Sindroma Nefrotik

34
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sindroma nefrotik (SN) merupakan salah satu penyakit yang sering ditemukan di Indonesia. Angka kejadian SN pada anak tidak diketahui pasti, namun diperkirakan pada anak berusia dibawah 16 tahun berkisar antara 2 sampai 7 kasus per tahun pada setiap 1.000.000 anak 1 . Sindroma nefrotik tanpa disertai kelainan sistemik disebut SN primer, ditemukan pada 90% kasus SN anak 1,2,3 . Insiden sindroma nefrotik primer ini 2 kasus per tahun tiap 100.000 anak berumur kurang dari 16 tahun, dengan angka prevalensi kumulatif 16 tiap 100.000 anak kurang dari 14 tahun. Rasio antara laki-laki dan perempuan pada anak sekitar 2:1. Laporan dari luar negeri menunjukkan dua pertiga kasus anak dengan SN dijumpai pada umur kurang dari lima tahun. 3 Berdasarkan kelainan histopatologis, SN pada anak yang paling banyak ditemukan adalah jenis kelainan minimal. International Study Kidney Disease in Children (ISKDC) melaporkan 76% SN pada anak adalah kelainan minimal 1,2 . Apabila penyakit SN ini timbul sebagai bagian dari penyakit

Transcript of Sindroma Nefrotik

Page 1: Sindroma Nefrotik

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sindroma nefrotik (SN) merupakan salah satu penyakit yang sering ditemukan di

Indonesia. Angka kejadian SN pada anak tidak diketahui pasti, namun diperkirakan pada

anak berusia dibawah 16 tahun berkisar antara 2 sampai 7 kasus per tahun pada setiap

1.000.000 anak 1. Sindroma nefrotik tanpa disertai kelainan sistemik disebut SN primer,

ditemukan pada 90% kasus SN anak 1,2,3. Insiden sindroma nefrotik primer ini 2 kasus

per tahun tiap 100.000 anak berumur kurang dari 16 tahun, dengan angka prevalensi

kumulatif 16 tiap 100.000 anak kurang dari 14 tahun. Rasio antara laki-laki dan

perempuan pada anak sekitar 2:1. Laporan dari luar negeri menunjukkan dua pertiga

kasus anak dengan SN dijumpai pada umur kurang dari lima tahun.3

Berdasarkan kelainan histopatologis, SN pada anak yang paling banyak

ditemukan adalah jenis kelainan minimal. International Study Kidney Disease in

Children (ISKDC) melaporkan 76% SN pada anak adalah kelainan minimal 1,2. Apabila

penyakit SN ini timbul sebagai bagian dari penyakit sistemik dan berhubungan dengan

obat atau toksin maka disebut sindroma nefrotik sekunder.

B. Tujuan Penulisan

Penulisan referat ini ditujukan untuk mengetahui definisi, patogenesis, gejala,

tanda, diagnosis, penanganan, komplikasi serta prognosis dari sindroma nefrotik

ginjal.

Page 2: Sindroma Nefrotik

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI GINJAL

a.) Makroskopis

Ginjal terletak dibagian belakang abdomen atas, dibelakang peritonium

(retroperitoneal), didepan dua kosta terakhir dan tiga otot-otot besar (transversus

abdominis, kuadratus lumborum dan psoas mayor) di bawah hati dan limpa. Di

bagian atas (superior) ginjal terdapat kelenjar adrenal (juga disebut kelenjar

suprarenal). Kedua ginjal terletak di sekitar vertebra T12 hingga L3. Ginjal pada

orang dewasa berukuran panjang 11-12 cm, lebar 5-7 cm, tebal 2,3-3 cm, kira-kira

sebesar kepalan tangan manusia dewasa. Berat kedua ginjal kurang dari 1% berat

seluruh tubuh atau kurang lebih beratnya antara 120-150 gram.5

Gambar 1. Anatomi Ginjal

Bentuknya seperti biji kacang, dengan lekukan yang menghadap ke dalam.

Jumlahnya ada 2 buah yaitu kiri dan kanan, ginjal kiri lebih besar dari ginjal kanan

dan pada umumnya ginjal laki-laki lebih panjang dari pada ginjal wanita. Ginjal

kanan biasanya terletak sedikit ke bawah dibandingkan  ginjal kiri untuk memberi

tempat lobus hepatis dexter yang besar.  Ginjal dipertahankan dalam posisi

Page 3: Sindroma Nefrotik

3

tersebut oleh bantalan lemak yang tebal. Kedua ginjal dibungkus oleh dua lapisan

lemak (lemak perirenal dan lemak pararenal) yang membantu meredam

guncangan.5

Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa,

terdapat cortex renalis di bagian luar yang berwarna coklat gelap dan medulla

renalis di bagian dalam yang berwarna coklat lebih terang dibandingkan cortex.

Bagian medulla berbentuk kerucut yang disebut pyramides renalis, puncak kerucut

tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil disebut papilla

renalis.5

Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai pintu

masuknya pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus. Pelvis renalis

berbentuk corong yang menerima urin yang diproduksi ginjal. Terbagi menjadi

dua atau tiga kaliks renalis majores yang masing-masing akan bercabang menjadi

dua atau tiga kaliks renalis minores.5

Medulla terbagi menjadi bagian segitiga yang disebut piramid. Piramid-

piramid tersebut dikelilingi oleh bagian korteks dan tersusun dari segmen-segmen

tubulus dan duktus pengumpul nefron. Papila atau apeks dari tiap piramid

membentuk duktus papilaris bellini yang terbentuk dari kesatuan bagian terminal

dari banyak duktus pengumpul.5

b.) Mikroskopis

Ginjal terbentuk oleh unit yang disebut nephron yang berjumlah 1-1,2 juta

buah pada tiap ginjal. Nefron adalah unit fungsional ginjal. Setiap nefron terdiri

dari kapsula bowman, tumbai kapiler glomerulus, tubulus kontortus proksimal,

lengkung henle dan tubulus kontortus distal, yang mengosongkan diri keduktus

pengumpul. Unit nephron dimulai dari pembuluh darah halus / kapiler, bersifat

sebagai saringan disebut Glomerulus, darah melewati glomerulus/ kapiler tersebut

dan disaring sehingga terbentuk filtrat (urin yang masih encer) yang berjumlah

kira-kira 170 liter per hari, kemudian dialirkan melalui pipa/saluran yang disebut

Page 4: Sindroma Nefrotik

4

tubulus. Urin ini dialirkan keluar ke saluran ureter, vesika urinaria, kemudian ke

luar melalui uretra. Nefron berfungsi sebagai regulator air dan zat terlarut

(terutama elektrolit) dalam tubuh dengan cara menyaring darah, kemudian

mereabsorpsi cairan dan molekul yang masih diperlukan tubuh. Molekul dan sisa

cairan lainnya akan dibuang. Reabsorpsi dan pembuangan dilakukan

menggunakan mekanisme pertukaran lawan arus dan kotranspor. Hasil akhir yang

kemudian diekskresikan disebut urin.5

c). Vaskularisasi Ginjal

Arteri renalis dicabangkan dari aorta abdominalis kira-kira setinggi vertebra

lumbalis II. Vena renalis menyalurkan darah kedalam vena cava inferior yang

terletak disebelah kanan garis tengah. Saat arteri renalis masuk kedalam hilus,

arteri tersebut bercabang menjadi arteri interlobaris yang berjalan diantara piramid

selanjutnya membentuk arteri arkuata kemudian membentuk arteriola

interlobularis yang tersusun paralel dalam korteks. Arteri interlobularis ini

kemudian membentuk arteriola aferen pada glomerulus.5

Glomerulus bersatu membentuk arteriola aferen yang kemudian bercabang

membentuk sistem portal kapiler yang mengelilingi tubulus dan disebut kapiler

peritubular. Darah yang mengalir melalui sistem portal ini akan dialirkan kedalam

jalinan vena selanjutnya menuju vena interlobularis, vena arkuarta, vena

interlobaris, dan vena renalis untuk akhirnya mencapai vena cava inferior. Ginjal

dilalui oleh sekitar 1200 ml darah permenit suatu volume yang sama dengan 20-

25% curah jantung (5000 ml/menit) lebih dari 90% darah yang masuk keginjal

berada pada korteks sedangkan sisanya dialirkan ke medulla. Sifat khusus aliran

darah ginjal adalah otoregulasi aliran darah melalui ginjal arteiol afferen

mempunyai kapasitas intrinsik yang dapat merubah resistensinya sebagai respon

terhadap perubahan tekanan darah arteri dengan demikian mempertahankan aliran

darah ginjal dan filtrasi glomerulus tetap konstan.5

d.) PersyarafanGinjal

Page 5: Sindroma Nefrotik

5

Ginjal mendapat persarafan dari nervus renalis (vasomotor), saraf ini

berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk kedalam ginjal, saraf ini

berjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke ginjal.5

B. Fisiologi Ginjal

Ginjal adalah organ yang mempunyai pembuluh darah yang sangat banyak

(sangat vaskuler) tugasnya memang pada dasarnya adalah menyaring / membersihkan

darah. Aliran darah ke ginjal adalah 1,2 liter/menit atau 1.700 liter/hari, darah

tersebut disaring menjadi cairan filtrat sebanyak 120 ml/menit (170 liter/hari) ke

Tubulus. Cairan filtrat ini diproses dalam Tubulus sehingga akhirnya keluar dari ke-2

ginjal menjadi urin sebanyak 1-2 liter/hari.

a.) Fungsi ginjal adalah :

memegang peranan penting dalam pengeluaran zat toksin atau racun

mempertahankan  keseimbangan cairan tubuh

mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh

mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin dan

amoniak

Mengaktifkan vitamin D untuk memelihara kesehatan tulang

Produksi hormon yang mengontrol tekanan darah

Produksi Hormon Erythropoietin yang membantu pembuatan sel darah merah

b.) Tahap Pembentukan Urin

1. Filtrasi Glomerular

Pembentukan kemih dimulai dengan filtrasi plasma pada glomerulus,

seperti kapiler tubuh lainnya, kapiler glumerulus secara relatif bersifat

impermiabel terhadap protein plasma yang besar dan cukup permabel

terhadap air dan larutan yang lebih kecil seperti elektrolit, asam amino,

glukosa, dan sisa nitrogen. Aliran darah ginjal (RBF = Renal Blood Flow)

adalah sekitar 25% dari curah jantung atau sekitar 1200 ml/menit. Sekitar

Page 6: Sindroma Nefrotik

6

seperlima dari plasma atau sekitar 125 ml/menit dialirkan melalui

glomerulus ke kapsula bowman. Ini dikenal dengan laju filtrasi glomerulus

(GFR = Glomerular Filtration Rate). Gerakan masuk ke kapsula bowman’s

disebut filtrat. Tekanan filtrasi berasal dari perbedaan tekanan yang terdapat

antara kapiler glomerulus dan kapsula bowman’s, tekanan hidrostatik darah

dalam kapiler glomerulus mempermudah filtrasi dan kekuatan ini dilawan

oleh tekanan hidrostatik filtrat dalam kapsula bowman’s serta tekanan

osmotik koloid darah. Filtrasi glomerulus tidak hanya dipengaruhi oleh

tekanan-tekanan koloid diatas namun juga oleh permeabilitas dinding

kapiler.5

Gambar 2. Tahap Pembuatan Urin

2. Reabsorbsi

Page 7: Sindroma Nefrotik

7

Zat-zat yang difilltrasi ginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu : non

elektrolit, elektrolit dan air. Setelah filtrasi langkah kedua adalah reabsorpsi

selektif zat-zat tersebut kembali lagi zat-zat yang sudah difiltrasi.

3. Sekresi Tubular

Sekresi tubular melibatkan transfor aktif molekul-molekul dari aliran

darah melalui tubulus kedalam filtrat. Banyak substansi yang disekresi tidak

terjadi secara alamiah dalam tubuh (misalnya penisilin). Substansi yang

secara alamiah terjadi dalam tubuh termasuk asam urat dan kalium serta ion-

ion hidrogen.

Pada tubulus distalis, transfor aktif natrium sistem carier yang juga

telibat dalam sekresi hidrogen dan ion-ion kalium tubular. Dalam hubungan

ini, tiap kali carier membawa natrium keluar dari cairan tubular, cariernya

bisa hidrogen atau ion kalium kedalam cairan tubular “perjalanannya

kembali” jadi, untuk setiap ion natrium yang diabsorpsi, hidrogen atau

kalium harus disekresi dan sebaliknya. Pilihan kation yang akan disekresi

tergantung pada konsentrasi cairan ekstratubular (CES) dari ion-ion ini

(hidrogen dan kalium). Pengetahuan tentang pertukaran kation dalam

tubulus distalis ini membantu kita memahami beberapa hubungan yang

dimiliki elektrolit dengan lainnya. Sebagai contoh, kita dapat mengerti

mengapa bloker aldosteron dapat menyebabkan hiperkalemia atau mengapa

pada awalnya dapat terjadi penurunan kalium plasma ketika asidosis berat

dikoreksi secara theurapeutik.5

C. SINDROMA NEFROTIK

Page 8: Sindroma Nefrotik

8

a.) DEFINISI

Sindroma Nefrotik adalah sekumpulan manifestasi klinis yang ditandai

oleh proteinuria massif >3,5gr/hari, hipoalbuminemia <3,5gr/dl, edema,

hiperkolesterolemia, lipiduria, dan hiperkoagulabilitas1. Kira-kira 2 dari 10.000

orang di dunia mengalami sindroma nefrotik. Prevalensi sindroma nefrotik sulit

ditentukan pada dewasa karena kondisi tersebut biasanya adalah hasil dari

penyakit yang mendasari. Pada anak-anak, diagnosis lebih banyak pada laki-laki

dibanding perempuan, biasanya pada rentang usia 2 dan 3 tahun, jarang

menyerang anak dibawah usia 1 tahun. Mortalitas dan prognosis anak dengan

sindrom nefrotik bervariasi berdasarkan etiologi, berat, luas kerusakan ginjal,

usia anak, kondisi yang mendasari, dan responnya terhadap pengobatan.2,3

Proteinuria masif merupakan tanda khas SN, akan tetapi pada SN yang berat

yang disertai kadar albumin serum yang rendah, akan menyebabkan eksresi

protein dalam urin juga berkurang.4

Table I. .  Istilah yang menggambarkan respons terapi steroid pada anak dengan

sindrom nefrotik 8

Sindroma

Nefrotik

Edema, proteinuria >40mg/m2/jam, ratio albumin creatinin

>2, hipoalbuminemia (2,5mg/dl)

Kambuh Proteinuria 2 + atau proteinuria > 40 mg/m2/jam selama 3

hari berturut-turut, dimana sebelumnya pernah mengalami

remisi

Kambuh tidak

sering

Kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan, atau < 4 kali dalam

periode 12 bulan

Kambuh sering Kambuh 2 kali dalam 6 bulan pertama setelah respons

awal,  atau  4 kali kambuh pada setiap periode 12 bulan

Remisi Proteinuria <4mg/m2/jam; 0 atau +/- dengan dipstick 3 hari

berturut-turut

Steroid 2x relapse selama terapi steroid atau 2 minggu setelah

Page 9: Sindroma Nefrotik

9

dependence berhenti

Steroid

resistance

Gagal mencapai remisi setalah 4 minggu mendapatkan

terapi oral prednisolone dengan dosis 2mg/kgBB/hari

b.) ETIOLOGI

Penyebab sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini

dianggap sebagai suatu penyakit autoimun, yaitu suatu reaksi antigen – antibodi.

Umumnya etiologi dibagi menjadi :

Sindrom nefrotik bawaan

Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi

maternofetal. Resisten terhadap semua pengobatan. Prognosis buruk dan

biasanya pasien meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya.

Sindrom nefrotik sekunder

Disebabkan oleh :

Malaria kuartana atau parasit lainnya

Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura

anafilaktoid

Glumerulonefritis akut atau kronik

Trombosis vena renalis.

Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam

emas, air raksa.

Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis

membranoproliferatif hipokomplementemik.

Sindrom nefrotik idiopatik

Tidak diketahui sebabnya atau disebut sindroma nefrotik primer.

Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dgn

pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop elektron, Churk dkk

membaginya menjadi :

Page 10: Sindroma Nefrotik

10

Kelainan minimal

Pada mikroskop elektron akan tampak foot prosessus sel

epitel berpadu. Dengan cara imunofluoresensi ternyata tidak

terdapat IgG pada dinding kapiler glomerulus.

Nefropati membranosa

Semua glomerulus menunjukan penebalan dinding kapiler

yang tersebar tanpa proliferasi sel. Prognosis kurang baik.

Glomerulonefritis proliferatif

Glomerulonefritis proliferatif esudatif difus. Terdapat

proliferasi sel mesangial dan infiltrasi sel polimorfonukleus.

Pembengkanan sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler

tersumbat.

o Dengan penebalan batang lobular.

Terdapat prolefirasi sel mesangial yang tersebar dan

penebalan batang lobular.

o Dengan bulan sabit ( crescent)

Didapatkan proliferasi sel mesangial dan proliferasi

sel epitel sampai kapsular dan viseral. Prognosis buruk.

Glomerulonefritis membranoproliferatif

Proliferasi sel mesangial dan penempatan fibrin yang

menyerupai membran basalis di mesangium. Titer globulin beta-

IC atau beta-IA rendah. Prognosis buruk. Lain-lain perubahan

proliferasi yang tidak khas.

Glomerulosklerosis fokal segmental

Pada kelainan ini yang mencolok sklerosis glomerulus.

Sering disertai atrofi tubulus. Prognosis buruk.

Sindrom nefrotik perubahan minimal (SNPM) mencakup 60 – 90 % dari

semua kasus sindrom nefrotik pada anak.3

Page 11: Sindroma Nefrotik

11

Table II. Gambaran histologis pada pasien sindroma nefrotik idiopatik8

Glomerular lesion Churk et al White et al Srivastava et al

(n=521) (n=145) (n=206)

Minimal change disease 76.4 77 77

Mesangial proliferative

glomerulonephritis 2.3 5.5 5

Focal segmental glomerulosclerosis 6.9 7.5 5

Membranoproliferative

glomerulonephritis 7.5 6 4

Membranous nephropathy 1.5 1.5 1.5

Others 5.4 2.5 7.5

c.) PATOFISIOLOGI

Terjadi proteinuria akibat peningkatan permeabilitas membran

glomerulus. Sebagian besar protein dalam urin adalah albumin sehingga jika laju

sintesis hepar dilampui, meski telah berusaha ditingkatkan, terjadi

hipoalbuminemia. Hal ini menyebabkan retensi garam dan air.

Menurunnya tekanan osmotik menyebabkan edema generalisata akibat

cairan yang berpindah dari sistem vaskuler kedalam ruang cairan ekstra seluler.

Penurunan sirkulasi volume darah mengaktifkan sistem imun angiotensin,

menyebabkan retensi natrium dan edema lebih lanjut.

Hilangnya protein dalam serum menstimulasi sintesis lipoprotein di hati

dan peningkatan konsentrasi lemak dalam darah (hiperlipidemia).

Menurunnya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan

disebabkan karena hipoalbuminemia, hiperlipidemia atau defisiensi seng.

Sindrom nefrotik dapat terjadi dihampir setiap penyakit renal intrinsik

atau sistemik yang mempengaruhi glomerulus. Meskipun secara umum penyakit

Page 12: Sindroma Nefrotik

12

ini dianggap menyerang anak-anak, namun sindrom nefrotik juga terjadi pada

orang dewasa termasuk lansia.3

i. Proteinuria

Proteinuria disebabkan oleh peningkatan permeabilitas kapiler

terhadap protein akibat kerusakan glomerulus. Dalam keadaan normal

membrane basal glomerulus (MBG) mempunyai mekanisme penghalang

untuk mencegah kebocoran protein. Mekanisme penghalang pertama

berdasar ukuran molekul (size barrier), sedangkan mekanisme penghalang

yang kedua berdasarkan muatan listrik (charge barrier). Pada SN mekanisme

kedua penghalang tersebut ikut terganggu.

Proteinuria dibedakan menjadi selektif dan non-selektif berdasarkan

ukuran molekul protein yang keluar melalui urin. Proteinuria selektif apabila

protein yang keluar terdiri dari molekul kecil misalnya albumin, sedangkan

yang non-selektif apabila protein yang keluar terdiri dari molekul besar

missalnya immunoglobulin. Selektivitas proteinuria ditentukan berdasarkan

keutuhan struktur MBG.4

ii. Hipoalbuminemia

Konsentrasi albumin plasma ditentukan oleh asupan protein, sintesis

albumin hati dan kehilangan protein melalui urin. Pada SN hipoalbuminemia

disebabkan oleh proteinuria massif dengan akibat penurunan tekanan

onkotik plasma. Untuk mempertahankan tekanan oncotic plasma maka hati

berusaha meningkatkan sintesis albumin. Hipoalbumin disebabkan oleh

hilangnya albumin melalui urin dan peningkatan katabolisme albumin di

ginjal. Sintesis protein di hati biasanya meningkat (namun tidak memadai

untuk menggani kehilangan albumin dalam urin), tetapi mungkin normal

atau menurun.4

Page 13: Sindroma Nefrotik

13

Gambar 3. Mekanisme Edema

iii. Hiperlipidemia

Hiperlipidemia merupakan keadaan yang sering menyertai SN.

Kolesterol serum, very low density lipoprotein (VLDL), low density

lipoprotein (LDL), trigliserida meningkat, sedangkan high density

lipoprotein (HDL) dapat meningkat, normal atau menurun. Hal ini

disebabkan peningkatan sintesis lipid di hepar dan penurunan katabolisme di

perifer ( penurunan pengeluaran lipoprotein, VLDL, kilomikron dan

intermediate density lipoprotein dari darah). Penurunan kadar HDL pada SN

diduga akibat berkurangnya aktivitas enzim LCAT (lesitin cholesterol

acyltransferase) yang berfungsi sebagai katalisator pembentukan HDL.4

iv. Lipiduria

Lemak bebas (oval fat bodies) sering ditemukan pada sedimen urin.

Sumber lemak ini berasal dari filtrate lipoprotein melalui membrane basalis

glomerulus yang permeable.3

Page 14: Sindroma Nefrotik

14

v. Hiperkoagulabilitas

Keadaan ini disebabkan oleh hilangnya antitrombin (AT) III, protein

S, C dan plasminogen activating factor dalam urin dan meningkatnya faktor

V, VII, VIII, X, trombosit, fibrinogen, peningkatan agregasi trombosit,

perubahan fungsi sel endotel serta menurunnya faktor zimogen (faktor IX,

XI).3

Page 15: Sindroma Nefrotik

15

Gambar 4. Patofisiologi Sindroma Nefrotik

d.) DIAGNOSIS : 6

Page 16: Sindroma Nefrotik

16

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang:

Anamnesis

Keluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di ke dua

kelopak mata,  perut, tungkai, atau seluruh tubuh dan dapat disertai

jumlah urin yang berkurang. Keluhan lain juga dapat ditemukan seperti

urin berwarna kemerahan.

Pemeriksaan fisis

Pada pemeriksaan fisik sindrom nefrotik dapat ditemukan

edema di kedua kelopak mata, tungkai, atau adanya asites dan edema

skrotum/labia. Kadang-kadang  ditemukan hipertensi

Pemeriksaan penunjang

o Edema : lunak ( pitting ) sering anasarka

o Oligouria

o Tekanan darah normal

o Proteiuria massif (>3,5 gr/ hari)

o Hipoproteinemia dengan ratio albumin/globulin terbalik

o Hiperkolesterolemia

o Ureum/Kreatinin darah normal atau meningkat

o C3 ( 1C globulin) normal

o Bila perlu dikerjakan biopsy :

Pada pemeriksaan mikroskopik cahaya : kelainan minimal

= sindroma nefrotik kelainan minimal (SNKM)

Pemeriksaan imunoflurosensi : ada deposit imun pada

membrane basalis glomerulus (C3)

e.) PENATALAKSANAAN (4,7)

Page 17: Sindroma Nefrotik

17

Pengobatan SN terdiri dari pengobatan spesifik yang ditujukan terhadap

penyakit dasar dan pengobatan non-spesifik untuk mengurangi protenuria,

mengontrol edema dan mengobati komplikasi. Etiologi sekunder dari sindrom

nefrotik harus dicari dan diberi terapi.

i.) Diuretik

Diuretik ansa henle (loop diuretic) misalnya furosemid (dosis awal 20-

40 mg/hari) atau golongan tiazid dengan atau tanpa kombinasi dengan

potassium sparing diuretic (spironolakton) digunakan untuk mengobati

edema dan hipertensi. Penurunan berat badan tidak boleh melebihi 0,5

kg/hari.

ii). Diet

Diet untuk pasien SN adalah 35 kal/kgbb./hari, sebagian besar terdiri

dari karbohidrat. Diet rendah garam (2-3 gr/hari), rendah lemak harus

diberikan. Penelitian telah menunjukkan bahwa pada pasien dengan penyakit

ginjal tertentu, asupan yang rendah protein adalah aman, dapat mengurangi

proteinuria dan memperlambat hilangnya fungsi ginjal, mungkin dengan

menurunkan tekanan intraglomerulus. Derajat pembatasan protein yang akan

dianjurkan pada pasien yang kekurangan protein akibat sindrom nefrotik

belum ditetapkan. Pembatasan asupan protein 0,8-1,0 gr/ kgBB/hari dapat

mengurangi proteinuria. Tambahan vitamin D dapat diberikan kalau pasien

mengalami kekurangan vitamin ini.

iii). Terapi antikoagulan

Bila didiagnosis adanya peristiwa tromboembolisme , terapi

antikoagulan dengan heparin harus dimulai. Jumlah heparin yang

diperlukan untuk mencapai waktu tromboplastin parsial (PTT) terapeutik

mungkin meningkat karena adanya penurunan jumlah antitrombin III.

Page 18: Sindroma Nefrotik

18

Setelah terapi heparin intravena , antikoagulasi oral dengan warfarin

dilanjutkan sampai sindrom nefrotik dapat diatasi.

iv). Terapi Kortikosteroid 9,10

Pengobatan Inisial

Sesuai dengan ISKDC (International Study on Kidney Disease

Children) pengobatan inisial SN dimulai dengan pemberian prednisone

dosis penuh (full dose) 60mg/m2/LPB/hari atau 2mg/kgBB/hari

(maksimal 80mg/hari), dibagi 3 dosis, untuk menginduksi remisi. Dosis

prednisone dihitung sesuai dengan berat badan ideal (BMI). Prednison

dosis penuh inisial diberikan selama 4 minggu. Setelah pemberian steroid

2 minggu pertama, remisi telah terjadi pada 80% kasus, dan remisi

mencapai 94% setelah pengobatan steroid selama 4 minggu. Bila terjadi

remisi pada 4 minggu pertama, maka pemberian steroid dilanjutkan 4

minggu kedua dengan dosis 40mg/m2/LPB/hari (2/3 dosis awal) secara

alternating ( selang sehari), 1 kali sehari setelah makan pagi. Bila setelah

4 minggu pengobatan steroid dosis penuh tidak terjadi remisi, maka

pasien dinyatakan sebagai resisten steroid.

Gambar 5. Pengobatan Sindroma Nefrotik pada pasien baru

Pengobatan relaps

Page 19: Sindroma Nefrotik

19

Diberikan prednisone dosis penuh sampai remisi (maksimal 4

minggu) dilanjutkan dengan prednisone dosis alternating selama 4

minggu. Pada SN yang mengalami proteinuria ≥2+ kembali tetapi tanpa

edema, sebelum dimulai pemberian prednisone, terlebih dahulu dicari

pemicunya, biasanya infeksi saluran saluran kencing. Bila ada infeksi

diberikan antibiotic 5-7 hari, dan bila setelah pemberian antibiotik

kemudian proteinuria menghilang tidak poerlu diberikan pengobatan

relaps. Bila sejak awal ditemukan proteinuria ≥2+ disertai edema, maka

didiagnosis sebagai relaps.

Jumlah kejadian relaps dalam 6 bulan pertama pasca pengobatan

inisial, sangat penting karena dapat maramalkan perjalanan penyakit

selanjutnya. Berdasarkan relaps yang terjadi dalam 6 bulan pertama pasca

pengobatan steroid inisial, pasien dapat dibagi menjadi beberapa

golongan :

Tidak ada relaps sama sekali (30%)

Relaps jarang : jumlah relaps <2

Relaps sering : jumlah relaps ≥2 kali ( 40-50% )

Dependen steroid

Gambar 6. Pengobatan Sindroma Nefrotik Relaps

Pengobatan SN relaps sering atau dependen steroid

Page 20: Sindroma Nefrotik

20

Bila pasien telah dinyatakan sebagai SN relaps sering atau

dependen steroid, setelah mencapai remisi dengan pemberian prednisone

dosis penuh, diteruskan dengan steroid alternating dengan dosis yang

diturunkan perlahan / bertahap 0,2mg/kgBB sampai dosis terkecil yang

tidak menimbulkan relaps, yaitu antara 0,1-0,5mg.kgBB alternating.

Dosis ini disebut dosis threshold dan dapat diteruskan selama 6-12 bulan,

kemudian dicoba dihentikan.

Bila ditemukan keadaan dibawah ini :

Terjadi relaps pada dosis rumat >1mg/kgBB dosis alternating atau

Pernah relaps dengan gejala berat seperti hipovolemia,

thrombosis, sepsis.

Diberikan CPA dengan dosis 2-3mg/kgBB/hari, dosis tunggal

selama 8-12 minggu.

Pengobatan SN resisten steroid

Pengobatan SN resisten steroid (SNRS) sampai sekarang belum

memuaskan. Sebelum pengobatan dimulai, pada pasien SNRS dilakukan

biopsy ginjal untuk melihat gambaran patologi anatomi ginjal, karena

gambaran patologi anatomi tersebut mempengaruhi prognosis.

Pengobatan dengan CPA memberikan hasil yang lebih baik bila hasil

biopsy ginjal menunjukan SNKM daripada GSFS. Dapat juga diberikan

Siklosporin (CyA), metikprednisolon dan obat imunosupresif lain.

Obat antiradang nonsteroid (NSAID) telah digunakan pada pasien

dengan nefropati membranosa dan glomerulosklerosis fokal untuk

mengurangi sintesis prostaglandin yang menyebabkan dilatasi. Ini

menyebabkan vasokonstriksi ginjal, pengurangan tekanan

intraglomerulus, dan dalam banyak kasus penurunan proteinuria sampai

75%.

Page 21: Sindroma Nefrotik

21

v). Terapi Obat Lainnya

Sitostatika diberikan bila dengan pemberian prednisone tidak ada

respon, kambuh yang berulang kali atau timbul efek samping kortikosteroid.

Dapat diberikan siklofosfamid 1,5 mg/kgBB/hari.

Obat penurun lemak golongan statin seperti simvastatin, pravastatin

dan lovastatin dapat menurunkan kolesterol LDL, trigliserida dan

meningkatkan kolesterol HDL.

Obat anti proteinurik misalnya ACE inhibitor (Captopril 3*12,5 mg),

kalsium antagonis (Herbeser 180 mg) atau beta bloker. Obat penghambat

enzim konversi angiotensin (angiotensin converting enzyme inhibitors) dan

antagonis reseptor angiotensin II dapat menurunkan tekanan darah dan

kombinasi keduanya mempunyai efek aditif dalam menurunkan proteinuria.

e.) KOMPLIKASI

Komplikasi tromboemboli sering ditemukan pada SN akibat peningkatan

koagulasi intravascular. Pada SN akibat GNMP kecenderungan terjadinya

trombosis vena renalis cukup tinggi. Emboli paru dan trombosis vena dalam

(deep vena trombosis) sering dijumpai pada SN. (4,7).

Page 22: Sindroma Nefrotik

22

Terjadinya infeksi oleh karena defek imunitas humoral, selular, dan

gangguan sistem komplemen. Oleh itu bacteria yang tidak berkapsul seperti

Haemophilus influenzae and Streptococcus pneumonia bisa menyebabkan

terjadinya infeksi. Penurunan IgG, IgA dan gamma globulin sering ditemukan

pada pasien SN oleh kerana sintesis yang menurun atau katabolisme yang

meningkat dan bertambah banyaknya yang terbuang melalui urine.7

Gagal ginjal akut disebabkan oleh hipovolemia. Oleh karena cairan

berakumulasi di dalam jaringan tubuh, kekurangan cairan di dalam sirkulasi

darah. Penurunan aliran darah ke ginjal menyebabkan ginjal tidak dapat

berfungsi dengan baik dan timbulnya nekrosis tubular akut. (1,4,7)

Efek samping steroid, misalnya sindrom Cushing, hipertensi,

osteoporosis, gangguan emosi dan perilaku.

f.) PROGNOSIS

Prognosis umumnya baik, kecuali pada keadaan-keadaan sebagai berikut :

Disertai oleh hipertensi.

Disertai hematuria.

Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder.

Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal.

Pada umumnya sebagian besar (+ 80%) sindrom nefrotik primer memberi

respons yang baik terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50% di

antaranya akan relapse berulang dan sekitar 10%  tidak memberi respons lagi dengan

pengobatan steroid. Sebagian besar anak dengan SN yang berespon terhadap steroid

akan mengalami kekambuhan berkali-kali sampai penyakitnya menyembuh sendiri

secara spontan menjelang usia akhir dekade kedua.

BAB III

KESIMPULAN

Page 23: Sindroma Nefrotik

23

Sindroma Nefrotik adalah sekumpulan manifestasi klinis yang ditandai oleh

proteinuria massif >3,5gr/hari, hipoalbuminemia <3,5gr/dl, edema,

hiperkolesterolemia, lipiduria, dan hiperkoagulabilitas. Angka kejadian SN pada anak

diperkirakan berkisar antara 2 sampai 7 kasus per tahun pada setiap 1.000.000 anak.

Berdasarkan kelainan histopatologis, SN pada anak yang paling banyak ditemukan

adalah jenis kelainan minimal. Gejala dan tanda yang sering ditemukan pada SN adalah

pitting edema sering anasarka, oligouria, tekanan darah normal, proteinuria massif,

hipoproteinemia dengan ratio albumin globulin terbalik, hiperkolesterolemia dan kadar

ureum kretinin darah normal atau meningkat. Penatalaksanaan SN terdiri dari

pengobatan spesifik yang ditujukan terhadap penyakit dasar dan pengobatan non-

spesifik untuk mengurangi protenuria, mengontrol edema dan mengobati komplikasi.

Komplikasi yang bisa terjadi adalah gagal ginjal akut yang dikarenakan hipovolemia

akibat retensi cairan. Prognosis berdasarkan kelainan histopatologis yang ada namum

sebagian besar anak yang berespon terhadap steroid akan menyembuh sendiri secara

spontan menjelang usia akhir decade kedua.