Sindroma Nefrotik

23
1. SINDROMA NEFROTIK Definisi Sindroma Nefrotik adalah suatu penyakit dengan gejala klinis edema, proteinuria, hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia. Kadang-kadang gejala disertai dengan hematuria dan penurunan fungsi ginjal. Sindroma ini merupakan penyakit antigen-antibodi dan ada kecenderungan untuk kambuh. (1,2) Etiologi Sebab yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap sebagai penyakit autoimun. Jadi merupakan suatu reaksi antigen- antibodi. Kebanyakan (90 %) anak yang menderita nefrosis mempunyai beberapa bentuk sindrom nefrotik idiopatik, penyakit lesi minimal ditemukan sekitar 85 %, proliferasi mesangium sekitar 5 % dan sklerosis setempat sekitar 10 %. Pada anak sisanya yang menderita nefrosis (10 %) , sindrom nefrotik diperantarai oleh beberapa bentuk glomerulonefritis, dan yang tersering adalah membranosa dan membranoproliperatif. ( 3)

Transcript of Sindroma Nefrotik

Page 1: Sindroma Nefrotik

1. SINDROMA NEFROTIK

Definisi

Sindroma Nefrotik adalah suatu penyakit dengan gejala klinis edema,

proteinuria, hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia. Kadang-kadang gejala disertai

dengan hematuria dan penurunan fungsi ginjal. Sindroma ini merupakan penyakit

antigen-antibodi dan ada kecenderungan untuk kambuh. (1,2)

Etiologi

Sebab yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap sebagai penyakit

autoimun. Jadi merupakan suatu reaksi antigen-antibodi. Kebanyakan (90 %) anak

yang menderita nefrosis mempunyai beberapa bentuk sindrom nefrotik idiopatik,

penyakit lesi minimal ditemukan sekitar 85 %, proliferasi mesangium sekitar 5 % dan

sklerosis setempat sekitar 10 %. Pada anak sisanya yang menderita nefrosis (10 %) ,

sindrom nefrotik diperantarai oleh beberapa bentuk glomerulonefritis, dan yang

tersering adalah membranosa dan membranoproliperatif. ( 3)

Umumnya para ahli membagi etiologinya menjadi :

a. Sindroma nefrotik bawaan:

• Diturunkan sebagai resesif autosomal atau Karenreaksi fetomaternal.

• Angka kejadian jarang

• Gejalanya edema pada masa neonates

• Resisten terhadap semua pengobatan

Page 2: Sindroma Nefrotik

• Prognosis buruk dan biasanya penderita meninggal dalam bulan-bulan pertama

kehidupannya

• Pencangkokan ginjal pada masa neonatus telah dicoba tapi tidak berhasil.

b. Sindrom nefrotik sekunder:

• Karena penyakit keturunan dan metabolik

Contonya : Diabetes, Amiloidosis, Myxedenna

• Karena Penyakit Infeksi

Contonya : Hepatitis B, Schistosoma, Lepra, Sifilis

• Akibat toksin dan alergi

Contohnya : Logam berat (air raksa), Trimetadion, Penidion, Penisilamin, Sengatan

lebah, Serangga, Bisa ular

• Penyakit sistemik dan penyakit immune mediated

Contohnya: SLE, Sindrom vaskulitis, Poliarteritis, Henoch Schoenlein Purpura,

Sarcoid, Dermatitis herpetiforrms

• Penyakit Neoplasma

Contohnya : Penyakit Hodgkin, tumor gastrointestinal, tumor paru.

• Giomerulonefritis akut atau glomerulonefritis kronis, thrombosis vena renalis.(4)

Page 3: Sindroma Nefrotik

c.. Sindrom nefrotik idiopatik

Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dengan pemeriksaan

mikroskop biasa dan mikroskop elektron, Churg dkk. Membagi dalam 4 golongan

yatu :

• Kelainan minimal:

Dengan mikroskop biasa glomerulus tampak normal, sedangkan dengan

mikroskop eiektron tampak foot processus sel epitel berpadu. Dengan cara

imunofluoresensi ternyata tidak terdapat IgG atau immunoglobulin beta-IC pada

dinding kapiler glomerulus.

Golongan ini lebih banyak terdapat pada anak daripada orang dewasa.

Prognosis lebih baik dibandingkan golongan lain.

• Nefropati membranosa:

Semua glomerulus menunjukkan penebalan dinding kapiler yang tersebar tanpa

proliferasi sel. Jarang pada anak. Prognosis kurang baik.

• Glomerulonefritis proliperatif :

i. Glomerulonefritis proliperatif eksudatif difus

Terdapat proliferasi sel mesangial dan infiltrasi sel polimorfonukleus.

Pembengkakan sitoplasme endotel yang menyebabkan kapiler tersumbat.

Kelainan ini sering ditemukan pada nefritis yang timbul setelah infeksi dengan

Streptococcus yang berjalan progresif dan pada sindrom nefrotik.

Page 4: Sindroma Nefrotik

Prognosis jarang baik, tetapi kadang-kadang terdapat penyembuhan setelah

pengobatan lama.

ii. Dengan penebalan batang lobular (lobular stalk thickening)

Terdapat proliferasi set mesangial yang tersebar dan penebalan batang lobular

iii. Dengan bulan sabit (cresent)

Didapatkan proliferasi set mesangial dan proliferasi sel epitei simpai (kapsular)

dan visceral. Prognosis buruk.

iv. Glomeruonefritis membranoproliperatif

Proliferasi set masangial dan penempatan fibrin yang menyerupai membrana

basalis di mesangium. Titer globulin beta-1C atau beta lA rendah. Prognosis

tidak balk.

v. Lain-lain

Misalnya perubahan proliferasi yang tidak khas

•Glomerulosklerosis fokal segmental

Pada kelainan ini mencolok sklerosis glomerulus, sering disertai dengan atrofi

tubulus.

Prognosis buruk.

Patofisiotogi:

Page 5: Sindroma Nefrotik

Kelainan patogenetik yang mendasari nefrosis adalah proteinuria, akibat dari

kenaikan permeabilitas dinding kapiler glomerulus. Mekanisme dari kenaikan

permeabilitas ini belum diketahui, tetapi mungkin terkait dengan hilangnya muatan

negatif glikoprotein dalam dinding kapiler. Pada status nefrosis, protein yang

hilang biasanya melebihi 2g/24 jam dan terutama terdiri dari albumin,

hipoproteinemia pada dasarnya adalah hipoalbuminemia. Umumnya edema

muncul bila kadar albumin serum turun dibawah 2,5g/dL (25g/ L).

Mekanisme pembentukan edema pada nefrosis tidak dimengerti

sepenuhnya. Kemungkinannya adalah bahwa edema didahului oleh timbulnya

hipoalbuminemia, akibat kehilangan protein urine. Hipoalbuminemia

menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma, yang memungkinkan

transudasi cairan dari ruang intravaskuler ke ruang interstisial. Penurunan volume

intravaskuler menurunkan tekanan perfusi ginjal ; mengaktifkan system renin -

angiotensin - aldosteron, yang merangsang reabsorbsi natrium di tubulus distal.

Penurunan volume intravaskuler juga merangsang pelepasan hormone

antidiuretik, yang mempertinggi reabsorbsi air dalam duktus kolektivus. Karena

tekanan onkotik plasma berkurang, natrium dan air yang telah di reabsorbsi

masuk ke ruang interstisial, memperberat edema. Adanya faktor-faktor lain yang

juga memainkan peran pada pembentukan edema dapat ditunjukan melalui

observasi bahwa beberapa penderita sindroma nefrotik mempunyai volume

intravaskuler yang normal atau meningkat, dan kadar renin serta aldosteron

plasma normal atau menurun. Penjelasan secara hipotesis meliputi defek

Page 6: Sindroma Nefrotik

intrarenal dalam ekskresi natrium dan air atau adanya agen dalam sirkulasi yang

menaikkan permeabilitas dinding kapiler di seluruh tubuh, serta dalam ginjal.

Pada status nefrosis, hampir semua kadar lemak (kolesterol, trigliserid) dan

lipoprotein meningkat. Sekurang-kurangnya ada dua faktor yang memberikan

sebagian penjelasan :

a.. Hipoproteinemia merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati, termasuk

lipoprotein

b.. Katabolisme lemak menurun, karena penurunan kadar lipoprotein lipase plasma,

system enzim utama yang mengambil lemak dari plasma. Apakah lipoprotein

lipase keluar melalui urin belum jelas.(5)

Gejala klinis

Edema merupakan gejala klinis yang menonjol, kadang-kadang mencapai 40%

dari berat badan bahkan dan didapatkan sampai anasarka. Penderita sangat rentan

terhadap infeksi sekunder. Selama beberapa minggu mungkin terdapat hematuria.

Terdapat proteinuria terutarna albumin (85-95%) sebanyak 10-15 gram/hari. Ini

dapat ditentukan dengan pemeriksaan Esbach. Selama edema masih banyak,

biasanya produksi urin berkurang, berat jenis urin meninggi. Sedimen dapat normal

atau berupa torak hialin, granula, lipoid terdapat pula sel darah putih, dalam urin

mungkin dapat juga ditemukan double refractile bodies. Pada fase non-nefritis uji

fungsi ginjal seperti kecepatan filtrasi glomerulus, aliran plasma ke ginjal tetap

Page 7: Sindroma Nefrotik

nonnal atau meninggi. Dengan perubahan yang progresif di glomerulus terdapat

penurunan fungsi ginjal pada fase nefritik.

Kimia darah rnenunjukkan hipoalbuminemia. Kadar globulin normal atau

meninggi sehingga terdapat perbandingan albumin-globulin yang terbalik.

Didapatkan pula hiperkolesterolemia, kadar fibrinogen meninggi, sedangkan kadar

ureum normal. Anak dapat pula menderita anemia defisiensi besi karena transferin

banyak keluar bersama urin. Kadang-kadang didapatkan protein bound iodine

rendah tanpa adanya hipotiroid. Pada 10 % kasus didapatkan defisiensi factor 1X,

Laju enap darah meninggi. Kadar kalsium dalam darah sering rendah. Ada keadaan

lanjut kadang-kadang terdapat glukosuria tanpa hiperglikemia.(3)

Penatalaksanaan

Penderita dengan kemungkinan sindroma nefrotik harus rawat inap, karena

perawatan pertama menetukan prognosa.

Penatalaksanaan rawat inap:

a. Istirahat sampai edema tinggal sedikit.

b. Diet TKTP yaitu makanan yang mengandung protein tinggi sebanyak 3-4

g/kgBB/hari, dengan garam minimal bila edema masih berat. Bila edema

berkurang dapat diberi garam sedikit.

c. International Cooperative Stuclv of Kidney Disease in Children (ISKDC)

menganjurkan pemberian kortikosteroid secara peroral pada penderita sindroma

nefrotik.

Page 8: Sindroma Nefrotik

d. Diuretikum (3)

e. Mencegah infeksi karena penyakit ini merupakan penyakit immunocompromise

jadi sangat rentan terhadap infeksi(1,3)

f.Antibiotika hanya diberikan jika ada infeksi

g. Lain-lain:

Pungsi asites, pungsi hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital. Bila ada gagal

jantung, diberikan digitalis.(2,3,4)

2. KORTIKOSTEROID

Definisi

Kortikosteroid adalah suatu kelompok hormon steroid yang dihasilkan di bagian

korteks adrenal sebagai tanggapan atas hormon adrenokortikotropik (ACTH) yang

dilepaskan oleh kelenjar hipofisis, atau atas angiotensin II. Hormon ini berperan

pada banyak system fisiologis pada tubuh, dan pengaturan inflamasi, metabolism

karbohidrta, pemecahan protein, kadar elektrolit daraj serta tingkah laku.6

Kortikosteroid dibagi menjadi 2 kelompok berdasarkan atas aktivitas biologis

yang menonjol darinya, yakni glukokortikoid (contohnya kortisol) yang berperan

mengendalikan metabolisme klarbohidrat, lemak dan protein, juga bersifat anti

inflamasi dengan cara menghambat pelepasan fosfolipid, serta dapat pula

menurunkan kerja eosinofil. Kelompok lain dari kortikosteroid adalah

mineralkortikoid (contohnya aldosteron), yang berfungsi mengatur kadar elektrolit

dan air, dengan cara penahanan garam di ginjal. Beberapa kortikosteroid

Page 9: Sindroma Nefrotik

menunjukkan kedua jenis aktivitas tersebut dalam beberapa derajad, dan lainnya

hanya mengeluarkan satu jenis efek.

Hormon kortikosteroid dihasilkan dari kolesterol di korteks kelenjar adrenal yang

terletak diatas ginjal. Reaksi pembentukannya dikatalisis oleh enzim golongan

sitokrom P450.

Dalam bidang farmasi, obat-obatan yang disintesis sehingga memiliki efek seperti

hormon kortikosteroid alami dan memiliki manfaat yang cukup penting.

Deksamethasone dan turunannya tergolong glukokortikoid, sedangkan prednisone

dan turunannya memiliki kerja mineralkortikoid disamping kerja glukokortikoid.

Penggunaan Klinis

Kortikosteroid merupakan obat yang sangat banyak dan luas dipakai dalam

dunia kedokteran terutama golongan glukokortikoid. Glukokortikoid sintetik

digunakan pada pengobatan nyari sendi, arthritis temporal, dermatitis, reaksi alergi,

asma, hepatitis, SLE, IBD, serta sarcoidosis. Selain sediaan oral, terdapat pula

sediaan dalam bentuk obat luar untuk penggunaan kulit, mata dan juga IBD.

Kortikosteroid juga digunakan sebagai terapi penunjang untuk mengobati mual,

dikombinasikan dengan antagonis 5-HT3 (misalnya ondansentron).7

Baik kortikosteroid alami maupun sintetik digunakan untuk diagnosis dan

pengobatan kelainan fungsi adrenal. Hormon ini juga sering digunakan dalam dosis

yang lebih besar untuk pengobatan berbagai kelainan perdangan dan imunologi.

Page 10: Sindroma Nefrotik

Pemakaian glukokortikoid pada pengobatan fungsi adrenal biasanya diberikan

pada keadaan insifisiensi atau hiperfungsi dari adrenokortikal. Keadaan insufisiensi

adrenokortikal dapat berupa penyakit kronis (Addison disease) yang ditandai

dengan hiperpigmentasi, lemah, kelelahan, berat badan menurun, hipotensi dan

tidak ada kemampuan untuk memelihara kadar gula selama puasa. Untuk keadaan

hiperfungsi adrenokortikal, misalnya terjadi pada hyperplasia adrenal congenital,

sindrom chusing, atau aldosteronisme.

Glukokortikoid dapat pula digunakan untuk tujuan diagnostic dari sindrom

chusing. Dengan tes supresi deksamethasone, obat ini diberikan sejumlah 1 mg

per oral pada jam 11 malam, dan sampel plasma diiambil pada pagi hari. Pada

indivisu normal, konsentrasi kortisol biasanya kurang dari 5 mikrogram, sedangkan

pada sindrom chusing kadarnya biasanya lebih besar dari pada 10 mikrogram.

Namun hasil ini tidak dapat dipercaya pada keadaan depresi, anxietas, penyakit

dan kondisi stress yang lain.

Selain itu, maturasi paru pada janin diatur oleh skresi kortisol janin. Ibu dengan

pengobatan glukokortikoid yang dalam dosis besar akan dapat menurunkan insiden

sindrom gawat napas pada bayi yang dilahirkan secara premature.

Kortisol dan analog sintetiknya berguna dalam pengobatan berbagai kelompok

penyakit yang tidak berhubungan dengan kelainan fungsi adrenal. Kegunaan

kortikosteroid pada kelainan ini merupakan kemampuannya untuk menekan respon

peradangan dan respon imun. Pada keadaan yang respon peradangan atau respon

imunnya penting untuk mengendalikan proses patologi, terapi dengan kortikosteroid

Page 11: Sindroma Nefrotik

mungkin berbahaya tetapi dibenarkan untuk mencegah timbulnya kerusakan yang

tidak dapat diperbaiki akibat respon peradangan jika digunakan bersama dengan

terapi spesifik untuk proses penyakitnya.7

Farmakodinamik Kortikosteroid

Pada waktu memasuki jaringan, glukokortikoid berdifusi atau ditranspor

menembus sel membrane dan terikat pada kompleks reseptor sitoplasmik

glukokortikoid heat-shock protein kompleks. Heat shock protein dilepaskan dan

kemudian kompleks hormone reseptor ditranspor kedalam inti, dimana akan

berinteraksi dengan respon unsur glukokortikoid pada berbagai gen dan protein

pengatur yang lain dan merangsang atau menghambat ekspresinya. Pada keadaan

tanpa adanya hormone, protein reseptor dihambat dari ikatannya dengan DNA; jadi

hormone ini tidak menghambat kerja reseptor pada DNA. Perbedaan kerja

glukokortikoid pada berbagai jaringan dianggap dipengaruhi oleh protein spesifik

jaringan lain yang juga harus terikat pada gen untuk menimbulkan ekspresi unsure

respons glukokortikoid utama.

Selain itu, glukokortikoid mempunyai beberapa efek penghambatan umpan balik

yang terjadi terlalu cepat untuk dijelaskan oleh ekspresi gen. Efek ini mungkin

diperantarai oleh mekanisme nontranskripsi.8

3. Metilprednisolon

Page 12: Sindroma Nefrotik

Definisi

Metilprednisolon adalah glukokortioid turunan prednisolon yang mempunyai efek

kerja dan penggunaan yang sama seperti senyawa induknya. Metilprednisolon

tidak mempunyai aktivitas retensi natrium seperti glukokortikoid yang lain. Obat ini

bekerja secara intermediate yang termasuk kategori adrenokortikoid, antiinflamasi

dan imunosupresan.10

Adrenokortikoid:

Sebagai adrenokortikoid, metilprednisolon berdifusi melewati membran dan

membentuk komplek dengan reseptor sitoplasmik spesifik. Komplek tersebut

kemudian memasuki inti sel, berikatan dengan DNA, dan menstimulasi rekaman

messenger RNA (mRNA) dan selanjutnya sintesis protein dari berbagai enzim akan

bertanggung jawab pada efek sistemik adrenokortikoid. Bagaimanapun, obat ini

dapat menekan perekaman mRNA di beberapa sel (contohnya: limfosit).

Efek Glukokortikoid:

Anti-inflamasi (steroidal)

Glukokortikoid menurunkan atau mencegah respon jaringan terhadap proses

inflamasi, karena itu menurunkan gejala inflamasi tanpa dipengaruhi penyebabnya.

Glukokortikoid menghambat akumulasi sel inflamasi, termasuk makrofag dan

leukosit pada lokasi inflamasi. Metilprednisolon juga menghambat fagositosis,

pelepasan enzim lisosomal, sintesis dan atau pelepasan beberapa mediator kimia

inflamasi. Meskipun mekanisme yang pasti belum diketahui secara lengkap,

Page 13: Sindroma Nefrotik

kemungkinan efeknya melalui blokade faktor penghambat makrofag (MIF),

menghambat lokalisasi makrofag: reduksi atau dilatasi permeabilitas kapiler yang

terinflamasi dan mengurangi lekatan leukosit pada endotelium kapiler, menghambat

pembentukan edema dan migrasi leukosit; dan meningkatkan sintesis

lipomodulin(macrocortin), suatu inhibitor fosfolipase A2-mediasi pelepasan asam

arakhidonat dari membran fosfolipid, dan hambatan selanjutnya terhadap sintesis

asam arakhidonat-mediator inflamasi derivat (prostaglandin, tromboksan dan

leukotrien). Kerja immunosupresan juga dapat mempengaruhi efek antiinflamasi.

Immunosupresan

Mekanisme kerja immunosupresan belum dimengerti secara lengkap tetapi

kemungkinan dengan pencegahan atau penekanan sel mediasi (hipersensitivitas

tertunda) reaksi imun seperti halnya tindakan yang lebih spesifik yang

mempengaruhi respon imun, Glukokortikoid mengurangi konsentrasi limfosit timus

(T-limfosit), monosit, dan eosinofil. Metilprednisolon juga menurunkan ikatan

immunoglobulin ke reseptor permukaan sel dan menghambat sintesis dan atau

pelepasan interleukin, sehingga T-limfosit blastogenesis menurun dan mengurangi

perluasan respon immun primer. Glukokortikoid juga dapat menurunkan lintasan

kompleks immun melalui dasar membran, konsentrasi komponen pelengkap dan

immunoglobulin.10

4. Pemberian Metilprednisolon Pada Sindroma Nefrotik

Metilprednisolon adalah glukokortioid turunan prednisolon yang mempunyai efek

kerja dan penggunaan yang sama seperti senyawa induknya. Mempunyai dua

Page 14: Sindroma Nefrotik

sediaan yaitu vial dan oral, diindikasikan untuk menginduksi diuresis atau

mengurangi gejala proteinuria pada sindrom idiopatik nefrotik, terapi jangka

panjang mungkin diperlukan untuk mencegah kekambuhan10. Diberikan:

a. Diberikan peroral dengan dosis awal 60 mg/m2 /hari atau 2 mg/kgBB/hari

dengan dosis maksimum 80 mg/hari selama 4 minggu.

b. Kemudian dilanjutkan dengan peroral 2/3 dosis awa) yaitu 40 mg/m2/hari secara

intermiten yaitu setiap 3 hari dalam 1 minggu selama 4 minggu berikutnya atau

secara alternate yaitu pemberian selang sehari, dosis tunggal pada pagi hari

dengan dosis maksimum 60 mg/hari. Hal yang harus diingat pada penggunaan

kotikosteroid jangka panjang adalah harus disertai dengan pemberian

profilaksis sekunder (contohnya INH) untuk memayungi dari efek samping

kortikosteroid jangka panjang.

c. Penderita dinyatakan Sensitif Steroid (SS) bila menunjukan hasil remisi pada

pengobatan 8 minggu tersebut. Sedangkan yang tidak menunjukkan remisi

disebut Resisten Steroid (RS).

d. Untuk pasien yang resisten terhadap korticosteroid diberikan terapi

Siklofosfamid 2-3 mg/kgBB/hari selama tidak lebih dari 6 minggu sampai 8

minggu.

e. Kriteria remisi adalah edema yang menghilang dan proteinuria negatif selama 3

hari berturut-turut dalam 1 minggu.

Page 15: Sindroma Nefrotik

Selain itu, metilprednisolon juga dapat menjadi terapi pilihan bagi penderita

Sindroma Nefrotik resisten Steroid10 dan Sindroma Nefrotik dengan fokal

segmental glomerulosklerosis11, dengan teknik pemberian pulse therapy atau

terapi puls. Terapi puls adalah pemberian obat dosis tinggi sekaligus dengan cara

bolus intravena.9

Terdapat berbagai cara pemberian terapi puls.

a. Metilprednisolon dengan dosis 30 mg/kgbb (maksimum 1500 mg) dilarutkan

dalam 50-100 ml dekstrose 5%, diberikan melalui infus selama 1 jam atau dapat

juga selama 6 jam. Selama pemberian perlu pemantauan tanda vital terutama

tekanan darah dan frekuensi jantung. Terapi puls diberikan selang sehari 3 kali

seminggu pada minggu 1 sampai 2. Pada minggu 3 sampai 10 metil-prednisolon

30 mg/kgbb diberikan satu kali seminggu, pada minggu 11 sampai 18

metilprednisolon 30 mg/kgbb diberikan setiap 2 minggu, pada minggu 19 sampai

50 metilprednisolon 30 mg/kgbb diberikan setiap 4 minggu, dan pada minggu 51

sampai 82 metilprednisolon 30 mg/kgbb diberikan setiap 8 minggu. Mulai minggu

ke tiga diberikan prednison oral dengan dosis 2 mg/kgbb/hari selang sehari dan

pada minggu ke sebelas prednison diturunkan secara perlahan-lahan sampai

minggu ke-82.

Jika dengan pengobatan ini terdapat perbaikan yang menetap, maka obat

alkilating tidak diberikan. Obat alkilating diberikan jika tetap terdapat proteinuri

nefrotik persisten setelah 10 minggu pengobatan metilprednisolon puls atau jika

pada mulanya terdapat perbaikan tetapi diikuti dengan peningkatan proteinuri

Page 16: Sindroma Nefrotik

bermakna. Biasanya diberi siklo-fosfamid 2-2,5 mg/kgbb/hari atau klorambusil 0,2

mg/kgbb/ hari selama 8-12 minggu.9

b. Metilprednisolon puls 1.000 mg/1,73 m2 LPB diberikan dengan bantuan pompa

infus dalam 6 jam sebanyak 3 kali selang sehari. Setelah itu diberikan prednison

30 mg/m2 LPB setiap hari selama 1 bulan, kemudian 30 mg/ m2 LPB selang se-

hari selama 2 bulan, dan 15 mg/m2 LPB selang sehari selama 2 minggu.

Pemberian seri metilprednisolon puls ini dapat dilanjutkan sampai 8 bulan hingga 4

tahun, tergantung pada gejala klinis penyakit.9

c. Bergstein dan Andreoli (1995) memberikan metil-prednisolon puls 30

mg/kgbb/dosis (maksimum 1,5 g) secara infus intravena dalam 50 – 100 ml cairan

dekstrose 5% selama 30-60 menit, diberikan selang sehari sebanyak 6 kali diikuti

dengan prednisone 2 mg/kgbb/hari (maksimum 60 mg/hari) dosis tunggal selang

sehari selama rerata 37 bulan (12-66 bulan) atau prednison 2 mg/kgbb/hari

selama 1 bulan dan kemudian diturunkan secara perlahan-lahan. Penghentian

pengobatan bergantung pada stabilitas klinis penyakit.9

5. Efek Samping Metilprednisolon

Efek samping steroid dapat berupa hipertensi, diabetes melitus,obesitas,

hirsutisme, striae, sindrom Cushing, gagal tumbuh, akne, katarak, osteoporosis,

nekrosis avaskular, ulkus peptikum, dan meningkatnya risiko infeksi. Meskipun

demikian, terapi metilprednisolon dapat ditoleransi dengan baik oleh anak tanpa

efek samping yang bermakna, pemberian metilprednisolon dapat menyebabkan

disritmia jantung atau fibrilasi atrium. Nausea merupakan efek samping yang

Page 17: Sindroma Nefrotik

sering ditemukan selama dan setelah pemberian metilprednisolon puls kemudian

metilprednisolon juga dapat menyebabkan leukopeni reversible.9