Referat Sindrom Kompartemen

35
PENDAHULUAN Sindrom kompartemen adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan intertsisial di dalam ruangan yang terbatas, yaitu di dalam kompartemen osteofasial yang tertutup.Ruangan tersebut berisi otot, saraf, dan pembuluh darah. Ketika tekanan intrakompartemen meningkat, perfusi darah ke jaringan akan berkurang dan otot di dalam kompartemen akan menjadi iskemik. Tanda klinis yang umum adalah nyeri, parestesia, paresis, disertai denyut nadi yang hilang.

description

Referat Sindrom Kompartemen

Transcript of Referat Sindrom Kompartemen

Page 1: Referat Sindrom Kompartemen

PENDAHULUAN

Sindrom kompartemen adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan

tekanan intertsisial di dalam ruangan yang terbatas, yaitu di dalam kompartemen

osteofasial yang tertutup.Ruangan tersebut berisi otot, saraf, dan pembuluh darah.

Ketika tekanan intrakompartemen meningkat, perfusi darah ke jaringan akan

berkurang dan otot di dalam kompartemen akan menjadi iskemik. Tanda klinis yang

umum adalah nyeri, parestesia, paresis, disertai denyut nadi yang hilang.

Sindrom kompartemen dapat diklasifikasikan menjadi akut dan kronik,

tergantung dari penyebab peningkatan tekanan kompartemen dan lamanya

gejala.Penyebab umum terjadinya sindrom kompartemen akut adalah fraktur, trauma

Page 2: Referat Sindrom Kompartemen

jaringan lunak, kerusakan arteri, dan luka bakar. Sedangkan sindrom kompartemen

kronik dapat disebabkan oleh aktivitas yang berulang, misalnya lari.

ANATOMI

Lengan bawah memiliki 3 kompartemen, antara lain:

1. Volar

2. Dorsal

3. Mobile wad

Kompartemen volar berisi m. fleksor digitorum profunda, m. fleksor policis longus,

m. pronator quadratus dan tendon. Mobile wad berisi otot-otot brachioradialis, m.

ekstensor carpi radialis brevis, dan m. ekstensor carpi radialis longus serta tendon.

Kompartemen dorsal berisi m. abductor policis longus dan m. ekstensor policis

brevis, m. ekstensor policis longus, m. Ekstensor carpi ulnaris.

Page 3: Referat Sindrom Kompartemen

Tungkai bawah memiliki 4 kompartemen, antara lain

1. Anterior

2. Lateral

3. Posterior superfisial

4. Posterior profunda

Kompartemen anterior berisi m. tibialis anterior, m. ekstensor halucis longus,

m. ekstensor digitorum longus, vasa tibialis anterior, dan m. peroneus profunda.

Kompartemen lateral berisi m. peroneus longus dan brevis, m. peroneus superfisialis.

Page 4: Referat Sindrom Kompartemen

Kompartemen posterior superfisialis berisi m. tibialis posterior, m. fleksor halucis

longus, m. fleksor digitorum longus, a. peroneus, dan nervus tibialis posterior.

EPIDEMIOLOGI

Di Amerika, ekstremitas bawah distal anterior adalah yang paling banyak

mengalami sindrom kompartemen. Dianggap kedua paling sering untuk trauma

sekitar 2-12%.Dari beberapa penelitian, sindrom kompartemen lebih sering terjadi

pada pria dibanding wanita. Dari 164 pasien yang didiagnosis sindrom kompartemen,

69% berhubungan dengan fraktur dan sebagian diantaranya adalah fraktur tibia.

Page 5: Referat Sindrom Kompartemen

ETIOLOGI

Terdapat berbagai penyebab yang dapat meningkatkan tekanan jaringan lokal

yang kemudian memicu sindrom kompartemen, yaitu antara lain:

1. Penurunan volume kompartemen

- Traksi internal berlebihan pada fraktur ekstermitas

- Penutupan defek fasia

2. Peningkatan tekanan eksternal

- Kompresi berkepanjangan pada ekstremitas

- Balutan yang terlalu ketat

- Berbaring di atas lengan

- Pemasangan gips

3. Peningkatan tekanan pada struktur kompartemen

- Perdarahan atau trauma vaskuler

- Peningkatan permeabilitas kapiler

- Penggunaan otot yang berlebihan

- Luka bakar

- Operasi

- Gigitan ular

- Obstruksi vena

Page 6: Referat Sindrom Kompartemen

PATOGENESIS

Sejauh ini penyebab tersering sindrom kompartemen adalah cedera, dimana

45% kasus terjadi akibat fraktur, dan 80% dari kasus tersebut terjadi pada ekstremitas

bawah.

Sindrom kompartemen melibatkan hemostasis jaringan lokal normal yang

menyebabkan peningkatan tekanan jaringan, penurunan aliran darah kapiler, dan

nekrosis jaringan lokal yang disebabkan hipoksia.

Page 7: Referat Sindrom Kompartemen

Sindrom kompartemen merupakan hasil dari peningkatan tekanan intra

kompartemen. Peningkatan tekanan ini bergantung dari kejadian yang

menyebabkannya. Terdapat 2 macam sindrom kompartemen. Tipe pertama adalah

tipe akut yang berhubungan erat dengan trauma dan yang kedua adalah tipe kronik

akibat aktiviats yang repetitive biasanya berhubungan dengan mikrotrauma yang

biasanya berhubungan dengan aktivitas sehari-hari.

Perfusi jaringan sebanding dengan perbedaan antara tekanan perfusi kapiler

(Capillary Perfusion Pressure/CPP) interstisial, yang dinyatakan dengan rumus LBF =

(PA-PV)/R, dimana LBF (Local Blood Flow/aliran darah lokal), PA (Arterial

Pressure/tekanan arteri), PV (Venous Pressure/tekanan vena), R (Local Vascular

Resistance/resistensi vascular lokal).

Miosit normal membutuhkan oksigen bertekanan 5-7 mmHg untuk

metabolisme. Tekanan ini dapat dicapai dengan CPP 25 mmHg dan tekanan jaringan

interstisial 4-6 mmHg. Ketika ada cairan yang masuk ke dalam kompartemen yang

memiliki volume yang tetap, ini akan membuat peningkatan tekanan jaringan dan

tekanan vena juga meningkat. Ketika tekanan interstisial melebihi CPP, maka akan

membuat arteri dan otot mengalami kolaps dan berujung pada iskemik jaringan.

Respon tubuh terhadap iskemik adalah pelepasan substansi yang menyerupai histamin

yang meningkatkan permeabilitas vaskuler. Hal ini menyebabkan terjadinya

kebocoran plasma dan terjadi sumbatan darah di kapiler kecil yang semakin

memperburuk iskemia yang terjadi. Selanjutnya yang terjadi adalah miosit akan

Page 8: Referat Sindrom Kompartemen

melisiskan diri dan protein miofibrilar berubah menjadi partikel osmotic yang aktif

menarik air dari arteri.

Satu miliosmol (mOsm) diperlirakan memiliki tekanan 19,5 mmHg, sehingga

tekanan yang relatif kecil pada partikel osmotik aktif dalam kompartemen tertutup

menarik cairan yang cukup untuk menyebabkan kenaikan lebih lanjut pada tekanan

intramuskular. Ketika aliran darah jaringan berkurang jauh, iskemia otot dan edema

sel semakin memburuk.

Tanpa memperhatikan penyebabnya, peningkatan tekanan jaringan

menyebabkan obstruksi vena dalam ruang yang tertutup. Peningkatan tekanan secara

terus-menerus menyebabkan tekanan arteriolar intramuscular meninggi. Pada titik ini,

tidak ada lagi darah yang masuk ke kapiler, sehingga menyebabkan kebocoran pada

ke dalam kompartemen, yang diikuti dengan meningkatnya tekanan intra

kompartermen.

Penekanan terhadap saraf perifer di sekitarnya akan menimbulkan nyeri hebat.

Bila terjadi peningkatan tekanan intrakompartemen maka tekanan vena meningkat.

Setelah itu, aliran darah melalui kapiler akan berhenti. Dalam keadaan ini

penghantaran oksigen juga akan berhenti, sehingga terjadi hipoksia jaringan (pale).

Jika hal ini terus berlanjut, maka terjadi iskemia otot dan nervus, yang akan

menyebabkan keusakan ireversibel (nekrosis) pada komponen tersebut.

Page 9: Referat Sindrom Kompartemen

Sindrom kompartemen kronik terjadi ketika tekanan antara kontraksi yang

terus-menerus tinggi dan mengganggu aliran darah. Sebagaimana terjadinya kenaikan

tekanan, aliran arteri selama relaksasi otot semakin menurun, dan pasien akan

mengalami kram otot. Biasanya yang terkena adalah kompartemen anterior dan

lateral dari tungkai bawah. Otot dapat membesar sekitar 20% selama latihan dan akan

menambah peningkatan sementara dari tekanan intra kompartemen. Kontraksi otot

berulang dapat meningkatkan tekanan intramuscular pada batas dimana dapat terjadi

iskemia berulang.

Page 10: Referat Sindrom Kompartemen

GEJALA KLINIS

Gejala klinis yang terjadi pada sindrom kompartemen dikenal sebagai 5P,

yaitu:

1. Pain (nyeri)

Nyeri yang hebat saat peregangan pasif pada otot-otot yang terkena, ketika

ada trauma langsung. Nyeri merupakan gejala dini yang paling penting.

Terutama jika munculnya nyeri tidak sebanding dengan keadaan klinis ( pada

anak-anak tampak semakin gelisah atau memerlukan analgesik lebih banyak

dari biasanya). Otot yang tegang pada kompartemen merupakan gejala yang

spesifik dan sering. Biasanya nyeri yang dirasakan dideskripsikan seperti

terbakar. Nyeri tidak bisa dijadikan dasar pasti untuk diagnosis, contohnya

pada kasus fraktur terbuka, kita tidak tahu rasa sakitnya berasal dari

frakturnya atau dari peningkatan kompartemen.

2. Pallor (pucat)

Diakibatkan oleh menurunnya perfusi pada daerah tersebut.

3. Pulselessness (berkurang atau hilangnya denyut nadi)

Pulsasi perifer biasanya normal terutama pada ekstremitas atas pada sindrom

kompartemen akut

4. Paresthesia (rasa baal)

Paresthesia atau baal adalah gejala yang tidak bisa diandalkan untuk keluhan

awal.

Page 11: Referat Sindrom Kompartemen

5. Paralisis

Merupakan tanda lanjut akibat penurunan sensasi saraf yang berlanjut dengan

hilangnya fungsi bagian yang terkena sindrom kompartemen.

Pada sindrom kompartemen kronik, gejala yang bisa timbul adalah:

1. Nyeri yang timbul saat aktivitas, terutama saat olahraga. Biasanya setelah

berlari atau beraktivita selama 20 menit.

2. Nyeri bersifat sementara dan akan sembuh setelah beristirahat 15-30 menit.

3. Terjadi kelemahan atau atrofi otot.

Page 12: Referat Sindrom Kompartemen

DIAGNOSIS

Selain melalui tanda dan gejala yang ditimbulkan, penegakkan diagnosa

sindrom kompartemen dilakukan dengan pengukuran tekanan intra kompartemen.

Pengukuran tekanan intra kompartemen ini dibutuhkan pada pasien yang tidak sadar,

pasien yang tidak kooperatif, pasien yang sulit berkomunikasi dan pasien-pasien

dengan trauma multiple seperti trauma kepala, medulla spinalis, dan trauma saraf

perifer.

Tekanan intra kompartemen normalnya adalah 0.Perfusi yang tidak adekuat

dan iskemia relative ketika tekanan meningkat antara 10-30 mmHg dari tekanan

diastolik. Tidak ada perfusi yang efektif ketika tekanannya sama dengan tekanan

diastolik.

Dalam mendiagnosis suatu kasus sindrom kompartemen, sama seperti kasus

lain, dengan anamnesis yang teliti, pemeriksaan fisik menyeluruh, dan dengan

bantuan pemeriksaan penunjang. Pada pemeriksaan carilah tanda-tanda khas dari

sindrom kompartemen yang ada pada pasien, karena dapat membantu penegakkan

diagnosis.

Pada anamnesis biasanya pasien datang dengan keluhan nyeri hebat setelah

kecelakaan atau patah tulang, Ada 2 yang dijadikan dasar untuk menegakkan

diagnosis sindrom kompartemen yaitu nyeri dan paresthesia (namun paresthesia

biasanya muncul pada tahap lanjut.

Page 13: Referat Sindrom Kompartemen

Pada pemeriksaan fisik kita harus mencari tanda-tanda fisik tertentu yang

terkait dengan sindrom kompartemen, diawali dengan rasa nyeri dan rasa terbakar,

penurunan kekuatan dan akhirnya kelumpuhan ekstremitas. Pada bagian distal

terdapat pallor (pucat) dan pulselessness ( denyut nadi melemah atau hilang) akibat

penurunan perfusi pada jaringan tersebut. Menindaklanjuti pemeriksaan fisik penting

untuk mengetahui perkembangan gejala yang terjadi, antara lain nyeri saat istirahat

atau saat bergerak ke arah tertentu, terutama saat peregangan otot pasif dapat

meningkatkan kecurigaan kita dan merupakan awal indikator klinis dari sindrom

kompartemen. Nyeri tersebut biasanya tidak dapat teratasi dengan pemberian

analgesik termasuk morfin. Kemudian bandingkan daerah yang terkena dan daerah

yang tidak terkena.

DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis yang sering membingungkan dan sulit dibedakan dengan sindrom

kompartemen adalah oklusi arteri dan kerusakan saraf primer, dengan beberapa ciri

yang sama yang ditemukan pada masing-masing penyakit.

Pada sindrom kompartemen kronik didapatkan nyeri yang hilang timbul,

dimana nyeri muncul pada saat berolahraga dan berkurang saat istirahat. Sindrom

kompartemen kronik dibedakan dengan klaudikasio intermiten yang merupakan nyeri

otot atau kelemahan otot pada tungkai bawah karena latihan dan berkurang saat

istirahat., biasanya nyeri berkurang 2-5 menit setelah istirahat. Hal ini disebabkan

Page 14: Referat Sindrom Kompartemen

oleh adanya oklusi atau obstruksi pada arteri bagian proksimal, tidak ada peningkatan

tekanan kompartemen dalam hal ini. Sedangkan sindrom kompartemen kronik adanya

kontraksi otot berulang-ulang yang dapat meningkatkan tekanan intra muskular,

sehingga menyebabkan iskemia kemudian menurunkan aliran darah dan otot menjadi

kram.

Diagnosis banding dari sindrom kompartemen antara lain:

1. Deep Vein Thrombosis dan Thrombophlebitis

2. Gas Gangren

3. Fasiitis nekrotikans

4. Cedera vascular perifer

5. Rhabdomiolisis

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pada kasus sindrom kompartemen dapat dilakukan pemeriksaan penunjang,

antara lain:

1. Laboratorium

Hasil laboratorium biasanya normal dan tidak dibutuhkan untuk mendiagnosis

sindrom kompartemen, tetapi dapat menyingkirkan diagnosis banding lainnya.

- Hitung sel darah lengkap

- Creatinin Phosphokinase (CPK)

Page 15: Referat Sindrom Kompartemen

Jika nilainya berkisar 1.000-5.000 U/ml bisa menjadi tanda adanya

sindrom kompartemen. Jika dilakukan tes serial CPK dan hasil meningkat

maka bisa menjadi indikasi sedang terjadinya proses sindrom

kompartemen.

- Mioglobin serum dan urin

- Toksikologi urin

- Prothrombin Time (PT) dan activated Partial Thromboplastin Time

(aPTT) untuk persiapan preoperative.

2. Pencitraan

- X-Ray

Pada ekstermitas yang terkena, pemeriksaan ini untuk menilai ada atau

tidaknya fraktur.

- USG

USG membantu untuk mengevaluasi aliran arteri dalam memvisualisasi

DVT di ekstremitas bawah, selain itu bisa mengevaluasi otot yang

robek.Tetapi pemeriksaan USG sendiri tidak berguna dalam menegakkan

sindrom kompartemen, tetapi untuk diagnosis banding lainnya.

- CT Scan dan MRI

Pemeriksaan ini hanya untuk menyingkrkan diagnosis banding lainnya.

3. Pengukuran tekanan kompartemen

- Kateter Stic

Page 16: Referat Sindrom Kompartemen

Kateter Stic adalah alat portable yang memungkinkan untuk mengukur

tekanan intra kompartemen secara terus-menerus. Pada kateter stic, tindakan

yang dilakukan adalah memasukkan kateter melalui celah kecil pada kulit ke

dalam kompartemen otot.Sebelumnya kateter dihubungkan dengan transduser

tekanan dan akhirnya tekanan intra kompartemen dapat diukur.

Alat transduser yang dihubungkan dengan kateter bisa digunakan untuk

mengukur tekanan kompartemen akut sekitar 35-40 mmHg, tetapi masih

dijadikan perdebatan. Pemeriksaan ini merupakan kriteria standar dan harus

menjadi prioritas untuk sindrom kompartemen.Alat yang digunakan adalah

Stryker Pressure Tonometer.

Page 17: Referat Sindrom Kompartemen

- Teknik jarum (Whitesides)

Teknik ini merupakan cara yang paling sederhana, mudah dikerjakan,

aman, murah, serta dapat diulang-ulang. Pada metode ini, tindakan yang

dilakukan adalah memasukkan jarum yang telah dihubungkan dengan alat

pengukur tekanan ke dalam kompartemen otot. Alat pengukur tekanan

yang digunakan adalah modifikasi dari manometer merkuri yang

dihubungkan dengan selang dan stopcock 3 arah.

Jika tekanan lebih dari 45 mmHg atau selisih kurang dari 30 mmHg dari

diastole, maka diagnosis telah didapatkan. Pada kecurigaan sindrom

kompartemen kronik, tes ini dilakukan setelah aktivitas yang

menyebabkan nyeri.

Page 18: Referat Sindrom Kompartemen
Page 19: Referat Sindrom Kompartemen

PENATALAKSANAAN

Tujuan dari penatalaksanaan sindrom kompartemen adalah mengurangi defisit

fungsi neuroligis dengan lebih dulu mengembalikan aliran darah lokal, melalui bedah

dekompresi. Penanganan yang menjadi pilihan untuk sindrom kompartemen akut

adalah dekompresi. Meskipun fasiotomi disepakati sebagai terapi yang terbaik,

namun beberapa hal, seperti masalah memilih waktu yang masih diperdebatkan.

Semua ahli bedah setuju bahwa adanya disfungsi neuromuskular adalah indikasi

mutlak untuk melakukan fasiotomi.

Penanganan sindrom kompartemen secara umum:

1. Terapi non medikamentosa

Pemilihan terapi ini apabila diagnosis sindrom kompartemen masih dalam

dugaan sementara. Bentuk terapi ini meliputi:

- Menempatkan kaki setinggi jantung untuk mempertahankan ketinggian

kompartemen yang minimal, elevasi dihindari karena dapat menurunkan

aliran darah dan akan memperberat iskemia.

- Untuk menurunkan tekanan intra kompartemen, gips harus dibuka dan

pembalut konstriksi harus dilepas. Melepaskan 1 sisi gips dapat

mengurangi tekanan intra kompartemen sebesar 30%, melepaskan 2 sisi

gips dapat menghasilkan penurunan tekanan sebesar 35%.

Page 20: Referat Sindrom Kompartemen

- Pada pasien dengan fraktur tibia dan dicurigai mengalami sindrom

kompartemen, lakukan imobilisasi pada tungkai bawah dengan

meletakkan plantar pada keadaan fleksi. Hal ini dapat menurunkan

tekanan kompartemen posterior dan tidak meningkatkan tekanan

kompartemen anterior.

2. Terapi medikamentosa

- Pada kasus gigitan ular berbisa, pemberian anti racun dapat menghambat

perkembangan sindrom kompartemen.

- Mengoreksi hipoperfusi dengan kristaloid dan produk darah.

- Pada peningkatan isi kompartemen, penggunaan diuretik dan manitol

dapat mengurangi sindrom kompartemen.

- Obat-obatan analgesik untuk mengurangi rasa nyeri

3. Terapi bedah

Fasiotomi dilakukan jika tekanan intrakompartemen mencapai >30 mmHg.

Tujuan dari tindakan ini adalah menurunkan tekanan dengan memperbaiki

perfusi otot.

Jika tekanannya < 30 mmHg, maka daerah yang terkena cukup diobservasi

dengan cermat dan diperiksa lagi pada jam-jam berikutnya. Kalau keadaan

membaik, evaluasi terus dilakukan hingga fase berbahaya dilewati. Akan

tetapi, jika memburuk, maka segera dilakukan fasiotomi. Keberhasilan

dekompresi untuk perbaikan perfusi adalah 6 jam.

Page 21: Referat Sindrom Kompartemen

Secara umum pada saat inibanyak ahli bedah menggunakan tekanan

kompartemen 30 mmHg sebagai indikasi untuk melakukan fasiotomi.

Beberapa ahli menyarankan untuk dilakukan fasiotomi pada pasien berikut:

- Pasien yang normotensif dengan temuan klinis yang positif, yang

memiliki tekanan intra kompartemen yang lebih besar dari 30 mmHg, dan

durasi tekanan yang meningkat yang dianggap lebih dari 8 jam.

- Pasien yang tidak koperatif atau tidak sadar, dengan tekanan intra

komparteman >30 mmHg.

- Pasien hipotensif dengan tekanan intra kompartemen yang >20 mmHg.

Page 22: Referat Sindrom Kompartemen

Terdapat 2 tehnik dalam fasiotomi, yaitu teknik insisi tunggal dan insisi

ganda. Insisi ganda pada tungkai bawah paling sering digunakan karena lebih

aman dan efektif, sedangkan insisi tunggal membutuhkan diseksi yang lebih

luas dan resiko kerusakan arteri dan vena peroneal.

Page 23: Referat Sindrom Kompartemen

4. HBO (Hyperbaric Oxygen Therapy)

Terapi ini mencetuskan untuk terjadinya hyperoxic vasoconstriction, dimana

bisa mengurangi pembengkakan dam meningkatkan aliran darah dan

oksigenasi lokal.Selain itu, juga meningkatkan tekanan oksigen pada jaringan

dan membantu jaringan yang masih hidup untuk bertahan.

KOMPLIKASI

Sindrom kompartemen bila tidak mendapatkan penanganan denga segera,

akan menimbulakan berbagai komplikasi, antara lain:

1. Nekrosis saraf dan otot dalam kompartemen yang ireversibel

2. Kontraktur Volkmann

Page 24: Referat Sindrom Kompartemen

Merupakan pemendekan otot-otot lengan bawah permanen, yang memberikan

deformitas clawlike pada tangan, jari-jari tangan, dan pergelangan

tangan.Biasanya terjadi pada anak-anak.

3. Jaringan parut otot, kontraktur, dan hilangnya fungsi daerah yang terkena.

4. Infeksi

5. Rhabdomiolisis

6. Gagal ginjal akut

PROGNOSIS

Prognosis sindrom kompartemen bergantung pada waktu penegakkan

diagnosis dan pengambilan tindakan. Hal lain yang juga mempengaruhi adalah

tempat terjadinya sindrom kompartemen, dan penggunaan ekstremitas tersebut pada

kehidupan sehari-hari. Sindrom kompartemen akut cenderung memiliki hasil akhir

Page 25: Referat Sindrom Kompartemen

yang jelek. Toleransi otot untuk terjadinya iskemia adalah 4-6 jam. Kerusakan

ireversibel dapat terjadi setelah 8 jam. Jika diagnosis terlambat, dapat menyebabkan

cedera saraf dan hilangnya fungsi otot. Meskipun fasiotomi dilakukan lebih awal,

sekitar 20% pasien mengalami defisit motorik dan sensorik yang persisten.