3.Sindroma Nefrotik (1)

28
BAB I PENDAHULUAN SIndroma nefrotik adalah suatu keadaan klinis dengan ciri khusus proteinuria masif disertai dengan adanya hipoalbuminemia, hiperlipidemia, serta edema 1,2,3 . Kelainan ini disebut juga nephrosis. Terdapat banyak keadaan yang dapat menyebabkan sindroma nefrotik namun tidak dibahas secara mendalam dalam tulisan ini. Prevalensi sindroma nefrotik yang idiopatik dilaporkan sebanyak 16 kasus per 100,000 anak dengan insiden sindroma nefrotik primer pada anak > 6 tahun adalah 2,2 kasus per 100,000 di Amerika Serikat. Dalam penelitian juga dikatakan bahwa insidensi sindroma nefrotik 60-90 kali lebih tinggi pada daerah tropis terutama pada daerah endemis malaria. 2 Tatalaksana sindroma nefrotik memerlukan waktu yang lama. Terdapat pengkategorian respon terhadap steroid yang dapat membantu dalam tatalaksana pasien dengan sindroma nefrotik. Dalam tulisan ini akan dibahas mengenai pedoman tatalaksana sindroma nefrotik berdasarkan International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC). 1

Transcript of 3.Sindroma Nefrotik (1)

Page 1: 3.Sindroma Nefrotik (1)

BAB I

PENDAHULUAN

SIndroma nefrotik adalah suatu keadaan klinis dengan ciri khusus proteinuria masif disertai dengan adanya hipoalbuminemia, hiperlipidemia, serta edema1,2,3. Kelainan ini disebut juga nephrosis. Terdapat banyak keadaan yang dapat menyebabkan sindroma nefrotik namun tidak dibahas secara mendalam dalam tulisan ini.

Prevalensi sindroma nefrotik yang idiopatik dilaporkan sebanyak 16 kasus per 100,000 anak dengan insiden sindroma nefrotik primer pada anak > 6 tahun adalah 2,2 kasus per 100,000 di Amerika Serikat. Dalam penelitian juga dikatakan bahwa insidensi sindroma nefrotik 60-90 kali lebih tinggi pada daerah tropis terutama pada daerah endemis malaria.2

Tatalaksana sindroma nefrotik memerlukan waktu yang lama. Terdapat pengkategorian respon terhadap steroid yang dapat membantu dalam tatalaksana pasien dengan sindroma nefrotik. Dalam tulisan ini akan dibahas mengenai pedoman tatalaksana sindroma nefrotik berdasarkan International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC).

1

Page 2: 3.Sindroma Nefrotik (1)

BAB II

ISI

1. DefinisiSindroma Nefrotik (SN) adalah gambaran klinis dengan ciri khusus proteinuria masif

lebih dari 3,5 gram per 1,73 m2 luas permukaan tubuh per hari (dalam praktek, cukup > 3,0-3,5 gr per 24 jam) disertai hipoalbuminemia kurang dari 3,0 gram per ml. Pada SN didapatkan pula lipiduria, kenaikan serum lipid lipoprotein, globulin, kolesterol total dan trigliserida, serta adanya edema sebagai akibat dari proteinuria masif dan hipoproteinemia1,2,3

Beberapa ahli penyakit ginjal menambahkan kriteria lain :a) Lipiduria yang terlihat sebagai oval fat bodies atau maltase cross bodiesb) Kenaikan serum lipid, lipoprotein, globulin, kolesterol total dan trigliseridac) Edema

2. EtiologiEtiologi dari sindroma nefrotik pada pasien pediatri dibagi berdasarkan2,3,4:a) Penyebab Primer : penyebab yang berasal dari kelainan ginjal itu sendiri

Minimal Change Disease (MCD) Focal Segmental Glomerulosclerosis (FSGS) Membranoproliferative glomerulonephritis (MPGN)

b) Penyebab Sekunder : penyebab yang berasal dari kelainan sistemik Systemic Lupus Eritematosus (SLE) Henoch-Schonlein Purpura (HSP) Lymphoma

c) Sindrom Nefrotik KongenitalPada jenis ini, terdapat kelainan pada:

Mutasi genetik NPHS1, NPHS2, WT1, LAMB2 Sindrome Pierson (defisiensi beta-2 laminin pada membran basal) Sindrome Denys-Drash (nefropati kongenital dimulai pada bayi dan berlanjut

menjadi End Stage Renal Disease pada usia 3 tahun)

3. KlasifikasiUntuk menilai respon terhadap terapi steroid, maka sindroma nefrotik diklasifikasikan

sebagai berikut:

2

Page 3: 3.Sindroma Nefrotik (1)

Tabel 1  Istilah yang menggambarkan respons terapi steroid pada anak dengan sindrom nefrotik1,2,3

 Remisi Kambuh Kambuh tidak sering Kambuh sering Responsif-steroidDependen-steroid Resisten-steroid Responder lambat Nonresponder awalNonresponder lambat

 Proteinuria negatif, atau proteinuria < 4 mg/m2/jam selama 3 hari berturut-tturutProteinuria 2 + atau proteinuria > 40 mg/m2/jam selama 3 hari berturut-

turut, dimana sebelumnya pernah mengalami remisi.Kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan, atau < 4 kali dalam periode 12

bulan.Kambuh 2 kali dalam 6 bulan pertama setelah respons awal,  atau  4 kali

kambuh pada setiap periode 12 bulan.Remisi tercapai hanya dengan terapi steroid saja.Terjadi 2 kali kambuh berturut-turut selama masa tapering terapi steroid,

atau dalam waktu 14 hari setelah terapi steroid dihentikan.Gagal mencapai remisi meskipun telah diberikan terapi prednison 60

mg/m2/hari selama 4 minggu.Remisi terjadi setelah 4 minggu terapi prednison 60 mg/m2/hari tanpa

tambahan terapi lain.Resisten-steroid sejak terapi awal.Resisten-steroid terjadi pada pasien yang sebelumnya responsif-steroid.

4. Patofisiologi4.1. Proteinuria

Proteinuria disebabkan peningkatan permeabilitas kapiler terhadap protein akibat kerusakan glomerulus. Dalam keadaan normal membran basal glomerulus (MBG) mempunyai mekanisme penghalang untuk mencegah kebocoran protein. Mekanisme penghalang pertama berdasarkan ukuran molekul (size barrier) dan yang kedua berdasarkan muatan listrik (charge barrier). Pada SN, kedua mekanisme penghalang tersebut ikut terganggu. Selain itu konfigurasi molekul protein juga menentukan lolos tidaknya protein melalui MBG1.

Proteinuria dibedakan menjadi selektif dan non-selektif berdasarkan ukuran molekul protein yang keluar melalui urin. Proteinuria selektif apabila yang keluar terdiri dari molekul kecil misalnya albumin. Sedangkan non-selektif apabila protein yang keluar terdiri dari molekul besar seperti imunoglobulin. Selektivitas proteinuria ditentukan oleh keutuhan struktur MBG1.

Pada SN yang disebabkan oleh MCD ditemukan proteinuria selektif. Pemeriksaan mikroskop elektron memperlihatkan fusi foot processes sel epitel viseral glomerulus dan terlepasnya sel dari struktur MBG. Berkurangnya kandungan heparan sulfat proteoglikan pada MCD menyebabkan muatan negatif MBG menurun dan albumin dapat lolos ke dalam urin. Pada FSGS, peningkatan permeabilitas MBG disebabkan oleh suatu faktor yang ikut dalam sirkulasi. Faktor tersebut menyebabkan sel epitel viseral glomerulus terlepas dari MBG sehingga permeabilitasnya meningkat. Pada MPGN

3

Page 4: 3.Sindroma Nefrotik (1)

kerusakan struktur MBG terjadi akibat endapan komplek imun di sub-epitel. Komplek C5b-9 yang terbentuk pada MPGN akan meningkatkan pemeabilitas MBG, walaupun mekanisme yang pasti belum diketahui1.

4.2. HipoalbuminemiaKonsentrasi albumin plasma ditentukan oleh asupan protein, sintesis albumin hati

dan kehilangan protein melalui urin dan usus (protein losing enteropathy). Pada SN hipoalbuminemia disebabkan oleh proteinuria masif dengan akibat penurunan tekanan onkotik plasma. Untuk mempertahankan tekanan onkotik plasma maka hati berusaha meningkatkan sintesis albumin. Jika peningkatan sintesis albumin hati tidak berhasil menghalangi timbulnya hipoalbuminemia maka akan terjadi perpindahan cairan ke ruang interstitial, keadaan ini akan diikuti oleh keadaan hipovolemia yang mungkin menyebabkan uremia pre-renal dan tidak jarang terjadi oliguric acute renal failure.

Penurunan faal ginjal ini akan mengurangi filtrasi natrium dari glomerulus. Retensi Na+ dan air yang berhubungan dengan sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron (RAA) dapat terjadi bila sindrom nefrotik ini telah memperlihatkan tanda-tanda aldosteronisme sekunder. Retensi natrium dan air pada keadaan ini (aldosteronisme) dapat dikeluarkan dari tubuh dengan pemberian takaran tinggi diuretik yang mengandung antagonis aldosteron. Diet tinggi protein dapat meningkatkan sintesis albumin hati, tetapi dapat juga mendorong peningkatan ekskresi albumin melalui urin. Hipolabuminemia dapat pula terjadi akibat peningkatan reabsorbsi dan katabolisme albumin oleh tubulus proksimal5.

4.3. EdemaEdema pada SN dapat diterangkan dengan teori underfill dan overfill. Teori underfill

menjelaskan bahwa hipoalbuminemia merupakan faktor kunci terjadinya edema pada SN. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma sehingga cairan bergeser dari intravaskular ke jaringan interstitium dan terjadi edema. Akibat penurunan tekanan onkotik plasma dan bergesernya cairan plasma terjadi hipovolemia, dan ginjal melakukan kompensasi dengan meningkatkan retensi natrium dan air. Mekanisme kompensasi ini akan memperbaiki volume intravaskular tetapi juga akan mengeksaserbasi terjadinya hipoalbuminemia sehingga edema semakin berlanjut.

4

Page 5: 3.Sindroma Nefrotik (1)

Gambar 1 Skema mekanisme underfill6

Teori overfill menjelaskan bahwa retensi natrium adalah defek renal utama. Retensi natrium oleh ginjal menyebabkan cairan ekstraselular meningkat sehingga terjadi edema. Penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) akibat kerusakan ginjal akan menambah retensi natrium dan edema akibat teraktivasinya sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron terutama kenaikan konsentrasi hormon aldosteron yang akan mempengaruhi sel-sel tubulus ginjal untuk mengabsorbsi ion natrium sehingga ekskresi ion natrium (natriuresis) menurun. Selain itu juga terjadi kenaikan aktivasi saraf simpatetik dan konsentrasi katekolamin yang menyebabkan tahanan atau resistensi vaskuler glomerulus meningkat, hal ini mengakibatkan penurunan LFG dan kenaikan desakan Starling kapiler peritubuler sehingga terjadi penurunan ekskresi natrium.

5

Page 6: 3.Sindroma Nefrotik (1)

Gambar 2 Skema mekanisme overfill6

Kedua mekanisme underfill dan overfill tersebut ditemukan secara bersama pada pasien SN. Faktor seperti asupan natrium, efek diuretik atau terapi steroid, derajat gangguan fungsi ginjal, jenis lesi glomerulus dan keterkaitan dengan penyakit jantung atau hati akan menentukan mekanisme mana yang lebih berperan1,5.

4.4. Pengaruh sistemik dan hipoalbuminemiaSemua organ tubuh dapat mengalami perubahan-perubahan seperti kerusakan

jaringan yang jelas terlihat pada kulit dan kuku. Garis striae terlihat tersebar pada kulit paha dan dinding perut. Garis horizontal (berwarna putih) pada kuku dinamakan Muercke line, albumin serum bertindak sebagai pengikat steroid adrenokortikal dan hormon tiroid. Kehilangan sejumlah hormon tiroid mungkin cukup untuk merangsang pembentukan thyroid stimulating hormon (TSH) dan pembentukan goiter. Goiter ini akan mengalami regresi bila sindroma nefrotik telah mengalami remisi. Hormon tiroid terikat juga pada plasma pre-albumin yang mempunyai berat molekul 61.000 dan beberapa globulin.

Transferin dan seruloplasmin merupakan pengikat protein lainnya yang dapat lolos melalui kerusakan glomerulus. Kehilangan imunoglobulin-G (IgG) sering menyebabkan

6

Page 7: 3.Sindroma Nefrotik (1)

tubuh peka terhadap setiap infeksi. Kehilangan sejumlah faktor-faktor fibrinolisis melalui kerusakan glomerulus dapat menyebabkan pembentukan trombus5.

4.5. Hiperlipoproteinemia dan hiperfibrinogenemiaKolesterol terikat pada plasma dan merupakan konstituen dari lipoprotein yang

terdiri dari high dan low density (HDL & LDL). Semua fraksi lipoprotein, kecuali HDL akan meninggi pada sindrom nefrotik.

Mekanisme hiperlipoproteinemia pada sindrom nefrotik tidak diketahui, diduga berhungan dengan mobilisasi lemak tubuh untuk sintesis protein setelah terjadi keseimbangan negatif protein. Pengalaman klinis membuktikan bahwa hiperlipoproteinemia dapat dicegah atau diatasi sementara dengan infus albumin, dan akan meninggi lagi selama masih terdapat kelainan ginjal. Hiperkolesterolemia dapat merupakan indikator hiperlipoproteinemi pasca sindrom nefrotik. Kolesterol serum meninggi, dapat mencapai 400-600 mg% dan trigliserid serum 2-3 gram%. Sindrom nefrotik yang tidak disertai hiperkolesterolemia dinamakan pseudo-nephrotic syndrome. Biasanya ditemukan pada lupus eritematosus sistemik atau telah terjun ke fase gagal ginjal5.

5. Gejala KlinisEdema merupakan keluhan utama, tidak jarang merupakan keluhan satu-satunya dari

sindrom nefrotik. Timbulnya terutama pada pagi dan hilang pada siang hari. Setelah beberapa minggu atau bulan, edema menetap. Lokasi edema biasanya mengenai kelopak mata, tungkai, perut, thoraks dan genitalia. Pada sindrom nefrotik dengan hipoalbuminemia berat (albumin serum kurang dari 2 gram%) edema ini akan mengenai seluruh tubuh, dinamakan anasarka. Pasien-pasien mengeluh sesak nafas, kaki terasa berat dan dingin, tidak jarang dengan diare1,2

Otot-otot mengalami atrofi terutama otot sekelet (muscle wasting), karena keseimbangan negatif dari nitrogen atau akibat efek samping pemberian kortikosteroid jangka lama. Atrofi otot-otot ini akan terlihat makin nyata bila edema telah hilang.

Pada sindrom nefrotik berat dengan albumin serum kurang dari 2 gram% dan berlangsung lama selalu disertai tanda-tanda malnutrisi seperti perubahan-perubahan rambut dan kulit, pembesaran kelenjar parotis, garis Muercke pada kuku2,3,5

Pada beberapa pasien tidak jarang datang dengan keluhan yang menyerupai acute abdomen yaitu sakit perut hebat, mual-mual dan muntah-muntah, dinding perut sangat tegang. Keluhan-keluhan demikian dinamakan nephrotic crisis. Pada laparotomi hanya ditemukan cairan asites steril dan serat-serat fibrin. Sindrom nefrotik sangat peka terhadap infeksi sekunder terutama infeksi saluran nafas (pneumonia), dan saluran kemih (pielonefritis)1,3,5

7

Page 8: 3.Sindroma Nefrotik (1)

6. Diagnosis6.1. Anamnesis

Keluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di ke dua kelopak mata, perut, tungkai, atau seluruh tubuh dan dapat disertai jumlah urin yang berkurang. Keluhan lain juga dapat ditemukan seperti urin berwarna kemerahan1-5

6.2. Pemeriksaan FisikPada pemeriksaan fisik sindrom nefrotik dapat ditemukan edema di kedua

kelopak mata, tungkai, atau adanya asites dan edema skrotum/labia. Kadang-kadang ditemukan: hipertensi, sesak nafas, muka edema (puffy face), anemia ringan, pembesaran kelenjar parotis, struma difusa non toksik, efusi pleura2,3

6.3. Pemeriksaan PenunjangPada urinalisis ditemukan proteinuria masif (3+ sampai 4+), dapat disertai

hematuria. Pada pemeriksaan darah didapatkan hipoalbuminemia (<2,5 g/dl), hiperkolesterolemia, dan laju endap darah yang meningkat, rasio albumin/globulin terbalik. Kadar ureum dan kreatinin umumnya normal kecuali ada penurunan fungsi ginjal2,3,5.

Pada anak dengan sindrom nefrotik yang idiopatik tanpa adanya hematuria, hipertensi, ataupun gangguan fungsi ginjal dapat diterapi dengan kortikosteroid tanpa membutuhkan biopsi ginjal. biopsi tidak perlu dilakukan pada pasien yang sering relaps ataupun adanya ketergantungan steroid sebelum memulai terapi dengan levamisole, cyclophospamide tapi biopsi harus dilakukan sebelum memulai terapi dengan calcineurin inhibitor.

Tabel 2 Indikasi biopsi ginjal3

Pada Onset Setelah terapi awal Usia pada onset < 1 tahun Hematuria makroskopik, hematuria

mikroskopik persisten ataupun kadar C3 serum yang rendah

Hipertensi menetap Gagal ginjal yang tidak disebabkan oleh

hipovolemia Dicurigai adanya penyebab sekunder dari

sindrom nefrotik

Proteinuria menetap walaupun telah mendapat terapi kortikosteroid harian selama 4 minggu

Sebelum memulai terapi dengan cyclosporin A atau tacrolimus

7. TatalaksanaProtokol Pengobatan menurut International Study of Kidney Disease in Children

(ISKDC)ISKDC menganjurkan untuk memulai dengan pemberian prednison oral (induksi) sebesar 60 mg/m2/hari dengan dosis maksimal 80 mg/hari selama 4 minggu (full dose), kemudian dilanjutkan dengan dosis rumatan sebesar 40 mg/m2/hari secara selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu (alternate dose)2,3

8

Page 9: 3.Sindroma Nefrotik (1)

Terdiagnosis dengan Sindroma Nefrotik melalui pemeriksaan urin, serum albumin, kolesterol, BUN, serum kreatinin

↓Skrining dan perbaiki infeksinya, hipovolemia (antibiotik dan infus cairan jika

diperlukan)↓

Lihat penyebab sekundernya, jika secara klinis relevan↓

Serangan pertama dari Sindroma Nefrotik dengan terapi prednisolone ( 2 mg/kg/hari maksimal 60 mg/hari selama 6 minggu)

↓Dilakukan follow-up dengan pemeriksaan urin, tekanan darah, pemeriksaan fisik

↓Relaps → prednisone atau prednisolone 2 mg/kg/hari

↓Relaps tidak sering / resisten steroid

↓Rujuk pada nefrologi pediatrik untuk penanganan lebih lanjut

Skema 1. Acuan tata laksana sindroma nefrotik pada anak-anakhttp://www.pediatriconcall.com/fordoctor/diseasesandcondition/pediatric_nephrology/

IMAGE/management%5B1%5D.gif

7.1. Sindrom nefrotik serangan pertama2,3

Mengobati infeksi sebelum memulai steroid Memulai pengobatan dengan prednisone atau prednisolone 2 mg/kg/hari (maksimal

60 mg/hari) untuk 6 minggu Memantau apakah ada proteinuria dalam jangka waktu 4 minggu sejak memulai

steroid untuk mengkonfirmasi adanya sensitifitas terhadap steroid- Jika sensitif terhadap steroid, turunkan dosis prednisone atau prednisolone 1,5

mg/kg (maksimal 40 mg) dengan dosis selang-seling (alternate dose) selama 6 minggu

- Jika resisten terhadap steroid, maka akan dilakukan pengobatan sesuai tata laksana pada penjelasan selanjutnya

Pemberian steroid secara bertahap tidak diperlukan

9

Page 10: 3.Sindroma Nefrotik (1)

Skema 2. Tata laksana serangan pertama pada Sindroma Nefrotikhttp://www.indianpediatrics.net/sept2001/sept-975-986.htm

7.2. Sindrom nefrotik relaps 2,3

Pemberian prednisone atau prednisolone 2 mg/kg/hari sampai proteinuria hilang dalam waktu 3 hari berturut-turut

Lalu dilanjutkan dengan pemberian prednisone atau prednisolone 1,5 mg/kg/hari selang-seling selama 4 minggu

7.3 Sindrom nefrotik relaps tidak sering2,3

Pengobatan diperpanjang dengan prednisone atau prednisolone (3-4 bulan)- 2 mg/kg/hari sampai proteinuria hilang dalam waktu 3 hari berturut-turut- Lalu dilanjutkan dengan prednisone atau prednisolone 1,5 mg/kg/hari

selang-seling selama 4 minggu- Lalu diturunkan secara bertahap 0,5 mg/kg prednisone atau prednisolone

selang-seling setiap bulan selama 2 bulan

10

Page 11: 3.Sindroma Nefrotik (1)

- Setelah diturunkan secara bertahap, lanjutkan dengan dosis 0.5-0.7 mg/kg selang-seling selama 9-18 bulan

Pengobatan lain - Cyclophosphamide oral 2-2.25 mg/kg/hari selama 12 minggu (dosis

akumulatif 168 mg/kg), dimulai selama masa remisi yang diinduksi prednisone

- Mycophenolate mofetil 800-1200 mg/m2/hari atau 24-36 mg/kg/hari (maksimal 2g/hari) terbagi menjadi 2 dosis sehari selama 1-2 tahun

- Inhibitor calcineurin o Cyclosporine A 3-5 mg/kg/hari terbagi menjadi 2 dosis sehari selama

2-5 tahuno Tacrolimus 0,05-0,2 mg/kg/hari selama 1-2 tahun- Levamisole 2-2,25 mg/kg on alternate days selama 1-2 tahun

Imunosupressan bisa mengurangi resiko relaps pada anak-anak dengan relaps sensitif steroid pada sindroma nefrotik jika dibandingkan dengan pemberian kortikosteroid saja.

Pengobatan resistensi steroid pada sindroma nefrotik4

- Membutuhkan perawatan individual berdasarkan histologi dari biopsi ginjal dan terapi suportif yang optimal

- Tidak ada konsensus untuk terapi yang optimal- Agen imunosupresif meliputi4:

o Siklosporin 4-6 mg / kg / hari dalam 2 dosis terbagi selama 2-3 tahun dengan pengurangan dosis secara bertahap dari prednisolone; siklosporin dapat meningkatkan tingkat remisi pada sindrom nefrotik resisten steroid pada anak-anak

o Tacrolimus 0,12-0,15 mg / kg / hari dalam 2 dosis terbagi selama 2-3 tahun dengan pengurangan dosis secara bertahap dari prednisolone; tacrolimus berhubungan dengan rendahnya risiko kekambuhan bila dibandingkan dengan siklosporin pada anak dengan sindroma nefrotik resisten steroid

o Siklofosfamid ditambah prednisolone siklofosfamid 2-3 mg / kg / hari secara oral selama 12 minggu dengan pengurangan dosis secara bertahap dari prednisolone siklofosfamid 500-750 mg/m2 IV sekali dalam 1 bulan selama 6 bulan dengan pengurangan dosis secara bertahap dari prednisolone

11

Page 12: 3.Sindroma Nefrotik (1)

siklofosfamid ditambah prednison dapat mempersingkat waktu respon bila dibandingkan dengan prednison saja pada anak dengan sindrom nefrotik resisten steroid idiopatik

- Pengurangan dosis secara bertahap dari prednisolone menjadi 1,5 mg / kg setiap dua hari selama 4 minggu pertama, 1,25 mg / kg setiap dua hari untuk 4 minggu selanjutnya, 1 mg / kg setiap dua hari untuk 4 bulan, kemudian 0,5-0,75 mg / kg setiap 2 hari untuk 12-18 bulan

- Kortikosteroid IV dapat ditambahkan ke siklofosfamid oral untuk 12 minggu (minggu 3-15) dan pengurangan dosis secara bertahap dari prednisolone selama 12 bulan

Metilprednisolone 20-30 mg / kg IV selang-seling untuk 6 hari, kemudian 8 dosis sekali seminggu, kemudian 4 dosis setiap 2 minggu, kemudian 8 dosis sekali setiap bulan, kemudian 4 dosis setiap 2 bulan

Deksametason 4-5 mg / kg IV selang-seling untuk 6 hari, kemudian 4 dosis setiap 2 minggu, kemudian 8 dosis sekali setiap bulan

12

Page 13: 3.Sindroma Nefrotik (1)

Skema 3. Tata laksana anak-anak dengan sensitif kortikosteroid dan resisten kortikosteroidhttp://bestpractice.bmj.com/best-practice/monograph/940/treatment/step-by-step.html

7.3. Efek samping kortikosteroid jangka panjang2,3,4,7,8

Berikut efek samping kortikosteroid sistemik secara umum (tabel 2)

Tabel 3 Efek Samping Kortikosteroid Sistemik2-8

Tempat Macam efek sampingSaluran cerna Hipersekresi asam lambung, mengubah proteksi gaster,

ulkus peptikum/perforasi, pankreatitis, ileitis regional, kolitis ulseratif

Otot Hipotrofi, fibrosis, miopati panggul/bahuSusunan saraf pusat Perubahan kepribadian (euforia, insomnia, gelisah, mudah

tersinggung, psikosis, paranoid, hiperkinesis,

13

Page 14: 3.Sindroma Nefrotik (1)

kecendrungan bunuh diri), nafsu makan bertambahTulang Osteoporosis,fraktur, kompresi vertebra, skoliosis, fraktur

tulang panjangKulit Hirsutisme, hipotropi, strie atrofise, dermatosis

akneiformis, purpura, telangiektasisMata Glaukoma dan katarak subkapsular posteriorDarah Kenaikan Hb, eritrosit, leukosit dan limfositPembuluh darah Kenaikan tekanan darahKelenjar adrenal bagian kortek Atrofi, tidak bisa melawan stresMetabolisme protein, KH dan lemak

Kehilangan protein (efek katabolik), hiperlipidemia,gula meninggi, obesitas, buffalo hump, perlemakan hati

Elektrolit Retensi Na/air, kehilangan kalium (astenia, paralisis, tetani, aritmia kor)

Sistem immunitas Menurun, rentan terhadap infeksi, reaktivasi Tb dan herpes simplek, keganasan dapat timbul.

7.3.1. Efek Samping Dari Penggunaan Singkat Steroids Sistemik3,4,7,8,9

Jika sistemik steroids telah ditetapkan untuk satu bulan atau kurang, efek samping yang serius jarang. Namun masalah yang mungkin timbul berikut:

Gangguan tidur Meningkatkan nafsu makan Meningkatkan berat badan Efek psikologis, termasuk peningkatan atau penurunan energi

Jarang tetapi lebih mencemaskan dari efek samping penggunaan singkat dari kortikosteroids termasuk: mania, kejiwaan, jantung, ulkus peptik, diabetes dan nekrosis aseptik yang pinggul

7.3.2. Efek Samping Penggunaan Steroid dalam Jangka Waktu yang Lama2,3

Pengurangan produksi cortisol sendiri. Selama dan setelah pengobatan steroid, maka kelenjar adrenal memproduksi sendiri sedikit cortisol, yang dihasilkan dari kelenjar di bawah otak-pituitary-adrenal (HPA) penindasan axis. Untuk sampai dua belas bulan setelah steroids dihentikan, kurangnya respon terhadap steroid terhadap stres seperti infeksi atau trauma dapat mengakibatkan sakit parah

Osteoporosis terutama perokok, perempuan postmenopausal, orang tua, orang-orang yang kurang berat atau yg tak bergerak, dan pasien dengan diabetes atau masalah paru-paru. Osteoporosis dapat menyebabkan patah tulang belakang, iga atau pinggul bersama dengan sedikit trauma. Ini terjadi

14

Page 15: 3.Sindroma Nefrotik (1)

setelah tahun pertama dalam 10-20% dari pasien dirawat dengan lebih dari 7.5mg prednison per hari. Hal ini diperkirakan hingga 50% dari pasien dengan kortikosteroid oral akan mengalami patah tulang

Penurunan pertumbuhan pada anak-anak, yang tidak dapat mengejar ketinggalan jika steroid akan dihentikan (tetapi biasanya tidak)

Otot lemah, terutama di bahu dan otot paha Jarang, nekrosis avaskular pada kaput tulang paha (pemusnahan sendi

pinggul) Meningkatkan diabetes mellitus (gula darah tinggi) Kenaikan lemak darah (trigliserida) Redistribusi lemak tubuh: wajah bulan, punuk kerbau dan truncal obesity Retensi garam: kaki bengkak, menaikkan tekanan darah, meningkatkan

berat badan dan gagal jantung Kegoyahan dan tremor Penyakit mata, khususnya glaukoma (peningkatan tekanan intraokular) dan

katarak subcapsular posterior Efek psikologis termasuk insomnia, perubahan mood, peningkatan energi,

kegembiraan, delirium atau depresi Sakit kepala dan menaikkan tekanan intrakranial Peningkatan resiko infeksi internal, terutama ketika dosis tinggi diresepkan

(misalnya tuberkulosis) Ulkus peptikum, terutama pada pengobatan yang menggunakan anti-

inflamasi Ada juga efek samping dari mengurangi dosis; termasuk kelelahan, sakit

kepala, nyeri otot dan sendi dan depresi

Jadi diperlukan pemantauan regular selama perawatan termasuk: Tekanan darah Berat badan Gula darah

7.4. Diit pada pasien sindrom nefrotikPemberian diit tinggi protein tidak diperlukan bahkan sekarang dianggap kontra

indikasi karena akan menambah beban glomerulus untuk mengeluarkan sisa metabolisme protein (hiperfiltrasi) dan menyebabkan terjadinya sklerosis glomerulus. Jadi cukup diberikan diit protein normal sesuai RDA (recommended daily allowances) yaitu 2g/kgBB/hari. Diit rendah protein akan menyebabkan malnutrisi energi protein

15

Page 16: 3.Sindroma Nefrotik (1)

(MEP) dan hambatan pertumbuhan anak. Diit rendah garam (1-2 g/hari) hanya diperlukan selama anak menderita edema9

Diet seimbang dengan kalori dan protein yang adekuat2,3

1,5-2 gram protein/kgBB setiap hari 2-2,5 gram protein/kgBB pada anak-anak dengan proteinuria persisten Olahraga dan pengurangan berat badan jika terdapat obesitas

Untuk mengatasi edema2,3

Restriksi cairan diperlukan Membatasi asupan sodium 1-2 gram/hari pada anak-anak dengan edema

persisten atau jika terdapat hipertensi Dislipidemia dapat diatasi dengan konseling asupan makanan2

- Membatasi lemak sampai <30% dari total kalori- Membatasi saturasi lemak sampai <10 % dari total kalori- Membatasi kolesterol sampai <300 mg/hari

8. PrognosisPrognosis umumnya baik, kecuali pada keadaan-keadaan sebagai berikut9: Menderita untuk pertamakalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas 6 tahun Disertai oleh hipertensi Disertai hematuria Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal Pada umumnya sebagian besar (+ 80%) sindrom nefrotik primer memberi respons

yang baik terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50% di antaranya akan relapse berulang dan sekitar 10% tidak memberi respons lagi dengan pengobatan steroid

9. Rujukan ke Pediatric Nephrologist3

Terdapat beberapa indikasi anak dirujuk ke Pediatric Nephrologist: Onset dibawah usia 1 tahun, dengan adanya riwayat sindrom nefrotik dalam

keluarga Sindrom nefrotik dengan hipertensi, hematuria makroskopik ataupun hematuria

mikroskopik yang persisten, gangguan fungsi ginjal, ataupun adanya gejala ekstrarenal misalnya arthritis, serositis, ataupun adanya ruam kulit

Terdapat komplikasi misalnya edema yang refrakter, trombosis, infeksi berat, dan toksisitas steroid

Adanya resistensi terhadap terapi steroid

16

Page 17: 3.Sindroma Nefrotik (1)

Sindrom nefrotik yang sering relaps ataupun yang ketergantungan steroid

10. Komplikasi2,3

Insufisiensi renal Infeksi :

Anak dengan sindrom nefrotik rentan mengalami infeksi dan membutuhkan penanganan segera. Infeksi yang sering terjadi adalah peritonitis, varicella, dan pneumonia. Adanya infeksi virus dan bakteri dapat menyebabkan relaps. Kadang diperlukan dosis kortikosteroid tambahan untuk mengatasi stres yang ditimbulkan oleh infeksi tersebut.

Tabel 4. Gejala Klinis dan Tatalaksana Infeksi3

Infeksi Gejala Klinis Organisme yang sering

Antibiotika serta durasinya

Peritonitis Nyeri abdomen, nyeri tekan, distensi, diare, muntah, cairan asites > 100 lekosit/mm3, >50% netrofil

S. PneumoniaS. PyogenesE. Coli

Cefotaxime ataupun ceftriaxone selama 7 – 10 hariAmpisilin dan aminoglikosid selama 7 7 – 10 hari

Penumonia Demam, batuk, takipnea, retraksi interkostal, krepitasi

S. PneumoniaH. InfluenzaS. Aureus

Oral : amoxicillin, co-amoxiclav, eritromisinIV : ampisilin dan aminoglikosida atau cefotaxime/ceftriaxone selama 7 – 10 hari

Selulitis Eritema pada kulit, indurasi dan adanya nyeri tekan

StafilokokusStreptokokus grup AH. Influenza

Kloksasilin dan ceftriaxone selama 7 – 10 hariCo-amoxiclav

Infeksi Jamur Infiltrat paru, demam persisten walaupun telah mendapat antibiotik, pada sputum / urin menunjukkan adanya hifa yang bersepta

Candida, Aspergillus spp.

Kulit, mukosa : flukonazole selama 10 hariSistemik : amfoterisin selama 14 – 21 hari

Hipertensi Hipertensi terdeteksi pada saat onset dari sindrom nefrotik ataupun pada saat

terjadi toksisitas steroid. Terapi dimulai dengan ACE-inhibitor, penghambat kanal kalsium, dan Beta bloker untuk menjaga tekanan darah dibawah persentil 90.

Syok hipovolemikKomplikasi ini dapat muncul akibat penggunaan diuretik yang tidak dipantau

terutama bila terdapat septikemia, diare, ataupun muntah. Diagnosis dapat dicurigai bila terdapat terdapat nyeri abdomen sedang hingga berat, hipotensi, takikardi, ekstremitas dingin, dan Capillary Refill Time yang buruk, kadar hematokrit dan kadar urea dan asam urat dalam darah meningkat. Tatalaksana terdiri dari penggantian cairan

17

Page 18: 3.Sindroma Nefrotik (1)

intravena 15-20 ml/kg selama 20-30 menit. Hal ini dapat diulang bila gejala klinis hipovolemia menetap. Pemberian albumin 5 % (10-15 ml/kg) atau albumin 20% (0.5-1 g/kg) secara intravena dapat dilakukan pada pasien yang tidak respon dengan 2 dosis bolus NaCl 0,9% awal

Efek samping dari steroid (seperti telah dijelaskan pada tabel 3) Penggunaan dosis kortikosteroid tambahan selama stress

Pasien yang menerima steroid dosis tinggi selama lebih dari 2 minggu mempunyai resiko tinggi supresi aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal. Pasien ini membutuhkan suplementasi steroid selama pembedahan, anestesi, ataupun infeksi serius. Kortikosteroid diberikan dapat sebagai hidrokortison pada dosis 2-4 mg/kg/hari. Dosis ini diberikan selama terjadi stress dan diturunkan secara perlahan.

BAB III

KESIMPULAN

Sindroma nefrotik adalah suatu keadaan klinis dengan ciri khusus proteinuria masif disertai dengan adanya hipoalbuminemia, hiperlipidemia, serta edema1,2,3. Terdapat banyak penyebab sindroma nefrotik dan untuk mencari penyebab sindroma nefrotik perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

Pada Sindroma nefrotik, dapat terjadi remisi spontan sehingga pemberian kortikosteroid jangan dimulai secara tergesa-gesa. Dikatakan bahwa pemberian kortikosteroid dapat menunggu hingga 14 hari setelah diagnosis sindroma nefrotik ditegakkan atau terapi dengan prednison dapat dimulai bila terjadi perburukan keadaan pasien.

Protokol tatalaksana menurut International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) menyatakan bahwa pasien sindroma nefrotik memerlukan tatalaksana menyeluruh dimana pertama kali yang dilakukan adalah memperbaiki keadaan umum pasien.

18

Page 19: 3.Sindroma Nefrotik (1)

Pasien diberikan diet tinggi kalori, tinggi protein, rendah garam, rendah lemak dan perlu ditingkatkan kadar albumin serum. Pasien dengan sindroma nefrotik lebih rentan terkena infeksi dibanding pada mereka yang tidak mempunyai sindroma nefrotik sehingga pemberantasan infeksi perlu dilakukan.

Pemeriksaan lebih lanjut perlu dilakukan untuk mencari penyebab sindroma nefrotik dan mencari komplikasi yang terjadi. Terapi suportif lain seperti diuretik, antihipertensi dapat diberikan sesuai dengan keadaan pasien.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kliegman et al. Nelson Textbook of Pediatrics. 18th Ed. 2007. Philadelphia:Elsevier

2. Gipson DS, Massengill SF, Yao L, et al. Management of childhood onset nephrotic

syndrome. Pediatrics. 2009 Aug;124(2):747-57.

3. Indian Pediatric Nephrology Group, Indian Academy of Pediatrics, Bagga A, Ali U,

Banerjee S, et al. Management of steroid sensitive nephrotic syndrome: revised

guidelines. Indian Pediatr. 2008 Mar;45(3):203-14

4. Indian Society of Pediatric Nephrology (ISPN), Gulati A, Bagga A, Gulati S, Mehta KP,

Vijayakumar M. Management of steroid resistant nephrotic syndrome. Indian Pediatr.

2009 Jan;46(1):35-47

5. Lane JC et al. Pediatric Nephrotic Syndrome. 2011. Diunduh dari

http://emedicine.medscape.com/article/982920-overview

19

Page 20: 3.Sindroma Nefrotik (1)

6. Efendi I, Pasaribu L. Edema, patofisiologi dan penanganan. 2006.dalam Aru WS et al.

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-4. Jilid 3. Jakarta, Pusar Penerbit Departemen

Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Hal 1174-81

7. Katzung, B.G. 2002. “Farmakologi Dasar dan Klinik”. Salemba Medika. Jakarta.

8. 5. Suherman, S.K. 1999. “Farmakologi dan Terapi”. FKUI. Jakarta.

9. Husein A, Tambunan T, Trihono P, Pardede. 2005. “Konsensus Tata Laksana Sindrom

Nefrotik pada Anak”. Unit kerja Koordinasi Nefrologi. Jakarta

20