Schizophrenia%26Delusion

download Schizophrenia%26Delusion

If you can't read please download the document

Transcript of Schizophrenia%26Delusion

BAB I

Skizofrenia dan Gangguan Delusi 6BAB IPENDAHULUAN

Sekitar 1-2 % masyarakat Amerika Serikat telah dan akan menderita atau mengalami Skizofrenia. Begitupun dengan daerah lain, masyarakatnya memiliki persen kemungkinan yang hampir sama untuk masuk pada episode Skizofrenia. Penemuan-penemuan terbaru menunjukkan bahwa tingkat munculnya kasus Skizofrenia mungkin semakin menurun. Saat ini, ada ribuan individu yang menderita Skizofrenia di Amerika Serikat. APA (American Psychiatric Assosiatioc) menyatakan bahwa banyak individu yang menderita Skizofrenia merupakan individu yang tidak memiliki tempat tinggal. Beberapa individu tersebut dirawat di Rumah Sakit Jiwa US (US Mental Hospital) dan ada beberapa yang sudah keluar dari rumah sakit jiwa tersebut. Setiap individu yang dirawat, memakan waktu kurang lebih dua tahun untuk dapat keluar dari rumah sakit jiwa. Untuk itu, diperlukan banyak biaya agar individu tersebut dapat sehat kembali.Dari data yang telah dikemukakan di atas, dapat diketahui bahwa Skizofrenia dapat terjadi pada siapapun dan dimana saja. Baik itu negara berkembang, negara maju atau bahkan negara yang terbelakang, masyarakatnya memilki kemungkinan yang sama untuk mengalami Skizofrenia. Mengingat bahwa Skizofrenia ternyata tidak hanya dapat menyerang siapa saja, tetapi juga akan membutuhkan waktu yang lama serta biaya yang tinggi untuk dapat lepas darinya, maka Skizofrenia merupakan fenomena yang harus dipelajari dan kemudian ditindaklanjuti. Hal ini dilakukan agar kelak, tingkat kasus Skizofrenia yang muncul tidak hanya menurun tetapi apabila mungkin, dapat dihilangkan. Untuk itu, dalam makalah ini akan dijelaskan berbagai hal yang berhubungan dengan Skizofrenia dan gangguan psikotik lainnya.

BAB IIISI

SKIZOFRENIA (SCHIZOPHRENIA)

Sejarah SkizofreniaMeski kasus Skizofrenia telah lama muncul, hal tersebut masih belum dinyatakan sebagai suatu penyimpangan sebelum akhirnya pada tahun1896, Emil Kraeplin menyatakan bahwa psikosis terdiri dari tiga tipe utama, Manic-Depressive Psychosis, Paranoia dan Dementia Praecox. Dementia Praecox merupakan sindrom yang ditandai dengan terjadinya delusi, halusinasi, permasalahan atensi dan gerak motorik yang aneh. Kraeplin percaya bahwa Dementia Praecox biasanya mulai terjadi pada masa remaja.

Pada tahun 1911, Eugen Bleuler menyatakan bahwa pada beberapa pasien, simptom-simptom Skizofrenia tidak berkembang dengan baik sampai dengan pasien tersebut masuk masa dewasa. Ia juga menyatakan bahwa banyak pasien yang tidak mengalami proses kemunduran mental seutuhnya. Beberapa pasien kondisi mentalnya sama tiap tahunnya, ada yang terus membaik dan bahkan sembuh.Bleuler lalu mengajukan pengertian baru bahwa Skizofrenia adalah pemikiran yang terpecah (Split Mind). Pengertian yang diajukan Beluer ini tetap menimbulkan masalah. Beberapa orang menganggap bahwa Split Mind adalah kepribadian ganda atau gangguan identitas disosiatif (Dissociatives Identity Disorder). Apa yang sebenarnya Bleuer maksud dengan Split Mind adalah terpecahnya fungsi-fungsi psikologis dalam satu kepribadian individu. Dalam pemikiran penderita Skizofrenia, proses emosi, persepsi dan kognisi tidak berlangsung sebagai suatu kesatuan. Emosi mungkin terpecah dari persepsi dan persepsi terpecah dari realitas.

Gejala - Gejala SkizofreniaDSM-IV-TR telah mendaftar lima karakteristik gejala-gejala dari Skizofrenia, yaitu delusi, halusinasi, pembicaraan yang kacau (disorganized speech), perilaku yang kacau (disorganized or catatonic behaviour) dan gejala negatif. Gejala negatif merupakan penurunan atau bahkan hilangnya fungsi-fungsi normal pada individu, seperti bahasa dan perilaku. Berikut ini adalah penjelasan mengenai gangguan-gangguan yang dapat terjadi pada diri individu.

Gangguan Bahasa dan PikiranBerikut ini adalah gangguan-gangguan yang termasuk ke dalam gangguan bahasa dan pikiran.

DelusiDelusi merupakan suatu kepercayaan yang tidak berdasarkan pada realitas. Delusi biasanya muncul pada keadaan psikologis tertentu, seperti mania, depresi, overdosis obat-obatan dan paling banyak ditemukan pada kasus Skizofrenia. Banyak penderita Skizofrenia tidak menyadari bahwa individu lain mengetahui kepercayaan delusi mereka merupakan hal yang tidak mungkin terjadi. Berikut ini adalah bentuk-bentuk delusi.Delusi PenyiksaanMerupakan kepercayaan bahwa ia dimusuhi oleh suatu komplotan tertentu, dimata-matai, diancam, serta dianiaya.Delusi Kontrol atau PengaruhMerupakan kepercayaan bahwa individu lain atau ada kekuatan lain yang mengontrol pemikiran, perasaan dan tindakannya. Ia percaya bahwa ada alat tertentu yang menghubungkan sinyal-sinyal tertentu ke dalam otaknya, sehingga individu lain mampu mengendalikannya.Delusi KeterhubunganMerupakan kepercayaan dimana ia berhubungan dengan sesuatu hal atau peristiwa tertentu, padahal sebenarnya ia tidak ada hubungannya sama sekali dengan hal atau peristiwa tersebut. Contohnya, penderita Skizofrenia mungkin berpikir bahwa kehidupan mereka diceritakan di televisi atau berita.

Delusi KebesaranMerupakan kepercayaan dimana ia merasa ia sangat terkenal dan ia adalah individu yang sangat berkuasa. Delusi seperti ini dapat berkembang menjadi delusi identitas, dimana suatu saat ia bisa saja mengatakan bahwa ia adalah Joan of Arc, Yesus dan lainnya.Delusi Rasa Bersalah dan DosaMerupakan kepercayaan bahwa ia telah melakukan suatu dosa yang tidak termaafkan dan ia telah mencelakai seseorang. Contohnya, penderita Skizofrenia dapat mengatakan bahwa ia telah membunuh anak-anaknya.Delusi Kesehatan (Hypochondriac)Merupakan kepercayaan yang tidak berdasar bahwa ia menderita penyakit fisik yang mengerikan.Delusi NihilismeMerupakan kepercayaan dimana ia dan semua orang di dunia telah lenyap. Pasiennya dapat mengatakan bahwa ia adalah roh yang telah kembali dari kematian.

Pada akhirnya, beberapa penderita Skizofrenia mengeluhkan bahwa pemikiran mereka telah dirusak dengan cara-cara tertentu. Beberapa delusi ada yang berhubungan dengan Delusions of Control, diantaranya adalah sebagai berikut.Penyebarluasan PikiranMerupakan kepercayaan bahwa pemikiran seroang individu telah disebarluaskan pada seluruh dunia, sehingga individu lain dapat mengetahui pemikiran individu tersebut.Pemasukan PikiranMerupakan kepercayaan bahwa individu lain memasukkan pemikirannya ke dalam pemikiran individu.Pemindahan PikiranMerupakan kepercayaan bahwa individu lain telah memindahkan pemikirannya.

Beberapa penderita Skizofrenia terkadang mengalami Blocking, yaitu ditengah-tengah pada saat ia membicarakan sesuatu, ia kemudian tiba-tiba diam dan ia tidak ingat apa yang sedang ia bicarakan.Kehilangan KeterhubunganBleuler menyatakan bahwa Skizofrenia adalah tidak berhubungannya antara ide-ide yang berbeda atau fungsi mental yang berbeda. Salah satu contoh perpecahan yang jelas adalah pembicaraan yang melantur yang biasanya muncul pada penderita Skizofrenia yang masih muda. Apa yang mereka ucapkan seringkali tidak menunjukkan adanya asosiasi di dalamnya. Mereka berpindah dari satu topik ke topik lain, padahal topik tersebut jauh dari topik sebenarnya yang ingin ia bicarakan.

Kemiskinan IsiSebagai akibat dari hilangnya asosiasi, bahasa yang dikemukakan penderita Skizofrenia mungkin sangat sedikit. Meskipun individu menggunakan beberapa kata saat berbicara, yang secara benar secara perbendaharaan kata, ia tidak menyampaikannya dengan luas. Berikut ini adalah contoh surat yang menggambarkan kemiskinan isi pembicaraan (Poverty of Content).

Yang tersayang, Ibuku.Saya sedang menulis di kertas. Pulpen yang saya gunakan dibuat dari pabrik Perry & Co. Pabrik ini ada di Inggris. Saya menduganya. Di belakang nama Perry Co. kota London di tuliskan; tapi bukan kotanya. Kota London ada di Inggris. Saya mengetahuinya dari hari sekolah. Lalu, saya selalu menyukai Geografi. Guru Geografi saya yang terakhir adalah Profesor August A. Ia seorang pria dengan mata hitam. Saya juga suka mata hitam. Ada juga warna biru, mata abu-abu dan warna mata lainnya. Saya telah mendengar bahwa dikatakan bahwa ular memiliki mata hijau. Semua orang memiliki mata. Ada beberapa juga yang buta. Orang-orang buta ini dipimpin oleh anak laki-laki. Pasti sangat buruk tidak bisa melihat. Ada orang-orang yang tidak bisa melihat dan tambahan tidak bisa mendengar. Saya tahu beberapa yang mendengar terlalu banyak. Seseorang bisa mendengar terlalu banyak.

NeologismeSeperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kerancuan bahasa yang digunakan oleh penderita Skizofrenia umumnya dianggap sebagai akibat dari pemikiran yang bingung. Beberapa peneliti saat ini menyatakan bahwa keganjilan bahasa yang dikemukakan penderita Skizofrenia mungkin bukan dikarenakan gangguan pikiran secara radikal, tetapi dikarenakan ketidakmampuan untuk mendapatkan simbol verbal yang umum dan disetujui. Untuk itu, apa yang dikatakan penderita Skizofrenia mungkin saja masuk akal, hanya saja mereka tidak tahu bagaimana cara menyampakainnya.

Kata-kata yang digunakan mungkin jarang sekali digunakan dan bahkan tidak terdapat di dalam kamus. Pemakaian kata-kata tersebut disebut neologisme (Neologisms). Neologisme dibuat dengan cara menggabungkan beberapa kata atau bisa juga menyatakan kata-kata biasa tetapi dengan cara yang berbeda.Clanging (Gemerincing)/ Penggabungan KataKejanggalan lain yang terkadang ditemukan dalam pembicaraan seorang penderita Skizofrenia adalah Clanging. Clanging adalah penggabungan kata-kata yang tidak memiliki hubungan satu sama lain dan diucapkan seperti menggunakan rima tertentu.

Campur Aduk KataDalam beberapa kasus, bahasa penderita Skizofrenia menunjukkan proses penurunan asosiasi secara keseluruhan. Hal tersebut pada akhirnya tidak memungkinkan pendengar untuk mengikuti hubungan antara kata dan frase yang digunakan. Pola bahasa demikian disebut Word Salad. Word Salad adalah penggabungan kata dan frase, tetapi gaya pernyataannya sama sekali tidak berhubungan.

Gangguan PersepsiBeberapa pasien Skizofrenia mengalami perubahan persepsi, termasuk ilusi visual, gangguan pendengaran akut, tidak mampu memfokuskan perhatian, sulit mengenali indviidu lain dan sulit memahami apa yang individu lain katakan. Berikut ini adalah gangguan-gangguan yang termasuk ke dalam gangguan persepsi yang paling sering dibicarakan.

Gangguan Perhatian SelektifIndividu normal melakukan seleksi atensi tanpa memikirkan hal tersebut terlebih dahulu. Mereka tidak sulit untuk memutuskan akan fokus pada rangsang apa. Untuk penderita Skizofrenia, hal tersebut belum tentu dapat dilakukan. Para peneliti saat ini merasa bahwa penurunan seleksi atensilah yang mendasari banyak simptom Skizofrenia. Karena sulit melakukan pemilihan perhatian, penderita Skizofrenia kemudian membuat asosiasi yang aneh, berbicara melantur, mengalami emosi yang tidak tepat dan bahkan melakukan pola perilaku yang aneh.

HalusinasiGangguan persepsi pada penderita Skizofrenia diantaranya adalah mereka merasakan sesuatu yang sebenarnya tidak ada. Dirasakannya stimulus eksternal yang tidak tepat disebut halusinasi. Halusinasi auditori paling banyak muncul, yaitu sekitar 70 persen. Halusinasi auditori adalah didengarnya satu atau dua suara yang saling berbicara. Halusinasi lain yang banyak muncul adalah halusinasi visual.

Penderita Skizofrenia tidak hanya mengalami masalah persepsi saja, tetapi juga masalah monitoring kenyataan (realitas), yang berhubungan dengan kesulitan mereka untuk melakukan pemilihan perhatian. Ketidakmampuan mereka untuk mengetahui stimulus yang tidak relevan mungkin menyulitkan mereka untuk membedakan suara yang ia kira ada dengan suara yang memang benar-benar ada.

Gangguan Suasana HatiGangguan suasana hati tidak banyak muncul pada kasus Skizofrenia, tetapi lebih banyak kasusnya pada gangguan suasana hati psikosis. Gangguan suasana hati melibatkan depresi yang dalam atau Manic Elation (sangat bahagia) atau bergantian antara keduanya. Beberapa pasien tidak hanya mengalami Manic Depressive tetapi juga menunjukkan simptom-simptom Skizofrenia. Sindrom intermediate ini disebut gangguan Skizoafektif (Schizoaffective Disorder). Rata-rata penderita Skizoafektif lebih baik daripada penderita Skizofrenia, tetapi lebih buruk daripada penderita gangguan suasana hati.

Dalam Skizofrenia, gangguan suasana hati terdiri dari dua bentuk, yaitu pengaruh yang tumpul atau datar dan pengaruh yang tidak tepat. Pengaruh yang tumpul adalah sedikitnya emosi yang ditunjukkan. Sedangkan pengaruh yang datar adalah tidak adanya emosi yang ditunjukkan. Pengaruh yang tidak tepat adalah tidak sesuainya ekspresi emosi dengan situasi yang terjadi. Penurunan emosi biasanya diikuti dengan Anhedonia, yaitu penurunan rasa gembira.Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa penderita Skizofrenia cenderung menunjukkan gestur yang sama, ekspresi muka dan pandangan terhadap pendengar yang sama, tanpa memperhatikan apakah emosinya mendeskripsikan rasa senang, sedih atau marah. Lebih jauh lagi, pada semua situasi diatas, gestur, ekspresi muka, tatapan wajah penderita Skizofrenia cenderung sama dengan mereka yang tidak menderita Skizofrenia ketika mereka menggambarkan sesuatu yang bahagia. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa pasien-pasien memiliki kesulitan dalam mengekspresikan dan merasakan emosi yang berbeda, tetapi mereka tidak sulit untuk merasakan emosi itu sendiri.

Gangguan Perilaku MotorikPengulangan sikap motorik tertentu, seperti menggosok-gosok kepala, meremas-remas pakaian dan merobek-robek kertas, dalam situasi tertentu merupakan sikap abnormal. Tindakan tanpa tujuan yang dilakukan berulang-ulang untuk jangka waktu yang lama disebut dengan Stereotypy.

Pasien Skizofrenia terkadang menunjukkan tingginya aktivitas motorik, berlari-lari, merusak perabotan dan aktivitas lain yang membutuhkan banyak energi. Selain daripada itu, pasien Skizofrenia juga sering tidak melakukan apa-apa untuk waktu yang lama. Mereka bahkan sampai pada kategori Catatonic Stupor, yaitu tidak melakukan apapun dan tidak bergerak untuk waktu yang lama.

Penarikan Diri SosialSeperti yang kita ketahui, tanda-tanda Skizofrenia diantaranya adalah emosi yang tidak stabil, kurangnya minat terhadap dunia luar. Dikarenakan asyik dengan pemikiran sendiri, penderita Skizofrenia secara berangsur-angsur menarik dirinya untuk tidak terlibat dengan lingkungannya. Mereka kemudian menarik dirinya dari keterlibatan dengan individu lain.

Salah satu studi yang dilakukan terhadap remaja pria berusia 18 20 tahun, yang mengalami beberapa masalah sosial selama masa kecil hingga remaja, diprediksikan akan menderita Skizofrenia. Masalah sosial tersebut diantaranya adalah memiliki dua orang teman atau kurang, lebih memilih untuk bersosialisasi dalam kelompok kecil, lebih sensitif dari yang lain dan tidak memiliki pacar.Penarikan diri pasien Skizofrenia berhubungan dengan masaah atensi mereka sendiri. Masalah mental yang sekiranya merupakan akibat dari kurangnya atensi, dapat membuat komunikasi menjadi sulit dan sangat sedikit sekali komunikasi dilakukan. Menyadari bahwa pasien Skizofrenia tidak mau dimengerti dan diketahui, hal tersebut mengakibatkan mereka diperlakukan kasar. Untuk itu, pasien Skizofrenia lebih memilih untuk fokus pada apapun selain pada individu lain.

Fase-Fase SkizofreniaSeperti halnya gangguan lainnya, Skizofrenia terjadi berdasarkan fase-fase tertentu yang dapat terus berkembang seiring dengan berjalannya waktu. Fase-fase tersebut telah terbagi menjadi tiga fase. Berikut ini adalah ketiga fase tersebut.

Fase ProdromalPada beberapa kasus, serangan Skizofrenia terjadi secara tiba-tiba. Dalam beberapa hari, individu yang dapat beradaptasi dengan baik dapat mengalami halusinasi psikotik. Dalam beberapa kasus, individu mengalami penurunan fungsi-fungsi tertentu selama bertahun-tahun, sebelum akhirnya simptom psikotik jelas muncul. Penurunan yang disebutkan diatas disebut dengan Fase Prodormal.

Selama fase ini, pasien yang baru menderita Skizofrenia umumnya menarik diri dan terisolasi secara sosial. Mereka seringkali berhenti untuk memperhatikan penampilan kebersihan diri mereka, lupa untuk mandi, lupa tidur dan lainnya. Prestasi di sekolah maupun di tempat kerja mulai menurun, sering terlambat, kurang hati-hati dan tidak perhatian. Gangguan pemikiran dan bahasapun mulai terjadi. Pada saat bersamaan, emosi yang diekspresikanpun menjadi kurang dan tidak sesuai. Gangguan ini terus terjadi secara bertahap hingga individu melakukan sesuatu yang aneh, seperti berpakaian tidak layak, memungut sampah, dan bahkan berbicara dengan sesuatu yang tidak pasti. Pada saat ini terjadi, maka individu telah memasuki fase aktif.Fase Aktif: pasien mulai menunjukkan gejala-gejala psikotik, seperti delusi, halusinasi, pembicaraan yang melantur, penarikan diri dan lainnya. Fase Sisa: sama dengan perilaku yang muncul pada fase prodromal. berterus terang atau kepura-puraan biasanya muncul pada fase ini. Pembicaraan mereka masih melantur, kebersihan tidak terjaga, berhalusinasi, delusi, memiliki ide yang rumit, mengaku bahwa ia mampu mengetahui masa depan dan lainnya.saat fase ini berakhir, penderitanya dapat berfungsi secara normal kembali, atau bahkan semakin memburuk dan menjadi psikotik.Kategori Skizofrenia yang tercantum dalam DSM-IV-TR Skizofrenia yang tidak teratur (Disorganized Schizophrenia)Perilaku motorik penderita Skizofrenia kategori ini biasanya sangat aneh. Mereka juga biasanya mengalami halusinasi dan delusi, bingung dan menarik diri juga tenggelam dalam pemikirannya sendiri. Kategori ini biasanya terjadi pada mereka yang masih muda. Berikut ini adalah tiga gejala yang merupakan karakteristik dari skizofrenia yang tidak teratur.Pembicaraan yang membingungkan: pasien melakukan Neologisme, kata yang berima dan campur aduk kata.Gangguan suasana hati: berpura-pura, bersikap bodoh dan bermuka masam.Perilaku yang membingungkan: pasien tidak mau mandi, tidak mau

berpakaian dan lainnya.

Katatonik Skizofrenia (Catatonic Schizophrenia)Ciri khusus pada catatonic schizophrenia adalah adanya gangguan pada tingkah laku gerak. Bentuk-bentuk gangguannya antara lain:

a. Diam SeluruhnyaBiasanya disertai dengan mutisme (kebisuan), penghentian bicara dan pasien dapat mempertahankan kondisi ini selama berminggu-minggu. Posisi tubuh pasien dapat diubah dan dibentuk oleh orang lain dan mempertahankannya dalam waktu yang lama. Banyak pasien katatonik berganti-ganti antara periode diam dan periode aktivitas motorik yang berlebihan, yang dapat mencakup perilaku kekerasan. Saat terlalu bersemangat, pasien dapat menyakiti dirinya sendiri maupun orang lain. Pada saat stupor, pasien harus dicegah dari kelaparan.b. KekakuanPasien menolak usaha orang lain untuk menggerakkan tungkainya. Pasien mengetahui dengan jelas apa yang sedang terjadi di sekitarnya. Pasien juga dapat menunjukkan echolalia (meniru perkataan orang lain) dan echopraxia (meniru gerakan orang lain).c. NegativismePasien tidak hanya menolak apa yang diperintahkan oleh orang lain tetapi juga melakukan apa yang sebaliknya dari yang diperintahkan.

Paranoid Skizofrenia (Paranoid Schizophrenia)Karakteristik paranoid skizofrenia ini adalah delusi dan/ atau halusinasi, sering juga dihubungkan dengan penyiksaan dan waham kebesaran. Pada sejumlah kasus dapat disertai dengan halusinasi, terutama halusinasi pendengaran.

Pasien paranoid skizofrenia dianggap lebih normal daripada pasien skizofrenia lainnya. Hasil penelitian para ahli menunjukkan bahwa pasien paranoid skizofrenia:Menunjukkan hasil tes kognitif yang baik/ normal (Strauss, 1993).Memiliki persepsi superior terhadap pernyataan emosi (Davis & Gibson, 2000).Memiliki catatan penyesuaian premorbid yang lebih baik, memiliki kemungkinan untuk menikah, serangan belakangan dan menunjukkan hasil jangka panjang yang lebih baik daripada pasien skizofrenia lainnya (Fenton & McGlashan, 1991; Kendler, McGuire, Gruenberg, et al., 1994; Sanislow & Carson, 2001).

Dimensi-Dimensi SchizophreniaProses-Reaktif (Premorbid Baik-Buruk) dilihat dari cara munculnyaPremorbid adalah seberapa baik pasien dapat berfungsi sebelum serangan fase aktif. Pada kasus dimana serangan terjadi secara bertahap, dinamakan Skizofrenia Proses. Sedangkan apabila serangan terjadi secara tiba-tiba dan dipicu oleh kejadian traumatik disebut Skizofrenia Reaktif.

Dimensi ini dicetuskan oleh Kraepelin dan Eugen Bleuler. Mereka percaya bahwa serangan psikosis merupakan petunjuk bagi penyebab psikosis itu sendiri.a. Psikosis Biogenik: Sebagai hasil dari keabnormalan proses fisiologis, kiranya memiliki serangan yang bertahap.b. Psikosis Psikogenik: Sebagai reaksi dari pengalaman traumatik, yang muncul secara tiba-tiba.Skizofrenia proses, atau yang juga disebut premorbid buruk, biasanya melibatkan sejarah yang panjang mengenai ketidaksesuaian sosial, seksual dan penyesuaian pekerjaan. Penderitanya biasanya tidak memiliki kelompok teman bermain di sekolah, tidak memiliki kekasih saat remaja, tidak meneruskan pendidikan setelah sekolah menengah atas, tidak pernah memiliki pekerjaan yang tetap lebih dari dua tahun dan tidak pernah menikah (Sanislow & Carson, 2001). Oleh karena itu tidak ada kejadian pemicu, misalnya perceraian atau perubahan jabatan pekerjaan, yang secara langsung mendahului fase aktif. Namun, sejarah-sejarah tersebut biasanya menyebabkan kemunduran bertahap dari pemikiran, minat, emosi dan aktivitas hingga orang tersebut menjadi begitu menarik diri dan akhirnya membutuhkan perawatan.Sebaliknya, sejarah penderita skizofrenia reaktif, atau premorbid baik, biasanya normal. Pasien membaur dengan baik di sekolah maupun di rumah, memiliki teman, kekasih dan secara umumnya dalam kondisi baik. Gejala skizofrenia biasanya muncul setelah adanya kejadian pemicu dan terjadi secara tiba-tiba dan spektakuler (begitu hebatnya), sering diikuti dengan delusi dan halusinasi. Beberapa pasien juga cenderung menunjukkan panik yang ekstrim dan kebingungan.Individu yang menderita skizofrenia dengan premorbid buruk cenderung membutuhkan perawatan lebih lama dan, apabila dibutuhkan, perawatan kembali, daripada pasien yang menderita skizofrenia dengan premorbid baik (Robinson, Woerner, Alvir, et al., 1999).

Gejala Positif-NegatifGejala positif dicirikan oleh hadirnya sesuatu yang seharusnya tidak ada, seperti halusinasi, delusi, perilaku yang aneh atau kacau dan inkoherensi (kelainan pemikiran). Pasien dengan gejala positif mengerjakan lebih buruk pada tes yang membutuhkan pemrosesan rangsang suara, khususnya bahasa (Buchanan, Strauss, Breier, et al, 1997).

Gejala negatif dicirikan oleh ketidakhadiran sesuatu yang seharusnya ada, seperti kemampuan bicara, afeksi, simpati, perhatian (Bellack, Gearon & Blanchard, 2000). Pasien dengan gejala negatif memiliki kemungkinan penyesuaian premorbid yang buruk. Mereka cenderung untuk memiliki serangan lebih awal (Castle & Murray, 1993) dan prognosis yang lebih buruk (Tek, Kirkpatrick & Buchanan, 2001). Bahkan, pasien dengan gejala negatif ini paling memiliki kemungkinan untuk tidak dapat disembuhkan. Pasien dengan gejala negatif melakukan lebih buruk pada tes yang melibatkan pemrosesan rangsang penglihatan (Buchanan, Strauss, Breier, et al, 1997). Penemuan ini telah menuntun spekulasi lebih lanjut bahwa kemungkinan terdapat dua tipe biologis berbeda dari skizofrenia. Beberapa peneliti (Crow, 1989; Lenzenweger, Dworkin & Wethington, 1989) membedakan dua tipe skizofrenia. Skizofrenia Tipe I dicirikan dengan gejala positif dan cenderung merespon pengobatan. Skizofrenia Tipe II dicirikan dengan gejala negatif (dihubungkan dengan keabnormalan struktur otak yang lebih besar) (Sanfilpo, Lafargue, Rusenek, et al., 2000) dan tidak merespon dengan baik terhadap pengobatan antipsikotik tertentu (Earnst & Kring, 1997).Seringkali, karakteristik Tipe I tertentu akan muncul sebaliknya pada pasien Tipe II. Beberapa pasien skizofrenia menunjukkan gejala positif dan negatif pada saat yang bersamaan. Pasien lain menunjukkan gejala negatif kemudian mengembangkan gejala positif, atau sebaliknya.Para ahli kemudian menyimpulkan terdapat kemungkinan dimensi yang lain, yaitu dimensi keberaturan-tak beraturan, dimana pasien tidak selalu dikategorikan secara ketat pada Tipe I atau Tipe II (Toomey, Kremen, Simpson, et al., 1997, Loftus, DeLisi & Crow, 1998). Satu pendekatan untuk memecahkan masalah ketidak-konsisten-an perbedaan gejala positif-negatif telah membedakan antara gejala defisit (gejala negatif primer dan bertahan melewati fase prodromal, aktif dan residu) serta gejala non-defisit, gejala negatif sementara (efek samping dari depresi atau pengobatan) (Kirkpatrick, Buchanan, Ross, et al., 2001).

Paranoid-Nonparanoid Pada dimensi ini, kriteria pengklasifikasiannya adalah kehadiran (paranoid) dan ketidakhadiran (non-paranoid) dari delusi atau penganiayaan dan/ atau waham kebesaran.

Sejumlah penelitian menemukan bahwa dimensi non-paranoid ini berhubungan dengan dimensi proses-reaktif (Fenton & McGlashan, 1991). Skizofrenia paranoid memiliki kecenderungan untuk memiliki penyesuaian premorbid yang lebih baik, serangan lebih akhir dan hasil yang lebih baik. Dimensi ini juga mirip skizofrenia reaktif, dimana penderita lebih intelektual. GANGGUAN DELUSI Pada skizofrenia paranoid, sistem delusi hanyalah satu bagian dari kelompok abnormalitas yang dapat berfungsi secara independen dari bagian lain. Pada delusi, sistem delusi adalah pokok abnormalitas. Bahkan, pada beberapa kasus, sistem delusi adalah satu-satunya abnormalitas, pada aspek lain, orang tersebut terlihat cukup normal. Pasien lain dapat menunjukkan gangguan suasaba hati, tetapi hanya sebagai konsekuensi dari sistem delusi (contoh: pasien akan marah besar terhadap orang asing hanya apabila mereka mencurigai orang asing tersebut memata-matainya atau menggoda pasangannya, dsb). Dapat dikatakan, apabila tidak ada delusi maka tidak akan ada abnormalitas. Berikut ini adalah lima kategori delusi berdasarkan DSM-IV-TR.Tipe klasik dan yang paling umum adalah tipe penganiayaan, melibatkan kepercayaan bahwa seseorang diancam atau dianiaya oleh orang lain.Tipe kebesaran, penderitanya percaya bahwa ia diberkahi oleh kekuatan atau pengetahuan yang luar biasa.Tipe pencemburu, ciri delusinya adalah bahwa rekan seksualnya berselingkuh.Tipe erotis, penderitanya percaya bahwa seseorang dengan status tinggi (misal presiden) jatuh cinta padanya.Tipe ketubuhan, melibatkan keyakinan yang salah bahwa seseorang menderita keabnormalan fisik atau mengidap suatu penyakit.

PERMASALAHAN DALAM STUDI SKIZOFRENIAKebanyakan pasien skizofrenia yang digunakan untuk tujuan penelitian sedang dalam perawatan dan mengonsumsi obat-obatan antipsikotik. Konsekuensinya, perbedaan menarik yang muncul antara subjek tersebut dengan yang tidak dirawat, tidak dikontrol secara medis, tidak dapat berfungsi sebagai penderita sizofrenia, tetapi pada masa pengobatan atau kepadatan yang berlebihan, diet yang buruk, kondisi sulit tidur, kurang olahraga dan kurangnya privasi yang menjadi kondisi rutin perawatan (Blanchard & Neale, 1992). Masalah ini biasanya muncul saat meneliti subjek pada jeda psikotik pertamanya, sebelum mereka menerima pengobatan antipsikotik atau perawatan panjang.Apakah penarikan diri secara sosial merupakan patologi primer atau pasien skizofrenia menarik diri hanya karena ketidakmampuan berpikir mereka mempersulit untuk berkomunikasi dengan orang lain?Apakah delusi merupakan gejala primer atau hanya sebagai cara pasien skizofrenia dalam menjelaskan kekacauan dalam pikirannya?Masalah lainnya adalah adanya perbedaan defisit. Penderita skizofrenia mengalami kesulitan dengan beragam tugas, namun tidak berarti bahwa orang yang mengalami kesulitan dalam suatu tugas dikatakan mengidap skizofrenia.

Skizofrenia: Teori dan TerapiGangguan skizofrenia disebabkan oleh beberapa penyebab, salah satunya faktor genetik, mempunyai peran dalam berkembangnya skizofrenia. Peneliti menyatakan bahwa skizofrenia diakibatkan oleh kombinasi diatesis warisan genetik atau predisposisi dan tekanan lingkungan, serta faktor lainnya.1. Perspektif Ilmu SyarafA. Studi Genetika. Studi KeluargaPenelitian ini menyimpulkan bahwa semakin dekat relasi seseorang dengan penderita skizofrenia, maka semakin besar kemungkinan orang tersebut mengembangkan skizofrenia. Namun kemiripan psikologis pada anggota keluarga dapat disebabkan oleh lingkungan yang ditinggali bersama daripada penurunan gen. b. Studi Individu KembarRata-rata persentase kemungkinan pengidap skizofrenia pada kembar MZ (berasal dari satu telur) mendekati 46%, sedangkan pada kembar DZ (berasal dari dua telur) sebanyak 14% (Gottesman, 1996). Dalam sebuah studi kasus (Gottesman & Bertelesen, 1989) resiko terkena skizofrenia dan kecenderungan gangguan skizofrenia pada keturunan individu kembar penderita skizofrenia sebesar 16,8%; pada keturunan individu kembar normal sebesar 17,4%. Dengan menggunakan penelitian atau metode yang sama para peneliti menemukan bahwa keturunan dari kembar DZ penderita skizofrenia beresiko 17,4%; keturunan dengan kembar normal beresiko sebesar 2,1%.

c. Studi AdopsiSubjek yang digunakan dalam studi adopsi ini adalah anak-anak yang diadopsi dari orang tua kandungnya saat bayi dan memiliki sumbangan genetik dari satu keluarga dan sejarah lingkungan dari keluarga lain. Heston (1966) menemukan bahwa skizofrenia hanya ditemukan pada anak-anak yang dilahirkan dari ibu penderita skizofrenia, dengan persentase 16,6%. Sedangkan anak-anak yang dilahirkan dari ibu normal dan tidak diadopsi berpotensi skizofrenia dengan persentase 13%. David Rosenthal dkk (Rosenthal, Wender, Kety, et al., 1968) mengidentifikasi orangtua kandung dari 5500 anak adopsi (orang tua indeks) yang pernah dirawat di Rumah Sakit Jiwa dengan diagnosis skizofrenia atau psikosis afektif. 76 anak adopsi dari orangtua tersebut (anak indeks) kemudian dicocokkan dengan kelompok anak adopsi (anak kontrol) yang orangtua kandungnya normal. Penelitian menunjukkan bahwa 19% anak indeks dan 10% anak kontrol pasti atau kemungkinan mengidap skizofrenia (Gottesman & Shields, 1982).Peneliti yang sama (Kety, 1988; Kety, Rosenthal, Wender, et al., 1968, 1975) melakukan penelitian lain dengan desain berbeda, namun menggunakan kelompok anak kontrol yang sama. Sebanyak 33 anak adopsi (dari 5500 subjek penelitian sebelumnya) diidentifikasi memiliki sejarah kejiwaan skizofrenia. Kemudian 463 orangtua kandung, orangtua adopsi, saudara kandung dan saudara seayah atau seibu diwawancara apakah mereka pernah mengidap skizofrenia.

Dari penelitian-penelitian di atas dihasilkan kesimpulan bahwa terdapat komponen genetik yang menyebabkan skizofrenia. d. Mode TransisiBanyak peneliti menduga bahwa skizofrenia tidak hanya disebabkan oleh satu penyimpangan tetapi tingkatan-tingkatan penyimpangan yang dikelompokkan pada satu kategori (Kendler & Walsh, 1995).Pandangan lain menyebutkan bahwa skizofrenia bukan hanya sebagai hasil dari banyak gen tetapi dari kombinasi dengan faktor lingkungan.Kemungkinan ketiga adalah bahwa adanya mutasi genetik yang menimbulkan skizofrenia. Laki-laki berperan besar dalam terjadinya mutasi gen baru. Hal ini dikarenakan sel sperma membelah diri secara konstan selama individu tersebut hidup, memberikan kemungkinan yang berulang-ulang untuk terjadinya mutasi. Berdasarkan fakta tersebut, Malaspina dkk memperkirakan bahwa semakin tua usia ayah saat konsepsi terjadi mempengaruhi pertambahan tingkat skizofrenia yang diderita keturunannya (Malaspina, Harlap, Fennig, et al., 2001). e. Studi Genetik Resiko TinggiPada awal 60-an Mednick dan Schulsinger melakukan penelitian dengan proyek longitudinal (Mednick, 1970) dengan cara memilih 200 anak yang dilahirkan dari ibu penderita skizofrenia dan secara genetik rentan terkena skizofrenia. Dari hasil penelitian sebelumnya, peneliti dapat berasumsi bahwa jumlah anak-anak skizofrenia pada kelompok resiko tinggi akan lebih banyak dibandingkan anak-anak resiko rendah (anak-anak yang tidak dilahirkan dari ibu skizofrenia). Mednick (1971) menyebutkan keuntungan dari penelitian ini adalah:Anak-anak belum dikacaukan oleh efek kehidupan schizophrenia seperti perawatan dan obat-obatan.Mengeliminasi bias dari pengujian dan diagnosis.Informasi didapat pada saat ini (sedang berlangsung), peneliti tidak harus bergantung dari hasil penelitian siapa pun.Terdapat dua kelompok kontrol untuk anak-anak yang menjadi sakit: subjek resiko tinggi yang tetap sehat dan subjek dengan resiko rendah.

Tahun 1989, subjek rata-rata telah berusia 42 tahun dan melewati periode resiko utama dari serangan skizofrenia. Pada kelompok resiko tinggi, 16% telah mengembangkan skizofrenia dan 26,5% mengembangkan suatu. Pada kelompok resiko rendah, hanya 2% yang mengembangkan skizofrenia dan 6% yang mengembangkan gangguan yang berhubungan dengan skizofrenia (Parnas, Cannon, Jacobsen, et al., 1993).Para peneliti menyebutkan faktor-faktor yang membedakan anak-anak resiko tinggi yang mengembangkan skizofrenia dari anak-anak resiko tinggi dan resiko rendah yang tetap normal:Kehidupan di rumah. Pemisahan dini dan perawatan. Masalah di sekolah dan perilaku kriminal. Masalah pada perhatian.Komplikasi masa persalinan.

Sejumlah peneliti telah menemukan sejarah dari masalah pada perhatian pada anak-anak resiko tinggi yang akhirnya mengembangkan skizofrenia (Hollister, Mednick, Brenna, et al., 1994).Anak-anak resiko tinggi juga menunjukkan IQ yang lebih rendah dan kemampuan belajar dan mengingat lebih parah daripada anak-anak resiko rendah (Byrne, Hodges, Grant, et al., 1991).Menunjukkan koordinasi motorik yang lemah dan ekspresi wajah negatif (Walker, Grimes, Davis, et al., 1993).Ibu-ibu mereka mengembangkan skizofrenia pada usia lebih awal, dirawat selama tahun-tahun awal kanak-kanak, memiliki hubungan yang tidak stabil dengan pria (Olin & Mednick, 1996).Trauma pra kelahiran atau masa persalinan

Kesimpulannya, penemuan ini membuktikan bahwa:Mendukung peranan pewarisan genetik.Lemahnya perhatian merupakan gejala primer dari schizophrenia.Mengungkap jenis-jenis stres yang memungkinkan perubahan schizophrenic diathesis menjadi schizophrenia.

f. Studi Perilaku Resiko TinggiPenelitian ini menggunakan subjek berdasarkan sifat perilaku yang sekiranya dapat dihubungkan dengan penyimpangan. Loren & Jean Chapman dkk telah menggunakan desain perilaku resiko tinggi ini untuk menyaring sejumlah besar mahasiswa yang memiliki kecenderungan abnormalitas perseptual dan pemikiran ajaib (Allen, Chapman, Chapman, et al., 1987; Chapman &Chapman, 1985). Teknik penyaringan ini dilakukan melalui tes yang disebut Per-Mag Scale, di mana partisipan diperintahkan untuk menjawab benar atau salah terhadap pernyataan seperti Kadang-kadang saya memiliki perasaan bahwa saya adalah kesatuan dari objek di dekat saya dan Gerakan tangan yang dilakukan oleh orang asing terlihat mempengaruhi saya suatu waktu. Abnormalitas perseptual dan pemikiran ajaib diduga memiliki dasar genetik (Grove, Lebow, Clementz, et al., 1991) dan seringkali muncul pada awal sejarah orang-orang yang didiagnosa skizofrenia. Tujuan Chapman adalah untuk mengetahui apakah keterkaitan ini memegang kemungkinan di masa mendatang dan juga pada awal masa dan metodenya adalah untuk melacak proses kejiwaan orang-orang dengan nilai Per-Mag Scale tinggi.Satu masalah besar dari Per-Mag Scale adalah orang-orang yang disaring memiliki resiko bukan hanya skizofrenia tetapi juga jenis psikosis lain. Dibandingkan dengan orang-orang Per-Mag rendah, orang-orang dengan Per-Mag tinggi lebih menunjukkan hausinasi, delusi, penarikan diri sosial, penyimpangan pemikiran, penyimpangan komunikasi dan masalah-masalah perhatian dan bias persepsi (Coleman, Levy, Lenzenweger, et al., 1996; Lenzenweger, 2001; Luh & Gooding, 1999). g. Studi Penggambaran OtakCT dan MRI menunjukkan bahwa pada skizofrenia kronis, ukuran otaknya lebih kecil daripada orang normal (Ward, Friedman, Wise, et al., 1996). Dan ukuran otak yang lebih kecil juga ditemukan pada penderita skizofrenia pasangan kembar MZ yang tidak seimbang, diduga bahwa terdapat kontribusi genetik pada pertumbuhan otak yang lebih kecil ini (Baare, vsn Oel, Hulshoff Pol, et al., 2001). CT dan MRI juga menunjukkan bahwa bilik otak (rongga yang berisi cairan otak) pada penderita skizofrenia kronis cenderung membesar (Brennan & Walker, 2001), yang mengindikasikan kerusakan kognitif, respon yang buruk terhadap perawatan pengobatan, penyesuaian premorbid yang lemah dan beberapa gejala negatif lainnya (Schultz, Nopoulos & Andreasen, 2001) misalnya komplikasi persalinan seperti jumlah oksigen terlalu sedikit (Cannon, van Erp, Rosso, et al., 2002). Bukti-bukti tersebut lebih banyak terdapat pada pria dengan skizofrenia daripada wanita penderita skizofrenia (Flaum, Arndt & Andreasen, 1990).Hasil dari penelitian ini menunjukkan abnormalitas pada tiga sistem spesifik: korteks depan, struktur limbik lobus temporal dan basal ganglia atau otak kecil (Cannon, 1998; Hulshoff Pol, Schnack, Mandl et al., 2000; Gur, Turetsky, Cowell, et al., 2000). Dan abnormalitas ini juga ditemukan pada kerabat pasien skizofrenia, mengindikasikan adanya dasar genetik (Lowrie, Whalley, Abukmeil, et al., 2001).Beberapa studi PET menemukan bahwa saat pasien skizofrenia diberikan tes metabolisme sementara mereka mengerjakan tugas kognitif yang membutuhkan perhatian selektif dan kemampuan memecahkan masalah lainnya dari lobus depan, kebanyakan dari mereka menunjukkan rendahnya aktivitas otak pada bagian tersebut (Carter, Mintun, Nichols, et al., 1997; Artiges, Martinot, Verdys, et al., 2000). Korteks depan mereka juga terlihat memiliki sinaps yang lebih sedikit, membuat transmisi syaraf semakin sulit (Glantz & Lewis, 1997; McGlashan & Hoffman, 2000). Ciri-ciri tersebut merupakan ciri dari pasien dengan gejala negatif.Pada pasien dengan gejala positif, seringkali menunjukkan abnormalitas pada lobus depan atau struktur limbik (Marsh, Harris, Lim, et al., 1997) dan keabnormalan lobus depan ini terdapat pada pasien skizofrenia episode awal (McCarley, Salisbury, Hirayasu, et al., 2002). Bahkan, studi MRI memperlihatkan bahwa halusinasi pendengaran dihubungkan dengan aktivasi lobus temporal, thalamus dan hippocampus (Shergill, Brammer, Williams, et al., 2000).Pasien gejala positif dan negatif keduanya menunjukkan keabnormalan pada basal ganglia (Siegel, Buchsbaum, Bunney, et al., 1993). Beberapa pasien menunjukkan abnormalitas pada ketiga sistem otak. Hal ini menjelaskan mengapa banyak pasien memiliki gejala positif dan negatif bersamaan (Andreasen, 1999; Pierri, Volk, Auh, et al., 2001; Kubicki, Westin, Maier, et al., 2002).

B. Cedera Otak sebelum Masa KelahiranPada studi MRI dan postmortem, kebanyakan pasien skizofrenia tidak menunjukkan bagian otak asimetris yang normal, terutama di bagian otak yang mengatur bahasa dan asosiasi (Barta, Pearlson, Brill, et al., 1997; Sommer, Aleman, Ramsey, et al., 2001). Mereka juga kebanyakan bertangan kidal, indikator lain dari pengurangan percabangan otak. Hal ini menggambarkan bahwa otak mereka mengalami trauma selama trimester kedua.Beberapa penelitian menemukan bahwa individu yang berada dalam kandungan saat ibunya terkena stres, seperti serangan militer, bencana alam atau kematian suaminya, memiliki kemungkinan yang signifikan untuk mengembangkan skizofrenia saat dewasa daripada apabila individu tersebut telah lahir saat ibunya mengalami stres (Kinney, 2001).Ada beberapa gambaran lain mengenai kerusakan otak pada awal pra-kelahiran. Kerusakan jaringan otak janin memicu otak untuk merespon perbaikan jaringan, yang disebut gliosis, tapi respon ini muncul hanya pada trimester ketiga, tidak sebelumnya. Saat otak menunjukkan abnormalitas strukturnya tanpa adanya gliosis maka perubahan-perubahan tertentu akan terjadi sebelum trimester ketiga. Dan hal tersebut adalah hasil pemeriksaan postmortem yang ditunjukkan pada pasien skizofrenia: perubahan struktur tanpa gliosis (Brennan & Walker, 2001). Minor Physical Anomalies (MPAs) dari kepala dan wajah (seperti bentuk telinga yang asimetris) juga dimulai selama perkembangan janin dan diduga sebagai pertanda tidak langsung untuk perkembangan otak yang baik. MPAs muncul pada rata-rata yang tinggi individu skizofrenia (Brennan & Walker, 2001; McGrath, El-Saadi, Grim, et al., 2002) dan mengindikasikan bahwa individu tersebut mengalami cedera sebelum masa kelahiran.Studi postmortem lainnya menitikberatkan pada trimester kedua. Selama periode tersebut, syaraf pada otak yang sedang berkembang pindah dari dinding bilik ke struktur sementara yang akhirnya membentuk daerah perhubungan korteks otak. Daerah tersebut bertanggung jawab dala kemampuan membuat hubungan antar hal yang tepat, suatu fungsi yang rusak secara radikal pada skizofrenia. Pemeriksaan postmortem pada otak pasien skizofrenia menunjukkan kerusakan perpindahan syaraf, kerusakan ini muncul hanya pada trimester kedua (Akbarian, Kim, Potkin, et al., 1996; McClure & Weinberger, 2001).Studi anak kembar juga menemukan tanda-tanda adanya masalah selama trimester kedua. Kembar MZ memiliki sidik jari yang hampir sama, dengan sedikit variasi. Pada kembar MZ yang bertentangan untuk skizofrenia, perbedaan sidik jari akan lebih besar daripada pada kembar MZ normal (Davis & Bracha, 1996). Kembar tersebut, berbeda secara abnormal satu sama lain dalam dua cara: sidik jari dan fungsi mental. Sidik jari dikembangkan pada trimester kedua, jadi apabila kedua abnormalitas disebabkan karena gangguan pra-kelahiran yang sama, gangguan tersebut terjadi pada trimester kedua.

C. Penelitian Biokimia: Hipotesis DopaminTeori bahwa Skizofrenia berhubungan dengan aktivitas berlebihan neurotransmitter dopamin, didasarkan pada pengetahuan bahwa obat-obatan yang efektif untuk menangani Skizofrenia dapat menurunkan aktivitas dopamin. Para peneliti juga mencatat bahwa obat-obat antipsikotik, selain dapat mengurangi beberapa simptom Skizofrenia, obat tersebut juga dapat menimbulkan efek samping yang mirip dengan simptom-simptom penyakit Parkinson.Hal lain yang tidak secara langsung mendukung teori dopamin dalam Skizofrenia adalah diketahuinya literatur mengenai psikosis amfetamin. Amfetamin dapat menyebabkan suatu kondisi yang sangat mirip dengan Paranoid Skizofrenia. Efek amfetamin yang menimbulkan psikosis merupakan akibat peningkatan dopamin.

D. Kemoterapi (Chemotherapy)Sesuai dengan indikasinya, obat-obat antipsikotik (neuroleptics) digunakan untuk mengurangi simptom-simptom psikosis, seperti kebingungan, penarikan diri, halusinasi, delusi dan lainnya. Obat antipsikotik yang paling banyak digunakan adalah phenothiazines yang didalamnya termasuk stelazine, prolixin, mellaril dan thorazine (chlorpromazine). Pada umumnya, obat antipsikotik cukup efektif untuk mengurangi simptom-simptom skizofrenik. Pada saat bersamaan, obat-obatan tersebut telah mempengaruhi penelitian mengenai Skizofrenia. Peneliti biokimia ingin mengetahui bagaimana cara kerja phenothiazines, dimana hal tersebut pada akhirnya mendorong lahirnya hipotesis dopamin.Penelitian terbaru menunjukkan bahwa obat antipsikotik non phenothiazines telah menuju perbaikan hipotesis tersebut. Obat-obat baru ini bekerja lebih baik daripada phenothiazines untuk Tipe II, pasien simptom negatif dan mereka yang memiliki kelainan otak. Dengan kata lain, phenothiazines baik untuk simptom-simptom positif, seperti halusinasi dan delusi. Tetapi, phenothiazines kurang baik untuk mengurangi simptom negatif. Hal tersebut kemudian mendorong lahirnya hipotsis baru, yaitu simptom positif merupakan simptom sekunder dan simptom negatif merupakan simptom primer. Hipotesis tersebut juga menyatakan bahwa Skizofrenia Distorsi Realitas merupakan konsekuensi dari permasalahan proses informasi yang disebabkan oleh kelainan perkembangan otak.

2. Perspektif KognitifBeberapa peneliti mengemukakan bahwa masalah atensi merupakan gangguan utama pada Skizofrenia. Untuk itu, dapat dikatakan simptom utama dari Skizofrenia adalah disfungsi atensi. Namun saat ini, atensi merupakan bidang kajian ilmuwan kognitif dan mereka tidak menyatakan bahwa atensi merupakan akar penyebab Skizofrenia. Menurut mereka, Skizofrenia disebabkan oleh faktor biologis. Mereka menyatakan bahwa fungsi psikologis, yaitu atensi, sering melemah dikarenakan kelainan biologis. Adanya masalah pada atensi pada akhirnya akan menimbulkan Skizofrenia.a. Atensi Berlebihan (Overattention)Pasien dengan atensi berlebih tidak dapat fokus pada satu stimulus, tetapi ia terus menerima banyak stimulus lain dan fokus terhadap semua stimulus tersebut. Fenomena ini berhubungan dengan Skizofrenia Tipe I, yaitu Skizofrenia simptom positif. Berdasarkan pada teori kognitif, simptom positif Tipe I, seperti halusinasi, delusi dan pembicaraan yang inkohere, merupakan akibat dari atensi yang berlebihan. Alasan mengapa pasien-pasien tersebut kebingungan dan tidak terorganisir adalah karena proses informasi dalam diri pasien terlalu berat dan sistem saraf mereka selalu bekerja untuk dapat memproses sekian banyaknya stimulus yang diterima.b. Kekurangan Atensi (Underattention)Individu dengan Skizofrenia Tipe II menunjukkan atensi yang sangat kurang terhadap stimulus eksternal. Ia cenderung menunjukkan rendahnya gelombang otak dalam pemberian respon terhadap stimulus yang ia terima. Untuk itu, ia kesulitan untuk dapat fokus pada stimulus yang ia terima, meskipun itu hanya satu stimulus saja.c. Terapi Kognitif (Cognitive Therapy)Terapi kognitif untuk pasien Skizofrenia memiliki dua pendekatan. Pendekatan pertama ditujukan untuk mengetahui proses pemikiran pasien Skizofrenia, lalu yang kedua ditujukan untuk mengetahui isi dari pemikiran itu sendiri.Pendekatan proses disebut juga rehabilitasi kognitif (Cognitive Rehabilitation). Pendekatan ini menggunakan teknik terapi rehabilitasi yang sama dengan yang digunakan untuk individu yang mengalami kerusakan otak. Inti dari pendekatan ini adalah untuk memberikan tugas kepada pasien agar ia dapat menunjukkan kemampuan kognitifnya, seperti memori, atensi dan persepsi sosial. Selain itu, pendekatan ini juga berupaya untuk membangun kemampuan-kemampuan kognitif diatas melalui teknik pemberian instruksi, pelatihan dan bahkan diberlakukannya sistem reward.Pendekatan lainnya ditujukan langsung untuk dapat mengatasi halusinasi dan delusi. Pada dasarnya, pendekatan ini menggunakan teknik yang sama dengan terapi kognitif untuk pasien nonpsikotik. Para terapis menuntun pasien untuk mempertanyakan apa yang ada di pikirannya.

3. Perspektif InterpersonalStressor lingkungan secara biologis dapat meningkatkan Skizofrenia. Salah satu stressor lingkungan tersebut adalah permasalahan yang ada pada keluarga. Menurut para ahli teori interpersonal, tekanan psikologis dalam keluarga dapat menjadi faktor terjadinya Skizofrenia.Ekspresi Emosi (Expressed Emotion)Pada umumnya, anak yang menderita Skizofrenia mengalami suasana bermusuhan dalam keluarganya. Untuk itu, peneliti saat ini lebih fokus pada karakteristik anggota keluarga, terutama karakteristik ibu. Peneliti kini lebih tertarik akan apa yang dikatakan anggota keluarga mengenai anggota keluarga lainnya. Dalam beberapa studi, keluarga yang dirawat karena Skizofrenia telah menunjukkan ekspresi emosi. Dalam studi tersebut, dinyatakan bahwa tingkat ekspresi emosi ditentukan oleh dua faktor, yaitu tingkat kritisme dan tingkat keterlibatan emosional berlebih.

Ketidaknormalan Komunikasi (Communication Deviance)Beberapa ahli menyatakan bahwa inti dari gangguan interpersonal terletak pada komunikasi antara orang tua dan anak. Salah satu teori klasik pada tahun 1950-an mengajukan bahwa Skizofrenia mungkin merupakan hasil dari komunikasi double-bind (doubel-bind communication). Situasi komunikasi tersebut bisa terjadi ketika orang tua memberikan pesan yang berlainan dengan apa yang anaknya sampaikan. Berikut ini contoh komunikasi tersebut.

Anak: (Mengeluh) Tidak ada seorangpun yang mau mendengarkanku. Semua orang berusaha diam terhadapku.Ibu: Tidak ada yang ingin membunuhmu.Ayah: Jika kamu ingin bergaul dengan orang-orang pintar (intelek), kamu harus ingat bahwa diam adalah kata benda dan bukan kata kerja.Dari contoh diatas, dapat diketahui bahwa orang tuanya menyatakan sesuatu yang tidak berhubungan dengan apa yang dikatakan si anak.Terapi Untuk Keluarga (Treatment for Families)Penemuan Expressed Emotion (EE) dan Communication Deviance (CD), telah mendorong dikembangkannya terapi untuk keluarga individu yang menderita Skizofrenia. Dalam suatu studi, peneliti menghabiskan waktu berminggu-minggu bersama 18 keluarga penderita Skizofrenia. Ia mempelajari kesulitan yang dialami anggota keluarga untuk menghadapi pasiennya dan anggota keluarga lain. Kemudian, keluarga tersebut secara bertahap diajari metode untuk menyelesaikan masalah, mulai dari merencanakan menu makan malam sampai dengan bagaimana cara mengatasi masalah utama dalam keluarga tersebut. Setelah sembilan bulan, hanya seorang pasien yang dinyatakan kambuh kembali.

Behavioural PerspectiveBerikut ini adalah teori-teori Skizofrenia berdasarkan perspektif behavioural.

a. Learned NonresponsivenessUllmann dan Krasner, mengemukakan suatu contoh, yaitu individu yang menderita Skizofrenia yang disebabkan oleh kehidupan keluarga yang terganggu atau kemalangan sosial lainnya, ia tidak belajar untuk merespon rangsangan yang seharusnya ia respon. Contoh tersebut menunjukkan bahwa Skizofrenia masih berhubungan dengan faktor lingkungan. Ia berhenti memperhatikan stimulus yang datang dan mulai mengambil isyarat perilakunya dari individu lain, yaitu stimulus yang ia pilih.b. Relearning Normal BehaviourApapun faktor yang menyebabkan terjadinya Skizofrenia, mungkin pengaturan kesehatan mental individulah yang mendorong beberapa perilaku yang memperkuat kegilaan dalam diri individu dan bukan memperkuat respon adaptif. Apabila hal tersebut memang terjadi, maka pembalikan pola penguatan tersebut harus dilakukan menuju peningkatan.Terapi behavioural saat ini tetap sejalan dengan prinsip Operant Conditioning. Terapi tersebut mencoba untuk mengubah perilaku dengan mengganti konsekuensi dari setiap perilaku yang muncul. Para peneliti telah berhasil menggunakan penguat yang sederhana seperti buah-buahan, coklat dan majalah.c. The Token EconomyBeberapa rumah sakit telah memperluas konsep operant conditioning dengan program token ekonomi. Dalam program tersebut, pasien diberikan token, poin atau penguat lainnya agar ia dapat mencapai perilaku yang ditargetkan. Pasien kemudian dapat menukar token yang ia miliki dengan snack, kopi, pakaian baru ataupun perlakuan khusus pada dirinya. Program ini terbukti berguna untuk menolong pasien agar ia cepat keluar dari rumah sakit.d. Pelatihan Keterampilan Sosial (Social Skills Training)Social Skills Training berfokus pada bagaimana membantu pasien untuk dapat mempelajari keahlian tertentu yang dapat memungkinkan mereka untuk dapat hidup di dunia luar. Hasil studi yang membandingkan antara Pelatihan Keterampilan Sosial dengan Terapi Jabatan (Occupational Therapy), menunjukkan bahwa pasien dengan program Pelatihan Keterampilan Sosial bekerja dengan model Problem Solving dalam melakukan bagaimana cara untuk menerima, untuk memulai proses dan memberikan komunikasi interpersonal. Sedangkan pasien dengan Terapi Jabatan (Occupational Therapy) membutuhkan banyak waktu untuk dapat menjalankan hal-hal tersebut di atas.

5. Perspektif SosiokulturalTerapi yang dilakukan untuk mengobati Skizofrenia merupakan terapi jangka panjang. Program yang ada dalam terapi tersebut haruslah program yang dapat membantu dan mendukung pasien dalam komunitas sosial. Salah satu studi dengan program tersebut dilakukan di Madison, Wisconsin. Dalam studi tersebut, pasien tidak dirawat oleh psikiater di rumah sakit, tetapi dengan perawatan tertentu, ia diberikan terapi di lingkungan masyarakat. Apabila pasien tidak memungkinkan untuk tinggal di rumah, maka psikiater membantunya untuk dapat menemukan tempat tinggal yang dapat ia terima dalam masyarakat. Pasien juga diminta untuk mencari pekerjaan apabila mereka memang tidak memiliki pekerjaan. Selama 14 bulan, psikiater tetap berhubungan dengan pasien, menelepon, memberi saran dan membantu pasien menemukan jalannya di masyarakat. Setelah selama 14 bulan dan terus mengikuti terapi selama 1 tahun, pasien tersebut menunjukkan adaptasi yang lebih baik daripada pasien yang dirawat di rumah sakit. Tetapi setelah dua tahun, manfaat dari terapi masyarakat ini berkurang. Untuk itu, dalam terapi masyarakat, psikiater harus tetap menjaga hubungan dengan pasien meskipun krisis yang dialami pasien telah terlewati.Program tersebut memunculkan pendekatan baru, yaitu Assertive Community Treatment (ACT). Pada program ACT, pasien yang dilepaskan dihubungi terus menerus dan mereka dapat mendukung jasa para profesional yang ada di masyarakat. Analisis dalam penelitian terbaru menunjukkan bahwa program ACT dapat mengurangi simptom-simptom, meningkatkan fungsi sosial dan memfasilitasi kehidupan mandiriTerapi lain yang dikembangkan adalah Terapi Personal (Personal Therapy). Terapi Personal merupakan terapi perorangan yang di rancang untuk mencocokkan keadaan emosional khusus dari pasien Skizofrenia. Terapi ini berfokus pada kontrol emosi. Tujuannya adalah untuk mencegah meningkatnya emosi untuk berbuat yang tidak baik. Pengkontrolan emosi ini dilakukan secara bertahap. Awalnya, pasien diajari internal coping yang merupakan strategi untuk dapat mengetahui tanda-tanda timbulnya stress pada diri pasien. Mereka lalu diajarkan bagaimana menghadapi stress tersebutUnitary Theories: Diathesis and StressMirsky dan Duncan mengemukakan lima faktor utama yang berhubungan dengan Skizofrenia.Perasaan canggung dan berbeda dari yang lain.Naiknya ketergantungan pada orang tua.Nilai akademik yang tidak baik dan kemampuan untuk mengatasi yang lemah.Interaksi dengan keluarga yang penuh tekanan.Ketidaknormalan komunikasi dalam keluarga, yang membuat individu merasa terisolasi.Seringnya dirawat oleh orang tua atau anggota keluarga lainnya.

Beberapa hasil studi menunjukkan bahwa perilaku buruk yang dilakukan pasien Skizofrenia cenderung didahului oleh peristiwa yang menekan dalam hidupnya. Untuk penderita psikosis, mereka menunjukkan reaksi emosional yang berlebih pada kejadian biasa dalam kehidupan.Model Diatesis-Stress telah membuat peneliti mempertanyakan apa yang terjadi pada individu yang memiliki kemungkinan menderita Skizofrenia karena faktor keturunan, tetapi ia justru tidak menderita Skizofrenia. Hal ini menunjukkan bahwa belum ada satupun faktor penyebab pasti yang dapat menyebabkan individu menderita Skizofrenia. Rumitnya pencarian faktor penyebab utama terjadinya Skizofrenia dapat mendorong para peneliti selanjutnya untuk terus mencari jawaban yang pasti.

BAB IIIKESIMPULAN

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa psikosis memiliki tiga tipe utama, yaitu Manic-Depressive Psychosis, Paranoia dan Dementia Praecox. Dementia Praecox merupakan sindrom yang ditandai dengan terjadinya delusi, halusinasi, permasalahan atensi dan gerak motorik yang aneh. Dementia Praecox merupakan istilah awal untuk Skizofrenia. Skizofrenia terjadi berdasarkan fase-fase tertentu yang dapat terus berkembang seiring dengan berjalannya waktu. Fase-fase tersebut telah terbagi menjadi tiga fase, yaitu Fase Prodromal, Fase Aktif dan Fase Residual. Selain itu, Skizofrenia juga memiliki beberapa dimensi, yaitu Process-Reactive (Good-Poor Premorbid), Positive-Negative Symptoms dan Paranoid-Nonparanoid.Tidak ada satupun peneliti dalam bidang Skizofrenia meyakini bahwa hanya ada satu faktor saja yang dapat menyebabkan Skizofrenia. Untuk itu, banyak perspektif yang mencoba menjelaskan apa sebenarnya Skizofrenia itu dan faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya Skizofrenia. Perspektif tersebut diantaranya adalah Neuroscience Perspective, Perspektif Kognitif, Perspektif Interpersonal, Behavioural Perspective, Perspektif Sosiokultural dan Unitary Theories: Diathesis and Stress.

DAFTAR PUSTAKA

Alloy, Lauren B., Riskind, John H., & Manos, Margaret J. (2005). Abnormal Psychology: Current Perspectives. New York: McGraw Hill.

Davison, Gerald C., Neale, John M., & Kring, Ann M. (2006). Psikologi Abnormal: Edisi Ke-9. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.