasil sintesis mikroorganisme terutama fungi,

yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain.

Banyak antibiotik dewasa ini dibuat secara semisintetik atau sintetik penuh.

Namun dalam praktek sehari hari, antibiotic sintetik yang tidak diturunkan dari

produk mikroba (misalnya sulfonamide dan kuinolon) juga digolongkan sebagai

antibiotik. Beberapa pendekatan dapat digunakan untuk mengklasifikasikan

antibiotik, yaitu melalui:

1. Pendekatan kimia

2. Pendekatan berdasarkan mekanisme kerja

3. Pendekatan berdasarkan manfaat dan sasaran kerja

4. Pendekatan berdasarkan daya kerja

6

Page 7: LAPORAN SKENARIO 5 Farmakologi

3.2.1 Berdasarkan struktur kimia

3.2.1.1 β-Laktam

Mekanisme kerja

Antibiotik beta-laktamase bekerja membunuh bakteri dengan

cara menginhibisi sintesis dinding selnya. Pada proses pembentukan

dinding sel, terjadi reaksi transpeptidasi yang dikatalis oleh enzim

transpeptidase dan menghasilkan ikatan silang antara dua rantai

peptida-glukan. Enzim transpeptidase yang terletak pada membran

sitoplasma bakteri tersebut juga dapat mengikat antibiotik beta-laktam

sehingga menyebabkan enzim ini tidak mampu mengkatalisis reaksi

transpeptidasi walaupun dinding sel tetap terus dibentuk. Dinding sel

yang terbentuk tidak memiliki ikatan silang dan peptidoglikan yang

terbentuk tidak sempurna sehingga lebih lemah dan mudah

terdegradasi. Pada kondisi normal, perbedaan tekanan osmotik di

dalam sel bakteri gram negatif dan di lingkungan akan membuat

terjadinya lisis sel. Selain itu, kompleks protein transpeptidase dan

antibiotik beta-laktam akan menstimulasi senyawa autolisin yang

dapat mendigesti dinding sel bakteri tersebut. Dengan demikian,

bakteri yang kehilangan dinding sel maupun mengalami lisis akan

mati.

Farmakodinamik

Golongan β-laktam termasuk dalam kelompok antibiotik time-

dependent (bergantung pada waktu), dimana antibiotik ini membunuh

lebih baik saat konsentrasi konstan berada di atas konsentrasi hambat

minimum (KHM). Laju dan tingkat penghambatan relatif konstan saat

konsentrasinya sekitar empat kali KHM dari mikroorganisme,

sehingga tujuan terapi adalah untuk mempertahankan keadaan ini

selama mungkin pada tempat infeksi saat interval dosis. Puncak

konsentrasi pada obat-obat golongan β-laktam tidak terlalu penting.

Pada infeksi sedang, konsentrasi yang cukup untuk mengobati infeksi

yaitu bila melampaui 40–50 % KHM pada interval pemberian. Durasi

7

Page 8: LAPORAN SKENARIO 5 Farmakologi

optimum dimana konsentrasi antibiotik tetap berada di atas KHM

belum diketahui.

Maka dari itu, penggunaan antibiotik β-laktam dengan dosis

normal atau lebih tinggi tetapi belum bertahan dalam waktu yang

cukup lama, tidak akan menghasilkan efek terapi yang diinginkan.

Pada umumnya dosis obat berbanding lurus dengan konsentrasi obat

dalam plasma, dan konsentrasi dalam plasma berbanding lurus juga

dengan efek yang dihasilkan. Sedangkan untuk obat golongan β-

laktam hal ini tidak berlaku, karena walaupun  dosis obat berbanding

lurus dengan konsentrasi obat dalam plasma, tetapi efek yang

dihasilkan obat golongan β-laktam tidak berbanding lurus dengan

konsentasi di dalam plasma. Hal ini dikarenakan obat-obat golongan

β-laktam baru akan menghasilkan efek yang diinginkan ketika kita

menggunakan obat tersebut dengan dosis normal (tertentu) dengan

waktu (durasi) penggunaan yang cukup lama (tertentu).

Farmakokinetik

Sebagian besar golongan β-laktam tidak tahan terhadap asam

dan terurai oleh asam lambung. Absorbsi β-laktam pada saluran

pencernaan terbatas. Sebagian besar sediaan β-laktam adalah sediaan

parenteral. Esterifikasi dari obat asli terkadang diperlukan untuk

memfasilitasi absorbsi. β-laktam yang teresterifikasi sebaiknya

diberikan bersama makanan.

Golongan β-laktam sebagian besar tersebar di ekstraselular.

Penetrasi β-laktam pada membran biologis dan penetrasi

intraselulernya terbatas, terkadang hal tersebut dapat diatasi dengan

pemberian dosis yang lebih tinggi. Sebagian besar golongan β-laktam

dieksresikan lewat ginjal, kecuali oxacillin, cefoperazon, ceftriaxon.

Waktu paruh golongan β-laktam lebih singkat yaitu berkisar antara 2–

2,5 jam. Ceftriaxon memiliki waktu paruh yang lebih panjang yaitu

sekitar 8 jam dalam sekali pemberian. Golongan β-laktam adalah (a)

Kelompok Penicillin (b) Kelompok Sefalosporin.

8

Page 9: LAPORAN SKENARIO 5 Farmakologi

3.2.1.1.1 Penicillin

Penisilin merupakan asam organik, terdiri dari satu

inti siklik dengan satu rantai samping. Inti siklik terdiri dari

cincin tiazolidin dan cincin betalaktam. Rantai samping

merupakan gugus amino bebas yang dapat mengikat berbagai

jenis radikal. Dengan mengikat berbagai radikal pada gugus

amin bebas tersebut akan diperoleh berbagai jenis penisilin,

misalnya penisilin G, radikalnya adalah gugus benzil. Penisilin

G untuk suntikan biasanya tersedia sebagai garam Na atau K.

bila atom H pada gugus karboksil diganti dengan prokain,

diperoleh penisilin G prokain yang sukar larut dalam air,

sehingga dengan suntikan IM akan didapatkan absorpsi yang

lambat dan masa kerjanya lama.

Beberapa penisilin akan berkurang aktivitas

antimikrobanya dalam suasana asam sehingga penisilin

kelompok ini harus diberikan secara parenteral. Penisilin lain

hilang aktivitasnya bila dipengaruhi enzim betalaktamase

(dalam hal ini, penisilinase) yang memecah cincin betalaktam.

Radikal tertentu pada gugus amino inti 6-APA dapat

mengubah sifat kerentanan terhadap asam, penisilinase, dan

speltrum sifat anti-mikroba.

Satuan Daya Aktivitas Kerja Potensi Penisilin

Potensi penisilin dinyatakan dalam dua jenis satuan.

Untuk penisilin G biasanya digunakan satuan aktivitas

biologik yang dibandingkan terhadap suatu standar, dan

dinyatakan dalam Internasional Unit (IU). Satu milligram

natrium-penisilin G murni adalah ekuivalen dengan 1667 IU

atau 1 IU = 0.6 . Satuan potensi penisilin lainnya pada

umumnya dinyatakan dalam satuan berat.

9

Page 10: LAPORAN SKENARIO 5 Farmakologi

Aktivitas dan Mekanisme Kerja

Penisilin menghambat pembentukan mukopeptida

yang diperlukan untuk sintesis dinding sel mikroba. Terhadap

mikroba yang sensitive, penisilin akan menghasilkan efek

bakterisid.

Mekanisme kerja antibiotika betalaktam dapat

diringkas dengan urutan sebagai berikut: (1) Obat bergabung

dengan penicillin-blinding protein (PBPs) pada kuman. (2)

Terjadi hambatan sintesis dinding sel kuman karena proses

transpeptidasi antar rantai peptidoglikan terganggu. (3)

Kemudian terjadi aktivasi enzim proteolitik pada dinding sel.

Di antara semua penisilin, penisilin G mempunyai aktivitas

terbaik terhadap kuman gram-positif yang sensitive.

Kelompok ampisilin, walaupun spectrum AM-nya lebar,

aktivitasnya terhadap mikroba gram positif tidak sekuat

penisilin G, tetapi efektif terhadap beberapa mikroba gram-

negatif dan tahan asam, sehingga dapat diberikan secara per

oral.

Spektrum Antimikroba

Penisilin G efektif terutama terhadap mikroba gram-

positif dan Spirochaeta; selain itu beberapa mikroba gram

negatif juga sangat sensitif terhadap penisilin G, misalnya

Gonococcus yang tidak menghasilkan penisilinase.

Penisilin V memiliki spectrum antimikroba yang

sama dengan penisilin G. Metisilin spektrumnya lebih sempit

daripada penisilin G, karena tidak efektif sama sekali terhadap

mikroba Gram-negatif. Indikasinya hanyalah untuk mengatasi

infeksi stafilokokus penghasil penisilinase. Ampisilin

merupakan prototip golongan amino-penisilin berspektrum

luas, tetapi aktivitasnya terhadap kokus Gram-positif kurang

daripada penisilin G.

10

Page 11: LAPORAN SKENARIO 5 Farmakologi

Resistensi

Sejak penisilin mulai digunakan, jenis mikroba yang

tadinya sensitive makin banyak yang menjadi resisten.

Mekanisme resistensi terhadap penisilin, antara lain: (1)

pembentukan enzim betalaktamase. Pada umumnya kuman

gram-positif mensekresi betalaktamase ekstraselular dalam

jumlah relative besar. Kuman gram-negatif hanya sedikit

mensekresi keluar betalaktamase tetapi tempatnya strategis,

yaitu di rongga periplasmik diantara membran sitoplasma dan

dinding sel kuman. Kebanyakan jenis betalaktamase

dihasilkan oleh kuman melalui kendali genetic oleh plasmid.

(2) enzim autolisin kuman tidak bekerja, sehingga timbul sifat

toleran kuman terhadap obat. (3) kuman tidak mempunyai

dinding sel (misalnya mikoplasma). (4) Perubahan PBP

(Penicillin Binding Protein) atau obat tidak dapat mencapai

PBP

Farmakokinetik

Jumlah ampisilin dan senyawa sejenisnya yang

diabsorpsi pada pemberian oral dipengaruhi oleh besarnya

dosis dan ada tidaknya makanan dalam saluran cerna. Dengan

dosis lebih kecil persentase yang diabsorpsi relative besar.

Absorpsi ampisilin oral tidak lebih baik dari penisilin V atau

fenetisilin.

Absorpsi amoksisilin di saluran cerna jauh lebih baik

daripada ampisilin. Dengan dosis oral yang sama, amoksilin

mencapai kadar dalam darah yang tingginya kira0kira 2 kali

lebihh tinggi daripada yang dicapai oleh ampisilin, sedang

masa paruh eliminasi kedua obat ini hampir sama. Penyerapan

ampisilin terhambat oleh adanya makanan di lambung, sedang

amoksisilin tidak.

11

Page 12: LAPORAN SKENARIO 5 Farmakologi

Penisilin G didistribusi luas daam tubuh. Kadar obat

yang memadai dapat tercapai dalam hati, empedu, ginjal, usus,

limfe, dan semen, tetapi dalam cairan serebrospinal sukar

dicapai. Adanya radang meningen lebih memudahkan

penetrasi penisilin G ke cairan serebrospinal tetapi tercapai

tidaknya kadar efektif tetap sukar diramalkan.

Distribusi amoksisilin secara garis besar sama

dengan ampisilin. Karbenisilin pada umumnya

memperlihatkan adanya sifat distribusi yang sama dengan

penisilin lainnya termasuk distribusi ke dalam empedu dan

dapat mencapai cairan serebrospinal pada meningitis.

Efek Samping

Reaksi Alergi

Reaksi alergi yang sifatnya ringan sampai sedang

berupa berbagai bentuk kemerahan kulit, dermatitis kontak,

glositis, serta gangguan lain pada mulut, demam yang kadang-

kadang disertai menggigil. Yang paling sering terjadi diantara

semuanya adalah kemerahan kulit. Tindakan yang diambil

pada reaksi alergi adalah dengan menghentikan pemberian

obat dan member terapi simtomatik dengan adrenalin. Bila

perlu diberikan tambahan antihistamin dan kortikosteroid

sesuai dengan kebutuhan untuk mencegah suatu reaksi

anafilaksis.

Syok anafilaksis

Pada umumnya untuk mengatasi syok anafilaksis

akibat pemberiian obat diperlukan 1 sampai 4 kali suntikan

0,3-0,4 mL adrenalin subkutan. Pada syok berat dan lama

dapat diberikan hidrokortison 100 mg atau deksametason 5-10

mg secara intravena atau intramuscular sebagai tambahan,

yang berefek permisif terhadap adrenalin

12

Page 13: LAPORAN SKENARIO 5 Farmakologi

Perubahan biologik

Abses data terjadi pada tempat suntikan dengan

penyebab stafilokokus atau bakteri gram-negatif. Gejala

palagra, terutama pada daerah selangkang dan skrotum,

mungkin berhubungan dengan gangguan flora usus yang

mengakibatkan defisiensi asam nikotinat.

3.2.1.1.2 Sefalosporin

Sefalosporin berasal dari fungus Cephalosporium

acremonium yang diisolasi pada tahun 1948 oleh Brotzu.

Sefalosporin terbagi menjadi 4 generasi berdasarkan aktivitas

mikroba yang secara tidak langsung juga sesuai dengan urutan

masa pembuatannya. Dewasa ini, sefalosporin yang lazim

digunakan dalam pengobatan, telah mencapai generasi

keempat.

Sefalosporin generasi pertama (SG I)

Sefalosporin generasi pertama memperlihatkan

spectrum antimikroba terutama aktif terhadap kuman gram-

positif. Golongan ini efektif terhadap sebagian besar S. aureus

dan Streptococcus termasuk S. pyogenes, S. viridians dan S.

pneumonia. Bakteri gram-positif yang juga sensitive adalah S.

anaerob, Clostridium perfringens, Listeria monocytogenes,

dan Corynebacterium diphteriae.

Sefalosporin generasi kedua (SG II)

Golongan ini kurang aktif terhadap bakteri gram

positif dibandingkan generasi pertama, tetapi lebih aktif

terhadap kuman gram negatif, misalnya H. influezae, P.

mirabilis, E. coli, dan Klebsiella.

Sefalosporin generasi ketiga (SG III)

Golongan ini umumnya kurang aktif dibandingkan

generasi pertama terhadap gram-positif, tetapi jauh lebih aktif

13

Page 14: LAPORAN SKENARIO 5 Farmakologi

terhadap Enterobacteriaceae, termasuk strain penghasil

penisilinase. Seftazidim dan sefoperazon aktif terhadap P.

aeruginosa.

Sefalosporin generasi keempat (SG IV)

Antibiotika golongan ini (misalnya, sefepim,

sefpirom) mempunyai spectrum aktivitas lebih luas dari

generasi ketiga dan lebih stabil terhadap hidrolisis oleh

betalaktamase. Antibiotika tersebut dapat berguna untuk

mengatasi infeksi kuman yang resisten terhadap generasi

ketiga.

Farmakokinetik

Dari sifat farmakokinetiknya sefalosporin dibedakan

dalam 2 golongan. Sefaleksin, sefradin, sefaklor, sefpodoksim

proksetil, sefadroksil, lorakarbef, sefprozil, sefiksim,

seftibuten, dan sefuroksim aksetil yang dapat dierikan secara

per oral karena diabsorbsi melalui saluran cerna. Sefalotin dan

sefapirin umumnya diberiikan secara intravena karena

menyebabkan iritasi local dan nyeri pada pemberian

intramuskular.

Sefalosporin juga melewati sawar sarah uri,

mencapai kadar tinggi di cairan synovial dan cairan

pericardium. Pada pemberian sistemik, kadar sefalosporin

generasi ketiga di cairam mata relative tinggi, tetapi tdak

mencapai vitreus. Kadar sefalosporin dalam empedu

umumnya tinggi, terutama sefoperazon.

Kebanyakan sefalosporin diekskresi dalam bentuk

utuh melalui ginjal, dan proses sekresi tubuli, kecuali

sefoperazon yang sebagian besar diekskresi melalui empedu.

Karena itu dosis sefalosporin umumnya harus dikurangi pada

pasien insufisiensi ginjal.

14

Page 15: LAPORAN SKENARIO 5 Farmakologi

Efek samping

Reaksi mendadak, yaitu anafilaksis dengan spasme

bronkus dan urtikaria terjadi. Reaksi silang umumnya terjadi

pada pasien dengan alergi penisilin berat, sedangkan pada

alergi penisilin ringan atau sedang kemungkinannya kecil.

Dengan demikian pada pasien dengan alergi penisilin berat,

tidak dianjurkan penggunaann sefalosporin atau jika sangat

diperlukan harus diawasi dengan sungguh-sungguh.

Depresi sumsum tulang terutama granulositopenia

dapat timbul meskipun jarang. Sefalosporin bersifat

nefrotoksik, meskipun jauh lebih ringan dibandingkan dengan

aminoglikosida dan polimiksin. Nekrosis ginjal dapat terjadi

pada pemberian sefaloridin 4 g/hari.

Diare dapat timbul terutama pada pemberian

sefoperazon, mungkin karena ekskresinya terutama melalui

empedu, sehingga mengganggu flora normal usus. Selain itu

dapat terjadi perdarahan hebat karena hipoprotrombinemia,

dan disfungsi trombosit, khususnya pada pemberian

moksalaktam.

3.2.1.2 Aminoglikosida

Aminoglikosid merupakan produk streptomises atau fungus

lainnya. Senyawa aminoglikosid dibedakan dari gugus gula amino

yang terikat pada aminosiklotol. Yang termasuk golongan

aminoglikosid diantaranya: Streptomisin, kanamisin, gentamisin,

tobramisin, neomisin, framisetin, dan paromisin.

Farmakodinamik

Mekanisme kerja

Mekanisme kerja aminoglokosida adalah dengan

penghambatan biosintesis protein melalui ikatan pada subunit 30S.

Selain itu menyebabkan salah baca mRNA, yang mengakibatkan

15

Page 16: LAPORAN SKENARIO 5 Farmakologi

pembentukan protein nonsense. Namun efek bakterisid senyawa –

senyawa ini disebabkan oeh gangguan permeabilitas dari membran

sitoplasma.

Spektrum Aktivitas

Spektrum aktivitasnya sedang, terutama pada bakteri gram

negatif, yang penting adalah efek dari senyawa – senyawa baru

terhadap kelompok Pseudomonas

Efek samping

Aminoglikosida berefek samping ototoksik dan nefrotoksik

karena kumulasi selektif di perilimfa telinga sebelah dalam dan

dengan ikatan pada asam fosfolipid di mikrovili tubulus proksimal.

Terjadi Relaksasi otot, serta sensibilisasi disertai perkembangan alergi

terhadap golongan obat ini.

3.2.1.3 Kloramfenikol

Kloramfenikol merupakan Kristal putih yang sukar larut

dalam air dan rasanya sangat pahit. Kloramfenikol mempunyai daya

antimikroba yang kuat.

Mekanisme kerja

Kloramfenikol berjalan dengan jalan menghambat sintesis

protein kuman. Yang dihambat ialah enzim peptidil-transferase yang

berperan sebagai katalisator untuk membentuk ikatan-ikatan peptide

pada proses sintesis protein kuman.

Farmakokinetik

Diserap dengan cepat setelah pemberian oral. Kadar puncak

dalam darah tercapai dalam 2 jam. Untuk anak biasanya diberikan

bentuk ester kloramfenikol palmitat atau stearat yang rasanya tidak

pahit. Bentuk ester ini mengalami hidrolisis dalam usus dan

membebaskan kloramfenikol. Obat ini didistribusikan secara baik ke

berbagai jaringan tubuh, termasuk jaringan otak, cairan serebrospinal

dan mata. Dalam waktu 24 jam, 80-90% kloramfenikol yang

16

Page 17: LAPORAN SKENARIO 5 Farmakologi

diberikan oral telah diekskresi melalui ginjal. Dari seluruh

kloramfenikol yang diekresi melalui urin, hanya 5-10% dalam bentuk

aktif.

Efek samping

Efek samping dari kloramfenikol, antara lain depresi sumsum

tulang yang reversible dan berhubungan dengan besarnya dosis yang

diberikan ; depresi eritropoesis; leucopenia, trombositopenia dan

peningkatan kadar serum iron.

3.2.1.4 Tetrasiklin

Mekanisme Kerja

Menghambat sintesis protein bakteri pada ribosomnya, paling

sedikit terjadi 2 proses masuknya AB ke dalam ribosom bakteri Gram

negative : Pertama, difusi pasif mllui kanal hidrofilik ; Kedua, mllui

sistem transport aktif. Setelah masuk AB berikatan secara reversibel

dengan ribosom 30S dan mencegah ikatan tRNAaminoasil pada

kompleks mRNA-ribosom. Hal tersebut mencegah perpanjangan

rantai peptida dan akibatnya sintesis protein berhenti.

Farmakokinetik

Absorpsi 30-80% diserap lewat saluran cerna, sebagian besar

terjadi di lambung & usus halus bagian atas. Faktor penghambat :

makanan dlm lambung (kec minosiklin & doksisilin), pH tinggi,

pembentukan kelat(kompleks tetrasiklin dgn zat lain yg sukar diserap)

diberikan sebelum/2 jam setelah makan.

Distribusi Dalam plasma, semua terikat protein plasma dlm

jumlah variasi ; Dalam CSS, kadar tetrasiklin hanya 10-20% kadar

dlm serum ; Ditimbun dalam RES di hati, limpa, sumsum tulang,

dentin dan email gigi yang belum bererupsi.

Metabolism e Tidak dimetabolisme secara berarti di hati.

Doksisiklin dan minosiklin mengalami metabolisme di hati yang

cukup berarti sehingga aman diberikan pada pasien gagal ginjal

17

Page 18: LAPORAN SKENARIO 5 Farmakologi

Ekskres i Diekskresi mllui urin berdasarkan filtrasi

glomerolus. Ekskresi oleh hati ke dalam empedu, yang diekskresi ke

dalam lumen usus mengalami siklus entero hepatik, yang tidak

diserap diekskresi lewat tinja.

Efek Samping

Iritasi lambung ; Tromboflebitis; Kelainan darah;

Disgenesis ; perubahan warna permanen dan karies gigi ; Sindrom

Fanconi ; Meningkatkan kadar ureum, pada gagal ginjal dapat terjadi

azotemia ; Peninggian tekanan intrakranial.

3.2.2 Berdasarkan mekanisme kerja

Berdasarkan mekanisme kerjanya, antibiotic dapat dikelompokan

dalam lima kelompok, seperti berikut.

1. Antibiotic yang menginhibisi sintesis atau mengaktivasi enzim

yang merusak dinding sel bakteri, sehingga menghilangkan

kemampuan berkembang biak dan sering kali lisis

- Penisilin; sefalosporin

- Sikloserin; vankomisin; ristosetin; basitrasin

2. Antibiotic yang bekerja langsung terhadap membrane sel,

memperngaruhi permeabilitas sehingga menimbulkan kebocoran

dan kehilangan senyawa intraseluler.

- Polimiksin; kolistimetat

- Antifungus polien; nistatin; amfoteresin B

3. Antibiotic yang mengganggu fungsi ribosom bakteri, sehingga

menyebabkan inhibisi sintesis protein secara reversible

- Senyawa bakteriostatik kloramfenikol; tertrasiklin; antibiotic

makrolida: eritromisin; linkomisin; klindamisin

4. Antibiotic yang difiksasi pada subunit ribosom 30s menyebabkan

timbunan kompleks pemula sintesis protein, sehingga salah tafsir

kode mRNA dan memproduksi polipeptida abnormal

- Antibiotic aminoglikosida yang bersifat bakterisid

18

Page 19: LAPORAN SKENARIO 5 Farmakologi

5. Antibiotic yang mengganggu metabolisme asam nukleat

- Rifampin, menginhibisi RNA polymerase yang dependen DNA.

Metoda analisis farmakologi molecular kemungkinan dapat

diutarakan bahwa antibiotic dapat mempengaruhi perkembangan

bakteri pada enam lokasi, yaitu:

Dinding sel bakteri

Membrane sitoplasma

Replikasi DNA

Transkripsi DNA

Translasi mRNA

Metabolisme intermediet

3.2.3 Berdasarkan manfaat dan sasaran kerja

Berdasarkan manfaat dan sasaran kerjanya dapat dibedakan tiga

kelompok antibiotic.

1. Antibiotic yang terutama bermanfaat terhadap kokus gram + dan

basil, cenderung memiliki spectrum aktivitas yang sempit.

- Penisilin G; penisilin semi sintetik yang resisten terhadapa

penisilinase

- Makrolida; linkomisin; vankomisin; basitrasin.

2. Antibiotic yang terutama efektif terhadap basil aerob gram –

- Aminoglikosida

- Polimiksin

3. Antibiotic yang secara relative memiliki spectrum kerja yang luas,

serta bermanfaat terhadap kokus gram + dan basil gram –

- Penisilin spectrum luas (ampisilin; kabernisilin)

- Sefalosporin

- Tetrasiklin

- Kloramfenikol

19

Page 20: LAPORAN SKENARIO 5 Farmakologi

3.2.4 Berdasarkan daya kerja

Dari segi daya kerjanya, antibiotic dapat dibedakan dalam kelompok

antibiotic bakteriostatik dan antibiotic bakterisidik. Kelompok yang pertama

menghambat pertumbuhan dan perkembangan bakteri, kelompok yang

kedua bekerja mematikan bakteri tersebut. Daya kerjanya ini nampaknya

berkaitan pula dengan mekanisme kerja antibakteri tersebut.

Antibakteri yang bekerja menghambat sintesis protein bakteri,

ternyata bakteriostatik (kelompok tetrasiklin; kloramfenikol; eritromisin;

linkomisin). Antibiotic yang bekerja menghambat biostesis dinding sel

bakteri, rupanya bersifat bakterisid ( penisilin dan derivatnya; absitrasinl

kelompok aminiglikosida; polimiksin; rifampisin). Karena sintesis dinding

sel bakteri terganggu, luar dan di dalam sel yang mengakibatkan

kehancurannya.

Suatu bakteri bersifat bakteriostatik atau bakterisid ditentukan pula

oleh dosis yang diberikan. Pada dosis rendah antibakteri kelompok

bakterisid dapat bersifat bakteriostatik atau tidak bekerja sama sekali.

Sebaliknya, antibakteri yang bersifat bakteriostatik, seperti tetrasiklin dan

kloramfenikol, bersifat bakterisid pada dosis tinggi. Antibakteri

bakteriostatik dapat digunakan pada serangan infeksi yang akut, ketika

jumlah antibody dalam tubuh masih memadai dan pada infeksi yang ringan.

3.3 Analgesik Anti-Inflamasi

3.3.1 Sifat Dasar Obat Anti-Inflamasi Non Steroid

3.3.1.1 Efek Farmakodinamik

Semua obat mirip aspirin bersifat antipiretik, analgesik, dan

anti inflamasi. Ada perbedaan aktivitas di antara obat obat tersebut,

misalnya parasetamol (asetaminofen) bersifat antipiretik dan

analgesik tetapi sifalt anti inflamasinya lemah sekali.

20

Page 21: LAPORAN SKENARIO 5 Farmakologi

3.3.1.2 Efek Analgesik

Obat mirip aspirin hanya efektif terhadap nyeri dengan

itensitas rendah sampai sedang misalnya mualsakit kepala, misalgia,

antralgia dan nyeri lain yang berasal dari integumen terutama

terhadap nyeri yang berkaitan dengan inflamasiEfek analgesik jauh

lebih lemah di bandongkan denga efek analgesik opiat. Bedanya obat

irip aspirin tidak menimbulkan ketagihan dan tidak menimbulkan efek

samping sentral yang merugikan. Obat mirip aspirin hanya mengubah

presepsi mediator sensorik nyeri , tidak mempengaruhi sensorik lain.

3.3.1.3 Efek Antipiretik

Obat yang mirip aspirin akan menurunkan suhu badan hanya

pada keaadaan demam walaupun kebeanyakan obat ini

memeperlihatkan efek antipiretik in vitro tidak seuanya berguna

senagai anti piretik karena brsifat toksik bila di gunakan secara

rutinatau terlalu lama.

3.3.1.4 Efek Anti-Inflamasi

Kebanyakan obat mirip aspirin terutama yang baru lebih di

manfaatkan sebagai anti inflamasi padapegobatan kelainan

muskuluskeletal misalnya artritis reumatoid, osteoritis dan spondilitis

ankilosa, tetapi harus diingat gejala nyeri dan inflamasi yang

berkaitan dengan penyakitnya secara simtomatik, tidak menghentikan,

memperbaiki, atau mencegah kerusakan jaringan pada kelainan

muskulusskeletal ini.

3.3.1.5 Efek Samping

Efek samping obat anti-inflamasi ini, antara lain: kebanyakan

obat anti inflamasi ini bersifat asam sehingga lebih banyak terkumpul

pada sel yang bersifat asam misalnya lambung,ginjal, dan jaringan

21

Page 22: LAPORAN SKENARIO 5 Farmakologi

inflamasi. Berpotensi menyebabkan efek samping pada 3 sistem organ

yaitu saluran cerna ginjal, dan hati.

Efek yang paling sering terjadi adalah induksi tukak peptik

(tukak duodenum dan tukak lambung) yang kadanag di sertai anemia

sekunder akibat perdarahan saluran cerna. Efek samping lainnnya

yaitu gannguan fungsi trombosit akibat penghambatan biosintesis

tambahana A2 (T x A2) dengan akibat perpanjangan waktu

perdarahan.

3.3.2 Pembahasan Obat

3.3.2.1 Salisilat

Asam asetil salisilat yang lebih dikenal sebagai asesotal atau

asam aspirin adalah analgesic antipiretik dan anti-inflamasi yang luas

digunakan dan digolongkan dalam obat bebas.

Mekanisme Kerja

Efek antipiretik dan anti-inflamasi salisilat terjadi karena

penghambatan sintesis prostaglandin di pusat pengatur panas dalam

hipotalamus dan perifer di daerah target. Lebih lanjut, dengan

menurunkan sintesis prostaglandin, salisilat juga mencegah sensitasi

reseptor rasa sakit terhadap rangsangan mekanik dan kimiawi. Aspirin

juga menekan rangsang nyeri pada daerah subkortikal yaitu thalamus

dan hipotalamus.

Farmakokinetik

Pada pemberian oral, sebagai salisilat diabsorpsi dengan cepat

dalam bentuk utuh di lambung, tetapi sebagian besar di usus halus

bagian atas. Kadar tertinggi dicapai kira-kira 2 jam setelah pemberian.

Kecepatan absorpsinya tergantung dari kecepatan disintegrasi dan

disolusi tablet, pH permukaan mukosa dan waktu pengosongan

lambung. Absorpsi pada pemberian secara rectal, lebih lambat dan

tidak sempurna sehingga cara ini tidak dianjurkan. Asam salisilat

diabsorpsi cepat dari kulit sehat, terutama bila dipakai sebagai obat

22

Page 23: LAPORAN SKENARIO 5 Farmakologi

gosok atau salep. Keracunan dapat terjadi dengan olesan pada kulit

yang luas.

Setelah diabsorpsi, salisilat segera menyebar ke seluruh

jaringan tubuh dan cairan transeluler sehingga ditemukan dalam

cairan synovial, cairan spinal, cairan peritoneal, liur dan air susu.

Obat ini mudah menembus sawar darah otak dan sawar uri.

Farmakodinamik

Salisilat, khususnya asetosal merupakan obat yang banyak

digunakan sebagai analgesik, antipiretik dan anti-inflamasi. Aspirin

dosis terapi bekerja cepat dan efektif sebagai antipiretik. Dosis toksik

obat ini justru memperlihatkan efek piretik sehingga pada keracunan

terjadi demam dan hiperhidrosis.

Efek Samping

Efek samping terhadap pernapasan

Efek salisilat pada pernafasan penting dimengerti, karena pada

gejala pernapasan tercermin seriusnya gangguan keseimbangan asam

basa dalam darah. Salisilat merangsang pernapasan, baik secara

langsung maupun tidak langsung. Pada dosis terapi salisilat

mempertinggi konsumsi oksigen dan produksi CO2. Peninggian PCO2

akan merangsang pernapasan sehingga pengeluaran CO2 melalui

alveoli bertambah dan PCO2 dalam plasma turun.Meningkatnya

vantilasi ini pada awalnya ditandai dengan pernapasan yang lebih

dalam sedangkan frekuensi hanya sedikit bertambah.

Efek samping terhadap keseimbangan asam-basa

Dalam dosis terapi yang tinggi, salisilat menyebabkan

peningkatan konsumsi oksigen dan produksi CO2 terutama di otot

rangka karena perangsangan fosforilasi oksidatif. Karbondioksida

yang dihasilkan selanjutnya mengakibatkan perangsangan pernapasan

sehingga karbondioksida dalam darah tidak meningkat.

23

Page 24: LAPORAN SKENARIO 5 Farmakologi

Efek samping terhadap saluran cerna

Peredaran darah lambung yang berat dapat terjadi pada dosis

besar dan pemberian kronik.

3.3.2.2 Para Aminol Fenol

Derivatnya adalah Asetaminofen dan Fenasetin. Khasiat

antipiretik ditimbulkan oleh gugus aminobenzen. Asetaminofen juga

merupakan metabolit fenasetin dan khasiatnya sama dengan fenasetin.

Mulanya termasuk obat bebas, tetapin sejak tahun 1978 digolongkan

sebagai obat keras.

Farmakokinetik

Bila diberikan per oral secara cepat dan sempurna diserap

melalui saluran cerna. Konsentrasi maksimum dalam plasma dicapai

setelah ½ jam pemberian. Waktu paruhnya 1-3 jam.

Didistribusikam ke seluruh cairan tubuh. Dalam plasma

sebagian terikat protein plasma, 25% untuk asetaminofen dan 30%

untuk fenasetin. Metabolisme oleh enzim mikrosom dalam hati; 80%

terkonjugasi dengan asam glukoronat dan sebagian kecil dengan asam

sulfat dalam hati. Juga mengalami hidroksiklasi dan hasil hidroksilasi

ini dapat menimbulkan methemoglobinemia dan hemolisis.

Diekskresikan melalui ginjal; sebagian berupa asetaminofen (3%) dan

sebagian besar dalam bentuk terkonjugasi.

Farmakodinamik

Efek analgesik dan antipiretiknya sama dengan salisilat. Efek

anti-inflamasinya sangat lemah, kareana itu tidak digunakan sebagai

antirematik seperti salisilat.

Efek Samping

Reaksi alergi : jarang terjadi, berupa eritem, urtikaria atau bila

lebih berat dapat timbul demam dan lesi mukosa. Efek samping lain

dapat berupa : (a) Anemia hemolitik pada pemakaian kronik.

Terjadinya karena mekanisme autoimun, defisiensi enzim G6PD dan

24

Page 25: LAPORAN SKENARIO 5 Farmakologi

terjadi metabolit-metabolit yang abnormal. (b) Methemogobinemia

dan Sulfohemoglobinemia pada pemakaian dosis besar.

3.3.2.3 Parasetamol

Parasetamol adalah paraaminofenol yang merupakan metabolit

fenasetin dan telah digunakan sejak tahun 1893. Parasetamol

(asetaminofen) mempunyai daya kerja analgetik, antipiretik, tidak

mempunyai daya kerja anti radang dan tidak menyebabkan iritasi

serta peradangan lambung.

Hal ini disebabkan Parasetamol bekerja pada tempat yang

tidak terdapat peroksid sedangkan pada tempat inflamasi terdapat

lekosit yang melepaskan peroksid sehingga efek anti inflamasinya

tidak bermakna. Parasetamol berguna untuk nyeri ringan sampai

sedang, seperti nyeri kepala, mialgia, nyeri paska melahirkan dan

keadaan lain.

Parasetamol, mempunyai daya kerja analgetik dan antipiretik

sama dengan asetosal, meskipun secara kimia tidak berkaitan. Tidak

seperti Asetosal, Parasetamol tidak mempunyai daya kerja antiradang,

dan tidak menimbulkan iritasi dan pendarahan lambung. Sebagai obat

antipiretika, dapat digunakan baik Asetosal, Salsilamid maupun

Parasetamol.

Farmakokinetik

Parasetamol cepat diabsorbsi dari saluran pencernaan, dengan

kadar serum puncak dicapai dalam 30-60 menit. Waktu paruh kira-

kira 2 jam. Metabolisme di hati, sekitar 3 % diekskresi dalam bentuk

tidak berubah melalui urin dan 80-90 % dikonjugasi dengan asam

glukoronik atau asam sulfurik kemudian diekskresi melalui urin

dalam satu hari pertama; sebagian dihidroksilasi menjadi N asetil

benzokuinon yang sangat reaktif dan berpotensi menjadi metabolit

berbahaya. Pada dosis normal bereaksi dengan gugus sulfhidril dari

25

Page 26: LAPORAN SKENARIO 5 Farmakologi

glutation menjadi substansi nontoksik. Pada dosis besar akan

berikatan dengan sulfhidril dari protein hati.

Farmakodinamik

Efek analgesik Parasetamol dan Fenasetin serupa dengan

Salisilat yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai

sedang. Keduanya menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang

diduga juga berdasarkan efek sentral seperti salisilat.

Efek anti-inflamasinya sangat lemah, oleh karena itu

Parasetamol dan Fenasetin tidak digunakan sebagai antireumatik.

Parasetamol merupakan penghambat biosintesis prostaglandin (PG)

yang lemah. Efek iritasi, erosi dan perdarahan lambung tidak terlihat

pada kedua obat ini, demikian juga gangguan pernapasan dan

keseimbangan asam basa.

Semua obat analgetik non opioid bekerja melalui

penghambatan siklooksigenase. Parasetamol menghambat

siklooksigenase sehingga konversi asam arakhidonat menjadi

prostaglandin terganggu. Setiap obat menghambat siklooksigenase

secara berbeda. Parasetamol menghambat siklooksigenase pusat lebih

kuat dari pada aspirin, inilah yang menyebabkan Parasetamol menjadi

obat antipiretik yang kuat melalui efek pada pusat pengaturan panas.

Parasetamol hanya mempunyai efek ringan pada siklooksigenase

perifer. Inilah yang menyebabkan Parasetamol hanya menghilangkan

atau mengurangi rasa nyeri ringan sampai sedang. Parasetamol tidak

mempengaruhi nyeri yang ditimbulkan efek langsung prostaglandin,

ini menunjukkan bahwa parasetamol menghambat sintesa

prostaglandin dan bukan blokade langsung prostaglandin. Obat ini

menekan efek zat pirogen endogen dengan menghambat sintesa

prostaglandin, tetapi demam yang ditimbulkan akibat pemberian

prostaglandin tidak dipengaruhi, demikian pula peningkatan suhu oleh

sebab lain, seperti latihan fisik.

26

Page 27: LAPORAN SKENARIO 5 Farmakologi

Efek Samping

Reaksi alergi terhadap derivate para-aminofenol jarang terjadi.

Manifestasinya berupa eritem atau urtikaria dan gejala yang lebih

berat berupa demam dan lesi pada mukosa. Fenasetin dapat

menyebabkan anemia hemolitik, terutama pada pemakaian kronik.

Anemia hemolitik dapat terjadi berdasarkan mekanisme autoimmune,

defisiensi enzim G6PD dan adanya metabolit yang abnormal.

Methemoglobinemia dan Sulfhemoglobinemia jarang

menimbulkan masalah pada dosis terapi, karena hanya kira-kira 1-3%

Hb diubah menjadi met-Hb. Methemoglobinemia baru merupakan

masalah pada takar lajak.

Insidens nefropati analgesik berbanding lurus dengan

penggunaan Fenasetin. Tetapi karena Fenasetin jarang digunakan

sebagai obat tunggal, hubungan sebab akibat sukar disimpulkan.

Eksperimen pada hewan coba menunjukkan bahwa gangguan ginjal

lebih mudah terjadi akibat Asetosal daripada Fenasetin. Penggunaan

semua jenis analgesik dosis besar secara menahun terutama dalam

kombinasi dapat menyebabkan nefropati analgetik.

Indikasi

Parasetamol merupakan pilihan lini pertama bagi penanganan

demam dan nyeri sebagai antipiretik dan analgetik. Parasetamol

digunakan bagi nyeri yang ringan sampai sedang.

Kontra Indikasi

Penderita gangguan fungsi hati yang berat dan penderita

hipersensitif terhadap obat ini.

3.3.2.4 Kaflam (Natrium Diklofenak)

Kaflam adalah obat antiinflamasi nonsteroid yang

mengandung garam kalium dari diklofenak. Obat ini memiliki efek

analgesic dan antiinflamasi.

27

Page 28: LAPORAN SKENARIO 5 Farmakologi

Farmakodinamik Dan Farmakokinetik

Mekanisme kerjanya adalah dengan menghambat sintesis

prostaglandin, mediator yang berperan penting dalam proses

terjadinya inflamasi, nyeri dan demam. Kalium diklofenak akan

diabsorbsi dengan cepat dan lengkap dan jumlah yang diabsorbsi

tidak berkurang jika diberikan bersama dengan makanan. Kadar

puncak obat dicapai dalam ½ -1 jam. Ikatan protein 99,7%, waktu

paruh 1-2 jam. Pemberian dosis berulang tiidak menyebabkan

akumulasi . eliminasi terutama melalui urin

Natrium diklofenak dalam bentuk CR/lepas-lambat terkendali

adalah salah satu tekonologi yang dikembangkan untuk memperbaiki

efikasi dan toleransi diklofenak. Pengembangan formulasi yang

canggih dengan teknologi tinggi pada “drug delivery System” telah

dilakukan oleh Klinge Pharma GmbH dan telah dipasarkan di

Indonesia dengan nama Deflamat CR oleh PT. Actavis Indonesia.

Deflamat CR (gabungan antara teknologi Enteric-Coated dengan

Sustained-Release ) memiliki bentuk yang unik yaitu pelet CR dimana

zak aktif terbagi dalam ratusan unit sferis kecil ( pelet) yang akan

menjamin penyebaran yang baik dari zat aktif diseluruh saluran

gastro-intestinal sehingga akan memperbaiki toleransi gastro-

intestinal dari obat AINS.

Efek Samping

Efek Samping pada Saluran pencernaan

Kadang- kadang : nyeri epigastrum, gangguan saluran

pencernaan seperti mual, muntah, diare, kejang perut, dyspepsia, perut

kembung, anoreksia.

Jarang : perdarahan saluran pencernaan ( hematemesis,

melena, tukak lambung dengan atau tanpa perdarahan/ perforasi, diare

berdarah )

28

Page 29: LAPORAN SKENARIO 5 Farmakologi

Sangat jarang : gangguan usus bawah seperti “nonspesifik

haemorrhagic colitis” dan eksaserbasi colitis ulseratif atau chron’s

disease, stomatitis aphthosa, glositis, lesi esophagus, konstipasi.

Efek Samping pada Saluran saraf pusat dan perifer

Kadang- kadang : sakit kepala, pusing, vertigo

Jarang : perasaan ngantuk

Sangat jarang : gangguan sensasi ternasuk parestesia,

gangguan memori, disorientasi, gangguan penhlihatan ( blurred

vision, diplopia ), gangguan pendengaran, tinnitus, insomnia,

iritabilitas, kejang, depresi, kecemasan,mimpi buruk, tremor, reaksi

psikotik, gangguan perubahan rasa.

Efek Samping pada Kulit

Kadang-kadang : ruam atau erupsi kulit

Jarang : urtikaria

Sangat jarang : erupsi bulosa , eksema, eritema multiforme,

SSJ, lyell syndrome (epidermolisis toksik akut ), eritrodema

( dermatitis exfoliatif ), rambut rontok, reaksi fotosensitivitas, purpura

termasuk purpura alergik

Penggunaan

Sebagai pengobatan jangka pendek untuk kondisi-kondisi akut

sebagai berikut : Nyeri inflamasi setelah trauma seperti terkilir, Nyeri

dan inflamasi setelah operasi, seperti operasi gigi atau tulang.

Kontraindikasi

Hipersensitif terhadap zat aktif dan tukak lambung. Juga

dikontraindikasikan pada pasien dengan riwayat tercetusnya serangan

asma, urtikaria atau rhinitis akut akibat obat-obat anti nonsteroid

lainnya.

3.4 Anestesi Lokal

Anestesi adalah hilangnya semua bentuk sensasi termasuk sakit, sentuhan,

persepsi temperature dan tekanan dan dapat disertai dengan terganggunya fungsi

29

Page 30: LAPORAN SKENARIO 5 Farmakologi

motorik. Bila hanya sebagian dari tubuh yang terpengaruh, dapat digunakan istilah

anestesi local atau analgesia local. Anestesi local menghambat impuls konduksi

secara reversible sepanjang akson saraf dan membrane eksitabel lainnya yang

menggunakan saluran natrium sebagai alat utama pembangkit potensial aksi.

Secara klinik, kerja ini dimanfaatkan untuk menghambat sensasi sakit dari atau

impuls vasokonstriktor simpatis ke bagian tubuh tertentu.

3.4.1 Farmakokinetik

Anestesi local biasanya diberikan secara suntikan ke dalam daerah

serabut saraf yang akan dihambat. Oleh karena itu, penyerapan dan distribusi

tidak begitu penting dalam memantau mula kerja efek dalam menentukan

mula kerja anestesi sama seperti pada anestesi umum terhadap SSP dan

toksisitas jantung.

Absorpsi

Absorpsi sistemik suntikan anestesi local dari tempat suntikan

dipengaruhi oleh beberapa factor antara lain:

Dosis

Tempat suntikan

Ikatan obat-jaringan

Adanya bahan vasokonstriktor

Sifat fisiokimia obat

Aplikasi anestesi local pada daerah yang kaya vaskularisasi

menyebabkan penyerapan obat yang sangat cepat dan kadar obat dalam

darah yang lebih tinggi dibandingkan dengan tempat yang perfusinya jelek.

Untuk anestesi regional yang menghambat saraf yang besar, kadar darah

maksimum anestesi local menurun sesuai dengan pemberian yaitu:

interkostal (tertinggi)→kaudal→epidural→pleksus brakialis→saraf

isciadikus (terendah).

Distribusi

Anestesi local amida disebar meluas dalam tubuh setelah pemberian

lobus intravena. Bukti menunjukkan bahwa penyimpanan obat mungkin

30

Page 31: LAPORAN SKENARIO 5 Farmakologi

terjadi dalam lemak. Setelah fase distribusi awal yang perfusinya tinggi

seperti otak, hati, ginjal dan jantung diikuti oleh fase distribusi lambat yang

perfusinya sedang seperti otot dan usus. Karena waktu paruh plasma yang

sangat singkat dari obat tipe ester maka distribusinya tidak diketahui.

Metabolisme dan Ekskresi

Anastesi local diubah dalam hati dan plasma menjadi metabolit yang

mudah larut dalam air dan kemudian diekskresikan ke dalam urin. Karena

anestesi local yang bentuknya tak bermuatan maka mudah berdifusi melalui

lipid, maka sedikit atau tidak ada sama sekali bentuk netralnya yang

diekskresikan. Pengasaman urin akan meningkatkan ionisasi basa tersier

menjadi bentuk bermuatan yang mudah larut dalam air, sehingga mudah

dieksresikan karena bentuk ini tidak mudah diserap kembali oleh tubulus

ginjal. Tipe ester anestesi local dihidrolisis sangat cepat di dalam darah oleh

butirilkolinestrase (pseudokolinesterase). Oleh karena itu, obat ini khas

sekali mempunyai waktu paruh yang sangat singkat, kurang dari 1 menit

untuk prokain dan kloroprokain. Ikatan amida dari anestesi local amida

dihidrolisis oleh enzim mikrosomal hati. Kecepatan metabolisme senyawa

amida di dalam hati ini bervariasi bagi setiap individu, perkiraan urutannya

adalah prilokain (tercepat) → editokain→ lidokain→ mepivakain→

bupivakain (terlambat). Akibatnya, toksisitas dari anestesi local tipe amida

ini akan meningkat pada pasien dengan gangguan fungsi hati. Sebagai

contoh, waktu paruh lidokain rerata akan memanjang dari 1,8 jam pada

pasien normal menjadi lebih dari 6 jam pada pasien dengan penyakit yang

berat.

3.4.2 Farmakodinamik

31

Page 32: LAPORAN SKENARIO 5 Farmakologi

Adapun farmakodinamik untuk obat anestesi local adalah sebagai

berikut:

Mekanisme Kerja

Selama eksitasi, saluran natrium terbuka dan arus natrium masuk ke

dalam sel dengan cepat mendepolarisasi membran ke arah keseimbangan

potensial natrium (+40mV). Sebagai akibat depolarisasi ini, maka saluran

natrium menutup (inaktif) dan saluran kalium terbuka. Aliran kalium keluar

sel merepolarisasi membran ke arah keseimbangan potensial kalium (sekitar

-95mV); terjadi lagi repolarisasi saluran natrium menjadi keadaan istirahat.

Perbedaan ionic transmembran dipertahankan oleh pompa natrium.

Sifat ini mirip dengan yang terjadi pada otot jantung dan anestesi

local pun mempunyai efek yang sama pada kedua jaringan tersebut.

Anestesi local mengikat reseptor dekat ujung intrasel saluran dan

menghambat saluran dalam keadaan bergantung waktu dan voltase.

Bila peningkatan konsentrasi dalam secara progresif anestesi local

digunakan pada satu serabut saraf, nilai ambang eksitasinya meningkat,

konduksi impuls melambat, kecepatan muncul potensial aksinya menurun,

amplitude potensial aksi mengecil dan akhirnya kemampuan melepas satu

potensial aksi hilang. Efek yang bertambah tadi merupakan hasil dari ikatan

anestesi local terhadap banyak dan makin banyak saluran natrium; pada

setiap saluran, ikatan menghasilkan hambatan arus natrium. Jika arus ini

dihambat melebihi titik kritis saraf, maka propagasi yang melintas daerah

yang dihambat ini tidak mungkin terjadi lagi.

32

Page 33: LAPORAN SKENARIO 5 Farmakologi

Pada dosis terkecil yang dibutuhkan untuk menghambat propagasi,

potensial istirahat jelas tidak terganggu. Karakteristik Struktur-Aktivitas

Anestesi Lokal. Makin kecil dan makin banyak molekul lipofilik, makin

cepat pula kecepatan interaksi dengan reseptor saluran natrium. Potensi

mempunyai hubungan positif pula dengan kelarutan lipid selama obat

menahan kelarutan air yang cukup untuk berdifusi ke tempat kerja.

Lidokain, prokain, dan mepivakain lebih larut dalam air dibandingkan

tetrakain, etidokain, dan bupivakain. Obat yang terakhir lebih kuat dengan

masa kerja yang panjang. Obat-obat tadi terikat lebih ekstensif pada protein

dan akan menggeser atau digeser dari tempat ikatannya oleh obat-obatan

lain.

Aksi Terhadap Saraf

Karena anestesi local mampu menghambat semua saraf, maka

kerjanya tidak saja terbatas pada hilangnya sensasi sakit dan nyeri yang

diinginkan. Perbedaan tipe serabut saraf akan membedakan dengan nyata

kepekaannya terhadap penghambatan anestesi local atas dasar ukuran dan

mielinasi. Aplikasi suatu anestesi local terhadap suatu akar serabut saraf,

serabut paling kecil B dan C dihambat lebih dulu. Serabut delta tipe A akan

dihambat kemudian. Oleh karena itu, serabut nyeri dihambat permulaan;

kemudian sensasi lainnya menghilang; dan fungsi motor dihambat terakhir.

Durasi Obat

Secara teoritis, lamanya waktu pemulihan dari sensasi harus sama

dengan lamanya waktu yang diperlukan untuk operasi. Namun, pada

prakteknya, durasi anestesi biasanya lebih lama dari pada durasi yang

diperlukan untuk prosedur perawatan gigi. Penambahan vasokonstriktor

pada larutan anestesi local akan mempengaruhi durasi anestesi.

3.4.3 Efek Samping

33

Page 34: LAPORAN SKENARIO 5 Farmakologi

Obat anestesi lokal mempengaruhi fungsi semua organ dengan

menghambat transmisi dan konduksi impuls, oleh karena itu obat anestesi

lokal mempunyai efek penting pada susunan saraf pusat, ganglion otonom,

neuromuscular junction dan semua jenis otot. Efek toksik yang terjadi

berbanding lurus dengan dosis/konsentrasi obat anestesi lokal yang masuk

ke dalam sirkulasi.

Pada Sistem saraf pusat

Obat anestesi lokal dapat menyebabkan stimulasi sistem saraf pusat

(SSP), kelelahan dan tremor, serta kejang klonik. Secara umum, obat

anestesi lokal yang lebih poten lebih cepat menyebabkan kejang. Stimulasi

diikuti oleh depresi SSP dapat menyebabkan kematian yang biasanya

disebabkan oleh kegagalan pernafasan.

Gejala stimulasi diikuti depresi SSP disebabkan obat anestesi lokal

menekan aktifitas neuron pada fase eksitasi. Penggunaan obat anestesi

secara sistemik dengan cepat dapat menyebabkan kematian dengan atau

tanpa tanda awal stimulasi SSP. Konsentrasi obat mungkin meningkat secara

cepat sehingga mencapai seluruh saraf yang tertekan secara simultan. Jalan

nafas harus diperhatikan dan pemberian oksigen merupakan langkah terapi

terpenting pada intoksikasi lanjut. Benzodiazepin atau barbiturat intravena

merupakan obat pilihan untuk mencegah dan menghilangkan kejang.

Keluhan yang sering ditemukan pada penggunaan obat anestesi lokal

adalah mengantuk, sedangkan lidokain dapat menyebabkan euforia dan

kejutan otot. Lidokain dan prokain dapat menyebabkan kehilangan

kesadaran yang ditandai dengan gejala sedasi. Kokain secara khusus

mempengaruhi tabiat dan perilaku, oleh karena itu kokain sering

disalahgunakan.

Vasovagal

Vasovagal merupakan efek samping anestesi karena stimulasi N.

Vagus, hal ini disebabkan peningkatan tonus saraf parasimpatis. Manifestasi

reaksi vasovagal adalah rasa cemas, nyeri kepala, sinkop, diaforesis,

bradikardi dan hipotensi. Posisi trendelenburg dapat mengurangi gejala

34

Page 35: LAPORAN SKENARIO 5 Farmakologi

vasovagal dengan cepat, sedangkan untuk menghindari reaksi vasovagal

dianjurkan dalam posisi berbaring.

Pada Sistem kardiovaskuler

Obat anestesi lokal mempengaruhi sistem kardiovaskuler karena

absorbsi sistemik. Tempat kerja utama obat anestesi lokal adalah pada

miokardum yaitu dengan cara menurunkan eksitasi listrik, frekuensi

konduksi, dan kekuatan kontraksi. Kebanyakan obat anestesi lokal

menyebabkan dilatasi arteriol. Efek terhadap kardiovaskuler biasanya

ditemukan pada konsentrasi tinggi dalam sirkulasi. Dosis rendah obat

anestesi lokal dapat menyebabkan kolaps kardiovaskuler dan kematian, hal

ini disebabkan karena pengaruhnya pada pacemaker atau awitan mendadak

fibrilasi ventrikel. Bupivakain dapat menyebabkan takikardi dan fibrilasi

ventrikel. Lidokain dan prokain dapat juga digunakan sebagai obat

antiaritmia.

Pada Otot polos

Obat anestesi lokal menekan kontraksi otot polos usus, dan

menyebabkan relaksasi otot polos pembuluh darah dan bronkus, meskipun

pada konsentrasi rendah awalnya menyebabkan kontraksi. Obat anestesi

lokal dapat meningkatkan bising usus dan menurunkan kontraksi otot uterus.

Hipersensitifitas terhadap obat anestesi lokal

Obat anestesi lokal jarang menyebabkan reaksi hipersensitifitas.

Reaksi dapat berupa dermatitis kontak alergika atau berupa serangan asma.

Reaksi alergi harus dibedakan dengan efek samping toksik atau akibat

vasokonstriktor yang ditambahkan pada obat anestesi lokal. Reaksi

hipersensitivitas sering ditemukan akibat obat anestesi lokal golongan ester

dan turunannya. Sebagai contoh, individu yang sensitif terhadap prokain

juga bereaksi terhadap obat anestesi lokal dengan struktur kimia yang sama,

misalnya tetrakain, serta metabolitnya. Golongan amida jarang

menyebabkan reaksi hipersensitifitas, kecuali metilparaben. Obat anestesi

lokal yang mengandung vasokonstriktor juga dapat menyebabkan reaksi

alergi karena mengandung sulfida.

35

Page 36: LAPORAN SKENARIO 5 Farmakologi

3.4.4 Penggolongan Obat Anestesi Lokal

Anestesi lokal dibagi menjadi dua golongan yaitu ester dan amnida.

Ester adalah golongan yang mudah terhidrolisis, oleh enzim mikrosom hepar

dan diekskresi melalui ginjal, sehingga waktu kerjanya cepat hilang.

Sementara amnida merupakan golongan yang tidak mudah terhidrolisis

sehingga waktu kerjanya lama. Obat anastesi golongan ester yaitu kokain,

benzokain, kloroprokain, prokain, tetrakain. Golongan amnida termasuk

obat seperti bupivakain, dibukain, lidokain, mepivakain, dan prilokain

3.4.4.1 Obat Golongan Ester

3.4.4.1.1 Kokain

Kokain atau benzoilmetilekgonin didapat dari daun

Erythroxylon coca dan spesies Erythroxylon lain. Hanya

dijumpai dalam bentuk topical semprot 4% untuk mukosa

jalan napas atas. Lama kerja 2-30 menit. Contoh: Fentanil

Farmakodinamik

Efek kokain yang paling penting yaitu menghambat

hantaran saraf, bila digunakan secara lokal. Efek sistemik

yang paling mencolok yaitu rangsangan susunan saraf pusat.

Kokain adalah perangsang korteks yang kuat. Efek kokain

pada batang otak menyebabkan peningkatan frekuensi napas.

Pusat vakomotor dan pusat muntah juga mungkin terangsang.

Perangsangan ini disusul oleh depresi yang mula-mula terjadi

pada pusat yang lebih tinggi, dan ini mungkin sudah terjadi

sementara bagian sumbu serebrospinal yang lebih rendah

masih pada stadium perangsangan. Efek euphoria terjadi

karena penghambatan dopamine di sinaps susunan saraf pusat.

Kokain dosis kecil memperlambat denyut jantung

akibat perangsangan pusat vagus, pada dosis sedang denyut

jantung bertambah karena perngsangan pusat simpatis dan

36

Page 37: LAPORAN SKENARIO 5 Farmakologi

efek langsung pada sistem saraf simpatis. Pemberian kokain

IV dosis besar dapat menyebabkan kematian mendadak karena

payah jantung sebagai akibat efek toksik langsung pada otot

jantung.Pemberian kokain sistemik menyebabkan penurunan

tekanan darah walaupun awalny naik karena vasokontriksi dan

takikardi. Vasokontriksi dikarenakan perangsangan vasomotor

secara sentral.

Kokain mempunyai daya pirogen kuat. Kenaikan

suhu badan disebabkan oleh 3 faktor yaitu (1)penambahan

aktivitas otot akan meninggikan produksi panas;

(2)vasokontriksi menyebabkan berkurangnya kehilangan

panas; dan (3) efek langsung pada pusat pegatur suhu. Pada

keracunan kokain dapat terjadi pireksia.

Efek lokal kokain yang terpenting yaitu

kemampuannya untuk memblokade konduksi saraf. Atas dasar

efek ini, pada suatu masa kokain pernah digunakan secara luas

untuk tindakan di bidang oftalmologi, tetapi kokain ini dapat

menyebabkan terkelupasnya epitel kornea. Maka penggunaan

kokain sekarang sangat dibatasi untuk pemakaian topikal,

khususnya untuk anestesi saluran nafas atas.

Kokain sering menyebabkan keracunan akut.

Diperkirakan besarnya dosis fatal adalah 1,2 gram. Sekarang

ini, kokain dalam bentuk larutan kokain hidroklorida

digunakan terutama sebagai anestetik topikal, dapat diabsorbsi

dari segala tempat, termasuk selaput lendir. Pada pemberian

oral kokain tidak efektif karena di dalam usus sebagian besar

mengalami hidrolisis.

Farmakokin e tik

Meski vasokontriksi lokal dapat menghambat

absorpsi kokain, kecepatan absorpsi masih melebihi efek

detoksikasi dan ekskresinya sehingga kokain sangat toksik.

37

Page 38: LAPORAN SKENARIO 5 Farmakologi

Kokain diabsorpsi dari segala tempat termasuk selaput lendir.

Pemberian oral kokain tidak efektif karena di dalam usus

sebagian besar mengalami hidrolisis. Sebagian besar kokain

mengalami detoksifikasi di hati, dan sebagian kecil diekskresi

bersama urin secara utuh.

3.4.4.1.2 Prokain (Novokain)

Untuk infiltrasi: larutan 0,25-0,5%, blok saraf: 1-

2%, dosis 15 mg/kg BB dan lama kerja 30-60 menit

Prokain disintesis dan diperkenalkan dengan nama

dagang novokain. Sebagai anestetik lokal, prokain pernah

digunakan untuk anestesi infiltrasi, anestesi blok saraf,

anestesi spinal, anestesi epidural, dan anestesi kaudal. Namun

karena potensinya rendah, mula kerja lambat, serta masa kerja

pendek maka penggunaannya sekarang hanya terbatas pada

anestesi infiltrasi dan kadang- kadang untuk anestesi blok

saraf. Di dalam tubuh prokain akan dihidrolisis menjadi

PABA yang dapat menghambat kerja sulfonamik.

3.4.4.1.3 Kloroprokain (nesakin)

Derivat protein dengan masa kerja lebih pendek.

3.4.4.1.4 Benzokain

Absorbsi lambat karena sukar larut dalam air

sehingga relative tidak toksik. Benzokain dapat digunakan

langsung pada luka dengan ulserasi secara topikal dan

menimbulkan anestesia yang cukup lama. Sediaannya berupa

salep dan supposutoria.

3.4.4.1.5 Tetrakain

38

Page 39: LAPORAN SKENARIO 5 Farmakologi

Tetrakain adalah derivat asam para-aminobenzoat.

Pada pemberian intravena, zat ini 10 kali lebih aktif dan lebih

toksik daripada prokain. Obat ini digunakan untuk segala

macam anestesia, untuk pemakaian topilak pada mata

digunakan larutan tetrakain 0.5%, untuk hidung dan tenggorok

larutan 2%. Pada anestesia spinal, dosis total 10-20mg.

Tetrakain memerlukan dosis yang besar dan mula kerjanya

lambat, dimetabolisme lambat sehingga berpotensi toksik.

Namun bila diperlukan masa kerja yang panjang anestesia

spinal, digunakan tetrakain.

3.4.4.2 Obat Golongan Amnida

3.4.4.2.1 Bupivakain (markain)

Struktur mirip lidokain, kecuali gugus yang

mengandung amin adalah butyl piperidin. Merupakan

anestetik local yang mempunyai masa kerja yang panjang,

dengan efek blockade terhadap sensorik lebih besar daripada

motorik. Karena efek ini, bupivakain lebih popular digunakan

untuk memperpanjang analgesia selama persalinan dan masa

pascapembedahan. Suatu penelitian menunjukkan bahwa

bupivakain dapat mengurangi dosis penggunaan morfin dalam

mengontrol nyeri pada pasca pembedahan Caesar. Pada dosis

efektif yang sebanding, bupivakain lebih kardiotoksik

daripada lidokain. Lidokain dan bupivakain, keduanya

menghambat saluran Na jantung selama sistolik. Namun

bupivakain terdisosiasi jauh lebih lambat daripada lidokain

selama diastolic, sehingga ada fraksi yang cukup besar tetap

terhambat pada akhir diastolic. Manifestasi klinik berupa

39

Page 40: LAPORAN SKENARIO 5 Farmakologi

aritmia ventricular yang berat dan depresi miokard. Keadaan

ini dapat terjadi pada pemberian buvikaian dosis besar.

Toksisitas jantung yang disebabkan bupivakain sulit diatasi,

dan pertambahan berat dengan adanya asidosis, hiperkarbia,

dan hipoksemia. Larutan bupivakain hidroklorida tersedia

dalam konsentrasi 0,25% untuk anesthesia infiltrasi dan 0,5%

untuk suntikan paravertebral. Tanpa epinefrin, dosis

maksimum untuk anesthesia infiltrasi adalah sekitar

2mg/kgBB.

3.4.4.2.2 Dibukain

Derivat kuinolin merupakan anestetik lokal yang

paling kuat, paling toksik dan mempunyai masa kerja panjang.

Dibandingkan dengan prokain, dibukain kira-kira 15x lebih

kuat dan toksik dengan masa kerja 3x lebih panjang. Sebagai

preparat suntik, dibukain sudah tidak ditemukan lagi, kecuali

untuk anestesia spinal. Umumnya tersedia dalam bentuk krim

0,5% atau salep 1%.

3.4.4.2.3 Lidokain (lignokain, xylokain, lidones)

Farmakodinami k

Lidokain (xilokain) adalah anestetik local kuat yang

digunakan secara luas dengan pemberian topical dan suntikan.

Anestesia terjadi lebih cepat, lebih kuat, lebih lama, dan lebih

ekstensif daripada yang ditimbulkan oleh prokain pada

konsentrasi yang sebanding. Lidokain merupakan

aminoetilamid dan merupakan prototip dari anestetik local

golongan amida. Larutan lidokain 0,5% digunakan untuk

anesthesia infiltrasi, sedangkan larutan 1,0-2% untuk

anesthesia blok dan toikal. Anestetik ini efektif bila digunakan

tanpa vasokonstriktor, tetapi kecepatan absorpsi dan

40

Page 41: LAPORAN SKENARIO 5 Farmakologi

toksisitasnya bertambah dan masa kerjanya lebih pendek.

Lidokain merupakan obat terpilih bagi mereka yang

hipersensitif terhadap anestetik local golongan ester. Lidokain

dapat menimbulkan kantuk. Sediaan berupa larutan 0,5-5%

dengan atau tanpa epinefrin (1:50.000 sampai 1:200.000).

Farmakokinetik

Lidokain cepat diserap dari tempat suntikan, saluran

cerna dan saluran pernapasan serta dapat melewati sawar

darah otak. Kadarnya dalam plasma fetus dapat mencapai 60%

kadar dalam darah ibu. Dalam hati, lidokain mengalami

dealkilasi oleh enzim oksidase fungsi ganda (mixed-function

oxidases) membentuk monoetilglisin xilidid dan glisin xilidid,

yang kemudian dapat dimetabolisme lebih lanjut menjadi

monoetilglisin dan xilidid. Kedua metabolit monoetilglisin

xilidid maupun glisin xilidid ternyata masih memiliki efek

anestetik local. Pada manusia, 75% dari xilidid akan

diekskresi bersama urin dalam bentuk metabolit akhir, 4

hidroksi-2-6 dimetil-anilin.

Efek Samping

Efek samping lidokain biasanya berkaitan dengan

efeknya terhadap SSP, misalnya mengantuk, pusing,

parestesia, kedutan otot, gangguan mental, koma, dan

bangkitan. Mungkin sekali metabolit lidokain yaitu

monoetilglisin xilidid dan glisin xilidid ikut berperan dalam

timbulnya efek samping ini. Lidokain dosis berlebih dapat

menyebabkan kematian akibat fibrilasi ventrikel, atau oleh

henti jantung.

3.4.4.2.4 Mepivakain HCL

Anestetik lokal golongan amida ini sifat

farmakologiknya mirip lidokain. Mepivakain ini digunakan

41

Page 42: LAPORAN SKENARIO 5 Farmakologi

untuk anestesia infiltrasi, blokade saraf regional dan anestesia

spinal. Sediaan untuk suntikan berupa larutan 1 ; 1,5 dan 2%.

Mepivakain lebih toksik terhadap neonatus dan karenanya

tidak digunakan untuk anestesia obstetrik. Pada orang dewasa

indeks terapinya lebih tinggi daripada lidokain. Mula kerjanya

hampir sama dengan lidokain, tetapi lama kerjanya lebih

panjang sekitar 20%. Mepivakain tidak efektif sebagai

anestetik topikal.

3.4.4.2.5 Prilokain HCL

Prokain disintesis dan diperkenalkan tahun 1905

dengan nama dagang novokain. Selama lebih dari 50 tahun,

obat ini merupakan obat terpilih untuk anestetik local

suntikan; namun kegunaannya kemudian terdesak oleh obat

anestetik lain, lidokain yang ternyata lebih kuat dan lebih

aman disbanding dengan prokain.

Anestetik lokal golongan amida ini efek

farmakologiknya mirip lidokain, tetapi mula kerja dan masa

kerjanya lebih lama. Efek vasodilatasinya lebih kecil daripada

lidokain, sehingga tidak memerlukan vasokonstriktor.

Toksisitas terhadap SSP lebih ringan, penggunaan intravena

blokade regional lebih aman. Prilokain juga menimbulkan

kantuk seperti lidokain. Sifat toksik yang unik dari prilokain

HCl yaitu dapat menimbulkan methemoglobinemia, hal ini

disebabkan oleh kedua metabolit prilokain yaitu orto-toluidin

dan nitroso-toluidin. Methemoglobinemia ini umum terjadi

pada pemberian dosis total melebihi 8 mg/kgBB. Efek ini

membatasi penggunaannya pada neonatus dan anestesia

obstetrik. Anestetik ini digunakan untuk berbagai macam

anestesia suntikan dengan sediaan berkadar 1,0; 2,0; dan

3,0%.

42

Page 43: LAPORAN SKENARIO 5 Farmakologi

BAB IV

KESIMPULAN

Dari beberapa penjelasan diatas, dapat kami tarik kesimpulan bahwa

Farmakologi adalah ilmu mengenai pengaruh senyawa terhadap sel hidup, melalui

proses kimia khususnya reseptor. Farmakologi terutama terfokus pada dua

subdisiplin yaitu farmakodinamik dan farmakokinetik. Dalam farmakodinamik

membahas tentang efek obat didalam dan terhadap suatu organisme, sedangkan

farmakokinetik menguraikan apa yang terjadi dengan suatu zat di dalam

organisme.

43

Page 44: LAPORAN SKENARIO 5 Farmakologi

DAFTAR PUSTAKA

De Brac ME, Elseviers MM. Analgesic neprhopathy NE JM 1998;338(7):446-52

Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia 2007. 2012. Farmakologi dan Terapi, Edisi 5. Jakarta : Badan

Penerbit FKUI

Neal MJ. 2006. Farmakologi Medis. 70-71. Jakarta: Erlangga.

Staf Pengajar Laboratorium Farmakologi Universitas Brawijaya. 1994. Catatan

Kuliah Farmakologi Bagian II. Jakarta : EGC.

44