sindrom kompartemen

download sindrom kompartemen

of 18

description

hahahhahhahahahhahahahahahhahahahahahahahhahahahahahakakakkakakakakakakakkakakakakkaka

Transcript of sindrom kompartemen

SINDROM KOMPARTEMENDisusun Oleh :

Meta Sakina

1018011076SMF PENYAKIT DALAM RSUD AHMAD YANIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS LAMPUNGMETRO2014I. DEFINISISindrom kompartemen merupakan suatu kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan dalam suatu kompartemen sehingga mengakibatkan penekanan terhadap saraf, pembuluh darah dan otot di dalam kompartemen osteofasial yang tertutup. Hal ini mengawali terjadinya peningkatan tekanan interstisial, kurangnya oksigen dari penekanan pembuluh darah, dan diikuti dengan kematian jaringan.

Apabila sindroma kompartemen telah terjadi lebih dari 8 jam, maka dapat mengakibatkan nekrosis dari syaraf dan otot dalam kompartemen. Iskemik berat yang berlangsung selama 6 8 jam dapat menyebabkan kematian otot dan nervus yang kemudian menyebabkan terjadinya kontraktur Volkman. Sedangkan komplikasi sistemik yang dapat dari sindroma kompartemen meliputi gagal ginjal akut, sepsis dan acute respiratory distress syndrome ( ARDS ) yang fatal jika terjadi sepsis kegagalan organ secara multi system.II. ANATOMIKompartemen merupakan daerah tertutup yang dibatasi oleh tulang, interosseus membran, dan fascia, yang melibatkan jaringan otot, saraf dan pembuluh darah. Otot mempunyai perlindungan khusus yaitu fascia, dimana fascia ini melindungi semua serabut otot dalam satu kelompok.

Secara anatomik, sebagian besar kompartemen terletak di anggota gerak yaitu terletak di lengan atas (kompartemen anterior dan posterior), di lengan bawah (yaitu kompartemen anterior, lateral, dan posterior). Di anggota gerak bawah, terdapat tiga kompartemen di tungkai atas (kompartemen anterior, medial, dan kompartemen posterior), empat kompartemen di tungkai bawah (kompartemen anterior, lateral, posterior superfisial, posterior profundus). Sindrom kompartemen yang paling sering terjadi di daerah tungkai bawah dan lengan atas.

Setiap kompartemen pada tungkai bawah memiliki satu nervus mayor. Kompartemen anterior memiliki nervus peroneus profundus, kompartemen lateral memiliki nervus peroneus superfisial, kompartemen posterior profunda memiliki nervus tibialis posterior dan kompartemen posterior superfisial memiliki nervus suralis. Ketika tekanan kompartemen meningkat, suplai vaskuler ke nervus akan terpengaruh menyebabkan timbulnya parestesia.

Tabel 1. Letak dan Isi Kompartemen

LetakKompartemenIsi

Lengan AtasAnteriorM. Biceps brachii, M. Coracobrachialis, M. Brachialis;

A. Brachialis;

N. Musculocutaneus

Struktur yang Menembus Kompartemen : N. Musculocutaneus, N. Medius, M. Ulnaris, A. Brachialis, V. Basilica

PosteriorM. Triceps brachii;

A. Profunda brachii, A. Collateralis ulnaris;

N. Radialis

Struktur yang Menembus Kompartemen : N. Radialis dan N. Ulnaris

Lengan BawahAnterior M. Pronator teres, M. Flexor carpi radialis, M. Palmaris longus, M. Flexor carpi ulnaris, M. Flexor digitorum superficialis, M. Flexor pollicis longus, M. Flexor digitorum profundus, M. Pronator quadratus;

A. Ulnaris, A. Radialis;

N. Medianus

LateralM. Brachioradialis, m. Flexor carpi radialis longus;

A. Radialis, a. Brachialis;

N. Radialis

PosteriorM. Extensor carpi radialis brevis, M. Extensor digitorum, M. Extensor digiti minimi, M. Extensor carpi ulnaris, M. Anconeus, M. Supinator, M. Abductor pollicis longus, M. Extensor pollicis brevis, M. Extensor pollicis longus, M. Extensor indicis;

Arteriae interoseus anterior dan posterior;

Ramus profundus nervi radialis

Tungkai AtasAnterior M. Sartorius, M. Iliacus, M. Psoas, M. Pectineus, M. Quadriceps femoris;

A. Femoralis;

N. femoralis

MedialM. Gracilis, M. Adductor longus, M. Adductor brevis, M. Adductor magnus, M. Obturatorius externus;

A. profunda femoris, A. Obturatoria;

N. obturatorius

PosteriorM. Biceps femoris, M. Semitendinosus, M. Semimembranosus, M. Adductor magnus;

Cabang-cabang a. Profunda femoris

Tungkai BawahAnteriorM. Tibialis anterior, M. Extensor digitorum longus, M. Peroneus tertius, M. Extensor hallucis longus, M. Extensor digitorum brevis;

A. Tibialis anterior;

N. Peroneus profundus

LateralM. Peroneus longus, M. Peroneus brevis;

Cabang-cabang dari a. Peronea;

N. peroneus superficialis

Posterior SuperfisialM. Gastrocnemius, M. Plantaris, M. Soleus;

A. Tibialis posterior;

N. Tibialis

Posterior ProfundusM. Popliteus, M. Flexor digitorum longus, M. Flexor hallucis longus, M. Tibialis posterior;

A. Tibialis posterior;

N. Tibialis

III. KLASIFIKASI :Sindroma kompartemen dibagi menjadi dua tipe, yaitu :

1. Sindroma Kompartemen Akut.

Sindroma kompartemen akut merupakan suatu tanda kegawatan medis. Ditandai dengan pembengkakan dan nyeri yang terjadi dengan cepat. Tekanan dalam kompartemen yang meningkat dengan cepat dapat menyebabkan tekanan pada saraf, arteri dan vena sehingga tanpa penanganan yang tepat akan terjadi paralisis, iskemik jaringan bahkan kematian. Penyebab umum terjadinya sindroma kompartemen akut adalah fraktur, trauma jaringan lunak, kerusakan pada arteri dan luka bakar .2. Sindroma Kompartemen Kronik.

Sindroma kompartemen kronik bukan merupakan suatu kegawatan medis dan seringkali dikaitkan dengan nyeri ketika aktivitas olahraga. Ditandai dengan meningkatnya tekanan kompartemen ketika melakukan aktivitas olahraga saja. Gejala ini dapat hilang dengan hanya menghentikan aktivitas olahraga tersebut . Penyebab umum sindroma kompartemen kronik biasa terjadi akibat melakukan aktivitas berulang ulang, misalnya pelari jarak jauh, pemain basket, sepak bola dan militer.IV. ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI:

Ada banyak penyebab yang dapat meningkatkan tekanan jaringan lokal yang kemudian menyebabkan sindroma kompartemen, akan tetapi ada tiga mekanisme yang seringkali mendasari terjadinya sindroma kompartemen yaitu adanya peningkatan akumulasi cairan dalam ruang kompartemen, menyempitnya ruang kompartemen dan tekanan dari luar yang menghambat pengembangan volume kompartemen

1. Peningkatan akumulasi cairan dalam ruangan kompartemen.

Merupakan mekanisme yang paling sering menyebabkan sindroma kompartemen. Hal ini dapat disebabkan oleh hal hal dibawah ini :

Fraktur, terutama fraktur tibia merupakan penyebab yang paling sering menyababkan peningkatan akumulasi cairan dalam ruangan kompartemen.

Cedera pada pembuluh darah besar, dapat menyebabkan sindroma kompartemen melalui tiga mekanisme yaitu :

I. Perdarahan yang masuk ke dalam ruang kompartmen.

II. Sumbatan partial pada pembuluh darah sedang tanpa disertai adanya sirkulasi kolateral yang adekuat.

III. Pembengkakan post iskemia dan sindroma kompartemen terjadi bila perbaikan arteri dan sirkulasi tertunda terlebih dari enam jam.

Olahraga berat, dapat menyebabkan sindroma kompartemen akut dan kronik. Seringkali dihubungkan nyeri pada kompartemen anterior pada tungkai. Bila gejala ini timbul maka olahraga tersebut harus segera dihentikan.

Luka bakar, selain dapat menyebabkan penyempitan ruang kompartemen. Luka bakar juga dapat meningkatkan akumulasi cairn dalam ruang kompartemen dengan timbulnya edema yang massif. Maka dekompresi melalaui escharotomy harus segera dilakukan untuk menghindari tamponade kompartemen.

Penyebab lain akumulasi cairan adalah perdarahan akibat pemeberian antikoagulan, infiltrasi cairan dalam ruang kompartemen, gigitan ular dan lain lain

2. Menyempitnya ruang kompartemen.

Jahitan tertutup pada fascia, seringkali terjadi pada atlit marathon yang memiliki otot hernia serta kerusakan fascia. Hernia biasanya bilateral dan berkembang pada sepertiga tungkai bawah pada kompartemen anterior dan lateral. Selama ini seringkali dilakukan jahitan ketat pada hernia otot yang mengalami kerusakan fascia. Hal ini mengakibatkan terjadinya pengurangan volume kompartemen dan meningkatkan tekanan intra kompartemen sehingga menimbulkan sindroma kompartemen akut. Oleh karena itu terapi utama pada pelari dengan nyeri pada tungkai dan hernia otot adalah fascial release bukan fascial closure. Luka bakar derajat tiga, luka bakar ini mengurangai ukuran kompartemen dan menimbulkan jaringan parut pada kulit, jaringan subkutan dan fascia menjadi satu. Hal ini membutuhkan dekompresi escharotomy segera.3. Tekanan dari luar.

Intoksikasi obat, ketidaksadaran akibat penggunaan obat yang overdosis dapat memicu tidak hanya multiple sindroma kompartemen akan tetapi sindroma crush bila orang tersebut berbaring dengan tungkai terjepit. Tertekannya lengan serta tungkai menghasilkan peningkatan tekanan intra kompartemen lebih dari 50 mmHg. Penggunaan gips yang terlalu ketat, hal ini dapat menimbulkan tekanan eksternal dikarenakan membatasi perkembangan dari kompartemen.

SKEMA PATOFISIOLOGI SINDROMA KOMPARTEMEN

V. MANIFESTASI KLINIKSecara klasik ada 7 P yang terkumpul dalam sindrom kompartemen, yaitu Pain out of proportion of the injury, Palpable tenseness or swelling of the compartment, Paresthesia, Pallor, Pain or passive stretch, Pulse present, paresis, .1. Pain out of proportion of the injury (Nyeri ) :

Nyeri yang hebat saat peregangan pasif pada otot-otot yang terkena, ketika ada trauma langsung. Nyeri merupakan gejala dini yang paling penting, terutama jika munculnya nyeri tak sebanding dengan keadaan klnik (pada anak-anak tampak semakin gelisah atau memerlukan analgesia lebih banyak dari biasanya).

2. Palpable tenseness or swelling of the compartment

teraba tekanan atau bengkak pada kompartemen3. Parestesia : Rasa kesemutan 4. Pallor (pucat) : diakibatkan oleh menurunnya perfusi ke daerah tersebut

5. Pain or passive stretch Otot yang tegang pada kompartemen merupakan gejala yang spesifik dan sering. Gambarannya biasa berat, konstan dan nyeri terlokalisasi.6. Pulses present : berkurangnya atau hilangnya denyut nadi.

7. Paresis : merupakan tanda lambat akibat menurunnya sensasi saraf yang berlanjut dengan hilangnya fungsi bagian yang terkena sindrom kompartemen.. Pemeriksaan dengan uji sensasi raba dengan jarum dan peniti ) pada saraf kulit. Meskipun gejala diatas merupakan gejala klinis dari sindroma kompartemen akan tetapi gejala diatas tidak selalu timbul pada setiap kejadian. Nyeri dan parasthesia merupakan gejala yang paling sering ditemukan pada sindroma kompartemen .

VI. DIAGNOSIS

Diagnosis klinik pada sindroma kompartemen didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

ANAMNESIS

Nyeri

Nyeri merupakan gejala yang paling sering ditemukan pada sindroma kompartemen. Nyeri yang bertambah dan khususnya meningkat dengan gerakan pasif yang meregangkan otot yang bersngkutan merupakan salah satu tanda khas dari 7Ps . Akan tetapi nyeri ini merupakan gejala yang sangat subjektif karena kemampuan seseorang menahan rasa sakit berbeda beda. Selain itu pengurangan fungsi sensoris seringkali mengaburkan rasa nyeri yang terjadi. Perestesi

Parestesi merupakan gejala yang sering ditemukan pada penderita sindroma kompartemen yang dalam keadaan sadar dan kooperatif. Hal ini merupakan manifestasi klinis akibat defisit sensorik. Pada awalnya defisit sensorik mengakibatkan paresthesia akan tetapi lama kelamaan jika penanganannya tertunda, keadaan ini dapat memicu terjadinya hipesthesia dan anesthesia. Riwayat trauma

Semua trauma ekstremitas potensial untuk menimbulkan terjadinya sindroma kompartemen. Sejumlah cedera yang mempunyai resiko tinggi yaitu fraktur tibia dan antebrakhi, balutan kasa atau immobilisasi dengan gips yang ketat, crush injury pada massa otot yang luas, tekanan setempat yang cukup lama, peningkatan permeabilitas kapiler dalam kompartemen akibat perfusi otot yang mengalami iskemia, luka bakar atau latihan berat. Kewaspadaan yang tinggi sangat penting pada penderita dengan penurunan kesadaran atau keadaan lain yang tidak dapat merasakan nyeri.PEMERIKSAAN FISIK

Inspeksi

Pada inspeksi dapat ditemukan di daerah yang sakit terlihat bengkak, kulit tampak berwarna pink dan pasien tampak kesakitan.

Palpasi

Pada palpasi didapatkan beberapa tanda khas dari sindroma kompartemen, yakitu : pain, pulse present dimana perabaan pulsasi pada daerah distal biasanya masih bisa teraba, parestesi pada daerah distribusi saraf perifer dan menurunnya sensasi pada kulit daerah yang terkena, serta tegang dan bengkak pada daerah yang terkena

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Foto Rontgen

Untuk mengetahui apakah terdapat fraktur pada tulang atau tidak yang berguna untuk mengetahui asal dari rasa nyeri tersebut

Arteriografi

Untuk mengetahui ada atau tidak cedera pada arterinya.

Pengukuran Tekanan Kompartemen

Gambar 2. Alat Pengukur Tekanan Kompartemen

Pengukuran tekanan secara langsung merupakan gold standard untuk menegakkan diagnosa sindroma kompartemen. Pengukuran tekanan kompartemen ini dapat dilakukan dua kali, yaitu sebelum dan setelah latihan dan tidak semua kompartemen biasanya diuji, tetapi tergantung pada berapa banyak tempat yang dirasakan sakit oleh pasien.

Normalnya tekanan kompartemen adalah nol. Perfusi yang tidak adekuat dan iskemia relatif terjadi ketika tekanan meningkat antara 10 30 mmHg dari tekanan diastolik. Tidak ada perfusi yang efektif ketika tekanannya sama dengan tekanan diastolik. Selama tekanan pada salah satu kompartemen kurang dari 30 mmHg ( tekanan pengisian kapiler diastolik ), maka tidak perlu khawatir tentang terjadinya sindroma kompartemen. Tes dianggap positif jika memiliki tekanan 15 mmHg sebelum latihan atau 30 mmHg setelah latihan selama satu menit atau 20 mmHg setelah latihan selama 5 menit.VII. TATALAKSANA

Tujuan dari terapi sindrom kompartemen adalah mengurangi defisit fungsi neurologis dengan lebih dulu mengembalikan aliran darah lokal yang biasanya dilakukan dengan tindakan bedah dekompresi

Terapi dari sindrom kompartemen yang sederhana yaitu fasciotomi kompartemen yang terlibat. Walaupun fasciotomi disepakati sebagai terapi yang terbaik, namun beberapa hal seperti timing masih diperdebatkan. Semua ahli bedah setuju bahwa adanya disfungsi neuromuskular adalah indikasi mutlak untuk melakukan fasciotomi. Waktu adalah inti dari diagnosis dan terapi sindrom kompartemen. Kerusakan nervus permanen akan mulai terjadi setelah 6 jam terjadinya hipertensi intrakompartemen. Jika dicurigai adanya sindrom kompartemen maka pengukuran tekanan dan konsultasi yang diperlukan harus segera dilakukan secepatnya

Penanganan Sindrom Kompartemen, meliputi :

Terapi Medikal / Non Operatif

Terapi ini dipilih apabila masih curiga terhadap adanya sindrom kompartemen yaitu dengan cara :

Menempatkan kaki setinggi jantung dengan tujuan untuk mempertahankan ketinggian kompartemen yang minimal, elevasi dihindari karena dapat menurunkan aliran darah dan akan lebih memperberat iskemia.

Pada khasus penurunan ukuran kompartemen gips harus di buka dan pembalut konstriksi dilepas.

Pada khasus gigitan ular berbisa, pemberian anti racun dapat menghambat perkembangan sindrom kompartemen.

Mengoreksi hipoperfusi dengan cairan kristaloid dan produk darah.

Pada peningkatan isi kompartemen, diuretik dan pemakaian manitol dapat mengurangi tekanan kompartemen. Manitol mereduksi edema seluler dengan memproduksi kembali energi seluler yang normal dan mereduksi sel otot yang nekrosis melalui kemampuan dari radikal bebas.

Menggunakan aspirin atau ibuprofen untuk mengurangi inflamasi

Terapi Pembedahan / Operatif

Indikasi untuk dilakukan terapi operatif untuk sindrom kompartemen yaitu apabila tekanan intrakompartemen > 30 mmHg dan memerlukan tindakan yang cepat dan segera untuk dilakukan fasciotomi. Tujuan dari melakukan fasciotomi ini adalah untuk menurunkan tekanan dengan memperbaiki perfusi otot

Apabila tekanannya < 30 mmHg dapat dilakukan observasi terlebih dahulu dengan cermat dan diperiksa lagi pada jam jam berikutnya, kalau keadaan tungkai itu membaik evaluasi klinik yang berulang ulang dilanjutkan hingga bahaya telah terlewati. Kalau tidak ada perbaikan atau kalau tekanan kompartemen meningkat maka harus segera dilakukan fasciotomi. Keberhasilan dekompresi untuk perbaikan perfusi adalah 6 jam

Ada dua teknik dalam fasciotomi yaitu teknik insisi tunggal atau insisi ganda. Tidak ada keuntunganyang utama dari kedua teknik ini. Insisi ganda pada tungkai bawah paling sering digunakan karena lebih aman dan lebih efektif, sedangkan insisi tunggal membutuhkan diseksi yang lebih luas dan resiko kerusakan arteri dan vena peroneal. Pada tungkai bawah fasciotomi dapat berarti membuka keempat kompartemen, kalau perlu dengan mengeksisi satu segmen fibula. Luka harus dibiarkan terbuka, kalau terdapat nekrosis otot dapat dilakukan debridemen jika jaringan sehat luka dapat dijahit ( tanpa regangan ) atau dilakukan pencangkokan kulit

Indikasi untuk melakukan operasi dekompresi, antara lain :

Adanya tanda tanda sindrom kompartemen seperti nyeri hebat.

Gambaran klinik yang meragukan dengan resiko tinggi ( pasien koma, pasien dengan masalah psikiatrik dan dibawah pengaruh narkoba ), dengan tekanan jaringan > 30 mmHg pada pasien yang diharapkan memiliki tekanan jaringan yang normal.

Bila ada indikasi operasi dekompresi harus segera dilakukan karena penundaan akan meningkatkan kemungkinan kerusakan jaringan intrakompartemen sebagaimana terjadinya komplikasi

Waktu adalah inti dari diagnosis dan terapi sindrom kompartemen. Kerusakan nervus permanen mulai setelah 6 jam terjadinya hipertensi intrakompartemen. Jika dicurigai adanya sindrom kompartemen, pengukuran dan konsultasi yang diperlukan harus segera dilakukan secepatnya

Beberapa teknik telah diterapkan untuk operasi dekompresi untuk semua sindrom kompartemen akut. Prosedur ini dilakukan tanpa torniket untuk mencegah terjadinya periode iskemia yang berkepanjangan dan operator juga dapat memperkirakan derajat dari sirkulasi lokal yang akan didekompresi. Setiap yang berpotensi mambatasi ruang termasuk kulit dibuka di sepanjang daerah kompartemen, semua kelompok otot harus lunak pada palpasi setelah prosedur selesai. Debridemen otot harus seminimal mungkin selama operasi dekompresi kecuali terdapat otot yang telah nekrosis

VIII. KOMPLIKASI SINDROMA KOMPARTEMEN : Kontraktur Volkmann

Merupakan deformitas pada tangan, jari dan pergelangan tangan karena adanya trauma pada lengan bawah. Kira kira 1 - 10% dari semua khasus sindrom kompartemen berkembang menjadi kontraktur volkmann. Disebabkan oleh iskemia yang biasanya disebabkan oleh peningkatan tekanan ( sindrom kompartemen ). Iskemia berat yang berlangsung selama 6 8 jam dapat menyebabkan kematian otot dan nervus yang kemudian menyebabkan infark otot dan kematian serat otot, kemudian otot digantikan oleh jaringan ikat

Sindroma Crush

Merupakan suatu keadaan klinis yang disebabkan kerusakan otot yang jika tidak ditangani akan terjadi kegagalan ginjal dan jantung. Hal ini dapat terjadi dikarenakan adanya infark otot pada massa di sejumlah kompartemen akibat gangguan perfusi otot, iskemia dan pelepasan mioglobulin.IX. DIAGNOSIS BANDING :

Diagnosis yang paling sering membingungkan dan sangat sulit dibedakan dengan sindrom kompartemen adalah oklusi arteri dan kerusakan saraf primer dengan beberapa ciri yang sama ditemukan pada masing masingnya. Claudikasio Intermitten

Merupakan nyeri otot atau kelemahan otot pada tungkai bawah karena latihan dan berkurang dengan istirahat, biasanya nyeri berhenti 2 5 menit setelah beraktivitas. Hal ini disebabkan oleh adanya oklusi atau obstruksi pada arteri bagian proksimal yang tidak disertai peningkatan tekanan intrakompartemen. Trombosis Vena Dalam

Merupakan kelainan pembuluh darah vena akibat tersumbatnya vena yang letaknya dalam sehingga terjadi bendungan. Nyeri lokal secara tiba tiba disertai edema, eritem dan homans sign merupakan gejala khas penyakit ini. Fraktur Stress

Merupakan kelainan tulang yang diakibatkan adanya stress yang kecil dan berulang ulang pada daerah tulang yang menopang berat badan. Ditandai dengan gejala klinis nyeri lokal pada waktu pergerakan serta nyeri tekan setempat bila beraktivitas, kadang terjadi pembengkakan

Sindroma Jepitan Saraf ( Entrapment Neuropathies )

Merupakan gangguan saraf perifer oleh karena keadaan / posisi yang abnormal atau gangguan vaskularisasi yang menyebabkan iskemia pada saraf.X. PROGNOSIS :

Sindroma kompartemen akut cenderung memiliki hasil akhir yang jelek, toleransi otot untuk terjadinya iskemia adalah 4 jam. Kerusakan irreversible terjadi bila lebih dari 8 jam. Jika diagnosa terlambat dapat menyebabkan trauma syaraf dan hilangnya fungsi otot. Walaupun fasciotomi dilakukan dengan cepat dan awal, hampir 20% pasien mengalami defisit motorik dan sensorik yang persisten.DAFTAR PUSTAKA

Apley, A Grahm. Solomo, Louis. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur system Apley. Edisi ketujuh. 1995. Jakarta: Widya Medika.

Sjamsuhidajat, R. Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi kedua. 2005. Jakarta : EGC.Snell, Richard S.Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi keenam. 2006. Jakarta : EGC.