RSJD Dr RM SoedjarwadiProvinsi Jawa Tengah

71
1 Pemerintah Provinsi Jawa Tengah Catatan atas Laporan Keuangan RSJD Dr RM SoedjarwadiProvinsi Jawa Tengah Bab I. Pendahuluan 1.1 Maksud dan tujuan penyusunan laporan keuangan 1.2 Landasan Hukum penyusunan laporan keuangan 1.3 Sistematika penulisan catatan atas laporan keuangan Bab II. Ekonomi makro, kebijakan keuangan dan pencapaian target kinerja 2.1. Ekonomi Makro 2.2. Kebijakan Keuangan Bab III. Ikhtisar pencapaian kinerja keuangan 3.1. Ikhtisar realisasi pencapaian target kinerja Keuangan 3.2. Hambatan dan Kendala yang ada dalam pencapaian target kinerja yang telah ditetapkan Bab IV. Kebijakan Akuntansi 4.1. Entitas akuntansi/entitas pelaporan keuangan daerah 4.2. Basis akuntansi yang mendasari penyusunan laporan keuangan 4.3. Basis pengukuran yang mendasari penyusunan laporan keuangan 4.4. Penerapan kebijakan akuntansi berkaitan dengan ketentuan yang ada dalam SAP Bab V. Penjelasan pos-pos laporan keuangan 5.1. Rincian dari penjelasan pos-pos Neraca 5.2. Rincian dari penjelasan pos-pos Laporan Realisasi Anggaran 5.3. Rincian dari penjelasan pos-pos Laporan Operasional 5.4. Rincian dari penjelasan pos-pos Laporan Perubahan Ekuitas 5.5. Rincian dari penjelasan pos-pos Laporan Arus Kas Bab VI. Penjelasan atas informasi-informasi non keuangan Bab VII. Penutup

Transcript of RSJD Dr RM SoedjarwadiProvinsi Jawa Tengah

1

Pemerintah Provinsi Jawa Tengah

Catatan atas Laporan Keuangan

RSJD Dr RM SoedjarwadiProvinsi Jawa Tengah

Bab I. Pendahuluan

1.1 Maksud dan tujuan penyusunan laporan keuangan

1.2 Landasan Hukum penyusunan laporan keuangan

1.3 Sistematika penulisan catatan atas laporan keuangan

Bab II. Ekonomi makro, kebijakan keuangan dan pencapaian target kinerja

2.1. Ekonomi Makro

2.2. Kebijakan Keuangan

Bab III. Ikhtisar pencapaian kinerja keuangan

3.1. Ikhtisar realisasi pencapaian target kinerja Keuangan

3.2. Hambatan dan Kendala yang ada dalam pencapaian target kinerja yang telah

ditetapkan

Bab IV. Kebijakan Akuntansi

4.1. Entitas akuntansi/entitas pelaporan keuangan daerah

4.2. Basis akuntansi yang mendasari penyusunan laporan keuangan

4.3. Basis pengukuran yang mendasari penyusunan laporan keuangan

4.4. Penerapan kebijakan akuntansi berkaitan dengan ketentuan yang ada dalam SAP

Bab V. Penjelasan pos-pos laporan keuangan

5.1. Rincian dari penjelasan pos-pos Neraca

5.2. Rincian dari penjelasan pos-pos Laporan Realisasi Anggaran

5.3. Rincian dari penjelasan pos-pos Laporan Operasional

5.4. Rincian dari penjelasan pos-pos Laporan Perubahan Ekuitas

5.5. Rincian dari penjelasan pos-pos Laporan Arus Kas

Bab VI. Penjelasan atas informasi-informasi non keuangan

Bab VII. Penutup

2

Bab I

Pendahuluan

1.1 Maksud dan tujuan penyusunan laporan keuangan

Laporan keuangan RSJD Dr. RM.Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah disusun untuk

menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi

yang dilakukan oleh RSJD Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah selama satu

periode pelaporan. Laporan keuangan terutama digunakan untuk membandingkan

realisasi pendapatan, belanja, transfer dan pembiayaan dengan anggaran yang telah

ditetapkan menilai kondisi keuangan, mengevaluasi efektivitas dan efisiensi suatu entitas

pelaporan dan membantu menentukan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.

Pelaporan keuangan menyajikan informasi yang bermanfaat bagi para pengguna dalam

menilai akuntabilitas dan membuat keputusan dengan:

1. Menyediakan informasi mengenai bagaimana entitas pelaporan mendanai seluruh

kegiatan dan mencukupi kebutuhan kasnya.

2. Menyediakan informasi mengenai posisi keuangan dan kondisi entitas pelaporan

berkaitan dengan sumber-sumber penerimaannya, baik jangka pendek maupun

jangka panjang.

3. Menyediakan informasi mengenai perubahan posisi keuangan entitas pelaporan,

apakah mengalami kenaikan atau penurunan, sebagai akibat kegiatan yang dilakukan

selama periode pelaporan.

Untuk memenuhi tujuan-tujuan tersebut, laporan keuangan menyediakan informasi

mengenai pendapatan, belanja, transfer, dana cadangan, pembiayaan, aset, kewajiban,

ekuitas dana, dan arus kas sebagai suatu entitas pelaporan.

Laporan Keuangan RSJD Dr.RM.Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah terdiri dari:

1. Neraca

2. Laporan Realisasi Anggaran

3. Laporan Operasional

4. Laporan Perubahan Ekuitas

5. Laporan Arus Kas

6. Catatan atas Laporan Keuangan

3

Neraca

Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan mengenai aset,

kewajiban, dan ekuitas dana pada tanggal tertentu. Setiap entitas pelaporan

mengklasifikasikan asetnya menjadi aset lancar dan non lancar serta mengklasifikasikan

kewajibannya menjadi kewajiban jangka pendek dan jangka panjang dalam neraca.

Setiap entitas pelaporan mengungkapkan setiap pos aset dan kewajiban yang mencakup

jumlah-jumlah yang diharapkan akan diterima atau dibayar dalam waktu 12 (dua belas)

bulan setelah tanggal pelaporan dan jumlah-jumlah yang diharapkan akan diterima atau

dibayar dalam waktu 12 (dua belas) bulan.

Neraca mencantumkan sekurang-kurangnya pos-pos berikut:

a. Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah

sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau

sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun

masyarakat serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya non

keuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan

sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya.

b. Kewajiban adalah utang yang timbul dr peristiwa masa lalu yang penyelesaiannya

mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi pemerintah.

c. Ekuitas adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih antara aset dan

kewajiban pemerintah.

Laporan Realisasi Anggaran

Laporan Realisasi Anggaran menyajikan ikhtisar sumber, alokasi dan penggunaan

sumber daya ekonomi yang dikelola dalam satu periode pelaporan. Laporan Realisasi

Anggaran menyajikan sekurang-kurangnya unsur-unsur sebagai berikut:

a. Pendapatan-LRA adalah penerimaan oleh entitas pemerintah melalui bendahara yang

menambah SiLPA pada tahun anggaran yang bersangkutan, yang menjadi hak

pemerintah dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah.

b. Belanja adalah pengeluaran oleh entitas pemerintah melalui bendahara yang

mengurangi SiLPA pada tahun anggaran yang bersangkutan dan tidak akan diperoleh

kembali pembayarannya oleh pemerintah.

c. Transfer adalah penerimaan/pengeluaran uang oleh suatu entitas pelaporan

dari/kepada entitas pelaporan lain, termasuk Dana Perimbangan dan Dana bagi Hasil.

4

d. Pembiayaan (financing) adalah setiap penerimaan/pengeluaran yang tidak

berpengaruh pada kekayaan bersih entitas yang perlu dibayar kembali dan/atau akan

diterima kembali, baik pada tahun anggaran bersangkutan maupun tahun anggaran

berikutnya yang dalam anggaran pemerintah dimaksudkan untuk menutup defisit

atau memanfaatkan surplus anggaran. Penerimaan pembiayaan antara lain dapat

berasal dari pinjaman dan hasil divestasi sedang pengeluaran pembiayaan antara lain

digunakan untuk pembayaran kembali pokok pinjaman, pemberian pinjaman pada

entitas lain, dan penyertaan modal oleh pemerintah.

Laporan Realisasi Anggaran menggambarkan perbandingan antara anggaran dengan

realisasinya dalam satu periode pelaporan.

Laporan Operasional

Laporan Operasional adalah laporan yang menyajikan informasi mengenai seluruh

kegiatan operasional keuangan entitas pelaporan yang tercermin dalam pendapatan-LO,

beban dan surplus/defisit operasional dari suatu entitas pelaporan yang penyajiannya

disandingkan dengan periode sebelumnya.

Laporan Perubahan Ekuitas

Laporan Perubahan Ekuitas adalah laporan yang menyajikan informasi mengenai

perubahan ekuitas yang terdiri dari ekuitas awal, surplus/defisit-LO, koreksi dan ekuitas

akhir.

Laporan Arus Kas

Laporan Arus Kas menyajikan informasi kas sehubungan dengan aktivitas operasi,

pendanaan, dan transitoris yang menggambarkan saldo awal, penerimaan, pengeluaran,

dan saldo akhir kas selama periode tertentu.

Unsur yang dicakup dalam Laporan Arus Kas terdiri dari penerimaan dan pengeluaran

kas, yang masing-masing dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Penerimaan Kas adalah semua aliran kas masuk ke bendahara.

b. Pengeluaran Kas adalah semua aliran kas keluar dari bendahara.

Catatan Atas Laporan Keuangan

Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan naratif atau rincian dari angka yang

tertera dalam Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Operasional, Laporan Perubahan

Ekuitas, Neraca, dan Laporan Arus Kas. Catatan atas Laporan Keuangan juga mencakup

informasi tentang kebijakan akuntansi yang dipergunakan oleh entitas pelaporan dan

informasi lain yang diharuskan dan dianjurkan untuk diungkapkan di dalam Standar

5

Akuntansi Pemerintahan serta ungkapan-ungkapan yang diperlukan untuk menghasilkan

penyajian laporan keuangan secara wajar.

1.2 Landasan Hukum penyusunan laporan keuangan

Pelaporan keuangan RSJD Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah diselenggarakan

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengatur keuangan pemerintah antara

lain:

1. Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi

Pemerintahan.

2. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 64 Tahun 2013 tentang Penerapan

Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual pada Pemerintah Daerah.

3. Peraturan Gubernur Jawa Tengah No. 45 Tahun 2014 tentang Kebijakan dan

Sistem Akuntansi Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.

1.3 Sistematika penulisan catatan atas laporan keuangan

Bab I. Pendahuluan

1.1 Maksud dan tujuan penyusunan laporan keuangan

1.2 Landasan Hukum penyusunan laporan keuangan

1.3 Sistematika penulisan catatan atas laporan keuangan

Bab II. Ekonomi makro, kebijakan keuangan dan pencapaian target kinerja

2.1. Ekonomi Makro

2.2. Kebijakan Keuangan

2.3. Indikator pencapaian kinerja

Bab III. Ikhtisar pencapaian kinerja keuangan

3.1. Ikhtisar realisasi pencapaian target kinerja Keuangan

3.2. Hambatan dan Kendala yang ada dalam pencapaian target kinerja yang telah

ditetapkan

Bab IV. Kebijakan Akuntansi

4.1. Entitas akuntansi/entitas pelaporan keuangan daerah

4.2. Basis akuntansi yang mendasari penyusunan laporan keuangan

6

4.3. Basis pengukuran yang mendasari penyusunan laporan keuangan

4.4. Penerapan kebijakan akuntansi berkaitan dengan ketentuan yang ada dalam SAP

Bab V. Penjelasan pos-pos laporan keuangan

5.1. Rincian dari penjelasan pos-pos Neraca

5.2. Rincian dari penjelasan pos-pos Laporan Realisasi Anggaran

5.3. Rincian dari penjelasan pos-pos Laporan Operasional

5.4. Rincian dari penjelasan pos-pos Laporan Perubahan Ekuitas

5.5. Rincian dari penjelasan pos-pos Laporan Arus Kas

Bab VI. Penjelasan atas informasi-informasi non keuangan

6.1. Profil RSJD Dr RM Soedjarwadi Pemerintah Provinsi Jawa Tengah

Bab VII. Penutup

7

Bab II

Ekonomi makro, kebijakan keuangan dan pencapaian target kinerja

2.1. Ekonomi Makro

Tabel. 2.1. Ekonomi Makro

No ASPEK MAKRO 2013 2014 2015

1. BI Rate 7,5 % 7,75 % 7,5 %

2. Tingkat Inflasi 4,5 % 4 % 5 %

3. Cadangan Devisa (M1) 110,123 111,862 100,240

4. Kurs 1 US$ (Rp) 13.250 12.440 13.795

Sumber: www.bi.go.id

2.2. Kebijakan Keuangan

Kebijakan keuangan Jawa Tengah mengacu pada kebijakan keuangan nasional dengan

menitik beratkan pada “mboten korupsi, mboten ngapusi” pada reformasi birokrasi nya.

Fokus kebijakan keuangan ditujukan pada keunggulan daerah masing-masing. Jawa

Tengah masih termasuk dalam daerah yang menarik sebagai tujuan investasi, sehingga

pertumbuhan investasi Jawa Tengah cukup tinggi. Relokasi pasar tujuan ekspor

mendorong perbaikan kinerja ekspor.

Sektor unggulan seperti pertanian, pariwisata dan hasil kebudayaan masih menjadi

penopang utama penghasilan daerah. Adanya permintaan domestik menjadikan gejolak

ekonomi global tidak terlalu berdampak pada pendapatan daerah.

2.3. Indikator Pencapaian Kinerja

2.3.1. Rasio Kemandirian; menunjukkan kemampuan BLUD dalam membiayai sendiri

kegiatan pelayanan, pemerintahan dan pembangunan. Rasio kemandirian

menggambarkan ketergantungan BLUD terhadap sumber dana eksternal (pusat

maupun provinsi). Semakin tinggi rasio kemandirian mengandung arti bahwa

tingkat ketergantungan BLUD terhadap bantuan pihak eksternal (pusat maupun

provinsi) semakin rendah, begitu juga sebaliknya.

2.3.2. Rasio Efektivitas; menggambarkan kemampuan BLUD dalam merealisasikan

pendapatan asli daerah yang direncanakan dibandingkan dengan target yang

8

ditetapkan berdasarkan potensi riil BLUD. Semakin tinggi rasio efektivitas

maka semakin efektif penerimaan pendapatan BLUD.

2.3.3. Rasio Efisiensi; menggambarkan perbandingan antara besarnya biaya yang

dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan dikurangi realisasi pendapatan yang

diterima. Semakin kecil rasio maka kinerja BLUD semakin Efisien.

2.3.4. Rasio Pertumbuhan (growth ratio); mengukur seberapa besar kemampuan

BLUD dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilan yang telah

dicapai dari periode ke periode berikutnya. Untuk rasio pertumbuhan

pendapatan semakin besar rasio maka pertumbuhan BLUD semakin baik. Untuk

rasio pertumbuhan beban/belanja semakin besar rasio pertumbuhan menjadi

catatan tersendiri atas efektivitas dan efisiensi beban/belanja tersebut.

2.3.5. Rasio Likuiditas; menunjukkan kemampuan BLUD untuk memenuhi

kewajibannya dengan segera. Termasuk rasio likuiditas adalah Rasio Kas dan

Rasio Lancar. Semakin besar rasio likuiditas, semakin baik kemampuan BLUD

untuk memenuhi kewajibannya.

Rumus Rasio Kemandirian:

����� ����������� =���������� ����

���� ���� ����� + ���� ���� �������� + ��������

Keterangan:

Pendapatan BLUD : Pendapatan asli BLUD dapat berupa pendapatan retribusi

daerah, Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah

yang dipisahkan, Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang

Sah maupun Lain-lain Pendapatan yang Sah kecuali

Pinjaman.

Dana dari Pusat : Semua Dana yang bersumber dari APBN yang digunakan

oleh BLUD.

Dana dari Provinsi : Semua Dana yang bersumber dari APBD yang digunakan

oleh BLUD.

Pinjaman : Penerimaan yang menambah ekuitas BLUD dan wajib

dibayarkan kembali pada periode pelaporan bersangkutan

maupun periode pelaporan selanjutnya.

9

Rumus Rasio Efektifitas:

����� ����������� = ��������� ���������� ����

������ ���������� ����

Keterangan:

Realisasi Penerimaan BLUD : Penerimaan Pendapatan BLUD dalam satu periode

laporan keuangan.

Target Penerimaan BLUD : Besaran target yang diperkirakan dan ditetapkan

berdasarkan potensi riil BLUD.

Rumus Rasio Efisiensi:

����� ��������� = ����� ���� ����������� ����� ����������� ����������

��������� ���������� ����

Keterangan:

Biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan penerimaan, adalah segala biaya yang

dikeluarkan untuk mendapatkan penerimaan BLUD yang sah.

Rumus Rasio Pertumbuhan:

����� ��������ℎ�� = ����� ������� ��ℎ�� ��������

����� ������� ��ℎ�� ����������� 100%

Rumus Rasio Likuiditas

a. Rasio Kas

Kemampuan BLUD untuk membayar kewajiban Lancar dengan Kas dan setara

Kas BLUD.

����� ��� = ��� + ������ ���

��������� ������

Setara Kas : Investasi jangka pendek yang sangat likuid yang siap dijabarkan

menjadi kas serta bebas dari resiko nilai perubahan yang

signifikan.

10

b. Rasio Lancar

Kemampuan BLUD untuk membayar kewajiban lancar menggunakan Aset

Lancar BLUD.

����� ������ = ���� ������

��������� ������

No Rasio Perhitungan Keterangan

1 Rasio Kemandirian 24.527.671.289

106.925.342.425 � 100% = 22,94%

RSJD Dr RM Soedjarwadi mampu

membiayai pengeluaran nya sendiri

sebesar 22,94% sedang sisanya adalah

dana dari APBD

2 Rasio Efektivitas 24.527.671.289

23.500.000.000 � 100% = 104,37%

RSJD Dr RM Soedjarwadi mampu

melebihi target pendapatan sebesar

104,37%.

3 Rasio Efisiensi 106.925.342.425

24.527.671.289 = 4,36

Untuk mendapatkan realisasi 1

pendapatan, memerlukan biaya/belanja

sebesar 4,36.

4 Rasio Pertumbuhan 24.527.671.289

30.628.053.537 � 100% = 80,08%

Hasil pencapaian RSJD Dr RM

Soedjarwadi sebesar 80,08% dari

pencapaian tahun sebelumnya.

5 Rasio Kas 7.209.573.930

1.575.353.916 = 4,58

Setiap satu kewajiban lancar, didukung

oleh kemampuan Kas sebesar 4,58.

6 Rasio Lancar 19.613.251.913,52

1.575.353.916 = 12,45

Setiap satu Kewajiban Lancar didukung

oleh 12,45Aset Lancar

11

Bab III

Ikhtisar pencapaian kinerja keuangan

3.1. Ikhtisar realisasi pencapaian target kinerja keuangan

Secara garis besar, RSJD Dr RM Soedjarwadi Pemerintah Provinsi Jawa Tengah

mencapai Target dalam Pendapatan. Pendapatan LRA RSJD Dr RM Soedjarwadi

Pemerintah Provinsi Jawa Tengah tahun anggaran 2015 mencapai Rp.24.527.671.289,-

atau mencapai 104,37% dari target sebesar Rp. 23.500.000.000,-.

Dalam hal penyerapan anggaran, RSJD Dr RM Soedjarwadi pada tahun anggaran

2015merealisasikan dana dalam DPPA-SKPD sebesar Rp. 106.925.342.425,- yang

terdiri dari Belanja Tidak Langsung sebesar Rp. 29.065.964.680,- dan Belanja Langsung

sebesar Rp. 77.859.377.745,- (sebanyak 6 program dengan 11 kegiatan).

3.2. Hambatan dan Kendala yang ada dalam pencapaian target kinerja yang telah ditetapkan.

Adapun permasalahan utama RSJD Dr RM Soedjarwadi yang harus diselesaikan dalam

rangka memberikan pelayanan di bidang kesehatan di Jawa Tengah, secara singkat

dapat dirinci sebagai berikut :

1. Lahan terlalu sempit ,hanya 28.894 m2 (sebagai perbandingan : RSJD

Surakarta 100.000 m2 dan RSJD Dr Amino Semarang 60.000 m2),

Sesuai Peraturan Daerah (Perda) no 11 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang

Wilayah (RTRW) Kabupaten Klaten, area sekitar RSJD Dr RM Soedjarwadi merupakan

area pemukiman sehingga tidak memungkinkan untuk dilakukan pemekaran, hal ini

berakibat pada sulitnya melakukan penataan blok-blok bangunan RS.

Sempitnya lahan berpengaruh pula terhadap terbatasnya area parkir pengunjung,

sehingga pemakaian bahu jalan untuk parkir kendaraan roda 4 pun tak terelakkan. Di

samping mengganggu lalu lintas, hal ini tentu saja berpengaruh terhadap keamanan &

kenyamanan pengunjung, yang ujung-ujungnya berdampak pada kepuasan masyarakat.

Ditambah lagi dengan letak Rumah Sakit yang tidak pada jalur utama kota,

mengakibatkan masyarakat sulit mengakses Rumah Sakit.

12

2. Terlalu sederhananya SOTK RSJD Dr RM Soedjarwadi

Terlalu sederhananya SOTK RSJD Dr RM Soedjarwadi menjadikan beban kerja

terlalu besar, tumpang tindih & rentang kendali yang terlalu lebar sehingga tidak bisa

mengakomodir kebutuhan pelayanan yang cepat & inovatif

3. Ketidakseimbangan antara jumlah pegawai dengan peningkatan pelayanan di

RSJD Dr RM Soedjarwadi

Pertumbuhan respon masyarakat yang semakin meningkat tetapi tidak diimbangi

pertumbuhan jumlah pegawai dalam semua jenis layanan (kunjungan rawat jalan s/d

bulan Desember tahun 2015 adalah 90.232, mengakibatkan terjadinya stagnansi

pelayanan dan berkurangnya kecepatan pelayanan, yang pada akhirnya dikhawatirkan

akan berdampak pada tingkat kepuasan masyarakat.

13

Tabel 3.1 Ikhtisar realisasi pencapaian target kinerja keuangan Tahun Anggaran 2015

No Kegiatan Jumlah Anggaran Realisasi Realisasi Keterangan

(Rp) (Rp) Fisik (%) Keu (%)

1 Kegiatan Penyediaan Makanan dan Minuman 2.006.000.000 1.847.776.760 100 92,11

2 Kegiatan Penyediaan Jasa Pelayanan Perkantoran 6.282.630.000 6.246.301.406 100 99,42

3 Kegiatan Pengiriman Workshop/Simposium/Seminar 1.000.000.000 980.777.206 100 98,08

4 Kegiatan Pemenuhan Sarana dan Penunjang Pelayanan Kesehatan 28.175.247.000 26.143.773.320 100 92,79 Gagal lelang pengadaan instalasi air

minum bersih

5 Kegiatan Pemenuhan Fasilitas Pelayanan Kesehatan 10.926.800.000 6.748.226.106 61,76 61,76 Fisik tercapai 61%, terjadi penghentian

pekerjaan selama 2bulan

6 Kegiatan Pemenuhan Mutu Pelayanan Kesehatan 375.000.000 350.501.598 100 93,47 Efisiensi tanpa mengurangi target capaian

7 Kegiatan Pemenuhan Sarana dan Prasarana Pelayanan Kesehatan Rujukan (DAK) 1.975.650.000 1.942.634.888 100 98,33

8 Penyelenggaraan Pendidikan Tenaga Kesehatan 424.566.000 376.182.500 100 88,60 Efisiensi tanpa mengurangi target capaian

9 Kegiatan Penyelenggaraan Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Tk. Provinsi 100.000.000 96.010.225 100 96,01

10 Kegiatan Penyelenggaraan Promosi Kesehatan Rumah Sakit 312.350.000 277.646.850 100 88,89 Efisiensi tanpa mengurangi target capaian

11 Kegiatan Pelayanan dan Pendukung Pelayanan (BLUD) 39.031.449.000 32.848.885.636 100 84,16 Penambahan SiLPA tahun lalu di anggaran

perubahan.

14

Bab IV

Kebijakan Akuntansi

4.1. Entitas akuntansi/entitas pelaporan keuangan daerah

Asumsi dasar dalam pelaporan keuangan Pemerintah Daerah adalah anggapan yang

diterima sebagai suatu kebenaran tanpa perlu dibuktikan agar kebijakan akuntansi

dapat diterapkan, yang terdiri atas asumsi kemandirian entitas, asumsi

kesinambungan entitas dan asumsi keterukuran dalam satuan uang (monetary

measurement).

Asumsi kemandirian entitas mempunyai arti bahwa unit Pemerintah Daerah sebagai

entitas pelaporan dan entitas akuntansi dianggap sebagai unit yang mandiri dan

mempunyai kewajiban untuk menyajikan laporan keuangan sehingga tidak terjadi

kekacauan antar unit pemerintahan dalam pelaporan keuangan.

Laporan keuangan Pemerintah Daerah disusun dengan asumsi bahwa Pemerintah

Daerah akan berlanjut keberadaannya dan tidak bermaksud melakukan likuidasi

(going concern concept).

Laporan keuangan Pemerintah Daerah harus menyajikan setiap kegiatan yang

diasumsikan dapat dinilai dengan satuan uang (monetary measurement). Hal ini

diperlukan agar memungkinkan dilakukannya analisis dan pengukuran dalam

akuntansi.

Selaku penerima anggaran belanja pemerintah (APBN/APBD) maka Badan Layanan

Usaha Daerah adalah entitas akuntansi yang laporan keuangannya dikonsolidasikan

pada entitas pelaporan yang secara organisatoris membawahinya, dalam hal ini RSJD

Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah sebagai entitas akuntansi dan Pemerintah

Provinsi Jawa Tengah sebagai entitas pelaporan.

Selaku satuan kerja pelayanan berupa badan, walaupun bukan berbentuk badan

hukum yang mengelola kekayaan negara yang dipisahkan maka Badan Layanan

Umum Daerah juga merupakan entitas pelaporan.

Konsolidasi laporan keuangan Badan Layanan Umum Daerah pada pemerintah

daerah yang secara organisatoris membawahinya dilaksanakan setelah laporan

keuangan Badan Layanan Umum Daerah disusun menggunakan standar akuntansi

yang sama dengan standar akuntansi yang dipakai oleh organisasi yang

membawahinya, maka dalam hal ini RSJD Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa

Tengah menggunakan standar akuntansi yang sama dengan Pemerintah Provinsi Jawa

Tengah.

15

4.2. Basis akuntansi yang mendasari penyusunan laporan keuangan

Berdasarkan Peraturan Gubernur Jawa Tengah No.45 tahun 2014 tentang Kebijakan

Akuntansi Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Tengahdan Peraturan Pemerintah

Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah serta Peraturan Menteri

Dalam Negeri no.64 Tahun 2013 menyatakan dalam rangka pengintegrasian laporan

keuangan Badan Layanan Umum Daerah dengan laporan keuangan kementerian

negara/lembaga, Badan Layanan Umum Daerah mengembangkan sub sistem

akuntansi keuangan yang menghasilkan laporan keuangan sesuai dengan standar

akuntansi pemerintahan (SAP).

Penyelenggaraan akuntansi dan laporan keuangan sebagaimana dimaksud diatas

adalah penggunaan basis akrual, baik dalam pengakuan pendapatan, belanja, aset,

kewajiban dan ekuitas.

4.3. Basis pengukuran yang mendasari penyusunan laporan keuangan

A. KEBIJAKAN AKUNTANSI KAS DAN SETARA KAS

1. Definisi

Kas dan Setara Kas merupakan kelompok akun yang digunakan untuk mencatat

kas dan setara kas yang dikelola oleh Bendahara Umum Daerah dan SKPD.

Kas adalah uang tunai dan saldo simpanan di bank yang setiap saat dapat

digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintahan.

Setara Kas adalah investasi jangka pendek pemerintah yang sangat likuid, yang

siap dicairkan menjadi kas, bebas dari risiko perubahan nilai yang signifikan,

serta mempunyai masa jatuh tempo kurang dari 3 (tiga) bulan terhitung dari

tanggal perolehannya.

2. Jenis-Jenis

Dilihat dari bentuknya maka Kas dan Setara Kas dibagi dalam 3 klasifikasi besar

yaitu:

a. Uang Tunai.

terdiri atas uang kertas dan koin dalam mata uang rupiah yang dikuasai oleh

pemerintah, termasuk didalamnya uang tunai dan koin dalam mata uang

asing.

b. Saldo Simpanan di Bank.

adalah seluruh saldo rekening pemerintah daerah yang setiap saat dapat

ditarik atau digunakan untuk melakukan pembayaran.

16

c. Setara Kas.

adalah investasi jangka pendek pemerintah yang sangat likuid, yang siap

dicairkan menjadi kas, bebas dari risiko perubahan nilai yang signifikan,

serta mempunyai masa jatuh tempo 3 (tiga) bulan atau kurang, terhitung dari

tanggal perolehannya.

Berdasarkan unit pengelolanya maka kas pemerintah dapat dibagi menjadi tiga,

yaitu:

a. Kas Pemerintah Daerah Yang Dikelola Bendahara Umum Daerah(BUD)

1) Kas pada Rekening Kas Umum Daerah; dan

2) Setara Kas

b. Kas Pemerintah Daerah yang Dikelola SKPD

Kas pemerintah daerah yang penguasaan, pengelolaan, dan

pertanggungjawabannya dilakukan oleh SKPD terdiri dari:

1) Kas di Bendahara Penerimaan

Kas di Bendahara Penerimaan adalah saldo kas yang dikelola oleh

bendahara penerimaan dalam rangkapelaksanaan penerimaan di SKPD

berwenang sesuai peraturan perundang - undangan.

2) Kas di Bendahara Pengeluaran

Kas di Bendahara Pengeluaran adalah saldo kas yang dikelola oleh

bendahara pengeluaran yang harus dipertanggungjawabkan dalam rangka

pelaksanaan pengeluaran SKPD.

3) Kas di Badan Layanan Umum Daerah (Kas di BLUD)

Kas di BLUD adalah saldo kas pada SKPD yang menerapkan pola

pengelolaan keuangan BLUD yang merupakan bagian dari kekayaan

daerah yang tidak dipisahkan.

Kas di BLUD dapat disimpan dalam bentuk tunai atau disimpan pada

rekening di bankoleh bendahara penerimaan atau bendahara pengeluaran.

a) Kas di Bendahara BLUD

Rekening ini digunakan untuk menampung kas yang dipergunakan

dari kegiatan operasional sehari-hari BLUD baik untuk penerimaan

kas maupun pengeluaran kas.

b) Kas di Bendahara Penerimaan BLUD

Rekening Pengelolaan Kas adalah rekening lainnya pada BLU untuk

penempatan idle cash pada Bank Umum yang terkait dengan

pengelolaan kas BLU.

17

c) Setara Kas

Rekening Dana Kelolaan dipergunakan untuk menampung kas yang

masih merupakan hak pihak ketiga yang dimaksudkan untuk

mendukung pemberian layanan oleh BLU, namun layanan dimaksud

belum diberikan.

4) Kas di Bendahara SKPD yang karena peraturan perundang-undangan

menjadi bagian dari Kas Daerah.

3. Pengakuan

Kas dan setara kas diakui pada saat:

1. Memenuhi definisi kas dan/atau setara kas; dan

2. Penguasaan dan/atau kepemilikan telah beralih kepada pemerintah daerah.

4. Pengukuran

Kas dan Setara Kas dicatat berdasarkan nilai nominal yang disajikan dalam nilai

rupiah. Apabila terdapat saldo kas dalam valuta asing maka nilainya disajikan

dalam neraca menggunakan kurs tengah bank sentral pada tanggal neraca.

5. Penyajian dan Pengungkapan

Kas dan Setara Kas disajikan dalam Neraca dan LAK.

Saldo Kas dari pengembalian belanja yang belum disetorkan ke kas daerah pada

akhir tahun anggaran dicatat sebagai Kas Lainnya dan Setara Kas dengan akun

lawannya akun Pendapatan Ditangguhkan pada Tahun Anggaran Berjalan (TAB).

Dalam hal pengembalian belanja disetorkan pada Tahun Anggaran Berikutnya,

maka Satuan Kerja mencatat Pendapatan Lain - Lain LRA atau Pendapatan Lain

– Lain LO.

B. KEBIJAKAN AKUNTANSI INVESTASI

Investasi adalah aset yang dimaksudkan untuk memperoleh manfaat ekonomi seperti

bunga, dividen dan royalti, atau manfaat sosial, sehingga dapat meningkatkan

kemampuan pemerintah daerah dalam rangka pelayanan kepada masyarakat.

Investasi diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu investasi jangka pendek dan

investasi jangka panjang.

B.1. INVESTASI JANGKA PENDEK

1. Definisi

Investasi jangka pendek adalah investasi yang dapat segera dicairkan dan

dimaksudkan untuk dimiliki selama 12 (dua belas) bulan atau kurang.

Investasi jangka pendek harus memenuhi karakteristik sebagai berikut:

18

a. Dapat segera diperjualbelikan/dicairkan;

b. Investasi tersebut ditujukan dalam rangka manajemen kas, yaitu pemerintah

daerah dapat menjual investasi tersebut apabila timbul kebutuhan kas; dan

c. Berisikorendah.

2. Jenis-jenis

Investasi jangka pendek terdiri dari :

a. Deposito berjangka waktu 3 (tiga) sampai 12 bulan dan/atau yang dapat

diperpanjang secara otomatis (revolving deposits); dan

b. Pembelian Surat Berharga Negara (SBN) jangka pendek dan Sertifikat Bank

Indonesia (SBI).

3. Pengakuan

Pengeluaran kas dan/atau aset, penerimaan hibah dalam bentuk investasi dan

perubahan piutang menjadi investasi dapat diakui sebagai investasi jangka pendek

apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:

a. Kemungkinan manfaat ekonomi dan manfaat sosial atau jasa potensial di masa

yang akan datang atas suatu investasi tersebut dapat diperoleh pemerintah dalam

jangka waktu 12 (dua belas) bulan atau kurang; dan

b. Nilai perolehan atau nilai wajar investasi dapat diukur secara memadai

(reliable).

Apabila dalam pelepasan/penjualan investasi jangka pendek terdapat kenaikan atau

penurunan nilai dari harga perolehan, maka selisihnya diakui sebagai penambah

atau pengurang SILPA dan sebagai surplus atau defisit pada LO. surplus diakui

pada saat harga pelepasan/penjualan (setelah dikurangi biaya penjualan) lebih

tinggi dari harga perolehan, dan defisit diakui pada saat harga pelepasan/penjualan

(setelah dikurangi biaya penjualan) lebih rendah dari harga perolehan.

4. Pengukuran

a. Investasi jangka pendek dalam bentuk surat berharga, misalnya saham dan

obligasi jangka pendek (efek), dicatat sebesar biaya perolehan. Biaya

perolehan investasi meliputi harga transaksi investasi itu sendiri ditambah

komisi perantara jual beli, jasa bank, dan biaya lainnya yang timbul dalam

rangka perolehan tersebut.

b. Apabila investasi dalam bentuk surat berharga diperoleh tanpa biaya

perolehan, maka investasi dinilai berdasarkan nilai wajar investasi pada

tanggal perolehannya yaitu sebesar harga pasar. Apabila tidak ada nilai wajar,

maka investasi dinilai berdasarkan nilai wajar aset lain yang diserahkan untuk

19

memperoleh investasi tersebut. Disamping itu, apabila surat berharga yang

diperoleh dari hibah yang tidak memiliki nilai pasar maka dinilai berdasarkan

hasil penilaian sesuai ketentuan.

c. Investasi jangka pendek dalam bentuk non saham, misalnya dalam bentuk

deposito jangka pendek dicatat sebesar nilai nominal deposito tersebut.

d. Investasi jangka pendek dalam mata uang asing disajikan pada neraca dalam

mata uang Rupiah sebesar kurs tengah Bank Sentral pada tanggal pelaporan.

5. Penyajian/Pengungkapan

Investasi jangka pendek disajikan pada pos aset lancar di neraca. Sedangkan hasil

dari investasi, seperti bunga, diakui sebagai pendapatan dan disajikan pada LRA

dan LO.

B.2. INVESTASI JANGKA PANJANG

1. Definisi dan Pengakuan

Investasi jangka panjang adalah investasi yang dimaksudkan untuk dimiliki lebih

dari 12 bulan.

2. Jenis-jenis

Investasi jangka panjang dibagi menurut sifat penanaman investasinya, yaitu:

a. Investasi Permanen

Investasi permanen merupakan investasi jangka panjang yang dimaksudkan

untuk dimiliki secara terus menerus tanpa ada niat untuk diperjualbelikan atau

menarik kembalitetapi untuk mendapatkan dividen dan/atau pengaruh yang

signifikan dalam jangka panjang dan/atau menjaga hubungan kelembagaan,

berupaPenyertaan Modal pada perusahaan daerah dan badan lainnya.

b. Investasi Non Permanen

Investasi nonpermanen merupakan investasi jangka panjang yang

kepemilikannya berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan, dimaksudkan

untuk tidak dimiliki terus menerus atau ada niat untuk memperjualbelikan atau

menarik kembali. Investasi nonpermanen dapat berupa:

1). Pembelian obligasi atau surat utang jangka panjang yang dimaksudkan

untuk dimiliki sampai dengan tanggal jatuh tempo; dan

2). Dana yang disisihkan pemerintah dalam rangka pelayanan masyarakat

seperti bantuan modal kerja secara bergulir kepada kelompok masyarakat

(dana bergulir).

20

3. Pengakuan

Pengeluaran kas dan/atau aset, penerimaan hibah dalam bentuk investasi dan

konversi piutang atau aset lain menjadi investasi dapat diakui sebagai investasi

jangka panjang apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:

a. Kemungkinan manfaat ekonomi dan manfaat sosial atau jasa potensial di masa

yang akan datang atas suatu investasi tersebut dapat diperoleh pemerintah dalam

jangka waktu lebih dari 12 bulan; dan

b. Nilai perolehan atau nilai wajar investasi dapat diukur secara andal (reliable).

Pengeluaran kas dalam rangka perolehan investasi jangka panjang diakui sebagai

pengeluaran pembiayaan. Sedangkan penerimaan kas atas pelepasan/penjualan

investasi jangka panjang diakui sebagai penerimaan pembiayaan. Penerimaan dan

pengeluaran pembiayaan disajikan dalam LRA.

Pada saat pelepasan/penjualan investasi, apabila terjadi perbedaan antara hasil

pelepasan investasi dengan nilai tercatatnya harus dibebankan atau dikreditkan

kepada surplus/defisit pelepasan investasi. surplus/defisit pelepasan investasi

disajikan dalam LO.

Hasil investasi seperti dividen tunai (cash dividend) dan bunga diakui sebagai

pendapatan baik pada LRA maupun LO. Sedangkan hasil investasi berupa dividen

saham (stock dividend), maka:

a. apabila metode pencatatanyang digunakan adalah metode biaya, maka deviden

saham diakui sebagai pendapatan LO, namun tidak diakui sebagai pendapatan

LRA; dan

b. apabila metode pencatatanyang digunakan adalah metode ekuitas, maka

deviden saham tidak diakui sebagai pendapatan baik pada LRA maupun LO.

4. Pengukuran

Metode yang digunakan untuk menilai investasi pemerintah adalah:

a. Metode Biaya

Metode biaya yaitu investasi dicatat sebesar biaya perolehan. Penghasilan atas

investasi tersebut diakui sebesar bagian hasil yang diterima dan tidak

mempengaruhi besarnya investasi pada badan usaha/badan hukum yang terkait.

Metode biaya diterapkan untuk:

1) investasi permanen dengan kepemilikan kurang dari 20% dan tidak

memiliki pengaruh yang signifikan; dan

21

2) investasi nonpermanen dalam bentuk obligasi atau surat utang jangka

panjang dan investasi yang tidak dimaksudkan untuk dimiliki

berkelanjutan.

b. Metode Ekuitas

Metode ekuitas yaitu pemerintah mencatat investasi awal sebesar biaya

perolehan dan ditambah atau dikurangi sebesar bagian laba atau rugi

pemerintah setelah tanggal perolehan. Bagian laba kecuali dividen dalam

bentuk saham yang diterima pemerintah akan mengurangi nilai investasi

pemerintah. Penyesuaian terhadap nilai investasi juga diperlukan untuk

mengubah porsi kepemilikan investasi pemerintah, misalnya adanya perubahan

yang timbul akibat pengaruh valuta asing serta revaluasi aset tetap.

Metode ekuitas diterapkan untuk :

1) kepemilikan sampai 50%, dan memiliki pengaruh yang signifikan; dan

2) kepemilikan lebih dari 50%.

pengertian signifikan yaitu memiliki saham dengan komposisi terbesar

dibanding pemegang saham lainnya.

c. Metode nilai bersih yang dapat direalisasikan (net realizable value);

Metode nilai bersih yang dapat direalisasikan diterapkan untuk investasi non

permanen berbentuk dana bergulir.

Secara periodik, harus dilakukan penyesuaian terhadap investasi non permanen

sehingga nilai investasi yang tercatat di neraca menggambarkan nilai bersih

yang dapat direalisasikan (net realizable value). Nilai yang dapat direalisasikan

ini dapat diperoleh dengan melakukan penatausahaan investasi sesuai dengan

jatuh temponya (aging schedule). Berdasarkan penatausahaan tersebut, akan

diketahui jumlah investasi yang tidak dapat tertagih/terealisasi, investasi yang

diragukan dapat tertagih/terealisasi, dan investasi yang dapat tertagih/

terealisasi.

Besaran investasi diragukan tertagih adalah sebagai berikut :

Lama Menunggak Kategori % diragukan Tertagih

- 0 tahun sampai dengan 1 tahun Lancar 0%

- Lebih dari 1 tahun sampai dengan 2 tahun Kurang Lancar 25%

- Lebih dari 2 tahun sampai dengan 3 tahun Kurang Lancar 50%

- Lebih dari 3 tahun sampai dengan 5 tahun Tidak Lancar 75%

- Lebih dari 5 tahun Macet 100%

Pengukuran investasi non permanen di neraca berdasarkan nilai yang dapat

direalisasikan, dilaksanakan dengan mengurangkan nilai investasi non

22

permanen diragukan tertagih/direalisasikan dari nilai investasi non permanen

awal yang dicatat sebesar harga perolehan.Investasi non permanen dapat

dihapuskan jika investasi non permanen tersebut benar-benar sudah tidak

tertagih/direalisasikan dan penghapusannya mengikuti ketentuan yang berlaku.

Akun lawan (contra account) dari investasi non permanen diragukan

tertagih/direalisasikan adalah bebaninvestasi non permanen diragukan

tertagih/direalisasikan.

Apabila investasi jangka panjang diperoleh dari pertukaran aset pemerintah, maka

nilai investasi yang diperoleh pemerintah adalah sebesar biaya perolehan, atau nilai

wajar investasi tersebut jika harga perolehannya tidak ada.

5. Penyajian/Pengungkapan

Investasi jangka panjang disajikan pada neraca menurut jenisnya, baik yang bersifat

non permanen maupun yang bersifat permanen. Investasi non permanen yang

diragukan tertagih/terealisasi disajikan sebagai pengurang investasi jangka panjang

non permanen.

Investasi non permanen yang akan jatuh tempo dalam waktu kurang dari 12 bulan

setelah tanggal pelaporan direklasifikasi menjadi bagian lancar investasi non

permanen pada aset lancar.

Hasil dari investasi, seperti bunga dan dividen, diakui sebagai pendapatan dan

disajikan pada LRA dan LO. Apabila terdapat hasil investasi yang masih terutang

disajikan sebagai piutang pada neraca.

C. KEBIJAKAN AKUNTANSI PIUTANG

1. Definisi

Piutang adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada Pemerintah dan/atau

hak Pemerintah yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian atau

akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau

akibat lainnya yang sah, yang diharapkan diterima Pemerintah dalam waktu

12 (dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan.

2. Jenis-jenis

a. Piutang Pendapatan;

b. Belanja Dibayar di Muka;

c. Bagian Lancar Piutang Jangka Panjang;

d. Bagian Lancar Tagihan Tuntutan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi

(TP/TGR); dan

e. Piutang Lainnya.

23

3. Pengakuan

Piutang pemerintah diakui pada saat timbulnya hak tagih pemerintah karena

adanya tunggakan pungutan pendapatan, perikatan, transfer antar

pemerintahan dan kerugian daerah serta transaksi lainnya.

Secara umum, pengakuan piutang harus didahului dengan pengakuan terhadap

pendapatan. Untuk dapat diakuinya sebagai piutang, maka harus dipenuhi

kriteria:

1) telah diterbitkan surat ketetapan; dan/atau

2) telah diterbitkan surat penagihan dan telah dilaksanakan penagihan;

3) belum dilunasi sampai dengan akhir periode pelaporan.

Terhadap piutang Pajak Kendaraan Bermotor pengakuan piutang dilakukan

pada saat jatuh tempo dan penerbitan surat ketetapan pajak dilakukan secara

Sistem Informasi Manajemen.

Piutang transfer diakui pada saat telah diperolehnya dokumen penetapan yang

sah atas hak Pemerintah Daerah.

4. Pengukuran

Piutang dicatat sebesar nilai nominal yang tercantum dalam :

a. surat ketetapan;

b. surat penagihan; dan

c. nilai yang belum dilunasi sampai dengan akhir periode pelaporan.

Penyisihan Piutang Tidak Tertagih

Nilai piutang di neraca harus terjaga agar nilainya sama dengan nilai bersih

yang dapat direalisasikan (net realizable value). Agar nilai piutang tetap

menggambarkan nilai bersih yang dapat direalisasikan, maka piutang-piutang

(sebagian atau seluruhnya) yang diperkirakan tidak tertagih perlu

dikeluarkan/disisihkan dari akun piutang. Metode untuk menghitung piutang

yang tidak tertagih adalah metode pencadangan/penyisihan piutang tidak

tertagih (the allowance method). Metode ini mengestimasi besarnya piutang-

piutang yang tidak akan tertagih dan kemudian mencatat dan menyajikan nilai

estimasi tersebut sebagai penyisihan piutang tidak tertagih, yang mengurangi

nilai piutang bruto. Beban yang timbul atas pembentukan penyisihan piutang

tidak tertagih tersebut pada akhir periode pelaporan dicatat sebagai beban

penyisihan tidak tertagih dan disajikan pada LO.

24

Penyisihan piutang tidak tertagih akan menyesuaikan jumlah piutang pada

neraca menjadi sebesar nilai bersih yang dapat direalisasikan (net realizable

value).

Penyisihan piutang tidak tertagih dibentuk berdasarkan kualitas/umur piutang

sebagai berikut :

Lama Menunggak Kategori % diragukan Tertagih

- 0 tahun sampai dengan 1 tahun Lancar 0%

- Lebih dari 1 tahun sampai dengan 2 tahun Kurang Lancar 25%

- Lebih dari 2 tahun sampai dengan 3 tahun Kurang Lancar 50%

- Lebih dari 3 tahun sampai dengan 5 tahun Tidak Lancar 75%

- Lebih dari 5 tahun Macet 100%

Piutang berupa Uang Muka/Belanja Dibayar di Muka dan Piutang terhadap

Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah Lainnya tidak dilakukan penyisihan

piutang tidak tertagih.

5. Penyajian dan Pengungkapan

Piutang disajikan pada pos aset lancar di neraca menurut jenis-jenis piutang.

Penyisihan piutang tidak tertagih disajikan tersendiri dalam neraca dan

sebagai pengurang atas jumlah piutang.

D. KEBIJAKAN AKUNTANSI PERSEDIAAN

1. Definisi

Persediaan adalah aset lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan yang

dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional pemerintah, dan barang-

barang yang dimaksudkan untuk dijual dan/atau diserahkan dalam rangka

pelayanan kepada masyarakat.

Persediaan merupakan aset yang berupa:

a. Barang atau perlengkapan (supplies) yang digunakan dalam rangka kegiatan

operasional pemerintah, contoh: barang habis pakai seperti suku cadang,

barang tak habis pakai seperti komponen peralatan dan pipa, dan barang bekas

pakai seperti komponen bekas;

b. Bahan atau perlengkapan (supplies) yang akan digunakan dalam proses

produksi, contoh: bahan yang digunakan dalam proses produksi seperti bahan

baku pembuatan alat-alat pertanian, bahan baku konstruksi bangunan yang

akan diserahkan ke masyarakat;

25

c. Barang dalam proses produksi yang dimaksudkan untuk dijual atau diserahkan

kepada masyarakat, contoh: konstruksi dalam pengerjaan yang akan

diserahkan kepada masyarakat, alat-alat pertanian setengah jadi/barang hasil

proses produksi yang belum selesai yang akan diserahkan kepada masyarakat;

d. Barang yang disimpan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat dalam

rangka kegiatan pemerintahan, contoh:

1) hewan, tanaman untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat;dan

2) tanah/bangunan/peralatan dan mesin/aset tetap lainnya untuk diserahkan

kepada masyarakat.

e. barang-barang untuk tujuan berjaga-jaga atau strategis seperti minyak, beras.

2. Jenis-jenis

Berdasarkan sifat pemakaiannya, barang persediaan dapat terdiri dari:

a. bahan habis pakai; dan

b. bahan/material

3. Pengakuan

Persediaan diakui pada saat:

a. potensi manfaat ekonomi masa depan diperoleh pemerintah dan mempunyai

nilai atau biaya yang dapat diukur dengan andal (biaya tersebut didukung

oleh bukti/dokumen yang dapat diverifikasi dan di dalamnya terdapat elemen

harga barang persediaan sehingga biaya tersebut dapat diukur secara andal,

jujur, dapat diverifikasi, dan bersifat netral.

b. diterima atau hak kepemilikannya dan/ atau kepenguasaannya berpindah.

Dokumen sumber yang digunakan sebagai pengakuan perolehan persediaan

adalah faktur, kuitansi, atau Berita Acara Serah Terima (BAST).

Persediaan dicatat menggunakanmetode periodik, yaitu pencatatan hanya

dilakukan pada saat terjadi penambahan, sehingga tidak meng-update jumlah

persedian. Jumlah persedian akhir diketahui dengan melakukan perhitungan fisik

(stock opname) pada akhir periode.

Metode Penilaian persediaan menggunakan harga perolehan terakhir, kecuali

persediaan obat pada RSUD/RSJD menggunakan Metode FIFO (first in first out)

yaitu barang yang masuk terlebih dahulu dianggap yang pertama kali keluar maka

saldo persediaan dihitung berdasarkan harga perolehan persediaan terakhir.

Pencatatan barang persediaan dilakukan berdasarkan satuan barang yang lazim

dipergunakan untuk masing-masing jenis barang atau satuan barang lain yang

26

dianggap paling memadai dalam pertimbangan materialitas dan pengendalian

pencatatan.

Pada akhir periode pelaporan, catatan persediaan disesuaikan dengan hasil

inventarisasi fisik.

Inventarisasi fisik dilakukan atas barang yang belum dipakai, baik yang masih

berada di gudang/tempat penyimpanan maupun persediaan yang berada di unit

pengguna.

Persediaan dalam kondisi rusak atau usang tidak dilaporkan dalam neraca, tetapi

diungkapkan dalam CaLK.

4. Pengukuran

Persediaan disajikan sebesar:

a. biaya perolehan apabila diperoleh dengan pembelian.

biaya perolehan persediaan meliputi:

1) harga pembelian;

2) biaya pengangkutan;

3) biaya penanganan; dan

4) biaya lainnya yang secara langsung dapat dibebankan pada perolehan

persediaan.

Hal yang mengurangi biaya perolehan persediaan:

1) potongan harga; dan

2) rabat, dan lainnya yang serupa.

b. Harga pokok produksi apabila diperoleh dengan memproduksi sendiri.

Harga pokok produksi dapat terdiri dari biaya langsung yang terkait dengan

persediaan yang diproduksi dan biaya tidak langsung yang dialokasikan secara

sistematis.

c. Nilai wajar apabila persediaan diperoleh dari cara lainnya contoh: proses

pengembangbiakan hewan dan tanaman, donasi, rampasan dan lainnya.

Persediaan yang dimaksudkan untuk diserahkan kepada masyarakat, biaya

perolehannya meliputi harga pembelian serta biaya langsung yang dapat

dibebankan pada perolehan persediaan tersebut.

4. Penyajian dan Pengungkapan

Persediaan disajikan di Neraca pada bagian aset lancar.

27

E. KEBIJAKAN AKUNTANSI ASET TETAP

1. Definisi

Aset Tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12

(dua belas) bulan untuk digunakan, atau dimaksudkan untuk digunakan, dalam

kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum.

2. Jenis-jenis

Aset Tetap diklasifikasikan berdasarkan kesamaan dalam sifat atau fungsinya

dalam aktivitas operasi entitas. Klasifikasi Aset Tetap adalah sebagai berikut:

a. Tanah

tanah yang diperoleh dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan

operasional pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai.

b. Peralatan dan Mesin

mencakup mesin-mesin dan kendaraan bermotor, alat elektonik, inventaris

kantor, dan peralatan lainnya yang nilainya signifikan (memenuhi batasan

nilai satuan minimal kapitalisasi) dan masa manfaatnya lebih dari 12 (dua

belas) bulan dan dalam kondisi siap pakai.

c. Gedung dan Bangunan

mencakup seluruh gedung dan bangunan yang diperoleh dengan maksud

untuk dipakai dalam kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi

siap pakai.

d. Jalan, Irigasi, dan Jaringan

mencakup jalan, irigasi, dan jaringan yang dibangun oleh pemerintah serta

dimiliki dan/atau dikuasai oleh pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai.

Jalan, irigasi dan jaringan tersebut, selain digunakan dalam kegiatan

pemerintah, juga dimanfaatkan oleh masyarakat umum.

Jalan, irigasi dan jaringan yang tidak dimanfaatkan oleh masyarakat umum

diklasifikasikan sebagai aset yang menambah nilai aset tetap tempat

melekatnya jalan, irigasi atau jaringan dimaksud.

e. Aset Tetap Lainnya

mencakup Aset Tetap yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam kelompok

Aset Tetap di atas, yang diperoleh dan dimanfaatkan untuk kegiatan

operasional pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai. Aset yang termasuk

dalam kategori Aset Tetap Lainnya antara lain koleksi perpustakaan (buku

dan non buku), barang bercorak kesenian/ kebudayaan, hewan, ikan, dan

tanaman.

28

f. Konstruksi Dalam Pengerjaan (KDP)

mencakup Aset Tetap yang sedang dalam proses pembangunan namun pada

tanggal pelaporan keuangan belum selesai seluruhnya. Konstruksi Dalam

Pengerjaan mencakup tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan,

jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya, yang proses perolehannya

dan/atau pembangunannya membutuhkan suatu periode waktu tertentu dan

belum selesai.

3. Pengakuan

Aset Tetap diakui pada saat manfaat ekonomi masa depan dapat diperoleh dan

nilainya dapat diukur dengan andal. Pengakuan Aset Tetap akan sangat andal bila

Aset Tetap telah diterima ataudiserahkan hak kepemilikannya dan/atau pada saat

penguasaannya berpindah. Kriteria untuk dapat diakui sebagai Aset Tetap adalah:

a. berwujud;

b. mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan;

c. biaya perolehan aset dapat diukur secara andal;

d. tidak dimaksudkan untuk dijual dalam operasi normal entitas; dan

e. diperoleh atau dibangun dengan maksud untuk digunakan.

Pengakuan atas Aset Tetap berdasarkan jenis transaksinya, terdiri dari :

a. perolehan adalah suatu transaksi perolehan aset tetap sampai dengan aset

tersebut dalam kondisi siap digunakan;

b. pengembangan adalah suatu transaksi peningkatan nilai Aset Tetap yang

berakibat pada peningkatan masa manfaat, peningkatan efisiensi,

peningkatan kapasitas, mutu produksi dan kinerja dan/atau penurunan biaya

pengoperasian;

c. pengurangan adalah suatu transaksi penurunan nilai Aset Tetap dikarenakan

berkurangnya volume/nilai Aset Tetap tersebut atau dikarenakan

penyusutan; dan

d. penghentian dan pelepasan adalah suatu transaksi penghentian dari

penggunaan aktif atau penghentian permanen suatu aset tetap.

Aset Tetap yang diperoleh dari hibah/donasi diakui pada saat Aset Tetap tersebut

diterima dan/atau hak kepemilikannya berpindah.

Kepemilikan atas Tanah ditunjukkan dengan adanya bukti bahwa telah terjadi

perpindahan hak kepemilikan dan/atau penguasaan secara hukum seperti

sertifikat tanah. Apabila perolehan tanah belum didukung dengan bukti secara

hukum, maka tanah tersebut harus diakui pada saat terdapat bukti bahwa

29

penguasaannya telah berpindah, misalnya telah terjadi pembayaran dan/atau

penguasaan atas tanah sudah beralih dari pemilik sebelumnya kepada entitas.

Konstruksi Dalam Pengerjaan dipindahkan ke Aset Tetap yang bersangkutan

setelah pekerjaan pembangunan/pengerjaan/konstruksi tersebut dinyatakan

selesai dan siap digunakan sesuai dengan tujuan perolehannya.

Dalam beberapa kasus, suatu KDP dapat saja dihentikan pembangunannya

oleh karena ketidaktersediaan dana, kondisi politik, ataupun kejadian-

kejadian lainnya. Penghentian KDP dapat berupa penghentian sementara dan

penghentian permanen. Apabila suatu KDP dihentikan pembangunannya

untuk sementara waktu, maka KDP tersebut tetap dicantumkan ke dalam

neraca dan kejadian ini diungkapkan secara memadai di dalam Catatan atas

Laporan Keuangan. Namun, apabila pembangunan KDP diniatkan untuk

dihentikan pembangunannya secara permanen karena diperkirakan tidak

akan memberikan manfaat ekonomik di masa depan, ataupun oleh sebab

lain yang dapat dipertanggungjawabkan, maka KDP tersebut harus

dieliminasi dari neraca dan kejadian ini diungkapkan secara memadai dalam

CaLK.

4. Pengukuran

Aset Tetap pada prinsipnya dinilai dengan biaya perolehan.Apabila biaya

perolehan suatu aset adalah tanpa nilai atau tidak dapat diidentifikasi, maka nilai

Aset Tetap didasarkan pada nilai wajar pada saat perolehan.

Biaya perolehan adalah jumlah kas atau setara kas yang dibayarkan atau nilai

wajar imbalan lain yang diberikan untuk memperoleh suatu aset pada saat

perolehan atau konstruksi sampai dengan aset tersebut dalam kondisi dan tempat

yang siap untuk dipergunakan.

Sedangkan, nilai wajar adalah nilai tukar aset atau penyelesaian kewajiban antar

pihak yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar.

Nilai wajar digunakan untuk mencatat aset tetap yang bersumber dari

donasi/hibah yang tidak diketahui nilai perolehannya.

Penggunaan nilai wajar pada saat tidak ada nilai perolehan atau tidak dapat

diidentifikasi bukan merupakan suatu proses penilaian kembali (revaluasi).

Suatu aset dapat juga diperoleh dari bonus pembelian, contohnya beli tiga gratis

satu.Atas aset hasil dari bonus tersebut biaya perolehan aset adalah nilai wajar

aset tersebut pada tanggal perolehannya.

30

Terkait dengan pengukuran Aset Tetap, perlu diperhatikan hal-hal sebagai

berikut:

a. Komponen Biaya Perolehan

Biaya perolehan suatu Aset Tetap terdiri dari harga belinya atau

konstruksinya, termasuk bea impor dan setiap biaya yang dapat diatribusikan

secara langsung dalam membawa aset tersebut ke kondisi yang membuat aset

tersebut dapat bekerja untuk penggunaan yang dimaksudkan.

Biaya perolehan aset terdiri dari:

1) Harga pembelian, termasuk bea impor dan pajak pembelian, setelah

dikurangi dengan diskon dan rabat; dan

2) Seluruh biaya yang secara langsung dapat dihubungkan/diatribusikan

dengan aset dan membawa aset tersebut ke kondisi yang membuat aset

tersebut dapat bekerja untuk penggunaan yang dimaksudkan.

Demikian juga pengeluaran untuk belanja perjalanan dan jasa yang terkait

dengan perolehan Aset Tetap atau aset lainnya.Hal ini meliputi biaya

konsultan perencana, konsultan pengawas, dan pengembangan perangkat

lunak (software), dan harus ditambahkan pada nilai perolehan.Meskipun

demikian, tentu saja harus diperhatikan nilai kewajaran dan kepatutan dari

biaya-biaya lain di luar harga beli Aset Tetap tersebut.

Contoh biaya yang secara langsung dapat dihubungkan/ diatribusikan dengan

aset :

1) biaya persiapan tempat;

2) biaya pengiriman awal (initial delivery) dan biaya simpan dan bongkar

muat (handling cost);

3) biaya pemasangan (installation cost);

4) biaya profesional seperti arsitek dan insinyur;

5) biaya konstruksi; dan

6) biaya pengujian aset untuk menguji apakah aset telah berfungsi dengan

benar (testing cost). Contoh: biaya pengujian aset pada proses

pembuatan/karoseri mobil.

Ketika pembelian suatu aset dilakukan secara kredit dimana jangka waktu

kredit melebihi jangka waktu normal, biaya perolehan yang diakui adalah

setara dengan harga kas yang tertera (harga perolehan kas). Perbedaan/selisih

antara harga kas dengan total pembayaran yang dikeluarkan diakui sebagai

31

beban bunga selama jangka waktu kredit kecuali selisih tersebut dapat

dikapitalisasi sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Biaya administrasi dan biaya overhead lainnya bukan merupakan komponen

dari biaya perolehan suatu aset kecuali biaya tersebut dapat diatribusikan

secara langsung pada biaya perolehan aset atau membawa aset ke kondisi

kerjanya (siap pakai). Demikian pula biaya permulaan (start-up cost) dan

biaya lain sejenisnya bukan merupakan komponen dari biaya suatu aset

kecuali biaya tersebut diperlukan untuk membawa aset ke kondisi kerjanya.

Biaya perolehan dari masing-masing Aset Tetap yang diperoleh secara

gabungan ditentukan dengan mengalokasikan harga gabungan tersebut

berdasarkan perbandingan nilai wajar masing-masing aset yang bersangkutan.

Biaya perolehan Aset Tetap yang dibangun dengan cara swakelola meliputi:

1) biaya langsung untuk tenaga kerja, bahan baku;

2) biaya tidak langsung termasuk biaya perencanaan dan pengawasan,

perlengkapan, tenaga listrik, sewa peralatan; dan

3) semua biaya lainnya yang terjadi berkenaan dengan pembangunan Aset

Tetap tersebut.

Pengukuran Aset Tetap harus memperhatikan kebijakan mengenai ketentuan

nilai satuan minimum kapitalisasi Aset Tetap. Nilai satuan minimum

kapitalisasi aset tetap adalah sebagai berikut :

1) Pengeluaran untuk per satuan peralatan dan mesin adalah yang sama

dengan atau lebih dari Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah);

2) Pengeluaran untuk gedung dan bangunan dan yang sama dengan atau

lebih dari Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah); dan

3) Nilai satuan minimum kapitalisasi aset tetap dikecualikan terhadap

pengeluaran untuk tanah, jalan/irigasi/jaringan, dan aset tetap lainnya

berupa koleksi perpustakaan dan barang bercorak kesenian.

b. Pengeluaran Setelah Tanggal Perolehan

Pengeluaran setelah perolehan awal suatu Aset Tetap yang memperpanjang

masa manfaat atau yang kemungkinan besar memberi manfaat ekonomi di

masa yang akan datang dalam bentuk kapasitas, mutu produksi, atau

peningkatan standar kinerja, harus ditambahkan pada nilai tercatat aset yang

bersangkutan (carrying amount). Pengeluaran lainnya yang timbul setelah

perolehan awal (selain pengeluaran yang memberi nilai manfaat tersebut)

32

diakui sebagai beban pengeluaran (expenses) pada periode dimana beban

pengeluaran tersebut terjadi.

Pengeluaran setelah perolehan awal suatu Aset Tetap hanya dapat

dikapitalisasikan pada nilai aset jika memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1) pengeluaran tersebut mengakibatkan bertambahnya masa manfaat,

kapasitas, kualitas, dan volume aset yang telah dimiliki; dan

2) pengeluaran tersebut memenuhi batasan minimal nilai kapitalisasi Aset

Tetap/aset lainnya.

Terkait dengan kriteria pertama di atas, perlu diketahui tentang pengertian

berikut :

1) pertambahan masa manfaat adalah bertambahnya umur ekonomis yang

diharapkan dari Aset Tetap yang sudah ada. Misalnya sebuah gedung

semula diperkirakan mempunyai umur ekonomis 10 tahun. Pada tahun

ke-7 pemerintah melakukan renovasi dengan harapan gedung tersebut

masih dapat digunakan 8 tahun lagi. Dengan adanya renovasi tersebut

maka umur gedung berubah dari 10 tahun menjadi 15 tahun;

2) peningkatan kapasitas adalah bertambahnya kapasitas atau kemampuan

Aset Tetap yang sudah ada. Misalnya, sebuah generator listrik yang

mempunyai output 200 KW dilakukan renovasi sehingga kapasitasnya

meningkat menjadi 300 KW;

3) peningkatan kualitas aset adalah bertambahnya kualitas dari Aset Tetap

yang sudah ada. Misalnya, jalan yang masih berupa tanah ditingkatkan

oleh pemerintah menjadi jalan aspal; dan

4) pertambahan volume aset adalah bertambahnya jumlah atau satuan

ukuran aset yang sudah ada, misalnya penambahan luas bangunan suatu

gedung dari 400 m2 menjadi 500 m2.

Beban yang dikeluarkan untuk perbaikan atau pemeliharaan Aset Tetap yang

ditujukan untuk memulihkan atau mempertahankan economic benefit atau

potensi service atas aset dimaksud dari performa standar yang diharapkan

diperlakukan sebagai beban pada saat dikeluarkan/terjadi.

c. Konstruksi Dalam Pengerjaan

- Nilai konstruksi yang dikerjakan secara swakelola :

1) Biaya yang berhubungan langsung dengan kegiatan konstruksi;

2) Biaya yang dapat diatribusikan pada kegiatan pada umumnya dan

dapat dialokasikan ke konstruksi tersebut; dan

33

3) Biaya lain yang secara khusus dibebankan sehubungan konstruksi

yang bersangkutan.

- Nilai konstruksi yang dikerjakan oleh kontraktor melalui kontrak

konstruksi melalui :

1) Termin yang telah dibayarkan kepada kontraktor sehubungan dengan

tingkat penyelesaian pekerjaan;

2) Kewajiban yang masih harus dibayar kepada kontraktor berhubungan

dengan pekerjaan yang telah diterima tetapi belum dibayar pada

tanggal pelaporan; dan

3) Pembayaran klaim kepada kontraktor atau pihak ketiga sehubungan

dengan pelaksanaan kontrak konstruksi.

- Jika konstruksi dibiayai dari pinjaman maka biaya pinjaman yang timbul

selama masa konstruksi dikapitalisasi dan menambah biaya konstruksi,

sepanjang biaya tersebut dapat diidentifikasi dan ditetapkan secara andal.

d. Perolehan Secara Gabungan

Biaya perolehan dari masing-masing aset yang diperoleh secara gabungan

ditentukan dengan mengalokasikan harga gabungan tersebut berdasarkan

perbandingan nilai wajar masing-masing aset yang bersangkutan.

e. Pertukaran

Suatu aset dapat diperoleh melalui pertukaran suatu aset atau sebagian aset

yang tidak serupa dan memiliki nilai wajar yang tidak sama. Biaya perolehan

aset tersebut diukur dengan nilai wajar aset yang dilepas dan disesuaikan

dengan jumlah kas atau setara kas lainnya yang ditransfer/diserahkan.

Dalam hal aset yang diperoleh memiliki nilai wajar yang sama dengan aset

yang dilepas namun demikian terdapat indikasi dari nilai wajar aset yang

diterima bahwa aset tersebut masih harus dilakukan perbaikan untuk

membawa aset dalam kondisi bekerja seperti yang diharapkan, maka biaya

perolehan yang diakui adalah sebesar nilai aset yang dilepas dan disesuaikan

dengan jumlah kas yang harus dikeluarkan untuk perbaikan aset tersebut.

Suatu Aset Tetap dapat juga diperoleh melalui pertukaran atas suatu aset yang

serupa yang memiliki manfaat yang serupa dan memiliki nilai wajar yang

sama. Dalam keadaan tersebut tidak ada keuntungan dan kerugian yang diakui

dalam transaksi ini.Biaya aset yang baru diperoleh dicatat sebesar nilai tercatat

(carrying amount) atas aset yang dilepas.

34

f. Penyusutan

Penyusutan adalah alokasi yang sistematis atas nilai suatu Aset Tetap yang

dapat disusutkan (depreciable assets) selama masa manfaat aset yang

bersangkutan.Nilai penyusutan untuk masing-masing periode diakui sebagai

pengurang nilai tercatat Aset Tetap dalam neraca dan beban penyusutan dalam

LO.Selain tanah dan konstruksi dalam pengerjaan, seluruh Aset Tetap

disusutkan sesuai dengan sifat dan karakteristik aset tersebut.

Aset Tetap Lainnya berupa hewan, tanaman, buku perpustakaan tidak

dilakukan penyusutan secara periodik, melainkan diterapkan penghapusan

pada saat Aset Tetap lainnya tersebut sudah tidak dapat digunakan atau mati.

Aset Tetap yang direklasifikasikan sebagai Aset Lainnya dalam neraca berupa

Aset Kemitraan dengan Pihak Ketiga dan Aset Idle, disusutkan sebagaimana

layaknya Aset Tetap.

Dalam hal terjadi perubahan nilai Aset Tetap sebagai akibat koreksi nilai Aset

Tetap yang disebabkan oleh kesalahan dalam pencantuman nilai yang

diketahui di kemudian hari, maka penyusutan atas Aset Tetap tersebut perlu

untuk disesuaikan.Penyesuaian sebagaimana dimaksud meliputi penyesuaian

atas nilai yang dapat disusutkan dan nilai akumulasi penyusutan.Penentuan

nilai yang dapat disusutkan dilakukan untuk setiap unit Aset Tetap tanpa ada

nilai residu.Nilai residu adalah nilai buku suatu Aset Tetap pada akhir masa

manfaatnya.

Metode penyusutan yang digunakan adalah metode garis lurus (straight line

method).Metode garis lurus menetapkan tarif penyusutan untuk masing-

masing periode dengan jumlah yang sama. Rumusan perhitungan penyusutan

adalah:

Penyusutan per periode = Nilai yang dapat disusutkan

Masa manfaat

Nilai yang dapat disusutkan adalah seluruh nilai perolehan asetdengan

tidak memiliki nilai sisa (residu).

Masa manfaat aset untuk melakukan perhitungan penyusutan adalah

sebagaimana tercantum pada Peraturan Gubernur no.45 Tahun 2014.

Perhitungan penyusutan aset tetap yang diperoleh tengah tahun menggunakan

pendekatan tahunan yaitu penyusutan dihitung satu tahun penuh meskipun

baru diperoleh satu atau dua bulan atau bahkan dua hari.

35

Penambahan nilai aset yang disebabkan adanya kapitalisasi atas pengeluaran

setelah perolehan awal suatu Aset Tetap dapat menambah umur asset sesuai

dengan ketentuan sebagaimana tercantum dalam lampiran.

g. Penghentian dan Pelepasan

Suatu Aset Tetap dieliminasi dari neraca ketika dilepaskan atau bila aset

secara permanen dihentikan penggunaannya dan tidak ada manfaat ekonomi

masa yang akan datang. Aset Tetap yang secara permanen dihentikan atau

dilepas harus dieliminasi dari Neraca dan diungkapkan dalam CaLK.Aset

Tetap yang dihentikan dari penggunaan aktif pemerintah tidak memenuhi

definisi Aset Tetap dan harus dipindahkan ke pos aset lainnya sesuai dengan

nilai tercatatnya.

Dalam hal penghentian Aset Tetap merupakan akibat dari pemindahtanganan

dengan cara dijual atau dipertukarkan sehingga pada saat terjadinya transaksi

belum seluruh nilai buku Aset Tetap yang bersangkutan habis disusutkan,

maka selisih antara harga jual atau harga pertukarannya dengan nilai buku

Aset Tetap terkait diperlakukan sebagai penambah atau pengurang ekuitas

dana. Penerimaan kas akibat penjualan dibukukan sebagai pendapatan dan

dilaporkan pada LO dan LRA.

h. Penilaian kembali

Penilaian kembali atau revaluasi aset tetap pada umumnya tidak

diperkenankan karena Standar Akuntansi Pemerintahan menganut penilaian

aset berdasarkan biaya perolehan atau pertukaran.Penyimpangan dari

ketentuan ini mungkin dilakukan berdasarkan ketentuan pemerintah yang

berlaku secara nasional.

i. Penyusunan Neraca Awal

Untuk keperluan penyusunan neraca awal suatu entitas, biaya perolehan aset

tetap yang digunakan adalah nilai wajar pada saat neraca awal tersebut.Untuk

periode selanjutnya setelah tanggal neraca awal, atas perolehan aset tetap baru,

suatu entitas menggunakan biaya perolehan atau nilai wajar bila biaya

perolehan tidak ada.

5. Penyajian dan Pengungkapan

Penyajian Aset Tetap berdasarkan kepada biaya perolehan Aset Tetap tersebut

dikurangi akumulasi penyusutan.

36

6. Perlakuan Khusus

Aset Bersejarah

Penyajian aset bersejarah (heritage assets) tidak harus di neraca tetapi

diungkapkan dalam CaLK. Beberapa Aset Tetap dijelaskan sebagai aset

bersejarah dikarenakan kepentingan budaya, lingkungan, dan sejarah.Contoh dari

aset bersejarah adalah bangunan bersejarah, monumen, tempat-tempat purbakala

(archaeological sites) seperti candi, dan karya seni (works of art).

Beberapa karakteristik sebagai ciri khas suatu aset bersejarah:

1) nilai kultural, lingkungan, pendidikan, dan sejarahnya tidak mungkin secara

penuh dilambangkan dengan nilai keuangan berdasarkan harga pasar;

2) peraturan dan hukum yang berlaku melarang atau membatasi secara ketat

pelepasannya untuk dijual;

3) tidak mudah untuk diganti dan nilainya akan terus meningkat selama waktu

berjalan walaupun kondisi fisiknya semakin menurun; dan

4) sulit untuk mengestimasikan masa manfaatnya. Untuk beberapa kasus dapat

mencapai ratusan tahun.

Biaya untuk perolehan, konstruksi, peningkatan, dan rekonstruksi atas aset

bersejarah harus dibebankan sebagai belanja tahun terjadinya pengeluaran

tersebut.Biaya tersebut termasuk seluruh biaya yang berlangsung untuk

menjadikan aset bersejarah tersebut dalam kondisi dan lokasi yang ada pada

periode berjalan.

Beberapa aset bersejarah juga memberikan potensi manfaat lainnya kepada

pemerintah selain nilai sejarahnya, contoh bangunan bersejarah digunakan untuk

ruang perkantoran. Dalam kasus tersebut, aset ini akan diterapkan prinsip-prinsip

yang sama seperti aset tetap yang lain.

F. KEBIJAKAN AKUNTANSI DANA CADANGAN

1. Definisi

Dana Cadangan adalah dana yang disisihkan untuk menampung kebutuhan yang

memerlukan dana yang relatif besar yang tidak dapat dipenuhi dalam satu tahun

anggaran.

Pembentukan maupun peruntukan Dana Cadangan akan diatur dalam Peraturan

Kepala Daerah, sehingga Dana Cadangan tidak dapat digunakan untuk

peruntukan yang lain.

37

Dana Cadangan dapat dibentuk lebih dari satu peruntukan.Apabila terdapat lebih

dari satu peruntukan maka Dana Cadangan dirinci menurut tujuan

pembentukannya.

2. Pengakuan

Dana Cadangan diakui pada saat terjadi pemindahan klasifikasi dari Kas ke Dana

Cadangan.

3. Pengukuran

Dana Cadangan diukur sesuai dengan nilai nominal dari Kas yang

diklasifikasikan ke Dana Cadangan.

Hasil yang diperoleh dari pengelolaan Dana Cadangan di Pemerintah Daerah

merupakan penambah Dana Cadangan.

4. Pengungkapan

Dana Cadangan disajikan dalam Neraca pada kelompok aset non lancar.

Rinciannya dijelaskan dan diungkapkan dalam CaLK

Hasil-hasil yang diperoleh dari pengelolaan Dana Cadangan dicatat sebagai

Pendapatan–LRA dalam pos Pendapatan Asli Daerah Lainnya, kemudian

ditambahkan dalam Dana Cadangan dengan mekanisme pembentukan Dana

Cadangan dengan nilai sebesar hasil yang diperoleh dari pengelolaan tersebut hal

ini perlu diungkapkan dalam CaLK.

G. KEBIJAKAN AKUNTANSI ASET LAINNYA

1. Definisi

Aset lainnya adalah aset pemerintah selain aset lancar, investasi jangka panjang,

aset tetap dan dana cadangan.

Aset lainnya antara lain:

1) aset tak berwujud;

2) Tagihan Tuntutan Ganti Rugi Daerah;

3) kemitraan dengan pihak ketiga;

4) kas yang dibatasi penggunaannya; dan

5) aset Lain-Lain

G.1. ASET TAK BERWUJUD

1. Definisi

Aset Tak Berwujud didefinisikan sebagai aset non-moneter yang dapat

diidentifikasi dan tidak mempunyai wujud fisik. Aset Tak Berwujud merupakan

38

bagian dari Aset Non lancar yang digunakan secara langsung atau tidak langsung

untuk kegiatan pemerintah atau yang digunakan masyarakat umum yang

memiliki kriteria sebagai berikut:

1. aset non-moneter yang dapat diidentifikasi;

2. dikendalikan oleh entitas pemerintah; dan

3. mempunyai potensi manfaat ekonomi masa depan.

2. Jenis-jenis

a. Goodwill

Goodwill adalah kelebihan nilai yang diakui oleh suatu entitas akibat adanya

pembelian kepentingan/saham di atas nilai buku. Goodwill dihitung

berdasarkan selisih antara nilai entitas berdasarkan pengakuan dari suatu

transaksi peralihan/penjualan kepentingan/saham dengan nilai buku kekayaan

bersih perusahaan.

b. Hak Paten, Hak Cipta

Hak-hak ini pada dasarnya diperoleh karena adanya kepemilikan kekayaan

intelektual atau atas suatu pengetahuan teknis atau suatu karya yang dapat

menghasilkan manfaat bagi entitas. Di samping itu dengan adanya hak ini

dapat mengendalikan pemanfaatan aset tersebut dan membatasi pihak lain

yang tidak berhak untuk memanfaatkannya.

c. Royalti

Nilai manfaat ekonomi yang akan/dapat diterima atas kepemilikan hak

cipta/hak paten/hak lainnya pada saat hak dimaksud akan dimanfaatkan oleh

orang, instansi atau perusahaan lain.

d. Software

Software computer yang masuk dalam kategori Aset Tak Berwujud adalah

software yang bukan merupakan bagian tak terpisahkan dari hardware

komputer tertentu. Jadi software ini adalah yang dapat digunakan di

komputer lain.

e. Lisensi

Adalah izin yang diberikan pemilik Hak Paten atau Hak Cipta yang diberikan

kepada pihak lain berdasarkan perjanjian pemberian hak untuk menikmati

manfaat ekonomi dari suatu Hak Kekayaan Intelektual yang diberi

perlindungan dalam jangka waktu dan syarat tertentu.

39

f. Hasil Kajian/Penelitian yang memberikan manfaat jangka panjang

Hasil kajian/pengembangan yang memberikan manfaat jangka panjang

adalah suatu kajian atau pengembangan yang memberikan manfaat ekonomis

dan/atau sosial dimasa yang akan datang yang dapat diidentifikasi sebagai

aset.

g. Aset Tak Berwujud Lainnya

Aset Tak berwujud lainnya merupakan jenis aset tak berwujud yang tidak

dapat dikelompokkan ke dalam jenis aset tak berwujud yang ada.

h. Aset Tak Berwujud dalam Pengerjaan.

Terdapat kemungkinan pengembangan suatu Aset Tak Berwujud yang

diperoleh secara internal yang jangka waktu penyelesaiannya melebihi satu

tahun anggaran atau pelaksanaan pengembangannya melewati tanggal

pelaporan. Dalam hal terjadi seperti ini, maka atas pengeluaran yang telah

terjadi dalam rangka pengembangan tersebut sampai dengan tanggal

pelaporan harus diakui sebagai Aset Tak Berwujud dalam Pengerjaan

(intangible asset – work in progress), dan setelah pekerjaan selesai kemudian

akan direklasifikasi menjadi Aset Tak Berwujud yang bersangkutan.

3. Pengakuan

Untuk dapat diakui sebagai Aset Tak Berwujud maka suatu entitas harus dapat

membuktikan bahwa aktivitas/kegiatan tersebut telah memenuhi:

a. definisi dari Aset Tak Berwujud; dan

b. kriteria pengakuan.

Sesuatu dapat diakui sebagai Aset Tak Berwujud jika memenuhi kriteria sebagai

berikut:

1) kemungkinan besar diperkirakan manfaat ekonomi di masa datang yang

diharapkan atau jasa potensial yang diakibatkan dari Aset Tak Berwujud

tersebut akan mengalir kepada/dinikmati oleh entitas; dan

2) biaya perolehan atau nilai wajarnya dapat diukur dengan andal.

4. Pengukuran

Aset Tak Berwujud diukur dengan harga perolehan, yaitu harga yang harus dibayar

entitas untuk memperoleh suatu Aset Tak Berwujud hingga siap untuk digunakan

dan Aset Tak Berwujud tersebut mempunyai manfaat ekonomi yang diharapkan

dimasa datang atau jasa potensial yang melekat pada aset tersebut akan mengalir

masuk kedalam entitas tersebut.

40

Terhadap Aset Tak Berwujud dilakukan amortisasi, kecuali atas Aset Tak

Berwujud yang memiliki masa manfaat tak terbatas. Metode amortisasi yang

digunakan adalah metode metode garis lurus (straight line method). Metode garis

lurus menetapkan tarif penyusutan untuk masing-masing periode dengan jumlah

yang sama. Rumusan tersebut adalah:

Penyusutan per periode = Nilai yang dapat disusutkan

Masa manfaat

Nilai yang dapat disusutkan adalah seluruh nilai perolehan aset dan tidak

memiliki nilai sisa (residu).

Masa manfaat aset Tak Berwujud selain yang memiliki masa manfaat tak

terbatas adalah selama 5 (lima) tahun.

Biaya untuk memperoleh Aset Tak Berwujud dengan pembelian, terdiri dari:

a. Harga beli, termasuk biaya import dan pajak-pajak, setelah dikurangi dengan

potongan harga dan rabat;dan

b. Setiap biaya yang dapat diatribusikan secara langsung dalam membawa aset

tersebut ke kondisi yang membuat aset tersebut dapat bekerja untuk

penggunaan yang dimaksudkan.

Contoh dari biaya yang dapat diatribusikan secara langsung adalah:

1) biaya staf yang timbul secara langsung agar aset tersebut dapat digunakan;

2) biaya professional yang timbul secara langsung agar aset tersebut dapat

digunakan; dan

3) biaya pengujian untuk menjamin aset tersebut dapat berfungsi secara baik.

Pengukuran Aset Tak Berwujud yang diperoleh secara internal adalah:

a. Aset Tak Berwujud dari kegiatan pengembangan yang memenuhi syarat

pengakuan, diakui sebesar biaya perolehan yang meliputi biaya yang

dikeluarkan sejak memenuhi kriteria pengakuan;

b. pengeluaran atas unsur tidak berwujud yang awalnya telah diakui oleh entitas

sebagai beban tidak boleh diakui sebagai bagian dari harga perolehan Aset

Tak Berwujud di kemudian hari; dan

c. Aset Tak Berwujud yang dihasilkan dari pengembangan software komputer,

maka pengeluaran yang dapat dikapitalisasi adalah pengeluaran tahap

pengembangan aplikasi.

Aset yang memenuhi definisi dan syarat pengakuan aset tak berwujud, namun

biaya perolehannya tidak dapat ditelusuri dapat disajikan sebesar nilai wajar.

41

5. Penghentian dan pelepasan

Aset Tak Berwujud diperoleh dengan maksud untuk digunakan dalam mendukung

kegiatan operasional pemerintah. Namun demikian, pada saatnya suatu Aset Tak

Berwujud harus dihentikan dari penggunaannya. Beberapa keadaan dan alasan

penghentian Aset Tak Berwujud antara lain adalah penjualan, pertukaran, hibah,

atau berakhirnya masa manfaat Aset Tak Berwujud sehingga perlu diganti dengan

yang baru. Secara umum, penghentian Aset Tak Berwujud dilakukan pada saat

dilepaskan atau Aset Tak Berwujud tersebut tidak lagi memiliki manfaat ekonomi

masa depan yang diharapkan dari penggunaan atau pelepasannya. Pelepasan Aset

Tak Berwujud dilingkungan pemerintah lazim disebut sebagai pemindahtanganan.

Apabila suatu Aset Tak Berwujud tidak dapat digunakan karena ketinggalan jaman,

tidak sesuai dengan kebutuhan organisasi yang makin berkembang, rusak berat,

atau masa kegunaannya telah berakhir, maka Aset Tak Berwujud tersebut

hakekatnya tidak lagi memiliki manfaat ekonomi masa depan, sehingga

penggunaannya harus dihentikan.

Apabila suatu Aset Tak Berwujud dihentikan dari penggunaannya, baik karena

dipindahtangankan maupun karena berakhirnya masa manfaat/tidak lagi memiliki

manfaat ekonomi, maka pencatatan akun Aset Tak Berwujud yang bersangkutan

harus ditutup. Dalam hal penghentian Aset Tak Berwujud merupakan akibat dari

pemindahtanganan dengan cara dijual atau dipertukarkan sehingga pada saat

terjadinya transaksi belum seluruh nilai buku Aset Tak Berwujud yang

bersangkutan habis disusutkan, maka selisih antara harga jual atau harga

pertukarannya dengan nilai buku Aset Tak Berwujud terkait diperlakukan sebagai

penambah atau pengurang ekuitas dana. Penerimaan kas akibat penjualan

dibukukan sebagai pendapatan dan dilaporkan pada LRA.

6. Penyajian dan Pengungkapan

ATB disajikan dalam neraca sebagai bagian dari “Aset Lainnya”. Hal-hal yang

diungkapkan dalam Laporan Keuangan atas Aset Tak Berwujudantara lain sebagai

berikut:

a. masa manfaat dan metode amortisasi;

b. nilai tercatat bruto, akumulasi amortisasi dan nilai sisa Aset Tak Berwujud;

dan

c. penambahan maupun penurunan nilai tercatat pada awal dan akhir periode,

termasuk penghentian dan pelepasan Aset Tak Berwujud.

42

G.2. TAGIHAN TUNTUTAN GANTI RUGIDAERAH

1. Definisi

Hak tagih pemerintah daerah atas kerugian daerah yang disebabkan oleh

tindakan melanggar hukum atau kelalaianseseorang.

2. Pengakuan

Tagihan Tuntutan Ganti Rugi diakui pada saat terbitnya surat keterangan

tanggung jawab mutlak atau suratkeputusan pembebanan penggantian kerugian

sementara.

3. Pengukuran

Tagihan Tuntutan Ganti Rugi diukur sebesar nominal yang tercantum dalam

surat keterangan tanggung jawab mutlak atau suratkeputusan pembebanan

penggantian kerugian sementara.

4. Pengungkapan

Tagihan Tuntutan Ganti Rugi disajikan dalam neraca sebagai bagian dari “Aset

Lainnya” dan informasi yang perlukan diungkapkan dalam CaLK.

G.3. ASET KEMITRAAN DENGAN PIHAK KETIGA

1. Definisi

a. Aset Kerjasama/Kemitraan adalah aset tetap yang dibangun atau digunakan

untuk menyelenggarakan kegiatan kerjasama/kemitraan.

b. Bangun, Kelola, Serah – BKS (Build, Operate, Transfer – BOT), adalah

pemanfaatan tanah milik pemerintah oleh pihak lain dengan mendirikan

bangunan dan/atau sarana, berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan

oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati,

untuk selanjutnya tanah beserta bangunan dan/atau sarana, berikut

fasilitasnya, diserahkan kembali kepada pengelola barang setelah

berakhirnya jangka waktu kerjasama BKS.

c. Bangun, Serah, Kelola – BSK (Build, Transfer, Operate – BTO) adalah

pemanfaatan tanah milik pemerintah oleh pihak lain dengan mendirikan

bangunan dan/atau sarana, berikut fasilitasnya, dan setelah selesai

pembangunannya diserahkan kepada pengelola barang untuk kemudian

didayagunakan oleh pihak lain tersebut selama jangka waktu tertentu yang

disepakati.

d. Kerjasama Pemanfaatan (KSP) adalah pendayagunaan Barang Milik

Daerah oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dalam rangka

43

peningkatan penerimaan Daerah bukan pajak dan sumber pembiayaan

lainnya.

e. masa kerjasama/kemitraan adalah jangka waktu dimana Pemerintah dan

mitra kerjasama masih terikat dengan perjanjian kerjasama/kemitraan.

2. Pengakuan

a. Aset Kerjasama/Kemitraan diakui pada saat terjadi perjanjian kerjasama/

kemitraan, yaitu dengan perubahan klasifikasi aset dari aset tetap menjadi

aset kerjasama/kemitraan.

b. Aset Kerjasama/Kemitraan berupa Gedung dan/atau sarana berikut

fasilitasnya, dalam rangka kerja sama BSK, diakui pada saat

pengadaan/pembangunan Gedung dan/atau Sarana berikut fasilitasnya

selesai dan siap digunakan untuk digunakan/dioperasikan.

c. dalam rangka kerja sama pola BSK/BTO, harus diakui adanya Utang

Kemitraan dengan Pihak Ketiga, yaitu sebesar nilai aset yang dibangun

oleh mitra dan telah diserahkan kepada Pemerintah pada saat proses

pembangunan selesai.

d. setelah masa perjanjian kerjasama berakhir, aset kerjasama/kemitraan harus

diaudit oleh aparat pengawas fungsional sebelum diserahkan kepada

Pengelola Barang dan/atau Pengguna Barang.

e. penyerahan kembali objek kerjasama beserta fasilitasnya kepada Pengelola

Barang dilaksanakan setelah berakhirnya perjanjian dituangkan dalam

berita acara serah terima barang.

f. setelah masa pemanfaatan berakhir, tanah serta bangunan dan fasilitas hasil

kerjasama/kemitraan ditetapkan status penggunaannya oleh Pengelola

Barang.

g. klasifikasi aset hasil kerjasama/kemitraan berubah dari “Aset Lainnya”

menjadi “Aset Tetap” sesuai jenisnya setelah berakhirnya perjanjian dan

telah ditetapkan status penggunaannya oleh Pengelola Barang.

3. Pengukuran

a. aset yang diserahkan oleh Pemerintah untuk diusahakan dalam perjanjian

kerjasama/kemitraan harus dicatat sebagai aset kerjasama/kemitraan

sebesar nilai bersih yang tercatat pada saat perjanjian atau nilai wajar pada

saat perjanjian, dipilih yang paling objektif atau paling berdaya uji.

44

b. dana yang ditanamkan Pemerintah dalam kerjasama/ kemitraan dicatat

sebagai penyertaan kerjasama/ kemitraan. Di sisi lain, investor mencatat

dana yang diterima ini sebagai kewajiban.

c. aset hasil kerjasama yang telah diserahkan kepada pemerintah setelah

berakhirnya perjanjian dan telah ditetapkan status penggunaannya, dicatat

sebesar nilai bersih yang tercatat atau sebesar nilai wajar pada saat aset

tersebut diserahkan, dipilih yang paling objektif atau paling berdaya uji.

4. Penyajian dan Pengungkapan

a. aset kerjasama/kemitraan disajikan dalam neraca sebagai aset lainnya.

b. dalam hal sebagian dari luas aset kemitraan (tanah dan atau

gedung/bangunan), sesuai perjanjian, digunakan untuk kegiatan

operasional SKPD, harus diungkapkan dalam CaLK.

c. aset kerjasama/kemitraan selain tanah harus dilakukan penyusutan selama

masa kerja sama.

d. masa penyusutan aset kemitraan dalam rangka KSP melanjutkan masa

penyusutan aset sebelum direklasifikasi menjadi aset kemitraan.

e. masa penyusutan aset kemitraan dalam rangka BSK adalah selama masa

kerjasama.

f. sehubungan dengan Perjanjian Kerjasama/Kemitraan, pengungkapan

berikut harus dibuat :

1) pihak-pihak yang terkait dalam perjanjian;

2) hak dan kewajiban masing-masing pihak dalam perjanjian;

3) ketentuan tentang perubahan perjanjian apabila ada;

4) kententuan mengenai penyerahan asetkerjasama/kemitraan kepada

pemerintah pada saat berakhirnya masa kerjasama;

5) ketentuan tentang kontribusi tetap yang harus dibayar/disetor mitra

kerjasama ke Rekening Kas Daerah; dan

6) penghitungan atau penentuan hak bagi pendapatan/hasil kerjasama.

g. Sehubungan dengan pengungkapan yang lazim untuk aset, pengungkapan

berikut harus dibuat untuk aset kerjasama/kemitraan :

1) klasifikasi aset yang membentuk aset kerjasama;

2) penentuan biaya perolehan aset kerjasama/kemitraan; dan

3) penentuan depresiasi/penyusutan aset kerjasama/kemitraan.

h. Setelah aset diserahkan dan ditetapkan penggunaannya, aset hasil

kerjasama disajikan dalam neraca dalam klasifikasi aset tetap.

45

G.4. ASET LAIN-LAIN

1. Definisi

Aset Lain-lain digunakan untuk mencatat aset lainnya yang tidak dapat

dikelompokkan dalam aset tak berwujud, tagihan penjualan angsuran, tuntutan

perbendaharaan, tuntutan ganti rugi, dan kemitraan dengan pihak ketiga.

2. Jenis-Jenis

Aset tetap yang dimaksudkan untuk dihentikan dari penggunaan aktif

pemerintah direklasifikasi ke dalam Aset Lain-lain. Contoh: penghentian

penggunaan aset tetap pemerintah dapat disebabkan karena rusak berat, usang,

dan/atau aset tetap yang tidak digunakan karena sedang menunggu proses

pemindahtanganan (proses penjualan, sewa beli, penghibahan, penyertaan

modal).

3. Pengakuan

Pengakuan aset lain-lain diakui pada saat dihentikan dari penggunaan aktif

pemerintah dan direklasifikasikan ke dalan aset lain-lain.

4. Pengukuran

Aset tetap yang dimaksudkan untuk dihentikan dari penggunaan aktif

pemerintah direklasifikasi ke dalam Aset Lain-lain menurut nilai tercatatnya.

Aset lain – lain yang berasal dari reklasifikasi aset tetap disusutkan mengikuti

kebijakan penyusutan aset tetap. Proses penghapusan terhadap aset lain – lain

dilakukan paling lama 12 bulan sejak direklasifikasi kecuali ditentukan lain

menurut ketentuan perundang-undangan.

5. Penyajian dan Pengungkapan

Aset Lain-lain disajikan di dalam kelompok Aset Lainnya dan diungkapkan

secara memadai di dalam CaLK. Hal-hal yang perlu diungkapkan antara lain

adalah faktor-faktor yang menyebabkan dilakukannya penghentian penggunaan,

jenis aset tetap yang dihentikan penggunaannya, dan informasi lainnya yang

relevan.

H. KEBIJAKAN AKUNTANSI KEWAJIBAN

Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang penyelesaiannya

mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi pemerintah. Kewajiban

diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu kewajiban jangka pendek dan

kewajiban jangka panjang.

46

H.1. Kewajiban Jangka Pendek

1. Definisi

Kewajiban Jangka Pendek adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang

penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi pemerintah

dan masa pembayaran/ pelunasan diharapkan dalam waktu 12 (dua belas) bulan

setelah tanggal pelaporan.

Secara umum dalam konteks pemerintahan, kewajiban jangka pendek dapat

muncul antara lain karena:

a. penggunaan sumber pembiayaan berupa pinjaman yang bersifat jangka pendek

dari masyarakat dan lembaga keuangan;

b. perikatan dengan pegawai yang bekerja pada pemerintah;

c. kewajiban kepada masyarakat luas dalam tempo kurang dari satu tahun yaitu

kewajiban tunjangan, kompensasi, ganti rugi, kelebihan setoran pajak dari

wajib pajak, atau kewajiban dengan pemberi jasa lainnya;

d. kewajiban kepada entitas lainnya sebagai konsekuensi alokasi/realokasi

pendapatan atau anggaran; dan

e. Kewajiban karena adanya putusan pengadilan.

2. Jenis-Jenis

Kewajiban Jangka Pendek terdiri dari:

a. Utang Perhitungan Fihak Ketiga

Utang PFK merupakan utang pemerintah kepada pihaklain yang disebabkan

kedudukan pemerintah sebagai pemotong pendapatan atau penerima iuran

BPJS, Taspen dan Taperum.

b. Utang Bunga

Utang bunga adalah kewajiban pemerintah atas beban bunga utang yang

belum dibayar sampai dengan akhir periode pelaporan.

Utang bunga, sebagai bagian dari kewajiban atas pokok utang berupa

kewajiban bunga yang telah terjadi dan belum dibayar, pada dasarnya

berakumulasi seiring dengan berjalannya waktu, tetapi demi kepraktisan

diakui pada setiap akhir periode pelaporan. Nilai yang dicantumkan dalam

neraca untuk utang bunga adalah sebesar kewajiban bunga yang telah terjadi

tetapi belum dibayar oleh pemerintah.

c. Bagian Lancar Utang Jangka Panjang

Bagian Lancar Utang Jangka Panjang adalah bagian dari Utang Jangka

Panjang baik pinjaman dari dalam negeri maupun luar negeri yang akan jatuh

47

tempo dan diharapkan akan dibayar dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah

tanggal neraca.

d. Pendapatan Diterima Di Muka

Pendapatan Diterima Dimuka adalah kewajiban pemerintah yang timbul

karena pemerintah telah menerima barang/jasa/uang, namun pemerintah

belum menyerahkan barang/jasa kepada pihak ketiga.

e. Utang Beban

Utang Beban adalah utang pemerintah yang timbul karena entitas secara rutin

mengikat kontrak pengadaan barang atau jasa dari pihak ketiga yang

pembayarannya akan dilakukan setelah diterimanya barang/jasa tersebut.

Utang ini pada umumnya terjadi karena pihak ketiga melaksanakan

penyediaan barang atau jasa di muka dan melakukan penagihan setelah

diterimanya barang/jasa tersebut.

f. Utang Jangka Pendek Lainnya

UtangJangka Pendek Lainnya adalah utang yang tidak dapat dikategorikan

dalam kelompok utang diatas.

3. Pengakuan

Secara umum, kewajiban diakui jika besar kemungkinan bahwa pengeluaran

sumber daya ekonomiakandilakukan untuk menyelesaikan kewajiban yang ada

sampai dengan pada saat tanggal pelaporan, dan perubahan atas kewajiban tersebut

mempunyai nilai penyelesaian yang dapat diukur dengan andal. Kewajiban diakui

pada saat dana pinjaman diterima oleh pemerintahatau dikeluarkan oleh kreditur

sesuai dengan kesepakatan, dan/atau pada saat kewajiban timbul.

4. Pengukuran

Secara umum, kewajiban jangka pendek dicatat sebesar nilai nominal. Apabila

kewajiban jangka pendek tersebut dalam bentukmata uang asing maka harus

dijabarkan dan dinyatakan dalam mata uang rupiah dengan menggunakan kurs

tengah bank sentral pada tanggal neraca.

5. Penyajian/Pengungkapan

Kewajiban Jangka Pendek harus disajikan dalamNeraca dan CaLK.

H.2. KEWAJIBAN JANGKA PANJANG

1. Definisi

Kewajiban Jangka Panjang adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang

penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi pemerintah

dalam waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan.

48

Secara umum dalam konteks pemerintahan, kewajiban jangka panjang dapat

muncul antara lain karena:

a. penggunaan sumber pembiayaan berupa pinjaman yang bersifat jangka

panjang baik yang berasal dari masyarakat, lembaga keuangan, entitas

pemerintahan lain, maupun lembaga internasional; dan

b. kewajiban dengan pemberi jasa yang penyelesaiannya melalui cicilan dengan

jangka waktu lebih dari satu tahun.

2. Jenis-Jenis

Kewajiban Jangka Panjang terdiri dari:

a. Utang Dalam Negeri; dan

b. Utang Jangka Panjang Lainnya.

3. Pengakuan

Secara umum, kewajiban jangka panjang diakui jika besar kemungkinan bahwa

pengeluaran sumber daya ekonomiakandilakukan untuk menyelesaikan kewajiban

yang ada sampai saat pelaporan, dan perubahan atas kewajiban tersebut

mempunyai nilai penyelesaian yang dapat diukur dengan andal. Kewajiban diakui

pada saat dana pinjaman diterima oleh pemerintahatau dikeluarkan oleh kreditur

sesuai dengan kesepakatan, dan/atau pada saat kewajiban timbul.

4. Pengukuran

Secara umum, kewajiban jangka panjang dicatat sebesar nilai nominal.Apabila

kewajiban jangka panjang tersebut dalam bentuk mata uang asing maka harus

dijabarkan dan dinyatakan dalam mata uang rupiah dengan menggunakan kurs

tengah bank sentral pada tanggal neraca.

5. Penyajian dan Pengungkapan

Utang jangka panjang pemerintah harus diungkapkan dalam neraca pada periode

pelaporan dengan nilai yang handal. Untuk mendukung agar informasinya lebih

lengkap dan bermanfaat bagi setiap pengguna laporan keuangan, selain disajikan

dalam neraca maka harus diungkapkan dalam CaLK. Informasiyang harus

disajikan dalam CaLK antara lain meliputi:

a. jumlah saldo kewajiban jangka panjang berdasarkan tipe pemberi pinjaman;

b. jumlah saldo utang pemerintah jangka panjang berdasarkan jenis sekuritas utang

pemerintah dan jatuh temponya; dan

c. syarat-syarat dan konsekuensi perjanjian atas pembayaran utang jangka panjang

tersebut.

49

I. KEBIJAKAN AKUNTANSI EKUITAS

Ekuitas adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih antara aset dan

kewajiban pemerintah. Dalam Basis Akrual, pemerintah hanya menyajikan satu jenis

pos ekuitas.

Saldo akhir ekuitas diperoleh dari perhitungan pada Laporan Perubahan Ekuitas.

Ekuitas disajikan dalam Neraca, Laporan Perubahan Ekuitas, dan CaLK.

J. KEBIJAKAN AKUNTANSI PENDAPATAN

J.1 PENDAPATAN-LO

1. Definisi dan Pengakuan

Pendapatan-LO adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah

ekuitas dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan dan tidak perlu dibayar

kembali. Hak pemerintah tersebut dapat diakui sebagai Pendapatan-LO apabila

telah timbul hak pemerintah untuk menagih atas suatu pendapatan atau telah

terdapat suatu realisasi pendapatan yang ditandai dengan adanya aliran masuk

sumber daya ekonomi. Secara lebih rinci, pengaturan pengakuan atas Pendapatan-

LO adalah sebagai berikut:

a. Pendapatan-LO yang diperoleh berdasarkan peraturan perundang-undangan

diakui pada saat timbulnya hak untuk menagih pendapatan yaitu pada saat

diterbitkannya surat ketetapan oleh pejabat yang berwenangatau adanya

dokumen sumber yang menunjukkan pemerintah memiliki hak untuk

menagih pendapatan tersebut.Contoh dari pendapatan-LO ini adalah pada

saat diterbitkannya surat ketetapan pajak oleh pejabat yang berwenang yang

mempunyai kekuatan hukum mengikat dan harus dibayar oleh wajib pajak.

Hal ini merupakan tagihan (piutang) bagi pemerintah dan utang bagi wajib

pajak;

b. Pendapatan-LO yang diperoleh sebagai imbalan atas suatu pelayanan yang

telah selesai diberikan diakui pada saat timbulnya hak untuk menagih

imbalan yaitu setelah diserahterimakannya barang atau jasa dari pemerintah

kepada pihak ketiga;

c. Pendapatan-LO yang diperoleh dari eksekusi jaminan diakui pada saat pihak

ketiga tidak menunaikan kewajibannya;

d. Pendapatan-LO yang diperoleh dari sanksi/denda diakui pada saat telah

diterbitkan surat penagihan atau kas diterima;

50

e. Pendapatan-LO yang diperoleh dari pendapatan transfer antar pemerintah

diakui pada saat telah diperolehnya dokumen penetapan yang sah atas hak

Pemerintah Daerah atau pada saat kas diterima;

f. Pendapatan hibah pada LO diakui pada saat timbulnya hak atas pendapatan

hibah tersebut atau terdapat aliran masuk sumber daya ekonomi, mana yang

lebih dahulu; dan

g. Pendapatan-LO yang diperoleh dariadanya aliran masuk sumber daya

ekonomi, diakui pada saat diterimanyakas atau aset non kasyang menjadi

hak pemerintah tanpa terlebih dahulu adanya penagihan.

2. Pengukuran Pendapatan-LO

Pendapatan-LO dilaksanakan berdasarkan azas bruto, yaitu dengan membukukan

pendapatan bruto, dan tidak mencatat jumlah netonya (setelah dikompensasikan

dengan pengeluaran).

3. Penyajian dan Pengungkapan

1) Entitas pemerintah menyajikan pendapatan-LO yang diklasifikasikan menurut

sumber pendapatan;

2) Pendapatan-LO disajikan dalam mata uang rupiah. Apabila Realisasi

pendapatan LO dalam mata uang asing dijabarkan dan dinyatakan dalam mata

uang rupiah. Penjabaran mata uang asing menggunakan kurs tengah Bank

Sentral pada tanggal transaksi; dan

3) Di samping disajikan pada LO, pendapatan-LO juga harus diungkapkan

sedemikian rupa pada CaLK sehingga dapat memberikan semua informasi

yang relevan mengenai bentuk dari pendapatan-LO.

J.2. PENDAPATAN-LRA

1. Definisi

Pendapatan-LRA adalah semua penerimaan rekening kas umum daerah yang

menambah Saldo Anggaran Lebih dalam periode tahun anggaran yang

bersangkutan yang menjadi hak pemerintah dan tidak perlu dibayar kembali.

2. Pengakuan Pengukuran

Pendapatan-LRA dicatat pada saat kas dari pendapatan tersebut diterima di

rekening kas umum daerah kecuali Pendapatan BLUD. Pendapatan BLUD diakui

oleh pemerintah pada saat pendapatan tersebut dilaporkan atau disahkan oleh

Bendahara Umum Daerah.

51

Pendapatan Perpajakan-LRA diukur dengan menggunakan nilai nominal kas yang

masuk ke kas daerah dari sumber pendapatan dengan menggunakan asas bruto,

yaitu pendapatan dicatat tanpa dikurangkan/dikompensasikan dengan belanja yang

dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut.

3. Penyajian dan Pengungkapan

Pendapatan-LRA disajikan pada LRA dan LAK.

Pendapatan LRA disajikan dalam mata uang rupiah. Apabila penerimaan kas atas

pendapatan LRA dalam mata uang asing, maka penerimaan tersebut dijabarkan dan

dinyatakan dalam mata uang rupiah. Penjabaran mata uang asing tersebut

menggunakan kurs pada tanggal transaksi.

K. KEBIJAKAN AKUNTANSI BEBAN, BELANJA DAN TRANSFER

K.1. BEBAN

1. Definisi

Beban adalah penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa termasuk potensi

pendapatan yang hilang, atau biaya yang timbul akibat transaksi tersebut dalam

periode pelaporan yang berdampak pada penurunan ekuitas, baik berupa

pengeluaran, konsumsi aset atau timbulnya kewajiban.

2. Pengakuan dan Pengukuran

1) Beban Operasi

a. Beban Pegawai

Beban pegawai merupakan kompensasi terhadap pegawai baik dalam

bentuk uang atau barang, yang harus dibayarkan kepada pejabat negara,

pegawai negeri sipil, dan pegawai yang dipekerjakan oleh pemerintah

daerah yang belum berstatus PNS sebagai imbalan atas pekerjaan yang

berkaitan dengan pembentukan modal.

Pembayaran atas beban pegawai dapat dilakukan melalui mekanisme

UP/GU/TU atau LS. Beban pegawai yang pembayarannya melalui

mekanisme UP/GU/TU, diakui ketika bukti pembayaran beban telah

disahkan pengguna anggaran. Sedangkan beban pegawai yang

pembayarannya melalui mekanisme LS, diakui pada saat diterbitkan

SP2D atau pada saat timbulnya kewajiban pemerintah daerah.

52

b. Beban Barang dan Jasa

(1) Beban Persediaan

Beban persediaan dicatat pada saat pembelian persediaan, yaitu pada

saat barang telah diterima. Pada akhir tahun, nilai sisa persediaan

berdasarkan inventarisasi fisik sebagai pengurang beban persediaan.

(2) Beban Jasa, Pemeliharaan, dan Perjalanan Dinas

Beban jasa, pemeliharaan dan perjalanan dinas dicatat sebesar nilai

nominal yang tertera dalam dokumen tagihan dari Pihak Ketiga

sesuai ketentuan peraturan perundang–undangan yang telah

mendapatkan persetujuan dari Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna

Anggaran .

(3) Beban Bunga Utang

Beban Bunga merupakan alokasi pengeluaran Pemerintah Daerah

untuk pembayaran bunga yang dilakukan atas kewajiban

penggunaan pokok utang termasuk beban pembayaran biaya-biaya

yang terkait dengan pinjaman dan hibah yang diterima Pemerintah

Daerah, seperti biaya commitment fee dan biaya denda.

Beban Bunga meliputi beban bunga pinjaman dan beban bunga

obligasi. Beban bunga diakui pada saat bunga tersebut jatuh tempo

untuk dibayarkan. Untuk keperluan pelaporan keuangan, nilai beban

bunga diakui sampai dengan tanggal pelaporan walaupun saat jatuh

tempo melewati tanggal pelaporan.

(4) Beban Subsidi

Beban Subsidi merupakan pengeluaran atau alokasi anggaran yang

diberikan Pemerintah Daerah kepada Perusahaan/Lembaga tertentu

agar harga jual produksi/jasa yang dihasilkan dapat terjangkau oleh

masyarakat. Beban Subsidi diakui pada saat kewajiban Pemerintah

Daerah untuk memberikan subsidi telah timbul.

(5) Beban Hibah

Beban hibah merupakan beban Pemerintah dalam bentuk uang,

barang, atau jasa kepada Pemerintah, Pemerintah Daerah lainnya,

Perusahaan Daerah, Masyarakat, dan Organisasi Kemasyarakatan,

yang bersifat tidak wajib dan tidak mengikat.

Beban hibah dalam bentuk uang dicatat sebesar nilai nominal yang

tertera dalam nota perjanjian hibah. Beban hibah dalam bentuk

53

barang/jasa dicatat sebesar nilai wajar barang/jasa tersebut saat

terjadinya transaksi.

Pada akhir tahun anggaran karena ketentuan perundangan-undangan

beban hibah tidak lagi disalurkan maka atas beban tersebut dikoreksi

sebesar yang tidak dapat disalurkan.

(6) Beban Bantuan Sosial

Beban Bantuan Sosial merupakan beban Pemerintah Daerah dalam

bentuk uang atau barang yang diberikan kepada individu, keluarga,

kelompok dan/atau masyarakat yang sifatnya tidak secara terus-

menerus dan selektif yang bertujuan untuk melindungi dari

kemungkinan terjadinya resiko sosial.

Beban bantuan sosial dicatat sebesar nilai nominal yang tertera

dalam dokumen keputusan pemberian bantuan sosial berupa uang

atau dokumen pengadaan barang/jasa oleh Pihak Ketiga.

Pada akhir tahun anggaran karena ketentuan perundangan-undangan

beban bantuan sosial tidak lagi disalurkan maka atas beban tersebut

dikoreksi sebesar yang tidak dapat disalurkan.

(7) Beban Penyusutan

Diakui pada akhir tahun berdasarkan metode penyusutan yang telah

ditetapkan.

(8) Beban amortisasi

Diakui pada akhir tahun berdasarkan metode amortisasi yang telah

ditetapkan.

(9) Beban Piutang Tak Tertagih

Beban penyisihan piutang dapat dilakukan dengan 2 metode yaitu:

a. Metode Penyisihan Piutang

Metode ini dilakukan dengan cara mengakui Beban Piutang Tak

Tertagih di muka sebelum piutang tersebut dihapuskan.

b. Metode Penghapusan Langsung.

Metode ini dilakukan dengan cara mengakui Beban Piutang Tak

Tertagih hanya pada saat piutang tersebut benar-benar tidak dapat

ditagih lagi.

54

Beban piutang tak tertagih diukur dengan:

a. Metode Penyisihan Piutang

Beban Piutang Tak Tertagih diukur dengan cara mengestimasi

besarnya piutang yang kemungkinan tak tertagih.

b. Metode Penghapusan Langsung.

Beban Piutang Tak Tertagih diukur sebesar jumlah piutang yang

benar-benar tidak dapat ditagih kembali.

2) Beban Transfer

Beban Transfer merupakan beban berupa pengeluaran uang atau kewajiban

untuk mengeluarkan uang dari Pemerintah Daerah kepada Pemerintah

Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa. Beban transfer diakui pada saat

diterbitkan SP2D atau pada saat timbulnya kewajiban Pemerintah Daerah.

Dalam hal pada akhir tahun anggaran terdapat Pendapatan yang harus

dibagihasilkan tetapi belum disalurkan dan sudah diketahui daerah yang

berhak menerima, maka nilai tersebut dapat diakui sebagai beban.

3. Penyajian dan Pengungkapan

Beban disajikan dalam LO entitas akuntansi/pelaporan. Penjelasan secara

sistematis mengenai rincian, analisis dan informasi lainnya yang bersifat material

harus diungkapkan dalam CaLK sehingga menghasilkan informasi yang andal dan

relevan.

K.2. BELANJA

1. Definisi

Belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Daerah yang

mengurangi Saldo Anggaran Lebih dalam periode tahun anggaran bersangkutan

yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah.

2. Pengakuandan Pengukuran

Belanja diakui pada saat terjadinya pengeluaran dari rekening Kas Umum Daerah.

Khusus pengeluaran melalui bendahara pengeluaran pengakuannya terjadi pada

saat pertanggungjawaban atas pengeluaran tersebut disahkan Bendahara Umum

Daerah.

Belanja BLUD diakui pada saat diterbitkannya Surat pengesahan Pendapatan dan

Belanja (SP2B) oleh BUD.

Belanja diukur berdasarkan nilai nominal yang dikeluarkan dan tercantum dalam

dokumen sumber pengeluaran yang sah dan diukur berdasarkan azas bruto.

55

3. Penyajian dan Pengungkapan

Belanjadisajikan dan diungkapkan dalam:

a) LRA sebagai pengeluaran daerah;

b) LAK masuk kategori Aktivitas Operasi;

c) LAK masuk kategori Aktivitas Investasi; dan

d) CaLK untuk memudahkan pengguna mendapatkan informasi.

K.3. TRANSFER

1. Definisi

Transfer adalah pengeluaran uang dari entitas pelaporan ke entitas pelaporan lain,

antara lain Bagi Hasil Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan Bagi Hasil Pendapatan

Lainnya serta Bantuan Keuangan kepada Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa.

2. Pengakuan dan Pengukuran

Pengeluaran transfer diakui pada saat terjadinya pengeluaran dari rekening Kas

Umum Daerah.

Pengukuran transfer keluar didasarkan pada nilai nominal yang tercantum dalam

dokumen sumber pengeluaran yang sah untuk pengeluaran dari Kas Daerah

(SP2D). Terhadap pengeluaran transfer yang terdapat potongan maka pengakuan

nilai transfer diakui sebesar nilai bruto.

3. Penyajian dan Pengungkapan

Transfer keluar disajikan sebagai berikut:

a) LRA sebagai pengeluaran daerah;

b) LAK yang dimasukkan dalam kategori Arus Kas Keluar dari Aktivitas

Operasi; dan

c) CaLK.

L. KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMBIAYAAN (PENERIMAAN/

PENGELUARAN)

1. Definisi

Pembiayaan (financing) adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali

dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahunanggaran

bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya, yang dalam

penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup defisit atau

memanfaatkan surplus anggaran.

56

2. Jenis-Jenis

a. Penerimaan Pembiayaan

Penerimaan pembiayaan adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum

Daerah yang perlu dibayar kembali yang antara lain berasal dari penerimaan

pinjaman, penjualan obligasi pemerintah, hasil privatisasi perusahaan daerah,

penerimaan kembali pinjaman yang diberikan kepada pihak ketiga, penjualan

investasi permanen lainnya, dan pencairan dana cadangan.

b. Pengeluaran Pembiayaan

Pengeluaran pembiayaan adalah semua pengeluaran Rekening Kas Umum

Daerahyang akan diterima kembaliyang antara lain berupa pemberian

pinjaman kepada pihak ketiga, penyertaan modal pemerintah, pembayaran

kembali pokok pinjaman dalam periode tahun anggaran tertentu, dan

pembentukan dana cadangan.

3. Pengakuan

Penerimaan Pembiayaan diakui pada saat kas diterima pada Rekening Kas Umum

Daerah atau pada saat terjadi pengesahan penerimaan pembiayaan oleh

Bendahara Umum Daerah. Sedangkan pengeluaran pembiayaan diakui pada saat

dikeluarkan dari Rekening Kas Umum Daerah.

4. Pengukuran

Penerimaan dan pengeluaran pembiayaan dicatat sebesar nilai nominal. Apabila

penerimaan dan pengeluaran pembiayaan tersebut dalam bentuk mata uang asing

maka harus dijabarkan dan dinyatakan dalam mata uang rupiah. Penjabaran mata

uang asing menggunakan kurs tengah bank sentral pada tanggal transaksi.

Penerimaan dan pengeluaran pembiayaan dilaksanakan berdasarkan azas bruto,

yaitu dengan membukukan penerimaan bruto, dan tidak mencatat jumlah netonya

(setelah dikompensasikan dengan pengeluaran).

5. Penyajian dan Pengungkapan

Penerimaan Pembiayaan dan Pengeluaran Pembiayaan disajikan dalam LRA,

LAK (Aktivitas Investasi atau Aktivitas Pendanaan), serta diungkapkan dalam

CaLK.

Hal–hal terkait pembiayaan yang diungkapkan di CaLK antara lain:

a. Informasi tentang rincian penerimaan pembiayaan;

b. Informasi tentang rincian pengeluaran pembiayaan; dan

c. Penjelasan mengenai selisih apabila nilai penerimaan/pengeluaran

pembiayaan berbeda.

57

M. KEBIJAKAN AKUNTANSI KOREKSI DAN PENGEMBALIAN

Koreksi adalah tindakan pembetulan secara akuntansi agar akun/pos yang tersaji

dalam laporan keuangan entitas menjadi sesuai dengan yang seharusnya. Sedangkan

kesalahan adalah penyajian akun/pos yang secara signifikan tidak sesuai dengan

yang seharusnya yang mempengaruhi laporan keuangan periode berjalan atau

periode sebelumnya.

Kesalahan ditinjau dari sifat kejadian dikelompokkan dalam 2 (dua) jenis:

1) Kesalahan tidak berulang; dan

2) Kesalahan berulang dan sistemik.

Kesalahan tidak berulang adalah kesalahan yang diharapkan tidak akan terjadi

kembali, terdiri atas :

1) Kesalahan tidak berulang yang terjadi pada periode berjalan; dan

2) Kesalahan tidak berulang yang terjadi pada periode sebelumnya.

Kesalahan berulang dan sistemik adalah kesalahan yang disebabkan sifat alamiah

(normal) dari jenis-jenis transaksi tertentu yang diperkirakan akan terjadi secara

berulang. Contohnya adalah penerimaan pajak dari wajib pajak yang memerlukan

koreksi sehingga perlu dilakukan restitusi atau tambahan pembayaran dari wajib

pajak. Setiap kesalahan harus dikoreksi segera setelah diketahui.

Koreksi kesalahan ada beberapa macam. Berikut adalah beberapa macam koreksi

kesalahan pada pemerintah daerah:

1) Koreksi kesalahan yang tidak berulang yang terjadi pada periode berjalan, baik

yang mempengaruhi posisi kas maupun yang tidak, dilakukan dengan

pembetulan pada akun yang bersangkutan dalam periode berjalan, baik pada

akun pendapatan-LRA atau akun belanja, maupun akun pendapatan-LO atau

akun beban;

2) Koreksi kesalahan yang tidak berulang yang terjadi pada periode-periode

sebelumnya dan mempengaruhi posisi kas, apabila laporan keuangan periode

tersebut belum diterbitkan, dilakukan dengan pembetulan pada akun yang

bersangkutan, baik pada akun pendapatan-LRA atau akun belanja, maupun akun

pendapatan-LO atau akun beban;

3) Koreksi kesalahan atas pengeluaran belanja (sehingga mengakibatkan

penerimaan kembali belanja) yang tidak berulang yang terjadi pada periode-

periode sebelumnya dan menambah posisi kas, apabila laporan keuangan

periode tersebut sudah diterbitkan, dilakukan dengan pembetulan pada akun

58

pendapatan lain-lain–LRA. Dalam hal mengakibatkan pengurangan kas

dilakukan dengan pembetulan pada akun Saldo Anggaran Lebih;

4) Koreksi kesalahan atas perolehan aset selain kas yang tidak berulang yang

terjadi pada periode-periode sebelumnya dan menambah maupun mengurangi

posisi kas, apabila laporan keuangan periode tersebut sudah diterbitkan,

dilakukan dengan pembetulan pada akun kas dan akun aset bersangkutan;

5) Koreksi kesalahan atas beban yang tidak berulang, sehingga mengakibatkan

pengurangan beban, yang terjadi pada periode-periode sebelumnya dan

mempengaruhi posisi kas dan tidak mempengaruhi secara material posisi aset

selain kas, apabila laporan keuangan periode tersebut sudah diterbitkan,

dilakukan dengan pembetulan pada akun pendapatan lain-lain-LO/ekuitas.

Dalam hal mengakibatkan penambahan beban dilakukan dengan pembetulan

pada akun beban lain-lain-LO/ekuitas;

6) Koreksi kesalahan atas penerimaan pendapatan-LRA yang tidak berulang yang

terjadi pada periode-periode sebelumnya dan menambah maupun mengurangi

posisi kas, apabila laporan keuangan periode tersebut sudah diterbitkan,

dilakukan dengan pembetulan pada akun kas dan akun Saldo Anggaran Lebih;

7) Koreksi kesalahan atas penerimaan pendapatan-LO yang tidak berulang yang

terjadi pada periode-periode sebelumnya dan menambah maupun mengurangi

posisi kas, apabila laporan keuangan periode tersebut sudah diterbitkan,

dilakukan dengan pembetulan pada akun kas dan akun ekuitas;

8) Koreksi kesalahan atas penerimaan dan pengeluaran pembiayaan yang tidak

berulang yang terjadi pada periode-periode sebelumnya dan menambah maupun

mengurangi posisi kas, apabila laporan keuangan periode tersebut sudah

diterbitkan, dilakukan dengan pembetulan pada akun kas dan akun Saldo

Anggaran Lebih;

9) Koreksi kesalahan yang tidak berulang atas pencatatan kewajiban yang terjadi

pada periode-periode sebelumnya dan menambah maupun mengurangi posisi

kas, apabila laporan keuangan periode tersebut sudah diterbitkan, dilakukan

dengan pembetulan pada akun kas dan akun kewajiban bersangkutan;dan

10) Koreksi kesalahan tidak berulang yang terjadi pada periode-periode sebelumnya

dan tidak mempengaruhi posisi kas, baik sebelum maupun setelah laporan

keuangan periode tersebut diterbitkan, pembetulan dilakukan pada akun-akun

neraca terkait pada periode kesalahan ditemukan.

59

Kesalahan berulang dan sistemik tidak memerlukan koreksi, melainkan dicatat pada

saat terjadi pengeluaran kas untuk mengembalikan kelebihan pendapatan dengan

mengurangi pendapatan-LRA maupun pendapatan-LO yang bersangkutan.

Koreksi kesalahan yang berhubungan dengan periode-periode yang lalu terhadap

posisi kas dilaporkan dalam LAK tahun berjalan pada aktivitas yang bersangkutan.

Koreksi kesalahan diungkapkan pada CaLK.

4.4. Penerapan kebijakan akuntansi berkaitan dengan ketentuan yang ada dalam SAP

Kebijakan akuntansi yang digunakan dalam pelaporan keuangan RSJD Dr RM

Soedjarwadi Pemerintah Provinsi Jawa Tengah mengacu pada Peraturan Gubernur no

45 Tahun 2014 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri no 64 Tahun 2013 serta

Peraturan Pemerintah (PP) no. 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah.

60

Bab V

PENJELASAN POS-POS LAPORAN KEUANGAN

5.1. Rincian dari penjelasan pos-pos Neraca

Aset

Aset Lancar

1. Kas

Daftar rincian saldo kas per 31 Desember 2015:

a. Kas di Bendahara Pengeluaran

Saldo Kas di Bendahara Pengeluaran per 31 Desember 2015 nihil, semua sisa Kas

telah disetor ke Kas Daerah dengan bukti setor:

1. STS nomor: 16/STS/2015 dengan nominal sebesar Rp. 11.539.675,- yaitu

pengembalian sisa Uang Persedian TA 2015.

b. Kas di Bendahara Penerimaan

Saldo Kas di Bendahara Penerimaan, yang merupakan Pendapatan ditangguhkan

pada tanggal 31 Desember 2015sebesar Rp. 16.395.577,-.

No Kas di Bendahara Penerimaan 2014 2015

1 Kas di Bank 5.266.131 74.777

2 Kas di Brankas 11.910.800 16.320.800

Total 17.176.931 16.395.577

c. Kas di Bendahara BLUD

Saldo Kas di Bendahara BLUD per 31 Desember 2015 merupakan Surplus hasil

kegiatan BLUD 2015. Saldo kas bendahara BLUD Rp.2.209.573.930,-digunakan

untuk pembayaran kewajiban jangka pendek BLUD pada Tahun Anggaran 2015

sebesar Rp.1.310.567.617,- dan sisanya digunakan untuk rencana kegiatan 2016.

Rincian Saldo Kas di Bendahara BLUD sebagai berikut (dalam Rupiah):

No Kas di Bendahara BLUD 2014 2015

1 Rekening di Bank 15.463.147.758 2.107.253.330

2 Saldo Kas 68.301.769 102.320.600

Total 15.531.449.527 2.209.573.930

d. Setara Kas (Deposito)

Saldo Setara Kas (Deposito) per 31 Desember 2015 merupakan Deposito RSJD Dr

RM Soedjarwadi dengan periode jatuh tempo 3 bulan dan otomatis diperpanjang

selama belum ada perjanjian selanjutnya.

No Setara Kas (Deposito) 2014 2015

1 Saldo Deposito - 5.000.000.000

Total - 5.000.000.000

61

2. Piutang

Daftar rincian Piutang Retribusi berdasarkan Sumber Debitur per 31 Desember 2015

(dalam Rupiah):

No Nama Debitur Jumlah Keterangan

1 Pasien Murni 178.703.930 Termasuk:

1. Piutang s/d 2014: 155.960.230

2. Piutang 2015: 22.743.700

2 BPJS 3.857.600.091 Termasuk:

1. Okt 2015: 89.572.800

2. Nop 2015: 1.932.472.607

3. Des 2015: 1.835.554.684

3 Jamkesda Kabupaten 132.193.700 September 2009 – Februari 2010

4 Piutang Bunga Deposito 29.589.041,10 7 Desember 2015 – 31 Desember 2015

Total Piutang 4.198.086.762

Cadangan Piutang tak Tertagih per 31 Desember 2015 sebesar Rp. 136.529.510,-

yang dimasukkan dalam kategori Cadangan Piutang tak tertagih hanya Piutang yang

berasal dari Pasien Murni. Untuk piutang selain dari pasien murni belum

diberlakukan kebijakan Cadangan Piutang tak tertagih.

Daftar Cadangan Piutang tak Tertagih per 31 Desember 2015 terlampir.

Piutang Lainnya sebesar Rp. 29.589.041,10 merupakan piutang bunga deposito

tanggal 7 Desember 2015-31 Desember 2015.

3. Belanja Dibayar Dimuka

Terdapat belanja dibayar dimuka yaitu premi asuransi yang dibayarkan satu tahun (1

Desember 2015 – 1 Desember 2016) senilai Rp.82.331.150.

Penjelasan terlampir.

4. Persediaan

Daftar Stok Opname Persediaan per 31 Desember 2015 (dalam Rupiah) :

No Keterangan 2014 2015

1 Bahan Habis Pakai 217.786.974 1.942.611.322

2 Bahan Material 5.074.621.929 5.184.494.391

3 Cetak Penggandaan 51.956.900 1.191.959.500

4 Bahan Makan Minum 186.868.700 130.559.500

Total 5.531.234.503 8.449.624.713

Terdapat koreksi saldo awal untuk:

No Keterangan Koreksi ( + ) Koreksi ( - )

1 Laboratorium - 476.159.360

2 Obat - 3.786.600

3 Bahan Makan Minum 2.173.000 -

Total 2.173.000 479.945.960

62

Dalam stok Gudang Farmasi, terdapat Obat yang Rusak/Kadaluarsa sebesar:

Rp. 19.570.887,- dengan rincian terlampir dan sudah dikeluarkan dari stok Gudang

Farmasi.

Data Persediaan Obat yang Rusak/Kadaluarsa (dalam Rupiah):

No Keterangan Jumlah

1 Obat Rusak/Kadaluarsa 19.570.887,-

Aset Tetap

Nilai Tanah RSJD Dr RM Soedjarwadi Pemerintah Provinsi Jawa Tengah (dalam

Rupiah):

No Aset 2014 2015

1 Tanah 14.192.500.000 14.192.500.000

Nilai Peralatan dan Mesin RSJD Dr RM Soedjarwadi Pemerintah Provinsi Jawa

Tengah (dalam Rupiah):

No Peralatan dan Mesin 2014 2015

1 Alat Berat 538.089.398,67 538.089.399

2 Alat Angkutan 2.253.321.233 2.253.321.233

3 Alat Bengkel 17.054.200,01 17.054.200

4 Alat Pertanian 5.054.000 5.054.000

5 Alat Kantor dan Rumah Tangga 10.342.112.443 11.395.312.447

6 Alat Studio dan Komunikasi 258.378.350 261.344.850

7 Alat Kedokteran 17.516.042.165 43.605.503.337

8 Alat Laboratorium 1.249.774.465 1.342.269.465

Total 32.171.620.253,58 59.417.948.931

Nilai Gedung dan Bangunan RSJD Dr RM Soedjarwadi Pemerintah Provinsi Jawa

Tengah (dalam Rupiah):

No Gedung dan Bangunan 2014 2015

1 Gedung 19.785.485.510 24.192.726.492

2 Monumen 822.096.081 999.394.081

Total 20.607.581.591 25.192.120.573

63

Nilai Jalan, Jaringan, dan Instalasi RSJD Dr RM Soedjarwadi Pemerintah Provinsi

Jawa Tengah (dalam Rupiah):

No Jalan, Jaringan, dan Instalasi 2014 2015

1 Jalan dan Jembatan 96.997.000 96.997.000

2 Bangunan Air dan Irigasi 118.021.000 993.248.000

3 Instalasi 1.888.385.534 3.208.186.129

Total 2.103.403.534 4.298.431.129

Nilai Aset Tetap Lainnya RSJD Dr RM Soedjarwadi Pemerintah Provinsi Jawa

Tengah (dalam Rupiah):

No Aset Tetap Lainnya 2014 2015

1 Buku dan Kepustakaan 25.057.200 25.057.200

2 Barang Bercorak Kesenian 98.600.000 121.700.000

3 Hewan/Ternak dan Tanaman 44.450.000 -

Total 168.107.200 146.757.200

Nilai Aset Konstruksi Dalam Pengerjaan RSJD Dr RM Soedjarwadi Pemerintah

Provinsi Jawa Tengah yaitu hasil Pembangunan Gedung Rawat Jalan 4 Lantai dan

Perencanaan Instalasi Air Minum Bersih (dalam Rupiah):

No Keterangan 2014 2015

1 Gedung Rajal 4 Lantai 332.068.000 6.898.072.848.

2 Instalasi Air Minum Bersih - 40.911.600

Total 332.068.000 7.271.052.448

Nilai Akumulasi Penyusutan Aset Tetap RSJD Dr RM Soedjarwadi Pemerintah

Provinsi Jawa Tengah (dalam Rupiah):

No Keterangan 2014 2015

1 Akumulasi penyusutan aset tetap (24.888.639.472,97) (35.119.827.340,41)

Total (24.888.639.472,97) (35.119.827.340,41)

Nilai Aset Lainnya RSJD Dr RM Soedjarwadi Pemerintah Provinsi Jawa Tengah

yaitu nilai aset dalam kondisi rusak dan menunggu proses penghapusan (dalam

Rupiah):

No Keterangan 2014 2015

1 Aset Tak Berwujud 266.542.171,32 266.542.169

2 Aset Lain-lain - 491.926.833

3 Akumulasi Amortisasi - (598.543.700,60)

Total 266.542.171,32 159.925.301,40

64

Kewajiban

RSJD Dr RM Soedjarwadi Pemerintah Provinsi Jawa Tengah mempunyai kewajiban

jangka pendek berupa (dalam Rupiah):

No Keterangan 2015

1 Jasa Pelayanan JKN November 606.603.122

2 Jasa Pelayanan Umum Desember 145.507.090

3 Jasa Pelayanan JKN Desember 550.657.405

4 Jasa Pelayanan Revisi 2010 225.894.069

5 Jasa Pelayanan Askes Desember 2011 38.892.230

6 Pemasangan Iklan 7.000.000

7 Langganan Surat Kabar 800.000

Total 1.575.353.916

Ekuitas

Ekuitas RSJD Dr RM Soedjarwadi dijelaskan sebagai berikut (dalam Rupiah):

No Ekuitas 2014 2015

1 Ekuitas Perubahan SAL (19.550.833.985) (61.866.221.609)

2 Pendapatan ditangguhkan 17.176.931 16.395.577

3 Kas di Bendahara BLUD-hutang PFK (nonSILPA) - (13.321.875.597)

4 Cadangan Piutang 1.649.537.736,67 4.143.888.402

5 Cadangan Persediaan 5.531.234.503 8.449.624.713,02

6 Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran Utang

Jangka Pendek

(4.648.169.657) (1.575.353.916)

7 Diinvestasikan dalam Aset Tetap 45.177.781.000 75.398.982.939,59

8 Diinvestasikan dalam Aset Lainnya 213.233.735,20 159.925.301,40

9 RK-PPKD Konsolidasian 35.082.283.512 82.397.671.136

Total 63.472.243.775,90 93.803.036.948,01

65

5.2. Rincian dari penjelasan pos-pos Laporan Realisasi Anggaran

Rincian Pendapatan BLUD per 31 Desember 2015 (dalam Rupiah):

No Uraian Pendapatan 2014 2015

1 Instalasi Gawat Darurat 219.005.000 212.964.300

2 Instalasi Rawat Jalan 837.095.000 856.967.000

3 Instalasi Rawat Inap 634.755.962 1.006.144.928

4 Instalasi Rawat Intensif 130.567.500 93.225.500

5 Laboratorium 253.636.499 483.060.200

6 Rekam Medis 128.378.000 138.655.000

7 Radiologi 150.775.000 497.596.000

8 Rehabilitasi Medik 10.973.000 15.205.700

9 Farmasi 1.589.616.379 1.614.293.920

10 Loundry 1.925.000 1.797.000

11 Elektrodiagnostik & Elektroteraphy - 57.595.000

12 Diklat 81.792.000 201.484.000

13 Askes PHB - -

14 BPJS 26.174.752.898 18.570.067.980

15 Hasil Kegiatan Rehabilitasi 3.957.500 -

16 Sewa Rumah Dinas 1.500.000 2.400.000

17 Sewa Asrama dan Aula 24.095.000 31.367.000

18 Sewa Kantin dan Koperasi 1.800.000 1.800.000

19 Sewa untuk Parkir dan Olahraga 3.000.000 3.000.000

20 Penerimaan Lain - lain 2.457.000 -

21 Ambulance & Mobil Jenazah 7.525.000 5.580.000

22 Foto Copy 276.000 -

23 Bunga Bank/Jasa Giro 175.172.844 687.649.982

24 Piutang Pasien 193.111.455 2.360.000

25 Legalisir 1.886.500 5.352.779

Total Pendapatan 30.628.053.537 24.527.671.289

Rincian Belanja APBD dan BLUD Tahun Anggaran 2015 terlampir pada Laporan

Realisasi Anggaran per Objek.

Tahun Anggaran 2015, RSJD Dr RM Soedjarwadi tidak ada dana keluar atau masuk

pada pos Transfer dan pos Pembiayaan.

5.3. Rincian dari penjelasan pos-pos Laporan Operasional

Pendapatan

Pendapatan Asli Daerah yang Sah

Pendapatan RSJD Dr RM Soedjarwadi termasuk dalam Pendapatan Asli Daerah yang Sah

Lainnya – Pendapatan BLUD.

66

Jumlah Pendapatan-Laporan Operasional berasal dari:

Total Penerimaan tahun 2015 dikurangi penerimaan dari piutang 2014 ditambah piutang

2015.

No Penerimaan 2015 Piutang 2015 Penerimaan Piutang 2014 Pendapatan LO 2015

1 24.527.671.289 4.198.086.762 1.434.846.825 27.002.757.296

Beban

Beban Operasional

Beban Operasional-LO RSJD Dr RM Soedjarwadi Tahun Anggaran 2015 adalah realisasi

pembayaran beban Tahun Anggaran 2015 dan jumlah utang beban yang terjadi. Jumlah

beban operasional sebagai berikut:

No Keterangan Jumlah

1 Beban Pegawai 33.394.846.075,00

2 Beban Barang dan Jasa 25.924.410.375,65

3 Beban Penyusutan/Amortisasi 11.259.357.027,24

4 Beban Lain-lain 180.979.510,00

Total 70.759.592.987,89

5.4. Rincian dari penjelasan pos-pos Laporan Perubahan Ekuitas

Ekuitas Awal

Ekuitas awal LO Tahun 2014 merupakan Ekuitas Akhir Tahun 2014, sebesar

RP.63.497.923.276,70

Surplus Defisit LO

Surplus Defisit LO senilai Rp. (43.756.835.691,89) terdiri dari:

No Uraian Jumlah

1 Pendapatan LO 2015 27.002.757.296

2 Beban Operasional LO 2015 (70.759.592.987,89)

(43.967.583.352,39)

RK-PPKD

RK-PPKD per 31 Desember 2015 senilai 82.397.671.136,-

67

Dampak Kumulatif Perubahan Kebijakan/Kesalahan Mendasar

Dampak Kumulatif Perubahan Kebijakan/Kesalahan Mendasar merupakan hasil koreksi

dari hasil saldo awal Tahun Anggaran 2015. Hasil koreksi yang ada di Tahun Anggaran

2015 sebesar (Rp. 8.335.721.772,80) yaitu pada:

No Uraian Jumlah

1 Koreksi/Penyesuaian Kas (8.322.656.951,00)

2 Koreksi/Penyesuaian Penyisihan Piutang 122.984.560,00

3 Koreksi/Penyesuaian Persediaan (459.689.912,00)

4 Koreksi/Penyesuaian Aset Tetap (642.229.762,00)

5 Koreksi/Penyesuaian Penyusutan 482.933.893,00

6 Koreksi/Penyesuaian Aset Lainnya 536.376.833,00

7 Koreksi/Penyesuaian Amortisasi (53.308.433,80)

8 Koreksi/Penyesuaian Lain-lain (132.000,00)

TOTAL (8.335.721.772,80)

68

Bab VI

Penjelasan atas informasi-informasi non keuangan

Profil RSJD Dr RM Soedjarwadi Pemerintah Provinsi Jawa Tengah

Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr.RM Soedjarwadi Pemerintah Provinsi Jawa Tengah

merupakan Rumah Sakit Kelas A Khusus (non Pendidikan) milik Pemerintah Provinsi

Jawa Tengah, yang terletak di Kabupaten Klaten, dengan kapasitas 199 tempat tidur,

adapun gambaran secara umum sebagai berikut:

IDENTITAS RUMAH SAKIT

NamaRumahSakit : RumahSakitJiwa Daerah Dr. RM.

SoedjarwadiKlaten

Alamat : Jl. Ki Pandanaran KM. 02 Klaten Kode Pos 57425

Telepon: 0272-32143 Faximile : 0272-321418

Kepemilikan : PemerintahProvinsiJawa Tengah

KlasifikasiRumahSakit : RumahSakitKhususJiwa

KelasRumahSakit : KelasA

KapasitasTempatTidur : 199 TT

Lay Out RSJD Dr. RM SoedjarwadiPemerintahProvinsiJawa Tengah

69

Posisi RSJD Dr.RM Soedjarwadi Pemerintah Provinsi Jawa Tengah saat ini sangat

strategis, karena di Kabupaten Klaten tidak ada Rumah Sakit Jiwa lainnya yang menjadi

pesaing, dan kedudukannya terletak pada jalur lintas utama antara Gunung Kidul Bagian

Utara, sehingga menjadi tujuan utama dan paling dekat bagi masyarakat untuk berobat ke

Rumah Sakit. Disamping itu pula RSJD Dr.RM Soedjarwadi Pemerintah Provinsi Jawa

Tengahtelah menjadi Rumah Sakit tipe A Khusus jiwa.

Seiring dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk di Kabupaten Klaten dan

semakin meningkat pula kebutuhan masyarakat akan kesehatan khususnya Kesehatan

Jiwa, berdasarkan analisa tersebut perlu adanya peningkatan sarana prasarana Rumah

Sakit guna penunjang Operasional Pelayanan.

Demikian pula kelayakan ruang rawat inap sebagai upaya dalam memberikan

pelayanan pada masyarakat secara maksimal sesuai dengan etika-etika pelayanan bidang

kesehatan.

Visi

Rumah Sakit Jiwa pilihan pertama masyarakat dengan layanan lengkap, bermutu

tinggi dan dengan ilmu terkini

Misi

1. Memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik bagi semua lapisan masyarakat.

2. Meningkatkan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia secara

berkesinambungan.

3. Menjamin layanan kesehatan yang selalu terakreditasi dan tersertifikasi secara

nasional maupun internasional.

4. Mewujudkan penataan rumah sakit yang modern dan konsisten dengan Master

Plan.

5. Melaksanakan pendidikan, pelatihan dan penelitian di bidang kesehatan jiwa.

Motto Melayani dengan Ketulusan Hati

Indikator Kinerja Rumah Sakit

No Kinerja 2011 2012 2013 2014 2015

1 TT 120 189 189 189 199

2 BOR 90,87 66,10 63,15 57,77 60,89

3 LOS 25,89 20,55 19.81 17,85 15,51

4 TOI 2,60 11,78 11,56 13,05 10,41

5 BTO 12,81 1,01 11,62 11,81 14,08

6 GDR 0,006 0,003 0,006 0,009 0,022

7 NDR 0,003 0,003 0,003 0,002 0,011

70

PELAYANAN

Jumlah Kunjungan

2011 2012 2013 2014 2015

Rawat Jalan 42.695 38.178 78.773 74.472 90.232

Rawat Inap 1.687 1.251 2.195 2.233 2.549

IGD 4.089 3.187 5.969 5.229 7.141

Klinik Jiwa 10.243 6.918 13.935 16.680 18.999

Klinik Saraf 16.053 12.610 31.501 27.872 33.453

Klinik Sp. Anak 37 424 831 1.110 1.294

Klinik Anak 4.241 3.397 5.802 5.465 9.968

Klinik Dalam 244 350 805 666 1.684

Klinik Umum 1.837 1.118 2.980 1.954 2.569

Klinik Nyeri 22 71 211 1.959 4.904

Klinik Gigi 1.082 859 1.185 1.112 1.029

Klinik Psikologi - - 1.520 403 639

Sumber: Data Rekam Medik 2015

71

Bab VII

Penutup

Demikian Catatan atas Laporan Keuangan RSJD Dr RM Soedjarwadi Pemerintah

Provinsi Jawa Tengah yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Laporan Keuangan

RSJD Dr RM Soedjarwadi Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Catatan atas Laporan

Keuangan pokok disusun berdasarkan Peraturan Gubernur Jawa Tengah No.45 Tahun

2014, Peraturan Menteri Dalam Negeri No.64 Tahun 2013, Peraturan Pemerintah Nomor

71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah (SAP). Kami berharap

penyampaian Catatan atas Laporan Keuangan ini dapat berguna bagi pihak-pihak yang

berkepentingan serta memenuhi prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, dan

pertanggungjawaban dalam pengelolaan keuangan daerah.

Direktur

RSJD Dr RM Soedjarwadi

Pemerintah Provinsi Jawa Tengah

dr. Tri Kuncoro, MMR

NIP. 196505261997031006