LP Kompartemen Sindrom

30
A. Definisi Kompartemen merupakan suatu area di dalam tubuh dimana otot, syaraf, dan pembuluh darah dibungkus oleh jaringan seperti tulang dan fasia (jaringan pembungkus organ). Kompartemen sindrom merupakan suatu kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan interstitial dalam sebuah ruangan terbatas yakni kompartemen osteofasial yang tertutup. Hal ini dapat mengawali terjadinya kekurangan oksigen akibat penekanan pembuluh darah, sehingga mengakibatkan berkurangnya perfusi jaringan dan diikuti dengan kematian jaringan. Menurut Salter, kompartemen sindrom adalah peningkatan tekanan dari suatu edema progresif di dalam kompartemen osteofasial yang kaku pada lengan bawah maupun tungkai bawah (di antara lutut dan pergelangan kaki) yang secara anatomis menggangu sirkulasi otot-otot dan saraf-saraf intrakompartemen sehingga dapat menyebabkan kerusakkan jaringan intrakompartemen. Ruangan tersebut (Kompartemen osteofasial) berisi otot, saraf dan pembuluh darah yang dibungkus oleh tulang dan fascia serta otot-otot individual yang dibungkus oleh epimisium. Kompartemen sindrom ditandai dengan nyeri yang hebat, parestesi, paresis, pucat, disertai denyut nadi yang hilang. Secara

description

kompartemen sindrom

Transcript of LP Kompartemen Sindrom

Page 1: LP Kompartemen Sindrom

A. Definisi

Kompartemen merupakan suatu area di dalam tubuh dimana otot, syaraf, dan

pembuluh darah dibungkus oleh jaringan seperti tulang dan fasia (jaringan

pembungkus organ). Kompartemen sindrom merupakan suatu kondisi dimana

terjadi peningkatan tekanan interstitial dalam sebuah ruangan terbatas yakni

kompartemen osteofasial yang tertutup. Hal ini dapat mengawali terjadinya

kekurangan oksigen akibat penekanan pembuluh darah, sehingga

mengakibatkan berkurangnya perfusi jaringan dan diikuti dengan kematian

jaringan.

Menurut Salter, kompartemen sindrom adalah peningkatan tekanan dari suatu

edema progresif di dalam kompartemen osteofasial yang kaku pada lengan

bawah maupun tungkai bawah (di antara lutut dan pergelangan kaki) yang

secara anatomis menggangu sirkulasi otot-otot dan saraf-saraf

intrakompartemen sehingga dapat menyebabkan kerusakkan jaringan

intrakompartemen.

Ruangan tersebut (Kompartemen osteofasial) berisi otot, saraf dan pembuluh

darah yang dibungkus oleh tulang dan fascia serta otot-otot individual yang

dibungkus oleh epimisium. Kompartemen sindrom ditandai dengan nyeri yang

hebat, parestesi, paresis, pucat, disertai denyut nadi yang hilang. Secara

anatomi sebagian besar kompartemen terletak di anggota gerak. Paling sering

disebabkan oleh trauma, terutama mengenai daerah tungkai bawah dan tungkai

atas.

Page 2: LP Kompartemen Sindrom

B. Etiologi

Terdapat berbagai penyebab dapat meningkatkan tekanan jaringan lokal yang

kemudian memicu timbullny sindrom kompartemen, yaitu antara lain:

1. Penurunan volume kompartemen

Kondisi ini disebabkan oleh:

a. Penutupan defek fascia

b. Traksi internal berlebihan pada fraktur ekstremitas

2. Peningkatan tekanan eksternal

a. Balutan yang terlalu ketat

b. Berbaring di atas lengan

c. Gips

3. Peningkatan tekanan pada struktur kompartemen

Beberapa hal yang bisa menyebabkan kondisi ini antara lain:

a. Pendarahan atau Trauma vaskuler

b. Peningkatan permeabilitas kapiler

c. Penggunaan otot yang berlebihan

d. Luka bakar

e. Operasi

f. Gigitan ular

g. Obstruksi vena

Sejauh ini penyebab sindroma kompartemen yang paling sering adalah cedera,

dimana 45 % kasus terjadi akibat fraktur, dan 80% darinya terjadi di anggota

gerak bawah.

C. Patofisiologi

Page 3: LP Kompartemen Sindrom

Patofisiologi dari compartment syndrome terdiri dari dua kemungkinan

mekanisme, yaitu: berkurangnya ukuran kompartemen dan/atau bertambahnya

isi dari kompartemen tersebut. Kedua mekanisme tersebut sering terjadi

bersamaan, ini adalah suatu keadaan yang menyulitkan untuk mencari

mekanisme awal atau etiologi yang sebenanya. Edema jaringan yang parah

atau hematom yang berkembang dapat menyebabkan bertambahnya isi

kompartemen yang dapat menyebabkan atau memberi kontribusi pada

compartment syndrome.

Tidak seperti balon, fasia tidak dapat mengembang, sehingga pembengkakan

pada sebuah kompartemen akan meningkatkan tekanan dalam kompartemen

tersebut. Ketika tekanan di dalam kompartemen melebihi tekanan darah di

kapiler, pembuluh kapiler akan kolaps. Hal ini menghambat aliran darah ke

otot dan sel saraf. Tanpa suplai oksigen dan nutrisi, sel-sel saraf dan otot akan

mengalami iskemia dan mulai mati dalam waktu beberapa jam. Iskemia

jaringan akan menyebabkan edema jaringan. Edema jaringan di dalam

kompertemen semakin meningkatkan tekanan intrakompartemen yang

menggangu aliran balik vena dan limfatik pada daerah yang cedera. Jika

tekanan terus meningkat dalam suatu lingkaran setan yang semakin menguat

maka perfusi arteriol dapat terganggu sehingga menyebabkan iskemia jaringan

yang lebih parah.

TRAUMA/EXCERCISE

Page 4: LP Kompartemen Sindrom

Lingkaran setan patofisiologi kompartemen sindrom

D. Manifestasi klinis

Pada kompartemen sindrom, didapatkan tanda dan gejala yang dikenal dengan

7P, yaitu:

1. Pain (nyeri) sering dilaporkan dan hampir selalu ada. Biasanya

digambarkan sebagai nyeri yang berat, dalam, terus-menerus, dan tidak

terlokalisir, serta kadang digambarakan lebih parah dari cedera yang ada.

Nyeri ini diperparah dengan meregangkan otot di dalam kompartemen dan

dapat tidak hilang dengan analgesik bahkan morfin. Penggunaan analgesia

kuat yang tidak beralasan dapat menyebabkan masking pada iskemia

kompartemental.

2. Paresthesia (kesemutan) biasanya terjadi ketika diawal terjadinya

kompartemen sindrom karena penekanan pada saraf dan pembuluh darah di

dalam kompartemen.

3. Paralysis : Merupakan tanda lambat akibat menurunnya sensasi saraf yang

berlanjut dengan hilangnya fungsi bagian yang terkena kompartemen

sindrom.

Peningkatan

tekanan intrakompartemen

Edema/

hematom lokal

(semakin bertambah)

Ganguan aliran

pembuluh darah

(pembuluh darah

kolaps)

Iskemia jaringan (dapat terjadi

kematian sel)

Page 5: LP Kompartemen Sindrom

4. Pulselessness: catatan bahwa hilangya pulsasi jarang terjadi pada pasien,

hal ini disebabkan tekanan pada kompartemen syndrome jarang melebihi

tekanan arteri.

5. Pallor (pucat) dikarenakan terjadinya penurunan perfusi ke dalam daerah

kompartemen.

6. Puffiness atau kulit yang tegang, bengkak, dan terlihat mengkilat

7. Poikilotermia (kulit terasa dingin)

E. Diagnosis

Pada umumnya diagnosis dibuat dengan melihat tanda dan gejala sindrom

kompartemen dan pengukuran tekanan secara langsung. Gejala terpenting pada

pasien yang sadar dan koheren adalah nyeri yang proporsinya tidak sesuai

dengan beratnya trauma. Nyeri pada regangan pasif juga merupakan gejala

yang mengarah pada compartment syndrome. Paresthesi berkenaan dengan

saraf yang melintang pada kompartemen yang bermasalah merupakan tanda

lanjutan dari compartment syndrome. Palpasi dapat menunjukkan ekstremitas

yang tegang dan keras. Pallor dan pulselessness adalah tanda yang jarang jika

tidak disertai cedera vaskuler. Paralysis dan kelemahan motorik adalah tanda

yang amat lanjut yang mengarah pada compartment syndrome.

Jika diagnosis compartment syndrome belum dapat ditegakkan atau jika data

objektif diperlukan, maka tekanan kompartemen harus diukur. Cara ini paling

berguna jika diagnosis belum dapat disimpulkan dari gejala klinis, pada pasien

politrauma, dan pasien dengan cedera kepala.

Pengukuran tekanan kompartemen adalah salah satu tambahan dalam

membantu menegakkan diagnosis. Biasanya pengukuran tekanan kompartemen

dilakukan pada pasien dengan penurunan kesadaran, pasien yang tidak

kooperatif, seperti anak-anak, pasien yang sulit berkomunikasi dan pasien-

pasien dengan multiple trauma seperti trauma kepala, medulla spinalis atau

trauma saraf perifer. Pengukuran tekanan kompartemen dapat dilakukan

dengan menggunakan teknik injeksi atau wick kateter. Prosedur pengukuran

tekanan kompartemen antara lain :

Page 6: LP Kompartemen Sindrom

1. Teknik pengukuran langsung dengan teknik injeksi

a. Teknik ini adalah kriteria diagnostik standar yang seharusnya menjadi

prioritas utama jika diagnosis masih dipertanyakan.

b. Alat yang dibutuhkan : spuitt 20 cc, three way tap, tabung intra vena,

normal saline sterile, manometer air raksa untuk mengukur tekanan

darah. Pertama, atur spuit dengan plunger pada posisi 15 cc. Tandai

saline sampai mengisi setengah tabung , tutup three way tap tahan

normal saline dalam tabung. Kedua, anestesi local pada kulit, tapi tidak

sampai menginfiltrasi otot. Masukkan jarum 18 kedalam otot yang

diperiksa, hubungkan tabung dengan manometer air raksa dan buka

three way tap. Ketiga, Dorong plunger dan tekanan akan meningkat

secara lambat. Baca manometer air raksa. Saat tekanan kompartemen

tinggi, tekanan air raksa akan naik.

2. Wick kateter

a. Masukkan kateter dengan jarum ke dalam otot. Selanjutnya, tarik jarum

dan masukkan kateter wick melalui sarung plastik. Setelah itu, balut

wick kateter ke kulit, dan dorong sarung plastik kembali, isi system

dengan normal saline yang mengandung heparine dan ukur tekanan

kompartemen dengan transducer recorder. Periksa ulang patensi kateter

dengan tangan menekan pada otot. Hilangkan semua tekanan external

pada otot yang diperiksa dan ukur tekanan kompartemen, jika tekanan

mencapai 30 mmHg, maka indikasi dilakukan fasciotomi.

b. Tekanan arteri rata-rata yang normal pada kompartemen otot adalah

8,5+6 mmHg. Selama tekanan pada salah satu kompartemen kurang

dari 30 mmHg (tekanan pengisian kapiler diastolik), tidak perlu

khawatir tentang sindroma kompartemen. sindroma kompartemen dapat

timbul jika tekanan dalam kompartemen lebih dari 10 mmHg.

Page 7: LP Kompartemen Sindrom

Pengukuran tekanan kompartemen

F. Pemeriksaan penunjang

1. Laboratorium

a. Comprehensive Metabolic Panel (CMP)

Sekelompok tes darah yang memberikan gambaran keseluruhan

keseimbangan kimia tubuh dan metabolisme. Metabolisme mengacu

pada semua proses fisik dan kimia dalam tubuh yang menggunakan

energi.

b. Complete Blood Cell Count (CBC)

Pemeriksaan komponen darah secara lengkap yakni kadar : Hemoglobin,

Hematokrit, Leukosit (White Blood Cell / WBC), Trombosit (platelet),

Eritrosit (Red Blood Cell / RBC), Indeks Eritrosit (MCV, MCH,

MCHC), Laju Endap Darah atau Erithrocyte Sedimentation Rate (ESR),

Hitung Jenis Leukosit (Diff Count), Platelet Disribution Width (PDW),

Red Cell Distribution Width (RDW).

Page 8: LP Kompartemen Sindrom

c. Prothrombin time (PT), activated partial thromboplastin time (aPTT) bila

pasien diberi heparin

d. Cardiac marker test (tes penanda jantung)

e. Urinalisis and urine drug screen

f. Arterial blood gas (ABG): cara cepat untuk mengukur deficit pH, laktat

g. Toksikologi urin : dapat membantu menentukan penyebab, tetapi tidak

membantu dalam menentukan terapi pasiennya.

2. Imaging

a. Rontgen pada ekstrimitas yang terkena

b. USG, membantu untuk mengevaluasi aliran arteri dalam memvisualisasi

Deep Vein Thrombosis (DVT)

c. MRI

G. Penanganan

Tujuan dari penanganan sindrom kompartemen adalah mengurangi defisit

fungsi neurologis dengan lebih dulu mengembalikan aliran darah lokal, melalui

bedah dekompresi. Walaupun fasciotomi disepakati sebagai terapi yang

terbaik, namun beberapa hal, seperti timing, masih diperdebatkan. Semua ahli

bedah setuju bahwa adanya disfungsi neuromuskular adalah indikasi mutlak

untuk melakukan fasciotomi.

1. Terapi medikal/ non bedah

Pemilihan terapi ini adalah jika diagnosa kompartemen masih dalam bentuk

dugaan sementara. Berbagai bentuk terapi ini meliputi:

a. Menempatkan kaki setinggi jantung, untuk mempertahankan ketinggian

kompartemen yang minimal, elevasi dihindari karena dapat menurunkan

aliran darah dan akan lebih memperberat iskemi.

b. Pada kasus penurunan ukuran kompartemen, gips harus di buka dan

pembalut kontriksi dilepas.

c. Pada kasus gigitan ular berbisa, pemberian anti racun dapat menghambat

perkembangan sindroma kompartemen

d. Mengoreksi hipoperfusi dengan cairan kristaloid dan produk darah

Page 9: LP Kompartemen Sindrom

e. Pada peningkatan isi kompartemen, diuretik dan pemakainan manitol

dapat mengurangi tekanan kompartemen. Manitol mereduksi edema

seluler, dengan memproduksi kembali energi seluler yang normal dan

mereduksi sel otot yang nekrosis melalui kemampuan dari radikal bebas.

2. Terapi bedah

Fasciotomi dilakukan jika tekanan intrakompartemen mencapai > 30

mmHg. Tujuan dilakukan tindakan ini adalah menurunkan tekanan dengan

memperbaiki perfusi otot. Jika tekanannya < 30 mmHg maka tungkai cukup

diobservasi dengan cermat dan diperiksa lagi pada jam-jam berikutnya.

Kalau keadaan tungkai membaik, evaluasi terus dilakukan hingga fase

berbahaya terlewati. Akan tetapi jika memburuk maka segera lakukan

fasciotomi. Keberhasilan dekompresi untuk perbaikan perfusi adalah 6 jam.

Terdapat dua teknik dalam fasciotomi yaitu teknik insisi tunggal dan insisi

ganda. Insisi ganda pada tungkai bawah paling sering digunakan karena

lebih aman dan lebih efektif, sedangkan insisi tunggal membutuhkan diseksi

yang lebih luas dan resiko kerusakan arteri dan vena peroneal. Pada tungkai

bawah fasciotomi dapat berarti membuka keempat kompartemen, kalau

perlu dengan mengeksisi satu segmen fibula. Luka harus dibiarkan terbuka,

kalau terdapat nekrosis otot dapat dilakukan debridemen jika jaringan sehat

luka dapat dijahit ( tanpa regangan ) atau dilakukan pencangkokan kulit.

Indikasi untuk melakukan operasi dekompresi, antara lain :

a. Adanya tanda - tanda sindrom kompartemen seperti nyeri hebat.

b. Gambaran klinik yang meragukan dengan resiko tinggi ( pasien koma,

pasien dengan masalah psikiatrik dan dibawah pengaruh narkoba ),

dengan tekanan jaringan > 30 mmHg pada pasien yang diharapkan

memiliki tekanan jaringan yang normal.

Bila ada indikasi operasi dekompresi harus segera dilakukan karena

penundaan akan meningkatkan kemungkinan kerusakan jaringan

intrakompartemen sebagaimana terjadinya komplikasi. Waktu adalah inti

dari diagnosis dan terapi sindrom kompartemen. Kerusakan nervus

Page 10: LP Kompartemen Sindrom

permanen mulai setelah 6 jam terjadinya hipertensi intrakompartemen. Jika

dicurigai adanya sindrom kompartemen, pengukuran dan konsultasi yang

diperlukan harus segera dilakukan secepatnya.

Beberapa teknik telah diterapkan untuk operasi dekompresi untuk semua

sindrom kompartemen akut. Prosedur ini dilakukan tanpa torniket untuk

mencegah terjadinya periode iskemia yang berkepanjangan dan operator

juga dapat memperkirakan derajat dari sirkulasi lokal yang akan

didekompresi. Setiap yang berpotensi mambatasi ruang termasuk kulit

dibuka di sepanjang daerah kompartemen, semua kelompok otot harus lunak

pada palpasi setelah prosedur selesai. Debridemen otot harus seminimal

mungkin selama operasi dekompresi kecuali terdapat otot yang telah

nekrosis.

Kompartemen sindrom dengan operasi fasciotomi

Page 11: LP Kompartemen Sindrom

H. Komplikasi

Sindrom kompartemen jika tidak mendapatkan penanganan dengan segera akan

menimbulkan berbagai komplikasi antara lain :

1. Nekrosis pada syaraf dan otot dalam kompartemen

2. Kontraktur volkam, merupakan kerusakan otot yang disebabkan oleh

terlambatnya penanganan sindrom kompartemen sehingga timbul

deformitas pada tanga, jari dan pergelangan tangan karena adanya trauma

pada lengan bawah

3. Trauma vascular

4. Gagal ginjal akut

5. Sepsis

6. Acture respiratory distress syndrome (ARDS)

I. Perawatan Luka Post Fasciotomi

1. Luka harus dibiarkan terbuka selama 5 hari

2. Kalau terdapat nekrosis otot, dapat dilakukan debridemen,

3. Jika jaringan post op fasciotomi sehat, luka dapat dijahit (tanpa tegangan),

atau dilakukan pencangkokan kulit atau dibiarkan sembuh dengan

sendirinya

Page 12: LP Kompartemen Sindrom

Asuhan Keperawatan pada Klien

dengan Kompartemen Sindrom

A. Pengkajian

1. Identitas Pasien

Meliputi jenis kelamin, umur, demografi, agama, status perkawinan,

pendidikan, pekerjaan, dll

2. Keluhan utama

Pada umumnya keluhan utama pada kasusini merupakan rasa nyeri yang

dialami oleh klien. Pengkajian mengenai nyeri dilakukan dengan

a. Provoking, merupakan peristiwa apa yang bisa mencetuskan nyeri yang

dirasakan oleh klien

b. Quality, seperti apa nyeri yang sedang dirasakan oleh klien saat ini

c. Region, tempat dimana rasa nyeri itu terjadi

d. Severity, skala nyeri yang dirasakan oleh klien

e. Time, berapa lama nyeri yang dirasakan oleh klien biasanya berlangsung

3. Status kesehatan

a. Riwayat penyakit dahulu

Terdapat riwayat penyakit mengenai kelainan tulang, tuberkulosis,

riwayat jatuh, dan lain – lain

b. Riwayat penyakit sekarang

Terjadinya fraktur tertutup yang menyebabkan terjadinya penigkatan

tekanan kompartemen, pemasangan gips aatau elastic bandage yang

terlalu ketat, terkena sengatan hewan berbisa, cedera ketika olah raga

c. Riwayat penyakit keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit yang dialami oleh

klien saat ini seperti kelainan tulang, tuberkulosis

Page 13: LP Kompartemen Sindrom

4. Pengkajian keperawatan

a. Aktivitas dan latihan

Lari, mengangkat beban yang terlalu berat, sering beraktivitas dengan

mengandalkan kekuatan fisik, kurang istirahat

5. Pemeriksaan fisik

Keadaan umum: terdapat edema di bagian kompartemen ekstrimitas atas

dan bawah, klien terlihat lemah, tekanan darah >140/90 mmHg, peningkatan

nadi, peningkatan RR

Pengkajian fisik

a. Ekstrimitas

Ekstrimitas terlihat membiru atau sianosis, terdapat edema pada

kompartemen di ekstrimitas, terdapat nyeri tekan, tonus otot buruk,

warna kulit mengkilap di ekstrimitas yang terkena, tidak ditemukan

denyut nadi atau pulsasi pada ekstrimitas yang terkena.

b. Kulit dan kuku

Terlihat sianosis, tidak ada clubbing finger, akral teraba dingin

6. Terapi

Terapi atau pengobatan yang dijalani oleh klien

7. Pemeriksaan penunjang

Rontgen

MRI

B. Diagnosa keperawatam

a. Nyeri berhubungan dengan adanya peningkatan tekanan dalam

kompartemen

b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, ketidaknyamanan,

penurunan kekuatan otot

Page 14: LP Kompartemen Sindrom

c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan nyeri dan kelemahan,

kerusakan muskuloskeletal, nyeri pada waktu bergerak.Ansietas

berhubungan dengan prosedur invasif pada klien

d. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk

melakukan tugas-tugas umum, peningkatan penggunaan energi,

ketidakseimbangan mobilitas.

e. Kurang Pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan

perawatan dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya

pemahaman/mengingat kesalahan interpretasi informasi.

f. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurangnya kontrol tidur dan

reaksi ketidaknyamanan.

Page 15: LP Kompartemen Sindrom

C. Rencana tindakan keperawatan

No Diagnosa keperawatan

Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi Rasional

1 Nyeri akut berhubungan dengan tekanan dalam kompartemen

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam nyeri yang dirasakan klien akan berkurang/hilang

NOC:

1. Pain control 2. Pain level Kriteria hasil:

a. Klien akan dapat mengontrol nyeri den-gan indikator:1) mendemonstrasikan tentang penge-

nalan nyeri secara konsisten 2) mendemonstrasikan penggunaan

analgesik secara konsisten 3) mendemonstrasikan pelaporan nyeri

secara konsisten b. Klien akan dapat mencapai level nyeri

rendah dengan indikator:1) tidak melaporkan nyeri 2) tidak menunjukkan ekspresi wajah

N I C :

Pain management

1 . Kaji ekspresi non verbal klien yang menunjukkan ketidaknya-manan

2 . Berikan informasi tentang penyebab nyeri, berapa lama ny-eri akan hilang, dan cara men-gatasi nyeri

3 . Ajarkan prinsip manajemen ny-eri pada klien

4 . Hilangkan faktor resiko yang dapat meningkatkan nyeri klien

5 . Fasilitasi waktu tidur yang adekuat bagi klien

6 . Ajarkan teknik nafas dalam dan distraksi bagi klien

1. Mengkaji ekspresi non verbal klien

2. Meningkatkan pengetahuan klien tentang nyeri yang di-rasakan

3. Berusaha memandirikan klien

4. Membantu meningkatkan kenyamanan klien

5. Membantu klien meningkatkan kualitas istira-hat

6. Membantu mengalihkan per-hatian klien dari nyeri yang dirasakan

Page 16: LP Kompartemen Sindrom

nyeri 7 . Kolaborasi pemberian analgetik bagi klien

7. Analgetik mengurangi nyeri klien

2 Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, ketidaknyamanan, penurunan kekuatan otot

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam pasien mampu bergerak bebas

NOC:

1) joint movement 2) mobility levelKriteria Hasil:

1) Peningkatan aktivitas pasien2) Memperagakan penggunaan alat bantu

untuk mobilisasi

N I C:

Exercise therapy (ambulation)

1. Kaji kemampuan fungsional otot

2. Atur posisi tiap 2 jam, (supinasi, sidelying) terutama pada bagian yang sakit

3. Mulai ROM. Aktif/pasif untuk semua ekstremitas . Anjurkan latihan meliputi latihan otot quadriceps/gluteal ekstensi, jari dan telapak tangan serta kaki.

1. Mengidentifikasi kekuatan /kelemahan dapat membantu memberi informasi yang diperlukan untuk membantu pemilihan intervensi

2. Dapat menurunkan resiko iskemia jaringan injury. Sisi yang sakit biasanya kekuran-gan sirkulasi dan sensasi yang buruk serta lebih mudah terjadi kerusakan kulit/deku-bitus

3. Meminimalkan atropi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu mencegah kon-traktur, menurunkan resiko hiperkalsiurea dan osteoporo-sis pada pasien dengan haemorhagic.

4. Mencegah abduksi bahu dan fleksi siku

Page 17: LP Kompartemen Sindrom

4. Tempatkan bantal di bawah ak-sila sampai lengan bawah

5. Elevasi lengan dan tangan

6. Observasi sisi yang sakit seperti warna, edema, atau tanda lain seperti perubahan sirkulasi.

7. Kolarobarsi dengan ahli terapi fisik, untuk latihan aktif, latihan dengan alat bantu dan ambulasi pasien.

5. dapat meningkatkan aliran balik vena dan mencegah ter-jadinya formasi edema.

6. jaringan yang edema sangat mudah mengalami trauma, dan sembuh dengan lama.

7. program secara individual akan sesuai dengan kebu-tuhan pasien baik dalam per-baikan defisit keseimbangan , koordinasi dan kekuatan

3 Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurangnya kontrol tidur

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam klien akan dapat memperbaiki pola tidurnya

NOC:

1. Sleep Kriteria hasil:

Klien mampu memperbaiki pola tidurnya

N I C :

Sleep enhancement

1 . Kaji pola tidur klien2 . Kaji efek pengobatan terhadap

pola tidur klien3 . Jelaskan arti pentingnya tidur

yang adekuat bagi klien

1. Mengetahui pola tidur klien2. Mengetahui feke obat bagi

kualitas tidur klien3. Meningkatkan pengetahuan

klien tentang pentingnya tidur bagi kesehatan tubuh

Page 18: LP Kompartemen Sindrom

dengan baik dengan indikator:

a. jam tidur tidak berubah b. pola tidur tidak berubah c. tidur malam yang konsisten tidak

berubah

4 . Monitor pola tidur dan jumlah jam tidur pada klien

5 . Monitor kegiatan fisik atau psikologis yang dapat meng-ganggu waktu tidur klien

6 . Ciptakan lingkungan yang men-dukung kegiatan tidur klien

7 . Instruksikan klien untuk merelak-sasikan otot sebelum tidur

8 . Kolaborasi pemberian obat yang dapat membantu klien untuk tidur

klien4. Mengetahui dengan pasti

jumlah jam tidur klien5. Mengetahui dan dapat

mencegah kegiatan yang da-pat mengganggu waktu tidur klien

6. Meningkatkan rasa nyaman klien saat tidur

7. Meningkatkan rasa nyaman klien saat tidur

8. Memaksimalkan waktu tidur bagi klien yang dapat menun-jang kesehatannya

4 Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk melakukan tugas-tugas umum, peningkatan penggunaan energi,

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam pasien akan beradaptasi dengan baik.

NOC: Body image

Kriteria hasil:

Klien akan mampu menerima perubahan tubuhnya dengan indikator:

1) Pasien akan menyesuaikan perubahan fungsi tubuhnya

NIC: Increasing coping

1. Bantu pasien mengidentifikasi tu-juan yang diinginkan

2. Berikan semangat pada pasien

3. Jelaskan proses penyakit pada pasien

1. Proses perawatan dan inter-vensi sesuai dengan harapan pasien

2. Motivasi dapat mempen-garuhi konsep diri pasien

3. Meningkatkan pengetahuan pasien tentang kondisinya

4. Pengendalian diri meningkatkan penerimaan terhadap keadaan diri

Page 19: LP Kompartemen Sindrom

ketidakseimbangan mobilitas

2) Pasien akan dapat menyesuaikan tubuhnya terhadap perubahan adanya penyakit

4. Bantu pasien untuk tidak merasa marah dan depresi

5. Tingkatkan aktifitas sosial dan komunitas

6. Dukung penggunaan mekanisme pertahanan

7. Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi

5. Salah satu bentuk pengalihan terhadap kondisi pribadi

6. Meningkatkan koping dan mempengaruhi pasien mem-persepsikan citra tubuhnya

7. Menurunkan stress

5 Kurang Pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan perawatan dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya pemahaman/mengingat kesalahan

Tujuan:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam pasien mengalami peningkatan pengetahuan

NOC:

Knowledge:disease process

Knowledge:medication

Kriteria hasil :

N I C :

Teaching: disease process

1. Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang penyakit

2. Jelaskan patofisiologi penyakit dan kaitanya dengan pengobatan

3. Gambarkan tanda dan gejala yang mungkin timbul

4. Diskusikan perubahan gaya hidup yang diperlukan untuk mencegah komplikasi

5. Dukung pasien dalam melakukan

1. Mengetahui batasan penge-tahuan pasien

2. Mencegah kesalahan pasien dalam interpretasi penyakit

3. Apabila tanda dan gejala timbul pasien segera meng-informasikan

4. Pencegahan segera komp-likasi lebih lanjut

5. Memandirikan pasien

Page 20: LP Kompartemen Sindrom

interpretasi informasi.

a. Mampu mengerti proses penyakit yang dialami dengan indikator:1) tahu proses penyakit secara spesifik2) tahu efek dari penyakit yang di-

alami3) tahu tanda dan gejala dari penyakit

yang dialamib. Mampu mengerti pengobatan yang di-

anjurkan dengan indikator:1) tahu efek terapeutik dari pengob-

atan2) tahu efek samping pengobatan3) tahu strategi untuk mendapatkan

pengobatan yang dibutuhkan

pemilihan pengobatanyaTeaching: prescribed medication

1. Jelaskan tujuan dari masing-mas-ing pengobatan

2. Jelaskan dosis, rute, dan durasi pengobatan

3. Periksa kembali pengetahuan pasien tentang pengobatan

4. Jelaskan efek samping dari setiap pengobatan

5. Jelaskan tanda dan gejala dari overdosis atau kekurangan dosis pengobatan

1. Meningkatkan pengetahuan pasien

2. Mencegah kecemasan yang mungkin timbul pada pasien

3. Mengetahui batasan penge-tahuan pasien

4. Mencegah kecemasan yang mungkin timbul pada pasien

5. Mencegah kecemasan yang mungkin timbul pada pasien

Page 21: LP Kompartemen Sindrom

Daftar Pustaka

Amendola, Bruce Twaddle. 2003. Compartment syndromes in Skeletal trauma

basic science, management, and reconstruction. Vol 1. Ed 3rd. Saunders

Azar Frederick. 2003. Compartment syndrome in Campbell`s operative

orthopaedics. Ed 10th. Vol 3. Mosby. USA

Salter R B. 1999. Textbook of Disorders and Injuries of the Musculoskeletal

System; edisi ke-3. Maryland: Lippincott Williams & Wilkins

Skinner H B. 2000. Current Diagnosis & Treatment in Orthopedics; edisi ke-2.

Singapore: The McGraw-Hill Companies

Spivak J M et al. 1999. Orthopaedics A Study Guide. Singapore: The McGraw-

Hill Companies