SINDROMA KOMPARTEMEN
-
Upload
mayah-vierrania-vahl -
Category
Documents
-
view
5 -
download
1
description
Transcript of SINDROMA KOMPARTEMEN
SINDROMA KOMPARTEMEN
I. Pengertian Sindroma Kompartemen
Sindrom kompartemen adalah suatu keadaan peningkatan tekanan yang
berlebihan didalam suatu ruangan yang disebabkan oleh pendarahan masif pada suatu
tempat .
Sindroma Kompartemen merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan
dalam otot kurang dari yang di butuhkan untuk kehidupan jaringan. Ekstremitas kita
terdiri dari otot- otot yang di bungkus oleh membran kuat yang tidak lentur. Trauma
(Fraktur terbuka dan tertutup atau kompresi ), pada area ini dapat menyebabkan
perdarahan atau hematoma dalam daerah yang tertutup sehingga menyebabkan
penekanan pada syaraf dan pembuluh darah, hal ini menyebabkan kegagalan sirkulasi,
termasuk juga syaraf. Biasanya luka ini berlanjut dalam beberapa jam.
Komplikasi ini tidak hanya pada masalah muskuloskletal tetapi juga pada
pasien luka bakar, gigitan serangga, infiltrasi masif pada pemberian cairan intravena,
seperti edema juga termasuk compartement syndrome.
Sindroma kompartemen merupakan salah satu komplikasi yang berat dari
trauma pada ekstremitas yang merupakan kedaruratan medik dan memerlukan intervensi
segera.. Kompartemen lengan bawah atau tungkai paling sering terkena. Kehilangan
fungsi permanen dapat terjadi bila keadaan ini berlangsung lebih dari 6 – 8 jam dan terjadi
iskemia dan nekrosis mioneural ( otot dan syaraf ) .
II. Etiologi
Penyebab Sindroma kompartemen adalah:
a. Penurunan ukuran kompartemen otot karena fasia yang membungkus otot terlalu
ketat atau adanya penekanan dari luar seperti ligasi saat operasi atau gips/ balutan
yang menjerat dalam periode cukup lama yang menyebabkan keadaan iskemik
karena terjadinya penyempitan atau penutupan pembuluh darah,
b. Peningkatan isi kompartemen otot karena edema atau perdarahan sehubungan
dengan berbagai masalah misalnya ( iskemia, cedera remuk, penyuntikan bahan
penghancur toksik jaringan).
III. Gejala Sindroma Kompartemen
Dilatasi kapiler di otot menyebabkan peningkatan tekanan kapiler. Kapiler
menjadi lebih tegang dan histamin dilepaskan oleh otot yang iskemia. Hal ini
menyebabkan protein plasma hilang masuk kedalam ruang interstitial sehingga
menyebabkan udema dan menekan syaraf maka pasien akan merasa nyeri. Sehingga
umumnya pasien yang mengalami sindrom kompartemen, manifestasi klinis yang timbul
adalah sbb:
a. Pasien mengeluh adanya nyeri dalam
b. Edema
c. Berdenyut tak tertahankan/perubahan nadi distal
d. Parestesi
e. Kelumpuhan
f. Tegangan otot/nyeri tekan dengan eritema
g. Peningkatan nyeri pada gerakan pasif ekstremitas
Tekanan jaringan sesungguhnya dapat di ukur dengan memasukkan jarum
berisi air atau kateter sumbu kedalam kompartemen dan dapat di tentukan tekanannya
dengan transuder pemantau. Tekanan normal 8 mm Hg atau kurang.
Jaringan otot dan syaraf cepat memburuk cepat memburuk bila tekanan dalam
kompartemen meningkat . Tekanan terus- menerus di atas 30 sampai 40 mm Hg dapat
merusak peredaran darah mikro. Jaringan syaraf lebih peka terhadap kenaikan tekanan
jaringan dari pada otot. Parestesia biasanya timbul sebelum terjadi paralysis.
Gerakan peregangan pasif otot akan mengakibatkan nyeri akut, bila tidak, nyeri
pasien biasa di sebabkan oleh iskemia saraf. Arteri besar tidak terlibat dalam sindroma
kompartemen. Tekanan jaringan diatas tekanan sistolik yang dapat menutup arteri. Maka,
denyut nadi perifer masih akan teraba meskipun mungkin tertutup oleh edema. Tidak
adanya denyut nadi merupakan tanda oklusi arteri dan bukan merupakan sindroma
kompartemen.
IV. Patofisiologi.
Tekanan dari luar dalam waktu lama (balutan, gips, trauma, toxin , udema )
Pelepasan histamin Tekanan pada jaringan otot dan vaskuler
Peningkatan permeabilitas Gangguan sirkulasi Kapiler Edema Iskemik jaringan otot dan syaraf
Tekanan pada serabut Asidosis metabolik Syaraf Nyeri Nekrotik jaringan otot dan syaraf
Paralisis / kelumpuhan
V. Pencegahan dan Penatalaksanaan
Sindroma kompartemen dapat dicegah dengan mengontrol edema, yang dapat
dicapai dengan meninggikan ekstremitas yang cedera setinggi jantung untuk
meningkatkan drainase vena/menurunkan edema dan memberikan kompres es setelah
cedera yang akan menurunkan edema/pembentukan hematoma. Dengan tindakan tersebut
diharapkan gangguan sirkulasi yang ditimbulkan dapat diminimalisir dengan
mengembalikan perfusi jaringan dan mengurangi nyeri. Bila telah terjadi sindroma
kompartemen, balutan yang ketat harus dilonggarkan karena dapat membendung sirkulasi.
Peninggian ekstremitas secara nyata dihindari karena akan menghalangi aliran
arteri yang berdampak pada penurunan perfusi. Kaji/awasi tekanan intrakompartemen.
Siapkan untuk kolaborasi intervensi fasiotomi jika dalam 4 – 6 jam terjadi kegagalan
untuk menghilangkan tekanan/memperbaiki sindrom kompartemen. Setelah fasiotomi,
luka tidak dijahit tapi lebih baik dibiarkan terbuka dan ditutup dengan balutan steril yang
dilembabkan dengan larutan salin. Anggota badan dibidai dengan posisi fungsional dan
latihan rentang gerak pasif biasanya dianjurkan tiap 4 –6 jam, dalam 3 – 5 hari, ketika
edema telah menghilang dan perfusi jaringan telah kembali, luka didebrideman dan
ditutup.
VI. Intervensi keperawatan
1. Pantau tanda-tanda sindrom kompartemen, yaitu:
a. Tanda- tanda dini
Rasa nyeri yang berkurang atau meningkat
Nyeri dengan pergerakan kaki dan jari yang pasif
Kulit yang berbercak atau cianosis
Edema hebat
Pengisisan kapiler yang jelek
Parastesia
Ketidak mampuan mengerakkan kaki dan jari
b. Tanda –tanda lanjut
Pucat
Nadi lemah atau tidak teraba
Kulit dingin
2. Kaji fungsi syaraf perifer setiap jam selama 24 jam pertama
3. Anjurkan klien untuk mengatakan sensasi yang tidak biasanya misalanya kebas atau
penurunan kemapuan menggerakkan kaki atau jari-jarinya.
5. Jika terjadi tanda-tanda sindrom kompartemen beritahu dokter dan :
Hentikan peninggian dan penggunaan es
Kendorkan balutan / gips
6. Jika digunakan sistim pementauan kompartemen invatif, ikuti prosedur yang
digunakan .
7. Pantau dan dokumentasikan tekanan kompartemen sesuai protokol
8. pertahankan hidrasi
9. Evaluasi keadaan kardiovaskulerdan ginjal ( nadi, tekanan darah, dan haluaran urine)
10. Beritahu dokter bila da tanda-tanda dan gejala kelainan neurovaskuler.
Daftar pustaka
Depkes RI, (1995), Penerapan Proses Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Muskuloskletal, Pusdiknakes Depkes: Jakarta
Carpnito,Linda J(1998) Diagnosa keperawatan : aplikasi pada praktik klinis, EGC: Jakarta
Hinchliff,sue (1992) Kamus Keperawatan, EGC : Jakarta
Price, silvia,A dkk,(1995), Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit, EGC: Jakarta