Bipolar disorder
-
Upload
eddy-hutagaol -
Category
Entertainment & Humor
-
view
3.064 -
download
1
description
Transcript of Bipolar disorder
BAB IPENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Gangguan-gangguan suasana hati di bagi dalam dua kelompok besar, yakni
gangguan gangguan depresif atau gangguan-gangguan unipolar (unipolar disorders)
dimana depresi menjadi simtom utama. Gangguan-gangguan unipolar ini dibagi lagi
menjadi episode depresif tunggal (single depressive episodes) dan episode-episode
depresif yang berulang-ulang (recurrent depressive episodes). Kelompok yang kedua
adalah gangguan-gangguan bipolar (bipolar disorders). Dalam gangguan-gangguan
bipolar, depresi juga merupakan simtom yang dominan tetapi kemudian simtom itu
berubah menjadi mania. Istilah bipolar digunakan karena individu memperlihatkan
dua kutub suasana hati yang ekstrem. Individu yang didiagnosis sebagai bipolar
disebut mengalami gangguan manikdepresif. Gangguan bipolar dibagi menjadi tiga
tipe, yakni tipe manik, tipe depresif, dan tipe campuran. Individu yang didiagnosis
sebagai manik apabila suasana hatinya dominan adalah mania, dan dikatakan depresif
kalau suasana hatinya yang dominan adalah depresi, dan dikatakan campuran bila
gambaran simtomnya adalah manik dan depresif tercampur atau berubah-ubah dalam
setiap jangka waktu beberapa hari.
Pada tingkat kedua gangguan-gangguan suasana hati, kita menemukan pola
simtom yang akan berlangsung sekurang-kurangnya selama dua tahun, dan sama
seperti simtom-simtom yang terdapat pada gangguan-gangguan depresi dan
gangguan-gangguan bipolar, tetapi kurang berat. Bentuk gangguan depresi yang
kurang berat itu dikenal dengan gangguan distimik (dysthimic disorder), dan bentuk
gangguan bipolar yang kurang berat dinamakan gangguan siklotimik (cyclothimic
disorder).
Meskipun ada sedikit tumpang tindih dalam simtom-simtom depresi dan
bipolar, tetapi bukti yang ada menunjukkan bahwa kedua gangguan ini berbeda; dan
karena berbeda, maka akan dibicarakan secara terpisah. Gangguan-gangguan depresi
1
termasuk dalam kelompok psikoneurosis, sedangkan gangguan-gangguan bipolar
termasuk dalam kelompok psikosis.
Gangguan unipolar (gangguan depresi) harus dibedakan dari depresi-depresi
psikotik. Perbedaannya ialah gangguan unipolar ini muncul karena situasi stress yang
terjadi secara tiba-tiba (misalnya: peristiwa kematian) meskipun lama-kelamaan
mungkin menjadi sedikit lebih mendalam. Reaksi depresif mungkin berat, tetapi tidak
disertai dengan delusi (seperti yang terjadi pada psikosis).
Gangguan unipolar merupakan gangguan yang disebabkan oleh mekanisme
pertahanan diri (defense mechanism) dan pelarian diri yang keliru dan kemudian
muncul banyak konflik intrapsikis yang keliru. Gangguan ini bisa muncul oleh
penyebab-penyebab yang sepele atau remeh atau peristiwa yang biasa. Gangguan
unipolar ini dapat dianggap sebagai sesuatu yang berada di antara patah semangat dan
kesedihan yang termasuk kategori normal dan depresi psikotik. 1
1.2. Tujuan Penulisan Makalah
1. Untuk lebih memahami gangguan-gangguan mood (mood disorder)
khususnya pada gangguan bipolar.
2. Memahami gejala-gejala yang timbul dari gangguan bipolar tersebut dan
dapat mengambil tindakan yang tepat dalam proses perawatan pasien tersebut.
3. Lebih memahami lagi tentang gangguan-gangguan jiwa atau psikotik atau
khususnya gangguan bipolar lebih dalam dan dapat mengantisipasi pada diri
apabila telah ada gejal yang timbul.
2
BAB IIPEMBAHASAN
2.1. Pengertian
Gangguan bipolar adalah suatu gangguan yang ditandai dengan perubahan
mood antara rasa girang yang ekstrem dan depresi yang parah. Orang dengan
gangguan bipolar (bipolar disorder) mengendarai suatu roller coaster emosional,
berayun dari satu ketinggian rasa girang kedalam depresi tanpa adanya penyebab
eksternal. Episode pertama berupa manik atau depresi.3
2.2. Epidemiologi
Gangguan bipolar I adalah gangguan yang lebih jarang daripada gangguan
depresif berat, dengan prevelensi seumur hidup adalah 2 %, sama dengan angka
skizofrenia. Karena semakin dimengerti bahwa perjalanan penyakit gangguan bipolar
I tidak sebaik perjalanan penyakit gangguan depresif berat, biaya gangguan bipolar I
untuk pasien, keluarganya dan masyarakat cukup besar.
Jenis kelamin
Alasan adanya perbedaan telah didalilkan sebagai melibatkan perbedaan
hormonal, efek kelahiran, perbedaan stressor psikososial bagi wanita dan laki
–laki, dan model prilaku tentang keputusan yang dipelajari. Namun gangguan
bipolar I mempunyai prevalensi yang sama bagi laki – laki dan perempuan.
Usia
Pada umumnya, onset gangguan bipolar I awal daripada onset gangguan
depresif berat. Usia untuk gangguan bipolar I terentang dari masa anak – anak
( seawalnya usia 5 atau 6 tahun ) sampai 50 tahun atau bahkan lebih lanjut
pada kasus yang jarang, dengan rata – rata usia adalah 30 tahun.
Ras
Prevalensi gangguan mood tidak berbeda dari satu ras keras lain. Tetapi,
klinisi cenderung kurang mendiagnosis gangguan mood dan terlalu
3
mendiagnosis skizofrenia pada pasien yang mempunyai latar belakang rasial
yang berbeda dengan dirinya.
Status perkawinan
Gangguan bipolar I adalah lebih sering pada orang yang bercerai dan hidup
sendirian daripada orang yang menikah, tetapi perbedaan tersebut mungkin
mencerminkan onset awal dan percekcokan perkawinan yang diakibatkannya
yang karakteristik untuk gangguan tersebut.
Pertimbangan sosiekonomi dan kultur
Gangguan bipolar I adalah lebih sering pada orang yang tidak lulus dari
perguruan tinggi daripada lulus perguruan tinggi, kemungkinnan
mencerminkan usia onset yang relative awal untuk gangguan tersebut.
Penanadaan bipolar I adalah serupa dengan apa yang dikenal sebagai gangguan
bipolar – yaitu suatu didroma dengan kumpulan gejala mania yang lengkap
selama perjalanan gangguan.
Episode manik tunggal
Rekuran. 2
Gangguan bipolar relatif tidak umum terjadi, dengan angka prevalensi semasa
hidup yang dilaporkan oleh survei komunitas berkisar antara 0,4 % hingga 1,6 %
untuk gangguan bipolar I dan sekitar 0,5 % untuk gangguan bipolar II (APA, 2000;
USDHHS, 1999a). Gangguan bipolar biasanya berkembang di sekitar usia 20 tahun
baik pada pria maupun wanita. Dan hanya sekitar 1 dari 3 orang dengan gangguan
bipolar yang mendapatkan penanganan (Goleman, 1994c). Sayangnya, sekitar 1 dari
5 orang yang tidak mendapat penanganan kemudian melakukan bunuh diri (Hilts,
1994).
Tidak seperti depresi mayor, prevalensi gangguan bipolar I tampak hampir
sama pada pria dan wanita. Namun, pada pria, onset dari gangguan bipolar I biasanya
dimulai dengan suatu episode manik, sementara pada wanita, biasanya dimulai
dengan suatu episode depresi mayor. Alasan yang mendasari perbedaan gender ini
4
tetap tidak diketahui. Sedangkan gangguan bipolar II terlihat lebih umum terjadi pada
wanita (APA, 2000).
Terkadang terdapat kasus yang melibatkan periode “perputaran yang cepat”
dimana individu mengalami dua atau lebih putaran penuh maniak dan depresi dalam
waktu satu tahun tanpa adanya periode normal yang menyelingi. Perputaran yang
cepat relatif tidak umum, namun lebih sering terjadi diantara wanita dibanding pria
(Leibenluft, 1996). Hal ini biasanya terbatas dalam jangka waktu satu tahun atau
kurang, namun diasosiasikan dengan fungsi sosial dan pekerjaan yang lebih buruk
(Coryell, Endicott, & Keller, 1992b) serta risiko yang lebih tinggi untuk kambuh
(Keller, dkk., 1993). 3
2.3. Etiologi
Faktor Biologis
Beberapa bahan kimia di dalam otak dan tubuh memiliki peranan yang
penting dalam mengendalikan emosi kita. Dalam otak terdapat substansi biokimiawi
yaitu neurotransmitter yang berfungsi sebagai pembawa pesan komunikasi antar
neuron di otak. Jika neurotransmiter ini berada pada tingkat yang normal, otak akan
bekerja secara harmonis. Berdasarkan riset, kekurangan neurotransmiter serotonin,
norepinefrin dan dopamin dapat menyebabkan depresi. Di satu sisi, jika
neurotransmiter ini berlebih dapat menjadi penyebab gangguan manik. Selain itu
antidepresan trisiklik dapat memicu mania.6
Serotonin adalah neurotransmiter aminergic yang paling sering dihubungkan
dengan depresi. Penurunan serotonin dapat menyebabkan depresi. Pada beberapa
pasien yang bunuh diri memiliki konsentrasi metabolit serotonin yang rendah di
cairan serebrospinalnya. Pada penggunaan antidepresan jangka panjang terjadi
penurunan jumlah tempat ambilan kembali serotonin.2
Dopamin juga diperkirakan memiliki peranan dalam menyebabkan depresi.
Data menunjukkan aktivitas dopamin yang menurun pada depresi dan meningkat
pada mania. Obat yang menurunkan kadar dopamin seperti reserpine dan pada
penyakit yang mengalami penurunan dopamin seperti parkinson disertai juga dengan
5
gejala depresi. Obat-obat yang meningkatkan kadar dopamin seperti tyrosine,
amphetamine dan bupropion menurunkan gejala depresi. Disfungsi jalur dopamin
mesolimbik dan hipoaktivitas reseptor dopamin tipe 1 (D1) terjadi pada depresi.2
Obat-obatan yang mempengaruhi sistem neurotransmiter seperti kokain akan
memperparah mania. Agen lain yang dapat memperburuk mania termasuk L-dopa,
yang berpengaruh pada reuptake dopamin dan serotonin. Calsium channel blocker
yang digunakan untuk mengobati mania dapat mengganggu regulasi kalsium di
neuron. Gangguan regulasi kalsium ini dapat menyebabkan transmisi glutaminergik
yang berlebihan dan iskemia pembuluh darah.
Neurotransmiter lain seperti GABA dan peptida neuroaktif seperti vasopresin
dan opiat endogen juga berperan dalam patofisiologi gangguan mood. Beberapa
penelitian menyatakan bahwa sistem pembawa kedua (second messenger) seperti
adenylate cyclase, phosphatidylinositol dan regulasi kalsium mungkin memiliki
relevansi dengan penyebab gangguan mood.
Regulasi abnormal pada sumbu neuroendokrin mungkin dikarenakan fungsi
abnormal neuron yang mengandung amine biogenik. Secara teoritis, disregulasi pada
sumbu neuroendokrin seperti sumbu tiroid dan adrenal terlibat dalam gangguan
mood. Pasien dengan gangguan mood mengalami penurunan sekresi melatonin
nokturnal, penurunan pelepasan prolaktin, penurunan kadar FSH dan LH serta
penurunan kadar testosteron pada laki-laki.2
Faktor Genetik
Seseorang yang memiliki keluarga dengan gangguan mood memiliki resiko
lebih besar menderita gangguan mood daripada masyarakat pada umumnya. Tidak
semua orang yang dalam keluarganya terdapat anggota keluarga yang menderita
depresi secara otomatis akan terkena depresi, namun diperlukan suatu kejadian atau
peristiwa yang dapat memicu terjadinya depresi. Pengaruh gen lebih besar pada
depresi berat dibandingkan depresi ringan dan lebih berpengaruh pada individu muda
dibanding individu yang lebih tua. Penelitian oleh Kendler (1992) dari Departemen
Psikiatri Virginia Commonwealth University menunjukkan bahwa resiko depresi
6
sebesar 70% karena faktor genetik, 20% karena faktor lingkungan dan 10% karena
akibat langsung dari depresi berat.6
Pada penelitian keluarga ditemukan bahwa keluarga derajat pertama dari
penderita gangguan bipolar I kemungkinan 8 sampai 18 kali lebih besar untuk
menderita gangguan bipolar I dan 2 sampai 10 kali lebih besar untuk menderita
gangguan depresi berat dibanding kelompok kontrol. Keluarga derajat pertama pasien
dengan gangguan depresif berat kemungkinan 1,5 sampai 2,5 kali lebih besar untuk
menderita gangguan bipolar I dan 2 sampai 3 kali lebih besar untuk menderita
gangguan depresif berat dibanding kelompok kontrol.
Kemungkinan untuk menderita gangguan mood menurun jika derajat
hubungan keluarga melebar. Contohnya, keluarga derajat kedua seperti sepupu lebih
kecil kemungkinannya daripada keluarga derajat pertama seperti kakak misalnya
untuk menderita gangguan mood. Sekitar 50% pasien dengan gangguan bipolar I
memiliki orang tua dengan gangguan mood terutama depresi. Jika orang tua
menderita gangguan bipolar I maka kemungkinan anaknya menderita gangguan mood
sebesar 25%. Jika kedua orang tua menderita gangguan bipolar I maka kemungkinan
anaknya menderita gangguan mood adalah 50-75%.
Pada penelitian adopsi, anak biologis dari orang tua dengan gangguan mood
tetap beresiko terkena gangguan mood walaupun mereka telah dibesarkan oleh
keluarga angkat yang tidak menderita gangguan mood. Orang tua biologis dari anak
adopsi dengan gangguan mood mempunyai prevalensi gangguan mood yang sama
dengan orang tua dari anak dengan gangguan mood yang tidak diadopsi. Prevalensi
gangguan mood pada orang tua angkat sama dengan prevalensi pada populasi
umumnya.
Pada penelitian saudara kembar, angka kejadian gangguan bipolar I pada
kedua saudara kembar monozigot adalah 33-90% dan untuk gangguan depresif berat,
angka kejadian pada kedua saudara kembar monozigot adalah 50%. Pada kembar
dizigot angkanya berkisar 5-25% untuk menderita gangguan bipolar I dan 10-25%
untuk penderita gangguan depresif berat.2
7
Faktor Psikososial
Telah lama diamati bahwa peristiwa kehidupan yang menyebabkan stress
sering mendahului episode pertama pada gangguan mood. Beberapa klinisi
mempercayai bahwa peristiwa kehidupan memainkan peranan penting dalam
depresi.2
Beberapa artikel menjelaskan hubungan antara fungsi keluarga dengan onset
serta perjalanan gangguan mood khususnya gangguan depresif berat. Ada bukti
bahwa individu yang kehilangan ibu saat masih muda memiliki resiko lebih besar
terkena depresi. Pada pola pengasuhan, orang tua yang menuntut dan kritis,
menghargai kesuksesan dan menolak semua kegagalan membuat anak mudah
terserang depresi di masa depan. Anak yang menderita penyiksaan fisik atau seksual
membuat seseorang mudah terkena depresi sewaktu dewasa.6
Aspek-aspek kepribadian juga mempengaruhi kerentanan terhadap depresi
dan tinggi rendahnya depresi yang dialami seseorang. Tipe kepribadian tertentu
seperti dependen, obsesif kompulsif, histerikal, antisosial dan paranoid beresiko
mengalami depresi.2
Menurut Gordon Parker, seseorang yang mengalami kecemasan tingkat tinggi,
mudah terpengaruh, pemalu, suka mengkritik diri sendiri, memiliki harga diri yang
rendah, hipersensitif, perfeksionis dan memusatkan perhatian pada diri sendiri (self
focused) memiliki resiko terkena depresi.6
Sigmund Freud menyatakan suatu hubungan antara kehilangan objek dengan
melankolia. Ia menyatakan bahwa kekerasan yang dilakukan pasien depresi diarahkan
secara internal karena identifikasi terhadap objek yang hilang. Menurut Melanie
Klein, siklus manik depresif merupakan pencerminan kegagalan pada masa kanak-
kanak untuk mendapat introjeksi mencintai. Pasien depresi menderita karena mereka
memiliki objek cinta yang dihancurkan oleh mereka sendiri. Klein memandang mania
sebagai tindakan defensif yang disusun untuk mengidealisasi orang lain, menyangkal
adanya agresi atau destruktivitas terhadap orang lain danmengembalikan objek cinta
yang hilang.2
8
E Bibring memandang depresi sebagai suatu afek yang berasal dari
ketegangan dalam ego antara aspirasi seseorang dengan kenyataan yang ada. Pasien
yang terdepresi menyadari bahwa mereka tidak hidup dengan ideal sehingga mereka
merasa putus asa dan tidak berdaya. Menurut Heinz Kohut, orang yang terdepresi
merasakan suatu ketidaklengkapan dan putus asa kerena tidak menerima respon yang
diinginkan.2
Menurut teori kognitif, interpretasi yang keliru dalam menilai pengalaman
hidup, penilaian diri yang negatif, pesimis dan keputusasaan yang terus-menerus
berhubungan dengan depresi. Pandangan negatif yang terus dipelajari selanjutnya
akan menimbulkan perasaan depresi.2
2.4. Gejala Klinis
Gangguan bipolar dibedakan menjadi 2 yaitu gangguan bipolar I dan II.
Gangguan bipolar I atau tipe klasik ditandai dengan adanya 2 episode yaitu manik
dan depresi, sedangkan gangguan bipolar II ditandai dengan hipomanik dan depresi. 6
Episode manik yaitu pada kelompok ini terdapat afek yang meningkat,
disertai peningkatan dalam jumlah dan kecepatan aktivitas fisik mental, dalam
berbagai derajat keparahan. Sedangkan episode depresi ditandai dengan gejala utama
yaitu: afek depresi, kehilangan minat dan kegembiraan, serta kekurangannya energi
yang emnuju meningkatnya keadaan mudah lelah dan menurunnya aktivitas dan
gejal-gejala lainnya. Hipomania yaitu derajat ganggua yang lebih ringan dari mania,
afek meninggi atau berubah disertai peningkatan aktivitas menetap selama sekurang-
kurangnya beberapa hari berturut-turut, pada suatu derajat intensitas dan bertahan
melebihi siklotimia serta tidak ada halusinasi atau waham. 8
9
2.5. Diagnosis
Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual (DSM) IV, gangguan bipolar
dibedakan menjadi 2 yaitu gangguan bipolar I dan II. Gangguan bipolar I atau tipe
klasik ditandai dengan adanya 2 episode yaitu manik dan depresi, sedangkan
gangguan bipolar II ditandai dengan hipomanik dan depresi. PPDGJ III membaginya
dalam klasifikasi yang berbeda yaitu menurut episode kini yang dialami penderita.6
Tabel 2. Pembagian Gangguan Afektif Bipolar Berdasarkan PPDGJ III (F31)
F31.0 Gangguan afektif bipolar, episode kini hipomanik
F31.1 Gangguan afektif bipolar, episode kini manik tanpa gejala psikotik
F31.2 Gangguan afektif bipolar, episode kini manik dengan gejala psikotik
F31.3 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif ringan atau sedang
F31.4 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat tanpa gejala psikotik
F31.5 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat dengan gejala psikotik
F31.6 Gangguan afektif bipolar, episode kini campuran
F31.7 Gangguan afektif bipolar, kini dalam remisi
F31.8 Gangguan afektif bipolar lainnya
F31.9 Gangguan afektif bipolar yang tidak tergolongkan
F31 GANGGUAN AFEKTIF BIPOLAR
Gangguan ini tersifat oleh episode berulang (sekurangkurangnya dua episode)
dimana afek pasien dan tingkat aktivitasnya jelas terganggu, pada waktu
tertentu terdiri dari peningkatan afek disertai penmbahan energi dan aktivitas
(mania atau hipomania), dan pada waktu lain berupa penurunan afek disertai
pengurangan energi dan aktivitas (depresi). Yang khas adalah bahwa biasanya
ada penyembuhan sempurna antar episode. Episode manik biasanya mulai
dengan tiba-tiba dan beralngsung antara 2 minggu sampai 4-5 bulan, episode
depresi cenderung berlangsung lebih lama (rata-rata sekitar 6 bulan) meskipun
10
jarang melebihi 1 tahun kecuali pada orang usia lanjut. Kedua macam episode
itu seringkali terajadi setelah peristiwa hidup yang penuh stres atau trauma
mental lain (adanya stres tidak esensial untuk penegakan diagnosis).
Termasuk: gangguan atau psikosis manik-depresif. Tidak termasuk: gangguan
bipolar, episode manik tunggal (F30).
F31.0 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Hipomanik
Untuk menegakkan diagnosis pasti:
a) Episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk hipomania (F30.0); dan
b) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik,
depresif atau campuran) di masa lampau.
F31.1 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik Tanpa Gejala Psikotik
Untuk menegakkan diagnosis pasti:
a) Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania tanpa gejala
psikotik (F30.1); dan
b) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik,
depresif atau campuran) di masa lampau.
F31.2 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik Dengan Gejala Psikotik
Untuk menegakkan diagnosis pasti:
a) Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania dengan gejala
psikotik (F30.2); dan
b) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik,
depresif atau campuran) di masa lampau.
F31.3 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Ringan atau Sedang
Untuk menegakkan diagnosis pasti:
11
a) Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif
ringan (F32.0) ataupun sedang (F32.1); dan
b) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau
campuran di masa lampau.
F31.4 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat Tanpa Gejala Psikotik
Untuk menegakkan diagnosis pasti:
a) Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif
berat tanpa gejala psikotik (F32.2); dan
b) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau
campuran di masa lampau.
F31.5 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat Dengan Gejala
Psikotik
Untuk menegakkan
diagnosis pasti:
a) Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif
berat dengan gejala psikotik (F32.3); dan
b) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau
campuran di masa lampau.
F31.6 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Campuran
Untuk menegakkan diagnosis pasti:
a) Episode yang sekarang menunjukkan gejala-gejala manik, hipomani, dan
depresif yang tercampur atau bergantian dengan cepat (gejala mania/
hipomania dan depresi sama-sama mencolok selama masa terbesar dari
episode penyakit yang sekarang, dan telah berlangsung sekurang-kurangnya 2
minggu); dan
b) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik, atau
campuran di masa lampau.
12
F31.7 Gangguan Afektif Bipolar Episode Kini Dalam Remisi
Sekarang tidak menderita gangguan afektif yang nyata selama beberapa bulan
terakhir ini, tetapi pernah mengalami sekurang-kurangnya satu episode afektif
hipomanik, manik,atau campuran dimasa lampau dan ditambah sekurangnya
satu episode afektif lain (hipomanik, manik, depresif atau campuran).
F31.8 Gangguan Afektif Bipolar Lainnya
F31.9 Gangguan Afektif Bipolar Yang Tidak Tergolongkan. 4
2.6. Prognosis
Pasien dengan gangguan bipolar I mempunyai prognosis lebih buruk. Di
dalam 2 tahun pertama setelah peristiwa awal, 40-50% tentang pasien mengalami
serangan manik lain.7
a) Hanya 50-60% pasien dengan gangguan bipolar I yang dapat diatasi gejalanya
dengan lithium. 7% pasien ini, gejala tidak terulang. 45% Persen pasien
mengalami lebih dari sekali kekambuhan dan lebih dari 40% mempunyai
suatu gejala yang menetap.7
b) Faktor yang memperburuk prognosis :7
Riwayat pekerjaan yang buruk/kemiskinan
Disertai dengan penyalahgunaan alkohol
Disertai dengan gejala psikotik
Gejala depresi lebih menonjol
Jenis kelamin laki-laki
c) Prognosis lebih baik bila :7
Masih dalam episode manik
Usia lanjut
Sedikit pemikiran bunuh diri
Tanpa atau minimal gejala psikotik
Sedikit masalah kesehatan medis
2.7. Penanganan Obat Untuk Gangguan Bipolar
13
Obat Litium karbonat, bentuk bubuk dari litium berelemen metalik, adalah
pengobatan yang paling luas dipakai untuk direkomendasikan untuk ganggua bipolar.
Litium efektif dalam menstabilkan mood orang yang menderita gangguan bipolar
dan dalam mengurangi episode-episode kambuh dari manik dan depresi (Baldessarini
& Tondo, 2000; Grof & Alda, 2000).
Namun penanganan dengan litium bukanlah sesuatu yang mujarab. Paling
tidak 30 % hingga 40 % pasien yang mengalami maniak gagal untuk berespon pada
obat ini atau juga tidak dapat menoleransinya (Dubovsky, 2000;Duffy dkk., 1998).
Diantara yang berespons, sekitar 6 dari 10 mengalami kambuh kembali (Goleman,
1994c). 3
.Terapi Elektrokunvulsif (Electroconvulsive therapy/ECT) yaitu suatu
metode untuk menangani depresi berat dengan cara mengalirkan arus listrik ke otak.
Terapi ini lebih umum disebut terapi kejutan (shock therapy), terus menimbilkan
kontroversi. Ide mengalirkan arus listrik ke otak seseorang mungkin tampak biadap.
Namun ECT adalah suatu penanganan yang secara umum aman dan efektif bagi
penderita depresi berat. 3
BAB IIIKESIMPULAN
14
Gangguan bipolar I adalah gangguan yang lebih jarang daripada gangguan
depresif berat, dengan prevelensi seumur hidup adalah 2 %, sama dengan angka
skizofrenia. Karena semakin dimengerti bahwa perjalanan penyakit gangguan bipolar
I tidak sebaik perjalanan penyakit gangguan depresif berat, biaya gangguan bipolar I
untuk pasien, keluarganya dan masyarakat cukup besar
Etiologi atau Penyebabnya:
Faktor Biologis
Faktor Genetik
Faktor Psikososia
Pembagian Gangguan Afektif Bipolar Berdasarkan PPDGJ III (F31) yaitu:
F31.0 Gangguan afektif bipolar, episode kini hipomanik
F31.1 Gangguan afektif bipolar, episode kini manik tanpa gejala psikotik
F31.2 Gangguan afektif bipolar, episode kini manik dengan gejala psikotik
F31.3 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif ringan atau sedang
F31.4 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat tanpa gejala psikotik
F31.5 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat dengan gejala
psikotik
F31.6 Gangguan afektif bipolar, episode kini campuran
F31.7 Gangguan afektif bipolar, kini dalam remisi
F31.8 Gangguan afektif bipolar lainnya
F31.9 Gangguan afektif bipolar yang tidak tergolongkan
DAFTAR PUSTAKA
15
1. Semium, Yustinus. Kesehatan Mental 2. Yogyakarta. Penerbit Kasinius. 2006.
2. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Kaplan dan Sadock Sinopsis Psikiatri Ilmu
Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis edisi 7. Jakarta: Binarupa Aksara. 1997.
p. 777-858
3. Nevid, Jeffrey S., Rathus, Spencer A., & Greene Beverly. “Psikologi
Abnormal edisi kelima jilid 1”. Jakarta. Penerbit Erlangga. 2003.
4. Depkes RI Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. Pedoman Penggolongan dan
Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Jakarta. Departemen
Kesehatan.1993. 145-156.
5. Hilary. Bipolar Disorder. http://hilary.wordpresss.com
6. Lubis NL. Depresi Tinjauan Psikologis. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group. 2009. p. 61-85.
7. Soref S. Bipolar Affective Disorder. http://www.emedicine.com.
8. Mansjoer Arif., dkk. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga jilid pertama.
Penerbit Media Aesculapius. Jakarta. 1999.
16