SENIN, 31 OKTOBER 2011 Penderita Sakit Jiwa Meningkat filedalam lingkup yang terbatas. Akibatnya...

1
TINGGINYA angka golongan putih (golput) atau golongan yang tidak memilih di Jakarta membuka peluang bagi calon independen untuk memena- ngi pemilihan kepala daerah (pemilu kada) yang akan di- selenggarakan pada Juli 2012. Sebagai informasi, hasil riset oleh Political Economy Re- search Institute for Democracy Indonesia (Pride Indonesia) menunjukkan apabila pemilu kada digelar sekarang, jumlah golput akan naik dari 35% menjadi 56,6%. Pakar komunikasi politik dari Universitas Indonesia Effendy Ghazali mengatakan tingginya angka golput itu merupakan angin segar bagi calon independen. “Ada dua hal yang membuat kesem- patan calon independen itu besar. Pertama kegagalan dari gubernur sebelumnya. Kedua kekecewaan terhadap partai- partai,” jelasnya. Menurut Effendy, peluang calon independen tersebut akan semakin menguat jika para calon independen berani mendobrak politik koruptif. “Cara-cara politik korup- tif itu seperti politik survei yang memengaruhi penilaian publik, politik tiket untuk mendapatkan dukungan, poli- tik banyak-banyakan baliho, politik uang, sampai politik sandera kasus-kasus tertentu. Ini semua cara-cara lama yang harus didobrak calon indepen- den,” papar Effendy. Warga Jakarta, imbuh Ef- fendy, perlu ditawari hal yang lebih berjangka panjang. “Jan- jikan perbaikan jalan di titik tertentu atau kemudahan per- modalan usaha,” jelasnya. Saat ini kandidat calon Gu- bernur DKI yang telah mem- proklamasikan diri akan me- makai jalur independen ialah pasangan Faisal Basri dan Biem Benyamin. Keduanya telah menyatakan akan maju dalam pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI melalui jalur nonpartai. Saat ini mereka mengumpul- kan dukungan guna memenuhi syarat administratif sebagai calon independen. Terkait dengan bakal calon Gubernur DKI, saat ini dari kalangan partai politik belum ada yang menyatakan secara pasti calon yang diusungnya. Partai Golongan Karya dan Partai Demokrat masih menim- bang-nimbang calon yang akan dimajukan. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) bahkan membuka pintu bagi partai lain untuk berkoalisi mendukung calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI pada Pemilu Kada DKI 2012. (VB/ NY/J-2) ANATA SYAH FITRI D INAS Kesehatan DKI Jakarta men- catat, jumlah pen- derita gangguan jiwa ringan di Jakarta mening- kat hampir dua kali lipat. Jika pada 2010 jumlahnya mencapai 159.029 orang, hingga triwulan kedua 2011 ini sudah mencapai 306.621 penderita. Menurut Guru Besar Depar- temen Psikiatri Fakultas Ke- sehatan Universitas Indonesia Sasanto Wibisono, kemiskinan dan beratnya impitan hidup di Ibu Kota membuat warga Jakarta rentan dengan gang- guan kejiwaan. “Akar persoalan kemiskinan sebenarnya terletak pada tidak adanya perencanaan sebuah kota yang layak bagi pen- duduknya. Jakarta ini sudah terlalu rumit. Urbanisasi tidak bisa dihindari, tetapi banyak yang tak bisa menyesuaikan diri. Individu dan kelompok masyarakat dari berbagai la- tar belakang harus masuk ke dalam lingkup yang terbatas. Akibatnya terjadi social disorder yang berimbas pada gangguan kejiwaan,” kata Sasanto dalam perbincangan dengan Media Indonesia, akhir pekan lalu. Di Jakarta, sambungnya, telah terbentuk urban pov- erty (kemiskinan kota) sejak lama. Penduduk yang dikate- gorikan miskin berkumpul di permukiman kumuh dan bantaran kali. “Mereka memilih tinggal di daerah-daerah itu karena wilayahnya relatif mudah un- tuk ditempati dengan kondisi yang serbakekurangan. Mereka dengan mudah membangun rumah dengan bahan-bahan seadanya seperti seng, papan tripleks, terpal, dan kayu be- kas,” terangnya. Pendapat Sasanto itu diper- kuat sosiolog dari Universitas Islam Negeri Jakarta Mus- ni Umar. Ditambahkannya, kemiskinan di Jakarta muncul sebagai akibat dari tingkat pendapatan yang rendah, kon- disi kesehatan yang buruk, pendidikan rendah, kerawa- nan atau ketidakamanan indi- vidu dan tempat tinggal, serta ketidakberdayaan untuk meng- hadapi tuntutan hidup. “Penduduk miskin itu tidak punya pendidikan dan kete- rampilan yang bisa menjadi modal untuk mendapatkan pemasukan dan meningkatkan taraf hidup. Yang bisa mere- ka lakukan sebatas bertahan hidup saja,” katanya. Pemerintah memperburuk Di mata Koordinator Urban Poor Consortium (Konsorsium Warga Miskin Kota) Wardah Hadz, kondisi kemiskinan di Jakarta saat ini sangat parah. Jumlah warga miskin dari ta- hun ke tahun terus membeng- kak. Pemerintah DKI Jakarta saat ini dinilainya telah abai bahkan antiorang miskin. Kebijakan pemerintah, menu- rutnya, sering kali memperbu- ruk keadaan masyarakat miskin tersebut. Pemerintah masih menggunakan metode peng- gusuran sebagai salah satu cara membangun kota. Penggusuran semacam itu tentu saja paling sering berdampak pada mereka yang dianggap tidak memiliki status permukiman yang legal. “Seharusnya mereka diakui sebagai warga karena mereka membayar pajak yang uangnya masuk ke Jakarta,” imbuhnya. Faktor lain yang turut me- nambah buruk kondisi kemis- kin an, sambungnya, adalah tidak adanya ruang partisipasi bagi golongan miskin dalam penyusunan kebijakan dan pro- gram. Keadaan itu berbarengan dengan makin apatisnya warga miskin memandang kebijakan dan program pemerintah. “Kecenderungan di Jakarta sekarang ini, kebijakan pe- merintahnya meminggirkan kelompok miskin ke pinggiran kota, membiarkan permukim- an kaya berpagar tinggi dan eksklusif. Ini sangat berbahaya untuk kelangsungan hidup Ja- karta,” tandasnya. (*/T-1) [email protected] Bukannya mencari solusi, pemerintah justru memperburuk keadaan dengan mengedepankan kebijakan represif. Penderita Sakit Jiwa Meningkat SENIN, 31 OKTOBER 2011 7 M EGAPOLITAN T ANGAN Eric VR, 30, bergetar saat memperlihatkan foto dua anak perempuannya yang baru lahir, 11 hari lalu. Kondisi Arini dan Ayini cukup menyesakkan. Beberapa alat bantu medis memenuhi tubuh kedua bayi kembar siam itu. Buruh pembuat sepatu di sebuah perusahaan industri rumahan itu lebih banyak diam saat ditemui Media Indonesia, kemarin. Dengan penghasilan Rp20 ribu sehari, ia mengaku bingung mencari dana untuk membiayai pengobatan dua buah hatinya itu. Kebingungan Eric masih ditambah oleh habisnya masa jaminan persalinan yang didapat istrinya, Mira Bertaria, 28. Sejak empat hari lalu, jaminan yang diterima Mira sudah habis sehingga ia harus menanggung sendiri biaya perawatan istrinya di rumah sakit pascamelahirkan. Eric mengakui dokter telah berulang kali secara halus meminta Arini dan Ayini keluar dari ruang perawatan perinatologi, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta Pusat. “Saya coba bilang ke dokter, biar istri saya saja yang keluar, jangan bayi- bayi kami. Nanti bagaimana kami merawatnya,” ucapnya bergetar menahan tangis saat ditemui di RSCM Jakarta, kemarin. Warga Jalan Komarudin, RT 14 RW 05, Penggilingan, Jakarta Timur, tersebut sadar kondisi ekonomi keluarganya tidak banyak membantu memulihkan Arini dan Ayini. Dokter mengatakan kepadanya bahwa Arini dan Ayini baru dapat dioperasi setidaknya saat berusia 8 bulan. Pihak rumah sakit sudah mengingatkan, jika anak-anak Eric tetap dirawat, biaya akan terus membengkak. Namun, ia tidak peduli. “Yang penting anak-anak dapat pelayanan dan dapat bertahan hidup. Mana mungkin kami bawa pulang dengan kondisi anak-anak kami seperti itu,” ucapnya sambil menghela napas. Kembali ia menatap foto dua buah hatinya itu. Posisi tubuh dua bayi dempet di perut hingga dada itu saling berlawanan. Kepala Arini menghadap kaki Ayini, begitu juga sebaliknya. “Istri saya bahkan sampai sekarang belum boleh menggendong dan menyusui mereka, karena kondisi mereka masih lemah,” lanjut Eric. Pendamping medis dari Layanan Kesehatan Cuma- Cuma Dompet Dhuafa, Mail Eka Putra, yang ikut menemani Eric, mengatakan sejauh ini kondisi Arini dan Ayini stabil. Selama perawatan, keduanya diberi susu formula. Namun, menurut dokter, ada kelainan di jantung dan perut kedua bayi tersebut. “Saran dokter supaya dua bayi itu pulang cukup aneh. Seharusnya dua bayi itu diobservasi lebih dalam, bukan disuruh pulang. Apalagi kulit kedua bayi masih teramat tipis, jadi memang tak mungkin dioperasi dalam waktu dekat,” paparnya. Sekretaris Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) M Ihsan, yang ikut melihat kondisi Arini dan Ayini, mengatakan pihaknya akan segera menemui Menteri Kesehatan untuk meminta tambahan jaminan perawatan. Ia juga akan menanyakan sejauh mana kesanggupan RSCM membiayai perawatan keduanya hingga operasi pemisahan nanti. “Yang jelas, Arini dan Ayini tidak boleh ditelantarkan,” tandasnya. Berdasarkan pengalaman, sambungnya, operasi untuk memisahkan dua bayi itu akan menghabiskan sedikitnya Rp80 juta. “Itu masih di luar biaya perawatan pascaoperasi,” ujarnya. (Vini Mariyane Rosya/T-1) Menyelamatkan Buah Hati Berbekal Upah Buruh Sepatu Akar persoalan kemiskinan sebenarnya terletak pada tidak adanya perencanaan sebuah kota yang layak bagi penduduknya.” Sasanto Wibisono Guru Besar Fakultas Kesehatan UI Calon Independen Berpeluang di DKI MINIMNYA LAHAN BERMAIN: Warga bermain bola di pinggir lintasan kereta api di kawasan Tongkang, Senen, Jakarta Pusat, kemarin. Meskipun lapangan bola tersebut berukuran minim dan berisiko tinggi, warga sangat bersemangat dan antusias untuk bermain. MI/GRANDYOS ZAFNA BAYI KEMBAR SIAM: Bayi kembar siam bernama Arini dan Aini yang lahir pada hari Jumat (21/10) saat ini dirawat di RSCM, Jakarta Pusat, kemarin. MI/VINNY

Transcript of SENIN, 31 OKTOBER 2011 Penderita Sakit Jiwa Meningkat filedalam lingkup yang terbatas. Akibatnya...

TINGGINYA angka golongan putih (golput) atau golongan yang tidak memilih di Jakarta membuka peluang bagi calon independen untuk meme na-ngi pemilihan kepala daerah (pemilu kada) yang akan di-selenggarakan pada Juli 2012.

Sebagai informasi, hasil riset oleh Political Economy Re-search Institute for Democracy Indonesia (Pride Indonesia) menunjukkan apabila pemilu kada digelar sekarang, jumlah golput akan naik dari 35% menjadi 56,6%.

Pakar komunikasi politik dari Universitas Indonesia Effendy Ghazali mengatakan tingginya angka golput itu

merupakan angin segar bagi calon independen. “Ada dua hal yang membuat kesem-patan calon independen itu besar. Pertama kegagalan dari gubernur sebelumnya. Kedua kekecewaan terhadap partai-partai,” jelasnya.

Menurut Effendy, peluang calon independen tersebut akan semakin menguat jika para calon independen berani mendobrak politik koruptif.

“Cara-cara politik korup-tif itu seperti politik survei yang memengaruhi penilaian publik, politik tiket untuk mendapatkan dukungan, poli-tik banyak-banyakan baliho, politik uang, sampai politik

sandera kasus-kasus tertentu. Ini semua cara-cara lama yang harus didobrak calon indepen-den,” papar Effendy.

Warga Jakarta, imbuh Ef-fendy, perlu ditawari hal yang lebih berjangka panjang. “Jan-jikan perbaikan jalan di titik tertentu atau kemudahan per-modalan usaha,” jelasnya.

Saat ini kandidat calon Gu-bernur DKI yang telah mem-proklamasikan diri akan me-makai jalur independen ialah pasangan Faisal Basri dan Biem Benyamin.

Keduanya telah menyatakan akan maju dalam pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI melalui jalur nonpartai.

Saat ini mereka mengumpul-kan dukungan guna memenuhi syarat administratif sebagai calon independen.

Terkait dengan bakal calon Gubernur DKI, saat ini dari kalangan partai politik belum ada yang menyatakan secara pasti calon yang diusungnya. Partai Golongan Karya dan Partai Demokrat masih menim-bang-nimbang calon yang akan dimajukan. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) bahkan membuka pintu bagi partai lain untuk berkoalisi mendukung calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI pada Pemilu Kada DKI 2012. (VB/NY/J-2)

ANATA SYAH FITRI

DINAS Kesehatan DKI Jakarta men-catat, jumlah pen-derita gangguan

jiwa ringan di Jakarta mening-kat hampir dua kali lipat. Jika pada 2010 jumlahnya mencapai 159.029 orang, hingga triwulan kedua 2011 ini sudah mencapai 306.621 penderita.

Menurut Guru Besar Depar-temen Psikiatri Fakultas Ke-sehatan Universitas Indonesia Sasanto Wibisono, kemiskinan dan beratnya impitan hidup di Ibu Kota membuat warga Jakarta rentan dengan gang-guan kejiwaan.

“Akar persoalan kemiskinan sebenarnya terletak pada tidak adanya perencanaan sebuah kota yang layak bagi pen-duduknya. Jakarta ini sudah terlalu rumit. Urbanisasi tidak bisa dihindari, tetapi banyak yang tak bisa menyesuaikan diri. Individu dan kelompok masyarakat dari berbagai la-tar belakang harus masuk ke dalam lingkup yang terbatas. Akibatnya terjadi social disorder yang berimbas pada gangguan kejiwaan,” kata Sasanto dalam perbincangan dengan Media Indonesia, akhir pekan lalu.

Di Jakarta, sambungnya, telah terbentuk urban pov-

erty (kemiskin an kota) sejak lama. Penduduk yang dikate-gorikan miskin berkumpul di permukim an kumuh dan bantaran kali.

“Mereka memilih tinggal di daerah-daerah itu karena wilayahnya relatif mudah un-tuk ditempati dengan kondisi yang serbakekurangan. Mereka dengan mudah membangun rumah dengan bahan-bahan seadanya seperti seng, papan tripleks, terpal, dan kayu be-kas,” terangnya.

Pendapat Sasanto itu diper-kuat sosiolog dari Universitas Islam Negeri Jakarta Mus-ni Umar. Ditambahkannya,

kemiskinan di Jakarta muncul sebagai akibat dari tingkat pendapatan yang rendah, kon-disi kesehatan yang buruk, pendidikan rendah, kerawa-nan atau ketidakamanan indi-vidu dan tempat tinggal, serta ketidakberdayaan untuk meng-hadapi tuntutan hidup.

“Penduduk miskin itu tidak punya pendidikan dan kete-rampilan yang bisa menjadi modal untuk mendapatkan pemasukan dan meningkatkan taraf hidup. Yang bisa mere-ka lakukan sebatas bertahan

hidup saja,” katanya.

Pemerintah memperburukDi mata Koordinator Urban

Poor Consortium (Konsorsium Warga Miskin Kota) Wardah Hafi dz, kondisi kemiskinan di Jakarta saat ini sangat parah. Jumlah warga miskin dari ta-hun ke tahun terus membeng-kak. Pemerintah DKI Jakarta saat ini dinilainya telah abai bahkan antiorang miskin.

Kebijakan pemerintah, menu-rutnya, sering kali memperbu-ruk keadaan masyarakat miskin tersebut. Pemerintah masih menggunakan metode peng-gusuran sebagai salah satu cara membangun kota. Penggusuran semacam itu tentu saja paling sering berdampak pada mereka yang dianggap tidak memiliki status permukiman yang legal.

“Seharusnya mereka diakui sebagai warga karena mereka membayar pajak yang uangnya masuk ke Jakarta,” imbuhnya.

Faktor lain yang turut me-nambah buruk kondisi kemis-kin an, sambungnya, adalah tidak adanya ruang partisipasi bagi golongan miskin dalam penyusunan kebijakan dan pro-gram. Keadaan itu berbarengan dengan makin apatisnya warga miskin memandang kebijakan dan program peme rintah.

“Kecenderungan di Jakarta sekarang ini, kebijakan pe-merintahnya meminggirkan kelompok miskin ke pinggiran kota, membiarkan permukim-an kaya berpagar tinggi dan eksklusif. Ini sangat berbahaya untuk kelangsungan hidup Ja-karta,” tandasnya. (*/T-1)

[email protected]

Bukannya mencari solusi, pemerintah justru memperburuk keadaan dengan mengedepankan kebijakan represif.

Penderita Sakit Jiwa Meningkat

SENIN, 31 OKTOBER 2011 7MEGAPOLITAN

TANGAN Eric VR, 30, bergetar saat memperlihatkan foto

dua anak perempuannya yang baru lahir, 11 hari lalu. Kondisi Arini dan Ayini cukup menyesakkan. Beberapa alat bantu medis memenuhi tubuh kedua bayi kembar siam itu.

Buruh pembuat sepatu di sebuah perusahaan industri rumahan itu lebih banyak diam saat ditemui Media Indonesia, kemarin. Dengan penghasilan Rp20 ribu sehari, ia mengaku bingung mencari dana untuk membiayai pengobatan dua buah hatinya itu.

Kebingungan Eric masih ditambah oleh habisnya masa jaminan persalinan yang didapat istrinya, Mira Bertaria, 28. Sejak empat hari lalu, jaminan yang diterima Mira sudah habis sehingga ia harus menanggung sendiri biaya perawatan istrinya di rumah sakit pascamelahirkan.

Eric mengakui dokter telah berulang kali secara halus meminta Arini dan Ayini keluar dari ruang perawatan perinatologi, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta Pusat.

“Saya coba bilang ke dokter, biar istri saya saja yang keluar, jangan bayi-bayi kami. Nanti bagaimana kami merawatnya,” ucapnya bergetar menahan tangis saat ditemui di RSCM Jakarta, kemarin.

Warga Jalan Komarudin, RT 14 RW 05, Penggilingan, Jakarta Timur, tersebut sadar kondisi ekonomi keluarganya tidak banyak membantu memulihkan Arini dan Ayini. Dokter mengatakan kepadanya bahwa Arini dan Ayini baru dapat dioperasi setidaknya saat berusia 8 bulan.

Pihak rumah sakit sudah mengingatkan, jika anak-anak Eric tetap dirawat, biaya akan terus membengkak. Namun, ia tidak peduli.

“Yang penting anak-anak dapat pelayanan dan dapat bertahan hidup. Mana mungkin kami bawa pulang dengan kondisi anak-anak kami seperti itu,” ucapnya sambil menghela napas.

Kembali ia menatap foto dua buah hatinya itu. Posisi tubuh dua bayi dempet di perut hingga dada itu saling berlawanan. Kepala Arini menghadap kaki Ayini, begitu juga sebaliknya.

“Istri saya bahkan sampai sekarang belum boleh menggendong dan menyusui mereka, karena kondisi mereka masih lemah,” lanjut Eric.

Pendamping medis dari Layanan Kesehatan Cuma-Cuma Dompet Dhuafa, Maifi l Eka Putra, yang ikut menemani Eric, mengatakan sejauh ini kondisi Arini dan Ayini stabil. Selama perawatan, keduanya diberi susu formula.

Namun, menurut dokter, ada kelainan di jantung dan perut kedua bayi tersebut. “Saran dokter supaya dua

bayi itu pulang cukup aneh. Seharusnya dua bayi itu diobservasi lebih dalam, bukan disuruh pulang. Apalagi kulit kedua bayi masih teramat tipis, jadi memang tak mungkin dioperasi dalam waktu dekat,” paparnya.

Sekretaris Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) M Ihsan, yang ikut melihat kondisi Arini dan Ayini, mengatakan pihaknya akan segera menemui Menteri Kesehatan untuk meminta tambahan jaminan perawatan. Ia juga akan menanyakan sejauh mana kesanggupan RSCM membiayai perawatan keduanya hingga operasi pemisahan nanti.

“Yang jelas, Arini dan Ayini tidak boleh ditelantarkan,” tandasnya.

Berdasarkan pengalaman, sambungnya, operasi untuk memisahkan dua bayi itu akan menghabiskan sedikitnya Rp80 juta. “Itu masih di luar biaya perawatan pascaoperasi,” ujarnya. (Vini Mariyane Rosya/T-1)

Menyelamatkan Buah HatiBerbekal Upah Buruh Sepatu

Akar persoalan kemiskinan

sebenarnya terletak pada tidak adanya perencanaan sebuah kota yang layak bagi penduduknya.”

Sasanto WibisonoGuru Besar Fakultas Kesehatan UI

Calon Independen Berpeluang di DKI

MINIMNYA LAHAN BERMAIN: Warga bermain bola di pinggir lintasan kereta api di kawasan Tongkang, Senen, Jakarta Pusat, kemarin. Meskipun lapangan bola tersebut berukuran minim dan berisiko tinggi, warga sangat bersemangat dan antusias untuk bermain.

MI/GRANDYOS ZAFNA

BAYI KEMBAR SIAM: Bayi kembar siam bernama Arini dan Aini yang lahir pada hari Jumat (21/10) saat ini dirawat di RSCM, Jakarta Pusat, kemarin.

MI/VINNY