Kompartemen Klpk e

38
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Compartment Syndrome adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan intertisial di dalam ruangan yang terbatas, yaitu di dalam kompartemen osteofasial yang tertutup. Tujuan dari terapi Compartment Syndrome adalah mengurangi defisit fungsi neurologis dengan lebih dulu mengembalikan aliran darah lokal, biasanya dengan bedah dekompresi. Tindakan non operatif tertentu mungkin bisa berhasil, seperti menghilangkan selubung eksternal. Jika hal tersebut tidak berhasil maka tindakan operasi dekompresi perlu dipertimbangkan. Indikasi mutlak untuk operasi dekompresi sulit untuk ditentukan, tiap pasien dan tiap sindrom kompartemen memiliki individualitas yang berpengaruh pada cara untuk menindakinya. (1) Berbeda dengan kompleksitas diagnosis, terapi Compartment Syndrome sederhana yaitu fasciotomi kompartemen yang terlibat. Walaupun fasciotomi disepakati sebagai terapi yang terbaik, namun beberapa hal, seperti timing, masih diperdebatkan. Semua ahli bedah setuju bahwa adanya disfungsi neuromuskular adalah indikasi mutlak untuk melakukan fasciotomi. 1

description

referat

Transcript of Kompartemen Klpk e

Page 1: Kompartemen Klpk e

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Compartment Syndrome adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan

tekanan intertisial di dalam ruangan yang terbatas, yaitu di dalam kompartemen

osteofasial yang tertutup. Tujuan dari terapi Compartment Syndrome adalah

mengurangi defisit fungsi neurologis dengan lebih dulu mengembalikan aliran darah

lokal, biasanya dengan bedah dekompresi. Tindakan non operatif tertentu mungkin bisa

berhasil, seperti menghilangkan selubung eksternal. Jika hal tersebut tidak berhasil

maka tindakan operasi dekompresi perlu dipertimbangkan. Indikasi mutlak untuk

operasi dekompresi sulit untuk ditentukan, tiap pasien dan tiap sindrom kompartemen

memiliki individualitas yang berpengaruh pada cara untuk menindakinya.(1)

Berbeda dengan kompleksitas diagnosis, terapi Compartment Syndrome

sederhana yaitu fasciotomi kompartemen yang terlibat. Walaupun fasciotomi

disepakati sebagai terapi yang terbaik, namun beberapa hal, seperti timing, masih

diperdebatkan. Semua ahli bedah setuju bahwa adanya disfungsi neuromuskular adalah

indikasi mutlak untuk melakukan fasciotomi.

Compartment Syndrome adalah sebuah kondisi yang mengancam anggota tubuh

dan jiwa yang dapat diamati ketika tekanan perfusi dibawah jaringan yang tertutup,

mengalami penurunan. Secara tegas, saat sindrom kompartemen tidak teratasi maka

tubuh akan mengalami nekrosis jaringan, gangguan fungsi yang permanen dan jika

semakin berat, dapat terjadi gagal ginjal dan kematian.

Konsekuensi dari terlewatnya pemeriksaan dapat meningkatkan tekanan

intrakompartemen yang dijelaskan secara lengkap oleh Richard Von Volkman. Pada

tahun 1872, beliau mempublikasikan mengenai fraktur suprakondilar akan diikuti oleh

trauma pada syaraf dan kontraktur akibat kompartemen sindrom. Trauma tersebut

dikenal sebagai kontraktur Volkmann.

Walaupun fraktur pada tulang panjang merupakan penyebab tersering dari

1

Page 2: Kompartemen Klpk e

Compartment Syndrome, trauma lainnya juga dapat menjadi penyebabnya. Sekitar 50

tahun setelah Von Volkman menggemukakan gambarannya, Jepson menggambarkan

percobaannya mengenai kontraktur iskemi pada paha anjing bagian belakang

dikarenakan hipertensi yang terjadi karena obstruksi vena.Pada tahun 1941, Bywaters

dan Beall saat bekerja menangani korban di Blitz London, melaporkan mengenai

trauma karena tabrakan secara signifikan. Kedua perintis ini mengungkapkan

mekanisme dan konsekuensi dari Compartment Syndrome. Tahun 1970-an, pentingnya

mengukur tekanan intrakompartemen menjadi jelas.

Owen et al menerbitkan serangkaian artikel yang menggambarkan penggunaan tekanan

sumbu kateter untuk pengukuran dan kemudian dapat mendokumentasikan tekanan

kompartemen yang tinggi dalam berbagai keadaan. Hampir bersamaan, Matsen

menerbitkan temuan-temuan, yang sering dipakai dalam literature sekarang.

Lokasi yang dapat mengalami Compartment Syndrome telah ditemukan di : tangan,

lengan bawah, lengan atas, perut, pantat, dan seluruh ekstremitas bawah. Hampir

semua cedera dapat menyebabkan sindrom ini, termasuk cedera akibat olahraga berat.

Hal yang paling penting bagi seorang dokter adalah untuk selalu waspada

ketika berhadapan dengan keluhan nyeri pada ekstremitas. Konsekuensi dari

terlewatnya pemeriksaan dapat meningkatkan tekanan intra-kompartemen.(2)

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari referat ini untuk lebih mengetahui tentang Compartment

Syndrome, cara mendiagnosa, penanganannya, prognosa, komplikasi, dan pencegahan

yang dapat kita lakukan untuk kasus tersebut.(1)

2

Page 3: Kompartemen Klpk e

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Menurut Salter, Compartment syndrome adalah peningkatan tekanan dari suatu

edema progresif di dalam kompartemen osteofasial yang kaku pada lengan bawah

maupun tungkai bawah (di antara lutut dan pergelangan kaki) yang secara anatomis

menggangu sirkulasi otot-otot dan saraf-saraf intrakompartemen sehingga dapat

menyebabkan kerusakkan jaringan intrakompartemen.(1)

Menurut Michael S. Bednar et al, compartment syndrome adalah kondisi yang

terjadi karena peningkatan tekanan di dalam ruang anatomi yang sempit, yang secara

akut menggangu sirkulasi dan yang kemudian dapat menggangu fungsi jaringan di

dalam ruang tersebut.(2)

Menurut Stephen Wallace dan 1, compartment syndrome adalah sindrom yang

ditandai dengan gejala 7P yaitu pain (nyeri), paresthesi, pallor (pucat), puffiness (kulit

yang tegang), pulselessness (hilangnya pulsasi), paralisis, dan poikilotermis (dingin).(1,3)

Menurut Andrew L. chen, diagnosis compartment syndrome dapat ditegakkan jika

pada pemeriksaan ditemukan tekanan intrakompartemen yang meningkat di atas 45

mmHg atau selisihnya dengan tekanan diastolik kurang dari 30 mmHg.(4)

Dapat disimpulkan bahwa compartment syndrome adalah sindrom yang disebabkan

oleh peningkatan tekanan dari suatu edema progresif di dalam kompartemen osteofasial

yang kaku pada lengan bawah maupun tungkai bawah (di antara lutut dan pergelangan

kaki) yang secara anatomis menggangu sirkulasi otot-otot dan saraf-saraf

intrakompartemen sehingga dapat menyebabkan kerusakan jaringan di dalam

kompartemen tersebut dan pada pemeriksaan ditemukan tekanan intrakompartemen

yang meningkat di atas 45 mmHg atau selisihnya dari tekanan diastolik kurang dari 30

mmHg serta ditandai dengan tanda dan gejala berupa 7P yaitu pain (nyeri), paresthesi,

pallor (pucat), puffiness (kulit yang tegang), pulselessness (hilangnya pulsasi), paralisis,

dan poikilotermis (dingin).

3

Page 4: Kompartemen Klpk e

Gambar 1 Gambar Kompartemen Tungkai Bawah(5)

2.2 Insiden

Compartment syndrome paling sering melibatkan kompartemen flexor dari lengan

bawah dan kompartemen tibia anterior dari tungkai bawah (meskipun dapat terjadi pada

kompartemen osteofsial manapun). (1)

Insiden compartment syndrome tergantung pada traumanya. Pada fraktur humerus

atau fraktur lengan bawah, insiden dari compartment syndrome dilaporkan berkisar

antara 0,6-2%. Pasien dengan kombinasi ipsilateral fraktur humerus dan lengan bawah

memiliki insiden sebesar 30%. Secara keseluruhan, prevalensi compartment syndrome

meningkat pada kasus yang berhubungan dengan kerusakan vascular. Abouezzi et al

melaporkan fasiotomi dilakukan pada 29,5% kasus arterial injuries, 15,2% kasus

venous injuries, dan 31,6% pada kasus dengan kombinasi keduanya; kasus-kasus

tersebut tidak melibatkan tindakan memperbaiki vena ataupun ligasi. Feliciano et al

melaporkan secara keseluruhan, 19% pasien dengan kerusakan vaskuler memerlukan

fasiotomi.(6)

4

Page 5: Kompartemen Klpk e

DeLee dan Stiehl menemukan bahwa 6% dari pasien dengan open fraktur tibia

berkembang menjadi compartment syndrome sedangkan pada closed fraktur tibia hanya

1,2%.(7)

Insidensi compartment syndrome yang sesungguhnya mungkin lebih besar dari yan

dilaporkan karena sindrom tersebut tidak terdeteksi pada pasien yang keadaanya sangat

buruk. Prevalensinya juga lebih besar pada pasien dengan keusakkan vascular.

Feliciano et al melaporkan secara keseluruhan, 19% pasien dengan kerusakan vaskuler

memerlukan fasiotomi, namun pada pasien tanpa fasiotomi diperkirkan angka

kejadiannya sekitar 30%. Insiden yang sesungguhnya mungkin tidak akan diketahui

karena banyak ahli bedah melakukan profilaksis fasiotomi ketika melakukan

perbaikkan vaskuler pada pasien risiko tinggi.(7)

Di Amerika, prevalensi sesungguhnya dari compartment syndrome belum diketahui;

namun sebuah penelitian menemukan angka kejadian anterior chronic exertional

compartment syndrome (CECS) sebesar 14% pada individual yang mengeluhkan nyeri

tungkai bawah. Laki-laki dan perempuan presentasinya adalah sama dan biasanya

bilateral meskipun dapat juga unilateral. Chronic exertional compartment syndrome

(CECS) biasanya terjadi pada atlet yang sehat dan lebih muda dari 40 tahun. Atlet

dengan CECS yang meningkatkan latihannya dengan hebat dapat meningkatkan risiko

terjadinya eksaserbasi akut, demikian pula pada orang yang tidak aktif yang kemudian

memulai latihan yang serius.(8)

Secara internasional, prevalensi compartment syndrome belum diketahui. (8)

2.3 Etiologi(1,2,4,9)

1. Penyebab tersering dari compartment syndromes adalah adalah fraktur (tersering

pada fraktur supra kondiler humeri dengan kerusakan arteri brakhialis pada anak-

anak dan fraktur pada sepertiga proksimal tibia).(1)

2. bebat eksternal/pemasangan gips yang terlalu kompresif.(9)

3. traksi longitudinal yang berlebihan pada penatalaksanaan fraktur femur pada anak.(1)

4. soft tissue crush injuries(2)

5

Page 6: Kompartemen Klpk e

5. cedera arterial dengan perdarahan lokal atau bengkak postiskemik.(2)

6. Koma karena obat yang menyebabkan tekanan pada arteri besar karena berbaring di

atas permukaan keras dengan posisi yang tidak nyaman dalam waktu yang lama.(1,2)

7. luka bakar.(2)

8. olah raga(4)

2.4 Patofisiologi(1,3,4,5,9,10)

Patofisiologi dari compartment syndrome terdiri dari dua kemungkinan mekanisme,

yaitu: berkurangnya ukuran kompartemen dan/atau bertambahnya isi dari kompartemen

tersebut. Kedua mekanisme tersebut sering terjadi bersamaan, ini adalah suatu keadaan

yang menyulitkan untuk mencari mekanisme awal atau etiologi yang sebenanya. Edema

jaringan yang parah atau hematom yang berkembang dapat menyebabkan

bertambahnya isi kompartemen yang dapat menyebabkan atau memberi kontribusi pada

compartment syndrome.

Tidak seperti balon, fasia tidak dapat mengembang, sehingga pembengkakan pada

sebuah kompartemen akan meningkatkan tekanan dalam kompartemen tersebut.

Ketika tekanan di dalam kompartemen melebihi tekanan darah di kapiler,

pembuluh kapiler akan kolaps. Hal ini menghambat aliran darah ke otot dan sel saraf.

Tanpa suplai oksigen dan nutrisi, sel-sel saraf dan otot akan mengalami iskemia dan

mulai mati dalam waktu beberapa jam. Iskemia jaringan akan menyebabkan edema

jaringan. Edema jaringan di dalam kompertemen semakin meningkatkan tekanan

intrakompartemen yang menggangu aliran balik vena dan limfatik pada daerah yang

cedera. Jika tekanan terus meningkat dalam suatu lingkaran setan yang semakin

menguat maka perfusi arteriol dapat terganggu sehingga menyebabkan iskemia jaringan

yang lebih parah.

6

Page 7: Kompartemen Klpk e

TRAUMA/EXCERCISE/ETIOLOGI

Gambar 2 Lingkaran Setan (Vicious Cycle) Patofisiologi Compartment Syndrome

Tekanan jaringan rata-rata normal adalah mendekati 0 mmHg pada keadaan tanpa

kontraksi otot. Jika tekanan menjadi lebih dari 30 mmHg atau lebih, pembuluh darah

kecil akan tertekan yang menyebabkan menurunnya aliran nutrisi sehingga. Untuk

kepentingan tertentu dapat pula dihitung perbedaan tekanan kompartemen dengan

tekanan darah diastolik; jika selisih tekanan diastolik dan tekanan kompartemen kurang

dari 30 mmHg hal ini dianggap gawat darurat.

Compartment syndromes dapat berupa akut maupun kronis. Acute compartment

syndrome adalah suatu kegawatdaruratan medis. Tanpa penatalaksanaan, hal ini dapat

berakhir dengan kelumpuhan, hilangnya tungkai, bahkan kematian. Chronic

compartment syndrome bukanlah kegawatdaruratan medis.

7

Page 8: Kompartemen Klpk e

Acute compartment syndrome memerlukan waktu beberapa jam untuk berkembang.

Saraf perifer dapat bertahan dalam kompartemen hanya 2 sampai 4 jam setelah iskemia

terjadi, tetapi mereka mempunyai kemampuan untuk regenerasi. Otot dapat bertahan

sampai 6 jam setelah iskemia terjadi tetapi tidak dapat regenerasi. Nantinya, otot-otot

yang nekrosis akan digantikan oleh jaringan scar fibrosa padat yang secara bertahap

memendak dan menhasilkan kontraktur kompartemental atau Volkmann’s ischaemic

contracture. Jika tekanan tidak segera dihilangkan dengan cepat, ini dapat

menyebabkan kecacatan permanent atau kematian.

Chronic compartment syndrome ditandai dengan nyeri dan bengkak yang

disebabkan oleh olah raga. Hal dapat merupakan masalah besar bagi seorang atlet. Ini

akan membaik jika orang tersebut beristirahat. Hal ini biasanya terjadi di daerah tungkai

bawah. Biasanya diikuti oleh mati rasa atau kesulitan dalam menggerakkkan kaki.

Gejala akan hilang dengan cepat jika aktivitas dihentikan. Tekanan kompartemen akan

tetap tinggi sampai beberapa saat.

Gambar 3 Patofisiologi Chronic Compartment Syndrome(10)

Seperti yang tampak pada gambar di atas, lingkaran setan juga terjadi pada tipe

kronik seperti pada tipe akut.

2.5 Signs and Symptoms(2,3)

Pada compartment syndrome didapatkan 6 P yaitu: pain, paresthesia, pallor (pucat),

paralysis, pulselessness, puffiness; terkadang 7 P untuk poikilotermia (dingin)

ditambahkan. Diantara ini semua hanya dua yang pertamalah yang reliable untuk tahap

akhir dari compartment syndrome.

8

Page 9: Kompartemen Klpk e

o Pain (nyeri) sering dilaporkan dan hampir selalu ada. Biasanya digambarkan

sebagai nyeri yang berat, dalam, terus-menerus, dan tidak terlokalisir, serta

kadang digambarakan lebih parah dari cedera yang ada. Nyeri ini diperparah

dengan meregangkan otot di dalam kompartemen dan dapat tidak hilang dengan

analgesik bahkan morfin. Penggunaan analgesia kuat yang tidak beralasan dapat

menyebabkan masking pada iskemia kompartemental.

o Paresthesia pada saraf kulit dari kompartemen yang terpengaruh adalah tanda

tipikal yang lain.

o Paralysis tungkai biasanya merupakan penemuan yang lambat.

o Pulselessness: catatan bahwa hilangya pulsasi jarang terjadi pada pasien, hal ini

disebabkan tekanan pada kompartemen syndrome jarang melebihi tekanan

arteri.

o Puffines: Kulit yang tegang, bengkak dan mengkilat.

Gambar 4 Pasien dengan Compartment syndrome pada Lengan Bawah kiri(11)

9

Page 10: Kompartemen Klpk e

2.6 Pemeriksaan Penunjang(2,4,9)

Tes dilakukan dengan tujuan mengukur tekanan di dalam kompartemen. Metode

Whiteside dan system kateter Stic adalah metode terbaik untuk mengukur tekanan

intrakompartemen. Kateter Stic adalah alat portable yang memungkinkan untuk

mengukur tekanan kompartemen secara terus menerus. Semua kompartemen pada

ekstremitas yang terlibat harus diukur tekanannya.

Pada kateter Stic, tindakan yang dilakukan adalah memasukkan kateter melalui

celah kecil pada kulit ke dalam kompartemen otot. Sebelumnya kateter dihubungkan

dengan transduser tekanan dan akhirnya tekanan intra kompartemen dapat diukur.

Pada metode Whiteside, tindakan yang dilakukan adalah memasukkan jarum yang

telah dihubungkan dengan alat pengukur tekanan ke dalam kompartemen otot. Alat

pengukur tekanan yang digunakan adalah modifikasi dari manometer merkuri yang

dihubungkan dengan pipa (selang) dan stopcock tiga arah.

Jika tekanan lebih dari 45 mmHg atau selisih kurang dari 30 mmHg dari diastole,

maka diagnosis telah didapatkan. Pada kecurigaan chronic compartment syndrome tes

ini dilakukan setelah aktivitas yang menyebabkan sakit.

Gambar 5 Metode Stic(11)

10

Page 11: Kompartemen Klpk e

2.7 Diagnosis(5,9)

Gejala terpenting pada pasien yang sadar dan koheren adalah nyeri yang

proporsinya tidak sesuai dengan beratnya trauma. Nyeri pada regangan pasif juga

merupakan gejala yang mengarah pada compartment syndrome. Paresthesi berkenaan

dengan saraf yang melintang pada kompartemen yang bermasalah merupakan tanda

lanjutan dari compartment syndrome. Palpasi dapat menunjukkan ekstremitas yang

tegang dan keras. Pallor dan pulselessness adalah tanda yang jarang jika tidak disertai

cedera vaskuler. Paralysis dan kelemahan motorik adalah tanda yang amat lanjut yang

mengarah pada compartment syndrome.

Jika diagnosis compartment syndrome belum dapat ditegakkan atau jika data

objektif diperlukan, maka tekanan kompartemen harus diukur. Cara ini paling berguna

jika diagnosis belum dapat disimpulkan dari gejala klinis, pada pasien politrauma, dan

pasien dengan cedera kepala.

Untuk mendiagnosis chronic compartment syndrome, dokter harus menyingkirkan

kondisi lain juga dapat menyebabkan nyeri di tungkai bawah, yaitu stress fraktur pada

tibia dan tendonitis. Selain itu dokter juga harus mengukur tekanan intramuscular

sebelum olah raga, 1 menit setelah olah raga, dan 5 menit setelah olah raga. Jika

tekanan tetap tinggi maka diagnosis chronic compartment syndrome dapat ditegakkan.

2.8 Manajemen(3,5,9)

Jika dugaan acute compartment syndrome didapatkan, maka tindakan yang harus

dilakukan adalah:

1. Singkirkan semua pembalut atau bebat yang ada pada ekstremitas yang

terganggu.

2. Elevasikan tungkai setinggi jantung.

3. Fasiotomi dilakukan jika diagnosis compartment syndrome telah ditegakkan.

Meskipun batasan pasti tekanan untuk dilakukannya fasiotomi berbeda-beda

diantara banyak penulis, fasiotomi harus segera dilakukan ketika tekanan

11

Page 12: Kompartemen Klpk e

kompartemen lebih besar dari 30 mmHg atau selisihnya kurang dari 30 mmHg

dari diastolik.

Pada tindakan fasiotomi dilakukan dekompresi dengan operasi fasiotomi

komplit sepanjang kompartemen. Fasia harus dibiarkan terbuka; kulit juga harus

dibiarkan terbuka, untuk minimal 7 hari, setelah itu penutupan dapat dilakukan.

Operasi untuk menstabilisasi fraktur yang berhubungan merupakan bagian

penting dari manajemen compartment syndrome.

4. Gunakan aspirin atau ibuprofen untuk mengurangi inflamasi.

Gambar 6 single incision fasciotomy(7)

12

Page 13: Kompartemen Klpk e

Gambar 7 Two-incision posteromedial fasciotomy(7)

Gambar 8 Two-incision anterolateral fasciotomy(7)

Tujuan dari penanganan sindrom kompartemen adalah mengurangi defisit

fungsi neurologis dengan lebih dulu mengembalikan aliran darah lokal, melalui

bedah dekompresi. Walaupun fasciotomi disepakati sebagai terapi yang terbaik,

namun beberapa hal, seperti timing, masih diperdebatkan. Semua ahli bedah setuju

13

Page 14: Kompartemen Klpk e

bahwa adanya disfungsi neuromuskular adalah indikasi mutlak untuk melakukan

fasciotomi.

1. Terapi Medikal/non bedah

Pemilihan terapi ini adalah jika diagnosa kompartemen masih dalam bentuk

dugaan sementara. Berbagai bentuk terapi ini meliputi:

a. Menempatkan kaki setinggi jantung, untuk mempertahankan ketinggian

kompartemen yang minimal, elevasi dihindari karena dapat menurunkan

aliran darah dan akan lebih memperberat iskemi.

b. Pada kasus penurunan ukuran kompartemen, gips harus di buka dan

pembalut kontriksi dilepas.

c. Pada kasus gigitan ular berbisa, pemberian anti racun dapat

menghambat perkembangan sindroma kompartemen

d. Mengoreksi hipoperfusi dengan cairan kristaloid dan produk darah

e. Pada peningkatan isi kompartemen, diuretik dan pemakainan manitol

dapat mengurangi tekanan kompartemen. Manitol mereduksi edema

seluler, dengan memproduksi kembali energi seluler yang normal dan

mereduksi sel otot yang nekrosis melalui kemampuan dari radikal bebas.

2. Terapi Bedah

Fasciotomi dilakukan jika tekanan intrakompartemen mencapai > 30 mmHg.

Tujuan dilakukan tindakan ini adalah  menurunkan tekanan dengan

memperbaiki perfusi otot.

14

Page 15: Kompartemen Klpk e

Jika tekanannya < 30 mm Hg maka tungkai cukup diobservasi dengan

cermat dan diperiksa lagi pada jam-jam berikutnya. Kalau keadaan

tungkai membaik, evaluasi terus dilakukan hingga fase berbahaya

terlewati. Akan tetapi jika memburuk maka segera lakukan fasciotomi.

Keberhasilan dekompresi untuk perbaikan perfusi adalah 6 jam.

Terdapat dua teknik dalam fasciotomi yaitu teknik insisi tunggal dan

insisi ganda.Insisi ganda pada tungkai bawah paling sering digunakan

karena lebih aman dan lebih efektif, sedangkan insisi tunggal

membutuhkan diseksi yang lebih luas dan resiko kerusakan arteri dan

vena peroneal. Pada tungkai bawah fasciotomi dapat berarti membuka

keempat kompartemen, kalau perlu dengan mengeksisi satu segmen

fibula. Luka harus dibiarkan terbuka, kalau terdapat nekrosis otot dapat

dilakukan debridemen jika jaringan sehat luka dapat dijahit ( tanpa

regangan ) atau dilakukan pencangkokan kulit.

Indikasi untuk melakukan operasi dekompresi, antara lain :

a) Adanya tanda - tanda sindrom kompartemen seperti nyeri hebat.

b) Gambaran klinik yang meragukan dengan resiko tinggi ( pasien koma,

pasien dengan

c) masalah psikiatrik dan dibawah pengaruh narkoba ), dengan tekanan

jaringan > 30 mmHg pada pasien yang diharapkan memiliki tekanan

jaringan yang normal.

Bila ada indikasi operasi dekompresi harus segera dilakukan karena

penundaan akan meningkatkan kemungkinan kerusakan jaringan

15

Page 16: Kompartemen Klpk e

intrakompartemen sebagaimana terjadinya komplikasi. Waktu adalah inti dari

diagnosis dan terapi sindrom kompartemen. Kerusakan nervus permanen mulai

setelah 6 jam terjadinya hipertensi intrakompartemen. Jika dicurigai adanya

sindrom kompartemen, pengukuran dan konsultasi yang diperlukan harus

segera dilakukan secepatnya.

Beberapa teknik telah diterapkan untuk operasi dekompresi untuk semua

sindrom kompartemen akut. Prosedur ini dilakukan tanpa torniket untuk

mencegah terjadinya periode iskemia yang berkepanjangan dan operator juga

dapat memperkirakan derajat dari sirkulasi lokal yang akan didekompresi.

Setiap yang berpotensi mambatasi ruang termasuk kulit dibuka di sepanjang

daerah kompartemen, semua kelompok otot harus lunak pada palpasi setelah

prosedur selesai. Debridemen otot harus seminimal mungkin selama operasi

dekompresi kecuali terdapat otot yang telah nekrosis.

a. Fasciotomi untuk sindrom kompartemen akut :

Teknik Tarlow

Incisi lateral dibuat mulai dari distal garis intertrocanterik sampai ke

epikondilus lateral. Dieksisi subkutaneus digunakan untuk mengekspos

daerah iliotibial dan dibuat insisi lurus sejajar dengan insisi kulit sepanjang

fascia iliotibial. Perlahan - lahan dibuka sampai vastus lateralis dan septum

intermuskular terlihat, perdarahan ditangani bila ada. Insisi 1 - 5 cm dibuat

pada septum intermuskular lateral perpanjangan ke proksimal dan distal.

Setelah kompartemen anterior dan posterior terbuka, tekanan kompartemen

medial diukur. Jika meningkat dibuat insisi setengah medial untuk

membebaskan kompartemen adductor.

1) Facsiotomi kompartemen tungkai bawah :

16

Page 17: Kompartemen Klpk e

a) Fibulektomi :

Prosedur radikal dan jarang dilakukan dan jika ada, termasuk indikasi

pada sindrom kompartemen akut. Insisi tunggal dapat digunakan untuk

jaringan lunak pada ekstremitas. Teknik insisi ganda lebih aman dan

efektif.

b) Fasciotomi insisi tunggal ( darvey, Rorabeck dan Fowler ) :

Dibuat insisi lateral, longitudinal pada garis fibula, sepanjang mulai

dari distal caput fibula sampai 3 - 4 cm proksimal malleolus lateralis.

Kulit dibuka pada bagian anterior dan jangan sampai melukai nervus

peroneal superficial. Dibuat fasciotomi longitudinal pada

kompartemen anterior dan lateral. Berikutnya kulit dibuka ke bagian

posterior dan dilakukan fasciotomi kompartemen posterior

superficial. Batas antara kompartemen superficial dan lateral dan

interval ini diperluas ke atas dengan memotong soleus dari fibula.

Otot dan pembuluh darah peroneal ditarik ke belakang, kemudian

diidentifikasi fascia otot tibialis posterior ke fibula dan dilakukan

insisi secara longitudinal. Insisi sepanjang 20 - 25 cm dibuat pada

kompartemen anterior, setengah antara fibula dan caput tibia. Diseksi

subkutaneus digunakan untuk mengekspos fascia kompartemen. Insisi

transversal dibuat pada septum intermuskular lateral dan identifikasi

nervus peroneal superficial pada bagian posterior septum. Buka

kompartemen anterior kearah proksimal dan distal pada garis

tibialis anterior. Kemudian dilakukan fasciotomi pada kompartemen

lateral ke arah proksimal dan distal pada garis tubulus fibula. Insisi

kedua dibuat secara longitudinal 1 cm dibelakang garis posterior

tibia. Digunakan diseksi subkutaneus yang luas untuk mengidentifikasi

17

Page 18: Kompartemen Klpk e

fascia. Dibuat insisi transversal untuk mengidentifikasi septum antara

kompartemen posterior profunda dan superficial. Kemudian dibuka

fascia gastrocsoleus sepanjang kompartemen. Dibuat insisi lain pada

otot fleksor digitorum longus dan dibebaskan seluruh kompartemen

otot tibialis posterior. Jika terjadi peningkatan tekanan pada

kompartemen ini segera dibuka.

Gambar 9a. Fasciotomi insisi tunggal ( darvey, Rorabeck dan Fowler ). (12)

18

Page 19: Kompartemen Klpk e

Gambar 9b. Fasciotomi insisi tunggal ( darvey, Rorabeck dan Fowler ). (12)

2) Fasciotomi pada lengan bawah : (12) a. Pendekatan Volar ( Henry )

Dekompresi kompartemen fleksor volar profunda dan superficial

19

Page 20: Kompartemen Klpk e

dapat dilakukan dengan insisi tunggal. Insisi kulit dimulai dari

proksimal ke fossa antecubiti sampai ke palmar pada daerah tunnel

carpal. Tekanan kompartemen dapat diukur selama operasi untuk

mengkonfirmasi dekompresi, tidak ada penggunaan torniket. Insisi

kulit mulai dari medial ke tendon bicep bersebelahan dengan siku

kemudian ke sisi radial tangan dan diperpanjangan ke arah distal

sepanjang brachioradialis dilanjutkan ke palmar. Kemudian

kompartemen fleksor superficial di insisi mulai titik 1 atau 2 cm diatas

siku ke arah bawah sampai pergelangan tangan. Kemudian nervus

radialis diidentifikasi dibawah brachioradialis, keduanya kemudian

ditarik ke arah radial. Kemudian fleksor carpi radialis dan arteri

radialis ditarik ke sisi ulnar yang akan mengekspos fleksor

digitorum profundus, fleksor pollicis longus, pronatus quadratus dan

pronator teres. Karena sindrom kompartemen biasanya melibatkan

kompartemen fleksor profunda harus dilakukan dekompresi fascia

disekitar otot tersebut untuk memastikan bahwa dekompresi yang

adekuat telah dilakukan.

b. Pendekatan Volar Ulnar

Pendekatan volar ulnar dilakukan dengan cara yang sama dengan

pendekatan Henry. Lengan disupinasikan dan insisi mulai dari

medial bagian atas tendon bicep melewati lipatan siku terus ke

bawah melewati garis ulnar lengan bawah dan sampai ke carpal

tunnel sepanjang lipatan thenar. Fascia superficial pada fleksor carpi

ulnaris di insisi ke atas sampai ke aponeurosis siku dan ke carpal

tunnel ke arah distal. Kemudian dicari batas antara fleksor carpi

ulnaris dan fleksor digitorum sublimis. Pada dasar fleksor digitorum

sublimis terdapat arteri dan nervus ulnaris yang harus dicari dan

dilindungi. Fascia pada kompartemen fleksor profunda kemudian di

20

Page 21: Kompartemen Klpk e

insisi.

c. Pendekatan Dorsal

Setelah kompartemen superficial dan fleksor profunda lengan

bawah didekompresi, harus diputuskan apakah perlu dilakukan

fasciotomi dorsal ( ekstensor ). Hal ini lebih baik ditentukan dengan

pengukuran tekanan kompartemen intraoperatif setelah dilakukan

fasciotomi kompartemen fleksor. Jika terjadi peningkatan tekanan

pada kompartemen dorsal yang terus meningkat, fasciotomi harus

dilakukan dengan posisi lengan bawah pronasi. Insisi lurus dari

epikondilus lateral sampai garis tengah pergelangan tangan, batas

antara ekstensor carpi radialis brevis dan ekstensor digitorum

komunis di identifikasi kemudian dilakukan fasciotomi.

21

Page 22: Kompartemen Klpk e

Gambar 10. Multiple surgical fasciotomies. (12)

Perawatan pasca operasi : (12)

1. Rawat luka secara basah (dengan PZ)

2. Ekstensi anggota gerak

3. Ganjal bantal/elevasi anggota gerak setinggi level jantung

4. Observasi ketat: nyeri, parestesia, paresis

5. Delayed closure atau skin graft setelah oedema berkurang (rata-rata pada

hari ke 5 -7).

Chronic compartment syndrome dapat dirawat secara konservatif maupun operatif.

Tindakan konservatif dapat berupa istirahat, mengelevasikan tungkai, mengompres

dengan es, menambah bantalan sepatu, melepas semua bebat karena dapat

memperburuk keadaan, beberapa laporan mengatakan akupungtur dapat mengurangi

gejalanya, dan gunakan aspirin atau ibuprofen untuk mengurangi inflamasinya.

Pada kasus dimana gejala bersifat menetap maka harus dilakukan tindakan operatif,

subkutaneus fasiotomi atau open fasiektomi. Tanpa penanganan, chronic compartment

syndrome dapat berkembang menjadi acute compartment syndrome.

Terapi oksigen hiperbarik telah terbukti sangat membantu pada terapi crush injury,

compartment syndrome, dan trauma akut iskemik dengan meningkatkan kecepatan

penyembuhan luka dan mengurangi operasi yang berulang.

2.9 Prognosis(4)

Jika diagnosis compartment syndrome telah dibuat dan tindakan operasi telah

dilakukan, maka prognosis dari pemulihan otot dan saraf di dalam kompartemen adalah

sangat baik. Bagaimanapun, prognosis secara umum ditentukan dari cedera yang

menyebabkan sindrom tersebut.

Jika diagnosis terlambat dilakukan maka dapat terjadi kerusakan saraf permanen

dan hilangnnya fungsi otot. Hal ini biasa terjadi pada pasien yang tidak sadar atau

22

Page 23: Kompartemen Klpk e

ditidurkan secara mendalam dengan obat dan tidak dapat mengeluh. Kerusakan saraf

permanen dapat terjadi setelah 12 – 24 jam kompresi.

2.10 Komplikasi(1,3)

Kegagalan untuk mengurangi tekanan dapat berakibat nekrosis pada jaringan di

dalam kompartemen, karena perfusi kapiler akan menurun dan menyebabkan hipoksia

jaringan. Jika tidak tertangani, acute compartment syndrome dapat mengarah pada

keadaan yang lebih parah termasuk rhabdomyolisis dan kegagalan ginjal.

Selain itu, kematian sel-sel otot dapat menyebabkan terjadinya Volkmann’s ischemic

contracture. Volkmann’s ischemic contracture adalah kontraktur yang disebabkan

karena sel-sel otot yang mati digantikan oleh sel-sel fibrous yang padat sehingga

memendek.

2.11 Preventif(4)

Sampai saat ini mungkin tidak ada jalan untuk mencegah terjadinya compartment

syndrome, waspada terhadap kejadian ini dan diagnosis serta penanganan yang cepat akan

membantu untuk mencegah berbagai komplikasi. Orang-orang dengan balutan perlu

waspada terhadap risiko dari pembengkakan dan perlu pergi ke dokter atau unit gawat

darurat jika mereka merasakan nyeri yang semakin parah pada daerah balutan meskipun

kaki telah dielevasi dan diberi pengobatan nyeri.

2.12 Anatomi Kompartemen Tungkai Bawah(13)

23

Page 24: Kompartemen Klpk e

Gambar 11. Anatomi Kompartemen Tungkai Bawah(13)

Gambar 12. Cross section Tungkai Bawah(13)

Tungkai bawah memiliki 4 kompartemen, yaitu:

1. Kompartemen Anterior

Dengan batas: Anterior : fasia kruris

24

Page 25: Kompartemen Klpk e

Lateral : septum intermuskular anterior

Medial : bagian lateral dari os. Tibia

Posterior : membrane interosea

2. Kompartemen Lateral :

Dengan batas: Anterior : septum intermuskular anterior

Lateral : fasia kruris

Medial : bagian lateral dari os. Fibula

Posterior : septum intermuskular posterior

3. Kompartemen Deep Posterior :

Dengan batas: Anterior : membrane interosea

Lateral : bagian medial dari os. Fibula

Medial : bagian posterior dari os. Tibia

Posterior : septum intermuskular transversal

Kompartemen Superficial Posterior :

Dengan batas: Anterior : septum intermuskular transversal

dan posterior

Lateral : fasia kruris

Medial : fasia kruris

Posterior : fasia kruris

25

Page 26: Kompartemen Klpk e

DAFTAR PUSTAKA

1. Doherty G H. CURRENT Diagnosis & Treatment: Surgery, 13edition: The

McGraw-Hill Companies. 2010.

2. Skinner H B. Current Diagnosis & Treatment in Orthopedics; edisi ke-2. Singapore:

The McGraw-Hill Companies, 2000: 60-61, 352, 504-506.

3. Salter R B. Textbook of Disorders and Injuries of the Musculoskeletal System; edisi

ke-3. Maryland: Lippincott Williams & Wilkins, 1999: 464, 468-476.

4. http://www.answers.com/topic/compartment-syndrome ( Diunduh bulan Oktober

2015)

5. http://orthoinfo.aaos.org/topic.cfm?topic=A0020 ( Diunduh bulan Oktober 2015)

6. http://emedicine.medscape.com/article/1269081-overview ( Diunduh bulan Oktober

2015)

7. http://emedicine.medscape.com/article/1270542-overview ( Diunduh bulan Oktober

2015)

8. Syamjuhidayat, De Jong (2004). Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC. Jakarta. Hal 462;

853. Spivak J M et al. Orthopaedics A Study Guide. Singapore: The McGraw-Hill

Companies, 1999: 308, 466-467, 918-921, 923-935.

9. Brunicardi FC et all. Schwartz’s Principles of Surgery ninth edition: The McGraw-

Hill Companies,2010.

10. http://sinoemedicalassociation.org/orthopedicsurgery/traumasurgery/id19.htm

(Diunduh bulan September 2014)

11. http://www.umm.edu/ency/article/000156.htm (Diunduh bulan September 2012)

12. Amendola, Bruce Twaddle. Compartment syndromes in Skeletal trauma basic science, management, and reconstruction. Vol 1. Ed 3rd. Saunders. 2003. p : 268-92

13. Netter FH. Interactive Atlas of Human Anatomy. NDMC. 934-935.

26